Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pelayanan Pemantauan Anak Balita Di Posyandu Di Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu melindungi
segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial, maka pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud (Kemenkes RI, 2012).
Sumberdaya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama
atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Kesehatan bersama-sama dengan
pendidikan dan ekonomi merupakan 3 pilar yang sangat mempengaruhi kualitas
hidup sumberdaya manusia. Dalam

laporan United Nations Development

Programme (UNDP) tahun 2011 menunjukkan bahwa pada tahun 2011 Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menduduki peringkat 124 dari 187 negara

(Kemenkes RI, 2011).
Menurut badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) ada 6
masalah prioritas kesehatan dunia yeng memerlukan kepemimpinan yang baik, enam
masalah ini juga sangat relevan dengan Indonesia dalam 5 tahun kedepan, enam

1

2

masalah prioritas tersebut salah satunya adalah menyelesaikan agenda Millennium
Development Goals (MDGs) sampai dengan tahun 2015 yang belum selesai antara
lain kesehatan ibu, kesehatan anak, penyakit menular dan kesehatan lingkungan
(Aditama, 2015).
Derajat kesehatan masyarakat dinilai dengan menggunakan beberapa indikator
yang mencerminkan kondisi morbiditas (kesakitan), mortalitas (kematian), status gizi
dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) termasuk angka harapan hidup. Selain
dipengaruhi oleh faktor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan
sumber daya kesehatan, derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor
lain seperti faktor ekonomi, pendidikan dan lingkungan sosial (Kemenkes RI, 2013).
Di Indonesia jumlah kematian anak dibawah usia 5 tahun telah berkurang

dari 385.000 pada tahun 1990 menjadi 152.000 pada tahun 2012, namun lebih dari
400 anak-anak yang masih meninggal setiap hari, penyakit pneumonia, diare, malaria
dan masalah gizi masih merupakan penyebab utama masalah kesehatan dan kematian
pada anak di Indonesia (Unicef, 2013).
Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) terjadi
penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) cukup tajam antara tahun 1991 sampai 2003
yaitu dari 68 menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup, capaian AKB sebesar 32 per
1,000 kelahiran hidup di tahun 2012 kurang menggembirakan dibandingkan target
Renstra Kemenkes RI yang ingin dicapai yaitu 24 di tahun 2014 juga target MDGs
sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2015. Untuk Angka Kematian Balita
cukup tajam antara tahun 1991 sampai 2003 yaitu dari 97 per 1.000 kelahiran hidup

3

menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup. Selanjutnya penurunan Angka Kematian Balita
melandai antara tahun 2003 sampai 2012 yaitu dari 46 per1.000 menjadi 40 per1.000
kelahiran. Berbagai faktor dapat menyebabkan adanya penurunan

diantaranya


dukungan peningkatan akses pelayanan kesehatan meliputi peningkatan akses balita
terhadap pelayanan kesehatan dan peningkatan cakupan imunisasi dasar.
Millenium Development Goals (MDGs) menetapkan nilai normatif Angka
Kematian Balita yaitu sangat tinggi dengan nilai > 140 per 1.000 kelahiran hidup,
tinggi 71-140 per 1.000 kelahiran hidup, sedang 20-70 per 1.000 kelahiran hidup dan
rendah dengan nilai < 20 per 1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan kategori tersebut
secara nasional Indonesia masuk dalam kategori Angka Kematian Balita sedang
(Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan data dari fasilitas pelayanan dasar Puskesmas serta fasilitas
rujukan Rumah Sakit Daerah di Provinsi Aceh tahun 2012 didapat AKB sebesar 10,8
per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Balita adalah 11,8 per 1000 kelahiran
hidup. Proporsi kematian bayi mencapai 91 persen dari seluruh kematian balita,
sebagian besar kematian bayi pada periode neonatal. Angka Kematian Bayi di
Kabupaten Aceh Tamiang tahun 2013 sebesar 13 per 1000 kelahiran hidup, angka
tersebut didapat dari total jumlah bayi mati sebanyak 73 kasus dari 5599 kelahiran
hidup dan Angka Kematian Balita sebesar 14,3 per 1000 kelahiran hidup, angka
tesebut di dapat dari total jumlah kematian balita sebanyak 80 kasus dari 5599
kelahiran hidup (Dinkes Aceh Tamiang, 2013).

