ANALISIS DAMPAK SOSIAL EKONOMI KAWASAN E
ANALISIS DAMPAK SOSIALEKONOMI KAWASAN EKONOMI
KHUSUS PARIWISATA TANJUNG
LESUNG
Peneliti
Kusmayadi
DINAS KEBUDAYAAN DAN
PARIWISATA
PROVINSI BANTEN TA 2013
Oktober, 2013
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sebagai salah satu wilayah penyangga antara pulau
Jawa dan Sumatra dalam strategi MP3EI 2011-2025,
Provinsi Banten harus menjadi magnitude pertumbuhan
dengan terbitnya Peraturan Pemerintah RI No. 26 tahun
2012 yang menetapkan Tanjung Lesung di Banten Selatan
sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Zona Pariwisata.
Dengan ditetapkannya KEK tersebut diharapkan mampu
menarik para investor, terutama investor asing untuk
berinvestasi dan menciptakan lapangan kerja.
Untuk
mengetahui dampak penetapan Tanjung Lesung sebagai
KEK, maka dilakukan studi dampak ekonominya dengan
tujuan untuk (1) memperoleh gambaran kesiapan
masyarakat penyangga KEK dalam mengantisipasi
potensi dampak sosial ekonomi di KEK Tanjung Lesung (2)
mengetahui peran keterlibatan anggota masyarakat
penyangga KEK dalam kegiatan pariwisata di Kawasan
Ekonomi Khusus Pariwisata (3) mendapatkan gambaran
bagaimana
masyarakat
penyangga
KEK
dapat
memperoleh manfaat dari pengembangan KEK Tanjung
Lesung (4) mengidentifikasi dampak sosial ekonomi baik
dampak positif maupun negatif yang dapat timbul karena
pengembangan KEK Tanjung Lesung (5) merumuskan
rekomendasi strategi yang dapat diambil untuk memaksimalkan peluang dan manfaat dan meminimalkan
dampak
negatif
pengembangan
pariwisata
bagi
masyarakat penyangga KEK.
Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif
serangkaian kegiatan pengumpulan data telah dilakukan
mulai
dari
pengumpulan
data
sekunder
melalui
documental study, diskusi kelompok terfokus (focus
group discussion/FGD) dan survey terhadap anggota
masyarakat di wilayah penyangga dan usaha yang terkait
dengan kegiatan pariwisata.
Data yang terkumpul
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan statistika
deskriptif sesuai dengan skala dan karakteristik datanya.
Berdasarkan temuan di lapangan maka diketahui halhal sebagai berikut: (1) sejak Kawasan Ekonomi Khusus
Pariwisata Tanjung Lesung ditetapkan, belum terlihat
percepatan persiapan yang berarti terutama dalam
penyiapan
masyarakat.
Pemahaman
masyarakat
terhadap perubahan status kawasan KEK masih sangat
minim.
Walaupun sudah ada pendamping yang
diterjunkan, program tersebut belum menyentuh pada
kesiapan mengambil peluang dari pertumbuhan sektor
pariwisata di wilayahnya. Sebagian masyarakat Cikadu
Endah
sebagai
penduduk
yang
direlokasi
belum
memperoleh pembekalan yang cukup untuk trans-formasi
pengetahuan dan keterampilan dalam mata pencaharian
dari nelayan menjadi petani penggarap.
(2) Peran
keterlibatan masyarakat penyangga Kawasan Ekonomi
Khusus Pariwisata Tanjung Lesung dalam kegiatan
pariwisata masih rendah, pada umumnya masyarakat
tidak
terlibat
dalam
pengambilan
keputusan
peerencanaan
kegiatan
pariwisata
sesuai
dengan
porsinya masing-masing. Usaha melibatkan diri dalam
kegiatan
pariwisata
belum
dikoordinasikan
secara
terprogram agar mendukung dan memperoleh manfaat
dari perkem-bangan kawasan. (3) Walaupun belum
sepenuhnya
akibat
penetapan
KEK,
masyarakat
penyangga kawasan sudah dapat merasakan manfaat
secara ekonomi, seperti dengan bekerja sebagai
karyawan hotel-hotel di dalam kawasan, pekerja pem bangunan infrastruktur, dan membuka usaha baru.
