Hubungan Faktor-Faktor Kecerdasan Emosi dengan Komunikasi Interpersonal Perawat dengan Pasien Rawat Inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

(1)

SKRIPSI

OLEH:

YENTIAR HOTMAULI MANURUNG 111121054

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(2)

(3)

Program : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2013

Abstrak

Perawat dalam melakukan komunikasi interpersonal perlu memperhatikan kecerdasan emosi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor kecerdasan emosi dengan komunikasi interpersonal perawat dengan pasien rawat inap RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Jumlah sampel pada penelitian ini 60 responden yang didapat dengan menggunakan rumus slovin. Untuk mengetahui hasil korelasi penelitian ini dengan meggunakan product moment. Perawat yang menjadi responden memiliki kecerdasan emosi 100%. Pada pengujian secara bivariat dihasilkan nilai korelasi antara kesadaran emosi dengan komunikasi interpersonal sebesar 0,491 dan p value 0,000. Pengendalian emosi dengan komunikasi interpersonal sebesar 0,429 dan p value 0,001. Motivasi diri dengan komunikasi interpersonal sebesar 0,381 dan p value 0,03. Empati dengan komunikasi interpersonal sebesar 0,697 dan p value 0,000. Hubungan sosial dengan komunikasi interpersonal sebesar 0,553 dan p value 0,00. Pada pengujian secara multivariat dengan menggunakan model regresi linear berganda dengan cara melihat nilai R square di model summary dihasilkan nilai R square sebesar 0,580. Hasil tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor kecerdasan emosi dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal sebesar 58,0. Faktor kecerdasan emosi yang dominan mempengaruhi komunikasi interpersonal adalah pengendalian emosi dan empati. Perawat diharapkan dapat meningkatkan kecerdasan emosi agar tercipta komunikasi interpersonal yang baik.


(4)

Programe : Sarjana Keperawatan Academic year : 2013

Abstract

In doing interpersonal communication, the nurse needs to pay attention to emotional intelligence. The observation was aimed to know the relationship between emotional intelligence factors and the nurse interpersonal communication with hospitalized patients in Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. The number of the sample in this observation was 60 respondece which were taken by using slovin formula. To know the result of this observation correlation, we used product moment. The nurses were the respondece who had 100% high emotional intelligence. In bivariat examination, the result of correlation value between emotional awareness with interpersonal communication was 0,491 and p value was 0,000. Emotional control with interpersonal communication was 0,429 and p value 0,001. Self motivation with interpersonal communication was 0,381 and p value 0,003. Emphaty with interpersonal communication was 0,697 and p value 0,000. Sosial relation with communication interpersonal was 0,553 and p value 0,000. In multivariate examination using double linear regretion by looking at R square in summary model we found 0,580 R square value. This result showed that emotional intelligence factors could affect the communication interpersonal, it was 58,0 %. The dominant intelligence factors that could affect the interpersonal communication was emosional control and emphaty. The nurse are expected to increase the emotional intelligence to create a good interpersonal communication.


(5)

Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan Faktor-faktor Kecerdasan Emosi dengan Komunikasi Interpersonal perawat dengan pasien rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah menyediakan waktu serta dengan penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat selama masa perkuliahan di Fakultas Keperawatan dan selama penyusunan skripsi ini.

3. Iwan Rusdi, S.kp, MNS selaku dosen penguji satu dan Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji dua yang telah memberikan saran


(6)

Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf nonakademik yang membantu memfasilitasi secara administratif. 5. dr. Harlen Saragih sebagai Direktur RSUD Dr. Djasamen Saragih

Pematangsiantar yang telah memberikan izin survey awal. Dan kepada semua pegawai dan perawat yang telah turut membantu dalam penelitian ini sehingga dapat selesai.

6. Teristimewa kepada orang tua tercinta Bapak M. Manurung dan Ibu R. Simarmata yang telah memberikan cinta, doa, dorongan, bimbingan, menghibur, memotivasi dan memberikan dana bagi penulis. Buat adek-adek tercinta: Repinanin Manurung, Resya V. Manurung, dan Reynaldi G.P. Manurung serta buat keluarga besar yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terimakasih buat doa dan dukungan selama ini. 7. Terkhusus buat My Ioanna, Hendra Agustinus Marbun SE, Ak (dosen

pribadi ku). Terimakasih buat kasih sayang, nasehat, arahan, bimbingan, dan perhatian selama ini. Bahkan terimakasih buat waktu yang disediakan bagi penulis ditengah kesibukan dalam melakukan pekerjaan dan perkuliahannya.

8. Teman-teman mahasiswa Ekstensi pagi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 2011 yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan Proposal ini (Aguswina


(7)

Butar-dukungan, penghiburan bagi penulis.

9. Teman-teman satu kost di Gedung Putih (Rianty, Kak Ichi, Veronika Manurung, Herti, Astika, Tio, Lisa, Kak Ria, dan Kak Dewi). Terimakasih buat doa, semangat dan dukungan yang kalian berikan.

10.Adik-adik kelompok kecil ku (Elyta, Siska, Ribka) yang turut mendoakan dan memberi semangat dan dukungan kepada penulis. Tidak lupa juga kepada sahabat ku Indah Simanjuntak dan Melva Gultom terimakasih buat doa dan dukungan kalian.

11.Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu peneliti dalam penyelesaian Proposal ini di Fakultas Keperawatan USU.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dan penuh kasih melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terkhusus ilmu keperawatan.

Medan, Februari 2013


(8)

Halaman Judul

Lembar Persetujuan Ujian Sidang Skripsi ... ii

Abstrak ... iii

Abstract ... iv

Prakata ... v

Daftar Isi ... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 7

1.3.Tujuan Penelitian ... 7

1.4.Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1.Komunikasi Interpersonal ... 10

2.1.1. Pengertian komunikasi. ... 10

2.1.2. Komunikasi Interpersonal ... 11

2.1.3. Tujuan Komunikasi Interpersonal ... 13

2.1.4. Proses Komunikasi ... 15

2.1.5. Macam-macam Komunikasi ... 16

2.1.6. Metode Komunikasi ... 17

2.1.7. Bentuk-Bentuk Komunikasi ... 19

2.1.8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi ... 19

2.1.9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dalam Keperawatan ... 27

2.1.10. Membangun Komunikasi Interperrsonal... 29

2.1.11.Interaksi Perawat dan Pasien ... 33

2.1.12.Teknik Menjalin Hubungan dengan Pasien ... 33

2.2.Kecerdasan Emosi ... 34

2.2.1. Pengertian Kecerdasan Emosi ... 34

2.2.2. Faktor-faktor Kecerdasan Emosi... 36

2.2.3. Hubungan Faktor-faktor Kecerdasan Emosi dengan Komunikasi Interpersonal. ... 42

BAB III. KERANGKA PENELITIAN ... 46

3.1.Kerangka konseptual ... 46

3.2.Defenisi Operasional ... 47


(9)

4.4.Pertimbangan Etik ... 53

4.5.Instrumen Penelitian ... 53

4.5.1. Kuesioner Data Demografi ... 54

4.5.2. KuesionerFaktor-faktor Kecerdasan Emosi ... 54

4.5.3. Kuesioner Komunikasi Interpersonal ... 59

4.6.Validitas dan Realibilitas ... 60

4.6.1. Validitas ... 60

4.6.2. Realibilitas ... 60

4.7.Pengumpulan Data ... 62

4.8.Analisa Data ... 62

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Gambaran Umum Hasil Penelitian... 65

5.1.1. Karakteristik Responden ... 65

5.1.2. Kecerdasan Emosi Perawat Rawat Inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 67

5.1.3.Komunikasi Interpersonal ... 68

5.1.4. Analisa Bivariat ... 69

5.1.5. Analisa Multivariat ... 71

5.2.Pembahasan ... 74

5.2.1. Faktor-faktor Kecerdasan Emosi Perawat Rawat Inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 74

5.2.2. Komunikasi Interpersonal Perawat Rawat Inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 78

5.2.3. Hubungan Faktor-Faktor Kecerdasan Emosi dengan Komunikasi Interpersonal Perawat dengan PasienRawat Inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 79

5.2.4. Faktor-Faktor Kecerdasan Emosi yang Mempengaruhi Komuniksai Interpersonal Perawat ddengan Pasien Rawat Inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 87

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

6.1. Kesimpulan ... 90

6.2. Saran ... 91


(10)

3. Uji Reliabilitas

4. Analisa Data Hubungan Faktor-Faktor Kecerdasan Emosi dengan Komunikasi Interpersonal

5. Analisa Multivariat 6. Jadwal Penelitian 7. Taksasi Dana

8. Daftar Riwayat Hidup 9. Lembar Bukti Bimbingan 10.Surat pernyataan uji validitas 11.Lembar persetujuan validitas

12.Surat melakukan pengambila data dari fakultas Keperawatan

13.Surat permohonan izin penelitian ke setiap ruangan rawat inap RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

14.Surat balasan selesai penelitian dari RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar


(11)

komunikasi interpersonal perawat dengan pasien rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar ... 46


(12)

Tabel 4.1. Kriteria Penafsiran Burn & Grove ... 64

Tabel 5.1. Analisa Karakteristik Perawat yang Bekerja di Ruangan rawat

Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih

Pematangsiantar ... 66

Tabel 5.2. Kecerdasan Emosi Perawat Rawat Inap di RSUD Dr. Djasamen

Saragih Pematangsiantar ... 67

Tabel 5.3.Analisa Kecerdasan Emosi Perawat yang Bekerja di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Umum Dr. Djasamen Saragih ... 68

Tabel 5.4.Analisa Komunikasi Interpersonal Perawat yang Bekerja di

Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen

Saragih ... 68

Tabel 5.5. Analisa Hubungan Faktor-Faktor Kecerdasan Emosi dengan

Komunikasi Interpersonal Perawat dengan Paasien Rawat Inap

di RSUD Dr. Djassamen Saragih Pematangsiantar ... 69

Tabel 5.6. Analisa Multivariat Hubungan Faktor-Faktor Kecerdasan Emosi

dengan Komunikasi Interpersonal Perawat dengan Pasien Rawat

Inap di RSUD Dr. Djassamen Saragih Pematangsiantar ... 72


(13)

(14)

Program : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2013

Abstrak

Perawat dalam melakukan komunikasi interpersonal perlu memperhatikan kecerdasan emosi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor kecerdasan emosi dengan komunikasi interpersonal perawat dengan pasien rawat inap RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Jumlah sampel pada penelitian ini 60 responden yang didapat dengan menggunakan rumus slovin. Untuk mengetahui hasil korelasi penelitian ini dengan meggunakan product moment. Perawat yang menjadi responden memiliki kecerdasan emosi 100%. Pada pengujian secara bivariat dihasilkan nilai korelasi antara kesadaran emosi dengan komunikasi interpersonal sebesar 0,491 dan p value 0,000. Pengendalian emosi dengan komunikasi interpersonal sebesar 0,429 dan p value 0,001. Motivasi diri dengan komunikasi interpersonal sebesar 0,381 dan p value 0,03. Empati dengan komunikasi interpersonal sebesar 0,697 dan p value 0,000. Hubungan sosial dengan komunikasi interpersonal sebesar 0,553 dan p value 0,00. Pada pengujian secara multivariat dengan menggunakan model regresi linear berganda dengan cara melihat nilai R square di model summary dihasilkan nilai R square sebesar 0,580. Hasil tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor kecerdasan emosi dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal sebesar 58,0. Faktor kecerdasan emosi yang dominan mempengaruhi komunikasi interpersonal adalah pengendalian emosi dan empati. Perawat diharapkan dapat meningkatkan kecerdasan emosi agar tercipta komunikasi interpersonal yang baik.


