Penerapan Sistem Peradilan Pidana Anak Terhadap Pelaku Dan Korban Tindak Pidana (Studi Di Pengadilan Tanjung Balai)

BAB II
SISTEM PERADILAN ANAK SEBAGAI PELAKU DAN KORBAN
DALAM HUKUM PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN ANAK
A. Sistem peradilan pidana anak terhadap anak sebagai pelaku
1. TahapPenyidikan Pada Sistem Peradilan Pidana anak sebagai pelaku
Penanganan awal tindak pidana dimulai dari Kepolisian berupa adanya
laporan dari korban tindak pidana, dimana merupakan suatu proses pengadilan
anak. Dapat tidaknya anak yang berhadapan dengan hukum diproses dalam
peradilan anak adalah sangat bergantung dari hasil penyidikan yang dilakukan
polisi dengan terlebih dahulu meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing
kemasyarakatan.Kepolisian diberi wewenang diskresi dalam menjalankan
tugasnya. Kewenangan diskresi adalah wewenang legal dimana kepolisian berhak
untuk meneruskan atau tidak meneruskan suatu perkara. Di kaitkan dengan anak
yang berkonflik dengan hukum, pihak kepolisian dapat mengalihkan perkaranya
sehingga anak tidak perlu berhadapan dengan penyelesaian pengadilan pidana
secara formal. proses penanganan perkara tindak pidana anak, tidak jauh berbeda
dengan penanganan perkara tindak pidana dewasa, hanya ada saja perlakuan
khusus dalam penanganannya.

45


Adapun tata urutan proses penanganan tindak pidana dengan pelaku anak
ditingkat kepolisian adalah :
a. Penyidikan dan Penyelidikan

45

Rika Saraswati, Hukum Perlindungan anak di Indonesia,PT Citra Bakti, Bandung,
2015, hal. 121

Universitas Sumatera Utara

Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik
sesuai dengan cara dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan
bukti, dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang
terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak pidananya 46
Penyidikan yang dilakukan oleh pejabat kepolisian negara RI bertujuan untuk
mengumpulkan bukti guna menemukan apakah suatu peristiwa yang terjadi
merupakan peristiwa pidana, dengan penyidikan juga ditujukan untuk menemukan
pelakunya,


setelah

penyelidikan.

47

adanya

penyidikan

tahapan

selanjutnya

dilakukan

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini. 48Polisi dalam melakukan penyelidikan terhadap anak pelaku
tindak pidana harus memperhatikan berbagai ketentuan mengenai upaya
penanganan anak mulai dari penangkapan sampai proses penempatan.
Dalam bukum saku untuk polisi tersebut memuat panduan penanganan
terhadap anak, seperti:
a. Tindakan penangkapan diatur dalam pasal 16 sampai 19 KUHAP.
Menurut pasal 16 untuk kepentingan penyelidikan, penelidikan atas
perintas penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan
penangkapan. Adanya penyidikan dilakukan satu hari.

46

Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP, penyidikan dan
penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta 2006, hal.109
47
Marlina, Op.cit, hal. 85
48
Pasal 1 ayat (5) Kitab Undang-Undang Hukum Acara pidana

Universitas Sumatera Utara


b. Khusus tindakan penangkapan terhadap anak yang berhadapan dengan
hukum, polisi memperhatikan hak-hak anak yang melakukan tindakan
perlindungan terhadap anak.
Tahap wawancara dan penyidikan polisi penting untuk kasus tindak pidana
yang dilakukan oleh anak. Wawancara terhadap anak tersangka tindak pidana
harus dilakukan berkesinambungan antara orang tua, saksi, dan orang-orang yang
diperlukan yang berkaitan dengan kasus tersebut.
Teknik wawancara yang dilakukan seorang polisi terhadap pelaku anak
pertama kali polisi menginformasikan kepada orang tua atau wali anak sesegera
sebelum wawancara dimulai, selanjutnya polisi juga menginformasikan bahwa
anak berhak mendapatkan bantuan hukum dari pihak pengacara atau advokat.
Selanjutnya polisi dalam pemeriksaan terhadap anak, memerlakukan anak dengan
pertimbangan keterbatasan kemampuan ataupun verbal dibandingkan dengan
orang dewasa bahkan dibandingkan dengan diri polisi itu sendiri. 49
Sesuai dengan pasal 26 Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang
sistem peradilan pidana anak adalah
a. Penyidikan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penyidik yang
ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia.
b. Pemeriksaan terhadap anak korban atau anak saksi dilakukan oleh
penyidik

49

Marlina,Op.cit,hlm 89

Universitas Sumatera Utara

c.

Dimana syarat-syarat untuk menjadi seorang penyidik dalam kasus anak
yaitu:

1. telah berpengalaman sebagai penyidik;
2. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan
3. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak. 50
Untuk melakukan penyidikan terhadap perkara anak, penyidik wajib
meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan


setelah

tindak pidana dilaporkan atau diadukan. Penyidik dapat meminta pertimbangan
atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja sosial
Profesional atau tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga lainnya, bahkan dalam
melakukan pemeriksaan terhadap anak korban dan anak saksi, penyidik wajib
meminta laporan sosial dari pekerja sosial setelah tindak pidana dilaporkan atau
diadukan. Hasil penelitian Kemasyarakatan wajib diserahkan oleh Bapas kepada
Penyidik dalam waktu paling lama 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah
permintaan penyidik diterima. 51
Tahap penyelidikan tidak dikenal dalam HIR dan baru dikenal dengan
KUHAP.

