Pembangunan Daerah di Indonesia Masalah

Mata Kuliah: Perekonomian Indonesia
“PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA: POLA DAN
MASALAHNYA”
Dosen Pengajar:
Anwar Abbas M.Ag

Disusun Oleh:
Suci Hanifa 1111046100021
Sabrina Fitria 1111046100103
Niswah Mutiah 1111046100113
PERBANKAN SYARIAH 6 C
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sebagian besar studi-studi tentang negara, dimensi pembangunan
ekonomi daerah jarang mendapat perhatian secara serius. Kebanyakan kisah

keberhasilan Asia Timur adalah cerita negara bangsa yang kecil, padat dan
dalam dua kasus merupakan negara kota. Di negara-negara berpendapatan
tinggi seperti Amerika dan Australia, perbedaan daerah (regional) tampak
jelas. Meskipun demikian, integrasi perekonomian internal pada umumnya
berkembang pesat karena fasilitas infrastruktur yang efisien, dan perbedaan
pendapatan daerah dikurangi dengan mekanisme penyeimbangan fiskal
yang telah berlangsung lama.
Akan tetapi di indonesia, seperti juga di negara-negara besar Dunia
Ketiga

seperti

memperoleh

Brasil,

perhatian

Cina


dan

besar.

India,
Tidak

aspek
ada

daerah

negara

( region)

yang

selalu


sedemikian

beragamnya sebagaimana Indonesia dalam hal ekologi, demografi, ekonomi
dan kebudayaan. Jelas tidak ada negara lain yang menyamai Indonesia
dalam kedudukan geografisnya yang unik sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia. Moto bangsa Bhineka Tunggal Ika, yang secara bebas
dapat diterjemahkan sebagai “Kesatuan dalam Perbedaan,” melambangkan
arti

penting

dari

kesatuan

nasional

sembari

mengakui


perbedaan

kedaerahan. Persatuan nasional adalah komponen utama dari perjuangan
kemerdekaan, dan ia diakui sebagai prioritas tertinggi oleh semua rezim
sejak 1945.
Dewasa ini kita sedang menghadapi perubahan kondisi yang sangat
penting dan sekaligus mempengaruhi pola pembangunan nasional dan
daerah di Indonesia secara keseluruhan. Pertama, dilaksanakannya otonomi
daerah sejak tanggal 1 Januari 2001 sesuai dengan Undang-undang No. 22
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan KeuanganPusat dan Daerah. Sejak mulai saat itu,

pemerintahan

dan

pembangunan daerah di

seluruh


nusantara

telah

memasuki era baru yaitu era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Sistem pemerintahan dan pembangunan daerah lama yang sangat sentralisir
dan sangat didominasi oleh Pemerintah Pusat mulai ditinggalkan. Sedangkan
Pemerintah Daerah diberikan wewenang dan sumber keuangan baru untuk
mendorong

proses

pembangunan

di

daerahnya

masing-masing


yang

selanjutnya akan mendorong proses pembangunan nasional Indonesia
secara keseluruhan.
Sebelum melangkah lebih jauh membahas bagaimana Pembangunan
Daerah di Indonesia yang dilaksanakan dengan dibentuknya Otonomi
Daerah. Maka perlu diketahui pengertian dari Pembangunan daerah itu
sendiri. Pembangunan Daerah merupakan suatu usaha yang sistematik dari
berbagai pelaku, baik umum, pemerintah, swasta, maupun kelompok
masyarakat lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling
ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial ekonomi dan aspek
lingkungan

lainnya

sehingga

peluang


baru

untuk

meningkatkan

kesejahteraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan.
Pembangunan Daerah ini memiliki tujuan yang baik tapi sejauh ini
perjalanan Pembangunan daerah di Indonesia tidak terlalu berjalan dengan
baik, masih banyak kekurangan dalam perkembangannya. Oleh karena itu
Makalah ini akan membahas mengenai Pola Pembangunan Daerah beserta
masalah yang dihadapinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Uraian Latar Belakang diatas maka dapat dirumuskan
beberapa masalah yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimana Pola Pembangunan Daerah di Indonesia?
2. Apa Permasalahan Pembangunan Daerah yang terjadi di Indonesia?
3. Apa solusi yang tepat untuk menanggulanginya?
4. Bagaimana langkah-langkahnya?
C. Tujuan Penulisan


Tujuan dari Penelitian ini adalah teridentifikasinya Pola Pembangunan
daerah beserta Masalahnya. Secara Rinci Tujuan Penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Menjelaskan Pola Pembanguan Daerah di Indonesia.
2. Menjelaskan Masalah Pembangunan Daerah yang terjadi di Indonesia.
3. Memberikan solusi terhadap masalah yang selama ini membayangi
pembangunan daerah di Indonesia.
4. Menawarkan langkah-langkah dalam menjalankan solusi pemecahan
pembangunan daerah di Indonesia.

BAB II
Pembahasan
A. Pentingnya Pembangunan Daerah
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas 1,904,569 km2 . Dengan
wilayah seluas itu, Indonesia mempunyai banyak daerah yang berpotensi dalam
mengembangkan dirinya sendiri. Apalagi tiap daerah memiliki kekhasan dan ciri
yang berbeda-beda. Jadi, tidak heran bila terdapat perbedaan distribusi APBD dan
dana pemasukan dari tiap daerah.
Untuk memaksimalkan pembangunan dari setiap daerah yang ada, Indonesia

menerapkan sistem otonomi daerah. Dengan diterapkannya sistem tersebut,
pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam mengatur kawasannya sendiri
tanpa campur tangan pemerintah pusat. Berhasil atau tidaknya pembangunan
daerah setelah otonomi dapat dilihat dari berbagai pola pembangunan daerah
seperti pendapatan domestik regional bruto (PDRB), konsumsi rumah tangga
perkapita, Human Development Index (HDI), tingkat kemiskinan, dan struktur
fiskalnya. Peningkatan kinerja terlihat dari banyak daerah, namun tidak sedikit juga
daerah yang justru jadi gelagapan dalam mengatur dirinya sendiri. Kita tentunya
harus mencari solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini.

Tapi bagaimanapun, tidak dapat dipungkiri bahwa otonomi daerah dapat
memberikan dampak positif bagi pembangunan di Indonesia. Jika tiap daerah dapat
mengembangkan potensi daerahnya masing-masing, maka hal tersebut akan
menciptakan sebuah atmosfer yang baik dalam program pembangunan pemerintah
pusat. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pembangunan daerah merupakan
salah satu langkah konkret guna melaksanakan pembangunan di Indonesia.

