Hubungan Kompetensi dan Komunikasi Interpersonal dengan Kinerja Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Kompetensi Perawat
2.1.1. Pengertian
Kompetensi berasal dari kata “competency” yang merupakan kata benda
yang diartikan sebagai 1) kecakapan, kemampuan, kompetensi 2) wewenang. Kata
sifat dari competence adalah competent yang berarti cakap, mampu, dan tangkas.
Konsep kompetensi pegawai mengenal 2 (dua) istilah yakni competency dan
competence. Competency” (kompetensi) yaitu gambaran mengenai perilaku, dan
“Competence” (kecakapan) yang merupakan gambaran tugas atau hasil pekerjaan.
(Payne, 2005)
Beberapa pengertian kompetensi dapat diuraikan sebagai berikut :
1). Kompetensi sebagai karakteristik kepribadian atau perilaku individu
Spencer and Spencer

(2001)

mengatakan bahwa competency is an

underlying characteristic of an individual that is casually related to criterion –

reference effective or and superior performance in a job situation.. Kompetensi
dikatakan sebagai

karakteristik dasar (underlying characteristic) karena

karakteristik individu merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada
kepribadian seseorang yang dapat dipergunakan untuk memprediksi berbagai
situasi pekerjaan tertentu.
2). Kompetensi sebagai kemampuan melaksanakan tugas
Robbin (2007) mengungkapkan bahwa kompetensi adalah “kemampuan
(ability) atau kapasitas seseorang untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu

10

11

pekerjaan, dimana kemampuan ini ditentukan oleh 2 (dua) faktor yaitu
kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
Spitzberg


(1999)

mendefinisikan

kompetensi

sebagai

berikut:

Competence is defined as the ability to adequately perform a task, duty or role.
Competence integrates knowledge, skills, personal values and attitudes.
Competence builds on knowledge and skills and is acquired through work
experience and learning by doing “ Kompetensi didefinisikan sebagai kemampuan
untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan
pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan
kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan
pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan
3). Kompetensi sebagai kemampuan intelligence
Hardjana (2003) menjelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat

tindakan inteligensia yang penuh tanggungjawab yang harus dimiliki sebagai
syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas tugas dalam bidang tertentu.
Miller (1998) mengungkapkan ada 2 pengertian kompetensi,

pertama

adalah kompetensi sebagai kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas
keperawatan, dan kedua kompetensi sebagai konstruk psikologis, yakni,
kemampuan untuk memadukan secara efektif keterampilan kognitif, afektif dan
psikomotor disaat memberikan asuhan keperawatan.
Istilah kompetensi dalam bidang kesehatan sering dipergunakan untuk
menggambarkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diperlukan agar dapat

12

melaksanakan tugas tertentu mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan dan tindakan keperawatan dan evaluasi kerja (Keliat, 2002)
Katz (1995) dengan konsep Katz’s competency framework menegaskan
bahwa keterampilan sebagai bagian dari kompetensi perawat terdiri dari 3 (tiga)
jenis yakni:


1). Ketrampilan teknis (technical skill),

2). Keterampilan

bekerjasama dengan orang lain (human skill) dan 3). Keterampilan konseptual
(conceptual skill). Klasifikasi

ketrampilan ini sesuai dengan peran perawat

dimana perawat biasa memiliki tugas tugas

yang berhubungan dengan

ketrampilan tingkat 1 dan 2 (technical skill dan human skill) sedangkan perawat
kepala (nurse manager) berhubungan dengan ketrampilan konseptual (conceptual
skill)

yakni


kompetensi

atau

ketrampilan

perawat

kepala

untuk

mempertimbangkan kepentingan organisasi secara keseluruhan.
2.1.2. Indikator Kompetensi Perawat
Menurut Keliat (2002), kompetensi yang harus dimiliki perawat antara lain
adalah : pengetahuan tentang aspek aspek penting dalam melakukan pengkajian,
ketrampilan dalam melakukan diagnosa dan perencanaan keperawatan, dan sikap
dalam melakukan tindakan keperawatan.
1. Pengkajian
Menurut Manurung, E.F. (2004) Proses keperawatan digunakan perawat

sebagai kerangka berfikir untuk mengidentifikasi respon klien terhadap masalah
kesehatan. Proses keperawatan menurut Nurahmah dan Manurung, S. (2011)
mengatakan bahwa proses keperawatan terdiri dari 5 tahap : yaitu tahap pertama
pengkajian keperawatan, tahap kedua identifikasi/analisis masalah (diagnosa

13

keperawatan), tahap ketiga perencanaan, tahap keempat implementasi dan tahap
kelima evaluasi. Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan
pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status
kesehatan dan pola pertahanan klien mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan
klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan.
Menurut Perry & Potter

(2009) menyatakan pengkajian keperawatan

meliputi dua tahap yaitu : mengumpulkan data dan verifikasi data dari sumber
primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan dan rekam
medik). Pengkajian data dasar dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan
pemeriksaan fisik, psikologi serta data penunjang adalah pemeriksaan

laboratorium. Validasi data dilakukan dengan data objektif dan subjektif. Data
subjektif adalah deskripsi verbal klien mengenai masalah kesehatannya sedangkan
data objektif adalah hasil observasi/ pengukuran berdasarkan standard yang telah
diketahui dari status klien. Masalah yang dihadapi pasien diidentifikasi dengan
membandingkan

keadaan

klien

dengan

keadaan

normal.

Setelah

data


dikumpulkan, divalidasi selanjutnya dilakukan identifikasi pola/masalah. Melalui
identifikasi masalah dapat digambarkan berbagai masalah keperawatan dan
penyebabnya yang dapat diselesaikan melalui tindakan keperawatan. analisis data
sebagai data dasar untuk menegakkan diagnosis keperawatan.
Tujuan pengkajian adalah menyusun data dasar. Data yang dikumpulkan
berguna untuk menentukan aktivitas keperawatan dan juga sebagai sumber data
bagi profesi yang lain. Pertukaran data antar profesi sangat penting dalam
peningkatan kualitas dan

keabsahan pelayanan kesehatan. Perawat sering

14

mengutamakan pengkajian fisiologis dan mengabaikan fsikologis, sosiobudaya,
perkembangan, spiritual dan interaksi. Dari kelima area pengkajian tersebut sangat
diperlukan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan klien serta dalam
membantu klien mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Keliat, 2002).
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian langkah selanjutnya adalah penegakan
diagnosa keperawatan berdasarkan data yang telah didapatkan. Diagnosa

