Peran DPRD Dalam Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah (Studi pada DPRD Provinsi Sumatera Utara Priode 2010 – 2011)Kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara

(1)

PERAN DPRD DALAM FUNGSI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

(Studi pada DPRD Provinsi Sumatera Utara Priode 2010 – 2011) Kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan meneyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Depertemen Ilmu Administrasi Negara

Di susun

OLEH :

NAMA : AISYATURRIDHA SIREGAR

NIM : 070903019

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh :

Nama : AISYATURRIDHA SIREGAR NIM : 060.903.019

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

JUDUL : PERAN DPRD DALAM FUNGSI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

(Studi pada DPRD Provinsi Sumatera Utara Priode 2010 – 2011)

Kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara/ JL. Kapten Maulana No: 01 MEDAN.

Medan, 20-07-2012 Pembimbing Ketua Departemen A.N

Drs.M.Husni Thamrin Nst,M.Si Drs.M.Husni Thamrin Nst,M.Si NIP : 196401081991021001 NIP : 196401081991021001

Dekan FISIP USU

Prof.Dr.Badaruddin M.Si NIP : 196805251992031002


(3)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan ... i

Abstrak ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar isi... vii

Daftar gambar & tabel ... BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Pembatasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Kerangka Teori ... 6

1.6.1 Pengambilan Keputusan ... 6

1.6.1.1 Teori Pengambilan Keputusan ... 6

1.6.1.2 Tehnik Pengambilan Keputusan ... 8

1.6.2 ProsesPengambilan Kebijakan ... 9

1.6.2.1 Tahapan Kebijakan ... 9

1.6.2.2 Perumusan Kebijakan ... 13

1.6.2.2.1 Perumusan Masalah ... 14

1.6.2.2.2 Agenda Kebijakan ... 14

1.6.2.2.3 Pemilihan Alternatif Kebijakan ... 15

1.6.2.2.4 Tahapan Penetapan Kebijakan ... 15

1.6.2.3 Model Pengambilan Keputusan ... 16

1.6.3 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ... 18

1.6.3.1 DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat ... 18

1.6.3.2 Peran dan Fungsi Lembaga Perwakilan Daerah... 19

1.6.3.3 Jenis-Jenis Perwakilan ... 22

1.6.3.4 Hubungan Legislatif – Eksekutif ... 24

1.6.4 Peraturan Daerah... 26

1.6.4.1 Pengertian Peraturan Daerah ... 26

1.6.4.2 Bentuk Perundang – Undangan Tingkat Daerah ... 27

1.6.4.3 Azas Pembentuk Peraturan Daerah ... 29

1.7 Definisi Konsep ... 31

BAB II : METODOLOGI PENELITIAN 32

2.1 Bentuk Penelitian ... 32

2.2 Lokasi Penelitian ... 32

2.3 Informan Penelitian ………... 32

2.4 Pengumpulan Data ……….. ... 33

2.5 Tehnik Analisa Data ………... 34

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 35

3.1 Kota Medan ……… ... 35

3.1.1 Lambang Kota Medan ………... 35

3.1.2 Sejarah Kota Medan ……… ... 36

3.1.3 Visi dan Misi ……… ... 38


(4)

3.1.3.2 Misi ……… ... 39

3.1.4 Kota Medan Sebagai Daerah Otonom ………... 46

3.1.5 Kewenangan Pemerintah Kota ……… ... 48

3.2 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Prov.Sumut………... 49

3.2.1 Kedudukan DPRD ……… ... 49

3.2.2 Fungsi,Tugas dan Wewenang DPRD ……… ... 50

3.2.3 Hak dan Kewajiban DPRD ……… ... 51

3.2.4 Alat Kelengkapan DPRD ……….. ... 58

3.3 Proses Pembentukan Perda ……… ... 64

BAB IV : PENYAJIAN DATA 72

4.1 Deskripsi Data Variabel Penelitian ………. ... 72

4.1.1 Responden Mengenai Tugas,Kewajiban dan wewenang Sebagai Anggota DPRD Prov.Sumut………. ... 72

4.1.2 Responden Mengenai Pemahaman Dengan baik ahapan Pembentukan Perda ……… ... .73

4.1.3Responden Pembentukan Perda Menunggu Ajuan Dari Kepala Daerah ... 74

4.1.4 Responden Mengenai Kepala Daera (Eksekutif) Bersifat Dominan ……… ... 74

4.1.5 Responden Menyoalkan KepentinganTertentu Sekelompok Masyarakat ………. ... 74

4.1.6 Responden Mengenai Perda Yang Mencerminkan Apirasi Masyaraka... 75

4.1.7.Responden Yang Mengikuti Kursus dan Penataran ... 75

4.1.8. Responden Dalam Menjalankan Tugasnya Dibantu Oleh Staff Ahli . 76 4.1.9 Responden Mengenai Dukungan Pemerintah Dalam Menjalankan Tugasnya ... 76

4.1.10 Responden Mengenai Kemanfaatan bantuan Sarana dan Prasarana Dalam menajalankan Tugas dan Fugsi ... 77

BAB V : ANALISA DATA 78

5.1 Pelaksanaan Fungsi Legislasi Anggota DPRD Prov.Sumut ... 78

5.1.1 Aspek Pembentukan Perda ………… ... 78

5.1.2 Aspek Penetapan Kebijakan ………. ... 82

5.1.3 Aspek Fungsi DPRD sebagai Penyalur aspirasi Masyarakat… ... 85

5.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi fungsi DPRD Prov.Sumut …. .... 87

5.2.1 Faktor penghambat ………. .... 88

BAB VI : PENUTUP 97

6.1 Kesimpulan ... 97

6.2 Saran . ... 98 D A F T A R P U S T A KA


(5)

ABSTRAK

PERAN DPRD FUNGSI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Studi Pada DPRD Provinsi SUMUT Priode 2011 - 2012) Nama

: Aisyaturridha Siregar NIM

: 070903019 Departemen

: Ilmu Administrasi Negara Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Pembimbing

: Drs. M.Husni Thamrin Nst,M.si

Kepentingan dan aspirasi masyarakat harus dapat ditangkap oleh pemerintah daerah maupun Dewan Perwakilanm Rakyat Daerah. Sebagai reppresentasi perwakilan rakyat dalam struktur kelembagaan pemerintahan daerah yang menjalankan fungsi pemerintahan yang bertujuan sebagaimana yang disebutkan diatas. Pemerintah Daerah menjalankan fungsi pemerintahan dan DPRD

menjalankan fungsi legislasi, fungsi penganggaran (budgeting) dan fungsi pengawasan.

Fungsi dan tugas dan kewenangan Peraturan Daerah (Perda) belum dioptimalkan sesuai dengan tugas dan kewenangan DPRD bersama dengan Kepala Daerah (Eksekutif) membentuk Perda. Peningkatan kemampuan DPRD dalam merumuskan Perda ini menjadi penting karena selama ini DPRD dianggap sebagai lembaga yang hanya melegalisir keinginan pihak eksekutif.DPRD dan Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab yang sama mewujudkan Pemerintah Daerah yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel dalam memberikan

pelayanan dan peningkatan kesejahteraan manusia.

Belum maksimalnya peran dan fungsi DPRD Kota Medan, dikarenakan faktor-faktor kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), tenaga ahli yang belum tersedia dan tatib DPRD yang terlalu detail, sehingga terkesan bertele-tele dalam pembentukan Ranperda. Disamping itu tentu saja ada faktor pendukung dalam kelancaran fungsi legislasi, yaitu dukungan anggaran dan sarana oleh Pemerintah Kota Medan dan mekanisme kepartaian yang multi partai, sehingga tidak adanya partai yang lebih dominan dalam pembentukan Ranperda.


(6)

KATA PENGANTAR

Dari dasar hati saya yang tulus dikesempatan ini saya menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemudahan dan kemurahan kepada saya, yang telah membukakan tiap –tiap kemurahan hati Bapak / Ibu untuk meluangkan waktu untuk mendidik, mengajar dan membimbing saya, dan yang telah dengan segenap kebesaran hati ayah dan ibu saya mensupport ,menuntun dan berdaya upaya hingga saya sampai di penghujung perkuliahan saya pada Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU Medan.

Sebagaimana prasyarat untuk menerima gelar sarjana (S1), Alhamdulillah dengan bantuan dan perhatian dari berbagai pihak, Skripsi saya “ Peran DPRD Dalam Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah” ini dapat tersiapkan dengan baik.

Untuk tiap hal yang telah mengantarkan saya dan kesiapan Bapak / Ibu yang tetap dengan penuh semangat memberikan yang terbaik kepada saya selama berkuliah, saya menyampaikan terima kasih :

1. Bapak Prof.Dr.Badaruddin,M.Si , Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak .Drs.M.Husni Thamrin Nst,M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan juga Dosen Pembimbing saya yang sangat bijaksana


(7)

dan sangat dicintai oleh seluruh mahasiswa Administrasi Negara.Terima kasih karena telah memberikan saya kesempatan untuk mengganti Dosen Pembimbing Saya.

