PERATURAN DAERAH NOMOR 1 SD 10 TAHUN 2016

BUPATI TANAH DATAR
PROVINSI SUMATERA BARAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR
NOMOR 1 TAHUN 2016
TENTANG
PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BERSAMA MENARA TELEKOMUNIKASI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menimbang

BUPATI TANAH DATAR,
: a. bahwa telekomunikasi merupakan sarana publik yang
dalam penyelenggaraannya membutuhkan infrastruktur
Menara telekomunikasi;
b. bahwa
pembangunan
dan
penggunaan
Menara
telekomunikasi
sebagai

salah
satu
infrastruktur
pendukung dalam penyelenggaraan telekomunikasi harus
memperhatikan efisiensi, keamanan lingkungan dan
estetika lingkungan serta asas manfaat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Pembangunan dan Penggunaan Bersama
Menara Telekomunikasi;
Mengingat

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang
Pembentukan
Daerah
Otonom

Kabupaten
dalam
Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Tengah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
4. Undang …

1

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3817)
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3833);
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3881);
7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4247);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
9. Undang-Undang
Nomor

25
Tahun
2007
tentang
Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4724);
10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);

11. Undang ...

2

11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5038);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaran
Telekomunikasi
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang
Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3981);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
17. Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
Nomor
24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan
Bangunan Gedung;
18. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informartika Nomor
02/PER/KOMINFO/3/2008
tentang
Pedoman
Pembangunan
dan

Penggunaan
Menara
Bersama
Telekomunikasi ;
19. Peraturan …

3

19. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika
dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor
18 Tahun 2009, Nomor 07/PRT/M/2009, Nomor
19/PER/M.KOMINFO/03/2009, dan Nomor 3/P/2009
tentang Pedoman Pembangunan dan penataan Menara
bersama telekomunikasi;
20. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
23/PER/M.KOMINFO/04/
2009
tentang
Pedoman

Pelaksanaan Urusan Pemerintah Sub Bidang Pos dan
Telekomunikasi;
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036);
22. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6
Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah
Kabupaten Tanah Datar Tahun 2011 Nomor 6);
23. Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 2 Tahun
2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah
Kabupaten Tanah Datar Tahun 2011 Nomor 2 Seri E);
24. Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 2 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Tanah Datar (Lembaran Daerah Kabupaten Tanah Datar
Tahun 2011 Nomor 2 Seri E );
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR
dan
BUPATI TANAH DATAR
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBANGUNAN DAN
PENGGUNAAN BERSAMA MENARA TELEKOMUNIKASI.

BAB I …
4

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1.
2.

3.

4.

5.
6.


7.

8.

Daerah adalah Kabupaten Tanah Datar.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut azas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan
Daerah
yang
memimpin

pelaksanaan
urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Bupati adalah Bupati Tanah Datar.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan yang melakukan usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk
usaha tetap dan bentuk badan lainnya.
Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan
pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya
telekomunikasi.
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau
penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara, bunyi melalui kawat, optik, radio atau sistem
elektromagnetik lainnya.

9. Menara ….

5

9.

10.

11.

12.
13.
14.

Menara telekomunikasi, yang selanjutnya disebut Menara adalah
bangunan-bangunan untuk kepentingan umum yang didirikan di atas
tanah, atau bangunan yang merupakan satu kesatuan konstruksi dengan
bangunan gedung yang dipergunakan untuk kepentingan umum yang
struktur fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat oleh berbagai
simpul atau berupa bentuk tunggal tanpa simpul, di mana fungsi, desain
dan konstruksinya disesuaikan sebagai sarana penunjang menempatkan
perangkat telekomunikasi.
Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan
usaha milik daerah, badan usaha
milik negara, badan usaha
swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara.
Penyedia Menara adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik
daerah, badan usaha milik negara atau badan usaha swasta yang
memiliki dan mengelola Menara telekomunikasi untuk digunakan
bersama oleh penyelenggara telekomunikasi.
Pengelola Menara adalah badan usaha yang mengelola dan/atau
mengoperasikan Menara yang dimiliki oleh pihak lain.
Penyedia jasa konstruksi adalah orang perseorangan atau badan yang
kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi.
Jaringan utama adalah bagian dari jaringan infrastruktur telekomunikasi
yang menghubungkan berbagai elemen jaringan telekomunikasi yang
dapat berfungsi sebagai central trunk, Mobile Switching Center (MSC), Base
Station Controller (BSC), Radio Network Controller (RNC), dan jaringan
transmisi utama (backbone transmission).

15. Izin Mendirikan Bangunan Menara adalah izin mendirikan bangunan
yang di berikan oleh Pemerintah Daerah, kepada pemilik Menara untuk
membangun baru atau mengubah Menara sesuai dengan persyaratan
administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku.
16. Perusahaan nasional adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum
atau tidak berbadan hukum yang seluruh modalnya adalah modal
dalam negeri dan berkedudukan di Indonesia serta tunduk pada
peraturan perundang-undangan Indonesia.
17. Selubung bangunan adalah bidang maya yang merupakan batas terluar
secara tiga dimensi yang membatasi besaran maksimum bangunan
Menara yang diizinkan, dimaksudkan agar bangunan Menara
berinteraksi dengan lingkungannya untuk mewujudkan keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan harmonisasi.
18. Standar Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat SNI adalah
Standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku
secara nasional.
19. Izin …
6

19. Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha atau kegiatan kepada
orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan
bahaya, kerugian, dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha atau
kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah.
20. Izin Prinsip adalah izin yang harus diajukan dan diperoleh sebelum
dilakukan pendirian/pembangunan Menara dan sebelum diperoleh izinizin lain terkait dengan pendirian/ pembangunan Menara.
BAB II
ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

manfaat;
adil dan merata;
kepastian hukum;
keamanan;
kemitraan;
etika; dan
kepercayaan pada diri sendiri.