keperawatan adalah langkah kedua dari proses keperawatan, mengklarifikasi
masalah kesehatan dalam ruang lingkup keperawatan. Proses diagnosa merupakan
hasil dari analisis data dan identifikasi perawat dari respon klien terhadap masalah
pelayanan kesehatan (Perry & Potter, 2009). Diagnosis keperawatan adalah
putusan klinis tentang respon klien , keluarga, atau komunitas terhadap masalah
kesehatan yang aktual dan potensial atau proses kehidupan. Diagnosis
keperawatan merupakan pernyataan yang menggambarkan respon aktual dan
potensial klien terhadap masalah kesehatan yang boleh dan mampu ditangani oleh
perawat (NANDA Internasional, 2007 dalam Perry & Potter, 2009).
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan menjelaskan status kesehatan
atau masalah yang ada pada klien baik aktual, resiko tinggi dan potensial. Perawat
memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintetis data klinis
dan menentukan tindakan keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau
mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya
(Citrobroto,1989). Pernyataan diagnosis keperawatan mempunyai standar formal.
Penggunaan standar formal pernyataan diagnosis keperawatan memiliki beberapa

15

tujuan yaitu : Menyediakan definisi yang tepat yang dapat memberikan bahasa

yang sama dalam memahami kebutuhan klien bagi semua anggota tim pelayanan
kesehatan, memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan apa yang mereka
lakukan sendiri dengan profesi pelayanan kesehatan lain dan masyarakat,
membedakan peran perawat dari penyelenggara pelayanan kesehatan lain,
membantu perawat berfokus pada bidang praktek keperawatan, membantu
menggembangkan pengetahuan keperawatan (NANDA Internasional dalam Perry
& Potter, 2009 ). Type diagnosis keperawatan ada 4, yaitu :
a. Diagnosa keperawatan aktual yang menggambarkan respon manusia terhadap
kondisi kesehatan atau proses kehidupan yang terdapat dalam individu,
keluarga/ komunitas. Diagnosa aktual menunjukkan bahwa data pemeriksaan
yang ada sudah cukup untuk menegakkan diagnosis keperawatan.
b. Diagnosis keperawatan resiko menggambarkan respon manusia terhadap
kondisi kesehatan /proses kehidupan yang mungkin menyebabkan individu,
keluarga atau komunitas menjadi rentan. Pengkajian utama untuk diagnosa
resiko adalah data yang menunjang faktor resiko. Data tersebut termasuk
faktor fisiologis, psikososial, keturunan, gaya hidup dan lingkungan yang
meningkatkan kerentanan klien, atau kecendrungan berkembang kearah
kondisi tersebut. Komponen diagnosis keperawatan resiko adalah masalah dan
penyebab. Masalah yang bersifat resiko tinggi atau cendrung potensial adalah
masalah yang mungkin timbuldan menjadi kesulitan dikemudian hariapabila

tindakan pencegahan tidak dilaksanakan

16

c. Diagnosis keperawatan promosi keperawatan adalah penilaian klinis terhadap
motivasi individu, keluarga, atau komunitas serta keinginan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan aktualisasi potensi kesehatan manusia
sebagai ungkapan kesiapan untuk meningkatkan perilaku kesehatan tertentu,
seperti nutrisi dan olah raga. Diagnosis promosi kesehatan dapat digunakan
pada berbagai bidang kesehatan dan tidak membutuhkan tingkat kesejahteraan
tertentu
d. Diagnosis keperawatan sejahtera menggambarkan respon manusia terhadap
tingkat kesejahteraan dalam individu, keluarga, atau komunitas yang memiliki
kesiapan untuk peningkatan . Hal ini merupakan penilaian klinis tentang
individu, keluarga, atau komunitas dalam transisi dari tingkat kesejahteraan
tertentu ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Diagnosa keperawatan
adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang masalah klien serta
penyebabnya yang dapat dipecahkan melalui tindakan keperawatan.
3. Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka tindakan dan aktivitas
keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah
masalah keperawatan klien. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang
terdiri dari: 1. Menentukan prioritas diagnosis keperawatan. 2. Menetapkan
sasaran (goal) dan tujuan objektif. 3. Menetapkan kriteria evaluasi. 4.
Merumuskan tindakan dan aktivitas keperawatan (Keliat, 2002).
Perencanaan adalah proses kegiatan mental yang memberi pedoman atau
pengarahan secara tertulis kepada perawat atau anggota tim kesehatan lainnya

17

tentang intervensi keperawatan yang akan dilakukan kepada klien. Rencana
asuhan eperawatan terdiri atas diagnosis keperawatan, tujuan dan atau hasil yang
diharapkan, dan intervensi keperawatan spesifik agar tiap perawat dapat
mengidentifikasi kebutuhan klien dengan cepat. Rencana asuhan keperawatan
akan meningkatkan kontuinitas asuhan keperawatan melalui daftar intervensi
keperawatan spesifik yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan keperawatan.
Tujuan keperawatan yang terdapat pada rencana keperawatan adalah
tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Sebagian besar rencana
keperawatan

mencakup

kriteria

hasil

yang diharapkan

dalam evaluasi

keperawatan. Penyusunan kriteria yang tepat akan memberikan pernyataan yang
objektif yang menentukan apakah tujuan asuhan keperawatan telah tercapai.
Rencana keperawatan menuntun implementasi rencana dan kerangka kerja untuk
evaluasi respon klien setelah tindakan dilakukan (Perry & Potter, 2009).
Tujuan dilakukannya perencanaan tindakan keperawatan adalah untuk
mengembangkan komunikasi antara staf keperawatan , sebagai apek legal dan
terdokumentasinya asuhan keperawatan. Dalam perencanaan keperawatan
terdapat empat unsur kegiatan yang harus dilakukan yaitu meliputi: penyusunan
prioritas masalah, menetapkan tujuan dan mengidentifikasi hasil yang diharapkan,
menentukan intervensi keperawatan yang akan dilakukan. Selanjutnya adalah
penyusunan prioritas masalah klien yang diurutkan berdasarkan kepada dignosa
yang apabila tidak ditangani segera maka akan membahayakan pasien. Prioritas
masalah pasien dapat memakai kerangka atau tingkat kebutuhan manusia yang
dibuat Abraham Maslow.

