Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelayanan Pemantauan Anak Balita Di Posyandu Di Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Posyandu
2.1.1 Definisi Posyandu
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2007 tentang Pedoman
Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pembinaan Pos Pelayanan Terpadu,
mendefinisikan adalah Pos Pelayanan Terpadu yang selanjutnya disebut Posyandu
adalah salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat yang dikelola
dan

diselenggarakan

dari,

oleh,

untuk

dan


bersama

masyarakat

dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan
memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan
dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak.
Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat yang selanjutnya disingkat
(UKBM) adalah wahana pemberdayaan masyarakat yang dibentuk atas dasar
kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat dengan
bimbingan dari petugas kesehatan Pukesmas, lintas sektor dan lembaga terkait
lainnya.
Kelompok Kerja Opersional Pembinaan Pos Pembinaan dan Pelayanan
Terpadu yang selanjutnya disebut (Pokjanal Posyandu) adalah kelompok kerja yang
tugas

dan


fungsinya

mempunyai

keterkaitan

dalam

pembinaan

penyelenggaraan/pengelolaan posyandu yang berkedudukan di Pusat, Provinsi,

12

13

Kabupaten/Kota dan Kecamatan, Pokja posyandu adalah kelompok kerja yang tugas
dan

fungsinya


mempunyai

keterkaitan

dalam

pembinaan

penyelenggaraan/pengelolaan posyandu yang berkedudukan di Desa. Kader posyandu
adalah anggota masyarakat yang dipilih, bersedia, mampu, dan memiliki waktu untuk
mengelola kegiatan posyandu (Permendagri RI, 2007).
2.1.2

Tujuan Posyandu

1. Tujuan umum
Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka
Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak Balita (AKABA) di Indonesia
melalui upaya pemberdayaan masyarakat.

2. Tujuan khusus
a. Meningkatnya peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar,
terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.
b. Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelenggaraan posyandu, terutama
berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.
c. Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang
berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA (kemenkes RI, 2011).
2.1.3

Manfaat Posyandu
Posyandu memiliki banyak manfaat untuk masyarakat, diantaranya adalah:

1. Mendukung perbaikan perilaku, keadaan gizi dan kesehatan keluarga sehingga :
a. Keluarga menimbang balitannya setiap bulan agar terpantau pertumbuhannya
b. Bayi 6- 11 bulan memperoleh 1 kapsul vitamin A warna biru (100.000 IU)

14

c. Anak 12- 59 bulan memperoleh kapsul vitamin A warna merah (200.000 IU)
setiap 6 bulan (Februari dan Maret).

d. Bayi umur 0- 11 bulan memperoleh imunisasi (Hepatitis B 4 kali, BCG 1 kali,
Polio 4 kali, DPT 3 kali dan campak 1 kali).
e. Bayi diberi Air Susu Ibu (ASI) saja sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI
Ekslusif).
f. Bayi umur 6 bulan diberikan makanan pendamping ASI dan pemberian ASI
dilanjutkan sampai umur 2 tahun.
g. Bayi dan anak yang diare segera diberikan ASI lebih sering dari biasa,
makanan seperti biasa serta larutan oralit dan minum air lebih banyak.
h. Ibu hamil mau memeriksakan diri secara teratur dan mau melahirkan ditolong
oleh tenaga kesehatan.
i. Ibu hamil minum 1 tablet tambah darah setiap hari.
j. Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil mendapatkan imunisasi Tetanus
Toxoid (TT).
k. Setelah melahirkan ibu segera melaksanakan inisiasi menyusui dini (IMD).
l. Ibu hamil, nifas dan menyusui makan makanan bergizi lebih banyak sebelum
hamil.
m. Keluarga mengunakan garam beryodium setiap kali memasak.
n. Keluarga mengkonsumsi pagan/ makanan beragam dan gizi seimbang.
2. Mendukung perilaku hidup bersih dan sehat, sehingga: persalinan ibu ditolong
oleh tenaga kesehatan, mengunakan air bersih dan sabun, keluarga memanfaatkan


15

air bersih untuk kehidupan sehari- hari, rumah bebas jentik nyamuk, keluarga
buang air besar/ kecil mengunakan jamban, keluarga makan buah dan sayur setiap
hari dan tidak ada anggota keluarga merokok didalam rumah.
3. Mendukung pencegahan penyakit yang berbasis lingkungan seperti diare, demam
berdarah , ispa dan penyakit yang dapat dapat dicegah dengan imunisasi sehingga
keluarga tidak menderita hepatitis, TBC, polio, difteri, batuk rejan tetatus dan
campak.
4. Mendukung pelayanan Keluarga Berencana (KB).
5. Mendukung pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam penganekaragaman
pangan melaui pemanfaatan perkarangan untuk budidaya tanaman, sayuran buahbuahan, ternak ikan dan ternak unggas.
6. Pemanfaatan penyuluhan, kenseling/ rujukan konseling bila diperlukan.
2.1.4

Sasaran Utama Posyandu
Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya adalah : bayi, anak

balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui serta Pasangan Usia Subur (PUS).

2.1.5

Kegiatan Posyandu
Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan 5 utama yaitu Kesehatan Ibu dan

Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Imunisasi, Gizi, Penanggulangan diare dan
Kegiatan tambahan dalam keadaan tertentu masyarakat misalnya: perbaikan
kesehatan lingkungan, pengendalian penyakit menular, dan berbagai program
pembangunan masyarakat desa lainnya. Posyandu yang seperti ini disebut dengan
nama posyandu terintegrasi.