B. Teori-teori tentang Pembangunan Daerah
Terdapat beberapa teori yang menerangkan tentang pembangunan daerah, yakni :
a) Teori Ekonomi Klasik

Teori ini memberikan dua konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu:
keseimbangan (equilibirium) dan mobilitas faktor produksi. Artinya, sistem perekonomian akan
mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa restriksi (pembatasan). Oleh
karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah
rendah.
“Jika mobilitas faktor produksi antar daerah tinggi, maka akan semakin tinggi pula
tingkat pembangunan ekonominya.”
b) Teori Basis Ekonomi
Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah
hubungan langsung permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Model ini didasarkan pada
permintaan eksternal, bukan internal sehingga akan timbul ketergantungan yang sangat tinggi
terhadap kekuatan-kekuatan global.
“Jika permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah tinggi , maka akan semakin
tinggi pula tingkat pembangunan ekonominya.”
c) Teori Lokasi
Para ekonom regional mengatakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan daerah adalah
lokasi. Pernyataan tersebut masuk akal jika dikaitkan dengan pengembangan kawasan industri,

yaitu adanya kecenderungan dari suatu perusahaan untuk meminimumkan biaya-biayanya
dengan cara memilih lokasi yang dapat memaksimumkan peluangnya untuk mendekati pasar.

“Jika lokasi suatu daerah semakin strategis (dekat dengan pasar lokal, pemukiman
penduduk, dll), maka akan semakin tinggi pula tingkat pembangunan ekonominya.”

C. Pola Pembangunan Daerah

P
Da
Rm
Ba
u
n
D
e
h

o
P
n

r

l
e

b

g

n
a

a

a

Gambar 1 : Indikator Pembangunan Daerah

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, keberhasilan pembangunan daerah bisa dilihat
dari beberapa indikator, di antaranya adalah produk domestik regional bruto (PDRB), konsumsi
rumah tangga perkapita, human development index (HDI), kontribusi sektoral terhadap PDRB,
tingkat kemiskinan dan struktur fiskal. Dengan melihat nilai dari keenam indikator tersebut dan
membandingkannya dengan tiap daerah (dalam hal ini provinsi), kita dapat mengetahui mana
daerah yang lebih maju pembangunannya.
a) Produk Domestik Bruto Perkapita (PDRB)
PDRB adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan
perekonomian di suatu daerah dalam suatu periode tertentu. Dengan melihat PDRB dari tiap
provinsi, kita dapat mengetahui provinsi mana yang lebih produktif dilihat dari barang dan jasa
yang dihasilkannya.
Perhitungan PDRB dapat menggunakan dua cara yaitu metode harga konstan dan metode
harga berlaku. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan

jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar
harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada
satu tahun tertentu sebagai tahun dasar penghitungannya. Karena menggunakan harga pada suatu
tahun tertentu yang dinilai stabil, maka PDRB atas harga konstan dapat menghilangkan pengaruh
inflasi.
Laju PDRB menggambarkan pertumbuhan PDRB dibandingkan dengan tahun
sebelumnya (yoy). Semakin tinggi laju PDRB, semakin baik usaha suatu provinsi dalam
menggali potensi daerah yang dimilikinya. Presentase distribusi menggambarkan kontribusi tiap
provinsi terhadap PDB nasional (atas harga berlaku). Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin
tinggi presentase distribusi yang dimiliki suatu provinsi, semakin tinggi pula kontribusinya
dalam mendukung program pembagunan nasional melalui indikator PDRB.
Sementara itu PDRB perkapita adalah jumlah PDRB suatu daerah (dalam hal ini
provinsi) dibagi dengan jumlah penduduk di wilayah tersebut. PDRB perkapita merupakan subindikator yang lebih tidak bias dibandingkan nilai PDRB, sebab bisa saja nilai PDRB suatu
provinsi besar namun jumlah penduduknya juga banyak. Akan sulit menggunakan indikator
tersebut untuk membandingkan tiap daerah dengan jumlah penduduk yang berbeda-beda. Namun
sub-indikator ini tetap memiliki kelemahan yaitu tidak meratanya distribusi PDRB.

Provinsi

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera
Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan

PDRB Harga Konstan
(2000)
Laju
PDRB
PDRB
33103
118719
38862
97736
17472
63859
8340
38390
10885

2.74
6.42
5.94
4.21
7.35
5.63
6.1
5.88
5.99

PDRB Harga Berlaku

PDRB
Perkapita

PDRB

Presentase
Distribusi

79145
275057
87227
345774
53858

1.49
5.19
1.65
6.53
1.02

7365371
9144749
8017893
17647079
5650227

157735
18600
108404
26713

2.98
0.35
2.05
0.5

8571224
4861505
5045735
8898091

Bangka Belitung
10 Kepulauan Riau
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat
13 Jawa Tengah
14 DI.Yogyakarta
15 Jawa Timur
16 Banten
17 Bali
Nusa Tenggara
18
Barat
Nusa Tenggara
19
Timur
20 Kalimantan Barat
Kalimantan
21
Tengah
Kalimantan
22
Selatan
Kalimantan
23
Timur
24 Sulawesi Utara
25 Sulawesi Tengah
26 Sulawesi Selatan
Sulawesi
27
Tenggara
28 Sulawesi Barat
29 Gorontalo
30 Maluku
31 Maluku Utara
32 Papua Barat
33 Papua
Jumlah 33 Provinsi

41076
395622
322224
186993
21044
342281
88552
28882
20073
12547
30329
18806
30675
110953
18377
17624
51200
11654
4744
2917
4251
3036
9361
22400
2222987

7.19
6.5
6.2
5.84
4.88
6.68
6.11
5.83
6.35
5.25
5.47
6.5
5.59
5.1
7.16
8.74
8.19
8.22
7.63
6.03
6.47
7.95
28.47
-3.19
6.14

71615
861992
771594
444666
45626
778564
171748
67194

1.35
16.28
14.57
3.24
8.4
0.86
14.7
1.27

24462187
41177224
7484229
5774479
6086494
9133154
8328688
7423234

49632

0.94

4460456

27746
60542

0.52
1.14

2678792
6899253

42571

0.8

8501466

59823

1.13

8458298

321764
36809
37314
117862

6.08
0.7
0.7
2.23

31226719
8093469
6688402
6372299

28377
8057
10985
8085
5390
26873
87733
5295074

0.54
0.15
0.21
0.15
0.1
0.51
1.66
100

5219955
4094416
2804365
2772079
2924610
12310269
7905749
9354378

Tabel 1 : PDRB tahun 2010 (Sumber : BPS, diolah)

Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan PDRB
terbesar, baik menggunakan metode harga konstan maupun harga berlaku. Fakta tersebut
membawa kita pada kesimpulan bahwa DKI Jakarta juga adalah penyumbang PDRB terbesar
(lihat kiolom distribusi provinsi). Hal tersebut bisa dibilang wajar, mengingat status DKI Jakarta
sebagai ibukota negara sebagai pusat perekonomian dengan populasi penduduk terpadat.
Sementara itu untuk provinsi dengan PDRB terendah, terdapat kesimpulan yang berbeda dari dua
metode harga tersebut. Gorontalo adalah provinsi dengan PDRB terendah menggunakan metode

harga konstan, dan Maluku Utara menggunakan metode harga berlaku. Artinya, inflasi di Maluku
Utara sejak tahun 2000 lebih tinggi.
Walaupun sudah menggunakan indikator PDRB perkapita untuk menghindari terjadinya
bias, DKI Jakarta tetap keluar sebagai pemegang PDRB perkapita tertinggi. Hal tersebut
menunjukkan betapa jauhnya DKI Jakarta meninggalkan provinsi lain. PDRB atas harga berlaku
dapat lebih mudah dibangingkan dengan melihat Grafik 1.

