Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien Di Rsud Dr. Pirngadi Kota Medan

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG

KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP PERILAKU

PERAWAT SAAT BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN

DI RSUD DR. PIRNGADI KOTA MEDAN

SKRIPSI

DEVI SHINTANA OCTARIS SIGALINGGING

081101058

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Segala puji, hormat juga syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih setiaNya, berkat dan penyertaanNya yang senantiasa penulis rasakan hari lepas hari sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul

“Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik

Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien di RSUD

Dr.Pirngadi Kota Medan.”

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi ini, kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan 1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Pihak RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan yang telah memberi izin penelitian kepada saya untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

3. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB selaku dosen pembimbing dan juga sebagai dosen penasehat akademik saya yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, motivasi serta ilmu yang bermanfaat selama saya mengikuti perkuliahan dan telah memberikan masukan yang sangat berharga dalam pembuatan skripsi ini.

4. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I dan penguji validitas instrumen penelitian ini, Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji II dan penguji validitas instrumen penelitian ini, serta


(4)

kepada Ibu Mahnum Lailan Nst, S.Kep, Ns, M.Kep yang juga penguji validitas instrumen penelitian ini.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang memberikan ilmu yang berharga dan seluruh staf pegawai yang telah memperlancar proses akademik dan administrasi.

6. Teristimewa kepada kedua orang tuaku terkasih Bapak TG. Sigalingging dan Ibu R.Siahaan atas doa, semangat, dukungan, dan kasih sayang yang begitu berarti bagi penulis. Terima kasih untuk doa dan dukungan kakakku (Tina Melfrien Sigalingging) dan adik-adikku (Lasondy Istanto Sigalingging, Westron Abetnego Sigalingging, Filemon Fridesliantro Sigalingging) dan untuk semua keluarga yang memberi motivasi, doa dan kasih sayang.

7. Terima kasih untuk KTBku Estomihi (K’Yohana, Tami, Gita, Desri) dan juga kepada adik-adikku (Ides, Astika, Priskila) serta untuk K’Tri, K’Delima, Novia, Emmi, Elisa dan Ade. Terima kasih untuk kasih, doa, dukungan, semangat, yang kalian beri untukku terkhusus dalam pembuatan skripsi ini. 8. Teman-teman mahasiswa S1 F.Kep USU stambuk 2008 yang telah

memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

9. Terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu mencurahkan berkat dan kasih karuniaNya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan.

Medan, Juli 2012


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………... i

Halaman Pengesahan ………. ii

Prakata……… iii

Daftar Isi………. vi

Daftar Tabel……… viii

Daftar Skema ………. ix

Abstrak ………... x

Abstract ………... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2.Perumusan Masalah... 7

3.Tujuan Penelitian ... 8

4.Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1 Konsep Pengetahuan ... 10

1.1 Pengertian Pengetahuan ... 10

1.2 Tingkatan Pengetahuan ... 10

1.3 Pengukuran Pengetahuan ... 12

1.4 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 12

2 Konsep Perilaku ... 14

2.1 Defenisi Perilaku ... 14

2.2 Ciri-Ciri Perilaku ... 15

2.3 Jenis Perilaku ... 16

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 16

3 Komunikasi Terapeutik ... 18

3.1 Dasar Komunikasi Terapeutik... 18

3.2 Tujuan Komunikasi ... 22

3.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik ... 23

3.4 Proses Komunikasi Terapeutik ... 24

3.5 Penerapan Komunikasi Terapeutik... 29


(7)

2.1 Variabel Penelitian ... 34

2.2 Defenisi Operasional ... 34

3. Hipotesa Penelitian... 35

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 36

2. Populasi dan Sampel ... 36

2.1 Populasi ... 36

2.2 Sampel ... 37

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

4. Pertimbangan Etik ... 39

5. Instrumen Penelitian ... 39

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 42

7. Pengumpuan Data ... 43

8. Analisa Data ... 44

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 47

2. Pembahasan... 50

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 56

2. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. Instrumen Penelitian 2. Inform Consent 3. Surat Izin Penelitian 4. Tabel Hasil Olah Data 5. Riwayat Hidup


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 35 Tabel 4.1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi

dan arah korelasi ……….. 45 Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase data demografi perawat (n = 93)

dan pasien (n = 30) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli 2012 ………. 48 Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan persentase pengetahuan perawat tentang

komunikasi terapeutik (n = 93) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli……….... 48 Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase perilaku perawat saat

berkomunikasi dengan pasien (n = 30) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli………. 49 Tabel 5.4. Hasil analisa hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi

terapeutik (n = 93) terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien (n = 30) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli ………. 50


(9)

DAFTAR SKEMA


(10)

Judul : Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan

Nama : Devi Shintana Octaris Sigalingging NIM : 081101058

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2012

Abstrak

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, yang juga merupakan komunikasi professional yang mengarah pada penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Peneliti berasumsi bahwa perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien berhubungan dengan apa yang diketahui perawat tentang komunikasi terapeutik, dan seharusnya bersikap seperti apa yang diketahui oleh perawat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi, dengan metode pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dari perawat dan pasien dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan kuesioner. Penarikan sampel menggunakan teknik simple random sampling diperoleh 93 orang perawat dan teknik accidental sampling diperoleh 30 orang pasien. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik univariat dan bivariat. Hasil analisa data menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik sebanyak 85 orang (91.4 %) dalam kategori baik, dan sebanyak 17 orang (56.7 %) pasien menilai perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien dalam kategori cukup. Hasil uji korelasi Spearman menyatakan koefisien korelasi (r) 0,164 dengan tingkat signifikan (p) 0,385 (> 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan yang ada sangat lemah atau tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Saran bagi penelitian berikutnya perlu diteliti apakah ada hubungan faktor endogen dan eksogen terhadap pengetahuan maupun perilaku perawat di rumah sakit.


(11)

Title : Relationship of Nurses Knowledge about Therapeutic Communication to the Behavior of Nurses when Communicating with Patients in Dr.Pirngadi Hospital Medan

Name : Devi Shintana Octaris Sigalingging NIM : 081101058

Department : Bachelor of Nursing (S.Kep) Year : 2012

Abstract

Therapheutic communication is a planed communication which used by nurse and the other health worker that aimed to patient’s health. Researcher assume that there is a relationship of nurses behavior when communicating with the patient and what is they known about the nursing therapeutic communication, and what supposed they do in communication. This study aimed to identifying relationship of nurse's knowledge about therapeutic communication with nurses behavior when communicating with patients in Dr.Pirngadi hospital Medan. The design of this study is a descriptive correlation with cross sectional method approach. Data was collected from nurses and patients at the same time by using questionnaire. Sampling was done by using simple random sampling technique, obtained 93 nurses and accidental sampling technique is obtained of 30 patients. Data were analyzed by univariate and bivariate statistical tests. Results of analysis of data showed that 85 nurses (91.4%) have a good knowledge about therapeutic communication, and 17 patients (56.7%) assess the behavior of nurses when communicating with them in the moderate category. Spearman correlation test results shows the correlation coefficient (r) 0.164 with a significant level (p) 0.385 (> 0.05). These results shows that the strength of the relationships are very weak or there is no significant relationship of nurses knowledge about therapeutic communication to the behavior of nurses when communicating with patients in Dr.Pirngadi hospital Medan. It is recommended for further research to examine whether there is a relationship of endogenous and exogenous factors on knowledge and behavior of nurses in hospital.


(12)

Judul : Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan

Nama : Devi Shintana Octaris Sigalingging NIM : 081101058

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2012

Abstrak

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, yang juga merupakan komunikasi professional yang mengarah pada penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Peneliti berasumsi bahwa perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien berhubungan dengan apa yang diketahui perawat tentang komunikasi terapeutik, dan seharusnya bersikap seperti apa yang diketahui oleh perawat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi, dengan metode pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dari perawat dan pasien dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan kuesioner. Penarikan sampel menggunakan teknik simple random sampling diperoleh 93 orang perawat dan teknik accidental sampling diperoleh 30 orang pasien. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik univariat dan bivariat. Hasil analisa data menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik sebanyak 85 orang (91.4 %) dalam kategori baik, dan sebanyak 17 orang (56.7 %) pasien menilai perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien dalam kategori cukup. Hasil uji korelasi Spearman menyatakan koefisien korelasi (r) 0,164 dengan tingkat signifikan (p) 0,385 (> 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan yang ada sangat lemah atau tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Saran bagi penelitian berikutnya perlu diteliti apakah ada hubungan faktor endogen dan eksogen terhadap pengetahuan maupun perilaku perawat di rumah sakit.