16

2.1.6

Penyelengaraan Posyandu

A. Waktu penyelenggaraan
Posyandu buka satu kali dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih sesuai
dengan hasil kesepakatan, apabila diperlukan hari buka posyandu dapat lebih dari

satu kali dalam sebulan.
B. Tempat penyelenggaraan
Tempat penyelenggaraan kegiatan posyandu sebaiknya berada pada lokasi
yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempat penyelenggaraan tersebut dapat di
salah satu rumah warga, halaman rumah, balai Desa/Kelurahan, balai RW/RT/Dusun,
salah satu kios di pasar, salah satu ruangan perkantoran, atau tempat khusus yang
dibangun secara swadaya oleh masyarakat.
C. Penyelenggaraan kegiatan
Kegiatan rutin posyandu diselenggarakan dan digerakkan oleh kader
posyandu dengan bimbingan teknis dari Puskesmas dan sektor terkait. Pada saat
penyelenggaraan posyandu minimal jumlah kader adalah 5 (lima) orang. Jumlah ini
sesuai dengan jumlah langkah yang dilaksanakan oleh posyandu, yakni yang
mengacu pada sistim 5 langkah. Kegiatan yang dilaksanakan pada setiap langkah
serta para penanggungjawab pelaksanaannya secara sederhana dapat diuraikan
sebagai berikut.
1. Langkah pertama kegiatan pendaftaran pelaksana oleh kader
2. Langkah kedua kegiatan penimbangan pelaksana oleh kader
3. Langkah ketiga kegiatan pengisian KMS pelaksana oleh kader

17


4. Langkah keempat kegiatan penyuluhan pelaksana oleh kader
5. Langkah kelima kegiatan pelayanan kesehatan pelaksana oleh kader atau kader
bersama petugas kesehatan
D. Tugas dan tanggungjawab para pelaksana
Terselenggaranya pelayanan posyandu melibatkan banyak pihak. Adapun
tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak dalam menyelenggarakan posyandu
adalah sebagai berikut.
1. Kader
Sebelum hari buka posyandu, antara lain:
a. Menyebarluaskan hari buka posyandu melalui pertemuan warga setempat.
b. Mempersiapkan tempat pelaksanaan posyandu.
c. Mempersiapkan sarana posyandu.
d. Melakukan pembagian tugas antar kader.
e. Berkoordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya.
f. Mempersiapkan bahan PMT penyuluhan.
Hari buka posyandu, antara lain:
a. Melaksanakan pendaftaran pengunjung posyandu.
b. Melaksanakan penimbangan balita dan ibu hamil yang
c. berkunjung ke posyandu.

d. Mencatat hasil penimbangan di buku KIA atau KMS
e. dan mengisi buku register posyandu.
f. Pengukuran LILA pada ibu hamil dan WUS.

18

g. Melaksanakan kegiatan penyuluhan dan konseling kesehatan dan gizi sesuai
dengan hasil penimbangan serta memberikan PMT.
h. Membantu petugas kesehatan memberikan pelayanan kesehatan dan sesuai
kewenangannya.
i. Setelah pelayanan posyandu selesai, kader bersama petugas kesehatan
melengkapi pencatatan dan membahas hasil kegiatan serta tindak lanjut.
Di luar hari buka posyandu, antara lain:
a. Mengadakan pemutakhiran data sasaran posyandu: ibu hamil, ibu nifas dan ibu
menyusui serta bayi dan anak balita.
b. Membuat diagram batang (balok) SKDN tentang jumlah Semua balita yang
bertempat tinggal di wilayah kerja posyandu, jumlah balita yang mempunyai
Kartu Menuju Sehat (KMS) atau Buku KIA, jumlah balita yang datang pada
hari buka posyandu dan jumlah balita yang timbangan berat badannya naik.
c. Melakukan tindak lanjut terhadap : sasaran yang tidak datang dan sasaran yang

memerlukan penyuluhan lanjutan.
d. Memberitahukan kepada kelompok sasaran agar berkunjung ke posyandu saat
hari buka.
e. Melakukan kunjungan tatap muka ke tokoh masyarakat, dan menghadiri
pertemuan rutin kelompok masyarakat atau organisasi keagamaan.
2. Petugas puskesmas
Kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas yang diwajibkan di posyandu satu kali
dalam sebulan. Dengan perkataan lain kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas

19

tidak pada setiap hari buka posyandu (untuk posyandu yang buka lebih dari 1 kali
dalam sebulan). Peran petugas Puskesmas pada hari buka posyandu antara lain
sebagai berikut:
a. Membimbing kader dalam penyelenggaraan posyandu.
b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan KB di langkah 5 (lima). Sesuai
dengan kehadiran wajib petugas Puskesmas, pelayanan kesehatan dan KB oleh
petugas Puskesmas hanya diselenggarakan satu kali sebulan. Dengan perkataan
lain jika hari buka posyandu lebih dari satu kali dalam sebulan, pelayanan
tersebut diselenggarakan hanya oleh

kader posyandu sesuai dengan

kewenangannya.
c. Menyelenggarakan penyuluhan dan konseling kesehatan, KB dan gizi kepada
pengunjung posyandu dan masyarakat luas.
d. Menganalisa hasil kegiatan posyandu, melaporkan hasilnya kepada Puskesmas
serta menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan sesuai
dengan kebutuhan posyandu.
e. Melakukan deteksi dini tanda bahaya umum terhadap ibu hamil, bayi dan anak
balita serta melakukan rujukan ke Puskesmas apabila dibutuhkan.
3 Stakeholder (Unsur Pembina dan Penggerak Terkait)
a. Camat, selaku penanggung jawab Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL)
posyandu Kecamatan:
1. Mengkoordinasikan hasil kegiatan dan tindak lanjut kegiatan posyandu.