18

Berdasarkan kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow yaitu dari
kebutuhan dasar klien kepada kebutuhan yang lebih tinggi, dari kebutuhan fiologis
sampai kebutuhan aktualisasi diri. Masalah klien sesuai dengan diagnosa yang
ditegakkan maka yang menjadi prioritas utama adalah diagnosa yang mengancam
jiwa, apabila tidak ditangani membahayakan klien yaitu masalah yang
berhubungan dengan

kebutuhan fisiologis seperti respirasi, sirkulasi, nutrisi,

hidrasi, eliminasi, suhu, kesenangan fisik dan kebutuhan yang berpengaruh pada
keselamatan dan keamanan misalnya ancaman lingkungan, dan rasa takut.
Prioritas selanjutnya adalah diagnosa yang apabila tidak segera ditangani tidak
membahayakan klien seperti masalah yang berpengaruh terhadap cinta dan rasa
memiliki, masalah yang berpengaruh terhadap harga diri serta masalah yang
berpengaruh kemampuan mencapai sasaran pribadi atau aktualisasi diri klien
(Manurung, S., 2011). Tindakan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada klien. Pendekatan dalam penyusunan dan
tindakan keperawatan berorientasi pada tujuan, rencana tindakan dan rasional.
4. Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah aplikasi dari rencana tindakan
keperawatan yang disusun oleh perawat dan dilakukan pada klien, yang menjadi
petunjuk pada pelaksanaan adalah sebagai berikut: 1). Tindakan dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi. 2). Keterampilan interpersonal,
intelektual dan teknikal dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang
tepat. 3). Keamanan fisik dan psikologis dilindungi. 4). Dokumentasi tindakan dan
renspon klien (Keliat, 2002).

19

Pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilaksanakan perawat harus
berpedoman kepada etika atau berdasarkan etika keperawatan, yaitu antara lain:
menghargai otonomi klien, perawat meminta persetujuan klien untuk tindakan
yang akan dilaksanakan; kebaikan /beneficence, perawat melibatkan klien dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan yang akan diberikan, dengan cara menyetujui
jenis tindakan yang dipilih klien; akuntabilitan adalah tugas perawat untuk
menerangkan jenis tindakan yang dilakukan, menerangkan prosedur tindakan
keperawatan, manfaat tindakan keperawatan, akibat dari tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan dan perawat telah siap serta terampil melaksanakan
tindakan yang akan dilakukan, bekerja sesuai dengan standard operasional
prosedur (Perry & Potter, 2009). Pada tahap pelaksanaan ini perawat benar-benar
siap untuk melaksanakan intervensi keperawatan dan aktivitas-aktivitas perawatan
yang telah dituliskan dalam rencana keperawatan klien.
Pelaksanaan keperawatan adalah meletakkan suatu rencana menjadi
tindakan yang mencakup : penulisan dan pengumpulan data lanjutan, pelaksanaan
intervensi keperawatan, pendokumentasian asuhan keperawatan dan pemberian
laporan atau mengkomunikasikan status kesehatan klien dan respon klien terhadap
intervensi keperawatan. Pada kegiatan implementasi diperlikan kemampuan
perawat terhadap penguasaan teknis keperawatan, kemampuan hubungan
interpersonal, dan kemampuan intelektual untuk menerapkan teori –teori
keperawatan kedalam praktek. Pelaksanaan intervensi keperawatan adalah kegitan
yang dilakukan perawat untuk mencegah penyakit atau komplikasi dan untuk
meningkatkan serta memelihara kesehatan klien, mencakup: pelaksanaan kegiatan

20

terhadap klien secara langsung, membantu klien melaksanakan suatu kegiatan,
mengawasi klien atau keluarga ketika melakukan kegiatan seorang diri,
penyuluhan kesehatan pada klien atau eluarga, observasi atau monitoring.
Petujuk implementasi atau pelaksanaan intervensi keperawatan adalah;
intervensi keperawatan dilaksanakan setelah mendapatkan alasan atau rasional
pelaksanaan kegiatan , pengaruh yang diharapkan dari kegiatan, kemungkinan
efek samping dan kemungkinan efek yang tidak diharapkan dari kegiatan,
memeriksa

klien,

lakukan

pemeriksaan

terfokus,

memeriksa

secara

berkesinambungan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan yang sudah
dilakukan, libatkan klien dan keluarga, jelaskan alasan tindakan dilakukan,
lakukan tindakan di lingkungan yang terapeutik dan selamat, pahami standar
operasional prosedur (Manurung , S. 2011 ). Menurut Kozier & Erb (2009) adalah
pada tahap pelaksanaan atau implementasi perawat memberi penjelasan kepada
klien apa yang akan dilakukan mengapa hal tersebut perlu dilakukan, dan
bagaimana klien dapat bekerja sama.
Perawat mendiskusikan hasil atau manfaat dari

tindakan yang

dilaksanakan adalah untuk merencanakan perawatan atau terapi selanjutnya serta
menurut Crist J.K (2009), menyatakan bahwa pada tahap implementasi peran
penting perawat adalah sebagai advokat klien yaitu melindungi hak klien dan
menempatkan klien sebagai prioritas utama. Perawat membentuk hubungan
kolaboratif dengan orang lain dalam sistem perawatan kesehatan sehingga
kebutuhan kesehatan klien terpenuhi.

21

5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian atau pengukuran tentang status kesehatan klien
setelah tindakan perawatan dilaksanakan (Keliat, 2002). Pendekatan evaluasi
proses perawatan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu; 1). Evaluasi formatif
yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat proses perawatan masih berlangsung
artinya evaluasi ini dilakukan pada saat tindakan masih berlangsung. 2). Evaluasi
sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada saat proses keperawatan telah selesai
semua dilakukan artinya seluruh tindakan yang ada telah dilakukan terhadap
pasien kemudian dilaksanakan evaluasi. Menurut Manurung S. (2011)
menyatakan bahwa, evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan,
perawat mengevaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah tercapai.
Evaluasi adalah kegiatan yang terus-menerus dilakukan untuk menentukan
apakah rencana keperawatan efektif, dilajutkan, rencana direvisi menghentikan
rencana keperawatan. Ada tiga alternatif untuk pencapaian tujuan untuk menilai
apakah tujuan telah tercapai, yaitu : tujuan tercapai, tujuan sebahagian tercapai
dan tujuan tidak tercapai. Ketiga unsur diatas dapat dilihat atau dinilai melalui
perilaku klien. Dalam evaluasi tujuan tercapai adalah bila klien menunjukkan
perilaku sesuai dengan kondisi yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai bila
perilaku klien tidakseluruhnya tercapai sesuai tujuan, sedangkan tidak tercapai
bila klien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapka sesuai tujuan. Jika
tujuan telah tercapai, maka perawat akan menghentikan rencana, dan bila belum

