Hubungan Kompetensi dan Komunikasi Interpersonal dengan Kinerja Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan diwujudkan
dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau
oleh masyarakat (UU RI No. 44 Tahun 2009).
Rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada
nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak
dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta
mempunyai fungsi sosial. Rumah sakit wajib diselenggarakan secara professional
agar keselamatan pasien bisa terlindungi (UU RI No. 44 Tahun 2009).
Salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan rumah sakit adalah
perawat. Depkes RI. (2001), menyatakan bahwa pelayanan keperawatan yang
diberikan perawat sering dijadikan tolok ukur citra sebuah rumah sakit sehingga
diperlukan profesionalisme perawat pelaksana maupun perawat pengelola dalam
memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien. Pelayanan keperawatan di
rumah sakit adalah pelayanan profesional yang diselenggarakan untuk melayani
kebutuhan masyarakat, khususnya dalam bidang keperawatan yang dikelola
1
2
melalui pelayanan rawat inap. Swansburg (2000), juga menyebutkan bahwa
kinerja perawat memegang peranan penting dalam menghasilkan kualitas
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal ini terkait dengan keberadaan perawat
yang bertugas selama 24 jam melayani pasien, serta jumlah perawat yang
mendominasi tenaga kesehatan di rumah sakit, yaitu berkisar 40-60 %
Instalasi rawat inap adalah salah satu unit pelayanan rumah sakit yang
yang terdiri dari gabungan beberapa fungsi pelayanan yang merupakan unit
pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan
kegiatan pelayanan rawat inap. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah
pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya.
Oleh karena itu, perawat instalasi rawat inap harus memiliki kompetensi dan
kemampuan komunikasi interpersonal yang baik (Steven, 2007).
Kinerja perawat merupakan hasil kerja yang dicapai baik secara kualitas
maupun kuantitas dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa kinerja perawat di Indonesia
masih rendah. Hasnita (2005), dalam penelitiannya di Instalasi rawat inap RS Dr.
Achmad Moechtar Bukit Tinggi, menunjukkan masih rendahnya kinerja perawat
yaitu 58,26%. Dewi dalam Muchlisin (2010), tentang pengaruh motivasi terhadap
kinerja perawat di RSUD Kabupaten Buleleng Bali, menunjukkan bahwa
mayoritas kinerja perawat masih rendah yaitu 50,2%. Hal ini sejalan penelitian
Pandawa dalam Muchlisin (2010), di RSUD Dr. H. Chasan Boesoiri Ternate yang
memperoleh hasil bahwa mayoritas perawat pelaksana mempunyai kinerja kurang
baik yaitu 81,4%.
3
Menurut Spencer L. & Spencer S. (2006), kompetensi pengetahuan,
ketrampilan dan kemampuan sangat diperlukan untuk mendukung capaian kinerja.
Kompetensi adalah karakteristik seseorang yang berkaitan dengan kinerja efektif
dan unggul dalam situasi pekerjaan tertentu. Dengan demikian, kompetensi
(pengetahuan dan ketrampilannya) perawat harus terus menerus ditingkatkan,
supaya asuhan kepada pasien bisa diberikan secara profesional dan holistik.
Penguasaan keterampilan professional memungkinan perawat membuat
keputusan keperawatan klinis berdasarkan pengetahuan ilmiah dan kode etik
keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan. Permasalahannya adalah tingkat
kompetensi yang dimiliki oleh perawat saat ini dirasakan masih rendah. Hal ini
diketahui dengan belum sepenuhnya perubahan paradigma tersebut terlaksana,
yaitu perawat masih dianggap sebagai perpanjangan tangan dari tugas-tugas
dokter, belum menjadi pelayanan keperawatan mandiri. Tingkat kompetensi disini
berkaitan dengan pelayanan professional dari para perawat di rumah sakit yang
sedikitnya mengandung tiga aspek, yaitu intelektual, dan teknikal (Goldberg, et,
al., 2001).