(13)

Title : Relationship of Nurses Knowledge about Therapeutic Communication to the Behavior of Nurses when Communicating with Patients in Dr.Pirngadi Hospital Medan

Name : Devi Shintana Octaris Sigalingging NIM : 081101058

Department : Bachelor of Nursing (S.Kep) Year : 2012

Abstract

Therapheutic communication is a planed communication which used by nurse and the other health worker that aimed to patient’s health. Researcher assume that there is a relationship of nurses behavior when communicating with the patient and what is they known about the nursing therapeutic communication, and what supposed they do in communication. This study aimed to identifying relationship of nurse's knowledge about therapeutic communication with nurses behavior when communicating with patients in Dr.Pirngadi hospital Medan. The design of this study is a descriptive correlation with cross sectional method approach. Data was collected from nurses and patients at the same time by using questionnaire. Sampling was done by using simple random sampling technique, obtained 93 nurses and accidental sampling technique is obtained of 30 patients. Data were analyzed by univariate and bivariate statistical tests. Results of analysis of data showed that 85 nurses (91.4%) have a good knowledge about therapeutic communication, and 17 patients (56.7%) assess the behavior of nurses when communicating with them in the moderate category. Spearman correlation test results shows the correlation coefficient (r) 0.164 with a significant level (p) 0.385 (> 0.05). These results shows that the strength of the relationships are very weak or there is no significant relationship of nurses knowledge about therapeutic communication to the behavior of nurses when communicating with patients in Dr.Pirngadi hospital Medan. It is recommended for further research to examine whether there is a relationship of endogenous and exogenous factors on knowledge and behavior of nurses in hospital.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pelayanan keperawatan adalah pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa bantuan, diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan dan kurangnya kemauan menuju kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri (Dep Kes RI, 2001). Canadian Nurses Assosiation (CAN), mengatakan bahwa praktik keperawatan secara umum dapat didefenisikan sebagai hubungan yang dinamik, penuh perhatian dan pertolongan dimana perawat membantu pasien untuk mencapai dan mempertahankan kesehatan optimalnya (Sumijatun, 2009).

Perawat yang kompeten, dapat dilihat dari perawat yang menunjukkan kompetensi professionalnya, termasuk kemampuan menerima informasi secara baik dan terdidik secara optimal. Kompetensi interpersonal mencakup kemampuan untuk berhubungan secara baik dengan orang lain, termasuk pasien, rekan kerja, teman sebaya atau pihak yang berwenang. Kompetensi intraprofesional dan interprofesional yang mencakup kemampuan untuk berhubungan baik dengan perawat lain dan dengan profesi lain. Kompetensi


(15)

beraneka ragam, dan mencakup kesadaran terhadap pengaruh budaya dan perilaku seseorang, dan kesulitan yang mungkin timbul ketika berhadapan dengan orang lain (Potter & Perry, 2005).

Proses perawatan pasien merupakan suatu proses yang kompleks. Perhatian yang lebih sering berfokus pada tugas, fungsi dan struktur yang terlibat dalam perawatan pasien telah menciptakan berbagai pelayanan yang tidak efisien. Fokus perawatan seharusnya lebih ditekankan pada kebutuhan pasien. Pada model perawatan yang berfokus pada pasien, perawat harus menjadi pemain kunci untuk melakukan koordinasi perawatan pasien. Perawat mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan aktivitas keperawatan professional, misalnya, melakukan pengkajian klinik atau pendidikan kesehatan terhadap pasien maupun keluarganya (Potter & Perry, 2005).

Proses keperawatan lebih lanjut menekankan pada pentingnya komunikasi. Pengkajian dan evaluasi bersandar pada komunikasi yang menyangkut pengalaman dan kebutuhan pasien. Perencanaan bersama tergantung pada komunikasi yang rinci untuk mencapai pemahaman bersama dan komitmen antara perawat dengan pasien. Interpretasi dan perasaan pasien dihargai sebagai faktor-faktor yang mungkin berpengaruh pada masalah-masalah yang muncul dan juga pada penyelesaian masalahnya. Model keperawatan seperti dalam model sistemnya Neuman (1982), model adaptasi Roy (1984) dan model keperawatan perawatan diri Orem (1985) meletakkan dasar bagi komunikasi terbuka antara perawat dan pasien dalam keterlibatan perawat yang efektif. (Potter & Perry, 2005).


(16)

Aktifitas di rumah sakit seperti memberikan pelayanan kepada pasien selalu didahului dengan komunikasi. Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus. Komunikasi bertujuan untuk memudahkan, melancarkan, melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka mencapai tujuan optimal, baik komunikasi dalam lingkup pekerjaan maupun hubungan antar manusia (Mundakir, 2006).

Komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya oleh Purwanto (1994) disebut sebagai komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung dengan sendirinya, tapi harus direncanakan, dipertimbangkan, dan dilaksanakan secara professional. Dalam melakukan komunikasi terapeutik seorang perawat harus mengetahui dasar, tujuan, manfaat, proses atau teknik dan tahapan komunikasi dan melaksanakannya dengan sikap yang benar di rumah sakit. Karena komunikasi tersebut bertujuan untuk proses penyembuhan pasien (Mundakir, 2006).

Perawat dituntut untuk melakukan komunikasi terapeutik dalam melakukan tindakan keperawatan agar pasien atau keluarganya tahu tindakan apa yang akan dilakukan pada pasien dengan cara perawat harus memperkenalkan diri, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, membuat kontrak waktu untuk


(17)

ada untuk pasien, adalah bagian dari komunikasi terapeutik. Perawat tidak boleh terlihat bingung, pasien harus merasa bahwa dia merupakan fokus utama perawat selama interaksi. Agar perawat dapat berperan aktif dan terapeutik, perawat harus menganalisa dirinya meliputi kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan perawat hendaknya bertujuan terapeutik untuk pasien. Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan hubungan dan menentukan teknik dan ketrampilan yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah pasien (Hermawan, 2009).

Hasil Laporan survey dalam penelitian Hermawan (2009), kenyamanan pasien rawat inap dan keluarga di UGD RS Mardi Rahayu dari tahun 2006 sampai Mei 2009, menyatakan bahwa 5% sampai 6,5% responden merasa tidak nyaman saat di UGD hal ini dikarenakan komunikasi perawat yang kurang. Responden memberikan saran serta kritik kepada perawat agar saat memberikan pelayanan perawat juga memberikan penjelasan kepada pasien dan lebih banyak lagi memberikan informasi dengan komunikasi yang baik dan sopan (Hermawan, 2009).

Hasil penelitian Denah (2001) yang berjudul “Hubungan karakteristik dan tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan pelaksanaannya dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Karawang”, menunjukkan bahwa dari 94 responden ada sebanyak 47,9% melaksanakan komunikasi terapeutik baik dan 52,1% kurang. Tingkat pendidikan dan masa kerja perawat terbukti berhubungan bermakna dengan pelaksanaan


(18)

komunikasi terapeutik. Sedangkan variabel umur, jenis kelamin, dan tingkat pengetahuan tidak berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik (Denah, 2001).

Penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2007) tentang persepsi pasien tentang komunikasi terapeutik perawat dengan sampel sebanyak 40 pasien di ruang perawatan bedah. Penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik verbal dan nonverbal perawat sudah efisien, namun beberapa tehnik komunikasi terapeutik verbal belum diaplikasikan oleh perawat dengan baik seperti ketepatan waktu dalam menyampaikan informasi kepada pasien mengenai kesehatannya. Perbendaharaan kata yang dimiliki perawat masih kurang. Perawat masih sering menggunakan istilah medis saat berinteraksi dengan pasien dan minat perawat untuk berinteraksi dengan pasien untuk menghibur masih sangat kurang (Fatmawati, 2007).