22

tercapai perawat akan melakukan modifikasi rencana untuk mealanjutkan rencana
keperawatan klien.
Perawat memiliki peranan yang sangat dominan dalam pelayanan rawat
inap karena dalam waktu 24 jam berada di rumah sakit untuk memberikan
pelayanan pada pasien rawat inap. Untuk dapat mewujudkan tercapainya
pelayanan yang berkualitas diperlukan adanya tenaga keperawatan yang
profesional, memiliki kemampuan intelektual, tekhnikal dan interpersonal, bekerja
berdasarkan standard praktek, memperhatikan kaidah etik dan moral (Citrobroto,
1989).
Guna memenuhi kebutuhan kepuasan pasien selama di rumah sakit
diperlukan tenaga kesehatan yang harus mempunyai pengetahuan (knowledge),
ketrampilan (skill) yang tinggi serta mempunyai sikap professional (attitude)
Kompetensi perawat pelaksana rawat inap adalah kemampuan perawat melakukan
interaksi dengan lingkungan kerja yang akan mengefektifkan pengetahuan dan
keterampilan yang dimilikinya untuk mencapai terget kerja (Keliat, dkk, 2002)
2.1.3. Jenis Kompetensi
Menurut Spencer yang dialihbahasakan oleh Dharma (2005), kompetensi
dapat dibagi 2 (dua) kategori yaitu 1). Kompetensi dasar (threshold) dan 2).
Kompetensi pembeda (differentiating) menurut kriteria yang digunakan
memprediksi

kinerja

suatu

pekerjaan”.

Kompetensi

dasar

(threshold

competencies) adalah karakteristik utama (biasanya pengetahuan atau keahlian
dasar seperti kemampuan untuk membaca) yang harus dimiliki oleh seseorang
agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan kompetensi pembeda

23

(Differentiating competencies) adalah faktor-faktor yang membedakan individu
yang berkinerja tinggi dan rendah.
2.1.4. Hubungan Kompetensi dengan Kinerja
Kompetensi dapat dihubungkan dengan kinerja dalam sebuah model alir
sebab akibat yang menunjukkan bahwa tujuan, perangai, konsep diri, dan
kompetensi pengetahuan yang kemudian memprakirakan kinerja kompetensi
mencakup niat, tindakan dan hasil akhir. Hal ini sesuai dengan

penjelasan

Spencer dalam Ruky (2006) bahwa kompetensi adalah karakteristik dasar yang
mempengaruhi cara individu berpikir dan bertindak dan juga dalam menghadapi
semua situasi kehidupan. Kompetensi merupakan koleksi karakteristik personal
seperti 1). Pengetahuan, ketrampilan, karakteristik personal dan kinerja yang
dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan pengembangan.
Hubungan kompetensi (pengetahuan, ketrampilan, karakteristik personal)
dengan kinerja dapat digambarkan sebagai berikut:
Intent
- Knowledge
- Personal Character
- Self-Concept
- Motive

Action

Result

(Skill)

(Performance)

Gambar 2.1. Alur Hubungan Kompetensi dan Kinerja (Spencer dalam Ruky,
2006)
Gambar 2.1 memperlihat bahwa pengetahuan merupakan input utama
karakteristik

personal

(kompetensi)

yang

perlu

dikembangkan

untuk

meningkatkan kinerja. Hal ini sesuai dengan pengertian pengetahuan itu sendiri
sebagaimana dikemukakan oleh Spencer (2006): (1). Knowledge merupakan

24

kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan (justified true believe) dan (2).
Pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terpikirkan (tacit); dan
(3). Pengetahuan merupakan penciptaan inovasi
2.1.5.Pengetahuan
Pengetahuan adalah sebagai variabel pertama dari kompetensi pegawai
dalam penelitian ini bukanlah merupakan pengetahuan umum semata melainkan
pengetahuan tentang tugas yang sangat penting bagi setiap staf untuk
melaksanakan tugasnya.
2.1.6. Keterampilan
Keterampilan sebagai variabel kedua dari kompetensi adalah kecakapan
yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan oleh seseorang
pada waktu yang tepat (Gibson, 2003). Staf yang bertugas memberikan pelayanan
kepada masyarakat harus dapat berperilaku profesional yang dapat ditunjukkan
dengan memiliki dan menerapkan ilmu pengetahuan ilmiah dan teknologi staf,
memiliki dan menerapkan keterampilan profesional dan kehidupan profesional
(Mathis and Jackson, 2002).
2.1.7. Sikap
Sikap adalah perasaan seseorang tentang objek, aktivitas, peristiwa dan
orang lain. Perasaan ini menjadi konsep yang mempresentasikan suka atau tidak
suka. Sikap bersifat positif, negatif, atau netral. Terdapat pengaruh sikap terhadap
perilaku komunikasi interpersonal, dan sering kali bersifat irasional atau tidak
masuk akal (Luthans, 2001).

25

Menurut Robins (2007) Sikap adalah pernyataan evaluatif baik yang
menguntungkan maupun tidak menguntungkan mengenai objek, orang dan
peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Sumber
sikap adalah diperoleh dari orang tua, guru, dan anggota kelompok rekan sekerja.
Bila sikap perawat baik tentang asuhan keperawatan maka kinerjanya juga akan
baik. Menurut Manurung, E.F. (2004) sikap adalah merupakan faktor penentu
perilaku atau kompetensi, dan berhubungan dengan persepsi, kepribadian dan
motivasi. Stimulus membentuk sikap, yang kemudian menjurus kepada satu
tanggapan atau lebih, yaitu efek pengakuan atau perilaku.