Pasal 3
Pedoman pembangunan dan penggunaan bersama Menara bertujuan untuk
mewujudkan keserasian hubungan antara pemerintah dengan Pemerintahan
Daerah dalam hal memberikan petunjuk pembangunan Menara yang
memenuhi persyaratan administratif, teknis, fungsi, tata bangunan, rencana
tata ruang wilayah, lingkungan dan aspek yuridis.
Pasal 4

Lingkup pengaturan pembangunan dan penggunaan bersama Menara meliputi
perencanaan lokasi Menara, perizinan pembangunan Menara, pembangunan
Menara, tata cara perizinan pembangunan Menara, penggunaan bersama
Menara, bangunan Menara, pembongkaran Menara, pencabutan izin, peran
serta masyarakat, dan pembinaan, pengawasan, pengendalian, dan fasilitasi
BAB III …

7

BAB III
PERENCANAAN LOKASI MENARA
Pasal 5

(1) Perencanaan lokasi Menara meliputi perencanaan tata ruang Menara
sebagai rencana penempatan Menara.
(2) Apabila perencanaan lokasi Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
belum ditetapkan, lokasi pembangunan Menara mengacu kepada rencana
tata ruang wilayah.
(3) Perencanaan lokasi Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB IV
PERIZINAN PEMBANGUNAN MENARA
Pasal 6

(1) Pembangunan Menara wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara

dari Bupati.
(2) Pemberian lzin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan
tentang penataan ruang.
(3) Pemberian lzin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan melalui pelayanan terpadu.
Pasal 7
Struktur bangunan Menara bersama yang dibangun di atas permukaan tanah
harus mampu menampung paling sedikit 2 (dua) penyelenggara
telekomunikasi.
BAB V
PEMBANGUNAN MENARA
Pasal 8
(1) Menara disediakan oleh penyedia Menara.
(2) Penyedia Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan :
a. penyelenggara telekomunikasi; atau
b. bukan penyelenggara telekomunikasi.
(3) Penyediaan …

8

(3) Penyediaan
Menara
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
pembangunannya dilaksanakan oleh penyedia jasa konstruksi.
(4) Penyedia Menara yang bukan penyelenggara telekomunikasi, pengelola
Menara atau penyedia jasa konstruksi untuk membangun Menara
merupakan perusahaan nasional.
Pasal 9
(1) Lokasi pembangunan Menara wajib mengikuti:
a. rencana tata ruang wilayah kabupaten;
b. rencana detail tata ruang wilayah kabupaten; dan/atau
c. rencana tata bangunan dan lingkungan.
(2) Pembangunan Menara wajib mengacu kepada SNI dan standar baku
tertentu untuk menjamin keselamatan bangunan dan lingkungan dengan
memperhitungkan faktor-faktor yang menentukan kekuatan dan kestabilan
konstruksi Menara terutama di daerah patahan gempa dengan
mempertimbangkan persyaratan struktur bangunan Menara.
(3) Standar baku tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), antara lain :
a. tempat/space penempatan antena perangkat telekomunikasi untuk
penggunaan Menara bersama;
b. ketinggian Menara bersama;
c. struktur Menara;
d. rangka struktur Menara;
e. pondasi Menara;
f. kekuatan angin ; dan
g. aspek geoteknik.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang persyaratan struktur bangunan Menara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 10
(1) Menara yang dibangun wajib dilengkapi dengan sarana pendukung dan
identitas hukum yang jelas sesuai ketentuan perundang-undangan.
(2) Sarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. pentanahan (grounding);
b. penangkal petir;
c. catu daya;
d. lampu halangan penerbangan (aviation obstruction light);
e. marka halangan penerbangan (aviation obstruction marking); dan
f. pagar pengaman representatif.
(3) Identitas …
9

(3) Identitas hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

nama pemilik Menara;
alamat/kedudukan pemilik Menara
lokasi dan koordinat Menara;
tinggi Menara;
tahun pembuatan/pemasangan Menara;
penyedia jasa konstruksi; dan
beban maksimum Menara.

(4) Penyedia Menara wajib melaporkan bangunan Menara yang telah selesai
dibangun secara tertulis kepada satuan kerja perangkat daerah yang
membidangi urusan komunikasi dan informatika dan tembusan
disampaikan kepada camat dan wali nagari.

