Peranan Kepala Sekolah Dalam Pengembanga

PERANAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA
MUTU DI SEKOLAH DALAM RANGKA MENGEMBANGKAN
PENYELENGGARAAN SEKOLAH YANG BAIK

Disusun Oleh:
Redmon Windu Gumati, S.Ag., M.Ag.
NTP.KOP II.001.12.2011
JABATAN AKADEMIK: Asisten Ahli
PANGKAT/GOL.RUANG: Penata Muda Tk.I/ III B
NRD: 132127012550

STIT AT-TAQWA
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
CIPARAY KABUPATEN BANDUNG
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Dan Rumusan Masalah
1.1.1. Latar Belakang Masalah
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini telah menjadi perhatian dari

berbagai kalangan, tidak hanya pada kalangan pendidik, tetapi juga masyarakat.
Mereka menginginkan munculnya adanya perubahan dalam hal usaha
meningkatkan kualitas pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa kualitas pendidikan
kita belum sebagaimana diharafkan. Tuntutan terhadap kualitas pendidikan
semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya (1) kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (2) persaingan global yang semakin ketat, (3)
kesadaran masyarakat (orang tua siswa) akan pendidikan yang berkualitas
semakin tinggi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi pada
akhir-akhir ini telah membawa dampak perubahan dalam berbagai aspek
kehidupan manusia, sehingga permasalahan dapat di pecahkan dengan
mengupayakan penguasaan serta meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tanpa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, seseorang kurang bisa
mengantisipasi perubahan dalam kehidupan sehari-hari dan tidak mampu
mengatasi persoalan-persoalan hidup yang selalu bekembang dengan pesat.
Persaingan global dalam era pasar bebas, menyebakan adanya kompetisi
yang sangat ketat. Untuk dapat berpartisipasi dalam persaingan global tersebut,
seseorang dituntut memiliki kemampuan yang lebih/berkualitas, yaitu memiliki
kecakapan berkomunikasi, memiliki kemampuan menjalin kerja sama, memiliki

2


keterampilan atau skill tertentu, individu yang ulet, disiplin,beretos kerja tinggi,
pandai menangkap peluang, dan memiliki semangat untuk maju.
Budaya sekolah merupakan faktor yang paling penting dalam membentuk
siswa menjadi manusia yang penuh oftimis, berani tampil, kooperatif, dan
kecakapan personal serta akademik. Sekolah – sekolah yang memiliki keunggulan
atau keberhasilan pendidikan tertentu biasanya bisa dilihat dari beberapa variabel
yang mempengaruhinya seperti perolehan nilai dan kondisi pisik, akan tetapi
kurang memperhatikan hal lain yang tidak tampak yang justru lebih berpengaruh
terhadap kinerja individu dan organisasi itu sendiri yang mencakup nilai-nilai
(values), keyakinan (beliefs), budaya, dan norma perilaku yang disebut sebagai
“the human side of organization” (sisi aspek manusia dan organisasi).
Para kepala sekolah, guru, warga sekolah, stakeholder sekolah atau yang
terkait termasuk pengawas dan pengelola/pembina pendidikan perlu dibekali
pemahaman konsep yang benar tentang budaya organisasi, budaya mutu sekolah
dan, pengembangannya, serta konsep sekolah yang baik atau unggul. Dengan
memiliki pemahaman konsep yang baik para kepala sekolah, dan guru selaku
pelaksana penyelenggara yang didukung oleh warga sekolah, stake holder sekolah
atau yang terkait lainnya akan dapat mengembangkan budaya mutu sekolah dalam
rangka pengembangan sekolah yang unggul, termasuk pengawas dan pengelola/

Pembina pendidikan akan dapat membinanya dengan efektif dan efesien.
Oleh karena itu, dalam makalah ini dipandang perlu menjelaskan adanya
kerangka acuan bagaimana kepala sekolah dapat mengembangkan budaya mutu di

3

sekolah dalam rangka mengembangkan penyelenggaraan sekolah yang baik.
Untuk itu perlu disusun panduan atau pedoman pengembangan mutu sekolah.

1.1.2. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan
masalah yang dijumpai sebagai berikut:
1) Faktor-faktor penyebab berkurangnya:

(1) Disiplin guru
(2) Profesionalisme guru
(3) Kompetensi guru
(4) Motivasi kerja guru
2) Upaya yang perlu dilskukan kepala sekolah dan pengawas dalam membantu
meningkatkan kualitas kinerja guru.


1.2. Maksud dan Tujuan Penulisan
Setiap tujuan yang akan kita capai dalam kegiatan merupakan dasar
(pedoman) dalam menentukan langkah selanjutnya. Tujuan umum yang ingin
penulis capai melalui penulisan makalah ini adalah:
1) Dapat memahami dan menguasai tentang:
(1) Pengertian disiplin sekolah:
(2) Pengertian kompetensi Guru;
(3) Pengertian Profesionalisme guru:
(4) Pengertian motivasi kerja.
2) Dapat memproyeksikan pengertian tersebut di atas kedalam kebiasaan
berpikir, bersikap dan berperilaku.

1.3. Metode Penulisan

4

Metode yang digunakan dalam penyusunan Makalah ini adalah metode
Deskristif Analisis, dimana permasalahan yang dijumpai diuraikan, dibahas dan
dianalisis untuk akhirnya disimpulkan.


1.4. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan sistematika
penulisan dengan tata urut sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
maksud dan tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II BATASAN MASALAH DAN TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan deskrifsi masalah yang dijumpai dan tinjauan pustaka
berupa

dasar-dasar

teori

yang

digunakan


dalam

pembahasan

profesionalilitas guru, disiplin guru, kompetensi guru, dan motivasi kerja
di lingkungan gugus.

BAB III PEMBAHASAN MASALAH
Bab ini berisikan tentang pembahasan masalah mengenai permasalahanpermasalahan yang dihadapi penulis serta upaya-upaya penulis dalam
menanggulangi masalah yang dihadapi.

