IV HASIL DAN PEMBAHASAN (1)

53

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak dan Batas Wilayah
Kelurahan Lemo merupakan salah satu kelurahan yang berada di
wilayah Kecamatan Kulisusu, Kabupaten Buton Utara , Sulawesi
Tenggara. Luas kelurahan Lemo adalah ± 339 Ha/m 2 yang terbagi dalam 3
(tiga) lingkungan, yaitu:
a. Lingkungan I (Naoro)
b. Lingkungan II (Bone Rombo)
c. Lingkungan III (Cina Reine)
Kelurahan Lemo merupakan daerah dengan topografi berupa
pesisir. Kelurahan Lemo dilihat dari sudut geografi, memiliki batas-batas
wilayah sebagai berikut:
a.

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Linsowu

b.


Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Bone Lipu

c.

Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Rombo

d.

Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Banda

2. Demografi
Demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu
wilayah. Struktur penduduk meliputi jumlah, persebaran, dan komposisi
penduduk. Struktur penduduk selalu berubah karena proses demografi :
fertilitas, mortalitas, migrasi, dan mobilitas sosial.

54

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor kelurahan Lemo

hingga akhir tahun 2009 diketahui bahwa kelurahan memiliki jumlah
penduduk sebanyak 1564 jiwa dengan jumlah kepala keluarga mencapai
347 KK dengan rincian Lingkungan I (Naoro) terdapat 84 KK (24,20%),
di Lingkungan II (Bone Rombo) terdapat 145 KK (41,78%) dan di
Lingkungan III (Cina Reine) terdapat 118 KK (34%). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa Lingkungan II mempunyai jumlah KK paling
banyak dibanding lingkungan lainnya yang ada di Kelurahan Lemo.
3. Sosial Ekonomi
Mata pencaharian penduduk Kelurahan Lemo umumnya adalah
nelayan, sedangkan yang lainnya terdiri dari wiraswasta, Pegawai Negeri
baik PNS maupun Honorer termasuk Pegawai Swasta, Buruh Harian dan
sisanya tidak memiliki mata pencaharian yang jelas.
Keadaan ini sangat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat
terutama yang ada kaitannya dengan kebutuhan pokok sehari-hari (Gizi
masyarakat, pakaian, kondisi perumahan, kemampuan serta kesempatan
untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan yang memadai).
B. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan pada masyarakat Kelurahan Lemo di
wilayah kerja Puskesmas Kulisusu Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton
Utara selama 2 minggu terhadap ibu yang melahirkan sepanjang tahun 2009

sebanyak 31 orang. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan,
maka disajikan hasil penelitian sebagai berikut:

55

1.

Karakteristik Umum Responden
a. Alamat
Alamat adalah tempat berdomisili responden berdasarkan
wilayah kerja puskesmas atau berdasarkan badan administrasi politik
yang meliputi tiga dusun/lingkugan pada Kelurahan Lemo.
Distribusi responden berdasarkan alamat dalam penelitian ini
disajikan pada tabel 1:
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Alamat di Kelurahan Lemo
Kabupaten Buton Utara Tahun 2010.

No

Alamat


Jumlah (n)

Persen (%)

1

Naoro

9

29

2

Bone Rombo

11

35,5


3

Cina Reine

11

35,5

Total
31
Sumber : Data Primer 14 Juni 2010

100

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 31 responden, terdapat 9
responden (29%) berdomisili di Lingkungan I (Naoro), yang lainya
berdomisili di Lingkungan II (Bone Rombo) dan Lingkungan III (Cina
Reine) masing-masing sebanyak 11 responden (35,5%).
b. Umur

Umur adalah lama waktu hidup, yang dihitung berdasarkan
ulang tahun terakhir. Faktor umur merupakan penentu yang sangat
penting bila dihubungkan dengan pemberian imunisasi, hal ini
merupakan konsekuensi dari adanya faktor umur dengan (Husmaini,
2002):

56

a. Potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap penyakit
b. Tingkat imunisasi/kekebalan tubuh
c. Aktivitas fisiologis macam-macam jaringan yang mempengaruhi
perjalanan penyakit setelah seseorang mengetahui infeksi
Distribusi responden berdasarkan kelompok umur dalam
penelitian ini disajikan pada tabel 2:
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di
Kelurahan Lemo Kabupaten Buton Utara Tahun 2010.
No

Kelompok Umur


Jumlah (n)

Persen (%)