20

2. Memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan kinerja posyandu.
Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan posyandu secara
teratur.
b. Lurah/ Kepala Desa atau sebutan lain, selaku penanggung jawab Kelompok
Kerja (POKJA) posyandu Desa/ Kelurahan:
1) Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan
posyandu.
2) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk dapat hadir pada hari
buka posyandu.
3) Mengkoordinasikan peran kader posyandu, pengurus posyandu dan tokoh
masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan posyandu.
4) Menindaklanjuti hasil kegiatan posyandu bersama Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat (LPM), Lembaga Kemasyarakatan atau sebutan lainnya.
5) Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan posyandu secara
teratur.
c. Instansi/Lembaga Terkait:
1) Badan / Kantor / Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
(BPMPD) berperan dalam fungsi koordinasi penyelenggaraan pembinaan,
penggerakan peran serta masyarakat, pengembangan jaringan kemitraan,
pengembangan

metode

pendampingan

fasilitasi, pemantauan dan sebagainya.

masyarakat,

teknis

advokasi,

21

2) Dinas Kesehatan, berperan dalam membantu pemenuhan pelayanan sarana
dan prasarana kesehatan (pengadaan alat timbangan, distribusi Buku KIA
atau KMS, obat-obatan dan vitamin) serta dukungan bimbingan tenaga
teknis kesehatan.
3) SKPD KB di Provinsi dan Kabupaten/Kota, berperan dalam penyuluhan,
penggerakan peran serta masyarakat melalui BKB dan BKL.
4) BAPPEDA, berperan dalam koordinasi perencanaan umum, dukungan
program dan anggaran serta evaluasi.
5) Kantor Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, Dinas Pertanian, Dinas
Perindustrian dan UKM, Dinas Perdagangan dan sebagainya, berperan
dalam mendukung teknis operasional Posyandu sesuai dengan peran dan
fungsinya masing-masing.
d. Kelompok Kerja (POKJA) posyandu:
1) Mengelola berbagai data dan informasi yang berkaitan dengankegiatan
posyandu.
2) Menyusun rencana kegiatan tahunan dan mengupayakan adanya sumbersumber pendanaan untuk mendukung kegiatan pembinaan posyandu.
3) Melakukan analisis masalah pelaksanaan program berdasarkan alternatif
pemecahan masalah sesuai dengan potensi dan kebutuhan desa/kelurahan.
4) Melakukan bimbingan dan pembinaan, fasilitasi, pamantauan dan evaluasi
terhadap pengelolaan kegiatan dan kinerja kader posyandu secara
berkesinambungan.

22

e. Tim Penggerak PKK:
1) Berperan aktif dalam penyelenggaraan posyandu.
2) Penggerakkan peran serta masyarakat dalam kegiatan posyandu.
3) Penyuluhan, baik di Posyandu maupun di luar posyandu.
4) Melengkapi data sesuai dengan Sistim Informasi Posyandu (SIP) atau Sistim
Informasi Manajemen (SIM).
f. Tokoh Masyarakat/forum peduli kesehatan Kecamatan (apabila telah terbentuk)
1) Menggali sumber daya untuk kelangsungan penyelenggaraan posyandu.
2) Menaungi dan membina kegiatan posyandu.
3) Menggerakkan masyarakat untuk dapat hadir dan berperan aktif dalam
kegiatan posyandu.
g. Organisasi Kemasyarakatan/LSM:
1) Bersama petugas Puskesmas berperan aktif dalam kegiatan posyandu, antara
lain: pelayanan kesehatan masyarakat, penyuluhan, penggerakan kader
sesuai dengan minat dan misi organisasi.
2) Memberikan dukungan sarana dan dana untuk pelaksanaan kegiatan
posyandu.
h. Swasta/ Dunia Usaha:
1) Memberikan dukungan sarana dan dana untuk pelaksanaan kegiatan
posyandu.
2) Berperan aktif sebagai sukarelawan dalam pelaksanaan kegiatan posyandu.