2.2. Komunikasi Interpersonal
2.2.1. Pengertian
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang mempunyai efek
besar dalam hal mempengaruhi orang lain terutama perilaku individu. Hal ini
disebabkan adanya pertemuan secara langsung, tidak menggunakan media dalam
penyampaian pesannya sehingga tidak ada jarak yang memisahkan antara
komunikator dengan komunikan (face to face). Hubungan langsung tanpa
perantara inilah yang akan memungkinkan adanya ikatan interpersonal yang
bersifat emosional (Suranto, 2011)
Beberapa pengertian komunikasi interpersonal yang umum dipergunakan
adalah seperti berikut:
1). Komunikasi Interpersonal sebagai interaksi langsung
Hardjana (2003) mengatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah
interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat

26

menyampaikan pesan secara langsung, dan penerima pesan dapat menyampaikan
pesan secara langsung pula. Kompetensi komunikasi interpersonal adalah
kemampuan untuk menyampaikan pesan-pesan pada seseorang atau sekelompok
orang sehingga tercapai tujuan personal dan relasional.
2). Komunikasi Interpersonal sebagai Proses Pertukaran Informasi
Menurut Devito (2005), komunikasi interpersonal adalah penyampaian
pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok
kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan
umpan balik segera. Komunikasi interpersonal didefinisikan sebagai “Proses
pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya
atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui baliknya”.
3). Komunikasi sebagai bagian dari perawatan
Hubungan antara perawat dan pasien sering dipandang sebagai hubungan
terapeutik. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa komunikasi
terapeutik merupakan hubungan interpesonal antara perawat dengan klien, dalam
hubungan ini, perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam
rangka memperbaiki pengalaman emosional pasien. Komunikasi terapeutik
termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan
pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari
komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien,
sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan
klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan (Wijono,2002)

27

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan klien (Depkes RI, 2001). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa
komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai
pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan
pada klien. Dengan kata lain, komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau
keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi
gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
Pesan dari pengirim (sender) kepada penerima (receiver) diberi kode
(encoding) dalam bentuk pesan yang mudah disebarkan kepada pihak lain.
Encoding dapat membentuk berbagai jenis format penyebaran informasi, atau
kombinasinya. Devito (2005) menjelaskan bahwa bidan/perawat sebagai
komunikator perlu menyadari pesan pesan yang disampaikan sebab pesan atau
informasi yang disampaikan akan menjadi pengetahuan bagi pasien untuk
selanjutnya mengambil sikap sesuai dengan pengetahuan yang dimiliknya. Dalam
hal ini, informasi merupakan sumber pengetahuan bagi pasien. Berikut adalah
bentuk hubungan antara pasien dengan praktisi atau petugas kesehatan yang
dikembangkan oleh Belsin (2001):

Perawat
Informasi
Bio-medical

Bio-psychosocial
Pasien

Gambar 2.2. Komunikasi Terapeutik Berfokus Pasien (Belsin, 2001)

28

Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan
yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan
dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain.

Komunikasi

terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan
komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan pasien,
sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan
pasien,

perawat

membantu

dan

pasien

menerima

bantuan

(Stuart

&

Sundeen,1995).
Kontinuitas aliran data dan informasi baik antar-perawat maupun antara
perawat-pasien harus menjadi bagian dari komunikasi interpersonal sebagaimana
diperlihatkan pada gambar berikut ini :

Perawatan
sekunder

Perawatan
primer

Keterjaminan
aliran
informasi

Perawat – pasien

Gambar 2.3. Aliran Data dan Informasi Dalam Komunikasi Interpersonal

29

Gambar 2.3 memperlihatkan bahwa ada 3 (tiga) kelompok yang menjadi
sumber (pengirim) dan penerima (data dan informasi), kelompok pertama yakni
antar

spesialis (primary healthcare), kelompok kedua antara dokter dengan

perawat (secondary healthcare) dan kelompok ketiga antara perawat dengan
pasien dimana ketiga kelompok ini bermuara kepada apa yang disebut
interoperability yakni pusat aktifitas pertukaran informasi untuk memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien.
2.2.2. Manfaat Komunikasi Interpersonal Perawat dan Pasien
Dalam melaksanakan tugas keperawatan, perawat tidak terlepas dari
proses komunikasi dimana dari sekian banyak bentuk komunikasi dimana
komunikasi interpersonal dianggap paling efektif untuk menunjang kesehatan
pasien sebab komunikasi interpersonal dalam ilmu kesehatan mengandung sifat
sifat hubungan terapeutik sehingga komunikasi interpersonal juga disebut
komunikasi teraupatik. Komunikasi terapeutik yang dilakukan bersifat langsung
dimana si perawat mengetahui keadaan dan tanggapan pasien saat itu, demikian
juga pasien mengetahui perhatian yang diberikan perawat (Wijaya, 1996).
Tujuan perawat berkomunikasi dengan pasien adalah menolong dan
membantu serta meringankan beban penyakit yang diderita pasien dimana
penyakit yang diderita pasien tidak hanya secara fisik namun juga meliputi jiwa
atau mental pasien, terutama mengalami gangguan emosi seperti mudah
tersingung, patah semangat dikarenakan sakitnya. Dengan demikian menyebabkan
dalam dirinya timbul perasaan sedih, takut, dan lekas tersinggung, apalagi
penyakit yang dideritanya divonis tidak bisa disembuhkan lagi. Disinilah

30

pentingnya komunikasi interpersonal yang dilakukan perawat terhadap pasiennya.
Komunikasi yang baik dari seorang perawat, mampu memberikan kepercayaan
diri bagi pasien (Citrobroto, 1989 ).
Menurut Rogers dalam Arwani (2002), inti dari hubungan pertolongan
adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empatik serta perhatian positif
yang tidak bersyarat. Maka sebaiknya perawat mampu menunjukkan perhatian
sepenuhnya dan bertutur kata lembut kepada pasien, sehingga dapat membantu
pasien dalam mengurangi beban penyakit dan membantu dalam proses
penyembuhan. Seorang perawat dalam melaksanakan tugasnya harus menolong
pasien dengan kehangatan dan ketulusan, agar pasien merasa dekat dengan
perawat. Perawat dalam komunikasi dapat dilakukan dengan jabat tangan dan
menggunakan sikap terbuka dalam membantu pasien yang mengalami sakit atau
memerlukan bantuan. Komunikasi non verbal juga digunakan, misalnya adanya
gerakan tubuh, termasuk gerak tangan, gerak kaki, gerakan kepala, ekspresi wajah
(tersenyum dan ramah) kepada pasien, sehingga pasien merasa senang dan
nyaman selama dirawat oleh perawat.
2.2.3. Tahapan Komunikasi Interpersonal Perawat Pasien
Menurut Hardjana (2003), ada beberapa tahap komunikasi interpesonal
(terapeutik) yang dilakukan oleh perawat, yaitu :
1) Prainteraksi
Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan
berkomunikasi dengan pasien. Perawat diharapkan tidak memiliki prasangka
buruk kepada pasien, karena akan menggangu dalam hubungan saling percaya.