Pada komunikasi terapeutik nonverbal perawat, penampilan personal perawat kurang baik, hal ini disebabkan karena masih terdapat beberapa perawat yang menggunakan perhiasan yang terbuat dari karet atau sejenis logam, tidak menggunakan seragam dinas terutama pada malam hari serta masih terdapat perawat yang menggunakan alas kaki selain sepatu masuk di dalam ruang perawatan pasien padahal ruangan tersebut bukan ruangan steril dan jarak yang digunakan oleh perawat saat berinteraksi dengan pasien bukan jarak terapeutik, dimana jarak terapeutik yang seharusnya digunakan pada umumnya terjadi di ruang pribadi yaitu 50–120 cm (Fatmawati, 2007).


(19)

Hasil penelitian Simamora (2011) tentang pengaruh pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat terhadap penerapan komunikasi terapeutik di rumah sakit umum swadana tarutung, menunjukkan bahwa secara statistik pengetahuan, dinamika komunikasi, penghayatan dan kepekaan perawat berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan komunikasi terapeutik di RSU Swadana Tarutung. Variabel pengetahuan berpengaruh paling besar terhadap penerapan komunikasi terapeutik di RSU Swadana Tarutung (Simamora, 2011).

Di Indonesia, sebagian besar atau 80% perawat yang bekerja di rumah sakit berpendidikan Diploma III, Diploma IV 0,5%, Sarjana Strata Satu Keperawatan 1%, Ners 11%, dan Sarjana Strata Dua 0,4%. Sedangkan perawat yang berpendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) sebanyak 7%. Jumlah perawat di seluruh rumah sakit berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS Tahun 2000) sebanyak 107.029 orang. Jumlah perawat yang bekerja di Puskesmas berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2009 berjumlah 52.753 orang. Perawat di Indonesia, jumlahnya paling banyak bila dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya, sehingga perannya menjadi penentu dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan baik di Puskesmas maupun di rumah sakit (DepKes RI, 2011).

Dari survey yang dilakukan peneliti di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan didapat data perawat berdasarkan tingkat pengetahuannya antara lain, Sarjana Strata Satu Keperawatan 68 orang, Diploma III 245 orang, Perawat Bidan 77 orang, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) 113 orang, dan Tenaga Keperawatan Lanjut 41 orang. Survey di salah satu ruangan rawat inap RSUD Dr. Pirngadi


(20)

Kota Medan, peneliti mendapatkan informasi secara lisan bahwa beberapa pasien yang mendapatkan tindakan pemasangan infus mengatakan bahwa perawat belum menjelaskan secara terbuka mengenai prosedur tindakan tersebut, pasien hanya diberitahu akan diinfus tanpa memberikan penjelasan kenapa harus diinfus, tidak ada perawat yang memperkenalkan diri saat akan melakukan tindakan keperawatan. Keluarga pasien mengatakan bahwa perawat di ruangan tersebut tidak ramah. Sebenarnya pasien dan keluarganya ingin tahu informasi dari tindakan yang akan dilakukan oleh perawat tetapi sangat jarang perawat menjelaskan perkembangan keadaan pasien kepada keluarga. Sementara, komunikasi tersebut seharusnya digunakan sebagai sarana penyampaian informasi yang maksimal kepada pasien dan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan.

Berdasarkan uraian di atas peneliti berasumsi bahwa perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien berhubungan dengan apa yang diketahui perawat tentang komunikasi terapeutik, dan seharusnya bersikap seperti apa yang diketahui oleh perawat tersebut. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik


(21)

terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan.

3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi :

a. Pengetahuan perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tentang komunikasi terapeutik.

b. Perilaku perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan saat berkomunikasi dengan pasien.

c. Hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan kepada institusi pendidikan keperawatan, sehingga institusi dapat lebih memberikan pemahaman konsep komunikasi terapeutik bagi peserta didik.

4.2 Bagi Praktek Keperawatan

Manfaat penelitian ini bagi praktek keperawatan, menjadi masukan agar perawat dapat mengaplikasikan pengetahuan komunikasi terapeutik yang baik saat memberikan perawatan kepada pasien di rumah sakit.


(22)

4.3 Bagi Institusi Rumah Sakit

Institusi rumah sakit dapat mengambil kebijakan yang mendukung pengetahuan dan perilaku perawat tentang komunikasi terapeutik perawat-perawatnya, seperti seminar dan latihan komunikasi terapeutik.

4.4 Bagi Penelitian Keperawatan

Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan hasilnya dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian yang terkait dengan pengetahuan serta perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Pengetahuan

1.1Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003). Menurut Taufik (2007), pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya).

1.2Tingkatan Pengetahuan

Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.


(24)

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat


(25)

merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).

1.3Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

1.4Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara lain :

1. Pendidikan

Pendidikan adalah sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah berlangsung seumur hidup. Menurut batasan ini proses pendidikan itu tidak hanya sampai pada kedewasaan saja, melainkan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo,1993). Tingkat pendidikan menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi


(26)

pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuanya (Wied Hary A, 1996 dalam Hendra AW, 2008).

2. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoadmojo, 1997).

3. Usia

Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun (Singgih, 1998 dalam Hendra AW, 2008). Selain itu Abu Ahmadi, 2001 dalam Hendra AW, 2008 juga mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.


(27)

4. Lama kerja

Lama kerja merupakan waktu dimana seseorang bekerja. Makin lama seseorang bekerja semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya. Pengalaman seseorang mempunyai dampak dalam bersikap baik positif maupun negative. Mengingat pengalaman yang banyak atau lama akan mempunyai kecenderungan untuk bertindak lebih baik dari yang baru. Masa kerja 5-10 tahun mempunyai sikap positif mengingat puncak masa kerja seseorang pada masa tersebut (Notoatmodjo, 2003).

5. Informasi

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Wied Hary A, 1996 dalam Hendra AW, 2008).

2. Konsep Perilaku

2.1Definisi Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makluk hidup) yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Sunaryo (2004) perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Definisi lain dari perilaku adalah suatu aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya (Sunaryo, 2004). Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan


(28)

merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. (Purwanto, 1999)

2.2 Ciri-ciri Perilaku

Ciri-ciri perilaku manusia yang membedakan dari makluk lain adalah sebagai berikut:

a. Kepekaan Sosial

Kepekaan sosial merupakan kemampuan manusia untuk dapat menyesuaikan perilaku sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia adalah makluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama dengan orang lain.

b. Kelangsungan Perilaku

Kelangsungan perilaku merupakan antara perilaku yang satu ada kaitannya dengan perilaku yang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang lalu-lalu dan seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku manusia terjadi secara berkesinambungan bukan serta merta.

c. Orientasi Tugas

Orientasi tugas merupakan setiap perilaku selalu memiliki orientasi pada suatu tugas tertentu.

d. Usaha dan Perjuangan

Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri, serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin diperjuangkan (Notoatmodjo 2003).


(29)

2.3 Jenis Perilaku

Menurut Notoatmodjo 2003, perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Perilaku Tertutup (cover behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (cover). Respon atau reaksi stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku Terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (pratice), yang dengan mudah dapat diamatai atau dilihat orang lain.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang menurut Sunaryo (2004), faktor tersebut terdiri dari:

2.4.1 Faktor Genetik atau Endogen

Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam individu (endogen), antara lain:

a. Jenis ras. Setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda satu dengan yang lainnya.

b. Jenis kelamin. Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari.


(30)

c. Sifat kepribadian. Salah satu pengertian kepribadian yang ditentukan oleh Marami (1995) : “ Keseluruhan pola, pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha dan adaptasi yang terus-menerus dalam hidupnya”.

d. Bakat pembawa. Bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan sesuatu yang sedikit sekali bergantung pada latihan mengenai hal tersebut.

e. Inteligensi, adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. Menurut Notoatmodjo (1997), inteligensi adalah kemampuan untuk membuat kombinasi.

f. Usia. Menurut Hurlock (1996), usia dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan dikenal dengan masa kreatif dimana individu memiliki kemampuan mental untuk mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi baru, seperti mengingat hal-hal yang pernah dipelajari, penalaran analogis, berpikir kreatif serta belum terjadi penurunan daya ingat.