Gambar 2 : PDRB Perkapita di Amerika Serikat

Gambar 2 di atas menunjukkan ketimpangan PDB antar negara bagian di Amerika
Serikat. Sama halnya dengan Indonesia, negara besar seperti Amerika juga mengalami gap dalam
pembangunan daerahnya. Negara-negara bagian seperti New York, Massachusetts, Connecticut,
New Jersey, Delaware dan Wyoming memiliki PDB perkapita yang tinggi yaitu di atas lima
puluh ribu dollar. Jauh berbeda dengan Montana, Arkansas , West Virginia dan Missisipi yang
hanya

menghasilkan

GDP dua

puluh

lima

ribu

sampai

tiga

puluh

ribu

dollar.

Grafik 2 : PDB Harga Berlaku Negara-negara ASEAN pada 2012

Perbandingan PDB selanjutnya dilakukan terhadap negara-negara di kawasan Asia
Tenggara. Tujuannya adalah untuk melihat posisi Indonesia dibandingkan negara-negara ASEAN
lain bila dilihat dari kacamata PDB. Hal ini masih memiliki keterkaitan dengan pembangunan
daerah. Sebab seperti yang sudah kita bahas sebelumnya bahwa pembangunan daerah merupakan
langkah konkret guna melakukan pembangunan secara nasional. Salah satu cara untuk melihat
keberhasilan pembangunan daerah di Indonesia adalah dengan membandingkan berbagai
indikator pembangunan Indonesia dengan negara-negara lain di ASEAN. Dan salah satu
indikator pembangunan tersebut adalah Produk Domestik Bruto (PDB).

Grafik 2 di atas memperlihatkan perbandingan PDB perkapita negara-negara ASEAN
pada tahun 2012. Indonesia menempati urutan kelima (dengan pengecualian ASEAN5, ASEAN,
dan BCLMV), jauh di bawah Singapura dan Brunei Darussalam yang melesat meninggalkan
tetangga-tetangganya. Seperti yang kita ketahui, Singapura merupakan negara yang sudah sangat
maju. Sedangkan Brunei kaya berkat sumber daya alamnya yakni minyak bumi dan gas alam.

Grafik 3 : Pertumbuhan GDP Negara-negara ASEAN Per Semester 2005-2013

Berbeda grafik dengan sebelumnya, Grafik 3 menunjukkan tingkat pertumbuhan PDB
persemester dari tahun 2005-2013. Walaupun nilainya berfluktuatif, secara umum Singapura
tetap memimpin sebagai negara dengan tingkat pertumbuhan PDB tertinggi. Uniknya adalah
pada tahun 2008-2009 di mana krisis global menghantam dunia, Indonesia merupakan salah-satu
negara ASEAN yang tidak terpengaruh oleh efek domino yang disebabkan oleh krisis global.
Buktinya bisa kita lihat pada gambar di atas. Di saat pertumbuhan PDB negara ASEAN lain
anjlok sampai minus, Indonesia justru cenderung konstan. Hal tersebut masuk akal mengingat
PDB di Indonesia ditopang oleh konsumsi yang tinggi. Tingkat pertumbuhan PDB antar negara
ASEAN lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 : Tingkat Pertumbuhan PDB ASEAN 2005-2012

Semakin tinggi PDRB di suatu daerah (provinsi),
semakin tinggi pula tingkat pembangunan
ekonomi atau kesejahteraan masyarakatnya.
Indeks Ketimpangan Ekonomi Regional (IKER) di Indonesia 1971-1998
Tahun

IKER

Tahun

IKER

1971

0.396

1985

0.494

1972

0.406

1986

0.474

1973

0.415

1987

0.471

1974

0.483

1988

0.465

1975

0.462

1989

0.483

1976

0.415

1990

0.484

1977

0.396

1991

0.536

1978

0.429

1992

0.535

1979

0.417

1993

0.544

1980

0.425

1994

0.643

1981

0.445

1995

0.653

1982

0.438

1996

0.654

1983

0.498

1997

0.671

1984

0.515

1998

0.605

Tabel 3 : Indeks Ketimpangan Ekonomi Regional tahun 1971-1998 (dalam Tulus Tambunan)

IKER atau Indeks Ketimpangan Ekonomi Regional juga merupakan salah satu subindikator yang penting. Seperti yang bisa dilihat walaupun terkadang fluktuatif, dalam jangka
panjang nilai IKER secara nasional cenderung meningkat yang berarti semakin besar
ketimpangan ekonomi antar daerahnya.

Semakin tinggi nilai IKER, semakin tinggi
tingkat ketimpangan ekonomi antar daerah
(propinsi)
b) Konsumsi Rumah Tangga Perkapita
Pengeluaran rata-rata per kapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua
anggota rumah tangga selama sebulan baik yang berasal dari pembelian, pemberian maupun
produksi sendiri dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga dalam rumah tangga tersebut.
Konsumsi rumah tangga dibedakan atas konsumsi makanan maupun bukan makanan tanpa
memperhatikan asal barang dan terbatas pada pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga saja,
tidak termasuk konsumsi/pengeluaran untuk keperluan usaha atau yang diberikan kepada pihak
lain.

Tabel 4 : Presentase Pengeluaran rata-rata Perkapita untuk makanan dan bukan makanan
tahun 2010-2011 (BPS, diolah)

Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa DKI Jakarta adalah provinsi dengan presentase
pengeluaran non-makanan tertinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa penduduk di DKI Jakarta
sudah tidak lagi berfokus pada pengeluaran untuk makanan karena pendapatannya yang tinggi,
tetapi mulai merambah pada sektor jasa seperti pariwisata, perumahan, sampai ke instrument
investasi. Berbeda dengan daerah yang kurang maju atau yang pendapatannya masih rendah,
mereka akan cenderung menghabiskan uangnya untuk membeli makanan. Contoh provinsi
seperti ini adalah Papua.
Semakin tinggi presentase pengeluaran daerah terhadap
konsumsi bukan makanan, semakin baik pula pembangunan
ekonomi atau kesejahteraan masyarakatnya.

Gambar 3 : Konsumsi Daging Perkapita Dunia Tahun 2009 (Sumber : http://chartsbin.com)

Gambar 3 di atas memperlihatkan konsumsi daging perkapita pertahun dari tiap negara,
termasuk Amerika dan negara-negara ASEAN. Amerika tercatat sebagai negara dengan
konsumsi daging terbanyak, yaitu sebesar 120,2 kg/orang pertahun. Tidak mengherankan,
mengingat statusnya sebagai sebuah negara adidaya. Namun bagaimana dengan Indonesia?
Ternyata konsumsi daging pertahun perkapita Indonesia adalah yang paling rendah di kawasan
Asia Tenggara, yakni sebesar 11,6 kg/orang pertahun. Hampir seperenam lebih kecil dari Brunei
Darussalam yang merupakan negara ASEAN dengan konsumsi daging tertinggi, yaitu 67,5
kg/orang pertahun.