(15)

Programe : Sarjana Keperawatan Academic year : 2013

Abstract

In doing interpersonal communication, the nurse needs to pay attention to emotional intelligence. The observation was aimed to know the relationship between emotional intelligence factors and the nurse interpersonal communication with hospitalized patients in Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. The number of the sample in this observation was 60 respondece which were taken by using slovin formula. To know the result of this observation correlation, we used product moment. The nurses were the respondece who had 100% high emotional intelligence. In bivariat examination, the result of correlation value between emotional awareness with interpersonal communication was 0,491 and p value was 0,000. Emotional control with interpersonal communication was 0,429 and p value 0,001. Self motivation with interpersonal communication was 0,381 and p value 0,003. Emphaty with interpersonal communication was 0,697 and p value 0,000. Sosial relation with communication interpersonal was 0,553 and p value 0,000. In multivariate examination using double linear regretion by looking at R square in summary model we found 0,580 R square value. This result showed that emotional intelligence factors could affect the communication interpersonal, it was 58,0 %. The dominant intelligence factors that could affect the interpersonal communication was emosional control and emphaty. The nurse are expected to increase the emotional intelligence to create a good interpersonal communication.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia sebagai suatu individu dengan setiap aktivitas yang dilaluinya, adalah individu yang sangat memerlukan dukungan kesehatan yang baik. Setiap kesibukan aktivitas yang dilalui oleh seorang individu, dapat membentuk suatu pola hidup yang tidak baik, hal ini akan menjadi faktor pendorong suatu individu mengalami masalah kesehatan.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kesadaran pola hidup sehat yang sangat rendah. Keadaan ini berakibat kepada tingginya rasio orang sakit yang ada di masyarakat. Dengan angka orang sakit yang sangat tinggi ini juga berpengaruh kepada tingginya kebutuhan akan penyembuhan atas penyakit yang diderita.

Sebagai suatu kebutuhan akan penyembuhan penyakit, rumah sakit merupakan salah satu alternatif yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. Di lingkungan masyarakat Indonesia sangat meyakini keperluan dari sebuah rumah sakit. Kesadaran ini dapat dikatakan sangat beralasan dikarenakan rumah sakit merupakan fasilitas penyembuhan yang memiliki tenaga medis yang lengkap. Setiap Rumah sakit tentunya memiliki tenaga medis yang sangat dibutuhkan yang diantaranya dokter, perawat, paramedis, ahli gizi, dokter gigi, dan lain-lain. Setiap profesi diataslah yang dianggap oleh masyarakat yang datang ke rumah sakit akan mampu memberikan kesembuhan bagi mereka.


(17)

Bagi masyarakat yang mengalami sakit, yang dalam hal ini dikatakan sebagai pasien, pada dasarnya menganggap bahwa yang memberikan pengaruh paling besar dalam kesembuhan seorang pasien adalah dokter. Pernyataan sebelumnya dapat dikatakan sangat beralasan dikarenakan dokterlah yang melakukan diagnosa dan kemudian menentukan jenis penyembuhan apa yang harus dilakukan. Namun, secara tidak disadari oleh pasien, ada profesi lain yang juga memiliki dukungan yang cukup besar untuk kesembuhan seorang pasien, yaitu perawat. Seorang dokter harus didampingi oleh seorang perawat untuk mendukung berjalan dengan lancarnya aktivitas dari seorang dokter.

Perawat merupakan tenaga medis yang paling banyak memiliki waktu dan berinteraksi dengan pasien. Keberadaan perawat merupakan hal yang sangat penting bagi kesembuhan pasien. Banyak pihak menganggap bahwa dengan dokter yang ahli dan rumah sakit dengan sarana dan prasarana yang sangat baik merupakan faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kesembuhan pasien. Fasilitas dan tempat pengobatan tidak sepenuhnya dapat menolong pasien dalam mengobati penyakitnya ataupun mendapatkan kesembuhan. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan yang terintegrasi untuk meningkatkan kesehatannya. Pelayanan kesehatan tersebut termasuk didalamnya pelayanan keperawatan (Departemen Kesehatan, 1994).

Keberadaan perawat sebagai pendukung kesembuhan pasien, didasarkan kepada berbagai jenis kemampuan yang harus dilakukan oleh seorang perawat. Kemampuan seorang perawat bukan hanya berdasarkan kemampuan teknis ataupun teoritas saja. Peran perawat merupakan bentuk bantuan bagi pasien.


(18)

Untuk membantu pasien, seorang perawat harus menghadirkan perasaannya, merasakan apa yang dirasakan pasiennya, oleh karena itu perawat harus dapat melakukan komunikasi dengan pasien. Secara teorinya, komunikasi antara perawat dengan pasien harus dapat dibina dengan sebaik-baiknya. Pengkajian yang dilakukan oleh Menzies (1970), Stockwell (1972), Hayward (1975), Macleod-Clark (1984), Faulkner (1985), Ley (1988) dalam Ellis, Roger B, dkk (1999) mengidentifikasikan komunikasi harus diperhatikan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Komunikasi antar perawat dan pasien merupakan komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal adalah proses komunikasi langsung antara perawat dengan perawat dan perawat dengan pasien. Ada beberapa faktor yang mendukung terlaksananya komunikasi interpersonal diantaranya persepsi, nilai, emosi, latar belakang sosial budaya, pengetahuan, peran dan hubungan, serta kondisi lingkungan (Mundakir, 2006). Dari berbagai faktor tersebut, emosi merupakan salah satu faktor yang penting untuk dibicarakan.

Emosi adalah subyektif seseorang dalam merasakan situasi yang terjadi di sekelilingnya. Situasi dan lingkungan yang berbeda membuat perawat memiliki konflik yang berbeda pula. Seorang perawat yang mempunyai konflik dalam keluarganya pada saat bekerja memberikan pelayanan kepada pasiennya tanpa menghubungkan suasana hatinya kepada pasien. Perawat harus dapat membedakan suasana emosi personal dengan suasana emosi professional (Mundakir, 2006). Ketika perawat dapat membedakan keadaan suasana emosinya,


(19)

maka perawat tersebut memiliki keterampilan manajemen emosi. Keterampilan tersebut lebih dikenal dengan istilah kecerdasan emosi (Nurhidayah, 2006).

Kecerdasan emosi merupakan serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita membuka hati baik aspek pribadi, sosial, dan pertahanan dari seluruh kecerdasan, akal sehat yang penuh misteri dan kepekaan yang penting untuk berfungsi secara efektif (Nurhidayah, 2006). Kecerdasan emosi menentukan kita untuk mempelajari keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima faktor yaitu, kesadaaran emosi, pengendalian emosi, motivasi diri, empati, dan hubungan sosial. Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi, dengan kecerdasan akademik (academic inteligence), yaitu kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Penelitian yang dilakukan oleh Baron (1988), Mayer dan Salovey (1990) serta Goleman 1995) dalam Agustian (2001) mengemukakan bahwa keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh intelektual atau Inteligent Quotient (IQ).

Daniel Goleman (1996) mengatakan bahwa kecerdasan emosi seseorang menyumbang pengaruh besar terhadap komunikasi interpersonal seseorang. Orang yang cerdas emosi akan mampu mengenali emosi, mengendalikan emosi, memotivasi diri, empati dan hubungan sosial, dengan adanya kemampuan untuk mengenali emosi, mengendalikan emosi, memotivasi diri, empati dan hubungan sosial maka akan mampu melakukan komunikasi dengan orang lain.

Perawat yang mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi akan mampu melakukan komunikasi interpersonal. Perawat yang mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi akan mampu mengenali emosinya, dengan mampu mengenali emosi


(20)

akan mampu mengendalikan emosi sehingga perawat akan merawat pasien dengan baik. Perawat yang cerdas emosi juga mampu memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan mampu melakukan hubungan dengan orang lain. Dengan kemampuannya dalam memotivasi diri, mengenali orang lain dan mampu melakukan hubungan dengan orang lain maka perawat akan mampu melakukan komunikasi interpersonal dengan pasien. Sedangkan pada perawat yang mempunyai kecerdasan emosi yang rendah maka mereka tidak mampu mengenali emosi orang lain, kurang mampu memotivasi diri dan mereka kurang mampu melakukan hubungan sosial dengan orang lain, hal ini menimbulkan perawat kurang mampu melakukan komunikasi interpersonal dengan pasien (Goleman, 1996).

Gambaran komunikasi interpersonal perawat di Unit Rawat Inap RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang yang diteliti oleh Sri Mulyani (2008) disimpulkan bahwa Perawat yang mempunyai kesadaran emosi rendah melakukan komunikasi interpersonal rendah (51,4 %) lebih tinggi dari pada perawat yang mempunyai komunikasi interpersonal tinggi (21,3 %). Dan sebaliknya perawat yang mempunyai kesadaran emosi tinggi melakukan komunikasi interpersonal (78,7 %) lebih tinggi dari pada perawat yang melakukan komunikasi interpersonal rendah (48,6 %). Hal tersebut mengindikasikan bahwa perawat yang mempunyai kesadaran emosi rendah akan melakukan komunikasi interpersonal yang rendah sedangkan perawat yang mempunyai kesadaran emosi yang tinggi akan melakukan komunikasi interpersonal yang tinggi. Hasil nilai ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kesadaran emosi dengan komunikasi


(21)

interpersonal perawat di Unit Rawat Inap RSJD dr. Amino Gondohutomo Semarang. Hal ini sesuai dengan pendapat ahli bahwa orang yang mempunyai kesadaran emosi akan mampu melakukan komunikasi interpersonal dengan baik.