3. Ibu Dra.Elita Dewi ,MSi Selaku Sekertaris Departemen dan juga selaku Dosen Pembimbing kelompok 8 yang telah banyak memberikan arahan , memberikan waktu pada saat bimbingan proposal magang di desa Bagan Kuala Kab. Serdang Bedagai, dan mengajarkan kelompok 8 tentang pentingnya kedisiplinan.

4. Ibu Prof.Dr.Erika Revida,MSi. Selaku Dosen Wali yang dalam masa perkuliahan telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam berbagai hal.

5. Bapak Drs.Ridwan Rangkuti , Msi,Ibu Arlina,SH dan Ibu Siswati,S.sos yang selama masa perkuliahan telah sangat banyak memberikan arahan dan semangat kepada saya.Para Staf Dosen dan Asisten Dosen

Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah membagikan Ilmunya selama saya berkuliah.

6. Kak Mega,kak Dian ,Bang Arza,selaku staf pegawaiDepartemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

7. Sahabat & teman – teman saya yang selama perkuliahan dengan penuh kenangan yang telah memberikan warna – warni persahabatan yang berujung pada pendewasaan diri .Semua kenangan sejak masa matrikulasi


(8)

perkuliahan,inisiasi,terutama kelompok kerja magang saya di desa Bagan Kuala Kab. Serdang Bedagai 2012, selalu saya simpan dengan baik dalam ingatan saya.

Dan perkenankanlah saya melalui ungkapan ini memohon kemaafan yang tulus dari Bapak/Ibu Staf Dosen/Asisten Dosen/Staf Pegawai,Sahabat dan teman-teman angkatan 2007 pada khususnya,jika ada kesalahan,kesilapan,perlakuan,perkataan dan sikap saya yang tidak berkenan dihati selama masa menjalani perkuliahan, berikanlah kemaafan kepada saya.

Khusus kepada Kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan keizinan kepada saya unntuk melakukan penelitian dan wawancara dalam rentang waktu April s/d Juli 2012 saya sampaikan terima kasih atas ketersiapan dan kepedulian: Bapak H.Arifin

Nainggolan,SH,M,Si.dari Partai Demokrat, Bapak Pasirruddin Daulay dari PKB selaku anggota Komisi A (bidang pemerintahan),Bapak Maratua Siregar dari PAN selaku Ketua Komisi D (bidang pembangunan),yang juga merupakan paman saya.

Segenap apa yang telah saya raih ini tetap sepenuhnya berkat kekuatan dan semangat dan perhatian yang senantiasa saya dapatkan dari

orangtua,kakak,abang, dan semua saudara saya tercinta:

1.Ayah yang sangat saya cinta, H.Soripada Wahab Siregar, yang telah memberikan kasih sayang yang sangat besar dibandingkan dengan adik saya , nasehat untuk jangan pernah takut apabila kita tidak salah,dan


(9)

harapan besar ayah untuk memberikan pendidikan setinggi-tingginya. Ayah, akhirnya saya mampu menyelesaikan skripsi ini.terima kasih atas doa nya dan semoga saya bisa menjadi anak kebanggaan ayah.Saya memohon maaf apabila dalam perkuliahan saya selama 5 tahun ini,ada sikap saya yang kurang berkenan di hati ayah.

2.Ibu saya, Hj.NurHabibah Sihombing,sumber semangat dan sumber kekuatanku

menyelesaikan Skripsi ini. Terima kasih atas kesabarannya selama ini dalam menghadapi sikap saya yang terlalu santai dalam menyelesaikan perkuliahan.mengingatkanku untuk tiap kebaikan dan kebenaran dalam hidup guna meraih kehidupan yang di Ridhoi Allah.

3.Bapak Drs.Arifin Siregar, selaku staf kemahasiswaan di Biro Rektor USU, terima kasih atas dukungan dan perhatiannya dari saya masuk perkuliahan hingga saat ini.

4.Bapak Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar,SpPD - KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran USU , terima kasih atas dukungannya dan perhatiannya.Semoga jalan untuk menjadi Bupati semakin lancar.

5.Patima Tuzzahra Siregar,Husnul Fadillah Siregar dan Raja Lumayang Lucky

Fadillah Siregar adalah adik – adikku yang sangat saya sayangi.Saya bangga memiliki adik seperti kalian.


(10)

Khususnya kepada kak Eka Syari Novalia Siregar , selaku Direktur Nayla Hakim Tour & Travel yang telah memberikan saya beberapa kali izin keluar dari kantor demi urusan penelitian.Terima kasih atas

pengertiannya kak sehingga skripsi saya ini bisa terselesaikan bersamaan dengan jadwal kerja saya.

Medan, 24 – Juli – 2012

Penulis,


(11)

ABSTRAK

PERAN DPRD FUNGSI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (Studi Pada DPRD Provinsi SUMUT Priode 2011 - 2012) Nama

: Aisyaturridha Siregar NIM

: 070903019 Departemen

: Ilmu Administrasi Negara Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Pembimbing

: Drs. M.Husni Thamrin Nst,M.si

Kepentingan dan aspirasi masyarakat harus dapat ditangkap oleh pemerintah daerah maupun Dewan Perwakilanm Rakyat Daerah. Sebagai reppresentasi perwakilan rakyat dalam struktur kelembagaan pemerintahan daerah yang menjalankan fungsi pemerintahan yang bertujuan sebagaimana yang disebutkan diatas. Pemerintah Daerah menjalankan fungsi pemerintahan dan DPRD

menjalankan fungsi legislasi, fungsi penganggaran (budgeting) dan fungsi pengawasan.

Fungsi dan tugas dan kewenangan Peraturan Daerah (Perda) belum dioptimalkan sesuai dengan tugas dan kewenangan DPRD bersama dengan Kepala Daerah (Eksekutif) membentuk Perda. Peningkatan kemampuan DPRD dalam merumuskan Perda ini menjadi penting karena selama ini DPRD dianggap sebagai lembaga yang hanya melegalisir keinginan pihak eksekutif.DPRD dan Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab yang sama mewujudkan Pemerintah Daerah yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel dalam memberikan

pelayanan dan peningkatan kesejahteraan manusia.

Belum maksimalnya peran dan fungsi DPRD Kota Medan, dikarenakan faktor-faktor kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), tenaga ahli yang belum tersedia dan tatib DPRD yang terlalu detail, sehingga terkesan bertele-tele dalam pembentukan Ranperda. Disamping itu tentu saja ada faktor pendukung dalam kelancaran fungsi legislasi, yaitu dukungan anggaran dan sarana oleh Pemerintah Kota Medan dan mekanisme kepartaian yang multi partai, sehingga tidak adanya partai yang lebih dominan dalam pembentukan Ranperda.


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Hubungan antara pemerintah dan DPRD seyogyanya merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintah daerah memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini dapat dicerminkan dalam membuat kebijakan daerah berupa peraturan daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung (sinergi) bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.

Namun dalam kenyataan sinargisme tersebut belum dapat berjalan secara optimal. Kesetaraan hubungan tersebut sering kali dimaknai lain, yang mengurangi fungsi dan kewenangan dewan. Sebagai contoh masih banyaknya produk peraturan-peraturan daerah yang merupakan inisiatif dari pemerintah daerah, bukan dari DPRD, padahal jika kita merujuk pada Pasal 95 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2004 dengan tegas dinyatakan bahwa “DPRD memegangn kekuasaan membentuk Peraturan Daerah”. Ini artinya bahwa


(13)

“Leading Sector” pembentukan Perda seharusnya ada ditangan DPRD. Belum lagi yang berkaitan dengan “bargaining position” dalam pembahasan APBD, DPRD masih dalam posisi yanglemah. Bagaimana tidak, draft Perda APBD tersebut biasanya masuk ke Dewan dalam jangka waktu yang sangat pendek, sehingga sangat sulit bagi Dewan untuk secara teliti mengkaji substansi dari draft tersebut. Selain kedua contoh diatas, jika kita lihat dari aspek penganggaran yang dimiliki Dewan masih sangat timpang dibandingkan dengan penganggaran yang ada di Pemerintah Daerah. Dewan tidak mempunyai otonomisasi anggaran yang dapat mendukung fungsi dan kinerja nya secara optimal, sehingga tidak aneh jika seringkali muncul “rumor” bahwa DPRD hanya sebagai “rubber stamp” yang meligitimasi semua kebijakan pemerintah.

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewanangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prisip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa utnuk menangani urusan pemerintah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban senyatanya telah ada dan berpotensi utnuk tumbuh hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan yang lainnya.


(14)

Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya utnuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.

Kepentingan dan aspirasi masyarakat tersebut harus dapat ditangkap oleh pemerintah daerah maupun Dewan Perwakilanm Rakyat Daerah. Sebagai reppresentasi perwakilan rakyat dalam struktur kelembagaan pemerintahan daerah yabng menjalankan fungsi pemerintahan yang bertujuan sebagaimana yang disebutkan diatas. Pemerintah Daerah menjalankan fungsi pemerintahan dan DPRD menjalankan fungsi legislasi, fungsi penganggaran (budgeting) dan fungsi pengawasan.