Gambar 4 : Konsumsi Susu Perkapita Dunia Tahun 2007 (Sumber : http://chartsbin.com)

Setelah daging, kita akan menilik konsumsi susu perkapita dunia pada tahun 2007. Kali
ini, Amerika tidak lagi menduduki peringkat pertama walaupun tingkat konsumsinya terbilang
salah-satu yang tertinggi yakni sebesar 253,8 kg/tahun perkapita. Negara yang justru merajai
kategori ini adalah Swedia dengan tingkat konsumsi sebesar 355,86 kg/tahun perkapita.
Bagaimana dengan Indonesia? Rupanya posisi Indonesia terhadap negara-negara ASEAN dilihat
dari tingkat konsumsi susu tidak seburuk bila dilihat dari tingkat konsumsi dagingnya. Karena di
bawah Indonesia, masih ada Laos dan Kamboja yang tingkat konsumsi susu perkapitanya
berturut-turut hanya sebesar 4,63 kg/orang pertahun dan 5,59 kg/orang pertahun. Sementara itu
peringkat tertinggi di Asia Tenggara masih dipegang oleh Brunei Darussalam yaitu sebesar
129,11 kg/orang perkapita.
c) Human Development Index (HDI)
Mengutip isi Human Development Report (HDR) pertama tahun 1990, pembangunan
manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki oleh manusia.
Diantara banyak pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah untuk berumur panjang dan sehat,
untuk berilmu pengetahuan, dan untuk mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan
agar dapat hidup secara layak.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) mengukur
capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai
ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut
mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan yang layak.
Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor.
Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya
untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan
rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator
kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata
besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian
pembangunan untuk hidup layak.

Gambar 5 : Diagram Perhitungan HDI (Sumber : BPS)

Human Development Index (HDI) by Province and National, 2011-2012
Provinsi

2011

2012

52. Nusa Tenggara
75.13 Barat

66.23

66.89

74.28

53. Nusa Tenggara
74.70 Timur

67.75

68.28

14. Riau

76.53

76.90 61. Kalimantan Barat

69.66

70.31

15. Jambi

73.3

73.78 62. Kalimantan Tengah

75.06

75.46

73.42

73.99 63. Kalimantan Selatan

70.44

71.08

73.93 64. Kalimantan Timur

76.22

76.71

76.54

76.95

71.62

72.14

11. Aceh
12. Sumatera Utara
13. Sumatera Barat

16. Sumatera Selatan

2011

2012

Provinsi

72.16

72.51

-

74.65

17. Bengkulu

73.4

18. Lampung

71.94

72.45 71. Sulawesi Utara

19. Kepulauan Bangka
Belitung

73.37

73.78

20. Kepulauan Riau

75.78

76.20 73. Sulawesi Selatan

72.14

72.70

31. DKI Jakarta

77.97

78.33 74. Sulawesi Tenggara

70.55

71.05

32. Jawa Barat

72.73

73.11 75. Gorontalo

70.82

71.31

33. Jawa Tengah

72.94

73.36 76. Sulawesi Barat

70.11

70.73

34. Yogyakarta

76.32

76.75 81. Maluku

71.87

72.42

72. Sulawesi Tengah

35. Jawa Timur

72.18

72.83 82. Maluku Utara

69.47

69.98

36. Banten

70.95

71.49 91. Papua Barat

69.65

70.22

51. Bali

72.84

73.49 94. Papua

65.36

65.86

INDONESIA

72.77

73.29 INDONESIA

72.77

73.29

Tabel 5 : HDI tahun 2011-2012

Tabel 5 menunjukkan skor HDI untuk setiap provinsi. Seperti yang bisa dilihat, DKI
Jakarta lagi-lagi keluar sebagai pemegang skor HDI tertinggi walaupun kali ini dispersinya tidak
sebesar indikator-indikator sebelumnya. Sementara itu pemegang skor HDI terendah adalah
Papua dengan nilai 65,86 pada 2012. Data di atas menunjukkan bahwa tingkat harapan hidup,
angka melek huruf, dan pengeluaran riil perkapita di DKI Jakarta sudah lebih baik dibandingkan
Papua.

Gambar 6 : HDI di Amerika Serikat Tahun 2005

Gambar 6 di atas menggambarkan HDI dari tiap daerah di Amerika Serikat. Negara
bagian dengan skor HDI tertinggi dipegang oleh New York, California, dan Minnesota.
Sementara itu Olakhoma, Arkansas, Lousiana dan negara-negara bagian di sekitarnya memiliki
HDI paling rendah.
Tabel 6 : HDI Negara-negara ASEAN Tahun 2007

Negara

2007

Rangki
ng

Golongan

Singapura
Brunei
Darussalam

0.944

23

0.92

30

Malaysia

0.829

66

Thailand

0.783

87

Filipina

0.751

105

Indonesia

0.734

111

Vietnam

0.725

116

Laos

0.619

133

Kamboja

0.593

137

Myanmar

0.586

Very High Human
Development
Very High Human
Development
High Human
Development
Medium Human
Development
Medium Human
Development
Medium Human
Development
Medium Human
Development
Medium Human
Development
Medium Human
Development
Low Human
Development

138
Sumber :
http://suvisutrisno93.wordpress.com/2013/10/01/datahdi/

Bagaimana posisi HDI Indonesia dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya? Faktanya
Indonesia menempati posisi kelima di antara supuluh negara ASEAN dengan kategori “Medium
Human Development”. HDI tertinggi dipegang oleh Singapura dengan kategori “Very High
Human Develompent” dan skor sebesar 0,944. Hal ini mencerminkan betapa baiknya
pembangunan daerah yang ada di Singapura karena pembangunan daerah merupakan penopang
terjadinya pembangunan nasional.
Secara keseluruhan, HDI antar negara-negara di dunia dapat dilihat pada gambar 7 di
bawah. Skor HDI tertinggi dipegang oleh Norwegia dengan nilai 0,943, tiga peringkat di atas
Amerika yang hanya mencetak skor sebesar 0,910. Tingginya skor ini disebabkan oleh standar
pendidikan di Norwegia yang sangat tinggi, kemiskinan dan tingkat pengangguran yang sangat
rendah, serta angka harapan hidup yang mencapai 80,2 tahun. Sementara itu negara-negara di
kawasan Asia Tenggara masih disimbolkan dengan warna hijau muda sampai kuning yang
menggambarkan skor HDI yang masih terbilang rendah. Pengecualian berlaku untuk Singapura,
Brunei Darussalam, dan Malaysia yang berhasil menembus rangking seratus ke bawah.