Pasal 11
Penyedia Menara atau pengelola Menara bertanggung jawab terhadap
pemeriksaan berkala bangunan Menara dan atau kerugian yang timbul akibat
runtuhnya seluruh dan/atau sebagian Menara.
Pasal 12
(1) Pembangunan Menara di kawasan yang sifat dan peruntukannya memiliki
karakteristik tertentu wajib memenuhi ketentuan perundang-undangan
untuk kawasan tersebut.
(2) Kawasan yang sifat dan peruntukannya memiliki karakteristik tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. kawasan cagar budaya;
b. kawasan pariwisata;
c. kawasan hutan lindung;
d. kawasan yang karena fungsinya memiliki atau memerlukan tingkat
keamanan dan kerahasiaan tinggi; dan
e. kawasan pengendalian ketat lainnya.
BAB VI
TATA CARA PERIZINAN PEMBANGUNAN MENARA
Pasal 13

Permohonan Izin Mendirikan Bangunan Menara diajukan oleh penyedia
Menara kepada Bupati.
Pasal 14 …
10

Pasal 14
(1) Permohonan Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 melampirkan persyaratan sebagai berikut :
a. persyaratan administratif; dan
b. persyaratan teknis.
(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri dari :
a. izin prinsip;
b. status kepemilikan tanah dan bangunan;
c. informasi pemanfaatan ruang;
d. rekomendasi dari instansi terkait khusus untuk kawasan yang sifat dan
peruntukannya memiliki karakteristik tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12;
e. akta pendirian perusahaan beserta perubahan yang telah disahkan
oleh Kementerian Hukum dan HAM;
f. surat bukti pencatatan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) bagi penyedia
Menara yang berstatus perusahaan terbuka;
g. informasi rencana penggunaan bersama Menara;
h. persetujuan dari warga sekitar dalam radius sesuai dengan ketinggian
Menara dan diketahui oleh wali nagari; dan
i. dalam hal menggunakan genset sebagai catu daya dipersyaratkan izin
gangguan dan Izin genset.
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
mengacu pada SNI atau standar baku yang berlaku secara internasional
serta tertuang dalam bentuk dokumen teknis sebagai berikut :
a. gambar rencana teknis bangunan Menara meliputi: situasi, denah,
tampak, potongan dan detail serta perhitungan struktur;
b. spesifikasi teknis pondasi Menara meliputi data penyelidikan tanah,
jenis pondasi, jumlah titik pondasi, termasuk geoteknik tanah dengan
mempedomani Lampiran Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri,
Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Infromatika dan
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor : 18 Tahun 2009,
Nomor : 07/PRT/M/2009, Nomor :19/PER/M.KOMINFO/03/2009 dan
Nomor : 3/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan
Bersama Menara Telekomunikasi; dan
c. spesifikasi teknis struktur atas Menara, meliputi beban tetap (beban
sendiri dan beban tambahan) beban sementara (angin dan gempa),
beban khusus, beban
maksimum Menara yang diizinkan, sistem
konstruksi ketinggian Menara, dan proteksi terhadap petir.
Pasal 15 …
11

Pasal 15
(1) Proses penelitian dan pemeriksaan dokumen administrasi dan dokumen
teknis paling lama diselesaikan 14 (empat belas) hari terhitung sejak
dokumen administratif dan dokumen teknis diterima serta dinyatakan
lengkap.
(2) Dalam hal dokumen administratif dan dokumen teknis yang diterima
belum lengkap, Pemerintah Daerah wajib menyampaikan informasi kepada
pemohon paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak dokumen diterima.
(3) lzin Mendirikan Bangunan Menara diterbitkan paling lama 14 (empat belas)
hari terhitung sejak dokumen administrasi dan/atau dokumen rencana
teknis disetujui.
(4) Kelaikan fungsi bangunan Menara yang berdiri di atas tanah dilakukan
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun, kecuali terjadi kondisi darurat,
dan melaporkan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan Menara
kepada Bupati secara berkala setiap tahun.
(5) Kelaikan
fungsi bangunan Menara yang menjadi satu kesatuan
konstruksi dengan bangunan gedung mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan bangunan gedung.
(6) Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
berlaku tanpa batas waktu sepanjang tidak ada perubahan struktur atau
perubahan konstruksi Menara.
Pasal 16
(1) Penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(2) huruf a dapat menempatkan :
a. antena di atas bangunan gedung, dengan ketinggian sampai dengan 6
meter dari permukaan atap bangunan gedung sepanjang tidak
melampaui ketinggian maksimum selubung bangunan gedung yang
diizinkan, dan konstruksi bangunan gedung mampu mendukung beban
antena; dan/atau
b. antena yang melekat pada bangunan lainnya seperti papan reklame,
tiang lampu penerang jalan dan sebagainya, sepanjang konstruksi
bangunannya mampu mendukung beban antena.
(2) Penempatan antena sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b tidak memerlukan izin.
(3) Lokasi dan penempatan antena sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi ketentuan rencana tata ruang wilayah dan keselamatan
bangunan, serta memenuhi estetika.