1

20-24

5

16,1

2

25-29

14

45,2


3

30-34

6

19,4

4

35-39

4

12,9

5

40-44


2

6,5

31

100

Total
Sumber: Data Primer 14 Juni 2010

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa umur responden yang
diteliti bervariasi. Distribusi kelompok umur 20-24 tahun berjumlah 5
responden (16,1%), kelompok umur 25-29 tahun berjumlah 14
responden (45,2%), kelompok umur 30-34 tahun berjumlah 6 responden
(19,4%), kelompok umur 35-39 tahun berjumlah 4 responden (12,9%),
selanjutnya kelompok umur 40-42 berjumlah 2 responden (6,5%).
Distribusi kelompok umur terbanyak yaitu 25-29 tahun berjumlah 14
responden (45,2%).
c. Pendidikan


57

Pendidikan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
responden dalam berfikir dan bertindak. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan makin mudah menerima sesuatu yang
sifatnya baru dan lebih terampil serta lebih dinamis terhadap setiap
perubahan dalam menerapkan apa yang diperoleh khususnya yang
berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan mereka. Tingkat pendidikan
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang
pernah dijalani atau dilalui oleh responden.
Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan responden
dalam penelitian ini disajian pada tabel 3:
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Kelurahan Lemo Kabupaten Buton Utara Tahun 2010.
No

Kelompok Umur

Jumlah (n)


Persen (%)

1.

SD

13

9,7

2.

SLTP

10

41,9

3.

SLTA

5

16,1

4.

S1/Diploma

3

32,3

31

100

Total
Sumber: Data Primer 14 Juni 2010

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 31 responden,
yang paling banyak yaitu memiliki tingkat pendidikan SD berjumlah 13
responden (9,7%), selanjutnya terdapat 10 responden (41,9%) yang
pendidikan terakhir hanya pada jenjang SLTP, kemudian tingkat

58

pendidikan SLTA berjumlah 5 responden (6,1%) dan hanya 3 responden
(32,3%) yang tingkat pendidikannya mencapai Sarjana.
d. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan responden secara
rutin untuk menghasilkan uang baik secara formal maupun secara
informal.
Distribusi responden berdasarkan pekerjaan dalam penelitian ini
disajikan pada tabel 4:
Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan di Kelurahan
Lemo Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buron Utara
tahun 2010.

No
1

Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga

Jumlah (n)
27

Persen(%)
87,1

2

PNS

2

6,5

3

Wiraswasta

2

6,5

Total

31

100

Sumber : Data Primer 14 Juni 2010
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 31 responden, sebagian besar
bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 27 responden
(87,1%), selanjutnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) 2 responden (6,5%)
dan wiraswasta juga berjumlah 2 responden (6,5%).
e. Status Pemberian Imunisasi
Status pemberian imunisasi adalah keadaan responden dalam
penelitian ini yaitu mendapatkan dan tidak mendapatkan imunisasi
hepatitis B (0-7 hari).

59

Distribusi responden berdasarkan status pemberian imunisasi
dalam penelitian ini disajikan pada tabel 5:
Tabel

5.

Distribusi Responden Bardasarkan Pemberian
Imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) di Kelurahan Lemo
Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara tahun
2010.

No

Pemberian imunisasi

Jumlah (n)

Persen (%)

1

Tidak dapat

18

58,1

2

Dapat

13

41,9

31

100

Total
Sumber : Data Primer 14 Juni 2010

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa dari 31 responden
terdapat 18 orang (58,1%) yang tidak mendapat imunisasi hepatitis B
(0-7 hari) dan 13 orang (41,9%) yang mendapat imunisasi hepatitis B
(0-7 hari). Hal ini berarti lebih banyak yang tidak mendapatkan
imunisasi hepatitis B (0-7 hari) dibandingkan dengan yang mendapat
imunisasi hepatitis B (0-7 hari).

2.

Analisis Univariat
a.

Penolong persalinan

60

Penolong persalinan adalah keputusan ibu bersalin pada dalam
memilih tenaga penolong persalinan pada saat persalinan yang
terakhir.
Distribusi responden berdasarkan penolong persalinan dalam
penelitian ini disajikan pada tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Penolong Persalinan

di Kelurahan Lemo, Kecamatan Kulisusu Kabupaten
Buton Utara tahun 2010.