Gambar 7 : HDI Negara-negara di Dunia Tahun 2011 (Sumber : http://chartsbin.com )

Semakin tinggi Indeks Pembangunan Manusia suatu
daerah, maka akan semakin baik pula pembangunan
ekonomi atau tingkat kesejahteraan masyarakatnya
d) Kontribusi Sektoral terhadap PDRB

Perbedaan tingkat pembangunan dapat juga dilihat dari perbedaan kontribusi sektoralnya
dalam pembentukan PDRB. Secara hipotesis dapat dikatakan bahwa semakin besar peranan
sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah yang tinggi seperti industri manufaktur terhadap
pembentukan PDRB di suatu wilayah, semakin tinggi pula pertumbuhan PDRB wilayah tersebut.
Badan Pusat Statistik (BPS) membaginya menjadi sembilan sektor, yaitu sektor pertanian
(1), sektor pertambangan dan penggalian (2), industri manufaktur (3), sektor listrik gas dan air
(4), sektor konstruksi (5), sektor perdagangan hotel dan restoral (6), sektor transportasi dan
komunikasi (7), sektor keuangan sektor penyewaan dan bisnis (8), serta jasa lainnya (9).

Tabel 7 : Distribusi Presentase PDRB menurut harga berlaku menurut lapangan usaha
tahun 2010 (Sumber : BPS)

Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa Banten adalah provinsi dengan kontribusi industri
manufaktur tertinggi, disusul oleh Kepulauan Riau dan Papua Barat. Di Banten, terdapat kota
yang cukup terkenal dengan kegiatan industrinya, yaitu Cilegon. Cilegon adalah daerah
penghasil baja terbesar di Asia Tenggara dengan produksi sekitar 6 juta ton pertahunnya di
kawasan industri Krakatau Steel.
Sementara itu Kepulauan Riau punya Batam yang merupakan salah satu daerah dengan
pertumbuhan terpesat di Indonesia. Hal tersebut wajar, mengingat letaknya yang strategis dan
banyaknya inndustri berat dan ringan di sana. Di belahan timur ada Papua Barat dengan Kota
Sorong-nya yang sudah lama dikenal sebagai “Kota Minyak” sejak Nederlands Nieuw-Guinea
Petroleum Maatschappij (NNGPM) melakukan pengeboran minyak pada tahun 1935.

Semakin besar peranan sektor ekonomi yang memiliki
nilai tambah seperti jasa dan industri manufaktur, semakin
tinggi pula pertumbuhan PDRB wilayah tersebut.

Tabel 8 : PDRB Perkapita menurut migas dan non-migas tahun 2005 (Sumber : Indonesia
Human Development Report, diolah)

Tabel 8 di atas membagi PDRB menjadi dua jenis yaitu PDRB yang menyertakan migas
dan yang tidak. Provinsi-provinsi seperti NAD Aceh, Riau, serta Kalimantan Timur yang
terkenal akan kekayaan sumber daya alamnya (SDA) memiliki PDRB migas yang jauh lebih
tinggi dibandingkan PDRB non-migasnya. Sejarah mencatat, Aceh adalah daerah dengan
cadangan gas alam terbesar di dunia. Ia juga kaya akan minyak bumi. Sumber daya alam di Riau
didominasi oleh gas alam, minyak bumi, serta perkebunan sawit yang sudah tidak asing lagi di
telinga kita. Sementara itu Kalimantan Timur adalah penghasil minyak bumi, gas alam dan batu
bara.

Semakin jauh gap antara PDRB dengan harga berlaku
dan harga konstan, akan semakin tinggi pula
ketergantungan suatu daerah dengan sumber daya yang
ada.

Gambar

8

:

PDB

Negara-negara

di

Dunia

Berdasarkan

Sektor

Tahun

2010

http://chartsbin.com

(Sumber

:
)

Menurut CIA, berdasarkan sektornya PDB di Indonesia tersusun dari tiga sektor yakni
14,9 % dari sektor pertanian, 38,3% dari sektor jasa, dan 46,8% dari sektor industri. Minimnya
sumbangan pertanian terhadap PDB secara nasional menandakan sudah tidak cocok lagi
penyandangan gelar “Negara Agraris”. PDB Indonesia justru lebih banyak ditopang oleh sektor
industri dan jasa (terutama industri). Hal tersebut menandakan sudah semakin majunya
pembangunan di Indonesia bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun tetap saja
masih belum bisa menyamai negara-negara maju seperti Amerika yang 76,7% PDB-nya berasal
dari sektor jasa. Rata-rata PDB negara maju memang didominasi oleh sektor jasa kecuali China.
Sektor industri dan sektor jasa di China hampir sama, yaitu sekitar 40%.
Di kawasan Asia Tenggara, negara yang sektor jasanya paling besar dalam mendominasi
PDB adalah Singapura. Sektor jasa di Singapura mendominasi 72,8% PDB-nya. Sisanya diisi
oleh sektor industri, tidak ada ruang untuk sektor pertanian. Hal tersebut wajar mengingat lahan
di Singapura yang sangat sempit. Negara-negara lain yang juga didominasi oleh sektor jasa
adalah Malaysia, Filipina, Kamboja, dan Laos. Sementara itu Myanmar adalah satu-satunya
negara yang sektor pertaniannya mendominasi PDB, yaitu sebesar 43,2%.

e) Tingkat Kemiskinan
Tingkat kemiskinan juga bagus digunakan sebagai indikator untuk mengukur
pembangunan daerah. Untuk mengukur tingkat kemiskinan, BPS menggunakan konsep
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini,
kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin
adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis
kemiskinan.
Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk
miskin.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum
makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan
dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur
dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll)
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk
perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan
diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.
Percentage of PP (%) atau adalah presentase penduduk yang berada di bawah
kemiskinan. Semakin tinggi sub-indikator ini, semakin banyak pula penduduk yang hidup di
bawah garis kemiskinan.
P1 (Poverty Gap Index) atau Indeks Kedalaman Kemiskinan, merupakan ukuran rata-rata
kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin
tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran pesuduk dari garis kemiskinan. Sementara
itu P2 (Poverty Severity Index) atau Indeks Keparahan Kemiskinan memberikan gambaran
mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks,
semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.

Propinsi (2012)

Number of
PP(000)
Kota+Desa

Percen
tage of
PP (%)
Kota+
Desa

Garis
Kemiskinan
(Rp)

P1 (%)

P2 (%)