5

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan sebagai hasil pembahasan dan saran-saran yang
penulis ajukan untuk mengantisipasi masalah.

BAB II
BATASAN MASALAH TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Batasan Masalah
Kelompok Kerja Guru (KKG) adalah wadah berkumpulnya para guru
dalam

satu

Gugus

untuk

memecahkan

masalah,

menguji

coba

dan


mengembangkan ide-ide baru untuk meningkatkan KBM, serta meningkatkan
professional guru.

6

Salah satu faktor penunjang terlaksananya keberhasilan kegiatan belajar
mengajar adalah Guru, karena guru berada dibarisan paling depan dengan kata
lain langsung menghadapi anak didik.
Guru yang disiplin, professional, kompeten, serta memiliki motivasi kerja
yang tinggi merupakan paktor pendukung dalam suksesnya kegiatan belajar
mengajar di sekolah tersebut.
Atas dasar pernyataan di atas, maka penulis merasa perlu untuk membatasi
ruang lingkup penulisan makalah ini agar tidak terjadi kesimpangsiuran , sehingga
dapat menimbulkan kesalah pahaman bagi pembaca. Disamping itu, pembatasan
masalah merupakan dasar untuk menentukan langkah-langkah, metode, maupun
teknik penelitian. Adapun batasan masalah dalam makalah ini adalah disiplin
guru, profesionalisme guru, kompetensi guru, dan upaya kepala sekolah dalam
meningkatkan kinerja guru.

2.2. Tinjauan Pustaka

2.2.1. Disiplin Sekolah
Disiplin adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang tergabung
dalam suatu sistem tunduk pada peraturan peraturan yang ada dengan senang hati.
Dalam Dictionary of Education (1973 : 186) dikemukakan bahwa disiplin
(school) adalah the maintenance of conditions conducive to the efficient
achievement of the school”s functions.

7

Berdasarkan uraian di atas disiplin sekolah dapat diartikan sebagai
keadaan tertib, dimana guru, staf sekolah, dan peserta didik yang tergabung dalam
sekolah, tunduk kepada peraturan yang telah ditetapkan dengan senang hati.
Dari pengertian di atas nampak bahwa disiplin sekolah bertujuan untuk
membantu peserta didik menemukan dirinya, dan mengatasi, serta mencegah
timbulnya problem-problem disiplin. Dan berusaha menciptakan situasi yang
menyenangkan bagi kegiatan pembelajaran, sehingga mereka mentaati segala
peraturan yang telah ditetapkan. Dengan demikian disiplin dapat merupakan
bantuan kepada peserta didik, agar mereka mampu berdiri sendiri.

2.2.2. Kompetensi dan Profesionalisme Guru

2.2.2.1. Pengertian Kompetensi
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai
dan sikap yang direfleksikan ke dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Aspek-aspek yang terkandung dalam konsep kompetensi diantaranya
adalah :
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Pengetahuan (Knowledge)
Pemahaman (Understanding)
Kemampuan (Skill)
Nilai (Value)
Sikap (Attitude)
Minat (Interest)

8


2.2.2.2. Pengertian Profesionalisme
Istilah profesionalisme guru bukan merupakan istilah asing dalam dunia
pendidikan. Secara sederhana, professional berasal dari kata profesi yang berarti
jabatan. Orang yang profesional adalah orang yang mampu melaksanakan tugas
jabatannya secara mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif. Guru yang
professional adalah guru yang memiliki kemampuan yang mumpuni dalam
melaksanakan tugas jabatan guru.

2.2.2.3. Karakteristik Profesionalisme Guru
Bila ditinjau secara lebih detail, ada beberapa karakteristik profesinalisme
guru. Rebore ( 1991 ) mengemukakan bahwa karakteristik profesionalisme guru
bisa ditinjau dari 6 komponen, yaitu:
(1) Pemahaman dan penerimaan dalam melaksanakan tugas,
(2) Kemauan melakukan kerja sama secara efektif dengan siswa, guru orang tua
siswa, dan masyarakat,
(3) Kemampuan mengembangkan visi dan pertumbuhan jabatan secara terusmenerus,
(4) Mengutamakan pelayanan dalam tugas,
(5) Mengarahkan, menekan, dan menumbuhkan pola perilaku siswa, serta
(6) Melaksanakan kode etik jabatan.
Disisi lain Glickman (1981) memberikan ciri profesionalisme guru dari 2
sisi, yaitu:
(1) Kemampuan berpikir abstrak (abstraction).

9

Guru yang professional memiliki tingkat berpikir abstrak yang tinggi yaitu,
mampu merumuskan konsep, menangkap, mengidentifikasi, dan memecahkan
berbagai persoalan yang dihadapi dalam tugas.
(2) Memiliki komiutmen yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya.
Komitmen adalah kemauan yang kuat untuk melaksanakan tugas yang didasari
dengan rasa penuh tanggung jawab
Lebih lanjut Welker (1992) mengemukakan bahwa profesionalisme guru
dapat dicapai, bahwa guru itu ahli (ekspert) dalam melaksanakan tugas, dan selalu
mengembangkan diri (growth). Lebih lanjut, Glatthorm (1990) mengemukakan
bahwa dalam melihat profesionalisme guru, disamping kemampuan didalam
melaksanakan tugas, juga perlu mempertimbangkan aspek komitmen dan
tanggung jawab (resfonsibility), serta kemandirian (autonomy).
Aspek-aspek yang dapat mengembangkan profesional guru berdasarkan
para ahli antara lain;
1) Raudenbush (1993) menunjukkan bahwa internal supervision termasuk
kegiatan pengembangan guru, memiliki dampak terhadap pengajaran guru.
2) Bisset dan Nichol (1998) kegiatan supervisi yang menekankan action
research bisa meningkatkan professional guru.
3) Hom (1992) Pengalaman guru berpengaruh terhadap pertumbuhan personal
dan jabatan guru.
4) Neaggley dan Evans (1980), Glickman (1981), atau Sergiovannii (1991)
menyatakan bahwa kegiatan supervisi yang termasuk pada kegiatan
pengembangan guru dapat meningkatkan kemampuan professional guru
dalam melaksanakan tugas, khususnya tugas dibidang pengajaran.