Hasil penelitian Sitepu dalam Mulyono dkk, (2013), menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi (sikap dan keterampilan)
terhadap kinerja perawat. Dimana variabel yang paling dominan memengaruhi
kinerja perawat adalah keterampilan. Hasil senada juga diperoleh Sayuni (2012),
bahwa kompetensi berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana. Demikian
juga dengan penelitian Mulyono dkk, (2013), memperoleh hasil bahwa ada
pengaruh yang signifikan antara kompetensi dengan kinerja perawat dalam
4
melaksanakan asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Tingkat III
Ambon.
Selain masalah kompetensi perawat, komunikasi interpersonal perawat
sangat mempengaruhi kinerja. Komunikasi interpersonal yang efektif antara
petugas kesehatan dengan pasien adalah salah satu elemen paling penting dari
upaya peningkatan kepuasan pasien, kepatuhan dan hasil pengobatan. Komunikasi
interpersonal menjadi efektif apabila dapat memberikan 5 (lima) hasil berikut; 1).
Pasien menyingkapkan informasi yang cukup tentang penyakitnya untuk
kepentingan diagnosa akurat, 2). Petugas kesehatan bersama sama dengan pasien
memilih bentuk pengobatan medis yang sesuai dengan penyakit pasien, 3).
Pasien memahami
kondisinya dan mematuhi aturan pengobatan, 4). Petugas
kesehatan dan pasien menciptakan hubungan yang kuat, dan 5). Pasien serta
petugas kesehatan berkomitmen untuk
memenuhi tanggungjawabnya selama
pengobatan dan perawatan lanjut (Appleyard, 1998).
Nurjannah (2003), juga menyatakan bahwa perawatan yang professional
membutuhkan lebih dari sekedar pengetahuan dan keterampilan teknikal. Akan
tetapi juga membutuhkan keterampilan melakukan komunikasi interpersonal.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi antara dua orang atau kelompok kecil.
Dalam kaitannya dengan dunia keperawatan komunikasi interpersonal ini
merupakan inti dari praktek keperawatan karena dapat terjadi antara perawat
dengan klien serta keluarganya, perawat dengan perawat lain dan perawat dengan
tim kesehatan lain.
5
Hasil penelitian Yozi (2006) terhadap 14 orang perawat dan bidan di
Rumah Sakit Bersalin An-Nisa Padang, pada uji komunikasi menunjukkan nilai
rata-rata sebesar 48,75 dengan nilai tertinggi 60 dan nilai terendah 37,5. Artinya
penerapan aspek komunikasi yang diukur belum dijalankan secara baik oleh
perawat. Dari hasil tersebut juga diketahui bahwa komunikasi interpersonal
terbukti dapat memberikan cukup besar dan secara konsisten berhubungan searah
dengan kinerja perawat. Mardihusodo (2012), dalam penelitiannya juga
menemukan bahwa terdapat pengaruh yang sangat signifikan antara komunikasi
interpersonal perawat terhadap motivasi pasien untuk sembuh. Artinya bahwa
semakin baik komunikasi interpersonal perawat maka motivasi untuk sembuh
pasien akan tinggi.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan adalah
rumah sakit tipe B pendidikan yang merupakan pusat pelayanan tingkat lanjutan
(pusat rujukan) untuk pelayanan di Kota Medan khususnya, bahkan dari
kabupaten kota dan propinsi dekat lainnya. Untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan atau pemakai jasanya, salah satu misi RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
adalah meningkatkan upaya pelayanan medik, non medik dan perawatan secara
profesional. Oleh karena itu perlu untuk meningkatkan kualitas pelayanan melalui
peningkatan dan pemanfaatan sumber daya yang sesuai seoptimal mungkin,
terutama sumber daya manusia yang profesional.