Kota+Desa

Kota+Desa

Kota+Desa

Aceh
876,6
18,58
321.893
3,07
0,83
Sumatera Utara
1.378,40
10,41
271.738
1,82
0,5
Sumatera Barat
397,9
8
292.052
1,24
0,31
Riau
481,3
8,05
310.603
1,13
0,25
Jambi
270,1
8,28
273.267
1,37
0,44
Sumatera Selatan
1.042,00
13.48
259.668
1,85
0,43
Bengkulu
310,5
17,51
283.252
3,05
0,8
Lampung
1.219,00
15,65
263.088
2,53
0,62
Kepulauan
Bangka Belitung
70,2
5,37
382.412
0,66
0,14
Kepulauan Riau
131,2
6,83
363.450
0,85
0,19
DKI Jakarta
366,8
3,7
392.571
0,56
0,15
Jawa Barat
4.421,50
9,89
242.104
1,62
0,42
Jawa Tengah
4.863,40
14,98
233.769
2,39
0,57
DI Yogyakarta
562,1
15,88
270.110
2,89
0,75
Jawa Timur
4.960,50
13,08
243.783
1,93
0,44
Banten
648,3
5,71
251.161
0,95
0,28
Bali
161
3,95
254.221
0,39
0,07
Nusa Tenggara
Barat
828,3
18,02
248.758
0,2
0,83
Nusa Tenggara
Timur
1.000,30
20,41
222.507
3,47
0,91
Kalimantan Barat
355,7
7,96
239.162
1,24
0,33
Kalimantan
Tengah
141,9
6,19
277.407
1,08
0,27
Kalimantan
selatan
189,2
5,01
269.714
0,76
0,17
Kalimantan
Timur
246,1
6,38
363.887
0,99
0,25
Sulawesi Utara
177,5
7,64
223.883
1,18
0,3
Sulawesi Tengah
409,6
14,94
266.718
2,82
0,82
Sulawesi Selatan
805,9
9,82
195.627
1,68
0,42
Sulawesi
Tenggara
304,3
13,06
203.333
1,92
0,49
Gorontalo
187,7
17,22
212.476
3,21
0,84
Sulawesi Barat
160,6
13,01
207.072
1,74
0,4
Maluku
338,9
20,76
295.904
4,38
1,31
Maluku Utara
88,3
8,06
250.184
0,85
0,14
Papua Barat
223,2
27,04
354.626
5,71
1,71
Papua
976,4
30,66
297.502
7,35
2,44
Indonesia
28.594,60
11,66
259.520
1,9
0,49
Tabel 9 : Tingkat Kemiskinan tahun 2012 (Sumber: Diolah dari Susenas Maret 2012)

Bangka Belitung merupakan provinsi dengan jumlah penduduk miskin paling sedikit,
yaitu 70.200 sedangkan yang tertinggi dipegang oleh Jawa Timur dengan jumlah penduduk
miskin sebesar 4.960.500. Jawa sebagai pusat kemiskinan di Indonesia erat kaitannya dengan
tingkat kependudukan di Jawa, yang memang paling tinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain
di tanah air. Tabel 8 di atas memperlihatkan setidaknya ada dua provinsi di Jawa yang memiliki
jumlah penduduk miskin di atas 4000, yaitu Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Garis kemiskinan tiap provinsi tiap daerah berbeda-beda. Semakin maju suatu daerah,
semakin tinggi pula garis kemiskinannya. Tabel di atas memperlihatkan bahwa DKI Jakarta
adalah provinsi dengan garis kemiskinan tertinggi, sementara provinsi dengan garis kemiskinan
terendah dipegang oleh Sulawesi Selatan. Hal tersebut masuk akal, mengingat status DKI Jakarta
sebagai kota besar dengan gaya hidup yang tinggi.

Gambar 9 : Tingkat Kemiskinan Negara-negara di Dunia Tahun 2008 (Sumber :
http://chartsbin.com)

Peta di atas menggambarkan presentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Posisi Indonesia di sini cukup baik, karena presentase penduduk miskin dibandingkan populasi
totalnya hanya 13,3%. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan Amerika yang memiliki
penduduk miskin sebesar 12% dari populasinya. Sementara itu negara-negara dengan presentase

yang tinggi umumnya berasal dari Benua Afrika serta daerah-daerh yang berada di perbatasan
Amerika Utara dan Amerika Selatan seperti Nigeria dan Honduras.
Menilik kawasan Asia Tenggara, beberapa negara sudah bisa dibilang berhasil dalam
pembangunan daerahnya. Hal tersebut dicerminkan oleh presentase penduduk miskinnya yang
berada di bawah 16%. Negara-negara yang masuk kategori ini adalah Indonesia, Malaysia,
Thailand dan Vietnam. Laos memiliki 26% penduduk yang tergolong miskin. Sedangkan sisanya
yaitu Myanmar, Filipina dan Kamboja masih memiliki presentase penduduk miskin di atas 30%.
Sayangnya
data Singapura
dan positif
Brunei Darussalam
tersedia di sini.density
Terdapat
korelasi
antaratidak
population

dengan
tingkat kemiskinan. Semakin tinggi jumlah penduduk per
km2, semakin sempit lahan untuk dibuat ladang atau
pabrik, yang berarti semakin kecil kesempatan kerja dan
semakin besar presentase penduduk yang berada di
bawah
garis kemiskinan.
f) Struktur Fiskal antar Daerah
2014
Struktur fiskal antar daerah juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk
mengukur pembangunan daerah, sebab struktur fiskal menggambarkan kesenjangan antar daerah.
Secara garis besar, struktur fiskal dapat dikatakan terbagi menjadi dua yaitu pendapatan dan
belanja. Pendapatan daerah sendiri terbagi lagi menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Sementara itu belanja daerah terdiri
dari belanja langsung dan belanja tidak langsung.
Pendapatan
Uraian
Aceh
Sumatera
Utara
Sumatera
Barat
Riau
Jambi
Sumatera
Selatan
Bengkulu
Lampung
DKI Jakarta

PAD

Dana
Perimbangan

Lain-lain

1,312,371

2,462,716

7,389,322

Belanja
Belanja
Belanja
Tidak
Langsung
Langsung
5,876,207
7,491,821

4,944,502

1,906,486

1,637,656

5,706,320

2,819,981

1,568,557

1,359,925

568,815

1,830,142

1,778,747

2,840,011
973,070

3,638,492
1,631,448

648,147
377,473

3,745,617
1,423,219

4,531,135
1,842,111

2,482,129

3,841,412

813,335

4,273,129

2,228,143

532,938
2,005,246
39,559,415

1,074,577
1,471,956
17,770,000

198,001
821,506
7,386,320

867,946
2,101,432
15,876,622

1,028,686
2,216,773
49,006,125

Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Kalimantan
Barat
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Timur
Sulawesi
Utara
Sulawesi
Tengah
Sulawesi
Selatan
Sulawesi
Tenggara
Bali
NTB
NTT
Maluku
Papua
Maluku Utara
Banten
Bangka
Belitung
Gorontalo
Kepulauan
Riau
Papua Barat
Sulawesi Barat
Kalimantan
Utara