Dalam fungsi peraturan DPRD diberi kewenangan untuk membuat Peraturan Daerah dalam pelaksanaannya fungsi ini dapat digunakan melalui hak inisitif / hak prakarsa dan hak amandemen / hak perubahan. Dengan dijalankannya fungsi maka kebijakan-kebijakan pemerintah didaerah lebih mencerminkan kehendak rakyat.

Fungsi dan tugas dan kewenangan Peraturan Daerah (Perda) belum dioptimalkan sesuai dengan tugas dan kewenangan DPRD bersama dengan Kepala Daerah (Eksekutif) membentuk Perda. Peningkatan kemampuan DPRD dalam merumuskan Perda ini menjadi penting karena selama ini DPRD dianggap


(15)

sebagai lembaga yang hanya melegalisir keinginan pihak eksekutif. Hal ini akibat dari UU No. 5/1974 tentang Pemerintahan daerah, bahwa Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah (Eksekutif) dan DPRD (Legislatif) sedangkan berdasarkan UU No. 22/1999 DPRD sebagai Bdan legislative Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah bekedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah dan bersama-sama membentuk/merumuskan Perda. DPRD dan Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab yang sama mewujudkan Pemerintah Daerah yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel dalam memberikan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan manusia.

Berdasarkan penegasan tersebut, DPRD harus dapat memberikan dukungan kepada Pemerintah Daerah yang efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu dalam penyelenggaraan otonomi daerah suka atau tidak suka dibutuhkan dukungan DPRD agar tercipta pemerintahan daerah yang stabil sehingga masyarakat dapat merasakan manfatnya.

Berdasarkan hal tersebut di atas penulis merasa tertarik untuk memilih judul “Peran DPRD Dalam Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah” (Periode 2010-2011).

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah “Bagaimana Peran DPRD dalam Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah ?”.


(16)

1.3Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup permasalahan yang terlalu luas, Penulis memberikan pembatasan masalah. Pembatasan masalah tersebut adalah :

1. Bagaimakanak peran DPRD Kota Medan dalam fungsi pembentukan Perda pada periode 2010 – 2011 ?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung dalam pembentukan Perda ?.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Mendapatkan gambaran tentang peran DPRD Kota Medan di dalam fungsi pembentukan Peraturan Daerah.

2. Mengidentifikasi factor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung di dalam fungsi pembentukan Peraturan Daerah oleh DPRD.


(17)

1.5Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Mendapat gambaran seberapa besar peran DPRD Kota Medan di dalam

pembentukan Peraturan Daerah.

2. Mengidentifikasi factor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dan pendukung di dalam pembentukan Peraturan Daerah oleh DPRD.

3. Memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat umumnya dan kepada mahasiswa khususnya memberikan informasi ilmiah mengenai pembentukan Peraturan Daerah oleh DPRD

4. Memberikan masukan positif kepada anggota DPRD Kota Medan dalam menjalankan peran sesuai dengan fungsinya dalam pembentukan Peraturan Daerah.

1.6 Kerangka Teori

Menurut Kerlinger, bahwa teori adalah serangkaian asumsi, konsep, definisi dan prosporsi untuk menerangkan suatu fenomena social secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir untuk menunjukkan perspektif yang digunakan untuk memandang fenomena social yang menjadi objek penelitian, tanpa adanya kerangka teori, seorang peneliti akan mengalami kesulitan dalam mendeskripsikan


(18)

persoalan apa yang menjadi objeknya, sehingga peneliti tersebut menjadi titik terarah.

Dari gambaran tersebut, penulis mengungkapkan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

1.6.1 Pengambilan Keputusan

1.6.1.1 Teori Pengambilan Keputusan

Keputusan menurut atmosudirdjo (dalam Soenarko 2003:29) adalah pengakhiran daripada proses pemikiran tentang apa yang dianggap sebagai masalah, sebagai suatu yang merupakan penyimpangan daripada yang dikehendaki, direncanakan atau dituju, dengan menjatuhkan pilihan pada salah satu altenatif pemecahannya.

Pengambilan keputusan dalam kebijakan pemerintah tidaklah harusnya benar, tetapi juga harus baik artinya bermanfaat bagi rakyat dan Negara.

Pengambilan keputusan (decision making) dalam pengambilan keputusan kebijakan (policy making) merupakan kegiatan yang sangat penting, merupakan kegiatan yang sangat strategis, yaitu banyak menentu arah, sifat dan dampak (effect) daripada public policy itu. Sikap, tingkah lau tidak hanya akan menjadi contoh teladan bagi masyarakat yang banyak, akan tetapi juga akan menjadi perhatian dan penelitian dari masyarakat yang bersangkutan.

Bintoro Tjokroamidjojo membedakan pengertian pembuatan keputusan dan pembuat kebijakan, dengan mengatakan : “pembentukan kebijakan atau policy formulation sering disebut policy making. Dan ini berbeda dengan pengambilan


(19)

keputusan (decision making), karena pengambilan keputusan adalah pengambilan pilihan atau alternative dari berbagai alternatif yang bersaing mengenai sesuatu hal dan selesai. Sedangkan policy making meliputi banyak pengambilan keputusan.

1.6.1.2 Teknik Pengambilan Keputusan

Menurut Irfan Islamy (24:2001) pengambilan keputusan yang baik haruslah selalu bersifat rasional, kondisional dan situasional. Adapun gambarn proses pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

1. Rasional, artinya pengambilan keputusan tersebut benar-benar mempergunakan data-data dan informasi-informasi yang selengkapnya. Data diolah dengan seksama untuk menjadi informasi yang penting, sedangkan informasi dikumpulkan selengkap mungkin dari ilmu-ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalaman, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain.

2. Instutisional, berarti pengambilan keputusan harus senantiasa dengan mengingat tujuan organisasi serta memperhatikan pula hak-hak dan kewenangannya.

3. Kondisional, maksudnya harus selalu diingat bahwa suatu kejadian, masalah, peristiwa itu tidak akan lepas dari lingkungannya, baik lingkungan alam (natural environment), lingkungan fisik (physical environment), maupun lingkungan social (social environment).

4. Situasional, yang berarti bahwa keputusan yang diambil itu haruslah sesuai dan dapat terselenggara dalam situasi yang hidup pada waktu itu.


(20)

Suatu keputusan yang benar, namun tidak dapat dilaksanakan , maka tentulah tidak ada manfaatnya; keputusan yang demikian tentulah keputusan yang tidak baik.

Berhubungan dengan itu, maka pengambilan keputusan dilakukan dalam proses sebagai berikut :

1. Peminpin/pejabat menempatkan diri yang benar dalam organisasinya didalam mengahadapi suatu masalah.

2. Dikumpulkan selengakap mungkin data-data dan informasi-informasi dengan mengambil bantuan dari staff.

3. Diperhatikan tujuan organisasi dan hak serta kewenangan untuk dapat mengambil keputusan.

4. Maka dipikirkanlah maslah yang dihadapi itu didalam kondisinya.

5. Selanjutnya dipertimbangkan macam-macam penyelesaian terhadap masalah itu sebanyak-banyaknya.

6. Kemudian dipilihlah dan ditetapkanlah suatu penyelesaian yang benar dan dapat dilaksanakn dalam situasi yang ada, yang suatu keputusan yang baik, karena faedah bagi semua pihak.

1.6.2 Proses Pengambilan Kebijakan

1.6.2.1 T

ahapan Kebijakan

Proses pengambilan kebijakan menurut Lindblom (1986:3) merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variable yang


(21)

harus dikaji. Oleh karena itu, proses pengambilan kebijakan itu perlu untuk dikelompok kedalam beberapa tahapan. Hal ini memudahkan kita dalam memahami proses proses pengambilan kebijakan publik.

A. Tahap Penyusunan Agenda (agenda setting)

Agenda kebijakan didefenisikan sebagai tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong untuk melakukan tindakan tertentu. Cob dan Elder mendefenisikan agenda kebijakan sebagai “a set of political controversies that will be viewed as falling whitin range of legitimate concerns meriting attention by a decision making body”. Sementara itu, Barbara Nelson menyatakan bahwa proses agenda kebijakan berlangsung ketika pejabat public belajar mengenai masalah-masalah baru, memutuskan untuk member perhatian secara personal dan memobilisasi organisasi yang mereka miliki untuk merespon masalah tersebut. Michael Howlet dan M. Ramesh menyatakan agenda setting, yakni suatu proses agar suatu masalah bias mendapat perhatian dari pemerintah.

Woll mengemukakan bahwa sutu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut ini :

1 Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat.

2 Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan public yang pernah dilakukan.

3 Isu tersebut mampu diakitkan dengan simbol-simbol nasional atau politik yang ada.


(22)

5 Terjadinya teknologi dan dana untuk menyelesaiakan masalah politik.

B. Tahap Perumusan Kebijakan (policy formulation)

Masalah (isu kebijakan) yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Sama halnya degan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam suatu agenda kebijakan, dalam perumusan kebijakan masing-masing alternative bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing actor akan bermain untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

C. Tahap Penetapan Kebijakan (policy Adoption)

Pada tahap ini, pengambil keputusan akan mempertimbangkan berbagai alternatif kebijakan, bagaimana dampak (untung rugi) sebuah alternatif kebijakan dan bagaimana cara menerapkan alternative tersebut.