MenurutKUHAP,

penyelidikan

diintrodusir


dengan

motivasi

perlindungan HAM dan pembatasan ketat terhadap penggunanaan upaya paksa,
dimana upaya paksa baru digunakan sebagai tindakan yang terpaksa dilakukan.
Penyelidikan mendahului tindakan-tindakan lain yaitu untuk menentukan apakah

50
51

Pasal 32 Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
M. Nashir Djamil, Anak bukan untuk dihukum, PT SinarGrafika, Jakarta,2012, hal. 154

Universitas Sumatera Utara

suatu peristiwa yang diduha tindak pidana dapat dilakukan penyidikan atau
tidak. 52
Adapun hal yang perlu diperhatikan untuk memulai melakukan penyidikan
didasarkan pada hasil penilaian terhadap informasi atau data-data yang diperoleh,

sedangkan informasi atau data-data yang diperlukan untuk

melakukan

penyelidikan diperoleh melalui :
1) sumber-sumber tertentu yang dapat dipercaya
2) adanya laporan langsung kepada penyidik dari orang yang mengetahui
telah terjadi suatu tindak pidana
3) hasil berita acara yang dibuat oleh penyidik. 53
Adapun tujuan daripada penyelidikan adalah untuk mendapatkan atau
mengumpulkan keterangan, bukti atau data-data yang digunakan untuk :
1) menentukan apakah suatu peristiwa yang terjadi merupakan suatu tindak
pidana atau bukan
2) siapa yang dapat dipertanggung jawabkan (secara pidana) terhadap tindak
pidana tersebut
3) merupakan persiapan untuk melakukan penindaan 54
b. Penangkapan dan Penahanan
Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana, mengatur wewenang polisi dalam melakukan penyelidikan
dan penyidikan yang selanjutnya diatur dalam petunjuk dan pelaksanaan (Juklak)

52

Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Mandar Maju,
Bandung, 2005, hal 30
53
Ibid
54
R. Soesilo, Hukum Acara Pidana (Prosedur penyelesaian Perkara Pidana Bagi
Penegak hukum),Politea, Bogor, 1979, hal.32

Universitas Sumatera Utara

dan petunjuk teknis (Juknis) kepolisian. 55 Tindakan penangkapan tidak diatur
secara rinci dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, sehingga
berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa :
a. Penangkapan terhadap anak dilakukan guna kepentingan penyidikan
paling lama 24 (dua puluh empat) jam
b. Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus
anak.

c. Dalam hal ruang pelayanan khusus anak belum ada di wilayah yang
bersangkutan, anak ditititpkan di LPAS
d. Penangkapan terhadap wajib dilakukan secara manusiawi dengan
memerhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya.
e. Biaya bagi setiap anak ditempatkan di LPAS dibebankan pada anggaran
kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang sosial.

56

Berdasarkan Pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat
diketahui bahwa tujuan penangkapan tersangka ialah untuk kepentingan
penyelidikan dan untuk kepentingan penyidikan. Perintah penangkapan dilakukan
terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang
cukup (Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Pelaksanaan tugas
penangkapan

dilakukan

oleh


petugas

Kepolisian

Negara

RI,

dengan

memperlihatkan surat tugas dan memberikan kepada Tersangka surat-surat
perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka. berisikan alasan
55

Marlina,Op.cit, hal. 86
Diakses dari situs http://www.pn-palopo.go.id/index.php/berita/artikel/163-era-barusistem-peradilan-pidana-anakpada tanggal 9 oktober 2016 pukul 16.30
56

Universitas Sumatera Utara

penangkapan, dan uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan, serta
mengemukakan tempat tersangka diperiksa (Pasal 18 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana)
Di dalam melakukan tindakan penangkapan, asas praduga tak bersalah
harus dihormati dan dijunjung tinggi sesuai dengan harkat dan martabat anak dan
juga harus dipahami sebagai orang yang belum mampu memahami masalah
hukum yang terjadi atas dirinya. Melakukan penangkapan terhadap anak yang
diduga melakukan tindak pidana, didasarkan pada bukti yang cukup dan jangka
waktunya terbatas dalam satu hari. Melakukan penangkapan, diperhatikan hakhak anak sebagai tersangka seperti, hak mendapat bantuan hukum pada setiap
tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan oleh Undang-Undang
(Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

57

Setelah tindakan Penangkapan, dapat dilakukan tindakan penahanan.
Penahanan ialah penempatan tersangka atau terdakwa ke tempat tertentu oleh
Penyidik Anak atau Penuntut Umum Anak atau Hakim Anak dengan penetapan
dalam hal serta menunrut cara yang diatur dalam Undang-Undang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana
Anak, menentukan bahwa tersangka atau terdakwa dapat ditahan. Karena ada
istilah “dapat” ditahan, berarti penahanan anak tidak selalu harus dilakukan,
sehingga dalam hal ini penyidik diharapkan betul-betul mempertimbangkan
apabila melakukan penahanan anak. Penahanan terhadap anak tidak boleh
dilakukan dalam hal anak memperoleh jaminan dari orang tua/wali dan/ atau
57

Romli Atmasasmita, Peradilan Anak di Indonesia, Mandar Maju, 1997, Bandung, hal.

166

Universitas Sumatera Utara

lembaga bahwa anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau
merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana. Penahanan
terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut :
a. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih;
b. Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh)
tahun atau lebih.
Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus
tetap dipenuhi. Melindungi keamanan anak, dapat dilakukan penempatan anak di
Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang diatur dalam Pasal 32
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal 33 Undang-Undang Sistem
Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa penahanan. Sebagaimana Pasal 32
untuk kepentingan Penyidikan dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari. Jangka waktu
penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permintaan penyidik dapat
diperpanjang oleh Penuntut Umum paling lama 8 (delapan) hari. Dalam hal
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada pasal (2) telah berakhir, anak wajib
dikeluarkan demi hukum. Penahanan terhadap anak dilaksanakan di Lembaga
Penempatan Anak Sementara (LPAS), dalam hal tidak terdapat LPAS, penahanan
dapat dilakukan di LPAS. 58
Untuk kepentingan penuntutan dilakukan penahanan, Penuntut Umum
dapat melakukan penahanan paling lama 5 (lima) hari. Jangka waktu penahanan
atas permintaan Penuntut Umum dapat diperpanjang oleh Hakim Pengadilan
Negeri paling lama 5 (lima) hari. Dalam hal jangka waktu 5 (lima) hari telah