Usaha mengelola homestay, losmen, penyewaan villa,
penyewaan kapal nelayan dan usaha makanan dan
minuman bagi wisatawan, adalah manfaat yang diterima
masyarakat.
Demikian pula dengan usaha kerajinan
tetapi masih berupa sampingan dan belum memperoleh
manfaat yang berarti. (4) Potensi dampak sosial-ekonomi
yang terjadi karena KEK adalah adanya perubahan
pupulasi penduduk di sekitar kawasan, serta terjadinya
perubahan pasar kerja, yang berdampak pula pada
perubahan
struktur
dan
karakteristik
masyarakat
kawasan Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Tanjung
Lesung. Demikian pula terhadap perubahan sosial
individu dan keluarga, terjadi karena adanya interaksi
sosial dengan wisatawan. Selain itu, kontak langsung
perbedaan
budaya
berdampak
pada
lunturnya
kebanggaan terhadap budaya lokal. Menurut tanggapan
masyarakat, pariwisata telah banyak menciptakan
lapangan pekerjaan yang berakibat pada meningkatnya
standard hidup masyarakat. (5) Terhadap ekonomi,
pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata
Tanjung Lesung telah memberikan dampak terhadap
perolehan devisa negara, peningkatan pendapatan
langsung pemerintah, penciptaan lapangan pekerjaan,
pengembangan infra struktur khusunya di kawasan dan
akses
menuju
kawasan,
berkembangnya
ekonomi
masyarakat Tanjung Lesung, dan munculnya usaha-ushan
baru di masayarakat.
Agar masyarakat setempat memperoleh manfaat dari
pe-ngembangan Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata
Tanjung Lesung, maka perlu dilakukan intervensi program
pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas
masyarakat, melalui usaha-usaha: (1) membantu produk
lokal masuk ke dalam rantai penawaran hotel (hotel
supply chain) (2) menstimulir usaha kecil dan mikro di
destinasi pengembangan pariwisata (3) mendorong
pengembangan kerajinan setempat dan toko souvenir
bagi wisatawan, (4) menciptakan kesempatan kerja bagi
penduduk
lokal,
(5)
memfasilitasi
kemitraan
(6)
diversifikasi produk wisata, terutama produk-produk yang
melibatkan penduduk lokal, (7) menggunkan kebijakan
pemerintah untuk mempengaruhi sektor swasta dalam
meningkatkan peran penduduk lokal, (8) memfasilitasi
kemitraan joint venture antara sektor swasta dan
masyarakat, (9) menentukan cara yang tepat untuk
mendistribusikan pembiayaan kepada masyarakat (10)
memonitor dampak sosial, budaya dan lingkungan, (11)
membuat kebijakan pro-poor,dan (12) menentukan
pilihan strategi untuk segmentasi, pasar dan investor.
Berdasarkan
temuan
hasil
penelitian
maka
direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: (1) Otoritas
Kawasan (yang saat penelitian ini belum terbentuk) perlu
mengkoordinasikan dinas/instansi terkait guna menyelaraskan
program-program
peningakatan
kapasitas
masyarkat,
guna
memperoleh
manfaat
dari
pengembangan kawasan. (2) Menginteg-rasikan survey
secara berkala dengan Nesparda agar
termonitor
dampak ekonomi pariwisata yang tidak hanya pada
sektor pariwisata akan tetapi pada sektor-sektor
pendukungnya, termasuk dampak terhadap pencip-taan
kesempatan kerja, maka pembangunan pada sektor
pariwisata semestinya menjadi tanggung jawab bersama.