Dalam penyusunan kebijakan, pemerintah atau pembuat kebijakan senantiasa dihadapkan pada beberapa factor yang seringkali mengganggu atau berpengaruh. Felix A. Nigro dan Liyod G Nigro, mengidentifikasikan faktor-faktor pengaruh tersebut adalah :

1. Faktor tekanan-tekanan dari luar. 2. Faktor kebiasaan lama (konservatisme). 3. Faktor sifat-sifat pribadi pengambil kebijakan. 4. Faktor kelompok luar.


(23)

5. Faktor keadaan masa lalu.

Pengambilan kebijakan acapkali mendapat tekanan-tekanan dari luar, baik dalam bentuk tekanan dari kelompok kepentingan, partaiimpolitik maupun dari masyarakat. Tekanan-tekanan demikian, biasanya dating secara tiba-tiba dan cukup berpengaruh. Hal ini pernah dan bahkan sering terjadi di Indonesia terutama di era reformasi. Dimana para pengambil kebijakan di gedung DPR/MPR mendapat tekanan dari masyarakat melalui gerakan demonstrasi. Disamping itu, kebiasaan lama seringkali juga menjadi referensi para pengambil kebijakan manakala mereka sampai pada tahap kejenuhan dan kemandegan yang cenderung sulit dicari jalan keluarnya.

D. Tahap Implementasi Kebijakan (policy Implementation)

Mengenai pelaksanaan suatu kebijakan, sesungguhnya sudah dipikirkan dan dipertimbangkan sejak kebijakan tersebut dalam perumusan dan proses penetapannya. Namun perlu pula kita mengetahui dengan baik bagaimana pelaksanaan kebijakan pemerintah itu harus dilakukan. Dapatlah dikatakan, bahwa semua kebijakan pemerintah itu barulah ada artinya, bila pelaksanaan kebijakan itu dilakukan melalui jalan yang sesuai dan sebagaimana seharusnya untuk kepentingan rakyat.

Tiada sedikit peraturan-peraturan yang tidak dilaksanakan dengan baik, yang akhirnya tidak menguntungkan masyarakat, malah merugikan Negara. Adanya penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan, kolusi, apalagi korupsi semuanya


(24)

dapat merugikan rakyat yang akhirnya bermuara pada merugikan bangsa dan Negara.

Proses pelaksanaan kebijakan merupakan proses yang dapat panjang dan meluas guna tercapainya tujuan kebijakan itu, karena penerapannya (application) kebijakan itu adalah tehadap rakyat, dan rakyat ini mempunyai sifat yang berkembang degan kesadaran nilai-nilai yang berkembang pula.

E. Tahap Evaluasi Kebijakan (policy evalution)

Pada tahap ini, kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan public pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah public telah meraih dampak yang diinginkan.

1.6.2.2 P

erumusan Kebijakan

Suatu keputusan kebijakan mencakup tindakan oleh seorang pejabat atau lembaga resmi untuk menyetujui, mengubah, atau menolaknya suatu alternatif kebijakan yang dipilih. Dalam bentuknya yang positif, keputusan kebijakan bias berupa penetapan undang-undang atau dikeluarkannya perintah-perintah eksekutif.


(25)

Keputusan kebijakan menurut Winarno (2008:81) merupakan puncak dari berbagai keputusan yang dibuat selama proses kebijakan itu berlangsung.

1.6.2.2.1 P

erumusan Masalah (Defening Problem)

Mengenali dan merumuskan masalah merupakan langkah yang paling fundamental dalam perumusan kebijakan dengan baaik, maka masalah-masalah publik harus dikenali dan didefinisikan dengan baik pula. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh kebijakan publik dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam masyarakat menjadi pertanyaan yang menarik dalam evaluasi kebijakan publik. Namun demikian, apakah pemecahan masalah tersebut memuaskan atau tidak bergantung pada ketetapan masalah-masalah public tersebut dirumuskan.

Kegagalan yang paling banyak terjadi dalam proses kebijakan, terutama karena kesalahan memahami dan mengidentifikasi masalah itu sendiri. Said Zainal Abidin (2004:104) menyebutkan : “Agar masalah berhasil dipecahkan dibutuhkan pemecahan yang tepat untuk masalah yang tepat. Kita lebih sering gagal karena memcahkan masalah yang salah,, daripada memcahkan masalah yang benar dengan cara yang salah”.

1.6.2.2.2 A


(26)

Tidak semua masalah atauisu akan masuk dalam agenda kebijakan. Isu-isu atau masalah-masalah tersebut harus berkompetensi antara satu dengan yang lain, hanya masalah-masalah tertentu saja yang akan masuk ke dalam agenda kebijakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Seperti misalnya apakah masalah tersebut mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat dan membutuhkan penanganan yang harus segera dilakukan? Masalah publik yang telah masuk ke dalam agenda kebijakan akan dibahas oleh para perumus kebijakan, sperti kalangan legislative (DPR), kalangan eksekutif, agen-agen pemerintah dan mungkin juga kalangan yudikatif. Masalah-masalah tersebut dibahas berdasarkan tingkat urgensinya untuk segera diselesaikan.

1.6.2.2.3. Pemilihan Alternatif Kebijakan

Pada tahap ini, perumus kebijakan akan dihapkan pada pertarungan kepentingan antar berbagai aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan. Disini para perumus kebijakan akan berhadapan dengan alternatif-alternatif pilihan kebijakan yang dapat diambil untuk memecahkan masalah tersebut. Alternatif kebijakan ini didasarkan pada usulan yang diberikan oleh para pelaku kebijakan. Dalam hal seperti ini, maka pilihan-pilihan kebijakan akan didasarkan pada kompromi dan negoisasi yang terjadi antar aktor yang berkepentingan dalam pembuatan kebijakan tersebut.


(27)

1.6.2.2.4. Tahapan Penetapan Kebijakan

Setelah salah satu dari sekian banyak alternatif kebijakan diputuskan dan diambil sebagai cara untuk memcahkan masalah kebijakan, maka tahap paling akhir dalam pembuatan kebijakan adalah menetapkan kebijakan yang dipilih tersebut. Sehingga mempunyai kekuatan hokum yang megikat. Alternatif kebijakan yang diambil, pada dasarnya merupakan kompromi dari berbagai kelompok kepentingan yang terlibat dalam pembuatan kebijakan tersebut. Penetapan kebijakan dapat berbentuk berupa undang-undang, yurispundensi, keputusan-keputusan Presiden, keputusan-keputusan menteri dan sebagainya.

1.6.2.2.5. Model Pengambilan Keputusan

Di dalam pengambilan kebijakan, kita harus selalu memperkirakan diperolehnya hasil-hasil yang bersikap fisik (physical proposition) dan memperhatikan nilai-nilai dan kepentingan (value & interest) yang terpancar dari ide pengambilan kebijakan yang merupakan “ethical proposition”. Dalam hal ini, lingkungan dan hubungan-hubungan yang terjalin akan membatasi dan menentukan pengambilan keputusan dalam pmilihan bentuk kebijakan itu.

Bentuk-kebijakan yang oleh publik sebagai ilmu pengetahuan diberikan sebagai model-model kebijakan pemerintah dapat dilihat sebagai hasil (output) dan sebagai proses.


(28)

Model kebijakan ini, merupakan model yang dianggap ideal dan sempurna, karena disamping dengan mempertimbangkan data-data dan informasi-informasi yang lengkap, akan tetapi juga bersifat menyeluruh meliputi segi-segi kehidupan yang harus diperhitungkan serta mendalam dan seksama, secara komprehensif.

Salah satu pengembang model ini adalah Yehezkel Dror yang menyebutnya sebagai metropoliticy. Yaitu kebijakan tentang prosedur-prosedur pengambilan kebijakan. Menurut Soenarko (231:2003), ada tahapan-tahapan prosedur yang dilakukan meliputi :

1. Identifikasi masalah atau kebutuhan rakyat. 2. Penentuan tujuan-tujuan.

3. Identifikasi alternatif-alternatif. 4. Penilaian alternatif-alternatif. 5. Penentuan pilihan dari alternatif.

6. Pengamatan terhadap umpan balik (feedback) dan peninjauan kembali (review).

Kegiatan-kegiatan diatas dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang lengkap dan padat, dengan pelaksanaan teknis yang matang (technicality), dan berlandaskan perhitungan yang cermat.

Teori rationalism dengan model kebijakan rasional ini lebih cocok untuk Negara-negara yang sudah maju, yang telah mepunyai ahli-ahli kebijakan yang cukup, serta dana yang mencukupi pula. Sehingga kesulitan teknis dan biaya yang biasanya dialami Negara yang baru berkembang dapat diatasi. Tinggal hanya


(29)

perlu pertimbangan waktu kapan harus diterapkan kebijakan tersebut, dengan mengingat bahwa kebijakan pemerintah itu haruslah diambil tepat pada waktunya.