Keadaan yang telah disampaikan sebelumnya juga dapat terjadi di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar yang menjadi objek dari penelitian ini. Saat peneliti melakukan survey awal di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar, di Rumah Sakit tersebut sebagian besar perawat bersuku Batak. Menurut penilaian masyarakat luas, masyarakat suku Batak memiliki kekurangan didalam berkomunikasi.Tutur kata yang bernada kasar dan seakan-akan marah menjadi karakter dari masyarakat suku Batak. Namun, pada dasarnya perasaan dan keinginannya sangat tulus dan jujur. Hal yang sama juga dikatakan oleh seorang keluarga pasien yang ada di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Berbeda dengan pendapat dari tiga mahasiswa AKBID yang sedang dinas di ruangan tersebut yang menyatakan bahwa perawat yang bekerja telah melakukan komunikasi yang baik. Dua orang perawat yang diwawancarai oleh peneliti, mengaku bahwa komunikasi yang baik telah diterapkan saat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dan keluarganya. Padahal, ketika peneliti wawancarai salah seorang perawat, perawat tersebut berkomunikasi sambil melakukan pekerjaannya. Sedangkan yang seorang lagi menolak untuk diwawancarai dengan nada yang cuek. Selain itu, perawat hanya melakukan komunikasi pada saat melakukan tindakan saja.

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui tentang hubungan faktor-faktor kecerdasan emosi dengan


(22)

hubungan interpersonal di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Penelitian ini belum pernah dilakukan di Rumah Sakit Umum daerah dr. Djasamen Pematangsiantar. Hal tersebut menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut berdasarkan pengamatan dan kondisi logis latar belakang diatas. Penelitian ini ingin membuktikan mengenai emosi yang terjadi di luar tempat, personal, dan waktu kerja yang sering terbawa ke dunia pekerjaan perawat. Berdasarkan fenomena tersebutlah ingin dilakukan penelitian tentang “Hubungan faktor-faktor kecerdasan emosi dengan komunikasi interpersonal perawat dengan pasien rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti menetapkan massalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Ada Hubungan Antara Faktor-Faktor Kecerdasan Emosi dengan Komunikasi Interpersonal Perawat Dengan Pasien Rawat Inap Di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar?”

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi hubungan antara faktor-faktor kecerdasan emosi dengan komunikasi interpersonal perawat dengan pasien rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.


(23)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi kecerdasan emosi perawat rawat inap RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor kecerdasan emosi perawat rawat inap RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

3. Untuk mengidentifikasi komunikasi interpersonal perawat dengan pasien rawat inap RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

4. Untuk mengidentifikasi hubungan faktor-faktor kecerdasan emosi dengan komunikasi interpersonal perawat dengan pasien rawat inap RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

5. Untuk mengetahui hubungan faktor–faktor kecerdasan emosi yang paling dominan mempengaruhi komunikasi interpersonal perawat dengan pasien rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat untuk Pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini memberikan tambahan referensi dan informasi akademik tentang hubungan faktor-faktor kecerdasan emosi dengan komunikasi interpersonal perawat dengan pasien.

1.4.2. Manfaat untuk Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai sumber data bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian yang terkait dalam hal faktor-faktor kecerdasan emosi dan komunikasi interpersonal.


(24)

1.4.3. Manfaat untuk Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi manajemen Rumah Sakit untuk dipakai sebagai acuan dalam menentukan kebijakan strategis rumah sakit terutama dalam meningkatkan komunikasi interpersonal perawat dengan pasien.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian komunikasi

Kata komunikasi (communication) berasal dari bahasa Latin communication yang terbentuk dari dua suku kata : com (bahasa latin cum), berarti dengan atau bersama dengan, dan unoi (bahasa Latin union) berarti bersatu dengan. Jadi komunikasi dapat diartikan union with (bersatu dengan) atau union together eith (bersama dengan). Ungkapan ini sering disebut dalam satu kata saja yaitu communion yang berarti tidak sekedar bersama-sama dengan tetapi bersatu dengan orang lain (bersama dalam satu kesatuan-bersatu dalam kesamaan) (Liliweri, 2007)

Dalam Mundakir (2006) terdapat beberapa defenisi komunikasi untuk melihat berbagai pendapat dalam mendefinisikan komunikasi, antara lain :

1. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung arti dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan (Edwart Depari, dari AW Widjaja)

2. Komunikasi adalah suatu rangkaian peristiwa yang terkait dalam penyampaian pesandari pengirim ke penerima. Komuniksai adalah proses dimana seseorang berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan (James A.F. Stoner)


(26)

3. William J Seiller (1998) mendefenisikan bahwa komunikasi adalah proses yang mana simbol verbal dan non verbal dikirimkan, diterima dan diberi arti. 4. Hovlan, Janis, dan Kelly adalah ahli sosiologi Amerika mengatakan bahwa

“Communication is the process by wich an individual transmits stimuly (ussually verbal) to modify the behavior of other individuals” dengan kata lain, komunikasi adalah proses individu dalam mengirim stimulus (umumnya dalam bentuk verbal) untuk mengubah tingkah laku orang lain. (Forsdale,1981)

5. Louis Forsdale (1981), seorang ahli komunikasi dan pendidikan mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan diubah. “Comunication is the process by wich a system is establised, maintained, and altered by means of shared signals that operate according to rules”

Dari beberapa komunikasi tersebut secara umum disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses pengiriman atau pertukaran (stimulus, signal, symbol, informasi) baik dalam bentuk verbal maupun non verbal dari pengirim ke penerima pesan dengan tujuan adanya perubahan (baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor).

2.1.2. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi Interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua atau tiga orang dengan jarak fisik di antara mereka yang sangat dekat, bertatapan


(27)

muka atau bermedia dengan sifat umpan balik yang berlangsung cepat, adaptasi pesan bersifat khusus, serta memiliki tujuan/maksud komunikasi tidak berstruktur. Komunikasi interpersonal dapat berlangsung antara profesional dan profesional dengan klien. Komunikasi antar profesional dapat terjadi antara perawat dengan dokter, perawat dengan ahli gizi, perawat dengan tenaga kesehatan lainnya. Komunikasi antar profesional (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya) dengan lien atau keluarga klien merupakan komunikasi yang berlangsung dalam rangka membantu memecahkan masalah klien. (Mundakir, 2006).

Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik ssecara verbal atau nonverbal terutama dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.

Menurut Nasir, Abdul, dkk (2009) komunikasi interpersonal memiliki sifat-sifat yaitu bersifat dua arah yang berati melibatkan dua orang dalam situasi interaksi, ada unsur dialogis dan ditujukan kepada sasaran terbatas dan dikenal. Selain itu, Judy C. Person (1983) dalam Nasir, Abdul, dkk (2009) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal bersifat transaksional yaitu tindakan pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak dalam menyampaikan dan menerima pesan. Komunikasi interpersonal merupakan rangkaian tindakan, kejadian, dan kegiatan yang terjadi secara terus-menerus. Komunikasi interpersonal bukan suatu yang statis tetapi dinamis. Hal ini berarti segala yang tercakup dalam komunikasi


(28)

interpersonal selalu dalam keadaan berubah baik pelaku komunikasi, pesan, situasi, maupun lingkungannya.

2.1.3. Tujuan Komunikasi Interpersonal

Menurut Muhammad (2004) dalam Nurhasanah (2009) komunikasi interpersonal memiliki beberapa tujuan, diantaranya:

a. Menemukan Diri Sendiri

Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah menemukan personal atau pribadi. Belajar tentang diri kita maupun orang lain didapatkan dari pertemuan ataupun komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada kita untuk berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita. Dengan membicarakan diri kita dengan orang lain, kita memberikan masukan yang luar biasa pada perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita.

b. Menemukan Dunia Luar

Hanya komunikasi interpersonal yang menjadikan kita dapat memeahami lebih banyak tentang diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita. Banyak komunikasi yang kita ketahui datang dari komunikasi interpersonal, meskipun banyak jumlah informasi yang datang kepada kita dari media massa. Hal itu sering didiskusikan dan akhirnya dipelajari atau didalami melalui interaksi interpersonal.


(29)

c. Membentuk dan Menjaga Hubungan yang Penuh Arti

Salah satu keinginan orang adalah membentuk dan memelihara hubungan dengan orang lain. Dalam komunikasi interpersonal banyak waktu kita pergunakan untuk membentuk dan menjaga hubungan sosial dengan orang lain. d. Berubah Sikap dan Tingkah Laku

Dalam komunikasi interpersonal, banyak waktu yang dipergunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku. Kita dapat memperoleh cara baru ketika berkomunikasi dengan orang lain seperti: mencoba diet baru, memilih barang tertentu.

e. Untuk Bermain dan Kesenangan

Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama adalah mencari kesenangan. Berbicara dengan teman mengenai aktivitas kita pada waktu akhir pekan, berdiskusi mengenai olahraga, menceritakan dan cerita lucu merupakan bentuk komunikasi interpersonal yang memberikan keseimbangan yang penting dalam piliran yang memerlukan rileks dari semua keseriusan di lingkungan kita.

f. Untuk membantu

Ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakan komunikasi interpersonal dalam kegiatan profesional mereka untuk mengarahkan kliennya. Kita sama juga berfungsi membantu orang lain dalam interaksi sehari-hari. Berkonsultasi dengan teman kita, tentang masalah pribadi, studi ataupun perkuliahan.


(30)

2.1.4. Proses Komunikasi

Gambar 2.1

Proses Komunikasi menurut Ellis RB, Gates RJ & Kenworthy N, 1999 Sumber : Ellis RB, Gates RJ & Kenworthy N, 1999

Gambar 2.2: Proses Komunikasi Sumber ; Mundakir,2006

Komunikasi terjadi bila ada sumber informasi yang merupakan bahan atau materi yang akan disampaikan oleh komunikator. Sebelum informasi disampaikan, komunikator perlu melakukan penyandian (encoding) untuk mengubah ide dalam otak ke dalam suatu sandi yang cocok dengan transmitter. Contoh dari bentuk penyandian ini adalah kata-kata dalam komunikasi nonverbal, anggukan kepala, sentuhan, kontak mata, dan sebagainya. Setelah pesan

Pengirim

Umpan

Pesan Penerima

Sumber Encoding Efek

(Komunikator)

Decoding(Kom unikan) Media Channel

Noise Feedback

Noise Noise


(31)

disandikan, kemudian komunikator menyampaikan pesan kepada penerima pesan (komunikan) melalui saluran atau media. Ketepatan komunikan dalam menerima pesan sangat dipengaruhi oleh kemampuan komunikan dalam melakukan penafsiran atau decoding disamping itu juga dipengaruhi oleh faktor pengganggu (noice). Ketepatan komunikan dalam menafsir pesan (decoding) dipengaruhi oleh banyak hal misalnya: pengetahuan, pengalaman, fungsi alat indra yang digunakan dan sebagainya. Komunikasi berlangsung efektif bila terjadi feedback yang baik antara penerima pesan dengan pembawa pesan sebelum terjadinya perubahan atau efek sebagai dampak dari komunikasi.