10

5) White (1992) Kesempatan guru untuk terlibat dalam pengambilan keputusan
sekolah berpengaruh terhadap pertumbuhan jabatan guru.
6) Berends (2000) Karakteristik Program Sekolah juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan profesionalisme guru.

2.2.3. Semangat Kerja Guru
Kepemimpinan kepala sekolah yang baik, dapat mebuat anggota menjadi
percaya, loyal dan, termotivasi untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi secara
oftimal. Untuk itu keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah dapat dilihat dari
performansi anggota. Salah satu faktor yang menunjukkan performansi anggota
adalah semangat kerjanya.
Semangat kerja berasal berasal dari kata morale. Semangat kerja bisa juga
diartikan kegairahan kerja. Semangat kerja merupakan salah satu faktor utama
yang menentukan terhadap keberhasilan pelaksanaan tugas. Bila seseorang
memiliki semangat kerja yang tinggi akan melaksanakan tugas secara oftimal.
Sebaliknya, bila seseorang kurang memiliki semangat kerja yang baik , tidak akan
bisa melaksanakan tugas secara oftimal.
Ada beberapa ahli yang mengemukakan pengertian semangat kerja Beach
(1980 ) mendefinisikan : “ Semangat kerja sebagai kepuasan kerja seseorang yang
diperoleh dari pekerjaannya, kelompok kerja, pimpinan, organisasi, dan
lingkungannya“. Di sisi lain, Burrub mengemukakan bahwa: “Semangat kerja

11

merupakan suatu daya juang kelompok secara teguh dan konsisten untuk
mencapai tujuan”. Hornby menegaskan bahwa : “ Semangat kerja adalah kondisi
mental yang penuh kemauan, kesungguhan,kedisiplinan, dan keteguhan dalam
menghadapi tantangan untuk mencapai tujuan “.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat digaris bawahi bahwa
semangat kerja adalah kondisi mental yang penuh kesungguhan, kedisiplinan,
daya juang, dan keteguhan untuk melaksanakan tugas/pekerjaan dalam rangka
mencapai tujuan secara oftimal. Semangat kerja guru berarti kondisi mental guru
berupa reaksi emosional yang penuh kesungguhan, kedisiplinan, daya juang, dan
keteguhan dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru untuk mencapai
tujuan pendidikan secara oftimal.

2.2.3.1. Komponen Semangat Kerja.
Ditinjau dari komponennya, semangat kerja memiliki 3 faktor yang
terkandung dalam pengertian semangat kerja, yaitu :
1) Identifikasi (identification) menunjukan kepada komunalitas tujuan. Seorang
guru yang memiliki semangat kerja tinggi merasa kebutuhan individunya
sesuai dengan tujuan organisasi.
2) Rasa memiliki (belongingness) artinya ada kesesuaian antara kebutuhan
dirinya dengan kebutuhan pimpinan.
3) Rasionalitas (rationality) artinya terdapat kesesuaian antara kebutuhan
pimpinan dengan kebutuhan organisasi.
Semangat kerja bukanlah suatu perilaku, namun sangat berpengaruh
terhadap perilaku. Seorang personel akan berupaya secara oftimal dalam

12

melaksanakan tugas bila memiliki semangat kerja yang tinggi. Sebaliknya,
seorang personel tidak akan melaksanakan tugas secara baik, bila semangat
kerjanya rendah.
Demikian pula untuk jabatan guru. Seorang guru akan berusaha secara
oftimal dalam melaksanakan tugas-tugasnya, apabila memiliki semangat kerja
yang tinggi. Sebaliknya, seorang personal tidak akan melaksanakan tugas secara
baik, bila semangat kerjanya rendah.

2.2.3.2. Tugas Guru
Ditinjau dari tugasnya, ada beberapa tugas guru sekolah dasar,
sebagaimana pendapat para ahli di bawah ini :
1) Daughtrey dan lewis (1979) mengemukakan tugas guru sekolah dasar menjadi
dua, yaitu; tugas di sekolah dan tugas di masyarakat. Tugas di sekolah
dibedakan menjadi dua, yaitu tugas dibidang administrasi sekolah (general
duties) dan tugas di bidang pengajaran (special duties).
2) Sahertian (1990) mengemukakan empat tugas utama guru, yaitu tugas yaitu
tugas bidang pengfajaran, tugas kemasyarakatan tugas pertumbuhan karir, dan
tugas administratif
3) Usman, (1992), pendapat yang lebih umum, membagi tugas utama guru
sekolah dasar menjadi 3 bagian yaitu, tugas profesional, tugas personal, dan
tugas sosial.
Tugas professional adalah tugas utama yang berkaitan dengan profesi
guru. Tugas ini meliputi tugas mengajar, mendidik dan membimbing. Kegiatan
menyusun rencana pengajaran, menguasai bahan, menggunakan metode dan

13

media pengajaran, mengelola kelas, mengadakan evaluasi, dan melakukan
bimbingan. Bahkan menguasai landasan kependidikan dan mengadakan penelitian
untuk pengembangan pendidikan.
Tugas personal adalah tugas yang berkaitan dengan pengembangan pribadi
guru. Tugas ini mengacu pada usaha untuk menjalankan kepada perilaku diri yang
baik. Usaha untuk mewujudkan dirinya, merealisasi potensi yang dimiliki, dan
untuk menjadi teladan serta menempatkan diri dalam kehidupan masyarakat
termasuk dalam tugas personal.
Tugas sosial adalah tugas yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat.
Sebagai anggota masyarakat, guru sekolah dasar memilikii tugas untuk membantu
dan mengembangkan kehidupan masyarakat. Disatu sisi guru diharapkan bisa
menerima harapan masyarakat, disisi lain, guru diharapkan bisa menjadi
pembaharu dalam kehidupan di masyarakat.
Berdasarkan surat keputusan Menpan Nomor 86 tahun 1993, ada empat
bidang tugas yang harus dilaksanakan guru, yaitu tugas di bidang pendidikan,
proses belajar mengajar dan bimbingan, pengembangan profesi dan penunjang
pendidikan.