23

E. Pembiayaan posyandu
Sumber biaya untuk pembiayaan kegiatan posyandu berasal dari berbagai
sumber, antara lain:
1. Masyarakat : iuran pengguna/pengunjung posyandu, iuran masyarakat umum
dalam bentuk dana sehat, sumbangan/donatur dari perorangan atau kelompok
masyarakat, sumber dana sosial lainnya, misal dana sosial keagamaan, Zakat,
Infaq, Sodaqoh (ZIS).
2. Swasta/ Dunia Usaha: Peran aktif swasta/dunia usaha juga diharapkan dapat
menunjang pembiayaan posyandu. Misalnya dengan menjadikan posyandu
sebagai anak angkat perusahaan. Bantuan yang diberikan dapat berupa dana,
sarana, prasarana, atau tenaga, yakni sebagai sukarelawan posyandu.
3. Hasil Usaha: pengurus dan kader posyandu dapat melakukan usaha yang hasilnya
disumbangkan untuk biaya pengelolaan posyandu. Contoh kegiatan usaha yang
dilakukan antara lain: Kelompok Usaha Bersama (KUB). Hasil karya kader
posyandu, misalnya kerajinan, Taman Obat (TOGA).
4. Pemerintah, bantuan dari pemerintah terutama diharapkan pada tahap awal
pembentukan, yakni berupa dana stimulant atau bantuan lainnya dalam bentuk
sarana dan prasarana Posyandu yang bersumber dari dana APBN, APBD
Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Pemanfaatan dan pengelolaan dana yang diperoleh posyandu, digunakan untuk
membiayai kegiatan posyandu, antara lain dalam bentuk:
1) Biaya operasional posyandu.

24

2) Biaya penyediaan PMT.
3) Pengganti biaya perjalanan kader.
4) Modal usaha KUB dan bantuan biaya rujukan bagi yang membutuhkan.
2.1.7

Tingkat Perkembangan Posyandu
Untuk mengetahui tingkat perkembangan posyandu, dikembangkan metode

dan alat telaah
kemandirian

perkembangan Posyandu, yang dikenal dengan nama telaah

posyandu.

Tujuan

telaah

adalah

untuk

mengetahui

tingkat

perkembangan posyandu yang secara umum dibedakan atas 4 tingkat sebagai berikut:
1. Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh
kegiatan bulanan posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader sangat
terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan
rutin bulanan posyandu, di samping karena jumlah kader yang terbatas, dapat pula
karena belum siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan
peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah kader.
2. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau
lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah, yaitu kurang dari 50%.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkatkan
cakupan dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih
menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan posyandu.

25

3. Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau
lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan
program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang
dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK
di wilayah kerja posyandu.
4. Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau
lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan
program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang
dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal
di wilayah kerja posyandu (Kemenkes RI, 2011).
Tabel 2.1 Tingkat Perkembangan Posyandu
No
Indikator
1 Frekwensi penimbangan
2 Rerata kader tugas
3 Rerata cakupan D/S
4 Cakupan kumulatif KIA
5 Cakupan kumulatif KB
6 Cakupan kumulatif Imunisasi
7 Program tambahan
8 Cakupan dana sehat
Sumber : Kemenkes RI, 2011

Pratama
8
≥5
≥ 50%
≥ 50%
≥ 50%
≥ 50%
+
< 50%

Mandiri
>8
≥5
≥ 50%
≥ 50%
≥ 50%
≥ 50%
+
≥ 50%

26

2.2 Pelayanan Anak Balita di Posyandu
2.2.1

Pengertian Pelayanan Anak Balita di Posyandu
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/ MENKES/

PER/VII/ 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan
merupakan

yang

tolak ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselengarakan daerah

Kabupaten/ Kota, salah satu indikatornya Pelayanan Kesehatan Anak Balita adalah :
1. Setiap anak umur 12 - 59 bulan memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan
setiap bulan, minimal 8 kali dalam setahun yang tercatat di Kohort Anak Balita
dan Pra Sekolah, Buku KIA/ KMS, atau buku pencatatan dan pelaporan lainnya.
2. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan pertinggi/panjang
badan (BB/TB). Ditingkat masyarakat pemantauan pertumbuhan adalah
pengukuran berat badan per umur (BB/U) setiap bulan di Posyandu, Taman
Bermain, Pos PAUD, Taman Penitipan Anak dan Taman Kanak-kanak.
3. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak
balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan untuk
menentukan status gizinya dan upaya tindak lanjut
4. Pemantauan perkembangan meliputi penilaian perkembangan gerak kasar, gerak
halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian, pemeriksaan daya
dengar, daya lihat. Jika ada keluhan atau kecurigaan terhadap anak, dilakukan
pemeriksaan untuk gangguan mental emosional, autisme serta gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktifitas.

27

5. Bila ditemukan penyimpangan atau gangguan perkembangan harus dilakukan
rujukan kepada tenaga kesehatan yang lebih memiliki kompetensi.
6. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan setiap anak usia 12-59 bulan
minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan) dan tercatat pada Kohort Anak Balita dan
Prasekolah atau pencatatan pelaporan lainnya. Pelayanan dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan petugas sektor
lain yang dalam menjalankan tugasnya melakukan stimulasi dan deteksi dini
penyimpangan tumbuh kembang anak.
7.

Suplementasi Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) diberikan pada anak umur 1259 bulan 2 kali pertahun (bulan Februari dan Agustus).

8.

Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam melindungi
anak balita sehingga kesehatannya terjamin melalui penyediaan pelayanan
kesehatan

9. Target SPM di tahun 2010 sebesar 90 persen (Kemenkes RI, 2008).

2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelayanan Pamantauan Anak
Balita di Posyandu
2.3.1

Pendidikan Ibu
Pendidikan formal merupakan pendidikan di sekolah yang diperoleh secara

teratur, bertingkat dan dengan mengikuti syarat- syarat di lembaga yang jelas.
Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal- hal yang menunjang
kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup menurut
Wawan dan Dewi (2011).