2.1.5. Macam-macam Komunikasi

Ada tiga macam komunikasi, antara lain: 2.1.5.1.Komunikasi Searah

Komunikator mengirim pesannya melalui saluran atau media dan diterima oleh komunikan. Sedangkan komunikan tersebut tidak memberikan umpan balik feedback. Mundakir (2006) mengatakan, komunikasi satu arah ini bersifat koersif. Komunikasi ini jarang bahkan tidak ada kesempatan untuk melakukan umpan balik karena sifat pesannya harus diterima oleh komunikan.

2.1.5.2.Komunikasi Dua Arah

Komunikator mengirim pesan diterima oleh komunikan, setelah disimpulkan kemudian komunikan mengirimkan umpan balik kepada sumber


(32)

berita atau komunikator. Selain itu, Mundakir (2006) mengatakan komunikasi dua arah biasanya bersifat informative dan atau persuasive.

2.1.5.3.Komunikasi Berantai

Komunikan menerima pesan atau berita dari komunikator kemudian disalurkan kepada komunikan kedua, dari komunikan kedua disampaikan kepada komunikan ketiga dan seterusnya. Terdapat kelemahan dalam komunikasi berantai, karena kadang-kadang pesan yang disampaikan sudah tidak murni atau terjadi distorsi informasi sehingga pesan dapat menyimpang dari yang sebenarnya.

2.1.6. Metode Komunikasi

Komunikasi yang dilaksanakan pada umumnya mempunyai maksud dan tujuan yang diharapkan, hal ini terkait dengan metoda yang digunakan. Ada tiga metode komuniksai yang digunakan untuk melakukan komunikasi, yaitu:

2.1.6.1.Komunikasi Informatif

Komunikasi Informatif adalah metode komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan informasi secara umum. Sifat metode ini adalah memberikan keterangan atau pemberitahuan yang bersifat informatif, stimulatif, dan edukatif. Informatif bila suatu pesan yang disampaikan merupakan sesuatu yang baru bagi penerima pesan. Stimulatif bila komunikasi dapat memberikan semangat atau motivasi bagi penerima pesan untuk melakukan sesuatu atau merubah keadaan. Bersifat edukatif bila komunikasi yang dilaksanakan memberikan pengetahuan dan pengalaman baru bagi penerima pesan, misalnya perawat menjelaskan manfaat nutrisi pada klien post operasi


(33)

2.1.6.2.Komunikasi Persuasif

Komunikasi persuasif adalah metode komunikasi yang bersifat membujuk sacara halus agar komunikan atau sasaran menjadi yakin dan mau mengikuti apa yang diinginkan oleh komunikator. Metode ini umumnya dilakukan dalam ajakan dengan cara memberi alasan-alasan yang rasional, menjajikan dan meyakinkan bagi orang yang mendengarnya. Keuntungan dari metode ini adalah komunikan diberi kebebasan untuk memilih, membuat penilaian tentang apa yang disampaikan oleh komunikator sehinga dapat membuat keputusan sikap, apakah setuju dan mengikuti ajakan yang disampaikan oleh komunikator atau sebaliknya. Kelemahan dari metode ini adalah membutuhkan waktu yang relatif panjang untuk dapat mempengaruhi komunikasi sehingga perlu kesabaran dan kegigihan dari komunikator dalam menyampaikan informasi, misalnya perawat menjelaskan dampak merokok pada klien yang sudah lama mempunyai kebiasaan merokok dengan harapan agar klien dapat mengurangi atau meniggalkan kebiasaan merokok yang telah menyebabkan klien di rawat di rumah sakit.

2.1.6.3.Komunikasi Instruktif atau Koersif

Komunikasi Instruktif atau Koersif adalah metode komunikasi yang berupa perintah untuk melakukan sesuatu tugas atau pekerjaan. Komunikasi ini biasanya terjadi antara pimpinan dan anak buah, bos dengan karyawan, pihak yang kuat dengan pihak yang lemah, antara dokter atau perawat dengan pasien. Metode komunikasi instruktif ini umumnya terjadi searah. Keuntungan dari metode ini adalah berorientasi pada tujuan dan hasil sesuai dengan yang diinginkan, sedangkan kelemahan dari metode ini adalah sifat otoriterdari pemberi pesan.


(34)

2.1.7. Bentuk-bentuk Komunikasi

Manusia sebagai makhluk sosial yang memerlukan komunikasi dengan orang lain. Komunikasi ini dilakukan dengan mengirimkan lambang-lambang yang mengandung arti. Bentuk komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu (Kariyoso,1994) :

1. Komunikasi verbal

Komunikasi verbal menggunakan kata-kata, mencakup komunikasi bahasa lisan. Bahasa merupakan hal yang terbanyak dan terpenting digunakan dalam berkomunikasi. Hal ini disebabkan karena bahasa selain dapat mewakili kenyataan kongkrit dalam dunia sekeliling, juga dapat mewakili hal-hal yang abstrak.

2. Komunikasi non verbal.

Komunikasi non verbal menyangkut tentang gerak-gerik, sikap, ekspresi wajah, penampilan, dan lain sebagainya. Komunikasi non verbal yang tidak disadari dapat merusak komunikasi antara perawat dengan pasien. Pandangan, postur tubuh dan ekspresi wajah digunakan untuk memantapkan pesan-pesan yang disampaikan.

2.1.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi baik sebagai faktor pendukung maupun penghambat terjadinya komunikasi yang efektif, tidak lepas dari unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi itu sendiri.


(35)

2.1.8.1.Faktor Sumber Pesan (Source)

Sebagai seorang professional (perawat), sumber pesan/informasi adalah sangat penting. Kualitas tidaknya komunikasi seseorang bisa dilihat dari sumber informasi/ pesan yang disampaikan. Beberapa faktor sumber yang mempengaruhi proses komunikasi adalah:

a. Bahasa yang digunakan

Kebanyakan sumber-sumber informasi/ pesan terutama buku karangan orang luat negeri, serta internet yang mengakses informasi-informasi dunia adalah berbahasa asing (Inggris). Hal ini tentunya sangat menghambat sebagian besar masyarakat kita dalam memperoleh sumber karena kenyataannya memang belum banyak yang memahami bahasa asing tersebut.

b. Faktor teknis

Faktor teknis ini berkaitan dengan teknis operasional dalam memanfaatkan sumber informasi, misalnya internet dan “birokrasi” dalam memperoleh informasi, misalnya kita ingin mendapatkan informasi/ pesan dari seorang pejabat.

c. Ketersediaan dan Keterjangkauan sumber

Diantara bentuk sumber yang telah kita bahas adalah personal, lembaga, buku, surat kabar, internet, tv dan sejenisnya. Seiring dengan peningkatan sumber daya insani, kita sudah tidak susah lagi untuk mencari orang pandai sebagai rujukan tentang masalah tertentu, toko buku, sekolahan/kampus juga banyak berdiri di masyarakat daerah, televisi,


(36)

internet juga sudah banyak tersedia. Mudahnya kita memperoleh sumber informasi tersebut akan sangat menunjang terjadinya proses komunikasi yang berkualitas dan efektif. Dikatakan terjangkau karena untuk memperoleh informasi/pesan dari ilmuwan luar negeri, kita tidak perlu pergi kesana. Kita dapat mengakses internet atau membeli buku-buku karyanya yang sudah banyak dijumpai di toko buku sekeliling kita.

2.1.8.2.Faktor Komunikator (Comunicator)

Sebagai pelaku aktif dalam komunikasi, peran komunikator sangatlah vital. Komunikasi dapat berjalan dengan lancar dan efektif tidak jarang karena faktor komunikator.

a. Penampilan dan Sikap

Penampilan komunikator dalam berkomunikasi dapat meliputi beberapa hal antara lain sikap, ekspresi verbal maupun nonverbal, busana yang dipakai dan kerapian komunikator sangat mempengaruhi proses komunikasi yang dilaksanakan. Seorang perawat yang bersikap sopan dan satun dengan busana yang anggun dan rapi akan menunjang percaya diri dan minat komunikan dalam merespon komunikator. Penampilan seorang komunikator adalah stimulus awal bagi komunikan.

Beberapa sikap yang dapat menunjang keberhasilan komunikator adalah: 1) Senyum (keep smiling)

2) Terbuka 3) Rendah hati


(37)

5) Tidak sombong/ angkuh 6) Saling percaya

7) Cakap

b. Penguasaan masalah

Penguasaan masalah bagi seorang komunikator adalah hal yang mutlak. Seorang komunikator akan tegas dan mantap dalam menyampaikan pesan bila dia menguasai apa yang akan disampaikan. Selain meningkatkan kepercayaan diri bagi komunikator, penguasaan masalah juga dapat menghilangkan keraguan dari komunikan karena yakin mendapatkan pesan/informasi dengan benar.

c. Penguasaan bahasa.

Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa penguasaan bahasa akan sangat membantu komunikator dalam memperoleh sumber yang bagus dan berkualitas. Dengan penguasaan bahwa seorang komunikator dapat melakukan komunikasi dengan sistematis, terarah dan mudah dipahami oleh komunikan.

d. Kesempatan

Adanya kesempatan yang cukup dalam menyampaikan pesan/informasi menunjang terjadinya proses komunikasi yang lengkap. Kesempatan bagi komunikator adalah adanya waktu dan tempat serta suasana psikologis yang memungkinkan terlaksananya komunikasi secara dinamis.


(38)

e. Saluran

Saluran yang dimaksud adalah alat indra(penglihatan, pendengaran, pembauan, rasa, wicara) yang digunakan komunikator dalam mendapatkan dan menyampaikan pesan.

2.1.8.3.Faktor Pesan (Massage)

a. Teknik penyampaian pesan yang digunakan

Teknik penyampaian pesan yang digunakan ini sering terganggun karena faktor bahasa (language factor) dan faktor teknis (noise factor) selama pesan disampaikan.

1) Faktor bahasa

Penggunaan bahasa yang kurang tepat selama komunikasi dapat menimbulkan persepsi yang berbeda, sehingga pesan yang dimaksud komunikator tidak dapat tersampaikan dengan tepat kepada komunikan.

2) Faktor Teknis

Hambatan yang terjadi karena faktor teknis ini biasanya terjadi bila komunikasi tersebut menggunakan media, misalnya: pengeras suaranya rusak sehingga tidak dapat terdengar dengan baik oleh komunikan, adanya halilintar dan sebagainya.

b. Bentuk pesan

Bentuk pesan yang disampaikan dapat bersifat informatif, persuasif dan koersif.