2.4.2 Faktor dari Luar Individu atau Eksogen

a. Faktor Lingkungan. Lingkungan menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik fisik, biologis maupun sosial.

b. Pendidikan. Pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan individu. Proses kegiatan–kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah perilaku individu maupun kelompok.


(31)

c. Agama. Agama merupakan tempat mencari makna hidup yang terakhir atau penghabisan.

d. Sosial Ekonomi. Telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan sosial.

e. Kebudayaan. Kebudayaan merupakan ekspresi jiwa yang terwujud dalam cara-cara hidupdan berpikir, pergaulan hidup, seni kesusastraan, agama, rekreasi dan hiburan.

3. Komunikasi Terapeutik

3.1 Dasar Komunikasi Terapeutik

Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu komunikasi terapeutik memegang peranan penting memecahkan masalah yang dihadapi. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi proposional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien. Pada komunikasi terapeutik terdapat dua komonen penting yaitu proses komunikasinya dan efek komunikasinya. (Nurhasanah, 2010)

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi untuk personal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar petugas kesehatan dengan pasien. Menurut Purwanto, (1999) komunikasi terapeutik merupakan bentuk keterampilan dasar untuk melakukan wawancara dan penyuluhan dalam artian wawancara digunakan pada saat petugas kesehatan melakukan pengkajian memberi


(32)

penyuluhan kesehatan dan perencaan perawatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk terapi. Seorang perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi (Nurhasanah, 2010).

Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi. Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien maupun bagi perawat yang diidentifikasi dalam empat tindakan yang harus diambil antara perawat-klien, yaitu : tindakan diawali perawat, respon reaksi dari klien, interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan, transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan hubungan (Mundakir, 2006).

Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan tersebut bersifat terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip berikut ini:

1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.

2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.

3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.

4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.


(33)

sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.

7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.

8. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.

9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.

10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan

meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, sosial, spiritual, dan gaya hidup.

11. Disarankan mengekspresikan perasaan dianggap mengganggu.

12. Perawt harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut.

13. Altruisme mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara

manusiawi.

14. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.


(34)

15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang apa yang dikomunikasikan (Mundakir, 2006).

Menurut Nasir, dkk (2009), prinsip dasar komunikasi terapeutik antara lain: a. Komunikasi berorientasi pada proses percepatan kesembuhan. Setiap pesan komunikasi mempunyai tujuan tertentu atau makna tertentu dimana perawat harus dapat memprediksikan bagaimana cara berkomunikasi. Saat perawat berkomunikasi dengan pasien, maka semua percakapan berorientasi bagaimana percakapan ini bisa mendukung perawat mendapatkan masukan yang berharga dalam menentukan sikap dan tindakan. Komunikasi yang terjadi antara perawat dan pasien merupakan komunikasi yang mengarah pada penemuan masalah keperawatan melalui pengkajian sampai evaluasi dari hasil tindakan yang telah dilakukan oleh perawat.

b. Komunikasi terstruktur dan direncanakan. Perawat yang akan melakukan komunikasi dengan pasien sudah merencanakan cara-cara yang akan dilakukan atau hal-hal yang akan dikomunikasikan kepada pasien. Perawat harus mempersiapkan materi yang akan disampaikan dengan matang. Untuk itu dibutuhkan strategi pelaksanaan komunikasi yang baik. Strategi ini menuntun dan memberi petunjuk, serta mengarahkan perkataanapa saja yang akan disampaikan kepada pasien.

c. Komunikasi terjadi dalam konteks topik, ruang dan waktu. Saat berkomunikasi dengan pasien perawat harus memiliki topik yang dibutuhkan oleh


(35)

itu, perawat harus mampu beradaptasi dengan keunikan pasien, karena pasien yang satu dengan pasien yang lain tidak sama, baik topik maupun cara berhubungan atau berkomunikasi sehingga perawat harus memperhatikan dari sisi dimensi isi dan hubungan. Perawat harus memprediksi dan menentukan isi pesan apa yang akan disampaikan. Isi pesan yang disampaikan harus dapat memberikan efek terapeutik bagi pasien. Perawat harus membuat kontrak pertemuan dengan pasien terutama kapan dan dimana pertemuan tersebut dilaksanakan sehingga diharapkan komunikasi yang berlangsung sesuai dengan waktu yang ditentukan dan materi/topik yang akan dibicarakan atau disampaikan sesuai dengan tempat yang telah disepakati.

d. Komunikasi memperhatikan kerangka pengalaman pasien. Dalam proses komunikasi perawat harus memperhatikan kondisi emosional dari pasien sehingga dalam berkomunikasi perawat mampu menempatkan diri dalam berinteraksi. e. Komunikasi memerlukan keterlibatan maksimal dari pasien dan keluarga. Untuk mempercepat proses penyembuhan pasien dan keluarga harus mengikuti pesan yang disampaikan perawat. Untuk itu perawat harus menampilkan kesungguhan dari perawat dimana pesan verbal sesuai dengan pesan nonverbal atau pesan yang disampaikan sesuai kebutuhan pasien (Nasir, dkk 2009).

3.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik

Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk membina hubungan interpersonal antara perawat dan pasien, dalam membantu mengurangi beban perasaan dan pikiran yang diderita pasien, demi kesembuhan pasien itu sendiri. Menurut Purwanto (1999), tujuan dari komunikasi terapeutik :


(36)

a. membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran mempertahakan kekuatan egonya.

b. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk mengubah situasi yang ada c. Mengulang keraguan membantu dalam pengambilan tindakan yang efektif dan mempengaruhi orang lain lingkungan fisik dan dirinya.

d. Meningkatkan tingkat kemandirian pasien.

e. Meningkatkan rasa integritas yang tinggi pada pasien

f. Meningkatkan hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dan mencintai antar perawat dengan pasien

g. Dipusatkan untuk kesembuhan pasien h. Mengatasi hambatan psikologis pada pasien.

3.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik

Komunikasi merupakan aktifitas yang tidak dapat dipisahkan dengan peran perawat. Pelaksanaan komunikasi terapeutik yang baik sangat bermanfaat bagi keberhasilan perawat dalam melaksanakan tugasnya. Secara umum komunikasi terapeutik bermanfaat dalam media informasi, pendidikan, himbauan atau ajakan dan hiburan bagi pasien. Ada beberapa indikator manfaat komunikasi terapeutik dalam keperawatan, antara lain:

a. Kepuasan pasien

b. Kenyamanan pasien secara fisik

c. Kesediaan pasien mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat berkomunikasi


(37)

3.4 Proses Komunikasi Terapeutik

Proses ini terdiri dari unsur komunikasi, prinsip komunikasi dan tahapan komunikasi. Unsur komunikasi terdiri dari : Sumber komunikasi yaitu pengirim pesan atau sering disebut komunikator yaitu orang yang menyampaikan atau menyiapkan pesan. Komunikator adalah perawat yang memberikan pertolongan pada pasien . Komunikator memiliki peranan penting untuk menentukan keberhasilan dalam membentuk kesamaan persepsi dengan pasien. Kemampuan komunikator mencakup keahliaan atau kredibilitas daya tarik dan keterpercayaan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan menentukan keberhasilan dalam melakukan komunikasi.