31

Seorang perawat profesional harus belajar peka terhadap kebutuhan-kebutuhan
pasien dan mampu menciptakan hubungan komunikasi interpersonal yang baik,
agar pasien merasa senang dan merasa dihargai.
2) Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan oleh perawat
terhadap pasiennya yang baru memasuki rumah sakit. Pada tahap ini, perawat dan
pasien mulai mengembangkan hubungan komunikasi interpersonal yaitu, dengan
memberikan salam, senyum, memberikan keramah-tamahan kepada pasien,
memperkenalkan diri, menayakan nama pasien, dan menayakan keluhan pasien,
dan lain-lain.
3) Orientasi
Tahap orientasi dilaksanakan pada awal pertemuan sampai seterusnya
selama pasien berada di rumah sakit. Tujuan tahap orientasi adalah memeriksa
keadaan pasien, memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan
keadaan pasien saat itu, dan mengevaluasi hasil tindakan.
4) Tahap Kerja
Tahap kerja merupakan inti hubungan perawat dengan pasien yang terkait
erat dengan pelaksanaan komunikasi interpesonal. Perawat menfokuskan arah
pembicaraan pada masalah khusus yaitu tentang keadaan pasien, keluhan-keluhan
pasien. Selain itu hendaknya perawat juga melakukan komunikasi interpersonal
yaitu dengan seringnya berkomunikasi dengan pasien, mendengarkan keluhan
pasien, memberikan semangat dan dorongan kepada pasien, serta memberikan

32

anjuran kepada pasien untuk makan, minum obat yang teratur dan istirahat teratur,
untuk mencapai kesembuhan.
5) Tahap terminasi
Terminasi merupakan tahap akhir dalam komunikasi interpersonal dan
akhir dari pertemuan antara perawat dengan pasien. Dalam tahap akhir ini, pasien
sudah dinyatakan sembuh dan keluar dari rumah sakit, hendaknya perawat tetap
memberikan semangat dan mengingatkan untuk tetap menjaga dan meningkatkan
kesehatan pasien. Sehingga komunikasi interpersonal perawat degan pasien
terjalin dengan baik.
2.2.4. Unsur-Unsur Komunikasi Interpersonal
Proses komunikasi interpersonal menurut Devito (2005)

meliputi 4

(empat) elemen yakni a). Pengirim, yakni orang yang mengirimkan informasi,
b). Penerima informasi, c). Pesan, yakni isi informasi dan d). Umpan balik dari
penerima seperti terlihat pada gambar dibawah ini :

Penyampaian
pesan

Umpan balik

Memahami
perubahan perilaku

Mendengar
aktif

Gambar 2.4. Siklus Komunikasi Interpersonal (Devito, 2005)

33

Siklus komunikasi interpersonal dimulai dengan pesan pengirim yang
dapat meliputi informasi kognitif, perasaan pribadi, dan pemahaman ataupun
perubahan perilaku. Pesan memiliki kesempatan untuk dipahami jika penerima
mendengar secara aktif sebagai upaya untuk memahami pesan tersebut. Setelah
dipahami, penerima berusaha untuk memberikan umpan balik yang relevan dan
terrbuka termasuk penegasan terhadap perbedaan perbedaan ataupun perasaan
personal. Pada tahap terakhir, pengirim pesan mencapai tahap saling memahami
dengan penerima pesan
2.2.5. Karakteristik Komunikasi Interpersonal yang Efektif
Menurut

Devito

(2005)

komunikasi

interpersonal

yang

efektif

diindikasikan aspek-aspek berikut :
1. Keterbukaan (Opennes). Keterbukaan ialah sikap dapat menerima masukan
dari orang lain, serta berkenaan menyampaikan informasi penting kepada
orang lain. Dalam proses komunikasi interpersonal, keterbukaan menjadi salah
satu sikap positif karena dengan keterbukaan, maka komunikasi interpersonal
akan berlangsung secara adil, transparan, dua arah, dan dapat diterima oleh
semua pihak yang berkomunikasi.
2. Empati (Emphaty). Empati ialah kemampuan untuk merasakan atau
memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain dan dapat memahami
sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kaca mata orang lain.
3. Sikap

Suportif

(Supportiveness),yakni

masing-masing

pihak

yang

berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya
interaksi secara terbuka.

34

4. Sikap Positif (Positiveness),yakni sikap yang ditunjukkan dengan berbagai
macam perilaku dan sikap, antara lain berpikiran positif tentang orang lain,
tidak menaruh curiga secara berlebihan, meyakini pentingnya orang lain dan
memiliki komitmen untuk menjalin kerjasama.
5. Kesamaan (equality), yakni pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki
kepentingan, kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan saling
memerlukan.
Devito (2005) dan Berger (1999) juga menjelaskan bahwa indikator
komunikasi interpersonal yang baik antara lain meliputi :
1). Komunikasi informatif adalah jenis komunikasi yang bertujuan memberikan
informasi atau penjelasan. Isi informasi itu sendiri bisa bersifat pemaparan
pandangan misalnya, penjelasan mengenai pelaksanaan otonomi daerah. Ada
tiga hal yang harus diperhatikan agar komunikasi informatif ini dapat berhasil
yaitu: menarik perhatian; mengusahakan agar komunikan bersedia menerima
isi pesan dan komunikan bersedia menyimpan isi pesan (Devito , 2005)
2). Komunikasi kolaboratif adalah komunikasi yang bersifat kerjasama antara
perawat dengan pasien terutama dalam memberikan informasi. Apapun bentuk
dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang
memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan
kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau
ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi
merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih
baik bagi

pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan memperbaiki

kualitas hidup. Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan

35

sharing pengetahuan yang direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama
untuk merawat pasien. Bekerja bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar
dari kolaborasi yang kita gunakan untuk menggambarkan hubungan perawat
dan dokter. Tentunya ada konsekweksi di balik issue kesetaraan yang
dimaksud. Kesetaraan kemungkinan dapat

terwujud jika individu yang

terlibat merasa dihargai serta terlibat secara fisik dan intelektual saat
memberikan bantuan kepada pasien (Berger, 1999)
3). Komunikasi terapeutik, yakni komunikasi yang ditandai dengan adanya
intervensi terapeutik yang bertujuan untuk mendorong proses penyembuhan
klien. Perlunya perawat membina hubungan kepercayaan dengan klien melalui
komunikasi terapeutik bertujuan sangat bermanfaat dalam menunjang
pelaksanaan asuhan keperawatan
4). Konseling
Konseling menurut Perry & Potter (2009) adalah merupakan metode
pelayanan langsung yang membantu klien menggunakan proses pemecahan
masalah keperawatan. Konseling yang dilakukan perawat adalah untuk
menangani stress dan memfasilitasi klien dalam hubungan inter personal.
Konseling melibatkan dukungan emosional, intelektual, spiritual dan
psikologis. Klien dan keluarga membutuhkan konseling keperawatan untuk
beradaptasi dan mengatasi frustasi.
Konseling yang diberikan perawat menolong individu untuk memutuskan
pilihan yang sesuai dan berguna untuk kesembuhannya. Klien yang telah
diberi konseling oleh perawat dapat mengendalikan stress dan frustasi yang