(3) Agar pengembangan kawasan berdampak positif bagi
masyarakat maka perlu dilakukan upaya-upaya sistematis
oleh otorita kawasan bersama dengan Dinas Pariwisata
Kabupaten dan Propinsi untuk (a) meningkatkan jumlah
kunjungan melalui promosi pariwisata dan promosi
budaya baik di dalam maupun luar negeri, termasuk
penyelenggaraan event-event lokal, major, mapun event
internasional (b) memperpanjang lama tinggal, melalui
variasi dan inovasi produk-produk dan atraksi wisata
sehingga wisatan memperoleh pangalaman lebih dari apa
mereka
bayangkan,
dan
(c)
memperbanyak
pembelanjaan melalui peningkatan ke-ragaman souvenir,
barang-barang consumer, dan produk-produk lokal yang
unik yang sesuai dengan selera wisatawan. (4)
Sehubungan tingkat pendidikan formal yang relatif masih
rendah, dan keterampilan di bidang hospitaliti masih
sangat rendah, dengan kebutuhan direct employment
36.000 jiwa, maka otoritas kawasan bersama dengan
dinas pendidikan dan kebudayaan serta dinas tenaga
kerja, membuka program pendidikan Akademi (Akademi
Komunitas) program studi terkait dengan pariwisata,
pertanian, perikana/kelautan dan insustri kreatif. Lulusan
program akademik komunitas dapat langsug bekerja di
bidang bidang yang dibutuhak wisaawan. (5) Otoritas
kawasan dengan dinas instansi terkait perlu menyusun
program pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan
mulai dari perencaan sampai implementasi yang
dilakukan multiyears selama 5 tahun. (6) Pemberdayaan
per sektor sangat diperlukan guna memenuhi rantai
pemasok, seperti pengembangan desa-desa wisata
berbasis pertanian (agriwisata) berbasia pantai dan laut
(marine tourism) berbasis kebudayaan (culture tourism).
Peran Disbudpar dan dinas/instansi terkait sangat
diperlukan
secara
berkesinambungan
sekurangkurangnya tiga tahun sampai desa-desa wisata tersebut
bisa bergerak secara mandiri. (7) Untuk mencegah
pelanggaran budaya, penjualan manusia, serta dampak
negatif
lainnya
perlu
dibuatkan
regulasi
terkait
operasional kawasan, baik dalam bentuk Peraturan
Daerah atau peraturan lainnya. [y@di]
KHUSUS PARIWISATA TANJUNG
LESUNG
Peneliti
Kusmayadi
DINAS KEBUDAYAAN DAN
PARIWISATA
PROVINSI BANTEN TA 2013
Oktober, 2013
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sebagai salah satu wilayah penyangga antara pulau
Jawa dan Sumatra dalam strategi MP3EI 2011-2025,
Provinsi Banten harus menjadi magnitude pertumbuhan
dengan terbitnya Peraturan Pemerintah RI No. 26 tahun
2012 yang menetapkan Tanjung Lesung di Banten Selatan
sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Zona Pariwisata.
Dengan ditetapkannya KEK tersebut diharapkan mampu
menarik para investor, terutama investor asing untuk
berinvestasi dan menciptakan lapangan kerja.
Untuk
mengetahui dampak penetapan Tanjung Lesung sebagai
KEK, maka dilakukan studi dampak ekonominya dengan
tujuan untuk (1) memperoleh gambaran kesiapan
masyarakat penyangga KEK dalam mengantisipasi
potensi dampak sosial ekonomi di KEK Tanjung Lesung (2)
mengetahui peran keterlibatan anggota masyarakat
penyangga KEK dalam kegiatan pariwisata di Kawasan
Ekonomi Khusus Pariwisata (3) mendapatkan gambaran
bagaimana
masyarakat
penyangga
KEK
dapat
memperoleh manfaat dari pengembangan KEK Tanjung
Lesung (4) mengidentifikasi dampak sosial ekonomi baik
dampak positif maupun negatif yang dapat timbul karena
pengembangan KEK Tanjung Lesung (5) merumuskan
rekomendasi strategi yang dapat diambil untuk memaksimalkan peluang dan manfaat dan meminimalkan
dampak
negatif
pengembangan
pariwisata
bagi
masyarakat penyangga KEK.
Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif
serangkaian kegiatan pengumpulan data telah dilakukan
mulai
dari
pengumpulan
data
sekunder
melalui
documental study, diskusi kelompok terfokus (focus
group discussion/FGD) dan survey terhadap anggota
masyarakat di wilayah penyangga dan usaha yang terkait
dengan kegiatan pariwisata.
Data yang terkumpul
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan statistika
deskriptif sesuai dengan skala dan karakteristik datanya.
Berdasarkan temuan di lapangan maka diketahui halhal sebagai berikut: (1) sejak Kawasan Ekonomi Khusus
Pariwisata Tanjung Lesung ditetapkan, belum terlihat
percepatan persiapan yang berarti terutama dalam
penyiapan
masyarakat.
Pemahaman
masyarakat
terhadap perubahan status kawasan KEK masih sangat
minim.
Walaupun sudah ada pendamping yang
diterjunkan, program tersebut belum menyentuh pada
kesiapan mengambil peluang dari pertumbuhan sektor
pariwisata di wilayahnya. Sebagian masyarakat Cikadu
Endah
sebagai
penduduk
yang
direlokasi
belum
memperoleh pembekalan yang cukup untuk trans-formasi
pengetahuan dan keterampilan dalam mata pencaharian
dari nelayan menjadi petani penggarap.
(2) Peran
keterlibatan masyarakat penyangga Kawasan Ekonomi
Khusus Pariwisata Tanjung Lesung dalam kegiatan
pariwisata masih rendah, pada umumnya masyarakat
tidak
terlibat
dalam
pengambilan
keputusan
peerencanaan
kegiatan
pariwisata
sesuai
dengan
porsinya masing-masing. Usaha melibatkan diri dalam
kegiatan
pariwisata
belum
dikoordinasikan
secara
terprogram agar mendukung dan memperoleh manfaat
dari perkem-bangan kawasan. (3) Walaupun belum
sepenuhnya
akibat
penetapan
KEK,
masyarakat
penyangga kawasan sudah dapat merasakan manfaat
secara ekonomi, seperti dengan bekerja sebagai
karyawan hotel-hotel di dalam kawasan, pekerja pem bangunan infrastruktur, dan membuka usaha baru.
Usaha mengelola homestay, losmen, penyewaan villa,
penyewaan kapal nelayan dan usaha makanan dan
minuman bagi wisatawan, adalah manfaat yang diterima
masyarakat.
Demikian pula dengan usaha kerajinan
tetapi masih berupa sampingan dan belum memperoleh
manfaat yang berarti. (4) Potensi dampak sosial-ekonomi
yang terjadi karena KEK adalah adanya perubahan
pupulasi penduduk di sekitar kawasan, serta terjadinya
perubahan pasar kerja, yang berdampak pula pada
perubahan
struktur
dan
karakteristik
masyarakat
kawasan Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Tanjung
Lesung. Demikian pula terhadap perubahan sosial
individu dan keluarga, terjadi karena adanya interaksi
sosial dengan wisatawan. Selain itu, kontak langsung
perbedaan
budaya
berdampak
pada
lunturnya
kebanggaan terhadap budaya lokal. Menurut tanggapan
masyarakat, pariwisata telah banyak menciptakan
lapangan pekerjaan yang berakibat pada meningkatnya
standard hidup masyarakat. (5) Terhadap ekonomi,
pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata
Tanjung Lesung telah memberikan dampak terhadap
perolehan devisa negara, peningkatan pendapatan
langsung pemerintah, penciptaan lapangan pekerjaan,
pengembangan infra struktur khusunya di kawasan dan
akses
menuju
kawasan,
berkembangnya
ekonomi
masyarakat Tanjung Lesung, dan munculnya usaha-ushan
baru di masayarakat.