(39)

1) Informatif

Adalah bentuk pesan yang memberikan keterangan-keterangan (fakta-fakta) atau pengetahuan-pengetahuan bagi komunikan, kemudian komunikan mengambil kesimpulan sendiri. Bentuk pesan ini lebih berhasil bila dilakukan kepada komunikan yang mempunyai rasa ingin tahunya tinggi.

2) Persuasif

Bentuk penyampaian pesan dengan maksud mempengaruhi audien/ komunikan untuk menerima atau menggunakan maksud pesan yang disampaikan oleh komunikator. Tujuan dari penyampaian bentuk pesan persuasif adalah perubahan kesadaran atas kehendak sendiri (bukan paksaan).

3) Koersif

Bentuk pesan koersif ini bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi apabila komunikan tidak mengikuti makna pesan yang disampaikan oleh komunikator. Bentuk pesan koersif dapat berupa perintah, instruksi, dan sebagainya.

c. Pesan sesuai kebutuhan

Pesan yang disampaikan seorang komunikator dapat menimbulkan ketertarikan atau sebaliknya kepada komunikan. Informasi atau pesan akan diminati atau bahkan “dikejar” apabila pesan tersebut sesuai dengan kebutuhan atau yang diinginkan komunikan. Bila pesan yang disampaikan


(40)

dirasa tidak perlu dan tidak bermanfaat bagi komunikan, maka proses komunikasi yang berlangsung akan cenderung pasif dan tidak berkembang. d. Jelas

Faktor kejelasan pesan dapat menjamin keefektifan komunikasi yang dilakukan. Pesan yang disampaikan dengan jelas dan mudah diterima oleh komunikan akan lebih nampak hasilnya dan efektifnya proses komunikasi. Faktor ini dapat berupa jelas bahasa yang digunakan, jelas maksud yang diharapkan, dan jelas bentuk pesannya. Kejelasan disini juga dimaksudkan agar pesan yang disampaikan dengan kejujuran dan keterbukaan, tidak ada maksud yang tersembunyi dari tujuan awal.

e. Simple (Isi pesan tidak terlalu banyak)

Penyampaian pesan yang terlalu banyak juga merupakan faktor yang dapat mengganggu proses komunikasi. Komunikan akan merasa kelelahan dan bosan terhadap pesan yang disampaikan. Disamping itu, bila pesan disampaikan secara melebar akan jauh dari tujuan pesan semula sehingga komunikasi yang dilakukan tidak efektif.

2.1.8.4.Faktor Media/Saluran (channel)

Dalam komunikasi, penggunaan media atau saluran sangatlah menentukan kelangsungan komunikasi. Media atau saluran yang langsung terlibat dalam proses komunikasi disini sebagaimana yang disampaikan oleh kariyoso (1994) adalah alat/sarana yang dilalui oleh suara, antara lain:


(41)

a. Mata b. Hidung c. Otak d. Tangan e. Telinga

2.1.8.5.Faktor Umpan balik (Feedback)

Terjadinya umpan balik dalam proses komunikasi menandakan komunikasi berjalan aktif. Faktor umpan balik yang dapat mempengaruhi berlangsungnya komunikasi adalah:

a. Relevansi dan pentingnya umpan balik (Feedback) b. Sifat Umpan Balik

c. Waktu (timing)

2.1.8.6.Faktor Komunikan (Comunican)

Keberhasilan komunikasi tidak bisa lepas dari peran dan pengaruh komunikan. Dalam konteks komunikan (penerima pesan), komunikasi akan dapat berjalan lancar dan efektif dipengaruhi oleh:

a. Penampilan dan sikap b. Pengetahuan

c. Sistem Sosial d. Saluran

2.1.8.7.Faktor Efek (Effect)

Hasil atau efek dari komunikasi ini juga mempengaruhi terjadinya komunikasi. Komunikasi dengan tujuan tertentu yang sudah lama dan sering


(42)

dilakukan namun bila tidak membawa dampak atau efek yang nyata dari hasil komunikasi tersebut, maka orang atau komunikator cenderung jemu atau bosan untuk menyampaikan pesan berikutnya, karena merasa tidak ada gunanya dilakukannya komunikasi kepada orang tersebut.

2.1.9. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Dalam Pelayanan Keperawatan

Setiap orang mempunyai sifat yang unik dan masing-masing dapat membuat penafsiran dari pesan komunikasi yang dilakukan. Perbedaan penafsiran yang disebabkan beberapa hal dapat mengganggu jalannya komunikasi yang efektif. Seorang klien yang menunjukkan muka masam dapat mempunyai beberapa arti: 1) tidak bahagia, 2) marah, 3) nyeri atau makna yang lain. Menurut Perry dan Potter (1987) dalam Mundakir (2006), persepsi seseorang, nilai, emosi, latar belakang budaya dan tingkat pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi jalannya pengiriman dan penerimaan pesan (komunikasi) dalam pelayanan keperawatan.

2.1.9.1.Persepsi

Persepsi adalah cara seseorang menyerap tentang sesuatu yang terjadi disekelilingnya. Mekanisme penyerapan ini umumnya sangat terkait dengan fungsi panca indera manusia. Proses penerapan rangsangan yang diorganisasikan dan diinterpretasikan dalam otak kemudian menjadikan persepsi. Persepsi seseorang juga bisa dipengaruhi pengalaman masa lalu. Persepsi akan sangat


(43)

mempengaruhi jalannya komunikasi karena proses komunikasi harus ada persepsi dan pengertian yang sama tentang pesan yang disampaikan dan diterima oleh kedua belah pihak.

2.1.9.2.Nilai

Nilai adalah keyakinan yang dianut seseorang. Jalan hidup seseorang dipengaruhi oleh keyakinan, fikiran, dan tingkah lakunya. Nilai seseorang berbeda satu sama lainnya. Nilai seseorang sangat dekat dengan masalah etika.

Komunikasi yang terjadi antara perawat dengan klien juga dipengaruhi oleh nilai-nilai dari kedua pihak. Komunikasi yang terjadi antar perawat dengan klien hendaknya lebih mengarah pada memberikan support dan dukungan nasehat untuk mengatasi masalah klien.

2.1.9.3.Emosi

Emosi adalah subyektif seseorang dalam merasakan situasi yang terjadi di sekelilingnya. Kekuatan emosi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana kemampuan atau kesanggupan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. 2.1.9.4.Latar Belakang Sosial Budaya

Latar belakang sosial budaya mempengaruhi jalannya komunikasi. Orang Arab akan meratap sedih dan menangis apabila ada anggota keluarganya meninggal dunia, hal ini berbeda dengan orang amerika golongan menengah yang sering menahan tangis secara terbuka bila kehilangan orang yang dicintai. Sedihnya dipendam untuk memperlihatkan ketegaran kepada anggota keluarga yang lain. Faktor ini memang sedikit pengaruhnya namun paling tidak dapat


(44)

dijadikan pegangan bagi perawat dalam bertutur kata, bersikap, dan melangkah dalam berkomunikasi dengan klien.

2.1.9.5.Pengetahuan

Komunikasi sulit berlangsung bila terjadi perbedaan tingkat pengetahuan dari pelaku komunikasi. Seorang perawat akan mudah menyampaikan atau menjelaskan tentang penyebab meningginya kadar gula darah kepada pasien DM yang mempunyai pengetahuan tentang penyakitnya dibanding harus menjelaskan kepada orang awam.

2.1.9.6.Peran dan Hubungan

Peran seseorang mempengaruhi dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Seorang perawat yang berperan sebagai tenaga kesehatan akan merasa nyaman dan terbuka apabila berkomunikasi dengan sesama perawat atau tenaga kesehatan lainnya.

2.1.9.7.Kondisi Lingkungan

Komunikasi berkaitan dengan lingkungan sosial tempat komunikasi berlangsung, dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang merupakan identitas sosial dari mereka yang terlibat dalam komunikasi antara lain: usia, jenis kelamin, etnik, status sosial, bahasa, kekuasaan, peraturan sosial, dan peran sosial.

2.1.10.Membangun Komunikasi Interpersonal

Cara-cara yang bisa digunakan sebagai panduan dalam membangun komunikasi interpersonal yang efektif adalah sebagai berikut (Nasir, Abdul, dkk, 2009):


(45)

2.1.10.1.Menciptakan ketertarikan dan menangkap perhatian

Sudah menjadi sifat dasar manusia bahwa mereka lebih cenderung tertarik dengan dirinya sendiri daripada orang lain. Oleh karena itu salah satu hal yang bisa kita lakukan agar orang lain menjadi tertarik dengan kita adalah dengan menumbuhkan ketertarikan kita kepada orag tersebut. Dengan kata lain, berhentilah untuk mebicarakan semua hal yang berkaitan dengan diri kita, namun cobalah untuk memberikan perhatian lebih kepada lawan bicara kita. Ajaklah dia untuk mendiskusikan segala hal mengenai dirinya seperti, model pakaian yang dia suka ataupun olahraga yang mereka gemari, sejenak kita lupakan diri kita sendiri. Dengan menciptakan ketertarikan kepada orang tersebut sebenarnya kita telah melakukan salah satu upaya pengumpulan informasi mengenai lawan bicara kita. Dengan begitu, sedikit demi sedikit kita dapat membuka tabir misteri lawan bicara kita dan membuat kita memiliki pengetahuan dalam menyikapi lawan bicara kita di kemudian hari.

Selain itu, manfaat dari poin ini adalah membuat lawan bicara kita merasa aman apabila berhadapan dengan kita. Ia akan merasa diperhatikan. Akan tetapi, dalam upaya menciptakan ketertarikan ini hendaknya kita juga memperhatikan hal-hal tertentu yang kira-kira tidak membuat lawan bicar kita merasa seperti diinvestigasi. Memulai pembicaraan dengan mendiskusikan masalah cuaca, kemacetan lalu lintas, ataupun hal-hal umum lainnya kadang membuat lawan bicara memnjadi bosan.


(46)

Hal lain yang perlu juga diperhatikan adalah sebaiknya kita tidak mengungkit-ungkit masalah-masalah yang sensitif seperti agama, ras, dan hal-hal tabuh lainnya sesuai dengan daerah asal dimana lawan bicara kita berasal.

2.1.10.2.Membangun rasa simpati

Maksudnya adalah bagaimana membangun lingkungan komunikasi dimana lawan bicara kita merasa percaya diri saat bicara dengan kita. Caranya antara lain dengan membuat suasana yang hangat saat berkomunikasi, menghilangkan suasana superior dan inferior, yakni bisa dengan kontak mata yang hangat dan bersahabat, menirukan bahasa tubuh lawan bicara, ataupun dengan menyebut nama lawan bicara kita berulang-ulang untuk menunjukkan rasa hormat kita kepadanya.