BAB VII …
12

BAB VII
PENGGUNAAN BERSAMA MENARA
Pasal 17
Penyedia Menara atau pengelola Menara wajib memberikan kesempatan yang
sama tanpa diskriminasi kepada penyelenggara telekomunikasi untuk
menggunakan Menara secara bersama-sama sesuai kemampuan teknis
Menara.
Pasal 18
(1) Penyedia Menara atau pengelola Menara wajib memperhatikan ketentuan
perundang undangan yang terkait dengan larangan praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat.
(2) Penyedia Menara atau pengelola Menara wajib menginformasikan
ketersediaan kapasitas Menaranya kepada calon pengguna Menara secara
transparan.
(3) Penyedia Menara atau pengelola Menara wajib menggunakan sistem
antrian dengan mendahulukan calon pengguna Menara yang lebih dahulu
menyampaikan
permintaan
penggunaan
Menara
dengan
tetap
memperhatikan kelayakan dan kemampuan.
Pasal 19
Penggunaan bersama Menara wajib dituangkan dalam perjanjian tertulis dan
dilaporkan kepada satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan
komunikasi dan informatika.
Pasal 20
Setiap penyedia Menara berkewajiban untuk:
a. membangun Menara sesuai ketentuan yang ditetapkan.
b. mengasuransikan Menara dan menjamin seluruh resiko/kerugian yang
ditimbulkan akibat dari bangunan Menara sesuai dengan radius ketinggian
Menara;
c. melaksanakan kegiatan sesuai dengan perizinan yang diberikan;
d. melaksanakan ketentuan teknis, keamanan dan keselamatan serta
kelestarian fungsi lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan;
e. bertanggungjawab atas segala akibat yang timbul dari palaksanaan izin
yang diberikan;
f. memanfaatkan …

13

g. memanfaatkan Menara sesuai peruntukannya;
h. melakukan perawatan dan pemeliharaan secara berkala;
i. membayar pajak dan/atau retribusi sesuai peraturan
undangan;
j. memperbaiki Menara yang dinyatakan tidak layak fungsi;
k. membongkar Menara yang tidak layak fungsi dan tidak dapat
dan
l. mematuhi peraturan perundang-undangan.

perundang-

diperbaiki;

BAB VIII
BANGUNAN MENARA
Pasal 21
(1) Dalam hal terjadi sengketa yang berhubungan dengan persyaratan izin, izin
yang dimaksud tidak diterbitkan sampai dengan adanya kepastian hukum
bagi pemohon selaku yang berhak atas permohonan izin tersebut.
(2) Terhadap izin yang tidak diterbitkan sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada pemohon.
BAB IX
PEMBONGKARAN MENARA
Pasal 22
(1) Pembongkaran Menara wajib dilakukan pemilik Menara apabila:
a. tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
b. menara tidak dipergunakan atau berfungsi paling lama 12 (dua belas)
bulan berturut-turut;
c. menara tidak difungsikan sebagai Menara bersama;
d. kondisi Menara menimbulkan ancaman terhadap keselamatan/
keamanan lingkungan.
(2) Penyedia Menara yang membangun Menara bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pembongkaran Menara yang dibangun, sebagaimana yang
dimaksud ayat (1).
(3) Pelaksanaan pembongkaran Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB X …

14

BAB X
PENCABUTAN IZIN
Pasal 23

Izin Menara dicabut apabila :
a. penyedia Menara melampirkan dokumen atau data palsu sewaktu
mengajukan permohonan;
b. penyedia yang diterbitkan tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum
dalam surat izin Menara
c. penyedia Menara tidak melaksanakan kegiatan usahanya selama 12 (dua
belas) bulan secara berturut-turut atau lebih;
d. pengalihan kepemilikan perusahaan tanpa pemberitahuan kepada
Pemerintah Daerah ;
e. tidak memenuhi ketentuan persyaratan sebagaimana diatur dalam
Pasal
14; atau
f. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan.
BAB XI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 24
(1) Dalam melaksanakan pemantauan dan penjagaan ketertiban, masyarakat
mempunyai hak dan kewajiban.
(2) Hak masyarakat meliputi :
a. memantau dalam kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian,
maupun kegiatan pembongkaran;
b. memantau melalui kegiatan pengamatan, penyampaian masukan,
usulan dan pengaduan;
c. memantau dan melaporkan secara tertulis kepada Pemerintah Daerah
tentang indikasi bangunan Menara yang tidak sesuai dengan ketentuan
dan/ atau menimbulkan gangguan dan/ atau bahaya bagi pengguna,
masyarakat dan/ atau lingkungan;
d. pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf
c dilakukan secara obyektif dengan penuh tanggungjawab dan dengan
tidak menimbulkan gangguan dan/atau kerugian bagi penyedia
dan/atau pengguna, masyarakat dan lingkungan;
e. memberikan …

15

e. memberikan masukan maupun usulan kepada Pemerintah Daerah
dalam penyempurnaan peraturan, pedoman dan standar teknis dibidang
pembangunan Menara; dan
f. menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang
berwenang terhadap penyusunan rencana tata bangunan Menara dan
lingkungan, rencana teknis bangunan Menara dan kegiatan
penyelenggaraan yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
(3) Kewajiban masyarakat meliputi :
a. menjaga ketertiban dalam kegiatan pembangunan, pemanfaatan,
pelestarian maupun pembongkaran; dan
b. menjaga ketertiban penyelenggaraan bangunan Menara dengan
mencegah setiap perbuatan diri sendiri atau kelompok yang dapat
mengurangi tingkat keandalan bangunan Menara dan/ atau
menggangu penyelenggaraan bangunan Menara dan lingkungan;

BAB XII
PEMBINAAN, PENGAWASAN, PENGENDALIAN
DAN FASILITASI
Pasal 25
(1) Pembinaan, Pengawasan dan pengendalian terhadap pembangunan dan
penggunaan Menara dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah
yang membidangi urusan komunikasi dan informatika.
(2) Penyedia Menara wajib melaporkan setiap tahun mengenai keberadaan
Menara kepada Bupati.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi jumlah Menara,
pengguna Menara dan kondisi Menara.
Pasal 26
(1) Satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan komunikasi dan
informatika melakukan fasilitasi pelaksanaan Peraturan Daerah ini.
(2) Fasilitasi
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
mencakup
mengkoordinasikan, melaksanakan sosialisasi, supervisi dan asistensi
untuk kelancaran penerapan Peraturan Daerah ini.