Unsur komunikasi terapeutik selain komunikator, yaitu pesan merupakan salah satu unsur penting yang harus ada dalam proses komunikasi. Tanpa kehadiran pesan, proses komunikasi tidak terjadi. Komunikasi akan berhasil bila pesan yang disampaikan tepat, dapat dimengerti, dan dapat diterima komunikan. Keberhasilan komunikasi sangat ditentukan oleh daya tarik pesan. Effendy (2000) mengatakan bahwa komunikasi akan berhasil bila pesan yang disampaikan memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Pesan harus direncanakan

2. Pesan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak 3. Pesan itu harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima 4. Pesan harus berisi hal-hal yang mudah difahami


(38)

Teknik komunikasi terapeutik terdiri dari (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam simamora 2011):

a. Mendengarkan (Listening)

Mendengarkan merupakan dasar dalam komunikasi yang akan mengetahui perasaan klien. Teknik mendengarkan dengan cara memberi kesempatan klien untuk bicara banyak dan perawat sebagai pendengar aktif. Ellis (1998) menjelaskan bahwa mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukkan pada orang lain bahwa apa yang dikatakannya adalah penting dan dia adalah orang yang penting. Mendengarkan juga menunjukkan pesan ”anda bernilai untuk saya” dan ”saya tertarik padamu”.

b. Pertanyaan terbuka (Broad Opening)

Memberikan inisiatif kepada klien, mendorong klien untuk menyeleksi topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeutik apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeutik apabila perawat mendominasi interaksi dan menolak respon klien (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam simamora 2011).

c. Mengulang (Restating)

Merupakan teknik yang dilaksanakan dengan cara mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien, yang berguna untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat untuk mengikuti pembicaraan. Teknik ini bernilai terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan melakukan validasi, mendukung klien dan memberikan respon terhadap apa yang baru saja dikatakan


(39)

d. Penerimaan (Acceptance)

Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan. Dikarenakan hal tersebut, perawat harus sadar terhadap ekspresi nonverbal. Bagi perawat perlu menghindari memutar mata ke atas, menggelengkan kepala, mengerutkan atau memandang dengan muka masam pada saat berinteraksi dengan klien.

e. Klarifikasi

Klarifikasi merupakan teknik yang digunakan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi dan perawat mencoba memahami situasi yang digambarkan klien.

f. Refleksi

Refleksi ini dapat berupa refleksi isi dengan cara memvalidasikan apa yang didengar, refleksi perasaan dengan cara memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya. Teknik ini akan membantu perawat untuk memelihara pendekatan yang tidak menilai (Boyd dan Nihart, 1998 dalam Simamora 2011).

g. Asertif

Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain (Lindberg dalam Nurjanah, 2001). Tahap-tahap menjadi lebih asertif antara lain menggunakan kata ”tidak” sesuai dengan kebutuhan, mengkomunikasikan


(40)

maksud dengan jelas, mengembangkan kemampuan mendengar, pengungkapan komunikasi disertai dengan bahasa tubuh yang tepat, meningkatkan kepercayaan diri dan gambaran diri dan menerima kritik dengan ramah.

h. Memfokuskan

Cara ini dengan memilih topik yang penting atau yang telah dipilih dengan menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas.

i. Membagi persepsi

Merupakan teknik komunikasi dengan cara meminta pendapat klien tentang hal-hal yang dirasakan dan dipikirkan.

j. Identifikasi ”tema”

Merupakan teknik dengan mencari latar belakang masalah klien yang muncul dan berguna untuk meningkatkan pengertian dan eksplorasi masalah yang penting.

k. Diam

Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran, memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon. Diam tidak dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam juga dapat diartikan sebagai mengerti atau marah. Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain untuk berpikir, meskipun begitu diam yang tidak tepat dapat menyebabkan orang lain merasa cemas.


(41)

l. Informing

Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi adalah akan memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan dan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan (Stuart dan Sundeen, 1995). Kurangnya pemberian informasi yang dilakukan saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak percaya. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat memberikan informasi.

m. Humor

Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien. Sedangkan Nurjanah (2001) menyatakan humor sebagai hal yang penting dalam komunikasi verbal dikarenakan tertawa mengurangi stres ketegangan dan rasa sakit akibat stres, serta meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan.


(42)

n. Saran

Teknik yang bertujuan memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Teknik ini tidak tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan (Simamora, 2011).

3.5 Penerapan Komunikasi Terapeutik

Wood mengatakan pada umumnya hubungan antar pribadi berkembang melalui tahap-tahap yaitu :

1. Fase orientasi. Pada tahap ini antara petugas dan pasien terjadi kontak dan pada tahap ini penampilan fisik begitu penting karena dimensi fisik paling terbuka untuk diamati. Kualitas-kualitas lain seperti sifat bersahabat kehangatan, keterbukaan dan dinamisme juga terungkap. Yang dapat dilakukan pada terapi ini menurut Purwanto (1999) ialah pengenalan, mengidentifikasi masalah dan mengukur tingkat kecemasan diri pasien.

2. Fase kerja adalah tahap pengenalan lebih jauh, menurut Purwanto (1999) dilakukan untuk meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada. Komunikasi pada tahap ini mengikatkan pada diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan juga mengungkapkan diri kita. Pada tahap ini termasuk pada tahap persahabatan yang menghendaki agar kedua pihak harus merasa mempunyai kedudukan yang sama, dalam artian ada keseimbangan dan kesejajaran kedudukan.

Persahabatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu :


(43)

3. Membuat pihak lain menjadi senang

4. Membantu sesama kalau dia berhalangan untuk suatu urusan

Purwanto (1999) mengatakan pada tahap komunikasi terapeutik ini harus: a. Melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada

b. Meningkatkan komunikasi

c. Mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan masalah yang ada.

Secara psikologis komunikasi yang bersifat terapeutik akan membuat pasien lebih tenang, dan tidak gelisah.

3. Fase terminasi menurut Purwanto (1999) pada tahap ini terjadi pengikatan antar pribadi yang lebih jauh, merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang kesimpulan perawatan yang didapat dan mempertahankan batas hubungan yang ditentukan, yang diukur antara lain mengantisipasi masalah yang akan timbul karena pada tahap ini merupakan tahap persiapan mental atas rencana pengobatan, melakukan peningkatan komunikasi untuk mengurangi ketergantungan pasien pada perawat. Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan antara petugas

dengan pasien.

Menurut Uripni (1993) bahwa tahap terminasi dibagi dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara adalah akhir dari setiap pertemuan, pada terminasi ini pasien akan bertemu kembali pada waktu yang telah ditentukan, sedangkan terminasi akhir terjadi jika pasien selesai menjalani pengobatan (Purwanto, 1999).


(44)

Dalam sumber lain, penerapan komunikasi terapeutik ada empat tahap, dimana pada setiap tahap mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Simamora, 2011).

a. Fase Prainteraksi

Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan pasien. Perawat mengumpulkan data tentang pasien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri dan membuat rencana pertemuan dengan pasien.

b. Fase Orientasi

Fase ini dimulai ketika perawat berrtemu dengan pasien untuk pertama kalinya. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan pasien minta pertolongan yang akan memengaruhi terbinanya hubungan perawat dengan pasien.

Dalam memulai hubungan tugas pertama adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian komunikasi yang terbuka dan perumusan kontak dengan pasien. Pada tahap ini perawat melakukan kegiatan sebagai berikut: memberi salam dan senyum pada pasien, melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif), memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama kesukaan pasien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan, menjelaskan kerahasiaan. Tujuan akhir pada fase ini ialah terbina hubungan saling percaya.

c. Fase Kerja

Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan adalah memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya, menanyakan keluhan


(45)

rencana. Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif pasien. Interaksi yang memuaskan akan menciptakan situasi/suasana yang meningkatkan integritas klien dengan meminimalisasi ketakutan, ketidakpercayaan, kecemasan dan tekanan pada pasien.

d. Fase Terminasi

Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang dilakukan oleh perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut dengan pasien, melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik), mengakhiri wawancara dengan cara yang baik (Simamora, 2011).


(46)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual Penelitian

Skema 3.1 Kerangka konseptual penelitian hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien.

Pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik :

• Dasar Komunikasi Terapeutik

• Tujuan Komunikasi Terapeutik

• Manfaat Komunikasi Terapeutik

• Proses Komunikasi Terapeutik

Perilaku perawat saat

berkomunikasi dengan pasien (penerapan komunikasi terapeutik):

• Fase Orientasi • Fase Kerja • Fase Terminasi Faktor yang mempengaruhi

pengetahuan : 1. Pendidikan 2. Pengalaman 3. Usia

4. Lama Kerja 5. Informasi

Faktor yang mempengaruhi perilaku :

1. Faktor genetik atau endogen yaitu: jenis ras, jenis kelamin, sifat kepribadian, bakat pembawa, inteligensi, dan usia. 2. Faktor dari luar

individu atau eksogen yaitu: lingkungan,

pendidikan, agama, sosial ekonomi, dan kebudayaan.