No
1
2

Penolong persalinan
Bukan tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan
Total
Sumber : Data Primer 14 Juni 2010

Jumlah (n)
15
16
31

Persen (%)
48,4
51,6
100

Tabel 6 menunjukan bahwa dari 31 responden terdapat 15
responden (48,4%) yang tidak ditolong oleh tenaga kesehatan dan
terdapat 16 responden (51,6%) yang penolong persalinanya adalah
tenaga kesehatan.
b. Dukungan suami
Dukungan

suami

adalah

keikutsertaan

suami

dalam

memberikan dorongan kepada ibu, untuk memberikan imunisasi
hepatitis B pada bayi baru lahir. Keikutsertaan suami dalam
memberikan dukungan adalah salah satu kegiatan pokok yang sangat
penting (Anonim, 2001).
Distribusi responden berdasarkan dukungan suami dalam
penelitian ini disajikan pada tabel 7:
Tabel 7. Distribusi Responden Dukungan Suami di Kelurahan Lemo,
Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara tahun 2010.

61

No
1
2

Dukungan suami
Tidak ada dukungan
Ada dukungan
Total
Sumber : Data Primer 14 Juni 2010

Jumlah (n)
18
13
31

Persen (%)
58,1
41,9
100

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa dari 31 responden
terdapat 18 responden (58,1%) yang tidak didukung oleh suami dalam
pemberian imunisasi hepatitis B (0-7 hari) dan 13 responden (41,9%)
yang didukung oleh suami dalam pemberian imunisasi hepatitis B (0-7
hari).
c. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan yang umumnya dikenal dengan istilah
pendidikan kesehatan merupakan penunjang bagi program-program
kesehatan

lain

pemberantasan

artinya
penyakit,

setiap

program

perbaikan

gizi

kesehatan
masyarakat,

misalnya
sanitasi

lingkungan, kesehatan ibu dan anak, program pelayanan kesehatan.
Distribusi responden berdasarkan dukungan suami dalam
penelitian ini disajikan pada tabel 8:
Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Penyuluhan Kesehatan di
Kelurahan Lemo, Kecamtan Kulisusu Kabupaten Buton Utara
Tahun 2010.
No

Penyuluhan kesehatan

Jumlah (n)

Persen (%)

1

Tidak dapat

17

54,8

2

Dapat

14

45,2

31

100

Total
Sumber : Data Primer 14 Juni 2010

62

Tabel 8 menunujukan bahwa dari 31 responden terdapat 17
responden (54,8%) yang tidak mendapat penyuluhan kesehatan dan 14
orang (45,2%) yang mendapat penyuluhan kesehatan.
3.

Analisis bivariat
a.

Hubungan penolong persalinan dengan pemberian imunisasi
hepatitis B (0-7 hari)
Hubungan penolong persalinan dengan pemberian imunisasi
hepatitis B (0-7 hari dapat disajikan pada tabel 9.
Tabel 9. Hubungan Penolong Persalinan Dengan Pemberian Imunisasi
Hepatitis B (0-7) Hari di Kelurahan Lemo, Kecamtan
Kulisusu Kabupaten Buton Utara Tahun 2010.
Pemberian
Imunisasi
Total
Penolong
Tidak
No
X2hit ρValue RØ
Dapat
Persalinan
Dapat
n % n %
n
%
Bukan
1
Tenaga
13 86,7 2 13,3 15 100
Kesehatan
7,621 0,006 0,561
Tenaga
2
5 31,2 11 68,8 16 100
Kesehatan
18 58,1 13 41,9 31 100
Total
Sumber: Data Primer, Diolah 14 Juni 2010
Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa dari 15 responden
yang persalinannya tidak ditolong oleh tenaga kesehatan, terdapat 13
responden diantaranya (86,7%) tidak mendapatkan imunisasi hepatitis
B (0-7 hari) dan 2 responden lainnya (13,3%) yang mendapatkan
imunisasi hepatitis B (0-7 hari). Responden yang persalinannya
ditolong oleh tenaga kesehatan sebanyak 16 responden, 5 responden
diantaranya (31,2%) tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7

63

hari) dan 11 responden lainnya (68,8%) yang mendapatkan imunisasi
hepatitis B (0-7 hari).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai
X2hitung = 7,621 dan ρValue= 0,006. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05) dan dk=1, maka diperoleh X2tabel=3,841. Sesuai dengan dasar
pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) bahwa
jika X2hitung (7,621) lebih besar dari pada X2tabel (3,841) dan ρValue (0,006)
< 0,05 maka H0 ditolak atau H1 diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara penolong persalinan
dengan pemberian imunisasi Hepatitis B (0-7) hari di Kelurahan Lemo,
Kecamtan Kulisusu Kabupaten Buton Utara Tahun 2010. Berdasarkan
nilai uji keeratan hubungan sebesar 0,561 sehingga disimpulkan derajat
keeratan hubungan kedua variabel adalah ‘kuat’.
Penolong persalinan adalah orang/tenaga yang menolong ibu
dalam proses alami yang akan berlangsung untuk melahirkan bayi
melalui jalur lahir. Penolong persalinan yang dimaksud adalah tenaga
kesehatan dan bukan tenaga kesehatan yang terdidik, terlatih ataupun
terdidik dan terlatih.
Pemberian