BAB XIV …

16

BAB XIV
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 29
(1) Penyedia Menara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 dikenakan sanksi administrasi.
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. pencabutan izin; dan
d. denda.
Pasal 30
(1) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c dilakukan
melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing-masing (7 tujuh) hari.
(2) Apabila peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
diindahkan, dilanjutkan dengan penghentian sementara untuk jangka
waktu satu bulan.
(3) Apabila dalam masa penghentian sementara kegiatan telah memenuhi
persyaratan berdasarkan Peraturan Daerah ini, penyedia Menara
mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati untuk kegiatan dapat
beroperasi kembali.
(4) Apabila penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berakhir jangka waktunya dan tidak ada usaha perbaikan, izin Menara
dicabut.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan apabila
penyedia Menara tertangkap tangan adanya pelanggaran terhadap
ketentuan perizinan pada saat razia oleh suatu tim yang ditunjuk oleh
Bupati, izin Menara dapat dilakukan pembekuan izin atau dicabut dengan
ketentuan apabila :
a. tertangkap tangan ditemukan unsur pidana, izin yang diterbitkan
dicabut dan diproses sesuai jalur hukum;
b. tertangkap tangan adanya pelanggaran peraturan daerah ini selain
unsur pidana, izin yang diterbitkan dilakukan pembekuan;
c. pembekuan izin yang diterbitkan sebagaimana dimaksud pada
huruf
b, habis jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tidak
ada usaha perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), izin Menara
dicabut; dan
d. izin …
17

e. izin telah dicabut, penyedia Menara tertangkap tangan aktif
menjalankan usaha, dapat dilakukan penyegelan terhadap Menara oleh
pejabat yang berwenang sesuai ketentuan perundang-undangan.
BAB XV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 31
(1) Penyidik pegawai negeri sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah
diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan Penyidikan
atas tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan dan laporan
tersebut menjadi lebih jelas dan lengkap;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang,
pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang, pribadi atau badan;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen lain yang
berkenaan dengan tindak pidana;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti,
pembukuan, pencatatan dan dokumen lainnya serta melakukan
penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan;
g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud
pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyelidikan; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan
dimulainya penyidikan dan penyampaian hasil penyidikan kepada
penuntut umum, sesai dengan peraturan perundang-undangan
(4) Wewenang …

18

BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 32
(1) Barang siapa melakukan pelanggaran tehadap ketentuan Pasal 6 ayat (1)
diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan, atau denda
paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk tindak
pidana pelanggaran.

BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 33
(1) Menara yang dibangun sebelum Peraturan Daerah ini diterbitkan tetap
berdiri guna menjaga ketersediaan sarana telekomunikasi.
(2) Menara yang tidak difungsikan atau tidak dipergunakan dengan semestinya
harus dibongkar oleh pemiliknya.
(3) Apabila dalam waktu 2 (dua) tahun tidak dilakukan pembongkaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah dapat melakukan
pembongkaran sesuai peraturan perundang-undangan.
(4) Menara yang telah dibangun dan lokasinya sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah dan/atau rencana detail tata ruang diprioritaskan untuk
digunakan sebagai Menara bersama.

BAB XVIII …

19

BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,
agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tanah
Datar.
Ditetapkan di Batusangkar
pada tanggal 27 Juni 2016
BUPATI TANAH DATAR,
Ttd
IRDINANSYAH TARMIZI
Diundangkan di Batusangkar
Padatanggal 27 Juni 2016
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN TANAH DATAR
ttd
HARDIMAN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2016 NOMOR 1
NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR
PROVINSI SUMATERA BARAT : 1/2016

Salinan ini sesuai dengan aslinya
Kepala Bagian Hukum dan HAM
Setdakab Tanah Datar

JASRINALDI,SH,SSos
Nip.19671130 199202 1 002
20

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR
NOMOR 1 TAHUN 2016
TENTANG
PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BERSAMA MENARA TELEKOMUNIKASI

I. UMUM
Penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai peranan penting dan
strategis dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat sehingga harus
senantiasa ditingkatkan kualitas pelayanannya. Salah satu cara
meningkatkan kualitas pelayanan dibidang telekomunikasi adalah dengan
membuat pengaturan yang dapat memberikan kejelasan dan ketegasan
dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Menara merupakan salah satu
infrastruktur
pendukung
yang
utama
dalam
penyelenggaraan
telekomunikasi yang vital dan memerlukan ketersediaan lahan, bangunan
dan ruang udara, sehingga perlu ditata dan dikendalikan. Dalam rangka
efektivitas dan efisiensi penggunaan Menara harus memperhatikan faktor
keamanan lingkungan, kesehatan masyarakat dan estetika lingkungan.
Peraturan Daerah tentang pembangunan dan penggunaan bersama
Menara telekomunikasi mengatur tentang perencanaan lokasi Menara,
perizinan pembangunan Menara, pembangunan Menara, tata cara perizinan
pembangunan Menara, penggunaan bersama Menara, bangunan Menara,
pembongkaran Menara, pencabutan izin, peran serta masyarakat,
pembinaan, pengawasan, dan pengendalian, fasilitasi, pengecualian, dan
sanksi.
I. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Penyelenggaraan
telekomunikasi
memperhatikan
dengan
sungguh-sungguh asas
pembangunan nasional dengan
mengutamakan asas manfaat, asas adil dan merata, asas
kepastian hukum dan asas kepercayaan pada diri sendiri, serta
memperhatikan pula asas keamanan, kemitraan, dan etika.
a. Asas …
21