Cukup Kurang

Baik

Cukup Kurang


(47)

2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

2.1Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh anggota kelompok lain (Notoatmodjo, 1993). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel independen/bebas dan variabel dependen/terikat. Variabel independen/bebas adalah variabel yang bila ia berubah akan mengakibatkan perubahan variabel yang lain. Dalam penelitian ini variabel independen/bebasnya adalah pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik, variabel dependen/terikat adalah variabel yang berubah akibat perubahan variabel independen/bebas. Dalam penelitian ini variabel dependen/terikatnya adalah perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien.

2.2Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil

ukur Skala 1 Variabel

independen/ bebas. Pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik.

Segala sesuatu yang diketahui oleh perawat tentang komunikasi

terapeutik, meliput i : dasar komunikasi terapeutik, tujuan komunikasi terapeutik, manfaat komunikasi terapeutik, dan Kuisioner yang terdiri dari 16 pernyataan tertutup dengan jenis pernyataan pilihan ganda. Jawaban benar diberi skor 2 dan jawaban salah diberi skor 1.

Kurang: 16-20 Cukup: 21-25 Baik: 26-32 Ordinal


(48)

proses komunikasi terapeutik.

2 Variabel dependen/ terikat. Perilaku perawat saat berkomunika si dengan pasien. Kegiatan berkomunikasi atau aktivitas perawat saat berkomunikasi yang di dapat dari informasi yang diberikan oleh pasien, seperti; pelaksanaan setiap tahap pada komunikasi terapeutik, meliputi: tahap orientasi, tahap kerja, dan tahap terminasi.

Kuesioner yang terdiri dari 15 pernyataan tertutup dengan jenis pernyataan (sering), (kadang-kadang) dan (tidak). Jawaban (sering) diberi skor 3, jawaban (kadang-kadang) diberi skor 2 dan jawaban (tidak) diberi skor 1.

Kurang: 15-24 Cukup: 25-34 Baik: 35-45 Ordinal

Tabel 3.1 Defenisi operasional kerangka penelitian

3. Hipotesa Penelitian

Ada hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan.


(49)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukuan prosedur penelitian (Hidayat, 2007). Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif korelasi, dengan metode pendekatan cross

sectional yaitu rancangan penelitian yang menekankan waktu pengukuran /

observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat atau variabelnya diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali saja dalam satu kali waktu (dalam waktu yang bersamaan) dan tidak ada tindak lanjut (Nursalam, 2009).

2. Populasi dan sampel

2.1Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap kelas II RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli 2012 yang terdiri dari 122 orang. Populasi untuk responden pasien yang akan mengisi kuesioner penilaian tentang perilaku perawat saat berkomunikasi adalah pasien yang sedang dirawat di ruang rawat inap kelas II RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.


(50)

2.2Sampel

2.2.1 Sampel Perawat

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2007). Pengambilan jumlah sampel untuk responden perawat dilakukan dengan cara simple random sampling yaitu

penarikan sampel dimana masing-masing subyek atau unit populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel (Wahyuni, 2007). Untuk menghitung minimum besarnya sampel yang dibutuhkan bagi ketepatan (accurary) peneliti menggunakan rumus populasi kecil atau lebih kecil dari

10.000 (Notoatmodjo, 2005) yaitu: N

n =

1 + N (d2) Keterangan:

n : besar sampel N : besar populasi

d : penyimpangan terhadap populasi atau tingkat kepercayaan yang diinginkan (0,05)

Dalam penelitian ini besar populasi adalah 122 orang perawat. Jadi besar sampel yang didapat adalah:

N n =

1 + N (d2 122

)


(51)

122 n =

1 + 0,305 122 n =

1,305 n = 93,49 n = 93 orang

Jadi dalam penelitian ini jumlah sampel perawat yang digunakan oleh peneliti adalah 93 orang perawat.

2.2.2 Sampel Pasien

Roscoe (1992 dalam Rihandoyo, 2009) menyatakan bahwa pada penelitian kuantitatif jumlah sampel yang layak adalah 30 sampai 500 sampel, dengan jumlah minimal adalah 30 sampel maka jumlah sampel untuk responden pasien dalam penelitian ini adalah 30 orang. Pengambilan jumlah sampel untuk responden pasien dilakukan dengan cara accidental sampling yaitu penentuan

sampel berdasarkan kebetulan/ incidental dimana siapa saja pasien yang secara kebetulan sedang dirawat di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan saat peneliti melakukan pengambilan data yang bersedia sebagai sumber data.

Kriteria pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah, pasien dewasa yang menjalani rawat inap di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan.

3. Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan dengan pertimbangan belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan


(52)

perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien. Selain itu, pada lokasi ini tersedia sampel yang memadai dan lokasinya mudah dijangkau oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Juni 2012 sampai dengan bulan Juli 2012.

4. Pertimbangan etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Fakultas Keperawatan dan dari RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan, kemudian peneliti menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian. Responden diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan, kemudian peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Jika responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian

ini maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak calon responden. Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan (anonimity). Penelitian juga

harus memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data yang akan dilaporkan pada hasil riset (Nursalam, 2009).

5. Instrumen Penelitian


(53)

cara mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang berupa formulir (Setiadi, 2007). Jenis kuesioner yang digunakan adalah angket langsung, dimana daftar pertanyaan diberikan langsung kepada responden untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang responden ketahui dan amati (Arikunto, 2006).

Kuesioner yang digunakan terdiri dari, kuisioner untuk perawat: yang pertama (bagian A) untuk data demografi, yang terdiri dari nama responden, umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja. Yang kedua (bagian B) untuk variabel pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik yang terdiri dari 16 pernyataan dan bertujuan untuk melihat bagaimana pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik yaitu dasar komunikasi terapeutik yang terdiri dari 4 pernyataan tertutup, tujuan komunikasi terapeutik yang terdiri dari 4 pernyataan tertutup, manfaat komunikasi terapeutik yang terdiri dari 4 pernyataan tertutup, dan proses komunikasi terapeutik yang terdiri dari 4 pernyataan tertutup dengan jenis pernyataan pilihan ganda. Setiap kategori pernyataan dengan jawaban benar diberi skor 2 dan jawaban salah diberi skor 1.

Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 32 dan nilai terendah 16. Skala ukur yang digunakan dalam variabel ini adalah skala ordinal. Menurut Sudjana (2005), untuk menghitung jumlah total skor menggunakan rumus statistik p = ,

dimana p merupakan panjang kelas. Rentang kelas didapat dengan cara nilai

tertinggi dikurangi nilai terendah sehingga diperoleh rentang adalah 16 dan banyak kelas adalah 3 sehingga didapat panjang kelas adalah 5,3 dengan


(54)

Kurang : skor 16-20 Cukup : skor 21-25 Baik : skor 26-32

Kuisioner untuk pasien: yang pertama (bagian A) untuk data demografi, yang terdiri dari nama, umur, dan jenis kelamin. Yang kedua (bagian B) untuk variabel perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien yang terdiri dari 15 pernyataan dan bertujuan untuk melihat bagaimana perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien yang diukur dari penerapan komunikasi terapeutik perawat yaitu fase orientasi yang terdiri dari 5 pernyataan tertutup, fase kerja yang terdiri dari 5 pernyataan tertutup, dan fase terminasi yang terdiri dari 5 pernyataan tertutup dengan jenis pernyataan (sering), (kadang-kadang) dan (tidak). Setiap kategori pernyataan dengan jawaban (sering) diberi skor 3, jawaban (kadang-kadang) diberi skor 2 dan jawaban (tidak) diberi skor 1.

Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 45 dan nilai terendah 15. Skala ukur yang digunakan dalam variabel ini adalah skala ordinal. Menurut Sudjana (2005), untuk menghitung jumlah total skor menggunakan rumus statistik p = ,

dimana p merupakan panjang kelas. Rentang kelas didapat dengan cara nilai

tertinggi dikurangi nilai terendah sehingga diperoleh rentang adalah 30 dan banyak kelas adalah 3 sehingga didapat panjang kelas adalah 10. Batasan skor masing-masing kategori adalah sebagai berikut :


(55)

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur (instrumen) dalam mengukur suatu data. Valid berarti Instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2006). Kuesioner ini divalidasi dengan menggunakan validitas isi (Content validity) yang dilakukan oleh tiga orang ahli

dalam penelitian ini.