58

M.Nasir Djamil, Op.cit, hal.157

Universitas Sumatera Utara

berakhir, anak wajib dikeluarkan demi hukum (Pasal 34 Undang-Undang Sistem
Peradilan Pidana Anak).Penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di
sidang pengadilan, Hakim dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh)
hari. Jangka waktu atas permintaan Hakim dapat diperpanjang oleh Ketua
Pengadilan Negeri paling lama 15 (lima belas) hari. Dalam hal jangka waktu 15
(lima belas) hari telah berakhir dan Hakim belum memberikan putusan, Anak
wajib dikeluarkan demi hukum (Pasal 35 Undang-Undang Sistem Peradilan
Pidana Anak). Penetapan pengadilan mengenai penyitaan barang bukti dalam
perkara anak harus ditetapkan paling lama 2 (dua) hari (Pasal 36 Undang-Undang
Sistem Peradilan Pidana Anak) 59
Pasal 37 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan
bahwa dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat
banding, Hakim Banding dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh)
hari, atas permintaan Hakim Banding dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan
tinggi paling lama 15 (lima belas) hari. Jangka waktu 15 (lima belas) hari dan ayat
(2) telah berakhir dan Hakim banding belum memberikan putusan, anak wajib
dikeluarkan demi hukum.Penahanan terpaksa dilakukan untuk kepentingan
pemeriksaan ditingkat kasasi, Hakim Kasasi dapat melakukan penahanan paling
lama 15 (lima belas) hari dan dapat diperpanjang 20 (hari) atas permintaan Hakim
Kasasi oleh ketua Mahkamah Agung. Dalam hal ini jangka waktu tersebut telah
berakhir dan hakim kasasi belum memberikan putusan, anak wajib dikeluarkan
demi hukum (Pasal 38 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak).Dasar

59

Maidin Gultom, Op.cit, hal. 123

Universitas Sumatera Utara

diperkenankannya suatu penahanan anak, adalah adanya dugaan keras
berdasarkan bukti yang cukup, bahwa anak telah melakukan tindak pidana
(kenakalan). Dalam menentukan “diduga keras” dan “buktian permulaan”, sebab
bisa saja penyidik

salah

menduga atau menduga-duga,

dimana tidak

mencerminkan perlidungan anak dan anak dapat menjadi korban ketidakcermatan
atau ketidaktelitian penyidik. Menentukan bukti ysng cukup sebagai bukti
permulaan, dalam KUHAP tidak diatur dengan tegas yang tidak mencerminkan
perlindungan anak. Menurut penyidik, bukti permulaan telah cukup, padahal
Hakim dalam Pra-Peradilan (apabila diajukan praperadilan oleh anak/penasihat
hukumnya) memutuskan bahwa penahanan tidak sah, anak sudah dirugikan
terutama dari segi mental, anak merasa tertekan dan trauma atas pengalamanpengalaman tersebut. 60
Syarat normatif ini masih ditambah ketentuan ayat berikutnya, yaitu
bahwa selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus tetap
terpenuhi. Pembuat Undang-Undang mewajibkan penahanan terhadap anak
dilaksanakan di Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) atau Lembaga
Penyelenggaraan Kesejahteraan Anak (LPKS). Penahanan di dua lembaga ini
hakikatnya guna memberikan pembinaan, keterampilan dan hak anak untuk tetap
menerima kesejahteraan meskipun ia berstatus terpidana. LPAS dan LPAS tidak
berada di semua kota/ kabupaten sehingga salah satu hambatan penyidik ketika
akan melakukan penahanan. Keberadaan rumah tahanan di polres, meskipun
sudah direnovasi dengan memisahkan tahanan dewasa dari anak dan perempuan,

60

Ibid

Universitas Sumatera Utara

tetap bukan tempat penahanan bagi anak. Pasalnya rumah tahanan di polres,
bukan pengemban fungsi sebagai LPAS atau LPAS. Penahanan anak di rutan
yang bukan pengemban fungsi sebagai LPAS maupun LPAS, membuka celah
untuk praperadilan bahwa penahanan tersebut tidak sah. Melanggar UndangUndang Penahanan di LPAS dan LKAS di luar polres, sangat tidak efektif dalam
proses penyidikan terhadap anak yang hanya diberi waktu 15 hari. Pemberkasan
selama 15 hari ini harus tuntas.
Ada pihak lain yang dilibatkan, yaitu penelitian masyarakat oleh Bapas
dan penetapan izin penyitaan oleh Pengadilan Negeri. Ini butuh waktu, meskipun
sudah terjalin koordinasi dan komunikasi. Kembali pada perlunya sosialisasi
kepada publik, desakan massa bahwa pelaku tindak pidana harus ditahan, menjadi
tugas stakeholders, tak hanya penyidik, untuk menjelaskan. meminimalisir adanya
tersangka yang masih anak-anak atau dibawah umur dan ditangkap massa, terjadi
pemaksaan kehendak untuk menahannya dengan melanggar perundangundangan. Tentu lebih ironis bila ada penyidik berpersepsi karena harus melayani
kemauan publik maka ia memaksakan diri melakukan penahanan dengan
mengabaikan beberapa persyaratan yang sudah diatur dalam undangundang.
Filosofi kelahiran Undang-Undang Sistem Peradilan Anak adalah untuk
menempatkan kepentingan terbaik bagi anak, meskipun berstatus tersangka.
Karenanya, keputusan menahan tersangka anak harus mempertimbangkan
kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya, dimana merupakan implementasi
penghargaan bagi hak asasi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah,

Universitas Sumatera Utara

masyarakat, keluarga dan orang tua. Penahanan terhadap anak, merupakan
alternatif terakhir, yang sejatinya baru ditempuh oleh penyidik. 61
Beijing Rules menjelaskan bahwa “penahanan sebelum pengadilan hanya
digunakan sebagai pilihan langkah terakhir dan untuk jangka waktu yang
sesingkat-singkatnya (butir 1)”Di upayakan penahanan sebelum pengadilan akan
diganti dengan langkah-langkah alternatif, seperti pengawasan secara dekat,
perawatan intersif atau penempatan pada sebuah keluarga atau pada suatu tempat
atau rumah pendidikan (butir 2) 62
Pembinaan terhadap anak yang telah terlanjur melakukan tindak pidana
merupakan tanggung jawab semua pihak. Orang tua mempunyai kewajiban dan
tanggung jawab memperbaiki kondisi anak yang sudah terlanjur masuk ke dalam
proses hukum. Masyarakat berkewajiban mengontrol perbaikan anak sehingga
tidak mengulangi tindakan kriminal lagi atau menjadi kriminal kambuhan
(residivism).