imunisasi

hepatitis

B

(0-7

hari)

menjadi

kewenangan petugas Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di mana
penjangkauan bayi baru lahir dengan memantau Ibu hamil yang
dimulai

saat antenatal care (ANC). Persalinan yang ditolong oleh

tenaga kesehatan dapat langsung mendapatkan imunisasi hepatitis pada

64

saat kelahiran, sedangkan persalinan yang ditolong oleh dukun
penjangkauanya berdasarkan laporan keluarga/kader/dukun kepada
tenaga kesehatan (Dokter atau bidan di desa) sehingga memungkinkan
keterlambatan dalam pemberian imunisasi hepatitis B (0-7 hari).
Penelitian ini mengemukakan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara penolong persalinan dengan pemberian imunisasi
hepatitis B (0-7 hari) di Kelurahan Lemo, Kecamatan Kulisusu
Kabupaten Buton Utara Tahun 2010. Ini dapat dilihat dari hasil
penelitian yang menyebutkan bahwa mayoritas responden yang
melahirkan dengan bantuan petugas kesehatan mendapatkan imunisasi
hepatitis B (0-7 hari) begitu juga sebaliknya yaitu responden yang
melahirkan dengan bantuan tenaga non kesehatan seperti dukun atau
bantuan orang tua sendiri tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7
hari).
Kelurahan Lemo sebagai daerah pesisir di Kabupaten Buton
Utara merupakan daerah yang susah diakses oleh tenaga kesehatan. Ini
merupakan faktor yang menyebabkan rendahya pemberian imunisasi
bagi masyarakat yang berdomisili di Kelurahan Lemo karena jarak
antara Puskesmas Kulisusu sebagai pusat beraktifitasnya petugas
kesehatan dalam menjalankan tugasnya dengan Kelurahan Lemo
sangat jauh yaitu mencapai 7 kilometer (km). Jarak yang jauh ini ikut
mengakibatkan rendahnya pemberian imunisasi bagi masyarakat.
Berbagai alasan yang dikemukakan oleh responden seperti alasan

65

bahwa petugas kesehatan jarang datang atau masyarakat yang jarang
mengakses pusat pelayanan kesehatan tersebut. Biasanya petugas
kesehatan yang menolong persalinan lupa membawa vaksin imunisasi
hepatitis B sehingga tidak memberikan imunisasi hepatitis B sesaat
setelah proses kelahiran anak serta kurangnya frekuensi pertemuan
antara mayarakat denag petugas kesehatan ini menyebabkan anak tidak
mendapatkan imunisasi hepatitis B. Selain itu, walaupun yang
menolong persalinan ibu adalah tenaga kesehatan tetapi pemberian
imunisasi hepatitis B (0-7 hari) tetap rendah karena berdasarakan
pengakuan responden bahwa kadang petugas kesehatan tidak
memberikan imunisasi hepatitis B (0-7 hari) jika keluarga yang
melahirkan tidak meminta.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Gunawan (2009) yang
menyatakan bahwa ada hubungan antara penolong persalinan dengan
status imunisasi hepatits B (0-7 hari) anak. Gunawan mengemukakan
bahwa terdapat hubungan antara penolong peralinan dengan pemberian
imunisasi hepatitis B 0-7 hari pada anlisis bivariat diperoleh hasil uji
chi square dengan ρValue= 0,005.
b. Hubungan dukungan suami dengan pemberian imunisasi hepatitis
B (0-7 hari)
Hubungan dukungan suami dengan pemberian imunisasi
hepatitis B (0-7 hari dapat disajikan pada tabel 9.
Tabel 10. Hubungan Dukungan Suami Dengan Pemberian Imunisasi
Hepatitis B (0-7 Hari di Kelurahan Lemo, Kecamtan
Kulisusu Kabupaten Buton Utara Tahun 2010.