14

BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

3.1. Membangun Tegaknya Keseimbangan Moral Pribadi
Manusia diberi petunjuk bagaimana menegakkan posisi keseimbangan
itu, yaitu dengan menegakkan keadilan, keadilan politik, ekonomi dan keadilan
sosial. Betapa banyaknya ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang memerintahkan
keadilan.
Tetapi keadilan itu tidak akan tegak, jika tidak menggunakan konsepsi
yang hak, hanya konsepsi yang hak dari Allah yang dapat memproduk keadilan,
sebaliknya keadilan yang ditegakan dengan konsepsi yan batil, pasti hasilnya akan
terbalik, yang muncul hanyalah kedzaliman.
Keadilan kata penting, tetapi yang lebih penting jika keadilan itu dimiliki
para penguasa, karena akan lebih efektif menegakkannya. Sebagaimana sifat
kedermawanan dimiliki orang kaya, sifat cermat akan lebih efektif jika dimiliki
oleh para ulama dan ilmuwan, sabar akan lebih utama apabila dimiliki orang
miskin, sementara itu sifat malu akan lebih indah apabila dimiliki kaum wanita.
Setiap bentuk ketidak adilan pasti akan menghancurkan fitrah, tidak ada
sarana menegakkan keadilan. Kecuali dengan menegakkan timbangan dan ukuran
yang telah disyariatkan Allah yang penuh dengan nilai kebenaran dan kejujuran.

15

Tegaknya keadilan dalam suatu struktur masyarakat harus dimulai dengan
tegaknya keseimbangan individual, berupa moralitas pribadi yang Islami.

Bagaimana menegakkan keseimbangan moral individu/pribadi? Yaitu
dengan membangun tegaknya moral individu. Tegaknya moral individu dapat
digambarkan pada gambar di bawah ini.
Membangun Tegaknya Moral Individu
Jasmani

Makan dan Minum

Suplai makanan
secara seimbang

Akal

Ilmu

Nafsu

Spiritual

Rohani

Gambar 3.1
Membangun Tegaknya Moral Individu
Manusia memiliki unsur jasmani, intelektual, dan spiritual. Masingmasing harus disuplai dengan makanan. Makanan jasmani adalah makanan dan
minuman yang bergizi dan baik serta halal. Makanan akal adalah intelektual, yaitu
ilmu. Makanan Spiritual adalah dzikrullah, selalu ingat kepada Allah. Kelaparan
jasmani mengalami kematian atau kelaparan fisik. Kelaparan intelektual akan
mengalami kebingungan dan kebodohan, penuh dengan dilema tidak mau dan
tidak mampu mengambil keputusan yang sehat, atau membawa kebangkrutan

16

sosial yang meluas. Kelaparan spiritual mengakibatkan kematian moralitas.
Ketika moralitas kemanusiaannya mati, maka berubahlah moralitas itu menjadi
moralitas kebinatangan. Pendek kata kelaparan spiritual, menjadikan prilaku
manusia berubah menjadi prilaku binatang, seperti digambarkan pada gambar di
bawah ini.

JANGAN BIARKAN MEREKA LAPAR

JASMANI

Makan,
Minum

SAKIT/MATI

MAKANAN

AKAL

Ilmu

Bodoh/
kebangkrutan sosial

MAKANAN

NAFSU

Spirit
ual

Sakit atau kematian
moralitas Kemanusiaan

Gambar 3.2
Akibat kekurangan makanan pada unsur diri manusia
Kelakuan ini muncul dalam berbagai wataknya. Tikus yang hanya
menggerogoti, terkadang muncul dalam bentuk kancil, pintar tapi licik. Terkadang
ia muncul dalam bentuk bebek yang tidak mempunyai pendirian dan sangat
bergantung pada penguasanya. Terkadang ia seperti kambing mengembik-embik,
bersikap oposisi jika tidak mendapatkan rizki. Terkadang ia muncul dalam bentuk
keledai yang memikul kitab tetapi ia tidak mau mengamalkannya.

17

Pada binatang karakter itu tidak berubah-ubah. Dari kecil kambing, sudah
besarnyapun tetap kambing. Tetapi beda dengan manusia karakter itu berubahubah dari waktu ke waktu, bahkan pada saat tertentu,bersatulah seluruh karakter
kebinatangannya itu dalam diri manusia sebagaimana isyarat Allah SWT :
“…mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi, mereka
itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al-Araf 7 : 179).
Mereka lalai mengisi makanan spiritualnya . Mereka lalai dan melalaikan
ingat Allah. Mereka melalaikan syariat Allah, adakah jalan keluar agar manusia
tidak hancur fitrahnya dan tidak berubah jadi binatang, dan masyarakat ini tidak
menjadi “kebun binatang” ?
Sekali lagi Allah Maha Mengetahui apa yang menjadi keperluan
manusia. Dialah yang paling mengetahui fitrah makhluk-Nya, sebagaimana
firman-Nya :
“Tidakkah kamu perhatikan, sesungguhnya Allah telah di bumi dan
menyempurnakan untukmu nikmat lahir dan batin” ( QS. 31 : 20 )
Allah menyediakan nikmat lahir dan batin agar kehidupan ini menjadi
lebih bertata, mudah dan manusiawi. Nikmat lahir itu lebih jelas alam semesta ini
yang tidak bisa dihargai, Allah menyediakan nikmat batin, berupa konsepsi
kehidupan, yaitu Al-Islam, Ad-Din, yang harus dijadikan pedoman hidup, agar
manusia tidak bingung dalam menentukan tujuan dan cara mengatur
kehidupannya, agar manusia tidak menjadi korban percobaan bagi kelompok
thagut, sebagai eksperimen ideologis mereka.