13,037,556
8,347,875
1,233,739
11,103,565

2,820,258
2,606,901
1,038,621
3,459,731

4,050,158
2,782,382
827,838
2,830,482

17,276,335
9,837,615
1,547,087
11,769,244

3,918,030
4,159,543
1,782,982
6,041,891

1,656,665

1,511,410

561,822

2,088,596

1,666,301

1,244,421

1,516,384

281,102

1,520,005

1,698,902

2,975,594

1,374,101

351,632

2,513,515

2,752,811

5,519,834

6,186,052

424,113

6,872,728

6,932,272

944,590

1,109,528

275,218

1,327,670

1,124,948

769,714

1,237,628

372,305

1,172,862

1,267,622

3,107,045

1,575,062

911,826

3,620,254

2,219,123

529,176

1,212,197

314,274

1,189,772

996,399

2,303,812
1,144,588
695,416
439,589
762,151
204,901
4,675,126

1,065,533
1,215,276
1,290,418
1,180,985
2,604,848
1,119,302
1,151,027

588,828
503,691
735,139
219,128
7,122,111
295,451
1,051,919

3,062,434
1,699,164
1,756,409
925,436
6,783,512
609,315
4,022,623

1,427,233
1,135,040
981,652
981,197
4,421,567
957,838
3,326,779

494,204

1,126,643

134,613

970,282

1,045,577

274,275

801,586

127,221

597,770

696,888

875,913

1,871,269

223,506

1,236,068

2,223,932

203,783
215,353

2,393,669
849,335

2,672,864
161,486

3,223,824
528,903

2,646,386
776,337

1,146,569

552,981

770,385

1,129,165

Tabel 10 : Struktur Fiskal tahun 2014 ( Sumber : DJPK, diolah)

Berdasarkan Tabel 9 di atas, DKI Jakarta adalah provinsi dengan jumlah pendapatan dan
pengeluaran tertinggi. Dapat kita lihat bahwa DKI Jakarta menerapkan kebijakan defisit dengan
total pengeluaran sedikit lebih tinggi dari pendapatannya. Sementara itu Gorontalo tercatat
sebagai provinsi dengan jumlah pendapatan dan pengeluaran terendah. Sama halnya dengan DKI
Jakarta, Gorontalo juga menggunakan kebijakan defisit. Tujuan diterapkannya kebijakan tersebut

adalah untuk membuka lapangan kerja lebih banyak, sehingga jumlah pengangguran dapat
berkurang.

Semakin tinggi penerimaan suatu daerah,
semakin tinggi pula tingkat pembangunan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya.
D. Masalah Pembangunan Daerah, Solusi, dan Langkah-langkahnya
Dalam perkembangannya, pembangunan daerah tidak luput dari berbagai masalah.
Masalah tersebut semakin kontras bila kita membandingkan antara masa pra-otonomi dan pascaotonomi. Mengapa otonomi daerah yang tujuannya baik yaitu memberikan kekuasaan pada tiap
daerah untuk mengurus dirinya masing-masing justru malah menimbulkan masalah bagi
beberapa daerah baik provinsi, kota ataupun kabupaten? Jawabannya adalah karena tidak semua
daerah siap dalam menerima tanggung jawab tersebut. Sementara itu daerah-daerah yang sejak
awal terlihat memiliki potensi yang tinggi untuk semakin maju setelah otonomi daerah
dicanangkan semakin meninggalkan daerah yang tidak siap tadi jauh di belakang. Secara
sistematis, kami membagi masalah pembangunan daerah menjadi empat (lihat Gambar 3 di
bawah).

M
A
T
P
K
F
a
o
l
e
i
n
s
t
o
r
l
n
m
g
a
i
s
k
b
o
e
k
l
a
e
m
k
a
p
s
d
e
a
t
t
i
a
h
n
r
n
r
a
g
a
n
a
s
n
i

Gambar 10 : Masalah Pembangunan Daerah

a) Ketimpangan antar Daerah
Ketimpangan daerah merupakan masalah utama dalam pembangunan daerah. Sudah
banyak studi mengenai hal ini beserta faktor-faktor penyebabnya. Dari beberapa studi tersebut,
kami mengelompokkan empat lima penyebab, yaitu konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah,
alokasi investasi yang tidak merata, tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antardaerah,
perbedaan seumber daya alam (SDA) antarprovinsi, dan perbedaan kondisi demografis
antarwilayah. Kelima faktor tersebut akan kami jabarkan satu persatu.
(a) Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang terlalu tinggi di suatu daerah tertentu merupakan
salah satu faktor penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan antardaerah. ekonomi dari
daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesar sedangkan daerah
yang tingkat konsentrasi ekonominya rendah akan cederung mempunyai tingkat pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
Teori : Jika tingkat konsentrasi ekonomi suatu daerah rendah, maka tingkat
pembangunan dan pertumbuhannya juga akan rendah.

Tabel 11 : Jumlah Industri Pengolahan Besar dan Sedang di Jawa dan Luar Jawa

Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah industri pengolahan besar dan sedang baik Jawa
maupun Luar Jawa dalam jangka panjang cenderung menurun. Namun hal lain yang lebih

penting untuk diperhatikan adalah gap jumlah industri yang sangat tinggi antara Jawa dan Luar
Jawa. Data ini merupakan bukti bahwa kegiatan ekonomi masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Solusi :
-

Mulai berikan perhatian lebih pada daerah-daerah yang kurang terkonsentrasi (terutama di
luar Jawa).

Langkah-langkah :
-

Memperluas pasar lokal yang ada di daerah-daerah yang kurang terkonsentrasi.
Keberadaan pasar menunjukkan kehidupan kegiatan ekonomi suatu daerah. Karena itu
perluasan pasar di daerah-daerah yang kurang terkonsentrasi saat ini akan meningkatkan
pembangunan ekonomi daerah tersebut.

-

Peningkatan infrastruktur di daerah-daerah yang kurang terkonsentrasi.
Infrastruktur yang buruk seperti jalan-jalan yang rusak, sarana komunikasi yang tidak
menjangkau,dan fasilitas lain seperti pasokan air, listrik, rumah sakit, dan lain-lain akan
membuat suatu daerah kurang menarik di mata investor. Hal tersebut pula yang
menyebabkan kurang terkonsentrasinya suatu daerah.

-

Peningkatan SDM.
Peningkatan SDM di daerah setempat juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
konsentrasi kegiatan ekonomi suatu daerah. SDM yang andal akan memberikan idea tau
gagasan yang dapat mengakselerasi terjadinya pembangunan daerah yang baik.

(b) Alokasi Investasi yang Tidak Merata
Indikator lain yang juga menunjukkan ketimpangan antardaerah adalah alokasi investasi
yang tidak merata. Sub-indikator yang digunakan adalah Penanaman Modal Dalam Negri
(PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari
Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat investasi dan laju
pertumbuhan ekonomi, dapat dikatakan bahwa kurangnya investasi di suatu wilayah membuat
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat perkapita di wilayah tersebut rendah.

Teori Harrod Domar : , terdapat korelasi positif antara tingkat investasi dan
laju pertumbuhan ekonomi. Artinya semakin tinggi investasi di suatu wilayah,
semakin tinggi pula pendapatan perkapita masyarakat yang berarti semakin
tinggi juga pertumbuhan ekonominya.

Tabel 12 : Realisasi Investasi PMDN Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal
(Lkpm) Menurut Lokasi

Tabel 13 : Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal
(LKPM) Menurut Lokasi

Berdasarkan Tabel 12 dan Tabel 13 di atas, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan nilai
investasi dan total proyek tertinggi (baik PMDN maupu

PMA) bila dibandingkan dengan

provinsi lainnya. Statusnya sebagai ibukota dengan jumlah penduduk terpadat merupakan
beberapa dari penyebabnya. Terlalu banyaknya proyek dan nilai investasi juga menjadikan
Jakarta sebagai kota dengan konsentrasi ekonomi yang tinggi sekaligus menyebabkan

kesenjangan konsentrasi yang tinggi dengan daerah lainnya. Sementara itu Maluku tercatat
sebagai provinsi yang paling jarang dijadikan tempat investor menanam dananya.
Solusi :
-

Memperluas investasi ke daerah-daerah yang belum terjamah.