Oleh karenaitu, proses pengambilan kebijkaan model rasional-komprehensif ini melalui metode analisa metapolicy, maka hasilnya merupakan kebijakan yang murni rasional dan berwujud “gambaran dari rangkaian keputusan yang teratur yang disebut sebagai systematic synopsis”. Dengan demikian, maka kebijakan yang didasarkan pada perhitungan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan terbaik ini, yaitu sebagai suatu policy as maximum social gain ini, ada kemungkinan tidak dapat terselenggara dalam kondisi masyarakat yang ada.

Menurut Thoms R. Dye (234:2003) yang dimaksud dengan maximum social gain adalah :

Pemerintah haruslah memilih kebijakan-kebijakan yang hasilnya dalam perolehan bagi masyarakat melebihi dengan jumlah yang cukup besar dari biaya-biaya yang dikeluarkan, dan pemerintah haruslah menahan diri dari mengambil kebijakan-kebijakan yang memakan biaya yang tidak dilampaui oleh jumlah perolehan keuntungan.

Perlu diingat bahwa “social gain” itu meliputi baik segenap nilai-nilai social, nilai-nilai politik dan nilai-nilai ekonomi. Oleh karena itu, segala sesuatu yang diperoleh oleh kebijakan pemerintah itu tidaklah hanya apa yang dapat dinilai dengan uang. Berhubung dengan itu, maka dikatakan oleh R. Dye bahwa ::

“pengambilan kebijakan yang rasional menuntut suatu sistem pengambilan keputusan yang didasarkan pada rasionalitas atau pertimbangan yang rasional dalam pembentukan kebijakan”.


(30)

1.6.3. Dewan Perwakilan Rakat Daerah (DPRD) 1.6.3.1 DPRD sebagai Lembaga Perwakilan Rakyat

DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah, melaksanakan fungsi legislative, sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat di daerah. DPRD berkedudukan sejajar sebagai mitra Pemerintahan Daerah serta bukan bagian dari Pemerintah Daerah. Dalam kedudukannya sebagai Badan Legislatif Daerah, DPRD juga bukan merupakan bagian dari Pemrintah Daerah Otonomi.

Menurut Napitupulu (2007:228), DPRD sebagai Lembaga Perwakilan Rakyat, seyogyanya mampu dan berani untuk menyarankan aspirasi masyarakat dengan tidak mengabaikan organisasi induknya. DPRD merupakan suatu wujud keikutsertaan rakyat dalam mengatur jalannya pemerintahan. Keikutsertaan itu sangat luas, termasuk merumuskan berbagai kebijakan dan melaksanakan fungsi kontrol terhadap jalannya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Fungsi DPRD ini tidak semata-mata sebagai penyalur aspirasi rakyat, tetapi juga sebagai lembaga yang member saran dan pertimbangan kepada eksekutif tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan. Bahkan, antara kedua lembaga tersebut sudah ada pembidangan tugas yang jelas, yaitu Kepala Daerah memimpin bidang eksekutif dan DPRD dibidang legislatif.

1.6.3.2Peran dan Fungsi Lembaga Perwakilan Daerah

menurut Sanit, apapun latar belakang yang member peluang kepada perkembangannya, adalah nyata bahwa realisasi peran Lembaga Perwakilan


(31)

Rakyat terjadi melalui pelaksanaan fungsi-fungsi lembaga tersebut. Tentulah di berbagai Negara terdapat perbedaan dalam merumuskan fungsi badan perwakilan antar Negara. Namun secara keseluruhan aktivitas wakil rakyat yang mencerminkan peran dan fungsi lembaga Perwakilan Rakyat diklasifikasikan sebagai berikut ini :

A. Fungsi Perundang-undangan

Fungsi Lembaga Perwakilan Rakyat yang mencirikan demokrasi modern ini memperkenalkan nama badan legislatif atau badan pembuat undang-undang kepadanya. Melalui fungsi ini, parlemen menunjukkan bahwa dirinya adalah wakil rakyat dengan memasukkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang diwakilinya ke dalam pasal-pasal undang-undang yang dihasilkan. Dalam waktu yang bersamaan, parlemen berperan pula sebagai unsur pemerintah atau memberikan dukungan kepada eksekutif dan yudikatif sebagai lembaga pemerintahan selain dari dirinya melalui kewenangan mengatur masyarakat yang dikandung oleh pasal-pasal undang-undang yang sama.

Apabila keseluruhan ketentuan yang dibuat oleh badan perwakilan maupun yang dikeluarkan ileh eksekutif dan yudikatif dikenali sebagai hokum, dengan sendirinya dipahami bahwa badan perwakilan rakyat bukanlah satu-satunya lembaga pembuat hokum tetapi jelas bahwa lembaga itu berwenang membuat Undang-Undang karena Undang-Undang merupakan produk hokum utama yang dipedimani oleh kedua lembaga tersebut, serta dibuat oleh wakil rakyat dikatakan bahwa Parlemen adalah badan pembuat hokum yang dominant.


(32)

B. Fungsi Anggaran

Karena Parlemen mewakili rakyat, badan ini berwenang menentukan pemasukan dan pengeluaran uang Negara yang pada hakikatnya adalah uang rakyat baik pembelanjaan Negara yang diambil dari pajak sebagai sumbernya maupun yang berasal dari bantuan atau pinjaman luar negeri semuanya tentu beban rakyat.

Fungsi badan perwkilan menetapkan kebijakan perpajakan menjadi penting karena pajak adalah iuran masyarakat untuk menyelenggarakan kehidupan bersama di dalam Negara.

Sungguhpun kenyataan menunjukkan bahwa eksekutif mengajukan rancangan dan pengeluaran yang diungkap dalam anggaran, parlemen tetap mempunyai kewengan untuk merevisi atau mengubahnya, setidak-tidaknya badan perwakilan memberikan pengesahan kepala rancangan anggaran eksekutif. Kesemuaanya merupakan fungsi keuangna Badan Perwakilan Rakyat.

C. Fungsi Pengawasan

Dalam klasifikasinya sebagai wakil rakyat sesungguhnya pengawasan yang dilakukan oleh badan perwakilan pertama kali berkenaan dengan keputusan yang telah dikeluarkannnya dalam bentuk Undang-Undang Eksekutif dan yudikatif yang bertindak sebagai pelaksana perlu dinilai apakah cukup tepat melaksanakan


(33)

keputusan tersebut. Kedua pengawasan itu merupakan kosekuensi dari kekuasaan rakyat yang dioperasikan sebagai pemegang mandate kekuasaan badan perwakilan bertanggung jawab atas pemanfaatan mandate tersebut kepada pemberinya.

D. Pemilihan Pejabat

Ada pejabat Negara tertentu yang hanya dapat diusulkan badan perwakilan rakyat. Calon-calon Hakim gung dan Ketua Mahkamah Agung serta Ketua Badan Pengawasan Keuangan adalah pilihan Badan Perwakilan Rakyat.

E. Hubungan Internasional

Fungsi lembaga ini dibidang hubungan internasional adalah memberikan persetujuan atas perjanjian internasional yang dibuat oleh Eksekutif. Persetujuan Parlemen diperlukan spa isi perjanjian tersebut mengikat seluruh masyarakat yang diwakili. Disamping setelah Parlemen melakukan ratifikasi atas berbagai kesepakatan internasional dengan mengeluarkan Undang-Undang baru. Eksekutif berwenang melaksanakan kesepakatan internasional tersebut.

1.6.3.3 Jenis-Jenis Perwakilan

Di Negara yang memiliki ketatanegaraan yang lebih maju, Parlemen lebih merupakan Badan Perwakilan (representative body), artinya para anggota badan


(34)

perwakilan tersebut merupakan jelmaan dari masyarakat atau kelompok yang diwakilinya. Sebagian besar Parlemen disebut sebagai lembaga atau badan perwakilan karena anggotanya dipilih secara langsung oleh para warga negaranya. Dengan demikian orang-orang yang dipilih diharapkan untuk menjadi wakil mereka dalam badan perwakilan masyarakat tersebut.

Dalam praktik ketatanegaraan kita mengenal beberapa jenis perwakilan. Cipto dalam Napitupulu mengelompokkan tiga jenis perwakilan yaitu :

A. Perwakilan Gografis, artinya bahwa setiap anggota DPR mewakili seluruh rakyat dari setiap daerah atau distrik tertentu. Akibatnya adalah adanya tiga jenis pemilih yakni konstituen distrik, konstituen primer yaktni pendukung fanatic anggota serta konstituen pribadi yakni orang-orang sekat anggota. Anggota selalu meningkatkan hubungan dengan tiga konstituen ini sehingga pengaruh partai polotik menjadi sangat rendah.

B. Perwakilan Partai, bahwa partai merupakan jenis perwakilan paling berpengaruh . anggota Parlemen sanagat bergantung kepada partai dan partai mengendalikan proses rekruitmen anggota serta kegiatan anggota di parlemen. Kepentingan partai menjadi lebih utama daripada kepentingan rakyat dan daerah yang diwakili.

C. Perwakilan Kelompok yaitu kepentingan khusus anggota Parlemen mewakili kelompok kepentingan tertentu dalam masyarakat yang telah memberikan dukungan dan fasilitas kepada anggota sehingga ia dapat duduk di parlemen. Melalui proses lobbying keterlibatan beraneka kepentingan dalam proses legislatif. Banyak produk Parlemen yang diarahkan untuk kepentingan


(35)

kelompok lobbyist. Keterkaitan ini mendorong anggota Parlemen utuk memusatkan perhatiannya pada kepentingan yang diwakilinya.