4


Komitmen Indonesia mencapai MDGs adalah komitmen meningkatkan
kesejahteraan rakyat Indonesia dimana tujuan ke empat (Goal 4) dari program
MDGs adalah menurunkan angka kematian anak dari 97 per 1.000 kelahiran pada
tahun 1991 menjadi 23 per 1000 kelahiran target pada tahun 2015 dan menurunkan
prevalensi balita kekurangan gizi dari 31 % tahun 1989 menjadi 15,5% target tahun
2015. Kebijakan dalam pencapain MDGS melalui upaya antara lain meningkatkan
cakupan imunisasi

menjadi sebesar 93 persen pada tahun 2014, meningkatkan

pelaksanaan strategi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), menangani
permasalahan gizi, meningkatkan upaya perubahan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) di rumah tangga, memperkuat dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan
neonatal dan ibu serta meningkatkan mobilisasi partisipasi masyarakat melalui
kegiatan Posyandu (Atmawikarta, 2010).
Sejak lahir sampai dengan usia lima tahun anak seharusnya ditimbang secara
teratur untuk mengetahui pertumbuhannya. Cara ini dapat membantu untuk
mengetahui lebih awal tentang gangguan pertumbuhan, sehingga segera dapat
diambil tindakan tepat secepat mungkin. Hasil penimbangan dapat mengetahui

apakah seorang anak tidak bertambah berat badannya dibandingkan usianya atau
terlalu cepat bertambah berat badannya.
Kegiatan penimbangan balita di posyandu (D/S) adalah jumlah balita yang
ditimbang setiap bulan pada kelompok penimbangan, menjadi salah satu indikator
yang ditetapkan pada Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014. Indikator ini
berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi pada balita. Penimbangan balita di

5

posyandu (D/S) di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 80,30%, capaian pada tahun
2013 telah memenuhi target Renstra 2013 sebesar 80%. Untuk cakupan (D/S) di
Provinsi Aceh

memiliki capaian

sebesar 88,15% dan berdasarkan data bulan

Desember 2014 dari Dinas Kesehatan Aceh Tamiang cakupan (D/S) di Kabupaten
Aceh Tamiang sebesar 74,6 % masih dibawah target Renstra Nasional 2013.
Setiap anak diharapkan harus memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS) yang

terdapat dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) agar dapat dipantau
pertumbuhannya, dengan KMS terlihat apakah anak tumbuh dengan baik sesuai
usianya dan KMS diberikan pada orang tua pada saat kunjungan balita ke posyandu
(Kemenkes RI, 2014a).
Kehidupan anak usia dibawah lima tahun merupakan bagian yang sangat
penting, usia tersebut merupakan landasan yang membentuk masa depan kesehatan,
pertumbuhan, perkembangan, hasil pembelajaran anak di sekolah dan keluarga serta
kehidupan secara umum di masyarakat. Indikator yang bisa menjadi ukuran
keberhasilan upaya peningkatan kesehatan balita salah satu diantaranya adalah
pelayanan anak balita yaitu pelayanan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
balita minimal 8 kali dalam setahun di posyandu (Kemenkes RI, 2013b).
Berdasarkan Riskesdas pada tahun 2013 secara nasional terdapat 19,6% balita
kekurangan gizi dan sebesar 4,5% balita dengan gizi lebih, untuk mencapai sasaran
MDGs tahun 2015 sebesar 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional
harus diturunkan sebesar 4.1 % dalam periode 2013 sampai 2015. Prevalensi balita

6

kekurangan gizi berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) di Provinsi Aceh
tahun 2013 masih tinggi sebesar 26,3% dalam hal ini masih diatas target nasional.

Indikator gizi yang lain yaitu tinggi badan menurut umur (TB/U) memberikan
indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang
berlangsung lama, misalnya: kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat dan pola asuh
pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan
anak menjadi pendek. Indikator status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB) memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai
akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama, misalnya: terjadi
wabah penyakit dan kekurangan makan yang mengakibatkan anak menjadi kurus.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 secara nasional
terdapat 37,2% balita dengan tinggi badan di bawah normal yang terdiri dari 18,0%
balita sangat pendek dan 19,2% balita pendek. Di Provinsi Aceh prevalensi balita
dengan tinggi badan dibawah normal berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U)
tahun 2013 sebesar 41,5%. Indikator antropometri lain untuk menilai status gizi balita
yaitu berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), secara nasional di tahun 2013
terdapat 12,1% balita wasting (kurus) dan prevalensi balita kurus berdasarkan (BB/
TB) tahun 2013 di Provinsi Aceh sebesar 15,7%.
Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kurus
antara 10 - 14% dan dianggap kritis bila ≥15 % (WHO 2010). Diantara 33 Provinsi
terdapat 23 Provinsi yang masuk kategori serius dan 6 Provinsi termasuk kategori
kritis


yaitu Kalimantan Barat, Maluku, Aceh dan Riau. Berdasarkan data dari

7

Kementerian Kesehatan dalam Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
Tahun 2014 untuk prevalensi balita kurus (BB/TB) di Kabupaten Aceh Tamiang
sebesar 10,24%, prevalensi balita gizi buruk dan kurang (BB/U) di Kabupaten Aceh
Tamiang sebesar 23% dan prevalensi balita sangat pendek dan pendek (TB/U) di
Kabupaten Aceh Tamiang sebesar 45% (Kemenkes RI, 2014a).
Penelitian Djaiman (2003) berkaitan dengan

faktor- faktor yang

mempengaruhi balita berkunjung ke posyandu adalah faktor umur balita, tenaga
penolong persalinan, kemampuan membaca ibu, jumlah anak, status pekerjaan ibu,
dan ketersedian waktu ibu untuk merawat anak,

faktor yang paling berpengaruh


terhadap kunjungan balita ke posyandu adalah faktor umur balita 12 sampai 35 bulan.
Penelitian Sandjaja dkk (2005) berkaitan dengan cakupan penimbangan anak
balita di Indonesia terdapat tren semakin meningkat umur anak balita semakin rendah
cakupan penimbangan. Cakupan penimbangan anak umur ≥ 48 bulan hanya separuh
dari cakupan penimbangan pada bayi, penurunan cakupan tersebut diduga terkait
dengan faktor pelayanan kesehatan imunisasi yang sudah selesai. Penelitian Hartaty
(2006) tentang hubungan pengetahuan dan sikap ibu balita dengan kunjungan ke
posyandu di Kelurahan Bara- Baraya Makasar, hasil penelitian menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan pengetahuan ibu dengan kunjungan ke posyandu tetapi ada
hubungan sikap ibu dengan kunjungan ke posyandu.
Penelitian Sumarno dkk (2007) tentang ciri- ciri posyandu dengan cakupan
penimbangan

lebih dari 70% di Kabupaten Gowa dan Karawang. Kegiatan

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Posyandu, peran tokoh masyarakat yang baik,

8

peran aktif kader, pengobatan, peran bidan, kesadaran rnasyarakat berkaitan dengan

tingkat pencapaian cakupan penimbangan balita diatas 70% di posyandu.
Penelitian lainnya yang dilakukan Purba (2011) hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara statistik pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang posyandu,
sikap ibu serta peran bidan desa dalam pelaksanaan kegiatan posyandu berpengaruh
terhadap pemanfaatan posyandu diwilayah kerja Puskesmas Bosar Maligas, variabel
peran bidan desa yang paling berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu.
Penelitian Silaen (2012), hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan pengetahuan dengan tingkat pemanfaatan posyandu, ada hubungan yang
bermakna antara dukungan suami, jumlah balita, pendidikan rendah, pendidikan
sedang dengan tingkat pemanfaatan posyandu.
Berdasarkan penelitian Rahman dkk (2013) yang berkaitan dengan
determinan niat masyarakat untuk berkunjung ke posyandu di wilayah kerja
Puskesmas Jelbuk Kabupaten Jember, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
pengaruh antara sikap responden terhadap posyandu dengan niat berkunjung ke
posyandu. Ada pengaruh antara persepsi responden tentang posyandu, dukungan
keluarga, dukungan teman sebaya dengan niat berkunjung ke posyandu.
Di wilayah kerja Puskesmas Rantau pemanfaatan posyandu sebagai pelayanan
pemantauan tumbuh kembang balita dan pelayanan gizi masih belum dimanfaatkan
secara optimal, dimana kebanyakan ibu ke posyandu hanya untuk mendapatkan
imunisasi pada bayi, pelayanan KB dan pengobatan. Diharapkan posyandu benarbenar berfungsi sebagai wadah pelayanan kesehatan dasar terpadu yang mencakup


9

sekurang-kurangnya 5 (lima) kegiatan yakni Kesehatan Ibu dan Anak (KIA),
Keluarga Berencana (KB), Imunisasi, Pelayanan Gizi (pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak) dan penanggulangan diare. Dengan jumlah 11 Posyandu
tingkat Madya dan 1 Posyandu tingkat Pratama, dari laporan Petugas Gizi Puskesmas
Rantau jumlah kunjungan bayi dan balita ke posyandu (D/S) pada Desember 2014
sebesar 75% dari 2.413 bayi dan balita di wilayah Puskesmas Rantau dan 48 % dari
jumlah bayi dan balita berkunjung tidak naik berat badan nya serta ditemukan 7
kasus baru gizi buruk pada anak tahun 2014.
Survei awal terhadap 20 ibu balita yang yang tidak membawa anaknya ke
posyandu pada bulan Desember 2014 di tiga posyandu (Melur 1, Melur 2 dan
Pineung)

dalam wilayah Puskesmas Rantau menunjukkan 50% lebih ibu

berpendidikan tinggi, ibu mengetahui tentang manfaat posyandu , ibu mempunyai
sikap mendukung kegiatan posyandu, jarak dari rumah ibu ke posyandu kategori
dekat, setiap bulannya kader posyandu dan bidan Desa setempat selalu memberikan
informasi mengenai jadwal kegiatan posyandu melalui pengajian ibu- ibu serta ada
dukungan dari keluarga untuk membawa balita ke posyandu. Tetapi ibu tidak
memanfaatkan pelayanan balita di posyandu dengan alasan anaknya sudah tidak di
imunisasi lagi, anaknya sudah besar, ibu tidak ke posyandu karena bekerja, tidak ada
yang mengantar ke posyandu dan adanya keterbatasan dari sarana posyandu dalam
menyediakan PMT yang kurang bervariasi.
Berdasarkan laporan

Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan

Puskesmas Rantau tahun 2014 data anak balita yang memperoleh pelayanan

10

pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali dalam setahun di posyandu sebesar 43,3%.
Untuk meningkatkan cakupan pelayanan anak balita diharapkan berbagai upaya untuk
meningkatkan minat ibu membawa balita secara rutin ke posyandu melalui upaya
meningkatkan peran aktif kader posyandu, meningkatkan peran aktif bidan Desa,
meningkatkan sarana prasarana posyandu, penyediaan PMT yang lebih beragam,
upaya promosi kegiatan posyandu dengan media dan metode penyuluhan yang lebih
menarik serta dukungan dari semua pihak dan stakeholder terkait.
Berdasarkan data diatas pada latar belakang, maka perlu dilakukan penelitian
tentang faktor- faktor yang berhubungan dengan pelayanan pemantauan anak balita
di posyandu di Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang.

1.2 Permasalahan
Cakupan anak balita yang memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan
dan perkembangan minimal delapan kali dalam setahun di posyandu masih rendah,
masih ditemukannya kasus gizi buruk pada serta permasalahan gizi lainya di wilayah
Puskesmas Rantau Kabupaten Aceh Tamiang. Belum diketahuinya faktor- faktor
yang berhubungan dengan pelayanan pemantauan

anak balita di posyandu di

Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang.

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor- faktor apa saja
yang berhubungan dengan pelayanan pemantauan
Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang.

anak balita di posyandu di

11

1.4 Hipotesis
Ada hubungan antara faktor- faktor (pendidikan ibu, pekerjaan ibu, umur
anak balita, pengetahuan ibu tentang posyandu, sikap ibu, penyediaan PMT
posyandu, dukungan keluarga, dukungan bidan dan dukungan kader posyandu)
dengan pelayanan pemantauan

anak balita di posyandu di Kecamatan Rantau

Kabupaten Aceh Tamiang.

1.5 Manfaat Penelitian
Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tamiang dan Puskesmas Rantau hasil
penelitian ini sebagai informasi, data dan bahan masukan berkaitan dengan dengan
pelayanan pemantauan pertumbuhan dan pertumbuhan anak balita di posyandu untuk
perumusan kebijakan

program kerja Puskesmas dalam upaya meningkatkan

kunjungan balita ke posyandu dan peningkatan kesehatan balita.