Ahli diminta untuk mengamati semua item dalam kuesioner yang hendak divalidasi. Kemudian mengoreksi semua item yang telah dibuat. Ahli diminta untuk memberikan pertimbangan tentang bagaimana tes tersebut menggambarkan cakupan isi yang akan diukur. Pertimbangan ahli tersebut juga menyangkut apakah semua aspek yang hendak diukur telah dicakup melalui item pertanyaan dalam tes (Sukardi, 2009). Pernyataan yang tidak valid langsung disarankan oleh penguji validitas untuk diganti.

Kuesioner pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik pernyataan yang belum valid langsung disarankan oleh ahli untuk diganti redaksi katanya, yaitu item 2 pada dasar komunikasi terapeutik, item 1 dan 2 pada tujuan komunikasi terapeutik serta item 1 dan 4 pada proses komunikasi terapeutik. Kuesioner perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien pernyataan yang belum valid juga langsung disarankan oleh ahli untuk diganti redaksi katanya, yaitu item 1 pada fase orientasi, item 4 pada fase kerja serta item 1, 3 dan 5 pada fase terminasi.


(56)

Setelah semua pertanyaan valid, dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Reliabilitas sebuah instrumen adalah suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilakukan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Uji reliabilitas instrumen adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen dari waktu ke waktu sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama. Uji reliabilitas instrumen dilakukan terhadap 10 orang perawat dan 10 orang pasien yang bukan termasuk dalam sampel di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan dan data tersebut diolah dengan menggunakan program komputerisasi, yaitu Cronbach Alpha. Menurut Polit &

Hungler (1995) suatu instrument dikatakan reliabel jika nilai reliabilitasnya lebih dari

0.70. Hasil uji reliabilitas yang dilakukan terhadap 10 orang perawat reliabilitas

dan kemudian dihitung dengan cronbach alpha, maka diperoleh nilai reliabilitas

instrumen perawat adalah 0,743 dan reliabilitas yang dilakukan terhadap 10 orang pasien diperoleh nilai reliabilitas 0,835 yang artinya kuesiner tersebut reliabel untuk digunakan.

7. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2009). Pengumpulan data dimulai dengan prosedur administrasi dengan meminta surat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan USU untuk diserahkan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan RSUD Dr.Pirngadi Kota


(57)

RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan, surat tersebut diserahkan kepada Bidang Pelayanan Keperawatan untuk mendapatkan izin penelitian dan arahan ke ruang rawat inap RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan. Surat izin penelitian yang didapatkan diserahkan ke kepala ruangan tempat peneliti akan mengambil data. setelah peneliti menerima persetujuan pelaksanaan penelitian dari setiap kepala ruangan peneliti mulai mengumpulkan data. Data dikumpulkan dengan menanyakan lebih dulu kesediaan calon responden untuk menjadi responden penelitian. Peneliti memberikan lembar informed consent untuk dibaca terlebih dahulu dan kemudian

ditandatangani apabila calon responden bersedia menjadi peserta penelitian. Setelah semua kuisioner diisi, kemudian data dikumpulkan untuk diolah.

8. Analisa data

Setelah semua data pada kuisioner terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahap. Pertama editing, yaitu mengecek atu mengoreksi data

yang telah dikumpulkan. Tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan dilapangan. Kedua coding, yaitu pemberian

kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama. Tahap ketiga yaitu processing yaitu memasukkan data dari lembar kuisioner ke dalam program

komputer, dan tahap yang keempat cleaning yaitu mengecek kembali data yang

telah dimasukkan untuk mengetahi ada kesalahan atau tidak.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Statistik univariat

Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari suatu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit &


(58)

Hungler, 1999). Pada penelitian ini analisa data dilakukan dengan metode statistik univarat yaitu digunakan untuk menganalisa data demografi, variabel independen (pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik) dan variabel dependen (perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien). Untuk menganalisa data tersebut digunakan program komputerisasi dan akan ditampilkan dalam distribusi frekuensi dan persentase.

2) Statistik Bivariat

Untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen digunakan uji Spearman Rank yaitu uji yang digunakan mencari

hubungan atau menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel tidak harus sama. Pada penelitian ini, variabel independen (tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik) menggunakan skala ordinal dan variabel dependen (perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien) juga menggunakan skala ordinal. Interpretasi hasil uji korelasi didasarkan pada nilai p, kekuatan korelasi, serta arah korelasinya yang tertera pada table berikut (Dahlan, 2008).

Tabel 4.1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi

NO PARAMETER NILAI INTERPRETASI

1 Kekuatan korelasi (r) 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599

Sangat lemah Lemah Sedang


(59)

0,80 – 1,000 Sangat kuat

2 Nilai p p < 0,05

p > 0,05

Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji.

Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji.

3 Arah korelasi + (positif)

- (negatif)

Searah, semakin besar nilai satu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya. Berlawanan arah. Semakin besar nilai satu variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya.

Dari hasil uji yang dilakukan didapatkan hasil bahwa Ho gagal ditolak dimana hipotesa yang menyatakan adanya hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien tidak dapat dibuktikan secara signifikan dalam penelitian ini.


(60)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal 18 Juni sampai 5 Juli 2012 di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan dengan jumlah responden perawat 93 orang dan pasien 30 orang.

1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian dibagi atas empat bagian, yaitu data distribusi frekuensi dan persentase demografi perawat dan pasien, pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik, perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien dan analisa hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

1.1 Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik responden perawat tertinggi berdasarkan usia, berada pada usia dewasa awal (20-40 tahun) sebanyak 65 orang (69,9 %), jenis kelamin perempuan sebanyak 85 orang (91,4 %), pendidikan terakhir D-3 sebanyak 53 orang (57,0 %), dan lama kerja < 11 tahun sebanyak 60 orang (64,5 %). Karakteristik responden pasien berdasarkan usia berada pada usia dewasa madya (40-59 tahun) sebanyak 15 orang (50 %), jenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang (63,3 %).


(61)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase data demografi perawat (n = 93) dan pasien (n = 30) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli 2012

Karakteristik Demografi

Perawat Pasien

Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) 1. Umur Dewasa awal (20-40 tahun) Dewasa madya (40-59 tahun) Lansia (60>) 65 28 - 69.9 30.1 - 6 15 9 20 50 30

2. Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki 85 8 91.4 8.6 19 11 63.3 36.7 3. Pendidikan Perawat S-1 D-3 SPK D-IV 30 53 7 3 32.3 57.0 7.5 3.2 - -

4. Lama Kerja Perawat

< 11 Tahun > 11 Tahun

60 33

64.5 35.5

- -

1.2 Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Terapeutik di RSUD

Dr.Pirngadi Kota Medan

Berdasarkan hasil analisa data kuesioner dari sebanyak 93 perawat, mayoritas pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan sebanyak 85 orang (91,4 %) adalah dalam kategori baik dan sebanyak 8 orang (8,6 %) adalah dalam kategori cukup.

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik (n = 93) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli 2012

Pengetahuan Perawat tentang

Komunikasi Terapeutik Frekuensi Persentase (%)

21-25 (cukup) 26-32 (baik) 8 85 8.6 91.4


(62)

1.3 Perilaku Perawat saat Berkomunikasi dengan Pasien di RSUD

Dr.Pirngadi Kota Medan

Berdasarkan hasil analisa data kuesioner diperoleh pasien yang menilai perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan berada dalam kategori cukup sebanyak 17 orang (56,7 %), sebanyak 8 orang (26,7 %) dalam kategori kurang, dan sebanyak 5 orang (16,7 %) dalam kategori baik.

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien (n = 30) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli 2012

Perilaku Perawat saat

Berkomunikasi dengan pasien Frekuensi Persentase (%)

15-24 (Kurang) 25-34 (Cukup) 35-45 (Baik)

8 17

5

26.7 56.7 16.7

1.4 Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Terapeutik

terhadap Perilaku Perawat saat Berkomunikasi dengan Pasien di RSUD

Dr. Pirngadi Kota Medan.