36

dideritanya. Menurut Berger (1999)

komunikasi yang dilakukan perawat

bertujuan untuk memberikan bimbingan kepada pasien. Pasien perlu mendapat
arahan dan bimbingan agar tujuan asuhan keperawatan dapat mencapai
sasaran.
5). Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan kepada klien rawat inap menurut Perry & Potter (2009)
merupakan standar praktek keperawatan professional yang merupakan salah
satu peran perawat yang penting, sehingga perawat terus berusaha untuk
melakukan edukasi klien yang terbaik. Menurut Behar Horestein et al (2005)
dalam Perry & Potter (2009) klien berhak mengetahui diagnosis, prognosis
dan terapi yang tersedia agar klien dapat menentukan tindakan yang tepat bagi
kesehatan dan gaya hidupnya. Pendidikan kesehatan yang dilakukan perawat
kepada klien antara lain mengajarkan untuk mempertahankan stabilitas konsep
diri dan kepribadian klien.
Perencanaan pengajaran yang baik dan komprehensif serta sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran klien akan mengurangi biaya, meningkatkan kualitas
pelayanan, dan memberikan informasi perawatan dan terapi. Pendidikan
kesehatan adalah bentuk komunikasi yang bersifat mendidik pasien tentang
kesehatan, sehingga komunikasi interpersonal juga sering disebut sebagai
komunikasi edukatif. Pendidikan yang diberikan kepada pasien selalu
berhubungan dengan perubahan perilaku agar pasien semakin menyadari
tindakan yang perlu dilakukan dalam memelihara kondisi kesehatannya
(Berger, 1999). Perawat mendidik klien bagaimana cara memakan obat, untuk
makan tepat waktu serta teknik relaksasi.

37

Menurut Redman (2005) dalam Perry dan Potter (2009), pendidikan kesehatah
adalah berfokus pada perubahan tingkat intelektual , perolehan pengetahuan
baru, yaitu merubah pengetahuan klien dari yang tidak tahu menjadi tahu
merubah sikap negatif klien menjadi positif terhadap asuhan keperawatan,
atau keterampilan psikomotor. Bila perawat memberikan pendidikan yang
benar terhadap klien akan membantu klien dalam mengambil keputusan
tentang perawatannya dan menjadikan klien lebih sehat dan mandiri, hal ini
sesuai dengan pendapat Edelman dan Mandle ( 2006) dalam Perry dan Potter
(2009) yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan kesehatan adalah membatu
klien untuk mencapai tingkat kesehatan optimal
2.3. Kinerja Perawat
2.3.1. Pengertian
Dharma (2005) menyebutkan kinerja adalah penampilan hasil karya
personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat
merupakan penampilan individu atau kelompok kerja personel, penampilan hasil
karya maupun struktur, tetapi juga pada keseluruhan jajaran personel dalam
organisasi.
Kinerja

perawat

yaitu

perilaku

kerja

yang

ditampilkan

oleh

seseorang yang didasari oleh motivasi dan prilaku seorang perawat. Faktor faktor
yang mempengaruhi

kinerja perawat adalah sikap mental, pendidikan

(pengetahuan), ketrampilan, hubungan interpersonal, dan tingkat penghasilan
(Gilles,1999).

38

Menurut Manurung, E.F (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja perawat antara lain yaitu : faktor individu mencakup,
kemampuan atau pengetahuan perawat dan keterampilan perawat serta faktor
psikologis yaitu antara lain sikap perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan dan pendokumentasiannya.
Menurut Kotler (2002) kinerja dipengaruhi oleh 3 faktor: a). Faktor
Individual yang mencakup kemampuan, keahlian, latar belakang dan demografi,
b). Faktor psikologis terdiri dari persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan
motivasi. c). Faktor Organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan,
penghargaan, struktur dan job design. Menurut Ilyas, Y (2002) penilaian kinerja
mencakup antara lain : pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik
perilaku atau kompeten yang ditentukan oleh system pekerjaan serta ukuran yang
dipakai
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja
memerlukan indikator-indikator penilaian yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
apakah faktor internal ataupun faktor eksternal dengan beragam aspek yang dapat
diukur dengan berpedoman pada standar tertentu yang terdiri dari aspek
kuantitatif dan aspek kualitatif yang berguna untuk mendapatkan feedback guna
keperluan perbaikan organisasi secara khusus manajemen pengelolaan sumber
daya manusia.
2.3.2. Indikator Kinerja Perawat
Menurut Nursalam (2002), indikator kinerja perawat sesuai dengan teori
keperawatan meliputi :

39

a. Pengkajian keperawatan, yakni perawat mengumpulkan data tentang status
kesehatan

klien

serta

sistematis,

menyeluruh,

akurat,

singkat

dan

berkesinambungan.
b. Diagnosa keperawatan, yakni perawat menganalisa data pengkajian untuk
merumuskan diagnosa keperawatan.
c. Perencanaan keperawatan, yakni perawat membuat rencana tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien.
d. Implementasi, yakni perawat mengimplementasikan tindakan yang telah
diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan
e. Evaluasi keperawatan, yakni perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap
tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan
perencanaan
Menurut Ainsworth (2007) alat ukur kinerja perawat meliputi
1). Kualitas, yakni tingkat dimana hasil aktivitas yang dilakukan mendekati
sempurna dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan
aktivitas ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.
Dalam penelitian ini yang dinilai adalah mutu asuhan keperawatan yang
meliputi baik tidaknya tampilan perawat dalam melaksanakan pengkajian,
menegakkan diagnosa keperawatan, membuat perencanaan keperawatan dan
melaksanakan tindakan keperawatan serta melaksanakan evaluasi dari proses
keperawatan yang diberikan dan komunikasi interpersonal dari perawat yang
meliputi baik tidaknya perawat pelaksana melakukan komunikasi informatif,