a. Asas manfaat berarti bahwa pembangunan telekomunikasi
khususnya penyelenggaraan
telekomunikasi akan Iebih
berdaya guna dan berhasil guna baik sebagai infrastruktur
pembangunan, sarana penyelenggaraan pemerintahan, sarana
pendidikan, sarana perhubungan, maupun sebagai komoditas
ekonomi yang dapat Iebih meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat lahir batin;
b. Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan
telekomunikasi memberikan kesempatan dan perlakuan yang
sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan hasilhasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata;
c. Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan
telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi
harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang
menjamin kepastian hukum, dan memberikan perlindungan
hukum baik bagi para investor, penyelenggara telekomunikasi,
maupun kepada pengguna telekomunikasi.
d. Asas
keamanan
dimaksudkan
agar
penyelenggaraan
telekomunikasi selalu memperhatikan faktor keamanan dalam
perencanaan, pembangunan, dan pengoperasiannya.
e. Asas kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan
telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang
harmonis, timbal balik, dan sinergi dalam penyelenggaraan
telekomunikasi.
f. Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan
telekomunikasi
senantiasa
dilandasi
oleh
semangat
profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan.
g. Asas kepercayaan pada diri sendiri, dilaksanakan dengan
memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional
secara efisien serta penguasaan teknologi telekomunikasi,
sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan mengurangi
ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi
persaingan global.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6 …
22

Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27 …
23

Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2016
NOMOR 1.

24

BUPATI TANAH DATAR
PROVINSI SUMATERA BARAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR
NOMOR 2 TAHUN 2016
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENGGILINGAN PADI, HULLER
DAN PENYOSOHAN BERAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI TANAH DATAR,
Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan mutu dan kualitas produksi
beras, diperlukan penyelenggaraan proses pasca panen
yang baik dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah;
b. bahwa dengan meningkatnya jumlah penggilingan padi,
huller dan penyosohan beras di Kabupaten Tanah Datar
perlu penataan dan pembinaan dalam rangka
menciptakan iklim usaha yang sehat;
c. bahwa untuk penyelenggaraan huller, penggilingan padi
dan penyosohan beras perlu adanya pedoman yang
mengatur tentang penyelenggaraan penggilingan padi,
huller, dan penyosohan beras;
d. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud huruf a, huruf b, dan huruf c,
perlu
menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan
Penggilingan Padi, Huller, dan Penyosohan Beras;
Mengingat
: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang
Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam
Lingkungan
Daerah
Propinsi
Sumatera
Tengah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956
Nomor 25) ;
3. Undang …

25

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1971 tentang
Perusahaan Penggilingan Padi, Huller dan Penyosohan
Beras (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1971 Nomor 85);
5. Keputusan
Menteri
Pertanian
Nomor
859/Kepts/TP.250/11/1998
tentang
Pedoman
Pembinaan Perusahaan Penggilingan Padi, Huller dan
Penyosohan Beras;
Peraturan
Menteri
Pertanian
Nomor
32/Permentan/OT.140/3/2007
tentang
Pelarangan
Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya Pada Proses
Penggilingan Padi, Huller dan Penyosohan Beras;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR
dan
BUPATI TANAH DATAR
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN
DAERAH
TENTANG
PENYELENGGARAAN
PENGGILINGAN PADI, HULLER, DAN PENYOSOHAN BERAS.

BAB I …

26

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Tanah Datar.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Bupati adalah Bupati Tanah Datar.
4. Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan
pertanian dan tanaman pangan Kabupaten Tanah Datar.
5. Huller adalah setiap perusahaan yang digerakkan dengan tenaga motor
penggerak dan ditujukan serta digunakan untuk mengolah padi/gabah
menjadi beras pecah kulit.
6. Penggilingan Padi adalah setiap perusahaan yang digerakkan dengan
tenaga motor penggerak dan ditujukan serta digunakan untuk mengolah
padi/gabah menjadi beras sosoh.
7. Penyosohan Beras adalah setiap perusahaan yang digerakkan dengan
tenaga motor penggerak dan ditujukan serta digunakan untuk mengolah
beras pecah kulit menjadi beras sosoh atau mengolah beras sosoh menjadi
beras yang lebih baik lagi.
8. Penanganan Pasca Panen adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
setelah panen sampai dengan siap dikonsumsi dan/atau diolah.
9. Beras Pecah Kulit adalah beras yang telah mengalami proses penghilangan
sekam.
10. Beras Sosoh adalah beras pecah kulit yang telah disosoh menjadi beras
yang bisa dikonsumsi.
11. Beras adalah hasil utama dari proses penggilingan gabah hasil tanaman
padi yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau
sebagian lembaga dan lapisan bekatulnya telah dipisahkan.
12. Pelaku Usaha adalah setiap orang atau badan yang memiliki huller,
penggilingan padi, dan penyosohan beras.