18

Manusia yang menjadikan Al-Islam sebagai pedoman hidup menyeluruh
dengan segenap kepatuhan dan ketundukan, maka secara otomatis terpenuhi
kebutuhan fitrahnya dan tawadzunya. Manusia harus hidup dalam kontrol dan
berorientasi kepada Allah SWT. Islam mengusung manusia untuk mencari ilmu,
sains, maupun syariah setinggi-tingginya, Islam sekaligus menyeru umatnya untuk
mencari rizki yang halal.
Barang siapa yang menjadikan Islam sebagai pedoman hidup yang
menyeluruh, maka sempurnalah fitrahnya. Barang siapa menyeleweng dari Islam,
maka hancurlah fitrahnya, semakin intensif orang menegakkan Islam, semakin
tumbuhlah fitrahnya, semakin menyeleweng dari Islam, semakin hancurlah
fitrahnya.
Dengan kata lain kehancuran Fitrah seseorang atau suatu masyarakat
berbanding lurus dengan penyelewengan seseorang atau masyarakat itu dari
Islam. Ini adalah hakikat Islam sebagai agama fitrah.
Karena itu kewajiban manusia untuk senantiasa mengarahkan wajah dan
wijahnya, arah dan orientasinya dengan dienul Islam dengan segala kepatuhan dan
konsekuensi logisnya,demi kepentingan kesejahteraan manusia itu sendiri di dunia
dan akhirat.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Dienul Islam, Allah
yang telah menciptakan manusia sesuai dengan fitrahnya itu tidak ada perubahan
pada fitrah itu”. ( QS, 30 : 30 ).
Jika manusia memang mau kembali kepada fitrah seutuhnya,maka tidak
ada alternatif lain, kecuali kembali kepada Islam sebagai sebuah sistem kehidupan

19

yang mencakup seluruh aspek, setiap pemisahan aspek-aspek dalam kehidupan ini
diantara aspek-aspek politik dan agama, antara niat dan perbuatan, antara ibadah
dan ekonomi, dan segala bentuk pemisahan skularistik, pasti akan menghancurkan
kehidupan bangunan kehidupan itu sendiri dan pasti pulalah akan menghancurkan
fitrah.

3.2. Membangun Disiplin Sekolah
Disiplin merupakan suatu hal yang mudah diucapkan, tapi sukar sukar
dilaksanakan. Secara tradisional, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap
pengendalian dari luar (obedience to external control). Interpretasi baru
menganggapnya sebagai pengendalian dari dalam sebagaimana ketaatan terhadap
pembatasan dari luar.

3.2.1. Pentingnya Disiplin Sekolah
Perilaku negatif sebagian remaja, pelajar dan mahasiswa pada akhir-akhir
ini telah melampaui batas kewajaran karena telah menjurus pada tindak melawan
hukum, melanggar tata tertib, melanggar moral agama, kriminal, dan telah
membawa akibat yang sangat merugikan masyarakat. Kenakalan remaja dapat
dikatakan dalam batas kewajaran apabila prilaku itu dilakukan dalam rangka
mencari identitas diri dan tanpa membawa akibat yang membahayakan kehidupan
orang lain atau masyarakat.

20

Penyimpangan perilaku disebabkan oleh berbagai faktor, seperti latar
belakang keluarga, dan masyarakat, kondisi-kondisi khusus, iklim pembelajaran
yang kurang kondusif, atau sikap guru yang kasar (otoriter).
Dalam hal ini guru bertanggung jawab mengarahkan apa yang baik, dan
berbuat apa yang baik, harus menjadi contoh, sabar, dan penuh pengertian. Guru
harus mampu menumbuhkan disiplin dalam diri peserta didik, terutama disiplin
diri (self discipline). Hal ini tergambar dalam gambar berikut ini :
CARA MENCIPTAKAN SUASANA BELAJAR

Gambar 3.3
Cara menciptakan suasana belajar dalam kelas
Untuk kepentingan tersebut, guru harus mampu melakukan hal-hal sebagai
berikut :
1) Membantu peserta didik untuk mengembangkan pola prilaku untuk dirinya;
2) Membantu peserta didik untuk meningkatkan standar perilakunya;
3) Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin.

21

3.2.2. Upaya Menanamkan Disiplin Sekolah
Untuk menanamkan disiplin sekolah perlu dimulai dengan prinsip yang
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yakni sikap demokratis. Sehubungan
dengan itu, maka dalam menentukan peraturan disiplin perlu berpedoman pada hal
tersebut, yakni dari, oleh, dan untuk peserta didik, sedangkan guru tut wuri
handayani. Dalam hal ini Soelaeman (1985 : 77) mengemukakan bahwa guru
berpungsi sebagai pengemban ketertiban yang patut digugu dan ditiru,…tapi
tidak diharapkan sikap yang otoriter
Reisman and Payne (1987 : 239-241) mengemukakan strategi umum
merancang disiplin sekolah sebagai berikut :.
1) Konsep diri (self-concept) strategi ini menekankan bahwa konsep-konsep diri
masing-masing individu merupakan faktor penting dari setiap perilaku. Untuk
menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap empati, menerima,
hangat dan terbuka, sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan
pikirannya dan perasaannya dalam memecahkan masalah.
2) Keterampilan berkomunikasi (Communication Skill) : guru harus memiliki
keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima semua perasaan,
dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik.
3) Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical consequences):
perilaku-perilaku

yang

salah

terjadi

22

karena

peserta

didik

telah

mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Hal ini mendorong
perilaku perilaku salah. Untuk itu guru disarankan : a) menunjukkan secara
tepat tujuan perilaku yang salah, sehingga membantu peserta didik dalam
mengatasi perilakunya, dan b) memamfaatkan akibat-akibat logis dan alami
dari perilaku yang salah.
4) Klarifikasi nilai (values clarification) : strategi ini dilakukan untuk membantu
peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan
membentuk sistem nilainnya sendiir.
5) Analisis transaksional (transactional analisys): Disarankan agar guru belajar
sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan siswa yang
menghadapi masalah.
6) Terapi realitas (reality therafy) : Sekolah harus mengurangi kegagalan dan
meningkatkan keterlibatan. Guru perlu bersifat positif dan bertanggung jawab.
7) Disiplin yang terintegrasi (assertive discipline) : metode ini menekankan
pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan
peraturan.