40

komunikasi

kolaboratif,

hubungan

terapeutik,

konseling,

pendidikan

kesehatan.
2). Kuantitas, yakni jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah sejumlah
unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. Dalam penelitian ini yang
dinilai adalah kemampuan perawat melakukan

asuhan keperawatan yang

ditugaskan kepadanya meliputi jumlah tampilan perawat dalam melaksanakan
pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan, membuat perencanaan
keperawatan dan melaksanakan tindakan keperawatan serta melaksanakan
evaluasi dari proses keperawatan yang diberikan atau yang ditugaskan dan
jumlah tampilan perawat melaksanakan komunikasi interpersonal dari yang
meliputi

pelaksanaan melakukan komunikasi informatif, komunikasi

kolaboratif, hubungan terapeutik, konseling, pendidikan kesehatan yang
ditugaskan padanya. Dalam hal ini yang ingin diketahui adalah jumlah tugas
yang diberikan apakah dapat diselesaikan perawat pelaksana.
3). Ketepatan waktu, yakni tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal
yang diinginkan dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
Menurut Huston, C.J.,& Marquis, B.L. (2010) menyatakan bahwa manajemen
waktu perawat pelaksana adalah mengacu pada bagian memehami
diri.Manajemen waktu dirasakan sulit jika perawat pelasana tidak yakin pada
prioritas menejemen waktu termasuk tujuan perawat dalam jangka pendek,
menengah dan jangka panjang. Perawat profesional harus memiliki kesadaran
diri dan mengidentifikasi tujuan dengan jelas dan membuat prioritas terhadap

41

pekerjaan yang harus diselesaikan. Menurut Hasten dan Washburn 1998
dalam Huston, C.J., & Marquis, B.L. (2010) ada tiga hal yang menghabiskan
waktu perawat profesional yaitu : profesional, teknis dan peningkatan asuhan.
Praktek profesional mengacu pada implementasi proses keperawatan yaitu :
kemampuan membuat pengkajian, diagnosa, rencana asuhan keperawatan,
mengkoordinasi usaha tim pelayanan kesehatan secara efektif, dan
mengevaluasi hasilnya. Praktek teknis meliputi tugas teknis atau psikomotor,
yaitu memasang infus, memberi obat melalui injesi pada otot, vena memasang
Naso Gastrik Tube, dll. Peningkatan asuhan berorientasi pada pelayanan,
berorientasi pada kepuasan klien dengan keramah tamahan yang dalam hal ini
termasuk komunikasi interpersonal dan perawat mengusahakan klien dalam
keadaan tenang dan lingkungan yang aman.
4). Efektivitas, yakni tingkat pengguna sumber daya organisasi dimaksimalkan
dengan maksud menaikkan keuntungan atau rnengurangi kerugian dari setiap
unit dalam penggunaan sumber daya.
5). Kemandirian, yakni tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi
kerjanya tanpa minta bantuan, bimbingan dari pengawas atau meminta turut
campurnya pengawas guna menghindari hasil yang merugikan.
Menurut Desser, G. (1997) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah
membandingkan setiap kinerja aktual dari masing-masing kariawan dari
atandar kinerjanya. Melalui analisis jabatan pemimpin dapat menetapkan
standar untuk dicapai dan kegiatan spesifik untuk dilaksanakan.

42

Alat ukur kinerja perawat yang diaplikasikan di RSU Dr. Pirngadi Kota
Medan mencakup 3 aspek yakni kualitas, kuantitas dan ketepatan waktu. Pada
penelitian ini variabel kompetensi dan komunikasi interpersonal yang menjadi
responden adalah perawat pelaksana di ruang rawat inap. Untuk mendapatkan
informasi tentang kompetensi, maka yang menjadi responden adalah perawat
pelaksana, yaitu kuesioner pengetahuan dan sikap perawat terhadap asuhan
keperawatan/ proses keperawatan. Teknik yang digunakan untuk observasi,
menilai variabel keterampilan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan
yang meliputi pengkajian sampai dengan evaluasi dan komunikasi interpersonal
yang meliputi, komunikasi informatif, komunikasi kolaboratif, hubungan
terapeutik, konseling, pendidikan kesehatan, serta kinerja perawat meliputi,
kualitatif, kuantitatif dan ketepatan waktu, dari perawat pelaksana rawat inap yang
bekerja di rumah sakit Dr Pirngadi Kota Medan.
Variabel independen yaitu kompetensi pengetahuan, dalam pengumpulan
data dilakukan dengan cara angket yang berupa pernyataan dengan jawaban benar
dan salah, untuk sikap berupa pernyataan : sangat setuju, setuju, tidak setuju,
sangat tidak setuju sedangkan keterampilan, komunikasi interpersonal, dengan
memakai format observasi berupa pernyataan dengan jawaban ya dan tidak.
Variabel dependen yaitu kinerja memakai format observasi berupa pernyataan
dengan jawaban ya dan tidak.
Menurut Depkes (1999) dalam Manurung E.F. (2004), menyatakan bahwa
supervisi di ruangan adalah kewenangan dan tanggung jawab kepala ruangan
karena kepala ruangan merupakan pihak yang paling mengetahui proses

43

pemberian asuhan keperawatan yang diberikan perawat pelaksana kepada pasien.
Menurut Dep Kes (2000) dalam Manurung E.F.(2004) yang termasuk supervisor
adalah kepala bidang keperawatan, kepala seksi, pengawas keperawatan dan
kepala ruangan.
Menurut Huston, C.J., & Marquis, B.L. (2010) menyatakan bahwa Penilai
kinerja perawat haruslah salah seorang pegawai atasan langsung yang dalam
penelitian ini adalah Kepala Rungan yaitu penanggung jawab langsung dari
perawat rawat inap yang bekerja di ruang rawat inap Rumah Sakit Pirngadi Kota
Medan. Penilaian kinerja memberikan hasil yang positif jika penilai dipandang
sebagai orang yang dapat dipercaya dan dihormati secara profesional. Perawat
pelaksana memandang penilaian kinerja sebagai pengkajian performa yang adil
dan akurat bila yang menilai adalah atasan langsung yaitu Kepa