66

No

Dukungan
suami

Pemberian
Imunisasi
Tidak
Dapat
Dapat
n % n %

Total
n

X2hit

ρValue



%

Tidak ada
18 100 0 0 18 100
dukungan
Ada
27,029 0,000
2
0 0 13 100 13 100
dukungan
Total
18 58,1 13 41,9 31 100
Sumber: Data Primer, Diolah 14 Juni 2010
1

1,0

Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa dari 18 responden
yang tidak mendapat dukungan suami dalam pemberian imunisasi
Hepatitis B (0-7 hari), seluruhnya tidak mendapatkan imunisasi
Hepatitis B (0-7 hari). Responden yang mendapat dukungan suami
dalam pemberian imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) sebanyak 13
responden, seluruhnya mendapatkan imunisasi Hepatitis B (0-7 hari).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai
X2hitung = 27,029 dan ρValue= 0,000. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α
= 0,05) dan dk=1, maka diperoleh X2tabel=3,841. Sesuai dengan dasar
pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) bahwa
jika X2hitung (27,029) lebih besar dari pada X2tabel (3,841) dan ρValue
(0,000) < 0,05 maka H0 ditolak atau H1 diterima sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan
suami dengan pemberian imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) di Kelurahan
Lemo, Kabupaten Buton Utara Tahun 2010. Berdasarkan nilai uji
keeratan hubungan sebesar 1,0 sehingga disimpulkan derajat keeratan
hubungan kedua variabel adalah ‘sangat kuat’.

67

Dukungan

suami

adalah

keikutsertaan

suami

dalam

memberikan dorongan kepada ibu, untuk memberikan imunisasi
hepatitis B pada bayi baru lahir. Keikutsertaan suami dalam
memberikan dukungan adalah salah satu kegiatan pokok yang sangat
penting (Sugeng, 1991).
Nilai uji keeratan hubungan antara dukungan suami dengan
pemberian imunisasi hepatitis B (0-7 hari) dalam penelitian ini
termasuk dalam kategori sangat kuat. Berdasarkan hasil penelitian
dapat diketahui bahwa semua responden yang mendapat dukungan
suami dalam pemberian imunisasi, anaknya mendapatkan imunisasi
hepatitis B (0-7 hari). Demikian juga sebaliknya seluruh responden
yang tidak mendapat dukungan suami dalam pemberian imunisasi,
anaknya juga tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7 hari).
Penelitian ini mayoritas suami responden tidak berperan dalam
pengambilan keputusan untuk memberikan imunisasi hepatitis B pada
baru lahir (0-7 hari). Hal ini dipengaruhi beberapa faktor misalnya
kurangya pengetahun suami akan pentingnya pemberian imunisasi
hepatitis B pada baru lahir (0-7 hari). Suami tidak mengatahui
pentingnya imunisasi hepatitis B (0-7 hari) dan tidak mengetahui
akibat jika anaknya tidak mendapatkan imunisais hepatitis B (0-7 hari).
Kesibukan suami dalam merealisasikan perannya sebagai kepala
kelaurga

dalam mencari dan menambah

memenuhi keperluan keluarga sehari-hari.

pengahasilan unyuk

68

Penyebab lain yang ditemukan peneliti adalah adanya sebuah
anggapan yang beredar dan dianut oleh kebanyakan kalangan
masyarakat walaupun tidak sengaja dibentuk dan tidak disepakati
secara resmi yaitu kebiasaan pembagian kerja dalam rumah tangga
dimana suami hanya bertanggung jawab dalam memberikan nafkah
kepada keluarga dan istri bertanggung jawab dalam mengurus dan
membesarkan anak. Fenomena ini mengilustrasikan bahwa seakanakan upaya pengasuhan dan perawatan anak hanya dibebankan kepada
istri sedangkan suami hanya menjalankan perannya sebagai kepala
keluarga sebagai penanggung nafkah. Ini berdasarkan pengakuan
responden yang tidak mendapat dukungan suami dalam hal; pemberian
imunisasi hepatitis B (0-7 hari). Responden mengemukakan bahwa
masalah-masalah

yang

berhubungan

dengan

perawatan

anak

merupakan tugasnya dan suami tidak mencampuri permasalahan
tersebut.
Sebagai kepala keluarga, dukungan suami dalam kegiatan
imunisasi sangat dibutukan yaitu dengan memberikan motivasi kepada
ibu untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan imunsasi. Dorongan
keluarga dalam hal ini suami sangat mempengaruhi pemberian
imunisasi hepatitis B pada bayi (0-7 hari), hal ini sesuai dengan
penelitian Sudjidah dalam Fijung (2004) yang menyatakan bahwa
motivasi keluarga mempunyai hubungan yang sangat kuat terhadap
pemberian imunisasi hepatitis B (0-7 hari), peran serta imunisasi dalam