Lembaga-lembaga

sosial

dan

kemasyarakatan

yang

sudah

berpengalaman dalam menangani permasalahan sosial cukup efektif untuk
menjadi tempat pembinaan dan pemulihan anak seterlah terlanjur terjerumus ke
dalam perilaku kriminal sebelumnya. Dengan pembinaan dan pendidikan serta
bimbingan semua pihak diharapkan anak tersebut dapat terus berkembang ke arah
yang baik dan tidak mengulangi tindakannya kembali. Menurut pasal 3 UndangUndang Sistem Peradilan Pidana Anak, setiap anak dalam proses peradilan pidana
anak berhak :

61

Diakses dari situs http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/ketentuan-penahanan-anak/,
pada tangga 24 April 2016, pukul 17.33 Wib
62
Butir 1 dan butir 2 The Beijing Rules

Universitas Sumatera Utara

a. Diperlakukan secara manusiawi dengan memerhatikan kebutuhan sesuai
dengan umurnya;
b. Dipisahkan dari orang dewasa
c. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif
d. Melakukan kegiatan rekreasional
e. Bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang
kejam,tidak manusiawi; serta meredahkan derajat dan martabatnya
f. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
g. Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir
dan dalam waktu yang paling singkat;
h. Memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak
memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
i.

Tidak dipublikasikan identitasnya;

j.

Memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh
Anak;

k. Memperoleh advokasi sosial;
l.

Memperoleh kehidupan pribadi;

m. Memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;
n. Memperoleh pendidikan;
o. Memperoleh pelayananan kesehatan; dan
p. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 63

63

Pasal 3 Undang-Undang Nomor. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Universitas Sumatera Utara

Anak yang terpaksa ditahan dalam proses peradilannya maka anak dapat
dititipkan pada lembaga atau agen sosial dengan fasilitas yang memisahkan anak
dari orang dewasa. lembaga atau agen sosial yang dimaksud tidak ada, maka anak
dapat ditempatkan dirumah tahanan dengan fasilitas yang terpisah dari
pelanggaran hukum dewasa (butir 13 ayat ke 4 dan ke 5 The Beijing Rules). butir
11 The Beijing Rules mengatur tentang pengalihan (diversion) yang dijelaskan
bahwa terhadap pelanggaran hukum muda harus mendapatkan pertimbangan,
bilamana layak, maka penanganannya dapat tanpa menggunakan peradilan formal
oleh pihak yang berkompeten.
Kewenangan polisi, penuntut umum atau badan-badan lain yang
menangani perkara anak untuk memutuskan perkara-perkara anak menurut
kebijaksananaan mereka, tanpa menggunakan pemikiran awal yang formal, sesuai
dengan kriteria yang ditentukan dalam sistem hukum masing-masing dan juga
sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam peraturan-peraturan ini. Pengalihan
apapun yang melibatkan perujukan kepada pelayanan-pelayanan masyarakat atau
pelayanan lain yang memerlukan persetujuan anak atau orang tua walinya dengan
syarat keputusan merujuk perkara tergantung pada kajian pihak berwenang yang
berkompoten atas permohonan, agar mempermudah pelulusan kebebasan
membuat keputusan pada perkara-perkara anak. 64
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1), Anak yang sedang menjalani masa pidana
berhak:
a. mendapat pengurangan masa pidana;

64

Ibid

Universitas Sumatera Utara

b. memperoleh asimilasi;
c. memperoleh cuti mengunjungi keluarga;
d. memperoleh pembebasan bersyarat;
e. memperoleh cuti menjelang bebas;
f. memperoleh cuti bersyarat; dan
g. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan 65.
2. TahapPenuntutan pada sistem peradilan pidana anak sebagai Pelaku
Di dalam Pengadilan Anak wewenang penuntutan terhadap anak-anak
yang diduga melakukan tindak pidana ada pada Jaksa penuntut umum, yang
ditetapkan berdasarkan surat keputusan Jaksa Agung. Dalam hal penuntutan
umum berpendapat bahwa hasil penyidikan yang dilakukan oleh anak-anak, maka
jaksa penuntut umum dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan sesuai
kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Undang-Undang Nomor. 8 tahun 1981
tentang

Kitab

Undang-Undang

Hukum

Acara

Pidana)

dan

kemudian

melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan.
Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor.16 tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia, khususnya mengenai tugas dan weweang Jaksa,
memang tidak ditemukan landasan Hukum yang secara khusus menangani anak
yang melakukan pelanggaran hukum pidana. Namun, kewenangan itu terbatas
pada kejaksaan aguang dan tidak dimiliki oleh jaksa menangani perkara. Ada
beberapa ketentuan internasional yang dapat digunakan, seperti ketentuan The

65

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak

Universitas Sumatera Utara

Beijing Rules dan Konvenan Internasional Hak Sipil dan Hak Politik. The
Beijing Rules butir ke 11.1 dan 11.2 dapat digunakaan sebagai alas hukum untuk
mengabaikan perkara anak.
Pasal 11.1 yang berisi;
“Consideration shall be given, wherever appropriate, to dealing with juvenile
offenders without resorting to formal trial by the competent authority, referred to
in rule” Yang menyatakan bahwa pertimbangan anak diberikan, bilamana layak
untuk menangani pelanggar-pelanggar hukum berusia muda tanpa menggunaka
pengadilan formal oleh pihak berwenang yang berkompeten.Pasal 11.2 yang
berisi;
“The police, the prosecution or other agencies dealing with juvenile cases
shall be empowered to dispose of such cases, at their discretion, without recourse
to formal hearings,in accordance with the criteria laid down for that purpose in
the respective legal system and also in accordance with the principles contained
in these Rules”
Yang menyatakan bahwa Penuntut umum atau badan-badan lain yang
menangani perkara-perkara anak akan diberi kuasa unruk memutuskan perkaraperkara

demikian,

menurut

kebijaksanaan

mereka,

tanpa

menggunakan

pemeriksaan-pemeriksaan awal yang formal, sesuai dengan kriteria yang
ditentukan untuk tujuan itu di dalam sistem hukum masing-masing dan juga
sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam peraturan itu 66