Upaya peningkatan pelayanan, salah satu upaya yang dilakukan adalah
peningkatan kinerja perawat. Hal ini didasarkan bahwa kinerja perawat di RSUD
Dr. Pirngadi Kota Medan masih belum sesuai dengan yang diharapkan
6
sebagaimana hasil laporan tahunan 2009-2010 dinyatakan oleh kepala seksi
keperawatan RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dalam Satria (2012), bahwa : 1)
Masih rendahnya tingkat sumber daya manusia pada bidang keperawatan; 2)
Banyaknya perawat datang terlambat dan pulang cepat sebelum waktunya; 3)
Perawat sering meninggalkan pekerjaan jika pemimpin tidak di tempat; 4)
Rendahnya determinan tingkat kinerja perawat di rumah sakit Pirngadi Kota
Medan, disebabkan karena visi dan misinya tidak dilaksanakan dengan baik dan
keterampilan kerja perawat kurang baik; dan 5) Masih belum memuaskan tingkat
kinerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.
Selain itu, berdasarkan studi Satria (2012), melalui wawancara dengan
Direktur RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan juga diketahui bahwa RSUD Dr.
Pirngadi Kota Medan telah membuat kotak pengaduan masyarakat di tiga tempat
seperti di bagian informasi, Instalasi Gawat Darurat dan Ruang XXI. Melalui
kotak pengaduan tersebut pihak direktur berharap bisa mendapat masukan melalui
surat yang nantinya masuk selain mendengarkan langsung dari para Wakil
Direktur dan staf lainnya. Sehingga keluhan dan laporan yang diterima akan
menjadi evaluasi seluruh manajemen RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan untuk
diperbaiki dan ditingkatkan.
Surat Kabar Harian dan Mingguan terbitan tanggal 20 Mei 2013,
memberitakan bahwa Direktur RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan mengatakan
secara psikologis keluhan pasien yang berobat ke RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
mengarah ke psikis bukan traumatik. Sehingga perawat yang bertugas merawat
mereka haruslah lebih ramah. Manajemen rumah sakit akan mengevaluasi seluruh
7
perawat yang ada dan segera memberlakukan sanksi berupa pemindahan. Bagi
perawat yang memiliki dedikasi cukup tinggi dalam memberikan pelayanan
kepada pasien, pihaknya akan memberikan penghargaan
.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Norman (2006), juga menemukan
bahwa kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota
Medan belum mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada
pasien, disebabkan oleh kurangnya kesadaran perawat terhadap tanggungjawab
pekerjaan sebagai fungsi pelayanan kesehatan. Hasil survei BPKP (Badan
Pemeriksa Keuangan Propinsi) tahun 2009-2010, diperoleh sebagian besar pasien
mengatakan bahwa kualitas pelayanan RSUPM biasa-biasa saja yaitu dalam
pelayanan medis (dokter) 71,2%, pelayanan perawat 84,3%, fasilitas ruangan
62,7%, sementara dalam hal pelayanan gizi sebanyak 39,8 % pasien menjawab
tidak baik.
Bertitik tolak dari masalah tersebut di atas, menarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan kompetensi perawat dan komunikasi interpersonal
dengan kinerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Penelitian dilakukan
di bagian ruang Instalasi Rawat Inap dengan alasan Instalasi Rawat Inap adalah
instalasi yang menjalankan beberapa fungsi pelayanan, kategori pasien rawat inap
yang memerlukan perawatan intensif serta observasi ketat tersebut di atas, serta
masih tingginya keluhan pasien terhadap perawat rawat inap, penulis
memfokuskan penelitian kepada instalasi rawat inap.
8
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka pertanyaan
penelitian adalah : bagaimana hubungan kompetensi dan komunikasi interpersonal
dengan kinerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan kompetensi
dan komunikasi interpersonal dengan kinerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota
Medan.
1.4. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan kompetensi perawat dan komunikasi interpersonal dengan
kinerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Sebagai bahan masukan dan sumber referensi bagi institusi pendidikan tentang
bagaimana pengaruh kompetensi perawat dan komunikasi interpersonal
terhadap kinerja perawat
2. Bagi Pelayanan Keperawatan
a. Sebagai masukan kepada Direktur RSU Dr. Pirngadi Kota Medan dan
instansi terkait lainnya tentang pentingnya peningkatan kinerja melalui
kompetensi dan komunikasi interpersonal
9
b. Sebagai bahan evaluasi kepada setiap rumah sakit tentang pentingnya
kinerja (kompetensi dan komunikasi interpersonal perawat) dalam
meningkatkan kepuasan pasien.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan diwujudkan
dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau
oleh masyarakat (UU RI No. 44 Tahun 2009).
Rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada
nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak
dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta
mempunyai fungsi sosial. Rumah sakit wajib diselenggarakan secara professional
agar keselamatan pasien bisa terlindungi (UU RI No. 44 Tahun 2009).
Salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan rumah sakit adalah
perawat. Depkes RI. (2001), menyatakan bahwa pelayanan keperawatan yang
diberikan perawat sering dijadikan tolok ukur citra sebuah rumah sakit sehingga
diperlukan profesionalisme perawat pelaksana maupun perawat pengelola dalam
memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien. Pelayanan keperawatan di
rumah sakit adalah pelayanan profesional yang diselenggarakan untuk melayani
kebutuhan masyarakat, khususnya dalam bidang keperawatan yang dikelola
1
2
melalui pelayanan rawat inap. Swansburg (2000), juga menyebutkan bahwa
kinerja perawat memegang peranan penting dalam menghasilkan kualitas
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal ini terkait dengan keberadaan perawat
yang bertugas selama 24 jam melayani pasien, serta jumlah perawat yang
mendominasi tenaga kesehatan di rumah sakit, yaitu berkisar 40-60 %
Instalasi rawat inap adalah salah satu unit pelayanan rumah sakit yang
yang terdiri dari gabungan beberapa fungsi pelayanan yang merupakan unit
pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan
kegiatan pelayanan rawat inap. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah
pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya.
Oleh karena itu, perawat instalasi rawat inap harus memiliki kompetensi dan
kemampuan komunikasi interpersonal yang baik (Steven, 2007).
Kinerja perawat merupakan hasil kerja yang dicapai baik secara kualitas
maupun kuantitas dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa kinerja perawat di Indonesia
masih rendah. Hasnita (2005), dalam penelitiannya di Instalasi rawat inap RS Dr.
Achmad Moechtar Bukit Tinggi, menunjukkan masih rendahnya kinerja perawat
yaitu 58,26%. Dewi dalam Muchlisin (2010), tentang pengaruh motivasi terhadap
kinerja perawat di RSUD Kabupaten Buleleng Bali, menunjukkan bahwa
mayoritas kinerja perawat masih rendah yaitu 50,2%. Hal ini sejalan penelitian
Pandawa dalam Muchlisin (2010), di RSUD Dr. H. Chasan Boesoiri Ternate yang
memperoleh hasil bahwa mayoritas perawat pelaksana mempunyai kinerja kurang
baik yaitu 81,4%.
3
Menurut Spencer L. & Spencer S. (2006), kompetensi pengetahuan,
ketrampilan dan kemampuan sangat diperlukan untuk mendukung capaian kinerja.
Kompetensi adalah karakteristik seseorang yang berkaitan dengan kinerja efektif
dan unggul dalam situasi pekerjaan tertentu. Dengan demikian, kompetensi
(pengetahuan dan ketrampilannya) perawat harus terus menerus ditingkatkan,
supaya asuhan kepada pasien bisa diberikan secara profesional dan holistik.
Penguasaan keterampilan professional memungkinan perawat membuat
keputusan keperawatan klinis berdasarkan pengetahuan ilmiah dan kode etik
keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan. Permasalahannya adalah tingkat
kompetensi yang dimiliki oleh perawat saat ini dirasakan masih rendah. Hal ini
diketahui dengan belum sepenuhnya perubahan paradigma tersebut terlaksana,
yaitu perawat masih dianggap sebagai perpanjangan tangan dari tugas-tugas
dokter, belum menjadi pelayanan keperawatan mandiri. Tingkat kompetensi disini
berkaitan dengan pelayanan professional dari para perawat di rumah sakit yang
sedikitnya mengandung tiga aspek, yaitu intelektual, dan teknikal (Goldberg, et,
al., 2001).