2.1.10.3.Percaya Diri

Percaya diri sangat penting dalam berkomunikasi. Saat kita memiliki percaya diri, maka kita akan membangun gambar (image) diri kita kepada orang lain, akan tetapi kurangnya percaya diri membuat kita akan dipandang sebagai seorang yang memiliki posisi yang lemah. Terkadang, kurang percaya diri membuat kita sendiri menjadi tidak nyaman dalam berkomunikasi, gugup, gemetaran, dan merasa setiap apa yang kita utarakan adalah hal-hal yang sama sekali tidak berguna. Percaya diri saat berkomunikasi dapat menciptakan energi yang positif.

2.1.10.4.Mengaplikasikan tiga hal penting

Ketiga hal penting itu adalah kemampuan bertanya, mendengarkan, dan diam. Sebagian besar komunikator efektif dalam menggunakan ketiga


(47)

kemampuan ini. Orang yang lebih banyak mendengar justru menjadi orang yang disenangi dalam berkomunikasi.

Diam dan mendengar di sini bukan berarti kita mendengarkan secara pasif. Akan tetapi, kita berusaha mendengar secara aktif, memberikan respon positif terhadap topik yang disampaikan orang lain sembari sekali-sekali menimpali dengan pertanyaan-pertanyaan relevan yang menunjukkan bahwa kita memperrhatikan apa yang sedang dibicarakan.

2.1.10.5.Kejujuran dan Empati

Menciptakan ketertarikan kepada orang lain sebenarnya adalah bagaimana kita membuat suatu bentuk ketertarikan pada orang lain dengan sebenar-benarnya. Bukan dengan dibuat-buat ataupun pura-pura tertarik. Kejujuran di sini maksudnya adalah jujur akan ketertarikan pada orang lain.

2.1.10.6.Optimisme

Optimisme menekankan pada hal-hal positif yang didiskusikan dalam suatu komunikasi. Ada kalanya dalam suatu komunikasi yang terjadi setiap harinya, terdapat banyak hal negatif yang dijadikan topik pembicaraan, seperti kesedihan, kekecewaan, dan kemarahan. Komunikator yang baik tentu akan berusaha untuk menggiring pembicaraan ke arah yang positif. Komunikator yang baik dapat memberikan respon positif yang dapat membuat komunikasi tidak hanya selalu berpikiran pada hal-hal yang negatif sehingga optimis pun dapat tercipta.


(48)

2.1.11.Interaksi Perawat dan Pasien

Menjalin hubungan yang baik antara perawat dan pasien mutlak diperlukan dalam upaya melancarkan pelaksanaan tugas baik di rumah sakit, puskesmas maupun pada saat kunjungan rumah. Dalam pelaksanaan perawatan di ruangan proses hubungan interaksi yang baik antara perawat dan klien diharapkan menyenangkan antara kedua pihak baik perawat maupun pasien dan keluarganya. Apabila terjadi proses interaksi yang baik antara perawat dan pasien, perawat dapat melaksanakan perawatan dengan sebaik-baiknya guna memenuhi kebutuhan pasien. Adapu tujuan menjalin hubungan yang baik ini untuk (Kariyoso, 1994): a. Memenuhi kebutuhan pasien

b. Membantu pasien dalam pengalaman hidup sehari-hari c. Mencari tahu latar belakang pasien, dirawat di rumah sakit

2.1.12.Teknik Menjalin Hubungan dengan Pasien

Menurut Kariyoso (1994), teknik menjalin hubungan baik dengan pasien yaitu:

a. Membantu pasien agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan keadaan sekelilingnya.

Kebaikan hubungan ini tergantung perawat, perawat harus dapat mengobservasi artinya mengamati keadaan klien terhadap hubungan. Perawat harus dapat mengevaluasi serta merespon reaksi dan juga harus tanggap. Kemampuan perawat terhadap hubungan ini tergantung dari pengetahuan, pengertian serta keterampilan dalam menjalin hubungan dengan pasien. Hubungan


(49)

ini lebih efektif lagi bila perawat melibatkan dirinya dengan pasien dengan menggunakan metode berkomunikasi sebagai alat untuk membantu pasien.

Perawat harus dapat pula mengendalikan perasaan, konflik-konflik yang mungkin terjadi dalan rangka mengatasi kegelisahan, ketakutan dan perasaan-perasaan yang timbul pada pasien.

b. Perawat harus dapat mengenal keunggulan dan kelemahan klien dalam menjalin interaksi

Menanyakan kepada klien, kenapa tidak mau menyentuh makanannya, apa yang sedang dipikirkannya. Mungkin ada satu alasan sehingga pasien tidak mau melakukan perintah perawa.

c. Sebagai konsultan, perawat harus dapat mengukur dirinya sendiri dan tanggap terhadap keluhan-keluhan pasiennya dan mengambil tindakan seperlunya.

2.2. Kecerdasan Emosi

2.2.1. Pengertian Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer. Mereka menerangkan kualitas-kualitas emosional yang penting bagi keberhasilan seseorang. Emosi pada dasarnya, adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Akar kata emosi adalah movere, kata kerja bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan


(50)

“e” untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi (Goleman, 1999).

Menurut Gardner keragaman kecerdasan terus berkembang, Gardner menyebut kecerdasan emosi sebagai kecerdasan pribadi yang terdiri dari kecerdasan antar pribadi dan kecerdasan intra pribadi. Kecerdasan antar pribadi merupakan kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan orang lain. Tenaga-tenaga penjualan, politisi, guru, dokter, perawat dan pemimpin yang sukses merupakan orang-orang yang mempunyai tingkat kecerdasan antar pribadi yang sangat tinggi. Kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan model tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif. Inti kecerdasan pribadi menurut Gardner merupakan kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain. Salovey menempatkan kecerdasan pribadi Gardner sebagai dasar tentang kecerdasan emosional yang diteruskannya dengan memperluas kemampuan ini menjadi lima faktor utama yaitu : Kesadaran emosi, Pengendalian emosi. Motivasi diri, Empati, dan Hubungan Sosial (Goleman,1996)


(51)

2.2.2. Faktor-faktor Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi terdiri dari 5 faktor yaitu faktor kesadaran emosi, pengendalian emosi, motivasi diri, empati dan hubungan sosial

2.2.2.1.Kesadaran emosi

Kesadaran diri, mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Ketidakmampuan mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat seseorang berada dalam kekuasaan perasaan (Goleman, 1996).

Kesadaran diri merupakan pedoman untuk menyesuaikan kinerja dengan situasi di lapangan dalam bidang apa pun, untuk mengelola perasaan yang tidak menentu, untuk mempertahankan informasi, untuk menyesuaikan diri dengan tepat terhadap perasaan orang-orang sekitar, dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dalam bekerja, termasuk yang esensial begi kepemimpinan dan kerja sama dimulai . Kesadaran emosi dimulai dengan penyelarasan diri terhadap aliran perasaan yang terus ada, kemudian mengenali bagaimana emosi-emosi membentuk persepsi, pikiran dan perbuatan. Dari kesadaran itu muncullah kesadaran lain. Bahwa perasaan kita berpengaruh terhadap mereka yang berhubungan dengan kita (Goleman,1999)

Menurut Mayer, orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka:


(52)

1. Sadar diri

Peka akan suasana hati mereka ketika mengalaminya- dapat dimengerti bila orang-orang ini memiliki kepintaran tersendiri dalam kehidupan emosional mereka. Kejernihan pikiran mereka tentang emosi boleh jadi melandasi ciri-ciri kepribadian lain: mereka mandiri dan yakin akan batas-batas yang mereka bangun, kesehatan jiwanya bagus, dan cenderung berpendapat positif akan kehidupan. Bila suasana hatinya sedang jelek, mereka tidak risau dan tidak larut ke dalamnya, dan mereka mampu melepaskan diri dari suasana itu dengan lebih cepat. Pendek kata, ketajaman pola pikir mereka menjadi penolong untuk mengatur emosi

2. Tenggelam dalam permasalahan

Mereka adalah orang-orang yang seringkali merasa dikuasai oleh emosi dan tak berdaya untuk melepaskan diri, seolah-olah suasana hati mereka telah mengambil ahli kekuasaan. Mereka mudah marah dan amat tidak peka akan perasaanya, sehingga larut dalam perasaan-perasaan itu dan bukannya mencari perpektif baru. Akibatnya, mereka kurang berupaya melepaskan diri dari suasana hati yang jelek, merasa tidak mempunyai kendali atas kehidupan emosional mereka. Seringkali mereka merasa kalah dan secara emosional lepas kendali.

3. Pasrah

Meskipun seringkali orang-orang ini peka akan apa yang mereka rasakan, mereka juga akan cenderung menerima begitu saja suasana hati mereka, sehingga tidak berusaha untuk mengubahnya. Kelihatannya ada dua cabang


(53)

jenis yang pasrah ini : mereka yang terbiasa dalam suasana hati yang menyenagkan, dan dengan demikian motivasi untuk mengubahnya rendah; dan orang-orang yang kendati peka akan perasaanya, rawan terhadap suasana hati yang jelek tetapi menerimanya dengan sikap tidak hirau, tak melakukan apa pun untuk mengubahnya meskipun tertekan – pola yang ditemukan, misalnya, pada orang-orang yang menderita depresi dan yang tenggelam dalam keputusasaan

Menurut Goleman (1999) kompetensi kesadaran emosi adalah:

a. Mengetahui emosi yang sedang dirasakan dan alasan mengapa terjadi emosi tersebut

b. Menyadari keterkaitan antara perasaan mereka dengan yang mereka pikirkan, pebuat, dan katakan

c. Mengetahui bagaimana perasaan mereka mempengaruhi kinerja

d. Mempunyai kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan sasaran-sasaran mereka

2.2.2.2.Pengendalian emosi

Pengendalian emosi oleh diri sendiri tidak hanya berarti meredam rasa tertekan atau menahan gejolak emosi. Pengendalian emosi juga bisa berarti dengan sengaja menghayati suatu emosi, termasuk yang tidak menyenangkan. Kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul karena gagalnya keterampilan emosional dasar ini. Orang-orang yang tidak baik kemampuannya dalam


(54)

keterampilan ini akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemunduran dan kejatuhan dalam kehidupan (Goleman, 1996).

Kendali diri emosi tidak sama dengan kendali diri yang berlebihan (overcontrol), penyakalan semua perasaan dan spontanitas. Bahkan pengendalian yang berlebihan dapat mendatangkan kerugian, baik fisik maupun mental. Menurut Goleman (1999) kompetensi pengendalian emosi adalah:

a. Mengelola dengan baik perasaan-perasaan impulsif dan emosi-emosi yang menekan seseorang

b. Tetap teguh, tetap positif, dan tida goyah bahkan dalam situasi yang paling berat

c. Berfikir dengan jernih dan tetap terfokus walaupun dalam suatu tekanan

2.2.2.3.Motivasi Diri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional (menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati) adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang mereka kerjakan (Goleman, 1996).