Mantra dalam

28

Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2010) mengambarkan model
sistem kesehatan (health system model) yang merupakan model kepercayaan
kesehatan.

Di dalam model Anderson ini terdapat

tiga kategori utama dalam

pelayanan kesehatan salah satunya adalah karekteristik predisposisi, karekteristik ini
digunakan

untuk

menggambarkan

fakta

bahwa

tiap

individu

mempunyai

kecenderungan untuk mengunakan pelayanan kesehatan yang berbeda- beda , hal ini
disebabkan karena adanya ciri- ciri demografi, struktur sosial seperti tingkat
pendidikan, pekerjaan dan kesukuan.
Penelitian yang dilakukan Silaen (2012) hasil analisis menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu

dengan tingkat

pemanfaatan posyandu (p = 0,001) yang berarti pendidikan rendah atau tinggi
mempengaruhi tindakan ibu dalam memanfaatkan posyandu. Analisis multivariat
menerangkan bahwa pendidikan rendah memiliki hubungan yang signifikan dengan
tingkat pemanfaatan posyandu (p = 0,001), OR 13,85 artinya kemungkinan ibu
dengan pendidikan rendah untuk memanfaatkan posyandu kurang 13,85 kali lebih
tinggi dibanding memanfaatkan posyandu baik atau cukup pada kelompok ibu dengan
pendidikan tinggi pada analisis multivariat penelitian ini, pendidikan merupakan
variabel yang paling dominan berhubungan dengan tingkat pemanfaatan posyandu
karena mempunyai OR yang paling tinggi dan pada analisis bivariat variabel
pendidikan berhubungan secara signifikan dengan tingkat pemanfaatan Posyandu.

29

2.3.2

Pekerjaan Ibu
Menurut Thomas yang dikutip dari Wawan dan Dewi (2011) pekerjaan adalah

yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan
keluarga, berkerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu, bekerja bagi
ibu- ibu mempunyai pengaruh terhadap keluarga. Ibu yang berkerja akan lebih sibuk
sehingga tidak ada waktu untuk kunjungan ke posyandu dibanding ibu yang tidak
bekerja.
Penelitian Aminudddin dkk (2011) berkaitan dengan peningkatan peran
posyandu

partisipatif mengemukakan

bahwa

pekerjaan

ibu

rumah

tangga

memberikan waktu luang yang banyak untuk membawa anak balita ke posyandu
untuk penimbangan atau mendapatkan pelayanan kesehatan yang lain seperti
imunisasi, pemberian vitamin A, pemeriksaan kehamilan dan penyuluhan kesehatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Suryaningsih (2012) hubungan antara
pekerjaan ibu dengan perilaku kunjungan Ibu bayi dan balita ke posyandu
menunjukan proporsi ibu yang bekerja mempunyai perilaku kunjungan lebih rendah
dibandingkan dengan proporsi ibu yang tidak bekerja/ ibu rumah tangga. Peluang ibu
yang bekerja mempunyai peluang 1,18 kali dibandingkan ibu bayi dan balita yang
tidak bekerja, namun perbedaan peluang ini tidak bermakna (nilai p=0,081 dan 95%
CI:0,93-1,51).
2.3.3 Umur Anak Balita
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah periode usia balita,
karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan

30

perkembangan anak selanjutnya. Tahap – tahap usia tumbuh kembang anak adalah
usia bayi: 0 -1 tahun, usia pra sekolah :1- 6 tahun dan usia sekolah: 6 -18 tahun masa
sekolah (Soetjiningsih, 1995)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741 tahun 2008 tentang
SPM Kesehatan, salah satu indikatornya Pelayanan Kesehatan Anak Balita adalah :
Setiap anak umur 12 - 59 bulan memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan
setiap bulan, minimal delapan kali dalam setahun yang tercatat di Kohort Anak Balita
dan Pra Sekolah, Buku KIA/ KMS, atau buku pencatatan dan pelaporan lainnya.
Survei awal yang dilakukan pada duapuluh ibu yang tidak rutin membawa
balita ke posyandu di Desa Rantau Pauh, ibu tidak memanfaatkan pelayanan balita
di posyandu dengan alasan anaknya sudah tidak di imunisasi lagi dan usia anaknya
sudah besar. Penelitian Djaiman (2003) berkaitan dengan

faktor- faktor yang

mempengaruhi ibu balita berkunjung ke posyandu adalah faktor umur balita, tenaga
penolong persalinan, kemampuan membaca ibu, jumlah anak, status pekerjaan ibu,
dan ketersedian waktu ibu untuk merawat anak,

faktor yang paling berpengaruh

terhadap kunjungan balita ke posyandu adalah faktor umur balita 12 sampai 35 bulan.
Penelitian Sandjaja dkk (2005) berkaitan dengan cakupan penimbangan anak
balita di Indonesia terdapat tren semakin meningkat umur anak balita semakin rendah
cakupan penimbangan. Cakupan penimbangan anak umur ≥ 48 bulan hanya separuh
dari cakupan penimbangan pada bayi.