13.Tanda ...
27

13. Tanda Daftar Usaha selanjutnya disingkat TDU adalah pernyataan tertulis
yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada pelaku usaha
perusahaan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras skala kecil.
14. Izin Usaha adalah pernyataan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang
berwenang kepada pelaku usaha perusahaan Huller, Penggilingan Padi
dan Penyosohan Beras skala besar.
15. Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada
orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan
bahaya, kerugian, dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan
yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
16. Surat Izin Usaha Perdagangan selanjutnya disingkat SIUP adalah surat
izin untuk melaksanakan usaha perdagangan.
17. Perusahaan Skala Kecil adalah perusahaan yang memiliki kapasitas giling
sampai dengan 1500 kg/jam setara beras/unit usaha.
18. Perusahaan Skala Besar adalah perusahaan yang memiliki kapasitas
giling lebih besar dari 1500 kg/jam setara beras/unit usaha.
Pasal 2
Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah
dalam melakukan pembinaan, pemberian perizinan dan melakukan
pengawasan terhadap Penyelenggaraan Huller, Penggilingan Padi, dan
Penyosohan Beras.
Pasal 3
Peraturan Daerah ini bertujuan untuk:
a. menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui persaingan yang sehat
sehingga perusahaan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras
dapat lebih maju, tangguh, efisien dan mandiri;
b. meningkatkan pembinaan pada pelaku usaha Huller, Penggilingan Padi
dan Penyosohan Beras dalam rangka menumbuhkan daya saing melalui
peningkatan mutu dan menekan kehilangan hasil;
c. terciptanya pelayanan perizinan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan
Penyosohan Beras yang efektif, kontiniu, prima dan berdayaguna bagi
pelaku usaha; dan
d. mengawasi penyelenggaraan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan
Beras.
Pasal 4 ...
28

Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan Peraturan Daerah ini terdiri atas :
a. usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras;
b. perizinan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras;
c. hak dan kewajiban pelaku usaha;
d. tata cara pengenaan sanksi administrasi;
e. peran serta masyarakat ; dan
f. pembinaan dan pengawasan.
BAB II
USAHA HULLER, PENGGILINGAN PADI DAN PENYOSOHAN BERAS
Pasal 5
Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras merupakan usaha
pada penanganan pasca panen.
Pasal 6
Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan di luar pemukiman penduduk guna
menghindari kebisingan dan pencemaran lingkungan.

Pasal 7
(1) Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan oleh Pelaku Usaha yang terdiri dari:
a. perusahaan skala kecil; atau
b. perusahaan skala besar.
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat sekaligus
menggabungkan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras
disatu tempat.
Pasal 8
(1) Pelaku Usaha dalam melakukan kegiatan Huller, Penggilingan Padi dan
Penyosohan Beras perlu memperhatikan peningkatan mutu hasil dan
penghitungan perkiraan kehilangan hasil.
(2) Kegiatan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras dalam
rangka peningkatan mutu dan perkiraan kehilangan hasil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut :
a. pengumpulan;
b. pengeringan;
c.Pengilingan …
29

c. penggilingan;
d. penyosohan; dan
e. pengemasan dan penyimpanan.
Pasal 9
(1) Kegiatan pengumpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
huruf a berupa pengumpulan padi dan beras sosoh yang akan digiling di
Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras pada suatu tempat atau
wadah.
(2) Tempat pengumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi alas
guna menghindari susut atau kehilangan hasil karena tercecer, rusak
dan/atau kotor.
Pasal 10
(1) Kegiatan pengeringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
huruf b dilakukan pada Huller Penggilingan Padi dalam bentuk
pengeringan bulir padi agar mudah terkelupas dan menghindari
pertumbuhan tunas atau kapang.
(2) Kegiatan pengeringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dibawah sinar matahari langsung dan/atau pengering buatan.
Pasal 11
(1) Kegiatan penggilingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
huruf c berupa pemisahan bulir padi dari kulit padi yang menghasilkan
Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh.
(2) Pemisahan bulir padi menjadi Beras Pecah Kulit pada huller sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menghasilkan sekam dan/atau dedak.
(3) Pemisahan Beras Pecah Kulit menjadi Beras Sosoh pada penyosohan
beras sebagaimana pada ayat (1) menghasilkan dedak.
(4) Sekam dan/atau dedak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
dikelola dengan baik oleh Pelaku Usaha sehingga tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan.
Pasal 12
(1) Kegiatan penyosohan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf
d berupa pemisahan bekatul Beras menjadi Beras yang lebih baik.
(2) Pemisahan bekatul Beras sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan tetap menjaga keutuhan butir Beras.
(3) Pemisahan bekatul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan
Beras putih yang utuh dan murni.
Pasal 13 ...
30