69

memberikan motivasi sedapat mungkin suami mengingatkan istirnya
untuk memberikan imunisasi hepatitis B (0-7hari).
Dukungan suami sangat berperan dalam pemberian imunisasi
hepatitis B (0-7 hari). Suami merupakan pengambil keputusan dan
penentu keputusan dalam suatu rumah tangga. Motivasi berupa
dukungan yang diberikan akan memberikan pengaruh langsung untuk
turut berperan serta dalam pemberian imunisasi hepatitis B (0-7 hari),
sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dukungan dari
suami, maka semakin tinggi pula presentase pemberian imunisasi
hepatitis B (0-7 hari). Hal ini sesuai dengan penelitian (Sugeng 1991)
diperoleh bahwa motivasi keluarga dalam hal ini dukungan suami
merupakan faktor utama yang mempengaruhi pemberian imunisasi
hepatitis B (0-7 hari) sehingga penelitian ini sesuai dengan yang
diharapkan.

c.

Hubungan penyuluhan kesehatan dengan pemberian imunisasi
hepatitis B (0-7 hari)
Hubungan penyuluhan kesehatan dengan pemberian imunisasi
hepatitis B (0-7 hari) dapat disajikan pada tabel 9.
Tabel 11. Hubungan Penyuluhan Kesehatan Dengan Pemberian
Imunisasi Hepatitis B (0-7 Hari) di Kelurahan Lemo,
Kecamtan Kulisusu Kabupaten Buton Utara Tahun
2010.

Pemberian Imunisasi
Total
Penyuluhan
Tidak
No
Dapat
kesehatan
Dapat
n
%
n % n
%

X2hit

ρValue

70

1
2

Tidak dapat 13 76,5 4 23,5 17
Dapat
5 35,7 9 64,3 14
18 58,1 13 41,9 31
Total
Sumber: Data Primer, Diolah 14 Juni 2010

100
100
100

3,697

0,055

Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa dari 17 responden
yang tidak memperoleh penyuluhan kesehatan, terdapat 13 responden
diantaranya (76,5%) tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7
hari) dan 4 responden lainnya (23,5%) yang mendapatkan imunisasi
hepatitis B (0-7 hari). Responden yang memperoleh penyuluhan
kesehatan sebanyak 16 responden, 5 responden diantaranya (35,7%)
tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7 hari) dan 9 responden
lainnya (64,3%) yang mendapatkan imunisasi hepatitis B (0-7 hari).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai
X2hitung = 3,697 dan ρValue= 0,055. Dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05) dan dk=1, maka diperoleh X2tabel=3,841. Sesuai dengan dasar
pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2002) bahwa
jika X2hitung (3,697) lebih kecil dari pada X2tabel (3,841) dan ρValue (0,055)
> 0,05 maka H0 diterima atau H1 ditolak sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penyuluhan
kesehatan dengan pemberian imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) di
Kelurahan Lemo, Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara Tahun
2010.
Penyuluhan kesehatan yang umumnya dikenal dengan istilah
pendidikan kesehatan merupakan penunjang bagi program-program
kesehatan

lain

artinya

setiap

program

kesehatan

misalnya

71

pemberantasan

penyakit,

perbaikan

gizi

masyarakat,

sanitasi

lingkungan, kesehatan ibu dan anak, program pelayanan kesehatan.
Kegiatan promosi kesehatan adalah penyuluhan kesehatan dimana
tujuan khusus dari membari motivasi tentang kesehatan adalah
memberikan keyakinan kepada Ibu sehingga terjadi peningkatan
pengetahuan Ibu, sebagai contoh menjelaskan pro dan kontra tentang
vaksinasi kepada orang tua bayi mempunyai tujuan khusus bahwa
mereka akan mengetahui apa manfaat dan kerugian vaksinasi (Ewles,
1994).
Tujuan utama dalam penyuluhan kesehatan yang dilakukan
adalah memberikan pemahaman akan pentingnya informasi sebagai
bahan penyuluhan tersebut. Temuan dalam penelitian ini bahwa
responden yang tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan lebih
banyak dibanding dengan responden yang mendapatkannya. Efektifitas
dan efesiensi pelaksanaan penyuluhan pada dasarnya merupakan hal
terpenting dalam upaya pemberian informasi seputar masalah
kesehatan setempat seperti informasi tentang pentingnya iminusasi
hepatitis B (0-7 hari). Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam
efektifitas dan efisiensinya sebuah penyuluhan misalnya kapabilitas
komunikator, keadaan komunikan, dan materi penyuluhan.
Secara statistik, penelitian ini mengemukakan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara penyuluhan kesehatan dengan
pemberian imunisasi hepatitis B (0-7 hari) di Kelurahan Lemo,