31

2.3.4 Pengetahuan Ibu
Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu” dan terjadi setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap terhadap obyek terjadi melalui panca indra
manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri.
Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingga (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal,
pengetahuan sanggat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan
bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan semangkin luas pula
pengetahuannya, akan tetapi bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah
berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengigat bahwa peningkatan pengetahuan tidak
mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi dapat diperoleh melalui
pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua
aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif, kedua aspek ini akan menentukan sikap
seseorang, semangkin banyak aspek positif dan objek yang yang diketahui maka akan
menimbulkan sikap baik atau positif terhadap objek tertentu menurut WHO dalam
Notoatmodjo (2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2011) tentang pengaruh pengetahuan
terhadap pemanfaatan posyandu, uji statistik menunjukkan variabel pengetahuan
berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu oleh ibu yang mempunyai balita.
Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin baik pengetahuan ibu

32

yang mempunyai balita tentang posyandu maka akan meningkat pemanfaatan
posyandu.
2.3.5 Sikap Ibu
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Newcomb
salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau
kesedian untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku.
Salah satu teori yang berkaitan dengan determinan perubahan perilaku adalah
teori WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu
adalah karena adanya pemahaman dan pertimbangan yakni dalam bentuk
pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek
(dalam hal ini adalah objek kesehatan). Sikap menggambarkan suka atau tidak suka
seseorang terhadap objek, sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari
orang lain yang paling dekat, sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi
suatu objek (Notoatmodjo, 2010).
Penelitian yang dilakukan Nasution (2012) berkaitan dengan analisis
kunjungan balita ke Posyandu, faktor sikap, norma subjektif, perceived behavioral
control dan intensi ibu dapat memengaruhi kunjungan balita ke posyandu dengan
nilai F=0,001. Secara langsung sikap berpengaruh terhadap kunjungan balita ke

33

posyandu. Besarnya pengaruh sikap terhadap kunjungan balita ke posyandu adalah
sebesar 0,088 atau 8,8%. Artinya baik tidaknya kunjungan balita ke posyandu
dipengaruhi oleh sikap ibu yang mempunyai balita sebesar 8,8% sedangkan
selebihnya 91,2% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Jika intensi meningkat
maka dipengaruhi oleh sikap sebesar 0,088.
2.3.6 Penyediaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) di Posyandu
Pelayanan gizi di posyandu dilakukan oleh kader dan petugas kesehatan. Jenis
pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan
pertumbuhan, penyuluhan dan konseling gizi, pemberian makanan tambahan (PMT)
lokal, suplementasi vitamin A dan tablet Fe.
Salah satu sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014 adalah menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi 15% dan
menurunkan prevalensi pendek menjadi 32%. Kementerian Kesehatan menyediakan
anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang antara lain dapat digunakan
untuk pembinaan posyandu dan penyuluhan serta penyediaan makanan tambahan
pemulihan gizi untuk balita gizi kurang (Kemenkes RI, 2011b).
Pembiayaan untuk kegiatan posyandu berasal dari berbagai sumber yaitu dari
masyarakat, swasta dan pemerintah, dana yang diperoleh posyandu digunakan untuk
membiayai kegiatan posyandu, antara lain dalam bentuk antara lain

biaya

operasional posyandu dan penyediaan PMT posyandu (Kemenkes RI, 2011a).
Penelitian yang dilakukan oleh Sumarno dkk (2007) mengenai posyandu
dengan cakupan penimbangan

lebih dari 70%, salah satu variabel yang diteliti

34

mengenai

penyediaan makanan tambahan (PMT) di posyandu dengan kategori

teratur dan

menarik,

penyedian

jarang,

sangat jarang di Posyandu.

Dari hasil analisis

PMT, pengobatan, bidan, kesadaran rnasyarakat, dan luas wilayah

posyandu yang sedang dan baik berkaltan dengan tingkat pencapaian penirnbangan
diatas 70%, pelaksanaan PMT yang baik sangat dipengaruhi oleh peranan Bidan.
Peran kader atau motor penggerak posyadu yang mempunyai rasa sosial yang tinggi
dapat mernbantu pelaksanaan PMT yang baik juga dukungan tokoh rnasyarakat yang
baik. Keberhasilan pelaksanaan upaya perbaikan kesehatan dan gizi harus melibatkan
masyarakat, karena itu bidan harus menjalin hubungan baik dengan tokoh
masyarakat, kader dan pimpinan desa.
2.3.7 Dukungan Keluarga
Green (1980) dalam Notoadmodjo (2012) mencoba menganalisis perilaku
manusia dari tingkat kesehatan, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi
oleh faktor perilaku dan faktor diluar perilaku , selanjutnya perilaku itu sendiri
terbentuk oleh faktor- faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam
sikap dan dukungan keluarga yaitu suami, orang tua yang merupakan kelompok
referensi.
Penelitian Silaen (2012), hasil penelitian memberi gambaran

bahwa

dukungan suami merupakan salah satu faktor yang memengaruhi tindakan ibu dalam
memanfaatkan posyandu, dukungan suami yang tinggi akan memberi peluang lebih
besar kepada ibu untuk memanfaatkan posyandu. Sebaliknya dukungan suami yang
rendah merupakan faktor penghambat bagi ibu dalam memanfaatkan posyandu.