(55)

Menurut Goleman (1999) kompetensi motivasi diri adalah:

a. Berorientasi kepada hasil, dengan semangat juang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standart

b. Menetapkan sasaran yang menantang dan berani mengambil resiko yang telah diperhitungkan

c. Mencari informasi sebanyak-banyaknya guna mengurangi ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik

d. Selalu belajar untuk menigkatkan kinerja

2.2.2.4.Empati

Kemampuan mengindra perasaan seseorang sebelum yang bersangkutan mengatakannya merupakan intisari empati. Orang jarang mengungkapkan perasaan mereka lewat kata-kata. Sebaliknya, mereka memberitahu kita lewat nada suara, ekspresi wajah, atau cara-cara nonverbal lain (Goleman, 1999).

Menurut Goleman (1999) Kemampuan yang dimiliki seseorang yang empati:

a. Kesadaran diri

b. Mengenali perasaan yang tersembunyi dalam reaksi-reaksi tubuh sendiri c. Kemampuan membaca emosi orang lain

d. Mengindra dan menanggapi kebutuhan atau perasaan seseorang yang tidak diungkapkan lewat kata-kata

e. Menghayati masalah-masalah atau kebutuhan-kebutuhan yang ada di balik perasaan seseorang


(56)

f. Menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan-kepentingan orang lain Empati merupakan kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran diri emosional, merupakan “keterampilan bergaul” dasar. Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyratkan apa-apa yyang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain. Orang-orang seperti ini cocok untuk pekerjaan-pekerjaan perawat, mengajar, penjualan, dan manajemen (Goleman, 1996).

Menurut Goleman (1999) kompetensi empati adalah:

a. Memperhatikan isyarat-isyarat emosi dan mendengarkan dengan baik b. Menunjukkan kepekaan dan pemahaman terhadap perspektif orang lain c. Membantu berdasarakan pemahaman terhadap kebutuhan dan perasaan

orang lain

2.2.2.5.Hubungan Sosial

Manusia adalah makhluk yang harus bekerjasama sejak zaman purba. Hubungan sosial yang rumit dan unik pada manusia memberikan keunggulan yang sangat penting untuk berjuang mempertahankan hidup. Kecerdasan hubungan sosial juga sangat berpengaruh terhadap suatu pekerjaan

Seni membina hubungan, sebagian besar, merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Membina hubungan merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antarpribadi. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain. (Goleman, 1996)


(57)

Menurut Goleman (1999) kompetensi hubungan sosial adalah: a. Menumbuhakn dan memelihara jaringan tidak formal yang meluas b. Mencari hubungan-hubungan yang saling menguntungkan

c. Membangun hubungan saling percaya dan memelihara keutuhan anggota d. Membangun dan memelihara persahabatan pribadi di antara sesama mitra

kerja

2.2.3. Hubungan Faktor-faktor Kecerdasan Emosi dengan Komunikasi Interpersonal

Kecerdasan emosi berhubungan dengan komunikasi interpersonal. Orang yang kecerdasan emosinya tinggi mampu berkomunikasi dengan baik dibandingkan dengan orang yang mempunyai kecerdasan emosi yang rendah. Dalam kehidupan sehari-hari orang yang cerdas emosi mudah menyadari keadaan dirinya, mampu mengendalikan emosi pada situasi yang tidak menyenangkan, sehingga ia mampu melakukan komunikasi dengan orang lain (Goleman, 1999).

Dibawah ini akan dibahas hubungan faktor-faktor kecerdasan emosi dengan komunikasi interpersonal.

2.2.3.1.Hubungan Kesadaran Emosi dengan Komunikasi Interpersonal Emosi-emosi seseorang sangat mengganggu pikiran, emosi merupakan tamu yang tak diundang dalam kehidupan kita, namun emosi memberi informasi yang bila diabaikan akan mengakibatkan masalah-masalah serius. Jika kita menyadari keberadaan emosi ini, maka kita akan memperlakukan emosi ini dengan rasional, sehingga seseorang akan mampu melakukan komunikasi


(58)

interpersonal dengan baik. Kurangnya kesadaran tentang aspek diri sendiri akan mempengaruhi dalam berkomunikasi dengan orang lain. Peningkatan kesadaran diri akan menghasilkan komunikasi yang lebih produktif (Goleman, 1999).

2.2.3.2.Hubungan Pengendalian Emosi dengan Komunikasi Interpersonal Faktor kecerdasan emosi kedua yaitu pengendalian emosi mempunyai hubungan dengan komunikasi interpersonal. Mampu mengendalikan suasana hati penting untuk komunikasi yang baik (Goleman, 1999). Orang yang mampu mengendalikan emosi, ia tidak menuruti hal-hal yang menghasilkan perilaku-perilaku yang tidak produktif, tetap tenang, berfikir positif dan tidak bingung, bahkan pada saat keadaan sangat sulit. Mereka mampu mengelola emosi yang menyusahkan dan mengurangi kecemasan pada saat mengalami emosi tersebut serta tetap stabil, berfikir tenang yaitu tetap terfokus meskipun berada dibawah tekanan sekalipun. Keadaan tenang dan stabil ini membuat seseorang dapat melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain. Berbeda dengan orang yang sulit mengendalikan diri, maka mereka akan melakukan hambatan dalam komunikasi interpersonal (Mulyani, 2008).

2.2.3.3.Hubungan Motivasi Diri dengan Komunikasi Interpersonal.

Orang yang mampu memotivasi diri, mereka selalu bersemangat dalam kehidupannya, cara berfikirnya positif dan tidak berprasangka buruk pada orang lain, hal ini yang menimbulkan mereka mampu untuk berkomunikasi interpersonal dengan orang lain. Orang yang mampu memotivasi diri, mereka termasuk orang-orang yang mempunyai sikap optimis, mereka mempunyai pengharapan yang sangat kuat, berkeyakinan bahwa segala sesuatu akan beres,


(59)

meskipun sedang dilanda masalah. Orang yang optimis memandang kegagalan disebabkan oleh sesuatu hal yang dapat diubah sehingga mereka dapat berhasil pada masa-masa mendatang. Orang yang optimis merupakan orang yang cerdas emosi, mereka akan tetap melakukan komunikasi dengan orang lain meskipun sedang dilanda masalah (Mulyani, 2008).

2.2.3.4.Hubungan Empati dengan Komunikasi Interpersonal

Orang yang empati mempunyai kepedulian yang mendalam atau penerimaan yang penuh terhadap orang lain serta mampu mendengarkan orang lain dengan sepenuhnya. Seorang perawat yang mempunyai sikap empati ia akan memahami perasaan pasien yang sedang mencari pertolongan. Perawat yang empati akan mampu berkomunikasi interpersonal dengan pasiennya, sehingga mereka akan menerima pasien tanpa syarat, dan tanpa bias (Goleman,1999). 2.2.3.5.Hubungan faktor Hubungan Sosial dengan Komunikasi interpersonal

Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal adalah percaya pada orang lain. Apabila percaya bahwa orang lain tidak akan menghianati dan merugikan maka ia akan banyak membuka diri pada orang lain. Hubungan sosial akan menentukan efektivitas komunikasi. Kepercayaan meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya. Menjadi komunikator yang baik adalah inti diantara semua keterampilan sosial (Goleman, 1999).

Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan sosial yang baik. Kegagalan komunikasi terjadi bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan


(60)

diantara komunikan menjadi rusak. Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan (Goleman, 1999). Bila kita berkumpul dengan orang yang menyenangkan maka akan terjadi komunikasi yang menyenangkan. Setiap melakukan komunikasi interpersonal, kita tidak hanya sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonal. Perlahan-lahan studi komunikasi interpersonal bergeser dari isi pesan pada aspek relasional. Makin baik hubungan interpersonal maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut :

a. Makin terbuka seseorang mengungkapkan perasaannya b. Makin cenderung meneliti perasaannya secara mendalam .

c. Makin cenderung mendengar dengan penuh perhatian dan bertindak.

Makin baik hubungan seseorang makin terbuka seseorang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan (Mulyani, 2008).


(61)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan faktor-faktor kecerdasan emosi dengan komunikasi interpersonal perawat dengan pasien rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Variabel Independen (bebas) dari penelitian ini adalah faktor-faktor kecerdasan emosi. Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal. Instrumen dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner untuk mengkaji faktor-faktor kecerdasan emosi terhadap komunikasi interpersonal perawat dengan pasien rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

Skema 1. Kerangka konsep penelitian hubungan faktor-faktor kecerdasan emosi dengan komunikasi interpersonal perawat dengan pasien rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

Keterangan: Variabel yang diteliti Faktor-faktor Kecerdasan Emosi

1. Kesadaran Emosi 2. Pengendalian Emosi 3. Motivasi Diri 4. Empati

5. Hubungan Sosial

Komunikasi Interpersonal


(62)

3.2. Defenisi Operasional Tabel 3.1. Defenisi Operasional No Variabel Defenisi

Operasional

Cara Ukur Hasil Ukur Skala 1 Faktor-faktor

Kecerdasan Emosi Kesadaran emosi adalah kemampuan untuk mengenali diri sendiri, untuk mengatur

emosinya, dan tidak

membawa keadaan emosi di suatu tempat ke tempat lain yang diukur dengan adanya kewaspadaan terhadap emosi dan tidak hanyut dalam emosi.

Menggunakan 25 pertanyaan untuk kelima faktor-faktor kecerdasan emosi, terdiri dari 12 pernyataan positif, 13 pernyataan negatif. Untuk pernyataan positif, SS nilai 4, S nilai 3, TS nilai 2, dan STS nilai 1. Untuk pernyataan negatif, SS nilai 1, S nilai 2, TS nilai 3, dan STS mendapat nilai 4.

Skor jawaban responden maksimum berjumlah 100, minimum 25 untuk faktor-faktor kecerdasan emosi tinggi 63-100, rendah 25-62 Ordinal

a. Kesadaran Emosi Kesadaran Emosi merupakan kemampuan individu untuk mengenal perasaan yang terjadi.

Menggunakan 5 pertanyaan untuk faktor kesadaran emosi, terdiri dari 1 pernyataan positif, pernyataan negatif sebanyak 4. Untuk pernyataan positif:

SS nilai 4 S nilai 3 TS nilai 2, dan STS nilai 1.

Untuk pernyataan negatif:

SS nilai 1 S nilai 2 TS nilai 3, dan STS nilai 4.