1.6.3.4 Hubungan Legislatif-Eksekutif

Gubernur Jawa Barat Nuriana mengharapkan lahirnya wacana teoritis maupun praktis yang dapat mengembangkan suatu model penyelenggaraan kekuasaan. Buriana mengharapkan hubungna antara badan Legislatif daerah (DPRD) dan badan Eksekutif daerah (Pemerinta Daerah) tidak semata-mata didasarkan atas system peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi juga berdasarkan consensus-konsensus etis dan nilai-nilai budaya local.

Untuk itu kedua badan tersebut harus mampu memanfaatkan public sphare (ruang public) sebgai katalisator untuk mendorongn harmonisasi hubungan diantara mereka. Rungan public yang terbina dengan baik memungkinkan masyarakat memiliki akses yang luas kepada lembaga-lembaga politik, khususnya suprastruktur politik di daerah. Makin luas akses masyarakat di dalam formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan public. Hal ini pada Pemerintahan Daerah untuk mengkolabarasi secara harmonis mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menjawab berbagai keinginan dan aspirasi mayarakat.

Namun kolaborasi tersebut hanya mungkin menjadi kenyataan bila dikembangkan etika yang dapat mereflesikan bahwa DPRD bukan sebagai ancaman tetapi lembaga yang bekerja untuk kepentingan masyarakat. Sebaliknya


(36)

Pemerintah daerah diharapkan mampu menciptakan keadaan yang kondusif, yang dapat mendorong DPRD bekerja secara independent dan tetap kritis.

Pada intinya bentuk hubungan antara kedua lembaga tersebut terdiri dari 3 bentuk hubungan yaitu :

1. sejarah Positif, yaitu hubungan ini terjadi apabila baik Eksekutif maupun Legislatif memiliki visi yang sama dalam menjalankan pemerintah dan bertujuan untuk kemaslahatan daerah itu sendiri, yang pada prinsipnya memiliki cirri-ciri transparan, demokratis, baik, berkeadilan, bertanggung jawab dan objektif. Dengan kalimat lain pemerintah daerah itu diselenggarakan dengan memperhatikan factor-faktor yang ideal berdasarkan keinginan dan harapan masyarakat serta memperhatikan keinginan dan harapan masyarakat serta memperhatikan aturan hokum yang ada.

2. Konflik, yaitu hubungan ini terjadi karena apabila lembaga saling bertentangan dengan visi menyangkut tujuan kelembagaan serta tujuan daerah. Hal ini berwujud pada pertentangan yang dapat mengakibatkan munculnya tindakan-tindakan yang tidak produktif dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah secara keseluruhan.

3. Searah Negatif, hubungan ini terjadi apabila baik Eksekutif maupun Legislatif berkolaborasi dan secara bersama-sama menyembunyaikan kolaborasi tersebut kepada public. Secara politis hal tersebut bisa terjadi, tetapi secara hokum dan etika hal ini sangat bertentangan dengan


(37)

prinsip-prinsip Good Governance. Pada prinsipnya urgensi jenis hubungan antara eksekutif dan legislative tersebut meliputi hal-hal yaitu : reprentasi, anggaran, pertanggungjawaban, pembuatan peraturan daerah, pengangkatan sekretaris daerah, pembinaan dan pengawasan. Kesemua hal tersebut akan berjalan sebagaimana yang diharapkan apabila baik eksekutif maupun legislatif memiliki visi bersama yaitu suatu visi yang bukan hanya merasa benar-benar terikat, karena hal tersebut mencerminkan visi pribadi mereka masing-masing.

1.6.4 Peraturan Daerah

1.6.4.1 Pengertian peraturan Daerah

Menurut pasal 1 UU No. 10/2004 Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah.

Menurut pasal 1 UU No. 32/2004 Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan kepala daerah baik di provinsi maupun di kabupaten/kota.

Perda adalah naskah dinas yang berbentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan untuk mewujudkan kebijakan baru, melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan menetapkan sesuatu organisasi dalam lingkungna Pemerintah daerah yang ditetapkan oleh kepala daerah dengn persetujuan Dewan Perwakilan Daerah.


(38)

Perda sebagaimana yang dimaksud di atas dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan / atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Adapun jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan menurut pasal 7 UU No. 10/2004 adalah sebagai berikut :

A. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 B. Undang Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang –Undang C. Peraturan Pemerintah

D. Peraturan Presiden E. Peraturan Daerah

1.6.4.2 Bentuk-Bentuk Peraturan Perundang-Undangan Tingkat Daerah Adapun bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan tingkat daerah menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (1998:161) adalah sebagai berikut :

1.Peraturan Daerah a. Dasar Hukum

Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam menetapkan Peraturan Daerah.

Isi Peraturan daerah

1) Tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan atau yang lebih tinggi tingkatannya.


(39)

2) Tidak boleh mengatur sesuatu hal yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan atau peraturan yang lebih tinggi tingaktannya.

3) Tidak boleh mengatur sesuatu hal yang termasuk urusan rumah tanga tingkat daerah tingkat bawahnya.

b. Saat Mulai Berlaku

1) Peraturan Daerah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat setelah diundangkan dalam Lembaga Daerah yang bersangkutan.

2) Peraturan Daerah yang tidak memerlukan pengesahan mulai berlaku pada tanggal yang ditentukan dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan.

3) Peraturan Daerah yang memerlukan pengesahan mulai berlaku pada tanggal perundang-undangan atau pada tanggal yang ditentukan dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan.

4) Peraturan Daerah yang memerlukan pengesahan itu diperoleh atau sebelum jangka waktu yang ditentukan untuk pengesahannya berakhir.

5) Penandatanganan

Peraturan Daerah ditandatangani oleh Kepala Daerah dan ditandatangani serta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.


(40)

c. Keputusan Kepala Daerah. 1) Dasar Hukum

Kepala Daerah dapat menetapkan keputusan Kepala Daerah untuk melaksanakan Peraturan Daerah atau urusan-urusan dalam rangka tugas pembantuan.

2) isi Keputusan Kepala Daerah

keputusan Kepala Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan atau Peraturan Daerah yang lebih tinggi tingkatannya.

3) Penandatangan

Keputusan Kepala Daerah ditandatangani oleh Kepala Daerah yang berangkutan.

1.6.4.3 Asas Pembentuk Peraturan Daerah

Menurut ketentuan Pasal 5 UU No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan perundang-undangan. Asas pembentukan Perda yang baik harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

A. Kejelesan Tujuan, yaitu pada setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Peraturan Daerah yang merupakan produk perundang-undangna Pemrintah Daerah bertujuan untuk mengatur hidup bersama, melindungi hak dan kewajiban manusia dalam masyarakat, dan menjaga keselamatan dan tata tertib masyarakat yang bersangkutan.


(41)

B. Kelembagaan atau organ pemntuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh pejabat/lembaga pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang dan dapat dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang. C. Kesesuaian antara jenis dan materi, yaitu dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan.

D. Dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setipa pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

E.Kedayagunaan dan Kehasilagunaan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

F.Kejelasan Rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyarakat teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata atau terminology, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehinga tidak menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaannya.

G. Keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan peundang-undangan.


(42)

1.7 Defenisi Konsep

Konsep menurut Singarimbun (2006:34) adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu. Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga yang mewakili rakyat untuk kotanya yang bersagkutan. Anggota DPRD kota yang dipilih oleh rakyat kota yang bersangkutan dalam pemilihan umum (pemilu) periode 2010-2011.

2.Peraturan Daerah adalah mengatur segala urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat di daerah yang dibentuk oleh DPRD dan Kepala Daerah.

3.Kebijakan Publik adalah tindakan pemerintah baik secara langsung maupun tidak lagsung melalui lembaga resmi yang berwenang untuk menyelesaikan permasalan yang dihadapai masyarakat.


(43)

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Bentuk Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Menurut Zuriah (2006 : 47) penelitian dengan menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat,, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan saling berhubungan dan menguji hipotesis.

2.2 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian Kota Medan Jl. Kapten Maulana Lubis No. 01 Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.

2.3 Informan Penelitian

Sesuai dengan penjelasan diatas, bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Menurut Hendarso (dalam Usman 2009 : 56) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga subjek penelitian yang telah tercermin dalam focus penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian inilah yang akan


(44)

menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meliputi informan kunci, informan utama dan infforman tambahan.

1. Informan Kunci

Yaitu anggota DPRD komisi D 2. Informan Utama

Yaitu anggota DPRD Prov.Sumatera Utara 3. Informan Tambahan

Yaitu tokoh masyarakat.

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan yang diperlukan penulis menggunakan metode sebagai berikut :

a. Pengumpulan Data Primer.

1. Metode observasi yaitu pelaksanaan pengamatan secara langsung terhadap fenomena-fenomena yang berkaitan dengan focus penelitian.

2. Metode wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan peertanyaan-pertanyaan langsung kepada pihak yang berhubungan dengan penelitian.