Prinsip-prinsip

modifikasi

perilaku

yang

sistematis

diimplementasikan di kelas, termasuk pemanfaatan papan tulis untuk
menuliskan nama-nama peserta didik yang berperilaku menyimpang.
8) Modifikasi perilaku (behavior modification) : perilaku salah disebabkan oleh
lingkungan, sebagai tindakan remedisi. Sehubungan dengan hal tersebut,
dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif.
9) Tantangan bagi disiplin (dare to discipline) : guru diharapkan cekatan, sangat
terorganisasi,

dan

mengasumsikan

dalam

pengendalian

bahwa peserta didik

yang

tegas.

Pendekatan

akan menghadapi

ini

berbagai

keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu membiarkan
mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai pemimpin.

23

Untuk

menerapkan

berbagai

strategi

tersebut

guru

harus

mempertimbangkan berbagai situasi, dan perlu memahami faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Oleh karena itu guru, dituntut untuk melakukan hal-hal
sebagai berikut :
1) Mempelajari pengalaman peserta didik di sekolah melalui kartu catatan
kumulatif.
2) Mempelajari nama-nama peserta didik secara langsung, misalnya melalui
daftar hadir di kelas;
3) Mempertimbangkan lingkungan kerja dan lingkungan peserta didik ;
4) Memberikan tugas yang jelas, dapat di pahami, sederhana, dan tidak berteletele.
5) Menyiapkan

kegiatan

sehari-hari

agar

apa

yang

dilakukan

dalam

pembelajaran sesuai dengan yang direncanakan, tidak terjadi banyak
penyimpangan.
6) Berdiri didekat pintu pada waktu mulai pergantian pelajaran agar peserta
didik tetap berada dalam posisinya sampai pelajaran berikutnya dilaksanakan.
7) Bergairah dan semangat dalam melakukan pembelajaran, agar dijadikan
teladan oleh peserta didik.
8) Berbuat sesuatu yang berbeda dan bervariasi, jangan monoton, sehingga
membantu disiplin dan gairah belajar peserta didik.
9) Menyesuaikan argumentasi dengan kemampuan peserta didik, jangan
memaksakan peserta didik sesuai dengan pemahaman guru, atau mengukur
peserta didik dari kemampuan gurunya.
10) Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar bisa dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya oleh peserta didik dan lingkungannya.
3.3. Membangun Kompetensi dan Profesionalisme Guru
3.3.1. Kompetensi Guru
Aspek-aspek yang terkandung dalam konsep kompetensi adalah :

24

1) Pengetahuan (knowledge) yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya;
seorang guru mengetahui cara mengidentifikasi kebutuhan belajar, dan
bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan
kebutuhannya.
2) Pemahaman (understanding); yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang
dimiliki oleh individu. Misalnya; seorang guru yang akan melaksanakan
pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan
kondisi peserta didik, agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan
efisien.
3) Kemampuan (skill); adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk
melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya
kemampuan guru dalam memilih, dan membuat alat peraga sederhana untuk
memberi kemudahan belajar
4) Nilai (value); adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara
psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru
dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis dan lain-lain).
5) Sikap (attitude); yaitu perasaan (senang, tidak senang) atau reaksi emosional
terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap
krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gajih, dan lain-lain.
6) Minat (interest) adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu
perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu
Dalam rangka melaksanakan tugas profesionalnya, guru sekolah dasar
dituntut untuk memiliki kompetensi yang baik.Sebab hanya dengan kemampuan

25

guru dalam melaksanakan tugas yang baiklah keberhasilan pendidikan di sekolah
dapat tercapai dengan baik pula. Guru merupakan komponen sentral yang
menentukan keberhasilan pendidikan di sekolah. Karena itu pengembangan guru
merasa perlu dilakukan melalui berbagai kegiatan pengembangan profesional
guru.
Ditinjau dari teknik yang digunakan, kegiatan pengembangan professional
guru, secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Pengembangan intensif (intensive development) adalah bentuk yang
dilakukan pimpinan terhadap guru yang dilakukan secara intensif berdasarkan
kebutuhan guru. Model ini biasanya dilakukan melalui langkah-langkah yang
sistematis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut
atau refleksi (Plan, do, cek, and action). Teknik pengembangan yang biasa
digunakan antara lain melalui pelatihan,penataran, kursus, loka karya, dan
sejenisnya.
2)

Pengembangan

kooperatif

(Cooverative

development)

adalah

bentuk

pengembangan guru yang dilakukan melalui kerja sama dengan teman
sejawat dalam suatu tim yang bekerja sama secara sistematis. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru melalui pemberian
masukan, saran, nasehat atau bantuan teman sejawat. Teknik yang digunakan
dapat melalui pertemuan kelompok kerja guru (KKG). Teknik ini disebut juga
dengan istilah feer supervision atau collaborative supervision.
3)

Pengembangan

mandiri

(self

directed

depelopment)

adalah

bentuk

pengembangan yang dilakukan melalui pengembangan diri sendiri. Bentuk ini

26

memberikan otonomi secara luas kepada guru. Guru berusaha untuk
merencanakan kegiatan. Melaksanakan kegiatan, menganalisis balikan untuk
pengembangan diri sendiri. Teknik yang digunakan biasa melalui evaluasi diri
(self evaluation) atau penelitian tindakan (action research)
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang ada, dapat digaris bawahi
bahwa Kepemimpinan Kepala Sekolah

berpengaruh terhadap peningkatan

kompetensi guru dalam melaksanakan tugas. Kepemimpinan kepala sekolah yang
baik, akan memberikan kesempatan kepada anggotanya, terutama gurunya untuk
selalu meningkatkan diri. Demikian pula Kepala Sekolah yang baik, akan selalu
berusaha untuk mengembangkan kemampuan anggotanya, terutama para gurunya,
baik berupa pengembangan dari atas, pengembangan teman sejawat, atau
pengembangan diri sendiri. Dengan meningkatnya kemampuan anggota,
khususnya guru, akan meningkatkan kinerja anggota. Dengan meningkatnya
kinerja anggota, pada akhirnya akan bisa meningkatkan ketercapaian tujuan
organisasi Sekolah.