Analisa hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien diukur dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menyatakan koefisien

korelasi (r) antara pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap

perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien yaitu 0,164 dengan tingkat signifikan (p) 0,385 (> 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan


(63)

pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Tabel 5.4 Hasil analisa hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik (n = 93) terhadap perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien (n = 30) di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada bulan Juni-Juli 2012

Variabel r p

Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Terapeutik Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien

0,164 0,385

2. Pembahasan

2.1 Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Terapeutik di RSUD

Dr.Pirngadi Kota Medan

Pengetahuan merupakan apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan tahu seperti hasil dari kenal, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan yang ada pada seseorang sangat dipengaruhi oleh berbagai informasi yang didapat baik dari internet, surat kabar, tabloid atau majalah, radio, televisi, pendidikan atau bahkan dari orang lain (Ayu, 2002). Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui atau kepandaian atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (Depdikbud, 2002).

Hasil analisa data pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan terhadap 93 orang perawat, didapat sebanyak 85 orang (91.4 %) adalah dalam kategori baik dan sebanyak 8 orang (8,6 %) adalah dalam kategori cukup. Hasil ini sesuai dengan Nasir (2009) yang mengatakan dalam melaksanakan komunikasi terapeutik, perawat harus memiliki


(64)

kemampuan-kemampuan antara lain : pengetahuan yang cukup, keterampilan yang memadai serta teknik dan etika komunikasi yang baik.

Hary (1996 dalam Hendra 2008) menyatakan bahwa tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Hal ini sesuai dengan data demografi yang menyatakan bahwa sebanyak 53 orang (57,0 %) berpendidikan terakhir D-3 dan sebanyak 30 orang (32,3 %) berpendidikan S-1. Umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya.

Selain tingkat pendidikan, pengetahuan juga dipengaruhi oleh usia. Semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah baik dan juga dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya. Tetapi pada umur menjelang lansia, kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang (Ahmadi, 2001 dalam Hendra, 2008). Pernyataan ini sesuai dengan data demografi dimana sebanyak 65 orang (69,9 %) perawat berada pada rentang usia dewasa awal (20-40 tahun).

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, oleh sebab itu pengalaman pribadi atau pengalaman kerja juga dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Proses dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoadmojo, 1997). Pernyataan ini sesuai dengan data demografi dimana 33 orang (35,5 %) perawat memiliki pengalaman kerja > 11 tahun.


(1)

Pertanyaan C.1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 12 40.0 40.0 40.0

Kadang-kadang 12 40.0 40.0 80.0

Sering 6 20.0 20.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pertanyaan C.2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 4 13.3 13.3 13.3

Kadang-kadang 15 50.0 50.0 63.3

Sering 11 36.7 36.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pertanyaan C.3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 12 40.0 40.0 40.0

Kadang-kadang 15 50.0 50.0 90.0

Sering 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pertanyaan C.4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 23 76.7 76.7 76.7

Kadang-kadang 4 13.3 13.3 90.0


(2)

Pertanyaan C.5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 25 83.3 83.3 83.3

Kadang-kadang 4 13.3 13.3 96.7

Sering 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Total Nilai Perilaku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 18 1 3.3 3.3 3.3

20 1 3.3 3.3 6.7

22 3 10.0 10.0 16.7

23 1 3.3 3.3 20.0

24 2 6.7 6.7 26.7

26 2 6.7 6.7 33.3

27 3 10.0 10.0 43.3

28 6 20.0 20.0 63.3

29 2 6.7 6.7 70.0

30 3 10.0 10.0 80.0

33 1 3.3 3.3 83.3

35 1 3.3 3.3 86.7

36 1 3.3 3.3 90.0

38 1 3.3 3.3 93.3

39 1 3.3 3.3 96.7

45 1 3.3 3.3 100.0


(3)

Perilaku Perawat saat Berkomunikasi dengan Pasien

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 15-24 (Kurang) 8 26.7 26.7 26.7

25-34 (Cukup) 17 56.7 56.7 83.3

35-45 (Baik) 5 16.7 16.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

DATA PERILAKU SETIAP FASE

Frequency Table

Total perilaku fase orientasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 6 2 6.7 6.7 6.7

7 5 16.7 16.7 23.3

8 2 6.7 6.7 30.0

9 8 26.7 26.7 56.7

10 4 13.3 13.3 70.0

11 3 10.0 10.0 80.0

12 1 3.3 3.3 83.3

13 4 13.3 13.3 96.7

15 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Kategori perilaku fase orientasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 5-8 (kurang) 9 30.0 30.0 30.0

9-12 (cukup) 16 53.3 53.3 83.3


(4)

Total perilaku fase kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 6 1 3.3 3.3 3.3

7 1 3.3 3.3 6.7

8 3 10.0 10.0 16.7

9 5 16.7 16.7 33.3

10 5 16.7 16.7 50.0

11 6 20.0 20.0 70.0

12 2 6.7 6.7 76.7

13 2 6.7 6.7 83.3

14 3 10.0 10.0 93.3

15 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Kategori perilaku fase kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 5-8 (kurang) 5 16.7 16.7 16.7

9-12 (cukup) 18 60.0 60.0 76.7

13-15 (baik) 7 23.3 23.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Total perilaku fase terminasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 5 3 10.0 10.0 10.0

6 3 10.0 10.0 20.0

7 7 23.3 23.3 43.3

8 6 20.0 20.0 63.3


(5)

10 3 10.0 10.0 83.3

11 2 6.7 6.7 90.0

12 2 6.7 6.7 96.7

15 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Kategori perilaku fase terminasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 5-8 (kurang) 19 63.3 63.3 63.3

9-12 (cukup) 10 33.3 33.3 96.7

13-15 (baik) 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Nonparametric Correlations

Correlations

Pengetahuan Perawat tentang

Komunikasi Terapeutik

Perilaku Perawat saat Berkomunikasi dengan Pasien Spearman's rho Pengetahuan Perawat

tentang Komunikasi Terapeutik

Correlation Coefficient 1.000 .164

Sig. (2-tailed) . .385

N 93 30

Perilaku Perawat saat Berkomunikasi dengan Pasien

Correlation Coefficient .164 1.000

Sig. (2-tailed) .385 .


(6)

Lampiran 5

RIWAYAT HIDUP

Nama

: Devi Shintana Octaris Sigalingging

Tempat/ Tanggal Lahir

: Onan Ganjang / 03 Oktober 1990

Jenis Kelamin

: Perempuan

Kewarganegaraan

: Indonesia

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Jl. Sisingamangaraja No.70 Onan Ganjang

Humbang Hasundutan

Pendidikan

:

1.

SD Negeri No. 173441 Onan Ganjang

: Tahun 1996-2002

2.

SMP Negeri 1 Onan Ganjang

: Tahun 2002-2005

3.

SMA Negeri 1 Onan Ganjang

: Tahun 2005-2008


Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Perawat Dengan Tindakan Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas Pada Pasien Stroke Di RSUD DR. Pirngadi Kota medan

25 463 89

Hubungan Faktor-Faktor Kecerdasan Emosi dengan Komunikasi Interpersonal Perawat dengan Pasien Rawat Inap di RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

3 66 139

Komunikasi Interpersonal (Terapeutik) Perawat dan Pasien (Studi Korelasional Peranan Komunikasi Interpersonal (Terapeutik) Perawat Terhadap Penyembuhan Pasien Di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan)

2 66 161

Hubungan Kompetensi dan Komunikasi Interpersonal dengan Kinerja Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 20

Hubungan Kompetensi dan Komunikasi Interpersonal dengan Kinerja Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 4

Hubungan Kompetensi dan Komunikasi Interpersonal dengan Kinerja Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 9

B. PENGETAHUAN a. Dasar Komunikasi Terapeutik - Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien Di Rsud Dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 31

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Pengetahuan 1.1 Pengertian Pengetahuan - Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien Di Rsud Dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 23

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien Di Rsud Dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 9

Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Perilaku Perawat Saat Berkomunikasi Dengan Pasien Di Rsud Dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 11