(45)

b. Pengumpulan Data Sekunder

1. Studi Kepustakaan yyaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai literature seperti buku, majalah dan berbagai bahan yang berhubungan dengan objek penelitian.

2. Studi Dokumentasi yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui pengkajian dan penelaahan terhadap catatan tertulis maupun dokumen-dokumen yang berkaitan ddengan masalah yang diteliti.

2.5Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah teknik analisa data secara kualitatif, yaitu menguraikan serta menginterprestasikan data yang diperoleh dilapangan oleh para informan. Penganalisian ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi kemudian data yang diperoleh akan dianalisa sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian.


(46)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Kota Medan

3.1.1 Lambang Kota Medan

Pengertian lambang Kota Medan :

1. Satu perisai terbagi atas 5 bagian, yang masing-masing melukiskan 5 bahan pokok terpenting yang diexport dari Medan, yakni : nenas, sisal, pohon getah, kelapa,, sawit dan tembakau.

2. Satu lingkaran yang terdiri dari setangkai padi dan sedahan kapas, masing-masing terdiri dari 17 biji padi dan 8 bungkus kapas.

3. Satu bamboo runcing, yang terletak dibelakang perisai. 4. Satu batang bamboo runcing, dan

5. Empat tiang yang menjunjung perisai dan lingkaran tersebut dan menghubungkan pita sutera.


(47)

Makna bagian lambang :

1. 17 biji berarti 17 dari hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. 2. 8 bunga kapas berarti bulan 8 dari tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik

Indonesia.

3. 4 tiang dan 5 bagian dari perisai berarti tahun 45 dari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

4. Satu bambu runcing yang terletak dibelakang perisai adalah lambang perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia, dan lima bahan-bahan pokok yang terpenting dihadapan bambu runcing berarti Kemakmuran serta Keadilan Sosial yang merata ada dihadapan kita.

5. Bintang yang bersinar lima adalah Bintang Nasional yang berarti bahwa hidup penduduk Kota Medan khususnya dan Indonesia umumnya akan bersinar-sinar bahagia dan lepas dari kemiskinan dan kemeralatan.

Lima sinar bintang berarti lima bahan pokok terpenting yang diekspor dari Kota Medan dan lima bahagian perisai berarti Pancasila yang menjadi Dasar Negara Republik Indonesia.

3.1.2 Sejarah Kota Medan

Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang dari 4.000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu


(48)

adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera.

Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanahh Deli. Maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan-Deli). Setelah zaman kemerdekaan, lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurag popular.

Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di langkat. Sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada zaman itu wilayah kekuasaannya tidak mencakup daerah diantara kedua sungai tersebut.

Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan penelitian dari van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun 1910 bahwa disamping jenis tanah seperti tadi ada lagi ditemui jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu zaman penjajahan Belanda ditempatkan yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng), orang membakar batu bata yang berkualitas tinggi dab salah satu ppabrik bbatu bata pada zaman itu adalah Deli Klei.

Menurut Volker pada tahun 1860, Medan masih merupakan hutan rimba dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863, orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat


(49)

menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.

3.1.3 Visi dan Misi 3.1.3.1 Visi

Adapun Visi pemerintahan Kota Medan adalah sebagai berikut : 1. Modern

Kota modern yang akan diwujudkan adalah kota jasa, perdagangan, keuangan dan pendidikan yang siap bersaing secara regional dan global dengan sistem lalu lintas keuangan yang efisien serta kompetitif dengan dukungan infrastruktur social ekonomi yang lengkap, pondasi perekonomian yang kuat, stabilitas keamanan, social politik yang kondusif dan tata pemerintahan yang profesional serta pembangunan yang berfokus pada peningkatan kesejahtertaan masyarakat,, kualitas sumber daya manusia (SDM), ilmu pengetahuan dan teknologgi (IPTEK), serta iman dan taqwa (imtaq).

2. Madani

Kota madani yang akan diwujudkan adalah kota yang beradab dan agamais sebagaimana tercermin dalam cara berpikir, sikap dan prilaku yang berbudaya, mandiri, menghargai ilmu pengetahuan, kemajemukan, adil, terbuka, serta demokratis.


(50)

3.1.3.2 Misi

1. Mewujudkan percepatan pembangunan daerah pinggiran dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi untuk kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat kota.

Program kerja :

• Mendorong pertumbuhan dan pengembangan ekonomi masyarakat dipinggiran kota berdasarkan potensi masing-masing wilayah untuk mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan.

• Mempercepat pembangunan dan pengembangan wilayah untuk mendorong keseimbangan pertumbuhan antar wilayah dan mempersempit kesenjangan antara kawasan inti kota dan pinggiran melalui pendekatan wilayah pertumbuhan dan pengembangan ekonomi serta manajemen perkotaan partisipatif.

• Mendorong berkembangnya sentra-sentra ekonomi dan industry padat karya di wilayah pinggiran untuk menciptakan lapangan kerja baru, nilai tambah, dan distribusi pembangunan kot yang berkeadilan.

• Meningkatkan efiktifitas, efisiensi, nilai tambah dan moderalisasi kegiatan ekonomi sehingga mampu bersaing di pasar regional maupun global untuk memperkuat basis ekonomi daerah.

• Memperkuat ekomoni masyarakat melalui kemudahan memperoleh bantuan pinjaman permodalan dengan biaya murah, memperluas pemasara hasil produksi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM),


(51)

penyediaan teknologi tepat guna bagi usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK).

• Memperkuat pondasi ekonomi mikro daerah melalui penyederhanaan dan pemberian berbagai fasilitas serta kemudahan berinvestasi di berbagai sektor ekonomi, khususnya usaha kecil menengah dan koperasi.

• Mendorong terciptanya lapangan kerja yang luas di sektor formal serta peningkatan kesejahteraan pekerja di sektor informal.

• Membentuk dan mengefektifkan badan konsultasi dan koordinasi pembangunan kota yang melibatkan partisipasi masyarakat secara luas : ulama, tokoh agama, tokoh masyarakat, perguruan tinggi, pakar, praktisi, professional, pengusaha, lembaga swadaya masyarakat dan pelaku pembangunan kota lainnya.

• Merangsang peningkatan produktifitas kegiatan ekonomi, pendapatan perkapita, daya beli masyarakat untuk meningkatkan pendatan dan mewujudkan pemerataan yang lebih baik, guna menciptakan keadilan ekonomi.

• Meningkatkan program kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha untuk mendorong pertumbuhan dan pengembangan kegiatan ekonomi di pusat pertumbuhan dan wilayah pinggiran kota.

• Membangun dan mengembangkan model partisipasi, keterbukaan dan pemberdyaan masyarakat dalam pembangunan kota sebagai implementasi tata pemerintahan yang baik.


(52)

2. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik melalui birokrasi yang lebih efisien, efektif, kreatif, inovatif dan responsif.

Program kerja :

• Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur melalui pelatihan dan pengembangan serta berbagai program capacity building yang relevan.

• Meningkatkan pola pembinaan karier berdasarkan merit system, kompetisi dan prestasi kerja.

• Meningkatkan disiplin pegawai negri sipil sebagai abdi Negara (pelayan masyarakat) di lingkungan pemerintahan kita untuk pelayanan yang baik (prima).

• Membangun budaya birokrasi yang lebih kreatif, inovatif, melayani dan akuntabel melalui penungkatan efektfitas manajemen pemerintahan kota.

• Mengembangkan manajemen tata pemerintahan kota yang baik (good governance) yang berorientasi kepada tujuan sehingga mampu mewujudkan pelayanan yang sederhana, cepat, merata, terukur dan responsive.

• Mengembangkan sistem informasi pemerintahan dan pembangunan kota yang berbasis teknologi informasi (e-government).

• Meningkatkan koordinasi dan keterpaduan pembangunan lintas antar wilayah.


(53)

3. Penataan kota yang ramah lingkungan berdasarkan prinsip keadilan social, ekonomi, membangun dan mengembangkan pendidikan, kesehatan, serta budaya daerah.

Program kerja :

• Mendorong tersusunnya rencana umum tata ruang (rutrt), membidang metropolitan area (mma) serta merubah tata ruang kota Medan menjadi terintegrasi dan mampu mengikuti kemajuan dan kebutuhan pengembangan kota pada masa yang akan dating.

• Mendorong penyediaan kebutuhan infrastruktur kota seperti pembangunan monorail, pemindahan bandara polonia ke Kualanamu dan peremajaan angkutan umum yang layak serta manusiawi bagi warga kota.

• Mendorong pembangunan jalan tol (highway), jalan laying (flay over), jalan lingkar luar (fitouther ring road) kota serta infrastruktur pendukung lainnya secara bertahap dan berkelanjutan.

• Mengembangkan sistem dan manjemen lalu lintas serta jaringan jalan untuk meningkatkan efesiensi dan efektektifitas kegiatan kota.

• Mendorong pengembangan pelabuhan laut Belawan menjadi pelabuhan laut internasional untuk mendukung kegiatan Perdagangan regional dan internasional (ekspor dan impor) serta perdagangan antar provinsi (interinsular).