66

Irma Setyowati Sumitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara Jakarta,1990,

hal. 89

Universitas Sumatera Utara

Penanganan perkara anak yang tidak dibedakan dengan perkara orang
dewasa dipandang tidak tepat karena sistem yang demikian akan merugikan
kepentingan anak yang bersangkutan. Anak yang mendapat tekanan ketika
pemeriksaan perkaranya sedang

berlangsung

akan

mempengaruhi sikap

mentalnya. Ia akan merasa sangat ketakutan, merasa stres dan akibat selanjutnya
ia menjadi pendiam dan tidak kreatif. Dalam dirinya ia merasa dimarahi oleh
pejabat pemeriksa dan merasa pula dirinya dijauhi oleh masyarakat. Hal ini yang
sangat merugikan kepentingan anak, jangan sampai nantinya setelah perkaranya
selesai atau kembali ke masyarakat setelah menjalani masa hukuman, anak
menjadi bertambah kenakalannya. Jangan sampai si anak yang pernah tersangkut
perkara pidana tidak dapat bergaul dengan baik, sehingga tidak dapat
mengabdikan diri kepada nusa dan bangsa. 67
Oleh karena itu dalam menangani perkara anak terutama bagi para petugas
hukum diperlukan perhatian khusus, pemeriksaannya atau perlakuannya tidak
dapat disama ratakan dengan orang dewasa, perlu dengan pendekatanpendekatan
tertentu sehingga si anak yang diperiksa dapat bebas dari rasa ketakutan dan rasa
aman. 68
Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
1. telah berpengalaman sebagai penuntut umum;

67
68

Gatot Supramono, Hukum AcaraPengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, 2000, hal. 10
Ibid, hal 11

Universitas Sumatera Utara

2. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan
telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak. 69
Tindak lanjut pelimpahan berkas perkara ke pengadilan, penuntut
berkewajiban menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan
hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada
terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang telah ditentukan.
tugas selanjutnya setelah waktu persidangan dimulai adalah penuntutan, menuntut
perkara demi kepentingan hukum sebagai penuntut umum menurut ketentuan
undang-undang ini seperti penetapan hakim.Di dalam keadaan dibutuhkan untuk
kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau
penahanan lanjutan. Penahanan tersebut dilakukan paling lama 10 (hari). Di
dalam waktu tersebut pemeriksaan belum selesai, penuntut umum meminta untuk
dapat memperpanjang penahanan oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang
paling lama 15 (lima belas) hari.Di dalam waktu 25 (dua puluh lima) hari,
penuntut umum harus melimpahkan berkas perkara belum dillimpahkan ke
Pengadilan Negeri, maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum. 70
Penuntut Umum wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 (tujuh) hari
setelah menerima berkas perkara dari penyidik. Diversi dilaksanakan paling lama
30 (tiga puluh) hari. Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai kesepakatan,
Penuntut Umum menyampaikan berita acara Diversi beserta Kesepakatan Diversi
kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk dibuat penetapan. Dalam hal ini Diversi
gagal, Penuntut Umum wajib menyampaikan berita acara Diversi dan
69

Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak
70
Pasal 46 ayat (5) Undang-Undang Nomor.3 tahun 1997 tentang pengadilan anak

Universitas Sumatera Utara

melimpahkan perkara ke pengadilan dengan melampirkan laporan hasil penelitian
ke masyarakatan 71Pemahaman aparat kejaksaan terhadap Undang-Undang Sistem
Peradilan Pidana Anak, tidak memadai. Hal ini terlihat dengan beberapa alasan,
seperti; pemahaman tentang pengertia anak, masih ada yang memahami anak
adalah yang berumur 18 (delapan belas) tahun ke bawah, bahkan memahami
bahwa anak adalah yang berumur 16 (enam belas) tahun ke bawah. Pemahaman
tentang jangka waktu penahanan yang singkat terhadap anak yaitu atas
pertimbangan kepentingan pertumbuhan fisik, mental dan sosial anak. Hambatan
lainnya adalah kurangnya pemahaman aparat tentang pemeriksaan anak secara
rahasia, kurangnya pengetahuan tentang perlindungan anak, kurangnya koordinasi
antara instansi yang terkait. Dalam sidang anak, ada kemungkinan penyimpangan
perkara, dimana terdapat 2 alasan, yaitu :
a. penyimpangan perkara berdasarkan asas opportunitas kerena alasan demi
kepentingan umum;
b. penyampingan perkara karena alasan demi kepentingan hukum. 72
“Demi hukum” tidak sama pengertiannya dengan “Demi Kepentingan
Umum” sebab hukum juga mengatur kepentingan individual selain kepentingan
umum. Perkara yang ditutup “demi hukum” tidak dideponir secara defenitif, tetapi
masih dapat ditentukan dengan alasan baru, tetapi perkara yang ditutup definitif
demi kepentingan umum, tidak boleh dituntut kembali walaupun cukup alat
buktinya.
Terdapat 3 alasan tidak melakukan penuntutan, yaitu :
71
72

Pasal 42 Undang-Undang Nomor. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Maidin Gultom, Op.cit,hal. 141

Universitas Sumatera Utara

a. Demi kepentingan Negara
b. Demi Kepentingan Masyarakat
c. Demi Kepentingan Pelaku/Tersangka 73
Kategori kepentingan Negara apabila dari suatu perkara akan memperoleh
tekanan yang tidak seimbang, sehingga kecurigaan rakyat dalam keadaan tersebut
menyebabkan kerugian besar negara, maka terhadap perkara tersebut tidak
dilakukan penuntutan. Katagori kepentingan masyarakat, dilakukan atas
pemikiran-pemikiran yang telah atau sedang berubah dalam masyarakat. Hukum
yang berlaku itu berorientasi pada kenyataan-kenyataan sehari-hari masyarakat,
semua kaidah hukum bersenyewa dengan peristiwa hukum dan selalu
menyelaraskan

tatanan

hidup

dengan

lingkungan

sekitarmya.

Katagori

kepentingan tersangka/pelaku tidak menghendaki penuntutan karena menyangkut
persoalan-persoalan yang merupakan perkara kecil atau jika melakukan tindak
pidana telah membayar kerugian, dan dalam keadaan ini masyarakat tidak
mempunyai cukup kepentingan dengan penuntutan atau penghukuman.
Hak-hak anak dalam proses penuntutan, meliputi hak-hak sebagai berikut:
a. Menetapkan masa tahanan anak Cuma pada sudut urgensi pemeriksaan
b. Membuat dakwaan yang dimengerti anak
c. Secepatnya melimphkan perkara ke pengadilan
d. Melaksanakan ketetapan hakim dengan jiwa dan semangat pembinaan atau
mengadakan rehabilitasi.
Hak-hak anak pada saat pemeriksaan di kejaksaan sebagai berikut:

73

Ibid

Universitas Sumatera Utara

a. Hak untuk mendapatkan keringanan masa/waktu penahanan
b. Hak untuk mengganti status penahanan rumah tahanan negara menjadi
berada di dalam tahanan rumah atau tahanan kota
c. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ancaman, penganiayaan,
pemerasan dari pihak yang beracara
d. Hak untuk mendapatkan fasilitas dalam rangka pemeriksaan dan
penuntutan
e. Hak untuk didampingi oleh penasihat hukum.
Menurut ketentungan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak
yang selaras dengan ketentuan Pasal 140 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, penuntut umum dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan,
dimana surat dakwaan merupakan dasar adanya suatu perkara pidana, yang juga
merupakan dasar hakim melakukan pemeriksaan. Setelah penuntut umum
membuat surat dakwaan, dilimpahkan ke Pengadilan dengan membuat surat
pelimpahan perkara dilampirkan surat dakwaan, berkas perkara dan surat
permintaan agar pengadilan Negeri yang bersangkutan segera mengadilinya.