Hasil penelitian Sitepu dalam Mulyono dkk, (2013), menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi (sikap dan keterampilan)
terhadap kinerja perawat. Dimana variabel yang paling dominan memengaruhi
kinerja perawat adalah keterampilan. Hasil senada juga diperoleh Sayuni (2012),
bahwa kompetensi berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana. Demikian
juga dengan penelitian Mulyono dkk, (2013), memperoleh hasil bahwa ada
pengaruh yang signifikan antara kompetensi dengan kinerja perawat dalam
4
melaksanakan asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Tingkat III
Ambon.
Selain masalah kompetensi perawat, komunikasi interpersonal perawat
sangat mempengaruhi kinerja. Komunikasi interpersonal yang efektif antara
petugas kesehatan dengan pasien adalah salah satu elemen paling penting dari
upaya peningkatan kepuasan pasien, kepatuhan dan hasil pengobatan. Komunikasi
interpersonal menjadi efektif apabila dapat memberikan 5 (lima) hasil berikut; 1).
Pasien menyingkapkan informasi yang cukup tentang penyakitnya untuk
kepentingan diagnosa akurat, 2). Petugas kesehatan bersama sama dengan pasien
memilih bentuk pengobatan medis yang sesuai dengan penyakit pasien, 3).
Pasien memahami
kondisinya dan mematuhi aturan pengobatan, 4). Petugas
kesehatan dan pasien menciptakan hubungan yang kuat, dan 5). Pasien serta
petugas kesehatan berkomitmen untuk
memenuhi tanggungjawabnya selama
pengobatan dan perawatan lanjut (Appleyard, 1998).
Nurjannah (2003), juga menyatakan bahwa perawatan yang professional
membutuhkan lebih dari sekedar pengetahuan dan keterampilan teknikal. Akan
tetapi juga membutuhkan keterampilan melakukan komunikasi interpersonal.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi antara dua orang atau kelompok kecil.
Dalam kaitannya dengan dunia keperawatan komunikasi interpersonal ini
merupakan inti dari praktek keperawatan karena dapat terjadi antara perawat
dengan klien serta keluarganya, perawat dengan perawat lain dan perawat dengan
tim kesehatan lain.
5
Hasil penelitian Yozi (2006) terhadap 14 orang perawat dan bidan di
Rumah Sakit Bersalin An-Nisa Padang, pada uji komunikasi menunjukkan nilai
rata-rata sebesar 48,75 dengan nilai tertinggi 60 dan nilai terendah 37,5. Artinya
penerapan aspek komunikasi yang diukur belum dijalankan secara baik oleh
perawat. Dari hasil tersebut juga diketahui bahwa komunikasi interpersonal
terbukti dapat memberikan cukup besar dan secara konsisten berhubungan searah
dengan kinerja perawat. Mardihusodo (2012), dalam penelitiannya juga
menemukan bahwa terdapat pengaruh yang sangat signifikan antara komunikasi
interpersonal perawat terhadap motivasi pasien untuk sembuh. Artinya bahwa
semakin baik komunikasi interpersonal perawat maka motivasi untuk sembuh
pasien akan tinggi.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan adalah
rumah sakit tipe B pendidikan yang merupakan pusat pelayanan tingkat lanjutan
(pusat rujukan) untuk pelayanan di Kota Medan khususnya, bahkan dari
kabupaten kota dan propinsi dekat lainnya. Untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan atau pemakai jasanya, salah satu misi RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
adalah meningkatkan upaya pelayanan medik, non medik dan perawatan secara
profesional. Oleh karena itu perlu untuk meningkatkan kualitas pelayanan melalui
peningkatan dan pemanfaatan sumber daya yang sesuai seoptimal mungkin,
terutama sumber daya manusia yang profesional.
Upaya peningkatan pelayanan, salah satu upaya yang dilakukan adalah
peningkatan kinerja perawat. Hal ini didasarkan bahwa kinerja perawat di RSUD
Dr. Pirngadi Kota Medan masih belum sesuai dengan yang diharapkan
6
sebagaimana hasil laporan tahunan 2009-2010 dinyatakan oleh kepala seksi
keperawatan RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dalam Satria (2012), bahwa : 1)
Masih rendahnya tingkat sumber daya manusia pada bidang keperawatan; 2)
Banyaknya perawat datang terlambat dan pulang cepat sebelum waktunya; 3)
Perawat sering meninggalkan pekerjaan jika pemimpin tidak di tempat; 4)
Rendahnya determinan tingkat kinerja perawat di rumah sakit Pirngadi Kota
Medan, disebabkan karena visi dan misinya tidak dilaksanakan dengan baik dan
keterampilan kerja perawat kurang baik; dan 5) Masih belum memuaskan tingkat
kinerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.