72

Kabupaten Buton Utara Tahun 2010. Salah satu faktor penyebabnya
adalah kurang efektif dan efisiennya penyuluhan kesehatan yang
dilakukan oleh petugas puskesmas. Pengakuan sebagian responden
yang mengikuti penyuluhan kesehatan mengemukakan bahwa para
responden tidak memahami apa yang disampaikan oleh petugas
kesehatan. Penggunaan kosakata yang ilmiah menyulitkan bagi peserta
penyuluhan yang mayoritas hanya berpendidikan sekolah dasar (SD).
Selain itu, alokasi waktu yang dibutuhkan tidak cukup untuk
melakukan penyuluhan yang hanya dilakukan pada saat posyandu serta
dilakukan pada saat pengunjung posyandu sedang sibuk dengan
berbagai kegiatan.
Penyebab lain yang ditemukan peneliti adalah kurangnya
partisipasi dalam kegiatan penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh
petugas kesehatan adalah kesibukan responden baik posisinya sebagai
ibu rumah tangga atau mencari kesibukan lain untuk menambah
jumlah pendapatan keluarga. Hal ini diperparah oleh jauhnya jarak
antara rumah responden dengan pusat unit pelayanan kesehatan
sebagai tempat pelaksanaan penyuluhan sehingga menimbulkan
kemalasan responden untuk mengikuti penyuluhan yang dialkukan
oleh petugas kesehatan.
Penyuluhan tentang pentingnya pemberian imunisasi hepatitis
B (0-7 hari) yang dilakukan pada dasarnya untuk merubah perilaku
responden agar melakukan mengimunisasi anaknya. Tiga komponen

73

perilaku manusia yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Penyuluhan
kesehatan yang dilakukan memberikan dampak langsung pada
peningkatan pengetahuan responden namun untuk merealiasikan dalam
bentuk tindakan nyata yaitu pemberian imunisasi pada anak mereka
dipengaruhi dua hal yaitu kesadaran dan ego. Pengetahuan tentang
pentingnya imunisasi hepatitis B (0-7 hari) tidak cukup jika tidak
didukung oleh kesadaran responden untuk melakukan imunisasi pada
anaknya. Selain itu, pengetahuan dan kesadaran terhadap pentingnya
imunisasi hepatitis B (0-7 hari) tidak berarti jika tidak disertai ego
positif keluarga responden untuk melakukan imunisasi hepatitis B (0-7
hari). Ego bisa dipengaruhi oleh kebiasaan, kepercayaan, agama,
keadaan keluarga atau kekecewaan responden terhadap pelayanan
kesehatan.
Penelitian sebelumnya memang mengungkapkan bahwa ada
hubungan antara penyuluhan kesehatan dengan pemberian imunisasi
hepatitis B (0-7 hari) seperti penelitian yang diungkapkan oleh Idwar
yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat terhadap

pemberian imunisasi hepatitis B (0-7 hari) dengan informasi yang
diterima oleh Ibu sehingaa perlu peningkatakan pemberian imunisasi
hepatitis B (0-7 hari) dengan memberikan informasi yang lebih baik
banyak tentang manfaat pemberian imunisasi oleh petugas kesehatan
(Idwar, 2000). Namun penelitian ini mengungkapkan hasil yang
berbeda yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara penyuluhan

74

kesehatan dengan pemberian imunisasi hepatitis B (0-7 hari) di
Kelurahan Lemo, Kabupaten Buton Utara Tahun 2010 yang
disebabkan oleh kurang efektif dan efisiennya pelaksanaan penyuluhan
kesehatan, jarak yang jauh antara pusat pelayanan kesehatan dengan
rumah responden, kesibukan, kesadaran dan ego responden.