35

Suami tidak melarang ibu untuk membawa balita ke posyandu merupakan suatu
bentuk dukungan emosional yang sangat berarti bagi ibu dalam tindakannya untuk
memanfaatkan posyandu. Perlu peningkatan pengetahuan suami tentang posyandu
untuk meningkatkan dukungan suami terhadap pemanfaatan posyandu, mengingat
suami merupakan pengambil keputusan dalam keluarga.
2.3.8 Dukungan Bidan
Green (1980) dalam Notoadmodjo (2012) mengemukakan bahwa faktor faktor
pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau tenaga bidan merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Bidan dapat menjadi rool model atau contoh yang diikuti bagi masyarakat untuk
berperilaku hidup sehat dan rujukan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kehadiran tenaga kesehatan Puskesmas atau Bidan

yang diwajibkan di

posyandu satu kali dalam sebulan. Peran Bidan dan tenaga kesehatan lain pada hari
buka

posyandu

antara

lain

sebagai

berikut:

membimbing

kader

dalam

penyelenggaraan Posyandu, menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan Keluarga
Berencana di langkah 5 (lima), menyelenggarakan penyuluhan dan konseling
kesehatan, KB dan gizi kepada pengunjung posyandu dan masyarakat luas,
menganalisa hasil kegiatan posyandu, melaporkan hasilnya kepada Puskesmas serta
menyusun rencana kerja dan melaksanakan upaya perbaikan sesuai dengan kebutuhan
posyandu dan melakukan deteksi dini tanda bahaya umum terhadap ibu hamil, bayi
dan anak balita serta melakukan rujukan ke Puskesmas apabila dibutuhkan
(Kemenkes RI, 2011).

36

Penelitian yang dilakukan Suryaningsih (2012) hasil penelitian menunjukan
bahwa proporsi kunjungan ibu ke posyandu dengan pernah mendapat bimbingan
petugas kesehatan lebih tinggi (86,9%) dibandingkan proporsi ibu ke posyandu yang
tidak pernah mendapat bimbingan petugas kesehatan (75%) dan secara statistik
terdapat hubungan yang bermakna antara bimbingan petugas kesehatan dengan ibu
berkunjung ke posyandu (P = 0,027). Peluang responden yang pernah mendapat
bimbingan dan dukungan petugas kesehatan 1,14 kali dibanding responden yang
tidak pernah mendapat bimbingan dan dukungan dari petugas kesehatan.
2.3.9 Dukungan Kader Posyandu
Penelitian Aminuddin dkk ( 2011) ada pengaruh signifikan antara kunjungan
ibu ke posyandu dan peran kader, perubahan yang paling besar pada komponen ibu
balita adalah frekuensi kunjungan ke posyandu sebagai akibat kader yag telah aktif
sehingga ibu balita menjadi lebih intensif ke posyandu.
Ibu balita yang mendapat pembinaan dari kader akan berpartisipasi dengan
baik ke posyandu. Karena mereka akan merasa diakui dan diperhatikan
keberadaannya oleh pengelola posyandu sehingga rutin datang ke posyandu (sambas,
2002).
Terselenggaranya pelayanan posyandu melibatkan banyak pihak. Adapun
tugas, tanggung jawab peran serta masing-masing pihak dalam menyelenggarakan
posyandu bagi kader dan pengurus posyandu dapat mewujudkan aktualisasi dirinya
dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan

37

penurunan Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita.
Tugas dan tanggung jawab kader posyandu adalah sebagai berikut:
1. Sebelum hari buka posyandu, antara lain adalah menyebarluaskan hari buka
posyandu

melalui

pertemuan

warga

setempat,

mempersiapkan

tempat

pelaksanaan posyandu, mempersiapkan sarana posyandu, melakukan pembagian
tugas antar kader, berkoordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya,
mempersiapkan bahan PMT penyuluhan.
2. Pada hari buka posyandu, antara lain adalah melaksanakan pendaftaran
pengunjung posyandu, melaksanakan penimbangan balita dan ibu hamil yang
berkunjung ke posyandu, mencatat hasil penimbangan di buku KIA atau KMS
dan mengisi buku register posyandu, pengukuran LILA pada ibu hamil dan WUS,
melaksanakan kegiatan penyuluhan dan konseling kesehatan dan gizi sesuai
dengan hasil penimbangan serta memberikan PMT, membantu petugas kesehatan
memberikan pelayanan kesehatan dan KB sesuai kewenangannya, setelah
pelayanan posyandu selesai kader bersama petugas kesehatan melengkapi
pencatatan dan membahas hasil kegiatan serta tindak lanjut (Kemenkes RI,
2011b).

2.4 Landasan Teori
Derajat kesehatan individu, kelompok atau masyarakat berdasarkan konsep
H.L. Blum (1974) dipengaruhi oleh empat faktor utama yakni: lingkungan (fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan dan

38

keturunan, perilaku sebagai salah satu determinan kesehatan adalah respons
seseorang terhadap stimulus. Upaya pemberantasan penyakit menular dan tidak
menular, perbaikan gizi dan pelayanan kesehatan tanpa mempertimbangkan aspek
perilaku niscaya tidak dapat berhasil dengan baik, hal ini disebabkan karena semua
masalah kesehatan selalu mempunyai aspek perilaku sebagai faktor resiko
(Notoatmodjo, 2010)
2.4.1 Konsep Perilaku Kesehatan
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah proses pemberian
informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar
klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek pengetahuan
atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap atau attitude), dan dari mau
menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan aspek tindakan atau
practice (Kemenkes RI, 2011).
Dari segi biologik, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas mahluk hidup
yang bersangkutan, dan dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia)
adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang diamati langsung maupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2012)
merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap
terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner, maka perilaku kesehatan adalah
suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaiatan dengan sakit

39

dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman serta lingkungan,
perilaku kesehatan dapat diklasifikasika menjadi tiga kelompok antara lain :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).
Adalah perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan
agar tidak sakit dan usaha penyembuhan bilamana sakit.
2. Perilaku pencarian dan pengunaan sistem atau fasilitas kesehatan (health seeking
behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari
mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial
budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya,

dengan

perkataan

lain

bagaimana

seseorang

mengelola

lingkungannya sehingga tidak mengangu kesehatannya sendiri , keluarga atau
masyarakatnya.