74

3. TahapPersidangan pada sistem peradilan pidana anak sebagai pelaku
Menurut Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak nomor 11 tahun
2012; Pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara Anak dilakukan oleh
Hakim yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua

74

Maidin Gultom, Op.cit, hal. 142

Universitas Sumatera Utara

pengadilan negeri yang bersangkutan melalui ketua pengadilan tinggi. Dengan
syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim sebagaimana dimaksud, yaitu:
a. telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum;
b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan
c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.

75

Hakim memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat pertama
dengan hakim tunggal. Ketua pengadilan negeri dapat menetapkan pemeriksaan
perkara Anak dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya. Di
dalam setiap persidangan Hakim dibantu oleh seorang panitera atau panitera
pengganti.
Menurut ketentuan

Pasal 47 Undang-Undang Pengadilan Anak, untuk

kepentingan pemeriksaan, hakim sidang peradilan berwenang mengeluarkan surat
perintah penahanan anak untuk paling lama 15 (lima belas) hari, jika belum
selesai diperpanjang penahanan hingga 30 (tiga puluh) hari. Jangka waktu 45
(empat puluh lima) hari keluar demi kepentingan hukum.Lamanya proses
pengadilan seorang anak untuk dibuktikan bersalah atau tidaknya anak berada
dalam penahanan menjadi renungan bagi semua pihak untuk memikirkan kembali
kondisi tentang kejiwaan dan perkembangan anak. Lamanya proses pengadilan ini
membukt ikan bahwa Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan
Anak belum sesuai dengan The Beijing Rules sebagai pedoman peradilan anak di
dunia. Proses tahapan persidangan yang dilalui oleh anak dalam persidangan,
75

Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak.

Universitas Sumatera Utara

menambah panjangnya penderitaan yang dihadapi oleh anak. Mulai dengan
pembukaan sidang pengadilan, dimana hakim memanggil terdakwa dan
memeriksa identitas terdakwa degan teliti sampai proses pembacaan putusan.
Sama dengan proses penyelesaian kasus orang dewasa, setelah terdakwa
menerima vonis atau putusan hakim ia masih memilki upaya hukum untuk
mencari keadilan. Upaya hukum yang dapat ditempuh baik oleh terdakwa yaitu;
upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. 76 Untuk memeriksa perkara di
tingkat banding, Hakim Banding ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua
Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan. 77Syarat
untuk menjadi hakim harus dengan ketentuan Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang
Sistem Peradilan Anak. 78 Hakim Banding Anak dalam perkara sebagai Hakim
tunggal, kecuali dalam hal tertentu dan dipandang perlu oleh ketua Pengadilan
Tinggi dapat dilakukan pemeriksaan dengan sidang majelis hakim. 79
Pemeriksaan perkara Anak Nakal ditingkat Kasasi, dilakukan oleh Hakim
Kasasi ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung 80 Syarat
pengangakatan Hakim Kasasi anak , disesuaikan dengan ketentuan Pasal 43 ayat
(2). Hakim Kasasi memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat kasasi
dengan hakim tunggal

81

Di dalam rangka pemeriksaan di persidangan, Pasal 35

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa dalam hal
penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan,

76

Marlina, Op.cit, hal.108
Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak
78
Pasal 46 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak
79
Marlina, Op.cit, hal.141
80
Pasal 48 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak
81
Pasal 49 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak
77

Universitas Sumatera Utara

Hakim dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari dan atas
permintaan hakim dapat diperpanjang 15 (lima belas) hari oleh Ketua Pengadilan
Negeri. Dalam hal jangka waktu tersebut telah berakhir dan hakim belum
memberikan putusan maka, anak wajib dikeluarkan demi hukum.Pasal 37
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa dalam hal
penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat banding, Hakim
banding dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari dan atas
permintaan hakim banding dapat diperpanjang 15 (lima belas) hari oleh Ketua
Pengadilan tinggi. Dalam hal jangka waktu tersebut telah berakhir dan hakim
banding belum memberikan putusan maka, anak wajib dikeluarkan demi hukum. 82
Pasal 38 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan
bahwa dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat
Kasasi, Hakim Kasasi dapat melakukan penahanan paling lama 15 (lima belas)
hari dan atas permintaan hakim kasasi dapat diperpanjang 20 (dua puluh) hari oleh
Ketua Mahkamah Agung. Dalam hal jangka waktu tersebut telah berakhir dan
hakim kasasi belum memberikan putusan maka, anak wajib dikeluarkan demi
hukum.
Hakim dalam memberikan keputusan terhadap anak masih menetapkan
putusan pidana penjara terhadap anak 83 , dimana putusan hakim anak harus
mempertimbangkan mengenai unsur-unsur (bestandellen) pasal yang didakwaan
oleh jaksa penuntut umum anak dalam surat didakwaanya. Unsur-unsur pasal
tersebut harus seluruhnya terbukti dan apabila salah satu unsur tidak terbukti, anak
82
83

Maidin Gultom Op.cit, , hal.147
Pasal 38 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak

Universitas Sumatera Utara

akan diputus bebas. Hal ini dikarenakan tuntutan yang dilakukan oleh penuntut
umum masih mengajukan tuntutan pidana terhadap pelaku anak. Anak pelaku
tindak pidana dihidarkan dari pidana penjara dengan mencari alternatif tindakan
sebagaimana diatur dalam butir 17 angka 1,2,3, dan 4 Beijing Rules. Putusan
pidana berupa pidana penjara dalam jangka waktu tertentu terhadap anak. . Untuk
menentukan lamanya pidana (sentencing atau straftoemeting) hakim anak juga
menguraikan

tentang

keadaan

baik

yang

memberatkan

maupun

yang

meringankan. 84Adapun alasan pengadilan melakukan pemutusan pidana adalah;
1. karena telah terbukti memenuhi unsut-unsur tindak pidana yang telah
dituntutkan padanya
2. anak telah ditahan selama proses pengadilan, mulai saat penyidikan,
penuntutan sampai pada saat persidangan, sehingga dengan diputus pidana
maka putusan pidana kurungan dapat dikurangi atau hampir sama dengan
masa penahanan yang telah dilakukannya.
Pertimbangan pemutusan hukum yang dilakukan oleh hakim dalam proses
persidangan yaitu, jika tindak pidana yang dilakukan oleh anak tergolong ringan,
jaksa menuntut pidana dibawah 1 (satu) tahun.terhadap tuntutan jaksa tersebut,
hakim akan mempertimbangkan berdasarkan bukti dan saksi yang ada. Hakim
akan memutuskan pidana penjara terhadap seorang anak seringan-ringannya
adalah 4(empat) bulan, dipotong masa tahanan 3 (bulan), jadi anak
akanmenjalankan pidana penjaranya tinggal 1 (satu) bulan lagi.

84
85

85

setelah

Marlina Op.cit, , hal 109
ibid

Universitas Sumatera Utara

persidangan, anak yang berstatus atau berkedudukan sebagai pelaku memiliki hak
meliputi :
a. hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi
sesuai dengan pancasila, Undang-Undang 1945 dan ide kemasyarakatan
b. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan
dan menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja
c. hak untuk tetap untuk dapat berhubungan dengan orang tuanya atau
keluarganya 86
Pengembangan hak-hak anak dalam proses peradilan pidana merupakan suatu
hasil interaksi anak dengan keluarga, masyrakat, penegak hukum yang saling
mempengaruhi, dimana perlu meningkatkan kepedulian terhadap perlindungan
dan memerhatikan hak-hak anak demi kesejahteraan anak.
4. Tahap Lembaga Pembinaan Khusus Anak Pada Sistem Peradilan
Pidana Anak Sebagai Pelaku
Ketentuan mengenai penempatan secara terpisah ini sudah diatur dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu antara lain Undang-Undang
Nomor

12

Tahun

1995

Tentang

Pemasyarakatan

(selanjutnya

disebut

UndangUndang Pemasyarakatan) yang pada pasal 4 disebutkan bahwa Lembaga
Pemasyarakatan termasuk Lembaga Pemasyarakatan Anak didirikan disetiap
ibukota kabupaten atau kotamadya. Lembaga Pemasyarakatan ini setelah
berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak (selanjutnya disebut Undang-Undang SPPA) berganti istilah menjadi

86

ibid

Universitas Sumatera Utara

Lembaga Pembinaan Khusus Anak ( selanjutnya disebut LPKA).Keberadaan
anak-anak dalam tempat penahanan dan pemenjaraan bersama orang-orang yang
lebih dewasa, menempatkan anak-anak pada situasi rawan menjadi korban
berbagai tindak kekerasan 87Kondisi lembaga pemasyarakatan akan menghambat
tercapainya tujuan pembinaan dalam sistem pemasyarakatan bagi Anak yang
tercermin dalam pasal 2 undang-undang Pemasyarakatan, yang berbunyi
“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk
Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab”
Penjara anak di dalam undang-undang sistem peradilan pidana anak
dikenal dengan Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Lembaga Pembinaan Khusus
Anak atau disingkat LPKA adalah lembaga atau tempat anak menjalani masa
pidananya

88

apabila dalam suatu daerah belum terdapat LPKA, anak dapat

ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan yang penempatannya terpisah dari
orang dewasa. Anak yang dijatuhi pidana penjara ditempatkan dalam LPKA.
Anak dalam hal ini memperoleh pembinaan, pembimbingan, pengawasan,
pendampingan, pendidikan dan pelatihan serta hak lain sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan

yang

bberlaku.

Hak

yang

diperoleh anak

selama

ditempatkan di LPKA diberikan sesuai dengan ketentuan undang-undang tentang
pemasyarakatan.

Di

dalam

pemberian

hak

tersebut,

tetap

perlu

87

Nashriana, Op.cit hlm 159
Pasal 1 ayat (20) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan
pidana anak
88

Universitas Sumatera Utara

diperhatikanpembinaan bagi anak yang bersangkut an, antara lain mengenai
pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental maupun sosial. LPKA
juga wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, keterampilan, pembinaan
dan pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. 89
Di dalam LPKA anak tersebut akan digolongkan bedasarkan umur, jenis
kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan Kriteria lainnya sesuai
dengan kebutuhan atau dalam rangka pembinaan. 90 LPKA berkewajiban untuk
memindahkan anak yang belum selesai menjalani pidana di LPAK dan telah
mencapai umur 18 (delapan belas) tahun ke lembaga pemasyarakatan pemuda. 91
Anak yang telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetapi belum selesai
menjalani pidana, anak dipindahkan ke lembaga permasyarakatan dewasa dengan
memperhartikan kesinambungan pembinaan anak,

92

apabila tidak terdapat

lembaga pemasyarakatan pemuda, kepala LPAK dapat memindahkan anak yang
berusia 18 ( delapan belas) tahun ke lembaga pemasyarakatan dewasa berdasarkan
rekomendasi dari pembimbing masyarakat. 93
Di dalam pembinaan Narapidana dan Anak didik Permasyarakatan dikenal
10 (sepuluh) Prinsip pemasyarakatan, yaitu:
a. Ayomindan berikan bekal agar mereka dapat menjalankan perananan
sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna
89

Angger Sigit dan Fuady Primaharsya, Op.cit hal 95
Diakses dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fe2cc383856d/penerapanpidana-penjara-bagianak pada tanggal 6 juni 2016 pada pukul 16:19 wib
91
Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan Anak
92
Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan Anak
93
Pasal 86 ayat (3) Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan Anak
90

Universitas Sumatera Utara

b. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam oleh negara
c. Berikan bimbingan bukan penyiksaan, supaya mereka bertobat
d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat
daripada sebelum dijatuhi pidana
e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, napi dan anak didik harus
dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat
f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat sekedar
pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaann untuk memenuhi
kebutuhan jawaban atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja,
pekerjaan dimasyarakat dan menunjang usaha peningkatan produksi
g. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak harus
didik berdasarkan Pancasila
h. Narapidana dan anak didik sebagai orang tersesat adalah manusia dan
mereka harus diperlakukan sebagai manusia, martabat dan harkatnya
sebagai manusia harus dihormati
i.

Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan
sebagai satu-satunya derita yang dapat dialami

j.

Disediakan dan dipupuk sarana-saran yang dapat mendukung fungsi,
rehabilitasi, koreksi dan edukatif sistem pemasyarakatan94
Hambatan dalam melakukan pembinaan narapidana adalah kurangnya

sumber daya manusia yang beprofesional, dikarenakan pendidikan yang diemban
petugas lembaga pemasyarakatan anak berpengaruh dalam pemahaman penting

94

Maidin Gultom, Op.cit, hal.168

Universitas Sumatera Utara

atau tidak perlindungan anak. Pengetahuan dan pemahaman tentang perundanganundangan yang berkaitan dengan Peradilan Pidana Anak, kesejahteraan anak dan
peraturan lain yang berkaitan, dimana pendidikan yang diemban juga
memengaruhi tingkat kemampuan untuk melahirkan ide-ide/kebijakan-kebijakan
yang diambil dalam rangka perlindungan anak, terutama apabila peraturan
perundang-undangan tidak menentukan secara tegas atau sama sekali tidak
mengatur hal-hal tertentu. Kemampuan melakukan pendekatan-pendekatan
terhadap

Narapidana Anak dalam merubah mental dan perilakunya melalui

pembinaan-pembinaan dipengaruhi tingkat pendidikan yang diemban petugas.Bila
sumber daya manusia tidak diperhatikan/diperbaiki, maka menimbulkan dampak
negatif yang menciptkan narapidana bukan semakin baik tetapi menjadi monstermonster yang siap melakukan tindak pidana lagi setelah menjalani pidananya
diLembaga Pemasyarakatan Anak. 95
Pembinaan

atau

bimbingan

merupakan sarana

yang

mendukung

keberasilan negara menjadikan narapidana menjadi anggota masyarakat, dimana
lembaga

pemasyatakatan

berperan

dalam

pembinaan

narapidana,

yang

memperlakukan narapidana agar menjadi baik. Tahap pembinaan yang terdapat
pada ayat (1) terdiri atas 3 (tiga) tahap (pasal 17 ayat (2) PP no.31 tahun 1999,
yaitu :
1. Tahap awal, meliputi :
1. Masa pengamatan, pengenalan dan penelitian lingkungan paling lama 1
(satu) bulan

95

ibid, hal 169

Universitas Sumatera Utara

2. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian
3. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian
4. Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal
2. Tahap lanjutan, meliputi;
1. Perencanaan program pembinaan lanjutan
2. Pelaksanaan program pembinaan lanjutan
3. Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan
4. Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi
3. Tahap akhir, meliputi;
1. Perencanaan program integrasi
2. Pelaksanaan program integrasi
3. Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir
4. Penetapan pembinaan sesuai dengan ayat (1), (2), (3) ditetapkan melalui
sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan
5. Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan sesuai dengan sesuai dengan ayat
(4) Kepala Lapas Anak Wajib memerhatikan Litmas
6. Ketentuan mengenai bentuk dan jenis kegiatan program pembinaan
sesuai dengan ayat (1), (2), (3) diatur lebih lanjut dalam Keputusan
Menteri
Asas pembinaan/pemasyarakatan adalah :
a. Pengayoman
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan
c. Pendidikan

Universitas Sumatera Utara

d. Pembimbingan
e. Penghormatan harkat dan martabat manusia
f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan
g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orangorang tertentu. 96
Sesuai dengan asas pembinaan , sasaran pemasyarakatan terbagi atas 2
bagian, yaitu:
a. Sasaran Khusus
Pembinaan terhadap individu Warga Binaan Pemasyarakatan adalah
meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan yang meliputi :
1. Kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Kualitas Intelektual
3. Kualitas sikap dan perilaku
4. Kualitas profesionalisme dan keterampilan
5. Kualitas kesehatan jasmani dan rohani
b. Sasaran umum
Sasaran umum pada dasarnya merupakan indikator-indikator yang secara
umum

digunakan

untuk

mengukur

keberhasilan

pelaksanaan

sistem

pemasyarakatan
Agar tercapainya sasaran, maka -jenis pembinaan anak dapat digolongkan atas
3 (tiga) yaitu :
1. Pembinaan Mental

96

Ibid,hal.172

Universitas Sumatera Utara

Pembinaan mental dilakukan mengingat terpidana mempunyai problem
seperti perasaan bersalah, merasa diatur kurang biasa mengontrol emosi, merasa
rendah diri yang diharapkan secara bertahap mempunyai keseimbangan emosi.
Pembinaan mental yang dilakukan adalah memberikan pengertian agar dapat
menerima dan menangani rasa frustasi dengan wajar, melalui ceramah,
memperlihatkan rasa prihatin melalui bimbingan berupa nasihat, merangsang dan
mengunggah

semangat

narapidana

untuk

mengembangkan

keahliannya,

memberikan kepercayaan kepada anak bimbing dan menanaman rasa percaya diri
untuk menghilangkan rasa cemas dan gelisah dengan menekankan pentingnya
agama
2. Pembinaan Sosial
Pembinaan sosial mengembangkan pribadi dan hidup kemasyarakatan
anak. Aktivitas yang dilakukan adalah memberikan bimbingan tentang hidup
bermasyarakat yang baik dan memberitahukan norma-norma agama, kesusilaan,
etika pergaulan dan pertemuan dengan

keluarga korban, mengadakan surat

menyurat untuk memelihara hubungan batin dengan keluarga dan relasinya,
kunjungan untuk memelihara hubungan yang harmonis dengan keluarga.
3. Pembinaan Keterampilan
Pembinaan keterampilan bertujuan untuk memupuk dan mengembangkan
bakat yang dimiliki anak, sehingga memperoleh keahlian dan keterampilan.
Aktivitas yang dilakukan adalah, menyelenggarakan kursus, pengetahuan
(pemberantasan buta huruf), kursus persamaan sekolah dasar