Pasal 13
Kegiatan pengemasan dan penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (2) huruf e memperhatikan :
a. daya tahan dan daya simpan Beras;
b. media pengemasan dan penyimpanan yang bersih dan layak;
c. suhu, tekanan dan kelembapan udara dalam ruang penyimpanan Beras;
dan/atau
d. keamanan dari gangguan faktor luar yang merusak kualitas Beras.
Pasal 14
(1) Pelaku Usaha dalam melakukan kegiatan Huller, Penggilingan Padi dan
Penyosohan Beras dilarang menggunakan bahan kimia berbahaya.
(2) Pelaku Usaha dalam melakukan kegiatan Huller, Penggilingan Padi dan
Penyosohan Beras dilarang menggunakan bahan kimia berbahaya.
(3) Jika bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pada proses
Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras belum termasuk sebagai
bahan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
mendapatkan persetujuan dari Dinas.
(4) Setiap Pelaku Usaha yang menggunakan bahan kimia berbahaya dan
bahan tambahan pada proses Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan
Beras sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tanpa persetujuan
Dinas dikenakan sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis; dan
b. pencabutan izin.
Pasal 15
(1) Peralatan dan mesin yang digunakan pada kegiatan Usaha Huller,
Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras perlu memperhatikan kualitas
dan kuantitas Beras yang dihasilkan.
(2) Peralatan dan/atau mesin yang digunakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditentukan sebagai berikut :
a. sesuai dengan tujuan penggunaan;
b. permukaan peralatan yang berhubungan dengan bahan yang
diproses tidak berkarat dan tidak mudah mengelupas;
c. mudah dikontrol; dan
d. tidak mencemari hasil.
BAB III …

31

BAB III
PERIZINAN USAHA HULLER, PENGGILINGAN PADI DAN PENYOSOHAN
BERAS
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16
(1) Setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan Huller, Penggilingan Padi
dan Penyosohan Beras wajib memiliki Izin.
(2) Izin penyelenggaraan Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Bupati.
(3) Bupati dapat melimpahkan kewenangan penerbitan izin penyelenggaraan
huller sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kepala Dinas atau
pejabat yang bertanggung jawab di bidang pelayanan satu pintu.
(4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. TDU untuk perusahaan berskala kecil; dan
b. Izin Usaha untuk perusahaan berskala besar.
(5) Setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan Usaha Huller, Penggilingan
Padi dan Penyosohan Beras sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
tidak memiliki Izin, dikenakan sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis; dan
b. penutupan sementara.
Bagian Kedua
Permohonan Pelayanan Perizinan Usaha Huller, Penggilingan Padi
dan Penyosohan Beras
Pasal 17
(1) Pelaksanaan pemberian Izin penyelenggaraan Huller, Penggilingan Padi dan
Penyosohan Beras berdasarkan prinsip :
a. transparan;
b. pelayanan cepat dan tepat; dan
c. dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Bupati
melalui
Dinas
melakukan
pelayanan
pemberian
Izin
penyelenggaraan Usaha Huller, Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras
berdasarkan permohonan secara tertulis dari Pelaku Usaha.
(3) Jenis …

32

(3) Jenis layanan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. permohonan TDU dan Izin Usaha baru; dan/atau
b. perpanjangan TDU.
Bagian Ketiga
Persyaratan
Pasal 18
(1) Permohonan TDU dan Izin Usaha baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (3) huruf a harus memenuhi persyaratan yang meliputi :
a. persyaratan administrasi;dan
b. persyaratan teknis.
(2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
untuk TDU terdiri atas :
a. mengisi formulir isian;
b. menyerahkan fotokopi Izin Gangguan;
c. menyerahkan fotokopi KTP Pelaku Usaha; dan
d. menyerahkan pas foto warna ukuran 3 x 4.
Pasal 19
(1) Persyaratan teknis untuk permohonan izin usaha baru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. peralatan yang digunakan harus mendukung kualitas dan kuantitas
beras;
b. untuk Huller menggunakan peralatan pecah kulit yang baik;
c. untuk Penggilingan Padi paling sedikit menggunakan paket peralatan
yang terdiri dari peralatan pecah kulit yang baik; dan
d. untuk Penyosohan Beras menggunakan mesin penyosoh secara
bertingkat yaitu lebih dari satu kali penyosohan.
(2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. rubber roll husker;
b. pelmolen;
c. flash type husker;
d. Separator;
e. Polisher; dan/atau
f. peralatan dan/atau mesin yang direkomendasikan oleh Dinas.

Pasal 20 …
33

Pasal 20
Permohonan perpanjangan TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
(3) huruf b, harus memenuhi persyaratan meliputi :
a. mengisi formulir isian;
b. menyerahkan fotokopi Izin Gangguan;
c. menyerahkan fotokopi KTP Pelaku Usaha;
d. menyerahkan pas foto warna ukuran 3 x 4; dan
e. menyerahkan TDU lama yang masih berlaku.

ayat

Pasal 21
(1) TDU atau Izin Usaha harus didaftarkan kembali jika Pelaku Usaha
melakukan perubahan lokasi, kepemilikan usaha dan/atau kapasitas
mesin.
(1) Pendaftaran perubahan lokasi, kepemilikan usaha dan/atau kapasitas
mesin dilakukan oleh Pelaku Usaha dengan melampirkan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
Pasal 22
(1) Permohonan untuk TDU atau Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (4) huruf a dan huruf b diajukan oleh Pelaku Usaha secara
tertulis kepada Bupati melalui Dinas atau Pejabat yang bertanggungjawab
di bidang pelayanan satu pintu.
(2) Kepala Dinas atau Pejabat yang berta