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-06.pdf
garuda.kemdiknas.go.id/jurnal/detil/id/0.../pengarang:%20Vitus
%20D
pasca.unand.ac.id/.../JENIS-JENIS-LALAT-DIPTERA-DANBAKTERI-

http://pasca.unand.ac.id/id/wpcontent/uploads/2011/09/JENIS-JENIS-LALAT-DIPTERA-DANBAKTERI-ENTEROBACTERIACEAE-YANG-TERDAPAT-DI-TEMPATPEMBUANGAN-AKHIR-SAMPAH-TPA-KOTA-PADANG.pdf
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30488/6/Cover.pdf

Sampah dan Lalat

75

Timbunan sampah yang terkumpul dan tidak tertangani
akan menimbulkanmasalah estetika, bau dan mengundang lalat
yang membawa berbagai penyakit. Hal ini menimbulkan
pencemaran yang akan merusak lingkungan (Sejati, 2009;
Manurung, 2008), sehingga sampah organik memerlukan
penanganan yang segera (Jana et al., 2006).
Kehadiran lalat umumnya tidak diharapkan karena dapat mengurangi
kenyamanan, estetika, dan higienis dari tempat tersebut. Lalat biasanya datang dan
memakan hidangan yang telah disajikan dengan paksa (merampas makanan) dan
meninggalkan pathogen yang dapat menyebabkan penyakit (merampas kesehatan)
manusia (Suheriyanto, 2008). Lalat dapat menyebarkan berbagai jenis penyakit
(Rudianto, 2005) seperti kolera, diare, disentri, thypus dan TBC (Suraini, 2011;
Suheriyanto, 2008). Lalat merupakan media berbagai kuman penyakit (carier
pathogen) mulai bekteri pathogen sampai virus penyebab berbagai penyakit
(Suheriyanto, 2008), serta protozoa dan telur cacing (Santi dalam Suraini, 2011). Oleh
karena itu, sampah dan benda-benda buangan yang banyak terdapat di lingkungan kita
perlu ditanggapi secara serius dan dicari cara yang tepat untuk menanggulanginya
(Wibowo, 2009). Penelitian Suraini (2011) menyatakan bahwa jenis lalat yang biasanya
hidup disampah adalah Musca domestica dan Chrysomya megacephala, sedangkan
Sopian dan Hidayat (2006) menyatakan bahwa spesies lalat mata bertangkai juga dapat
hidup
ditumpukan
sampah, yaitu spesies Cyrtodiopsis dalmanni Wiederman
dan Teleopsis sp. Dari berbagai jenis lalat tersebut, jenis Musca domestica (lalat rumah)
dari famili Muscidae adalah jenis yang paling sering ditemukan pada timbunan sampah
dan menjadi vektor penularan penyakit (Suraini, 2011; Khalil et al., 2010; Ginandjar et
al., 2005).

Musca domestica (Lalat rumah) (Andam, 2013)

76

Chrysomya megacephala (lalat hijau) (Andam, 2013)

Referensi
:
Ginandjar, P. dan E.S. Majawati. 2005. Identifikasi Cacing dan Protozoa
Usus pada Tubuh Lalat. Meditek 13(34): 14-23.
Jana, I W., N.K. Mardani, I W., dan Budiyarsa S. 2006. Analisis
Karakteristik Sampah dan Limbah Cair Pasar Badung dalam
Upaya Pemilihan Sistem Pengelolaannya. Ecotrophic 1(2): 1-10.
Khalil, M.S.., A.A. Assar, M.M. Abo El-Mahasen, and Mahmoud. 2010.
Morphological Effects of Some Insect Growth Regulators
on Musca
domestica (Diptera,
Muscidae). Biology
Science
Journal 2(2): 29-36.
Manurung, R. 2008. Persepsi dan Partisipasi Siswa Sekolah Dasar
dalam Pengelolaan Sampah di Lingkungan Sekolah. Jurnal
Pendidikan Penabur (10): 22-34.
Rudianto, H. dan R. Azizah. 2005. Studi tentang Perbedaan Jarak
Perumahan ke TPA Sampah Open Dumping dengan Indikator
Tingkat Kepadatan Lalat dan Kejadian Diare (Studi di Desa Kenep
Kecamatan
Beji
Kabupaten
Pasuruan).Jurnal
Kesehatan
Lingkungan 1(2): 152-159.
Sejati, K. 2009. Pengolahan Sampah Terpadu dengan Sistem Node, Sub
Point, dan Center Point. Kanisius, Yogyakarta.
Suheriyanto, D. 2008. Ekologi Serangga. Universitas Negeri Malang,
Malang.
Suraini.
2011.
Jenis-jenis
Lalat
(Diptera)
dan
Bakteri
Enterobacteriaceae yang Terdapat di Tempat Pembuangan Akhir
Sampah (TPA) Kota Padang. Tesis. Pascasarjana Universitas
Andalas, Padang.