Skor jawaban responden maksimum berjumlah 20, minimum 5 untuk kesadaran emosi tinggi 13-20, rendah 5-12 Ordinal

b. Pengendali an Emosi

Pengendalian Emosi adalah

Menggunakan 5 pertanyaan untuk

Skor jawaban responden


(63)

untuk

mengatur apa yang dirasakan individu.

pengendalian emosi, terdiri dari 3 pernyataan positif, pernyataan negatif sebanyak 2. Untuk pernyataan positif:

SS nilai 4 S nilai 3 TS nilai 2, dan STS nilai 1.

Untuk pernyataan negatif:

SS nilai 1 S nilai 2 TS nilai 3, dan STS nilai 4.

berjumlah 20, minimum 5 untuk pengendalian emosi tinggi 13-20, rendah 5-12

c. Motivasi Diri

Motivasi Diri merupakan kemauan atau dorongan dari dalam diri untuk

melakukan sesuatu.

Menggunakan 5 pertanyaan untuk faktor motivasi diri, terdiri dari 3 pernyataan positif, pernyataan negatif sebanyak 2. Untuk pernyataan positif:

SS nilai 4 S nilai 3 TS nilai 2, dan STS nilai 1.

Untuk pernyataan negatif:

SS nilai 1 S nilai 2 TS nilai 3, dan STS nilai 4.

Skor jawaban responden maksimum berjumlah 20, minimum 5 untuk motivasi diri tinggi 13-20, rendah 5-12 Ordinal

d. Empati Empati merupakan sikap dimana individu turut merasakan apa yang dirasakan individu lain tanpa ikut terlarut pada perasaan itu.

Menggunakan 5 pertanyaan untuk faktor empati, terdiri dari 3 pernyataan positif, pernyataan negatif sebanyak 2. Untuk pernyataan positif:

SS nilai 4 S nilai 3 TS nilai 2, dan STS nilai 1.

Skor jawaban responden maksimum berjumlah 20, minimum 5 untuk empati tinggi 13-20, rendah 5-12


(64)

Untuk pernyataan negatif:

SS nilai 1 S nilai 2 TS nilai 3, dan STS nilai 4. e. Hubungan

Sosial Hubungan Sosial merupakan hasil bagaimana seorang individu dapat berkomunikasi dengan baik

Menggunakan 5 pertanyaan untuk faktor hubungan sosial, terdiri dari 2 pernyataan positif, pernyataan negatif sebanyak 3. Untuk pernyataan positif:

SS nilai 4 S nilai 3 TS nilai 2, dan STS nilai 1.

Untuk pernyataan negatif:

SS nilai 1 S nilai 2 TS nilai 3, dan STS nilai 4.

Skor jawaban responden maksimum berjumlah 20, minimum 5 untuk hubungan sosial tinggi 13-20, rendah 5-12 Ordinal

2 Komunikasi Interpersonal Komunikasi Interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan antara dua atau lebih individu. Komunikasi interpersonal perawat dengan pasien adalah proses penyampaian pesan dari perawat kepada pasien baik secara verbal maupun non verbal, yang diukur dengan adanya

Menggunakan 10 pertanyaan, terdiri dari 3 pernyataan positif, pernyataan negatif 7. Untuk pernyataan positif:

SS nilai 4 S nilai 3 TS nilai 2, dan STS nilai 1.

Untuk pernyataan negatif:

SS nilai 1 S nilai 2 TS nilai 3, dan STS nilai 4.

Skor jawaban responden maksimum berjumlah 40, minimum 10 untuk komunikasi interpersonal tinggi 15-40, rendah 10-14 Ordinal


(65)

kesabaran, kelembutan, kesopanan, keramahan dan mudah

dimengerti dalam

berkomunikasi .

3.3. Hipotesa Penelitian Hipotesa dalam penelitian ini :

Ha: terdapat hubungan faktor-faktor kecerdasan emosi dengan komunikasi interpersonal perawat dengan pasien rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.


(66)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelatif karena peneliti ingin mencari hubungan faktor-faktor kecerdasan emosi dengan komunikasi interpersonal perawat dengan pasien rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

4.2 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

Populasi dalam penelitian ini adalah subjek (misalnya manusia, klien, perawat) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006)

Populasi yang menjadi objek didalam penelitian ini berjumlah sebanyak 146 perawat yang bekerja di ruang rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Populasi ini didapat dari data daftar perawat RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar pada bulan April 2012. Dikarenakan populasi yang menjadi objek penelitian berjumlah lebih besar dari 100, maka jumlah sampel yang akan digunakan ditentukan dengan menghitung berdasarkan rumusan slovin berikut ini (Nursalam, 2009):

n = N

1 + N (d)2


(67)

N = besar populasi

d = tingkat signifikansi (p)

Berdasarkan rumus di atas maka didapat:

� = 146

1 + 146 (0,1)2

� = 146 2,46 n = 59,34 n = 60

Maka sampel dari penelitian ini sebanyak 60 orang perawat rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada. Cara pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Non-probability sampling dengan cara accidental Sampling. Accidental sampling merupakan cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu (Hidayat, 2007).

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar. Penelitian mengenai hubungan faktor-faktor kecerdasan emosi dengan komunikasi interpersonal perawat dengan pasien rawat inap belum pernah dilakukan di rumah sakit ini. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai Agustus 2012.


(68)

4.4 Pertimbangan Etik

Objek penelitian ini adalah manusia maka pertimbangan etik sangat penting. Penelitian ini dilakukan setelah proposal disetujui oleh institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin pengumpulan data diperoleh dari direktur RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.

Menurut Nursalam (2009), ada beberapa pertimbangan etik yang diperhatikan pada penelitian ini yaitu : 1) Self Determination, peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian, 2) Informed Consent, peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden setelah peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian. Jika responden bersedia menjadi peserta penelitian maka responden diminta menandatangani lembar persetujuan, 3) Anonimity, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi akan memberikan kode pada masing-masing lembar persetujuan tersebut, 4) Confidentiality, peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4.5 Instrumen Penelitian

Informasi dari responden diperoleh dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner. Instrumen ini dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan kuesioner penelitian Mulyani (2008) yang sesuai dengan tinjauan pustaka penelitian. Pada kuesioner faktor-faktor kecerdasan Emosi merupakan


(69)

adaptasi dari alat tes kecerdasan emosi yang disusun oleh Robert K. Cooper dan Ayman Syawaf (Mulyani, 2008). Instrumen peneliti terdiri dari tiga bagian yaitu kuesioner data demografi, faktor-faktor kecerdasan emosi dan komunikasi interpersonal.

4.5.1. Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi perawat yang bekerja di ruang rawat inap meliputi nomor responden, umur, jabatan, ruang, pendidikan, dan lama kerja.

4.5.2. Kuesioner Faktor-faktor Kecerdasan Emosi

Kuesioner kecerdasan emosi bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kecerdasan emosi yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal. Bagian ini menggunakan 25 pernyataan, terdiri dari 12 pernyataan positif, 13 pernyataan negatif. Untuk pernyataan positif , sangat sesuai nilai 4, sesuai nilai 3, kurang sesuai nilai 2, dan sangat tidak sesuai nilai 1. Untuk pernyataan negatif, sangat sesuai nilai 1, sesuai nilai 2, tidak sesuai nilai 3, dan sangat tidak sesuai mendapat nilai 4.

Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (2005), interval kelas adalah range (R) dibagi banyak kelas. Dimana R merupakan nilai tertinggi dikurangi nilai terendah yaitu sebesar 25 sedangkan nilai tertinggi 100 dan banyak kelas dibagi atas 2 kategori kelas untuk kecerdasan emosi, maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 38. Dengan nilai terendah 25 sebagai batas bawah kelas interval


(70)

pertama, maka kecerdasan emosi pada perawat ruang rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dikategorikan atas kelas sebagai berikut: kecerdasan emosi rendah = 25-62

kecerdasan emosi tinggi = 63-100 4.5.2.1.Kuesioner Kesadaran Emosi

Kuesioner kesadaran emosi bertujuan untuk mengidentifikasi kesadaran emosi. Bagian ini menggunakan 5 pertanyaan untuk faktor kesadaran emosi, terdiri dari 1 pernyataan positif yaitu nomor 5, pernyataan negatif sebanyak 4 yaitu nomor 1,2,3, dan 4. Untuk pernyataan positif , sangat sesuai nilai 4, sesuai nilai 3, kurang sesuai nilai 2, dan sangat tidak sesuai nilai 1. Untuk pernyataan negatif, sangat sesuai nilai 1, sesuai nilai 2, tidak sesuai nilai 3, dan sangat tidak sesuai mendapat nilai 4.

Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (2005), interval kelas adalah range (R) dibagi banyak kelas. Dimana R merupakan nilai tertinggi dikurangi nilai terendah yaitu sebesar 5 sedangkan nilai tertinggi 20 dan banyak kelas dibagi atas 2 kategori kelas untuk kesadarn emosi, maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 8. Dengan nilai terendah 5 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka kesadaran emosi pada perawat ruang rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dikategorikan atas kelas sebagai berikut: kesadaran emosi rendah = 5-12


(71)

4.5.2.2.Kuesioner Pengendalian Emosi

Kuesioner pengendalian emosi bertujuan untuk mengidentifikasi pengendalian emosi. Bagian ini Menggunakan 5 pernyataan untuk faktor pengendalian emosi, terdiri dari 3 pernyataan positif yaitu nomor 2,3, dan 5, pernyataan negatif sebanyak 2 yaitu nomor 1,dan 4. Untuk pernyataan positif , sangat sesuai nilai 4, sesuai nilai 3, kurang sesuai nilai 2, dan sangat tidak sesuai nilai 1. Untuk pernyataan negatif, sangat sesuai nilai 1, sesuai nilai 2, tidak sesuai nilai 3, dan sangat tidak sesuai mendapat nilai 4.

Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (2005), interval kelas adalah range (R) dibagi banyak kelas. Dimana R merupakan nilai tertinggi dikurangi nilai terendah yaitu sebesar 5 sedangkan nilai tertinggi 20 dan banyak kelas dibagi atas 2 kategori kelas untuk pengendalian emosi, maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 8. Dengan nilai terendah 8 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka pengendalian emosi pada perawat ruang rawat inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar dikategorikan atas kelas sebagai berikut:

pengendalian emosi rendah = 5-12 pengendalian emosi tinggi = 13-20 4.5.2.3.Kuesioner Motivasi Diri

Kuesioner motivasi diri bertujuan untuk mengidentifikasi motivasi diri. Bagian ini Menggunakan 5 pernyataan untuk faktor motivasi diri, terdiri dari 3 pernyataan positif yaitu nomor 1,3, dan 4, pernyataan negatif sebanyak 2 yaitu nomor 2 dan 5. Untuk pernyataan positif , sangat sesuai nilai 4, sesuai nilai 3,


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)