Selain itu, berdasarkan studi Satria (2012), melalui wawancara dengan
Direktur RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan juga diketahui bahwa RSUD Dr.
Pirngadi Kota Medan telah membuat kotak pengaduan masyarakat di tiga tempat
seperti di bagian informasi, Instalasi Gawat Darurat dan Ruang XXI. Melalui
kotak pengaduan tersebut pihak direktur berharap bisa mendapat masukan melalui
surat yang nantinya masuk selain mendengarkan langsung dari para Wakil
Direktur dan staf lainnya. Sehingga keluhan dan laporan yang diterima akan
menjadi evaluasi seluruh manajemen RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan untuk
diperbaiki dan ditingkatkan.
Surat Kabar Harian dan Mingguan terbitan tanggal 20 Mei 2013,
memberitakan bahwa Direktur RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan mengatakan
secara psikologis keluhan pasien yang berobat ke RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
mengarah ke psikis bukan traumatik. Sehingga perawat yang bertugas merawat
mereka haruslah lebih ramah. Manajemen rumah sakit akan mengevaluasi seluruh
7
perawat yang ada dan segera memberlakukan sanksi berupa pemindahan. Bagi
perawat yang memiliki dedikasi cukup tinggi dalam memberikan pelayanan
kepada pasien, pihaknya akan memberikan penghargaan
.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Norman (2006), juga menemukan
bahwa kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota
Medan belum mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada
pasien, disebabkan oleh kurangnya kesadaran perawat terhadap tanggungjawab
pekerjaan sebagai fungsi pelayanan kesehatan. Hasil survei BPKP (Badan
Pemeriksa Keuangan Propinsi) tahun 2009-2010, diperoleh sebagian besar pasien
mengatakan bahwa kualitas pelayanan RSUPM biasa-biasa saja yaitu dalam
pelayanan medis (dokter) 71,2%, pelayanan perawat 84,3%, fasilitas ruangan
62,7%, sementara dalam hal pelayanan gizi sebanyak 39,8 % pasien menjawab
tidak baik.
Bertitik tolak dari masalah tersebut di atas, menarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan kompetensi perawat dan komunikasi interpersonal
dengan kinerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Penelitian dilakukan
di bagian ruang Instalasi Rawat Inap dengan alasan Instalasi Rawat Inap adalah
instalasi yang menjalankan beberapa fungsi pelayanan, kategori pasien rawat inap
yang memerlukan perawatan intensif serta observasi ketat tersebut di atas, serta
masih tingginya keluhan pasien terhadap perawat rawat inap, penulis
memfokuskan penelitian kepada instalasi rawat inap.
8
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka pertanyaan
penelitian adalah : bagaimana hubungan kompetensi dan komunikasi interpersonal
dengan kinerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan kompetensi
dan komunikasi interpersonal dengan kinerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota
Medan.
1.4. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan kompetensi perawat dan komunikasi interpersonal dengan
kinerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Sebagai bahan masukan dan sumber referensi bagi institusi pendidikan tentang
bagaimana pengaruh kompetensi perawat dan komunikasi interpersonal
terhadap kinerja perawat
2. Bagi Pelayanan Keperawatan
a. Sebagai masukan kepada Direktur RSU Dr. Pirngadi Kota Medan dan
instansi terkait lainnya tentang pentingnya peningkatan kinerja melalui
kompetensi dan komunikasi interpersonal
9
b. Sebagai bahan evaluasi kepada setiap rumah sakit tentang pentingnya
kinerja (kompetensi dan komunikasi interpersonal perawat) dalam
meningkatkan kepuasan pasien.