Langkah-langkah :
-

Promosi yang gencar untuk menarik investor di berbagai event dan workshop.

-

Birokrasi yang mudah dan tidak berbelit-belit.

-

Adanya pemberian jaminan keamanan untuk investor.

(c) Tingkat Mobilitas Faktor Produksi Antardaerah yang Rendah
Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan capital antarpropinsi
juga merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Relasi antara mobilitas
faktor produksi dan perbedaan tingkat pembangunan dan pertumbuhan antarpropinsi dapat lebih
jelas dipahami dengan pendekatan analisis mekanisme pasar output dan pasar input. Dasar
teorinya adalah sebagai berikut, perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antarpropinsi membuat
terjadinya perbedaan tingkat pendapatan perkapita antar propinsi sejak perbedaan tersebut,
dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output dan input bebas (tanpa distorsi atau rekayasa).
Sesuai teori dari A. Lewis, yang dikenal dengan unlimited supply of labor, jika
perpindahan faktor produksi antardaerah tidak ada hambatan, maka pada akhirnya pembangunan
ekonomi yang optimal antardaerah akan tercapai dan semua daerah akan lebih baik .
Teori Unlimited Supply of Labor by A. Lewis : Jika perpindahan faktor produksi
antardaerah tidak mengalami hambatan, maka pada akhirnya pembangunan
ekonomi antardaerah yang optimal akan tercapai.

Tempat
lahir
1.
Sumater
a
2. Jawa
3.
Kalimant
an
4.
Sulawesi
5. Pulau
lainnya
6. Jumlah
7. Migran
masuk

Sumatera

Jawa

Pulau
Lainnya
199 200
0
0

Kalimantan

Sulawesi
199
0

200
0
5.53
51.6
3

5.19
61.9

5.17
70.0
2

1.35
31.5
6

1.75
23.0
5

na
100
601,
103

na
100
703,
673

1990

2000

1990

2000

1990

2000

na

na

66.49

68.8

4.26

4.74

95.25

93.79

Na

na

74.66

72.05

5.16
59.6
5

0.63

0.69

12.31

10.15

na

na

3.41

3.44

2.5

3.2

11.04

9.38

16.84

17.49

1.62
100
3,699
,393

2.33
100
3,588
,945

10.16
100
1,608
,136

11.68
100
2,267
,873

4.24
100
1,127
,938

5.72
100
1,644
,690

na
31.7
8
100
528,
629

na
39.4
1
100
653,
389

Tabel 14 : Persentase Migran Masuk Seumur Hidup menurut Pulau Tempat Lahir dan Pulau
Tempat Tinggal Sekarang Tahun 1990 dan 2000 (Sumber : http://www.datastatistikindonesia.com/, diolah)

Solusi :
-

Mendorong kelancaran mobilitas faktor produksi antardaerah.

Langkah-langkah :
-

Pembangunan sarana dan prasarana perhubungan ke seluruh pelosok wilayah.

-

Pengembangan sarana komunikasi agar tidak ada daerah yang terisolasi.

-

Mendorong transmigrasi dan migrasi spontan (faktor produksi tenaga kerja).

(d) Perbedaan SDA Antarpropinsi

Dasar pemikiran ‘klasik’ sering mengatakan bahwa pembangunan ekonomi di daerah
yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih maksmur dengan daerah yang miskin
SDA. Hingga tingkat tertentu, anggapan ini masih bisa dibenarkan, dalam arti SDA harus dilihat
hanya sebagai modal awal untuk pembangunan, yang selanjurnya harus dikembangkan terus.
Dan untuk maksud ini, diperlukan faktor-faktor lain, di antaranya yang sangat penting adalah
teknologi dan SDM. Propinsi-propinsi di Indonesia yang kaya akan SDA seperti Aceh, Riau,
Kalimantan Timur dan Papua memang lebih baik dibandingkan propinsi-propinsi di luar Jawa

yang miskin SDA. Tetapi, tingkat pendapatan di propinsi-propinsi kaya tersebut tidak lebih
tinggi dibandingkan di Jawa yang relative kaya SDM dan teknologi.
Jadi, dengan semakin pentingnya penguasaan teknologi dan peningkatan SDM, factor
endowments lambat laun akan tidak relevan lagi. Bukti menunjukkan bahwa negara-negara maju
di Asia tenggara dan Timur seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura adalah negaranegara yang sangat miskin SDA. Pengalaman mereka menunjukkan bahwa faktor-faktor di luar
SDA jauh lebih penting dibandingkan SDA dalam menentukan maju tidaknya pembangunan
ekonomi di suatu wilayah.
Teori Fisiokratis : Sumber daya alam adalah sumber kekayaan utama suatu
negara.

Gambar 11 : Peta Persebaran Migas di Indonesia

Gambar 11 di atas memperlihatkan persebaran berbagai sumber daya alam (berupa
pertambangan) di Indonesia. Daerah seperti Arun di Aceh yang kaya akan gas alam, Bontang di
Kalimantan Timur yang kaya akan minyak bumi dan batu bara, dan Sorong di Papua yang kaya
akan minyak bumi adalah beberapa bukti dari teori fisiokratis.
Solusi :

-

Pengembangan potensi daerah selain SDA, terutama di wilayah-wilayah yang miskin SDA.

Langkah-langkah :
-

Kenali lebih dalam semua potensi selain SDA yang dimiliki.
Penguasaan teknologi dan sumber daya manusia. Peningkatan kedua hal ini sangat membantu
dalam mengembangkan potensi yang ada.

(e) Perbedaan Kondisi Demografis Antarwilayah
Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan kondisi
geografis antarpropinsi. Terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat
kepadatan antar penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat, dan etos kerja. Faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lewat sisi
permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan
potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan
kegiatan-kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah populasi yang besar dengan pendidikan
dan kesehatan yang baik, disiplin yang tinggi dan etos kerja yang tinggi merupakan aset penting
bagi produksi.
Teori : Kondisi demografi seperti jumlah penduduk yang besar merupakan
potensi yang besar pula bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor
pendorong bagi pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi.

Tabel 15 : Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas di Indonesia (Sumber : Profil Kesehatan
Indonesia)

Menurut Tabel 15, Jawa Barat adalah provinsi dengan jumlah puskesmas tertinggi,
sedangkan Jawa Tengah adalah provinsi dengan jumlah rumah sakit terbanyak. Banyaknya
jumlah rumah sakit dan puskesmas merupakan indikator kondisi demografis dalam hal
kesehatan. Semakin banyak jumlah rumah sakit dan puskesmas di suatu daerah artinya semakin
baik kondisi demografi daerah t