Misal

bagaimana

mengelola

pembuangan

tinja,

tempat

pembuangan sampah, pembuangan limbah, pengeloalaan air minum dan
sebagainya.
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons
tergantung pada karakteristik atau faktor- faktor lain dari orang yang bersangkutan.

40

aktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut
determinan perilaku yang dapat dibedakan menjadi dua, yakni :
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,
yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional,
jenis kelamin dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Seorang ahli psikologi pendidikan Benyamin Bloom (1908) dalam
Notoatmodjo (2012), membagi perilaku manusia kedalam tiga domain sesuai dengan
tujuan pendidikan. Bloom menyebutkan ranah atau kawasan yakni : Kognitif
(cognitive), afektif (affective), psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya
teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Melalui panca indera manusia yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa da raba. Pengetahuan atau ranah
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behaviour). Pengetahuan yang tercakup dalam dalam domain
kognitif mempunyai enam tingkatan yakni :

Pertama

Tahu (know), Kedua

Memahami (comprehension), Ketiga Aplikasi (aplication), Keempat Analisis
(analysis), Kelima Sintesis (synthesis), Keenam Evaluasi (evaluation).

41

2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek.Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas ,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai
penghayatan terhadap objek.
3. Praktik atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinka, antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu
yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya, ada
fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, juga diperlukan faktor dukungan
(support) dari pihak lain misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua.
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena
perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal
(lingkungan). Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yakni
aspek fisik, psikis dan sosial. Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit ditarik garis
yang tegas batas-batasnya. Secara lebih terinci perilaku masusia merupakan refleksi
dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat,
motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya.
Namun demikian pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan
yang menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut gejala kejiwaan

42

tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain diantaranya faktor
pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio- budaya masyarakat dan sebagainya,
sehingga proses terbentuknya perilaku ini dapat diilustrasikan seperti pada gambar
berikut :
Pengetahuan
Persepsi
Sikap
Keinginan
Kehendak
Motivasi
Niat

Pengalaman
Keyakinan
Lingkungan
Sosial Budaya

Perilaku

Gambar 2.1 Determinan Perilaku Manusia ( Notoatmodjo, 2012)
Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012) mencoba menganalisis perilaku
manusia dari tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua
faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan diluar perilaku (nonbehavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga
faktor antara lain :
a. Faktor-faktor

predisposisi

(predisposing

factors),

yang

terwujud

dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai- nilai dan sebagainya.
b. Faktor- faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas- fasilitas atau sarana kesehatan
misal Puskesmas, obat, obatan, alat kontrasepsi, posyandu,
sebagainya.

jamban dan

43

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi
dari perilaku masyarakat.
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, trandisi dan sebagainya. Disamping
itu ketersedian fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan
juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Seseorang yang tidak
mau mengimunisasikan anaknya atau menimbang berat badan balita di Posyandu
dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat
imunisasi dan manfaat Posyandu bagi anaknya (predisposing factors). Atau
barangkali juga karena rumahnya jauh dari Posyandu atau Puskesmas tempat
mengimunisasikan dan penimbangan

anaknya (enabling factors). Sebab lain

mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain di sekitarnya
tidak pernah membawa anaknya di Posyandu atau mendapatkan imunisasi
reinforcing factors (Notoatmodjo, 2012).

44

(predisposing factors)
Faktor – faktor Predisposisi
- Pengetahuan
- Sikap
- Kepercayaan
- Keyakinan
- Nilai- nilai
- Manfaat
- Dan sebagainya
(enabling factors)
Faktor- faktor Pemungkin
- Lingkungan fisik
- Sarana Kesehatan
- Fasilitas Kesehatan
- Jarak tempuh
- Dan sebagainya
(Reinforcing factors)
Faktor- faktor Pendorong
- Sikap dan dukungan
petugas kesehatan
- Sikap dan dukungan
masyarakat
- Sikap dan dukungan
keluarga
- Dan sebagainya

Gambar 2.2 Landasan Teori

(Health Behavior)
Perilaku Kesehatan

45

2.5

Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori, maka kerangka konsep dalam penelitian ini

digambarkan sebagai berikut:
Variabel Independen

Variabel Dependen

Faktor –Variabel
faktor Predisposisi
Independen
• Pendidikan ibu
• Pekerjaan ibu
• Umur anak balita
• Pengetahuan ibu
• Sikap ibu

Faktor- faktor Pemungkin
• Penyediaan PMT di
posyandu

Pelayanan pemantauan anak
balita di posyandu

Faktor- faktor Pendorong
• Dukungan keluarga
• Dukungan bidan
• Dukungan kader posyandu

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian