PENGARUH SUKU BUNGA DEPOSITO DPK JUMLAH

PENGARUH SUKU BUNGA DEPOSITO (DPK),
JUMLAH UANG BEREDAR (M2), DAN NILAI TUKAR
TERHADAP INFLASI DI INDONESIA
TIARA KUSUMA DEWI
Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email : tiara.kusumadewi@ymail.com
Pembimbing
Tony S. Chendrawan, ST., SE., M.Si

Abstract
Inflation is one of the economic indicator growth is always monitored. Inflation is an increase in the level of prices
of goods and services in general and continuously so that it will weaken the purchasing power which will have an
impact on national income. This study discusses the “Analysis of Effect of Money Supply (M2), Third Party
Deposits, and Exchange Rate Against Inflation in Indonesia Period June 2011-June 2013”, aims to determine the
effect of Money Supply (M2), Third Party Deposits and Exchange Rate on Inflation in Indonesia. This research used
time series data from June 2011 until June 2013 (monthly). The method that used is Ordinary Least Square (OLS).
The the result of this study indicate that the Money Supply (M2) and Third Party Deposit positive and significant
effect on the inflation rate in Indonesia. Meanwhile, Exchange Rate positif and not significant effect on the inflation
rate in Indonesia.


Keyword : INFLATION RATE, THIRD PARTY DEPOSITS, MONEY SUPPLY (M2), EXCHANGE RATE

Pendahuluan
1.1.Latar Belakang

Inflasi berasal dari bahasa latin “ inflance” yang
berarti meningkatkan. Secara umum inflasi
adalah perkembangan dalam perekonomian,
dimana harga dan gaji meningkat, permintaan
tenaga kerja melebihi penawaran dan jumlah
uang yang beredar sangat meningkat. Inflasi
selalu ditandai dengan peningkatan harga-harga
secara cepat (Ensiklopedia Indonesia: 1991,
445).
Inflasi merupakan proses kenaikan
harga barang-barang secara umum dan berlaku
terus menerus. Ini tidak berarti bahwa harga
berbagai macam barang itu naik dengan
persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi


kenaikan harga umum barang secara terusmenerus selama periode tertentu, kenaikan yang
terjadi hanya sekali saja (meskipun dalam
persentase yang cukup besar) bukan merupakan
inflasi(Nopirin, 1992 : 25).
Inflasi merupakan salah satu peristiwa
moneter yang hampir pernah terjadi diseluruh
negara-negara yang ada di dunia, baik di negara
maju maupun di
negara berkembang.
Contohnya, Jerman yang merupakan negara
maju pernah mengalami hyperinflasi pada
Agustus 1922 sampai Desember 1923 yang
dimana tingkat inflasi hariannya mencapai 21%
dan membuat harga berupah dua kali lipat setiap
tiga hari 17 jam. Pada saat itu, sepotong roti
yang sewajarnya berharga 160 Mark berubah
menjadi 1.500.000 Mark.

Negara lain yang pernah mengalami
hyperinflasi adalah Hongaria yang terjadi pada

Agustus 1945 sampai Juli 1946. Tingkat inflasi
harian di negara ini mencapai 207% sehingga
membuat harga berubah dua kali lipat setiap 15
jam. Bahkan pada tanggal 31 Juli 1946 , mata
uang pengÖ dari Hungaria memiliki nilai tukar
460.000.000.000.000.000.000.000.000.000
pengÖ dengan 1 US Dollar pada waktu itu.
Di Asia, salah satu negara dengan
perekonomian terkuat yaitu China juga pernah
mengalami hyperinflasi. Negara ini mengalami
hyperinflasi pada Oktober 1947 hingga Mei
1949 dengan tingkat inflasi 14%. Kondisi ini
membuat harga meningkat dua kali lipat setiap
lima hari, 8 jam. Selain China, banyak negaranegara di Asia yang juga pernah mengalami
hyperinflasi, salah satunya adalah Indonesia.
Indonesia adalah salah satu negara di
Asia Tenggara
juga pernah mengalami
hyperinflasi pada tahun 1965. Saat itu inflasi di
Indonesia mencapai lebih dari 600 %.

Penyebabnya ialah terlalu banyak uang dicetak
untuk membiayai revolusi dan berbagai
pengeluaran lainnya. Pada tahun 1997-1998
inflasi yang tinggi kembali terjadi hingga
mencapai 72% saat krisis ekonomi dan mencapi
17% saat kenaikan harga minyak di tahun 2005.
Tahun 2008 lalu, saat krisis global
melanda, harga minya dunia meningkat dan
mendorong kenaikan BBM serta harga-harga
dalam negeri. Namun inflasi unik tahun 2008
masih dapat dikendalikan pada tingkat 11,06%.
Peningkatan laju inflasi terutama disebabkan
oleh depresiasi nilai tukar rupiah, krisis ekonomi
dan ekspektasi terhadap inflasi yang tinggi..
Sejak beberapa dekade terakhir ini, bank
sentral di seluruh dunia sangat ketat mengontrol
inflasi, melalui, melalui kerangka kerja yang
dinamakan Inflation Targeting Framework
(ITF). Maksudnya adalah bank sentral
mengelola tingkat inflasi pada level tertentu dan

menjaganya agar tidak melonjak dari kisaran
yang sudah ditentukan. Apabila inflasi

diperkirakan melampau target, Bank sentral
harus siap meredam inflasi.
Secara umum inflasi menyebabkan
timbulnya sejumlah biaya sosial yang harus
ditanggung oleh masyarakat.
Pertama , inflasi menimbulkan dampak
negatif pada distribusi pendapatan. Masyarakat
golongan bawah dan berpendapatan tetap akan
menanggung beban inflasi dengan turunnya daya
beli mereka. Sebaliknya, masyarakat menengah
dan atas yang memiliki aset-aset finansial seperti
tabungan dan deposito dapat melindungi
kekayaannya dari inflasi, sehingga daya beli
mereka relatif tetap.
Kedua , inflasi yang tinggi berdampak
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah
satu kebijakan dalam pengendalian inflasi adalah

kebijakan moneter. Untuk kebijakan moneter,
pada umumnya kebijakan yang dilakukan oleh
pihak otoritas moneter untuk mempengaruhi
variabel moneter, seperti jumlah uang beredar,
tingkat suku bunga, terutama suku bunga
simpanan pihak ketiga dan nilai tukar..
Jika suatu negara ingin mempertahankan
laju inflasi yang rendah, tentunya pemerintah
tersebut harus menekan kenaikan harga. Usaha
untuk menekan harga ini dapat dilakukan
dengan menekan laju kenaikan jumlah uang
beredar misalnya dengan pembatasan pemberian
kredit atau dengan menaikkan suku bunga
pinjaman (tight money policy).
Tetapi dampak yang ditimbulkan adalah
akan
terjadi
kelesuan
investasi,
dan

meningkatnya pengangguran yang pada
akhirnya
akan
menurunkan
Pendapatan
Nasional. Dengan fluktuasi tingkat suku bunga
yang terjadi akan mempunyai implikasi yang
penting terhadap sektor riil maupun sektor
moneter dalam perekonomian.
Tingkat bunga yang tinggi akan menjadi
masalah yang menyulitkan bagi investasi di
sektor riil. Tapi tingkat bunga yang tinggi akan
merangsang lebih banyak tabungan masyarakat.
Untuk itulah tingkat fluktuasi bunga harus
senantiasa terkontrol agar tetap mendorong
kegiatan investasi dan produksi serta tidak
mengurangi hasrat masyarakat untuk menabung

dan tidak mengakibatkan pelarian modal ke luar
negeri.

Faktor inflasi di Indonesia juga
disebabkan oleh faktor luar negeri mengingat
bahwa Indonesia adalah suatu negara dengan
perekonomian terbuka yang di tengah-tengah
perekonomian dunia. Dengan keadaan seperti itu
maka implikasinya adalah adanya gejolak
perekonomian di luar negeri akan berpengaruh
terhadap perekonomian di dalam negeri. Bagi
Indonesia dalam upaya membangun kembali
perekonomiannya tingkat inflasi yang tinggi
harus dihindari agar supaya momentum
pembangunan yang sehat dan semangat dalam
dunia usaha agar dapat tetap terpelihara.

1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang
telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang
dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh Suku Bunga Deposito
terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh Jumlah Uang Beredar
(M2) terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh Nilai Tukar (Kurs)
Rupiah terhadap Dollar US?
4. Bagaimana pengaruh Suku Bunga Deposito,
Jumlah Uang Beredar (M2) dan Nilai Tukar
(Kurs) terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia?

Kerangka Teoritis dan
Tinjauan Pustaka
2.1. Teori Inflasi
Ada cukup banyak definisi mengenai
inflasi. Sejak awal 1970-an para ahli ekonomi
mengartikannya sebagai naiknya tingkat harga
umum secara terus menerus.
Venieris dan Sebold dalam Anton
Hermanto Gunawan (1991), mendefinisikan
inflasi sebagai kecenderungan yang terus
menerus dari tingkat harga umum untuk
meningkat setiap waktu. Kenaikan harga umum

yang terjadi sekali waktu saja, menurut definisi
ini, tidak dapat dikatakan sebagai inflasi.
Sedangkan menurut Ackley dalam
Iswardono (1993), inflasi adalah suatu kenaikan
harga yang terus menerus dari barang-barang

dan jasa secara umum (bukan satu macam
barang saja dan sesaat).
Menurut definisi ini kenaikan harga yang
sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi.
Sehingga menurut Venieris dan Sebold dalam
Anton Hermanto Gunawan(1991) di dalam
definisi inflasi tersebut tercakup tiga aspek,
yaitu:
1. Adanya “kecenderungan” (tendency) hargaharga untuk meningkat, yang berarti mungkin
saja tingkat harga yang terjadi aktual pada
waktu tertentu turun atau naik dibandingkan
dengan
sebelumnya,
tetapi

tetap
menunjukkan
kecenderungan
yang
meningkat
2. Peningkatan harga tersebut berlangsung
“terus menerus” (sustained) yang berarti
bukan terjadi pada suatu waktu saja, yakni
akibat adanya kenaikan harga bahan baker
minyak pada awal tahun saja misalnya.
3. Mencakup pengertian “tingkat harga umum”
(general level of prices), yang berarti tingkat
harga yang meningkat bukan hanya pada satu
atau beberapa komoditi saja.
Menurut Nopirin (1992), Jenis inflasi menurut
sifatnya dibagi menjadi 3, yaitu Inflasi merayap
(creeping inflation),
Inflasi menengah (galloping inflation) dan
Inflasi tinggi (hyper inflation). Sedangkan, jenis
inflasi menurut sebab terjadinya dibagi menjadi
2, yaitu Demand Pull Inflation dan Cost Push
Inflation(Dernburg, 1994).
Jenis inflasi menurut asal dari inflasi dibagi
menjadi (Boediono, 1995):
a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri
(domestic inflation)
Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul
misalnya karena deficit anggaran belanja
yang dibiayai dengan pencetakan uang baru,
panenan gagal dan sebagainya.
b. Inflasi yang berasal dari luar negeri
(imported inflation)
Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam
negeri ini dapat mudah terjadi pada negaranegara yang perekonomiannya terbuka.
Penularan inflasi ini dapat terjadi melalui
kenaikan harga-harga baik itu impor maupun

ekspor baik secara demand inflation maupun
cost inflation.

2.2. Suku Bunga Dana Deposito (DPK)
Menurut Kasmir dalam bukunya Manajemen
Perbankan (2002:64), dana pihak ketiga adalah
dana yang berasal dari masyarakat luas yang
merupakan sumber dana terpenting bagi
kegiatan operasional suatu bank dan merupakan
ukuran keberhasilan bank jika mampu
membiayai operasionalnya dari sumber dana ini.
Sumber dana ini merupakan sumber dana
terpenting bagi kegiatan operasional bank dan
merupakan ukuran keberhasilan bank jika
mampu membiayai operasionalnya dari sumber
dana ini. Menurut UU Perbankan No. 10 tahun
1998 sumber dana yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
a. Giro adalah simpanan yang penarikannya
dapat
dilakukan
setiap
saat
dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah
pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindahbukuan.
b.
Deposito adalah
simpanan
yang
penarikannya hanya dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian nasabah
penyimpan dengan bank.
c.
Tabungan adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi
tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan
atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Deposito sejenis produk investasi/tabungan
yang ditawarkan oleh bank kepada masyarakat.
Kelebihan tabungan deposito adalah tingkat
suku bunga bank yang diberikan lebih besar
daripada produk tabungan biasa. Namun, uang
yang telah disimpan hanya boleh ditarik nasabah
setelah jangka waktu tertentu. Deposito biasa
dikenal juga sebagai deposito berjangka.

Deposito sering juga disebut sebagai deposito
berjangka merupakan produk bank sejenis jasa
tabungan yang biasa ditawarkan kepada
masyarakat. Suku Bunga serta dana dalam
deposito diatur dan dijamin oleh pemerintah
melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
dengan persyaratan tertentu.
2.3. Jumlah Uang Beredar (M2)
Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad money =
M2)
Dalam arti luas, uang beredar merupakan
penjumlahan dari M1 (uang beredar dalam arti
sempit) dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near
money adalah simpanan masyarakat pada bank
umum dalam bentuk deposito berjangka (time
deposits)
dan
tabungan.
Uang
kuasi
diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan
alasan bahwa kedua bentuk simpanan
masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang
tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan
transaksi yang dilakukan.
Dalam sistem moneter di Indonesia, uang
beredar dalam arti luas ini (M2) sering disebut
dengan likuiditas perekonomian..
Jumlah Uang Beredar tidak hanya
ditentukan oleh kebijakan bank Sentral, tetapi
juga oleh pelaku rumah tangga (yang memegang
uang) dan bank (di mana uang disimpan). Kita
mulai dengan mengingat bahwa jumlah uang
beredar meliputi mata uang asing di tangan
publik dan deposito di bank-bank yang bisa
digunakan rumah tangga untuk bertransaksi,
seperti rekening koran. Yaitu, dengan M
menyatakan jumlah uang beredar, C mata uang
asing, dan D rekening giro (demand deposit),
dan dapat ditulis:
M=C+D

Teori Permintaan Uang Keynes
Keynes menyatakan, bahwa permintaan
uang kas untuk tujuan transaksi dan berjagajaga
tergantung dari pendapatannya. Makin tinggi
tingkat pendapatan, maka besar keinginan akan
uang kas untuk transaksi dan berjaga-jaga.
Seseorang atau masyarakat yang tingkat
pendapatannya tinggi, biasanya melakukan
transaksi yang lebih banyak dibanding seseorang
masyrakat yang pendapatannya rendah.
Menurut keynes terjadinya inflasi
disebabkan oleh permintaan agregat ini tidak
hanya karena ekspensasi bank sentral, namun
dapat pula disebabkan oleh pengeluaran
investasi baik oleh pemerintah, maupun oleh
swasta dan pengeluaran konsumsi pemerintah
yang melebihi penerimaan (defisit anggaran
belanja negara) dalam kondisi full employment.
Secara garis besar keynes menyebutkan bahwa
inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin
hidup di luar batas kemampuan ekonominya
2.4. Nilai Tukar
Menurut Hamdy (2008) nilai tukar
adalah harga mata uang lokal terhadap mata
uang asing. Jadi, nilai tukar merupakan nilai dari
satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam
mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar
rupiah terhadapDolar AS, nilai tukar rupiah
terhadap Yen, dan lain sebagainya.
Kurs sebagai salah satu indikator yang
mempengaruhi aktivitas di pasarsaham maupun
di pasar uang karena investor cenderung akan
berhati-hati
untuk
melakukan
investasi.
Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang
Asing khususnya Dollar AS memiliki pengaruh
negatif terhadap ekonomi dan pasar modal
(Sitinjak dan Kurniasari,2003).
Sistem Kurs Mata Uang
Pada dasarnya terdapat lima jenis
system kurs utama yang berlaku (Kuncoro,2003)
yaitu: sistem kurs mengambang (floating
exchang rate), kurs tertambat (pegged exchange
rate), kurs tertambat merangkak (crawling
pegs), sekeranjang mata uang (basket of
currencies), kurs tetap (fixed exchange rate).

a. Sistem kurs mengambang
Kurs ditentukan oleh mekanisme pasar
dengan atau tanpa adanya campur tangan
pemerintah dalam upaya stabilisasi melalui
kebijakan moneter apabila ada terdapat
campur tangan pemerintah maka system ini
termasuk mengambang terkendali (managed
floating exchange rate).

b. Sistem kurs tertambat
Suatu negara menambatkan nilai mata
uangnya dengan sesuatu atau sekelompok
mata uang Negara lainnya yang merupakan
negara mitra dagang utama dari negara yang
bersangkutan, ini berarti mata uang negara
tersebut bergerak mengikuti mata uang dari
negara yang menjadi tambatannya.
c. Sistem kurs tertambat merangkak
Di mana negara melakukan sedikit perubahan
terhadap mata uangnya secara periodic
dengan tujuan untuk bergerak ke arah suatu
nilai tertentu dalam rentang waktu tertentu.
Keuntungan utama dari sistem ini adalah
negara dapat mengukur penyelesaian kursnya
dalam periode yang lebih lama jika di
banding dengan system kurs terambat.
d. Sistem sekeranjang mata uang
Keuntungannya
adalah
sistem
ini
menawarkan stabilisasi mata uang suatu
negara karena pergerakan mata uangnya
disebar dalam sekeranjang mata uang. Mata
uang yang di masukan dalam keranjang
biasanya
ditentukan
oleh
besarnya
peranannya dalam membiayai perdagangan
negara tertentu.
e. Sistem kurs tetap
Dimana
negara
menetapkan
dan
mengumumkan suatu kurs tertentu atas mata
uangnya dan menjaga kurs dengan cara
membeli atau menjual valas dalam jumlah
yang tidak terbatas dalam kurs tersebut. Bagi
negara yang sangat rentan terhadap gangguan
eksternal, misalnya memiliki ketergantungan
tinggi terhadap sektor luar negeri maupun
gangguan internal, seperti sering mengalami
gangguan alam.

Berdasarkan teori diatas model yang digunakan:
Inflasi = f(Kurs)

2.4. Kerangka Pemikiran

dengan topik penelitian ini. Referensi studi
kepustakaan diperoleh melalui jurnal-jurnal
penelitian terdahulu. Tempat penelitian ini
adalah di Indonesia dengan pengambilan data
bulanan melalui Bank Indonesia untuk
pengambilan data penelitian. Waktu penelitian
adalah dari Juni 2011 sampai dengan Juni 2013.

M2 (X1)

SBDep
(X2)

Inflasi (Y)

Nilai Tukar
(X3)
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang permasalahan
dan kerangka teoritis yang
diajukan, maka diperoleh faktor-faktor
yang mempengaruhi inflasi, antara lain
jumlah uang beredar, Suku Bunga DPK
(Deposito), dan Nilai Tukar (Kurs RP/Dollar
US)
Hipotesa
1. Adanya pengaruh positif inflasi dengan
Jumlah Uang Beredar (M2).
2. Adanya pengaruh positif inflasi dengan
Suku Bunga Deposito.
3. Adanya pengaruh positif inflasi dengan
Nilai Tukar (Kurs)

Metodologi Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah
Tingkat Suku Bunga Deposito (Dana Pihak
Ketiga), Jumlah Uang Beredar (M2) dan Tingkat
Kurs sebagai variabel bebas, dan inflasi sebagai
variabel terikat.
Sumber data berasal dari data sekunder yang
diperoleh dari Bank Indonesia mengenai
Laporan Tingkat Inflasi/bulan, M2/bulan, data
Simpanan Pihak Ketiga/ bulan, jurnal-jurnal
ilmiah dan literatur-literatur lain yang berkaitan

Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
bersifat kuantitatif dan diproses dengan
pengumpulan data yaitu mengunjungi website
Bank Indonesia terkait untuk mengambil data
sekunder.
Metode Analisis Regresi Berganda
Untuk menganalisis hubungan antara variabel
dependen dan independen, maka pengolahan
data dilakukan dengan metode analisis regresi
berganda. Dalam analisis ini dilakukan dengan
bantuan program Eviews Untuk menganalisis
hubungan antar variabel dependen dan
independen, maka pengelolaan data dilakukan
dengan metode analisis dengan model Ordinary
Least Square (OLS). Metode OLS digunakan
untuk memperoleh estimasi parameter dalam
menganalisis
pengaruh
variabel-variabel
independen terhadap variabel dependen. Metode
OLS dipilih karena merupakan salah satu
metode sederhana dengan analisis regresi yang
kuat dan popular, dengan asumsi-asumsi tertentu
(Gujarati, 2003).
Adapun persamaan regresi yaitu:
Inflasi = α + β1 JUB + β2 SBDep + e
Dimana:
Inflasi = Inflasi
JUB = Jumlah Uang Beredar (M2)
SBDep = Suku Bunga Deposito
α= Konstanta/ Intercept
β = Koefisien Regresi
e = Standar Eror

Model dalam penelitian ini adalah:
Inflasi = f{JUB(M2), SBDep}

primer yang ada di masyarakat. Variabel
ini dinyatakan dalam persen.

Dalam penelitian ini meliputi pengujian
serempak (uji-f), pengujian individu (uji-t) dan
pengujian ketepatan perkiraan (R2) dan uji
asumsi klasik yang meliputi uji normalitas,
multikolinieritas,
heteroskedastisitas
dan
autokorelasi.

3. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar
Variabel ini merupakan nilai tukar
rupiah
terhadap
dollar
karena
mekanisme penukaran valas tersebut.
Variabel ini dinyatakan dengan satuan
rupiah per dollar.

Variabel Pengukuran

4. Tingkat Inflasi
Variabel ini merupakan hasil dari
tingkat harga barang jasa. Variabel ini
dinyatakan dengan satuan persen.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
berjumlah empat variable yang terdiri dari :
Jumlah Uang Beredar (M2), Suku Bunga
Deposito, Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar
(Exchange rate), dan Tingkat Inflasi.
Adapun variable tersebut adalah:
1. Tingkat Inflasi dilambangkan sebagai variabel
tidak bebas (dependent variable).
2. Jumlah Uang Beredar (M2) dilambangkan
sebagai variabel bebas (independent variable).
3. Suku Bunga Deposito dilambangkan sebagai
variabel bebas (independent variable).
4. Nilai Tukar Rp/US$ (KURS) dilambangkan
sebagai variabel bebas (independent variable).
Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dari masing-masing
variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Jumlah Uang Beredar (M2)
Variabel ini merupakan jumlah uang
beredar di masyarakat dalam arti luas
(M2) meliputi penjumlahan dari M1
(uang beredar dalam arti sempit) dengan
uang kuasi. Uang kuasi atau near money
adalah simpanan masyarakat pada bank
umum dalam bentuk deposito berjangka
(time deposits) dan tabungan.
2. Suku Bunga Deposito
Suku Bunga Deposito merupakan suku
bunga Simpanan Pihak Ketiga yang
dinyatakan dalam persentase (digunakan
data bulanan). Variabel ini dalam
kebijakan
moneter
merupakan
instrument moneter dalam pengendalian
tingkat inflasi. Suku Bunga Deposito
tersebut akan menyerap kelebihan uang

1.

Hasil dan Pembahasan
Estimasi Model Penelitian

Dependent Variable: INFLASI
Method: Least Squares
Date: 06/20/15 Time: 00:50
Sample: 1 25
Included observations: 25
Variable

Coefficient Std. Error t-Statistic

Prob.

C

-0.632977 5.709882 -0.110856

0.9128

M2

1.23E-06 3.541524

0.0019

NILAI_TUKAR

-0.001286 0.000748 -1.720971

0.1000

SBDEP

0.694044 0.244475 2.838914

0.0098

R-squared

4.35E-06

Mean dependent
0.400778 var

4.653200

Adjusted R-squared 0.315175

S.D. dependent var

0.630553

S.E. of regression

0.521809

Akaike info criterion

1.682617

Sum squared resid

5.717980

Log likelihood

Schwarz criterion
Hannan-Quinn
-17.03271 criter.

F-statistic

4.681820

Prob(F-statistic)

0.011754

Durbin-Watson stat

1.877637
1.736707
0.800490

Uji Heterokedastisitas

Uji Normalitas

Heteroskedasticity Test: White

8

Series: Residuals
Sample 1 25
Observations 25

7
6
5
4
3
2
1

Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis

-3.38e-16
-0.005233
1.189104
-0.932839
0.488108
0.106797
3.265647

Jarque-Bera
Probability

0.121032
0.941279

0
-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

Nilai probability 0,941279 dengan tingkat α 5%.
Yang berarti nilai probability 0,941279 lebih
besar dari α 0,05 yang berarti error term
terdistribusi normal.
Uji Serial Korelasi

F-statistic

2.227492

Prob. F(9,15)

0.0819

Obs*R-squared

14.30021

Prob. Chi-Square(9)

0.1120

Scaled explained SS

11.43045

Prob. Chi-Square(9)

0.2474

Dengan menggunakan metode white untuk
melihat ada tidaknya heteroskedastisitas
diketahui nilai probability Obs*R-Squared
0,1120 lebih besar dari α 0,05 yang berarti tidak
terdapat heteroskedastisitas pada model regresi.
Uji Multikolinearitas
INFLASI

M2

NILAI_TUKAR

SBDEP

INFLASI

1

0.40740

0.33301

-0.12840

M2

0.40740

1

0.98075

-0.87134

NILAI_TUKAR

0.33301

0.98075

1

-0.89813

SBDEP

-0.12840

-0.87134

-0.89813

1

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic

3.125806

Prob. F(2,19)

0.0671

Obs*R-squared

6.189320

Prob. ChiSquare(2)

0.0453

Dengan menggunakan metode Serial Correlation
LM Test untuk melihat ada tidaknya serial
korelasi, diketahui nilai probability Obs*RSquared 0,0671 lebih besar dari α 0,05 yang
berarti terdapat tidak terdapat serial korelasi
pada model regresi.
Uji Autokorelasi
Berdasarkan hasil regresi diatas, nilai durbin
Watson sebesar 0.832 yang berarti model tidak
mengandung autokorelasi.
Uji Linearitas
Ramsey RESET Test:
F-statistic
Log likelihood ratio

3.744822

Prob. F(1,21)
4.102345 Prob. Chi-Square(1)

0.0666
0.0428

Berdasarkan hasil regresi diatas, nilai
probabilitas log likelihood ratio sebesar 0,0428
lebih kecil dari 0,05 berarti model tidak
berbentuk linear.

Berdasarkan output yang dihasilkan terdapat
variable yang mempunyai nilai lebih dari 0,8
yang berarti data tersebut mengandung
multikolinearitas.
Interpretasi Hasil Regresi
Inflasi = -0.632977 + 4.35E-06M2
0.694044SBDep + -0.001286Kurs

+

Pada model diqatas nilai konstanta
sebesar -0.632977
dapat diartikan bahwa
apabila variabel lain konstan atau tidak
mengalami perubahan, maka tingkat inflasi yang
terjadi sebesar -0.632977.
Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki
nilai koefisien sebesar 4.35E-06 yang berarti
bahwa setiap kenaikan Jumlah Uang Beredar
(M2) akan meningkatkan inflasi apabila variabel
lain dianggap konstan.
Tingkat
Suku
Bunga
Deposito
mempunyai nilai koefisien sebesar 0.694044
yang berarti bahwa Suku Bunga Deposito
berpengaruh positif namun tidak signifikan
terhadap inflasi. Artinya, apabila terjadi inflasi
maka pemerintah akan menaikkan suku bunga
deposito agar masyarakat menabung dan
mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat.

Tingkat Kurs mempunyai nilai koefisien
sebesar -0.001286 yang berarti bahwa kurs
mempunyai pengaruh positif terhadap inflasi.
Artinya, apabila kurs naik sebesar Rp 1/$ maka
inflasi akan naik sebesar -0.001286
Pengujian Secara Parsial (Uji t)
Uji t-statistik dilakukan untuk menguji
apakah Jumlah Uang Beredar (M2), dan Suku
Bunga Deposito secara parsial berpengaruh
nyata terhadap Inflasi di Indonesia,.

Pengujian Secara Simultan (Uji F)
Dependent Variable: INFLASI
Method: Least Squares
Date: 06/20/15 Time: 00:50
Sample: 1 25
Included observations: 25
Variable

Coefficient Std. Error t-Statistic

Prob.

C

-0.632977 5.709882 -0.110856

0.9128

M2

1.23E-06 3.541524

0.0019

NILAI_TUKAR

-0.001286 0.000748 -1.720971

0.1000

SBDEP

0.694044 0.244475 2.838914

0.0098

R-squared

1. Jumlah Uang Beredar (M2)
a. Df = 25-1-3 = 21
α = 5%
T-tabel = 2,079614
T-hitung = 3.541524
b. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui
bahwa t-hitung > t-tabel (3.541524 >
2,079614). Hal ini menunjukan bahwa
Jumlah Uang Beredar (M2) mempunyai
pengaruh yang signifikan secara statistik
terhadap Inflasi di Indonesia
2. Suku Bunga Deposito
a. Df = 25-1-3 = 21
α = 5%
T-tabel = 2,079614 T-hitung = 2.838914
b. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui
bahwa t-hitung > t-tabel (2.838914 >
2,079614). Hal ini menunjukan bahwa
tingkat suku bunga deposito mempunyai
pengaruh yang signifikan secara statistik
pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)
terhadap Inflasi di Indonesia.
3. Kurs
a. Df = 25-1-3 = 21
α = 5%
b. T-tabel = 2,079614 , T-hitung -1.720971
c. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui
bahwa t-hitung > t-tabel (-1.720971 >
2,079614). Hal ini menunjukan bahwa
tingkat
kurs
mempunyai
tidak
berpengaruh signifikan secara statistik
pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)
terhadap Inflasi di Indonesia.

4.35E-06

Mean dependent
0.400778 var

4.653200

Adjusted R-squared 0.315175

S.D. dependent var

0.630553

S.E. of regression

0.521809

Akaike info criterion

1.682617

Sum squared resid

5.717980

Log likelihood

Schwarz criterion
Hannan-Quinn
-17.03271 criter.

F-statistic

4.681820

Prob(F-statistic)

0.011754

Durbin-Watson stat

1.877637
1.736707
0.800490

Berdasarkan hasil estimasi diatas dapat
dijelaskan pengaruh variabel Jumlah Uang
Beredar (M2) dan Tingkat Suku Bunga Deposito
secara simultan berpengaruh terhadap Inflasi.
Nilai F-statistik yang diperoleh 4.681820
sedangkan F-tabel 3.072467 . Dengan demikian
F-statistik lebih besar dari F-tabel yang artinya
bahwa Jumlah Uang Beredar (M2), Suku Bunga
Deposito dan
Nilai Tukar (Kurs) secara
bersama-sama atau simultan berpengaruh
signifikan terhadap inflasi.
Analisis Koefisien Determinasi
Nilai koefisien determinasi pada model sebesar
40 persen. Yang berarti, kemampuan variabel
bebas yaitu Jumlah Uang Beredar (M2), Suku
Bunga Deposito dan Tingkat Kurs dalam
menjelaskan variabel terikat yaitu inflasi sebesar
40 persen. Dan 60 persen sisanya dijelaskan oleh
variabel bebas lain diluar model regresi.

Kesimpulan dan Saran

Referensi

Kesimpulan

http://www.online.fe.trisakti.ac.id/publikasi_ilmi
ah/Jurnal%20Media%20Ekonomi/Vol.%2018%
20No.%202%20AGST%202010/HERU%20PE
RLAMBANG.pdf

1. Variabel Jumlah Uang Beredar (M2),
memiliki hubungan positif dan signifikan
terhadap inflasi dengan nilai koefisien
sebesar 4,35E-06 yang artinya bahwa apabila
variabel lain konstan, maka setiap kenaikan
SBI akan menaikkan inflasi sebesar 4,35E06.
2. Variabel Suku Bunga Deposito memiliki
hubungan positif dan namun tidak signifikan
terhadap inflasi dengan nilai koefisien
0,694044 artinya apabila variabel independen
lain konstan, maka setiap kenaikan tingkat
Suku Bunga Deposit akan menaikkan inflasi
sebesar 0,694044.
3. Variabel kurs memiliki hubungan positif dan
namun tidak signifikan terhadap inflasi
dengan nilai koefisien -0,001286 artinya
apabila variabel independen lain konstan,
maka setiap kenaikan tingkat kurs sebesar
satu rupiah akan menaikkan inflasi sebesar 0,001286.
Saran
Pemerinah diharap lebih bijak mengambil
keputusan sehingga laju inflasi dapat terkendali,
terutama kebijakan yang menyangkut faktorfaktor yang dibahas dalam penelitian ini yaitu,
Jumlah Uang Beredar (M2), Suku Bunga
Deposito, dan bisa mengangani Nilai Tukar
Rupiah agar tidak menurun terhadap Dollar/US.
Serta merumuskan kebijakan yang lebih
berpihak pada masyarakat.

http://logammulia.wordpress.com/2008/11/11/se
jarah-hiper-inflasi-di-jerman/
htpp://vienovidelusion.blogspot.com/2014/04/ne
gara-negara-yang-hiperinflasi.html?m=1
agungsadar.blogspot.com/2013/12/inflasihongaria.html?m=1
junantoherdiawan.blogspot.com/2009_01_01_archive.ht
ml?m=1