Agar masyarakat setempat memperoleh manfaat dari
pe-ngembangan Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata
Tanjung Lesung, maka perlu dilakukan intervensi program
pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas
masyarakat, melalui usaha-usaha: (1) membantu produk
lokal masuk ke dalam rantai penawaran hotel (hotel
supply chain) (2) menstimulir usaha kecil dan mikro di
destinasi pengembangan pariwisata (3) mendorong
pengembangan kerajinan setempat dan toko souvenir
bagi wisatawan, (4) menciptakan kesempatan kerja bagi
penduduk
lokal,
(5)
memfasilitasi
kemitraan
(6)
diversifikasi produk wisata, terutama produk-produk yang
melibatkan penduduk lokal, (7) menggunkan kebijakan
pemerintah untuk mempengaruhi sektor swasta dalam
meningkatkan peran penduduk lokal, (8) memfasilitasi
kemitraan joint venture antara sektor swasta dan
masyarakat, (9) menentukan cara yang tepat untuk
mendistribusikan pembiayaan kepada masyarakat (10)
memonitor dampak sosial, budaya dan lingkungan, (11)
membuat kebijakan pro-poor,dan (12) menentukan
pilihan strategi untuk segmentasi, pasar dan investor.
Berdasarkan
temuan
hasil
penelitian
maka
direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: (1) Otoritas
Kawasan (yang saat penelitian ini belum terbentuk) perlu
mengkoordinasikan dinas/instansi terkait guna menyelaraskan
program-program
peningakatan
kapasitas
masyarkat,
guna
memperoleh
manfaat
dari
pengembangan kawasan. (2) Menginteg-rasikan survey
secara berkala dengan Nesparda agar
termonitor
dampak ekonomi pariwisata yang tidak hanya pada
sektor pariwisata akan tetapi pada sektor-sektor
pendukungnya, termasuk dampak terhadap pencip-taan
kesempatan kerja, maka pembangunan pada sektor
pariwisata semestinya menjadi tanggung jawab bersama.
(3) Agar pengembangan kawasan berdampak positif bagi
masyarakat maka perlu dilakukan upaya-upaya sistematis
oleh otorita kawasan bersama dengan Dinas Pariwisata
Kabupaten dan Propinsi untuk (a) meningkatkan jumlah
kunjungan melalui promosi pariwisata dan promosi
budaya baik di dalam maupun luar negeri, termasuk
penyelenggaraan event-event lokal, major, mapun event
internasional (b) memperpanjang lama tinggal, melalui
variasi dan inovasi produk-produk dan atraksi wisata
sehingga wisatan memperoleh pangalaman lebih dari apa
mereka
bayangkan,
dan
(c)
memperbanyak
pembelanjaan melalui peningkatan ke-ragaman souvenir,
barang-barang consumer, dan produk-produk lokal yang
unik yang sesuai dengan selera wisatawan. (4)
Sehubungan tingkat pendidikan formal yang relatif masih
rendah, dan keterampilan di bidang hospitaliti masih
sangat rendah, dengan kebutuhan direct employment
36.000 jiwa, maka otoritas kawasan bersama dengan
dinas pendidikan dan kebudayaan serta dinas tenaga
kerja, membuka program pendidikan Akademi (Akademi
Komunitas) program studi terkait dengan pariwisata,
pertanian, perikana/kelautan dan insustri kreatif. Lulusan
program akademik komunitas dapat langsug bekerja di
bidang bidang yang dibutuhak wisaawan. (5) Otoritas
kawasan dengan dinas instansi terkait perlu menyusun
program pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan
mulai dari perencaan sampai implementasi yang
dilakukan multiyears selama 5 tahun. (6) Pemberdayaan
per sektor sangat diperlukan guna memenuhi rantai
pemasok, seperti pengembangan desa-desa wisata
berbasis pertanian (agriwisata) berbasia pantai dan laut
(marine tourism) berbasis kebudayaan (culture tourism).
Peran Disbudpar dan dinas/instansi terkait sangat
diperlukan
secara
berkesinambungan
sekurangkurangnya tiga tahun sampai desa-desa wisata tersebut
bisa bergerak secara mandiri. (7) Untuk mencegah
pelanggaran budaya, penjualan manusia, serta dampak
negatif
lainnya
perlu
dibuatkan
regulasi
terkait
operasional kawasan, baik dalam bentuk Peraturan
Daerah atau peraturan lainnya. [y@di]