3.3.2. Profesionalisme Guru
Berdasarkan berbagai kajian teori dapat digaris bawahi bahwa secara
umum ada empat karakteristik profesionalisme guru yaitu :
(1) Ahli dalam melaksanakan tugas (ekspert),
(2) Memiliki rasa tanggung jawab (resfonsibility),
(3) Memiliki kemandirian (autonomy), dan
(4) Selalu berusaha untuk mengembangkan diri (professional growth).

27

Gambar 3.4
Profesionalisme guru
Dari gambar di atas dapat diterangkan bahwa profesionalisme guru dalam
melaksanakan tugas tercermin pada keahlian, tanggung jawab, kemandirian dan
kemauan guru untuk terus mengembangkan diri secara terus menerus dalam
melaksanakan tugas-tugas jabatan guru.
Bila ditelaah dari unsur-unsurnya, pada dasarnya ada dua aspek yang
menentukan tingkat professional guru dalam melaksanakan tugas, yaitu aspek
kemampuan dan kemauan. Guru yang professional adalah guru yang memiliki
kemampuan dan kemauan yang baik dalam melaksanakan tugas-tugas jabatan.

3.4. Membangun Semangat Kerja Guru
3.4.1. Kebutuhan Dasar Manusia

28

Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keefektifan
pembelajaran. Callahan and clark (1988) mengemukan bahwa motivasi adalah
tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah
tujuan tertentu. Seorang peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada
motivasi. Dalam kaitan ini Guru dituntut memiliki kemampuan membangkitkan
motivasi belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan. Proses tumbuhnya
motivasi tergambar dalam gambar di bawah ini.

29

Gambar 3.5
Proses Tumbuhnya Motivasi Intrinsik
Sehubungan dengan motivasi, maslow menyusun suatu teori tentang
kebutuhan dasar manusia, dan dikelompokan menjadi 5 tingkatan yaitu :
1)

Kebutuhan fisiologis (psysiological needs). Kebutuhan ini paling rendah
tingkatannya, dan memerlukan pemenuhan yang mendesak, .misalnya:

2)

kebutruhan akan makan, minuman air, dan udara.
Kebutuhan rasa aman (safety needs) Kebutuhan tingkat kedua inii adalah
suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh keamanan,
kepastian,dan keteraturan dari lingkungannya. Misalnya kebutuhan akan
pakaian, tempat tinggal dan perlindungan atas tindakan yang sewenang –

3)

wenang.
Kebutuhan kasih sayang (belongingness and love needs), Kebutuhan ini
mendorong individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan
emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis maupun dengan
yang berlainan jenis.di lingkungan keluarga atau pun di lingkungan
masyarakat, misalnya rasa disayangi, diterima dan dibutuhkan oleh orang

4)

lain.
Kebutuhan akan harga diri (esteem needs). Kebutuhan ini terdiri atas dua
bagian. Pertama penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri, ke dua
adalah penghargaan dari orang lain. Misalnya : hasrat untuk memperoleh

30

kekuatan
5)

pribadi

dan

mendapat

penghargaan

atas

apa-apa

yang

dilakukannya.
Kebutuhan akan atualisasi diri (need for self actualization). Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan yang paling tinggi dan akan muncul apabila
kebutuhan yang ada di bawahnya sudah terpenuhi, misalnya : Kebutuhan
ilmuwan untuk menemukan suatu teori yang berguna bagi kehidupan.

Kebutuhan dasar setiap manusia penulis gambarkan dalam gambar di
bawah ini.
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)

Gambar 3.6
Kebutuhan Phikhis manusia
Pemenuhan kebutuhan biasanya dilakukan selangkah demi selangkah,
mulai dari tingkat rendah sampai pada tingkat tertinggi. Tetapi tidak demikian
apabila menurun, misalnya : seorang Kepala Sekolah atau guru memiliki motivasi
untuk berprestasi, tiba-tiba ia akan merasa kehilangan semangatnya karena tidak

31

mendapat respon dari kelompoknya (kebutuhan untuk dihargai tidak terpenuhi).
Penurunan ini tidak terjadi dalam satu tingkat saja, tetapi dapat terjadi dalam
beberapa tingkat sekaligus.

Contohnya : Seorang Siswa yang giat belajar,

berprestasi dan tinggi motivasinya, tiba-tiba semangat nya jatuh, karena putus
cinta. (kebutuhan untuk dicintai tidak terpenuhi).
Hubungannya dengan implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), teori Maslow ini dapat digunakan sebagai pegangan,kepala sekolah, dan
guru untuk melihat dan mengerti, mengapa?
1)

Siswa yang lapar, sakit, atau kondisi pisiknya kurang baik,tentunya tidak

2)
3)

akan memiliki motivasi belajar dengan baik:
Siswa lebih gairah belajardalam suasana yang menyenangkan;
Siswa yang merasa disenangi, diterima oleh teman kelompoknya akan
memilki gairah belajar yang lebih dibanding dengan peserta didik yang

4)

dikucilkan.
Kenginan peserta didik untuk mengetahui, dan memahamii sesuatu tidak
selalu sama.
Seorang guru sebaiknya memiliki rasa ingin tahu, mengapa dan

bagaimana? anak belajar dan menyesuaikan dirinya dalam kondisi belajar dalam
lingkungannya.
Hal tersebut akan menambah pemahaman dan wawasan guru sehingga
mnemungkinkan proses belajar dan mengajar berlangsung

lebih efektif, dan

oftimal., karena pengetahuan tentang kejiwaan anak akan berhubungan dengan
masalah pendidikan, dan bisa dijadikan sebagai dasar dalam memberikan motivasi
kepada siswa, sehingga mau dan mampu belajar dengan sebaik-baiknya.

32

Sehubungan dengan uraian di atas, aspek-aspek peserta didik yang perlu
dipahami guru antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

kemampuan;
Kepribadian;
Minat;
Bakat;
Hasil belajar;
Catatan kesehatan;
Latar belakang keluarga;kegiatan sekolah.

3.4.2. Hal-hal yang Mempengaruhi Semangat Kerja
Kepemimpinan Kepala Sekolah sangat berpengaruh dalam meningkatkan
semangat kerja guru dalam melaksanakan tugas. Hasil penelitian Hersey
menunjukkan bahwa ada Sembilan faktor yang dapat mempengaruhi semangat
kerja seseorang dalam melaksanakan tugasnya yaitu;
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)

Kesiapan kerja
Iklim kerja.
Organisasi kerja.
Kepemimpinan.
Gaji.
Kesempatan mengemukakan ide.
Kesempatan mempelajari tugas.
Jam kerja.
Kemudahan kerja.

3.4.3. Hal-hal yang Mempengaruhi Menurunnya Semangat Kerja
Disisi lain , hasil penelitian Sylvia dan Hutcison bahwa ada7 faktor yang
mempengaruhi turunnya semangat kerja , yaitu :
1)
2)
3)
4)

Dukungan teman sejawat.
Hubungan dengan pimpinan.
Gaji.
Pekerjaan dan tanggung jawab.

33

5) Kurang kesempatan berkembang.
6) Iklim kerja.
7) Beban kerja yang berlebihan.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab IV ini, penulis akan menyimpulkan seluruh hasil pembahasan
pada makalah ini dan mencoba memberikan saran untuk perbaikan selanjutnya.
4.1. Kesimpulan

34

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya, maka penulis menyimpulkan bahwa kualitas kerja dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah :
1)
2)
3)
4)

Moralitas individu
Disiplin sekolah
Kompetensi dan Profesionalisme guru
Semangat kerja guru
Untuk mengatasi masalah tersebut harus dilakukan upaya peningkatan

kualitas kinerja guru dengan memperbaiki faktor-faktor tersebut di atas.
4.2. Saran
Berikut penulis kemukakan beberapa saran sehubungan dengan selesainya
makalah ini. Untuk itu, mudah-mudahan saran penulis berguna bagi guru, kepala
sekolah dan umumnya berguna bagi para pembaca yang kebetulan membaca
makalah ini.
Adapun saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut :
1) Membina moralitas individu guru dan kepala sekolah agar tercermin sikap
moral yang baik sebagai pendidik/guru.
2) Meningkatkan disiplin guru dan kepala sekolah dengan jalan berkordinasi
dengan pangawas sehingga terjalin kerjasama yang baik di lingkungan
sekolah.
3) Meningkatkan/menambah kompetensi dan profesionalisme yang dimiliki para
guru dengan jalan memberikan bimbingan dan pelatihan, sehingga tecipta
guru yang kompeten dan profesional, karena selain bertugas sebagai pendidik,
guru juga dituntut untuk dapat melakukan dan memanfaatkan hasil-hasil
penelitian pendidikan.

35

4) Meningkatkan semangat kerja guru dengan jalan memberikan motivasi,
konpensasi dan penghargaan bagi setiap guru berprestasi agar timbul
semangat kerja para guru tersebut yang pada akhirnya akan berujung pada
peningkatan kualitas kerja yang menjadi tujuan organisasi sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Mukhsin. 1990. Dasar-dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang :
Yayasan Asah Asih Asuh.
Alisjahbana, S. Takdir. 1975. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jakarta : PT.
Dian Rakyat.

36

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Budaya Mutu Sekolah Dasar. Jakarta :
Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Manajemen Sekolah Dasar. Jakarta :
Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam
Meningkatkan Sumber Daya Manusia di Sekolah Dasar. Jakarta :
Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional.
Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah. Buku 1. Jakarta : Departemen Pendidikan Nsional, Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan
Menengah Umum.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Program Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS). Jakarta : BP. Dharma Bhakti.
Engkoswara, dkk. 1993. Pedoman Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung : Karang
Sewu.
Herman, Tatang, Dr. M.Ed. 2007. Membangun Pengetahuan Pembelajaran
Berbasis Masalah. Bandung : Widyaiswara LPMP Jabar.
Rusyan, A. Tabrani, dkk. 2000. Upaya Peningkatan Budaya Kinerja Guru
Sekolah Dasar. Jakarta : PT. Nusantara lestari Ceria Pratama.

37

Sepandji, Kosasih Taruna, Prof. DR. HRE. M.S. 2008. Fitrah Manusia
Pembaharuan

Administrasi

Pemerintahan

dalam

Pembangunan

Bangsa Indonesia “SUNDA” Nusantara. Bandung : CV. Jayaningrat.
Somantri, Tahyan, Drs. 2007. Pemilihan Metode Belajar yang Efektif. Bandung :
Widyaiswara LPMP Jabar.
Sudjana, Nana. 1987. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung : Sinar Baru.
Sujana, Aan. S.Pd. 2007. Kelompok Kerja Guru (KKG). Bandung : Widyaiswara
LPMP Jabar.
Sutiana, Amas. S.Pd. 2008. Manajemen Pengembangan dan Implementasi KTSP.
Bandung : Widyaiswara LPMP Jabar.
Zen, Mochamad, Drs. M.Pd. M.Si. 2008. Managemen Strategis Bagi Kepala
Sekolah. Bandung : Widyaiswara LPMP Jabar.

38