• Membangun, memelihara dan meningkatkan manajemen jaringan drainase untuk menanggulangi potensi banjir permanen dan temporer.


(54)

• Meningkatkan pemeliharaan, rehabilitasi dan revitasi kawasan bersejarah (heritage trust) sehingga terintegrasi dengan tata kota modern.

• Mengembangkan pembangunan perumahan dan pemukiman melalui sistem pembiayaan jangka panjang yang murah dan terjangkau (market friendly). Khususnya bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah sebagai implementasi program rumah untuk rakyat (gerakan sejuta rumah).

• Meningkatkan perluasan dan pemerataan pelayanan pendidikan formal dan non formal baik umum maupun kejuruan untuk menjamin adanya kesempatan bagi masyarakat menengah ke bawah dan pinggiran.

• Meningkatkan taraf pendidikan masyarakat melalui kesinambungan program wajib belajar pendidikan dasar Sembilan tahun, dan peningkatan partisipasi masyarakat yang mengikuti pendidikan dasar, menengah dan tinggi.

• Mendorong kualitas pendidikan masyarakat khususnya di tingkat menengah ke bawah dan pinggiran melalui penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan pendidikan, termasuk pengawasan dan evaluasi program pendidikan.

• Menata sistem pembiayaan pendidikan dengan prinsip adil, efisien, efektif, transparan dan akuntabel termasuk peningkatan anggaran pendidikan secara bertahap dan berkelanjutan untuk menyediakan layanan pendidikan yang semakin berkualitas.


(55)

• Meninngkatkan perluasan pendidikan anak usia dini dalam rangka membina, menumbuhkan dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal.

• Menyelenggarakan pendidikan non formal yang bermutu untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat yang tidak terpenuhi kebutuhan pendidikannya melalui jalur formal.

• Mengembangkan budaya baca, bahasa, sastra Indonesia dan daerah dalam masyarakat, guna membangun masyarakat berpengetahuan, berbudaya, maju, mandiri dan berbudi luhur.

• Meningkatkan jumlah, pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan melalui rumah sakit umum, puskesmas dan jaringannya seperti puskesmas keliling.

• Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan keluarga dan masyarakat agar mampu menumbuhkan perilaku hidup sehat.

• Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan tidak menular seperti malaria, demam berdarah, polio, diare, hiv/aids melalui imunisasi, penanggulangan wabah, dan peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi pencegahan serta pemberantasan penyakit.

• Meningkatkan kesadaran gizi keluarga melalui sosialisasi gizi, penanggulangan gizi lebih, pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan keluarga sadar gizi terutama pada ibu hamil, bayi dan anak balita..


(56)

• Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat dann pembekalan kesehatan bagi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bbawah.

• Mengembangkan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan guna mendukung penyelenggaraan sistem kesehatan daerah, dan Indonesia sehat 2010.

4. Meningkatkan suasana religius yang humoris dalam kehidupan berbangsa serta bermasyarakat.

Program kerja :

• Meningkatkan fungsi dan peranan forum komunikasi umat beragama, dan lembaga social keagamaan lainnya untuk mengembangkan kehidupan masyarakat yang religius, humanis dan harmonis.

• Meningkatkan program dan kegiatan lintas agama dan etnis sebagai wujud pemupukan semangat kerukunan umat beragama, antar umat beragama dan etnis serta antara umat beragama dengan pemerinatahan.

• Mendorong kegiatan perayaan hari-hari besar keagamaan (ritual) sehingga menjadi ciri khas masyarakat Kota Medan yang religius sekaligus yang dapat didorong menjadi potensi pariwisata dan kegiatan ekonomi lainnya.

• Meningkatkan interaksi social diantara organisasi kemasyarakat pemuda yang positif dan kondstruktif sehinggan menjadi bagian penting dalam partisipasi pembangunan kota.


(57)

• Mendorong pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana peribadatan umat beragama dengan basis partisipasi masyarakat.

• Mendorong pengembangan sarana dan prasarana kegiatan kepemudaan, seni budaya dan olahraga sebagai uapaya pembinaan generasi muda, peningkatan prestasi olahraga dan kelestarian seni budaya.

• Meningkatkan kualitas hidup dan peranan perempuan, kesejerahteraan dan perlindungan anak (trafficking) diberbagai bidang pembangunan, penurunan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak serta penguatan kelembagaan dan jaringan pengarus utamaan gender.

3.1.4 Kota Medan Sebagai Daerah Otonom

Secara konstitusional Negara Indonesia dibagi dalam daerah provinsi dan daerah yang lebihh kecil (Kota –Kabupaten). Masing-masing daerah pada dasarnya memiliki sifat otonom dan administrative. Adanya daerah, menjadikan adanya pemerintahan daerah, pertimbangan situasional, hoistoris, politis, psikologis dan teknis pemerintahan, merupakan latar belakang pemikiran strategis perlunya pemerintahan daerah di Indoneia.

Suasana kejiwaan dan kebatinan inilah yang pada dasarnya menjadi semangat penyusunan dan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004, yang saat ini berlaku sebagai dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan


(58)

daerah. Dengan prinsip demokratis, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Pemerintah Daerah Kota Medan adalah Walikota Medan beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. secara gari besar struktur organisasi Pemerintahan Kota Medan, dapat digambarkan sebagai berikut :

Struktur Organisasi Pemerintahan Kota Medan

Fungsi Pemerintahan Kota Medan pada dasarnya dapat dibagi kedalam lima sifat, yaitu : (1) Pemberian pelayanan, (2) Fungsi pengaturan (penetapan Perda), (3) Fungsi pembangunan, (4) Fungsi perwakilan (dengan berinteraksi dengan Pemerintahan Provinsi/Pusat), (5) Fungsi koordinasi dan perencanaan

WALIKOTA

Mayor

WAKIL WALIKOTA

DPRD

House of Representativ

SEKRETARIS DAERAH

SEKRETARIS DPRD

Secretary of House of Representatives

BADAN

Boards

DINAS

Technica

ASISTE N


(59)

pembangunan kota. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, Pemerintah Kota Medan menyelenggarakan 2 bidang urusan yaitu :

1. Urusan pemerintahan teknis yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh dinas-dinas daerah (Dinas Kesehatan, Pekerjaan Umum), dan ;

2. Urusan pemerintahan umum, yang terdiri dari :

• Kewenangan mengatur yang diselenggarakan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan, sebagai Badan Legislatif Kota.

• Kewenangan yang tidak bersifat mengatur (segala sesuatu yang dicakup dalam kekuasaan melaksanakan kesejahteraan umum), yang diselenggarakan oleh Walikota/Wakil Walikota, sebagai pimpinan tertinggi Badan Eksekutif Kota.

Berdasarkan fungsi dan wewenang tersebut, Walikota Medan membawahi (pimpinan eksekutif tertinggi) seluruh instansi pelaksanaan eksekutif kota.

3.1.5 Kewenangan Pemerintahan Kota

Harus diakui UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah menjembatani aspirasi dan semangat reformasi masyarakat local, yang menginginkan adanya keleluasaan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Secara filosofi, implementasi otonomi daerah ternyata dapat mendorong daerah


(60)

berkembang dengan prakarsa kreditivitas dan inisiatifnya sendiri, termasuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, akuntabilitas, transparansi dan komitmen yang kuat untuk mendahulukan kepentingan bangsa dan negara.

Semangat UU No. 32 Tahun 2004, telah menempatkan kewenangan pusat hanya pada aspek-aspek yang sangat terbatas seperti politik luar negeri, pertahanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta kewenangan lain yang tidak atau belum dapat diselenggarakan oleh daerah. untuk itu, Kota Medan dituntut untuk mampu menyelenggarakan bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, meliputi administrasi pemerintahan umum, pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian dan perdagangan, koperasi, penanaman modal,, ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, social, penataan ruang, pemukiman, pekerjaan umum, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan dan olahraga.

Bagi pemerintahan Kota Medan, implementasi otonomi daerah diwujudkan dalam kewajiban pemerintah Kota untuk menjamin pelayanan umum yang sangat mendasar kepada masyarakat dan dunia usaha. Secara terus-menerus, pemerintah Kota Medan memperbaiki mutu pelayanan umum yang ada, mulai dari identifikasi dan standarilisasi pelayanan, peningkatan kerja pelayanan pemerintah Kota, dan monitoring pelayanan. Usaha ini diharapkan mampu menciptakan pemberian pelayanan yang adil dan merata bagi seluruh pihak, baik masyarakat maupun dunia usaha yang bersifat local, nasional dan asing.


(61)

3.2 DPRD Kota Medan 3.2.1 Kedudukan DPRD

Kedudukan DPRD Kota adalah lembaga perwakilan rakyat daerah kota, yang merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi pancasila. Kedudukan DPRD Kota dengan Walikota sebagai alat eksekutif pemerintahan Kota adalah sejajar. Artinya DPRD Kota bukan bagian dari Walikota, bukan bawahan dan bukan atasannya. Keduanya adalah mitra sejajar yang bersama-sama menciptakan pemerintahan daerah yang efisien, efektif dan transparan dalam rangka memberikan pelayanan public yang memuaskan demi kesejahteraan masyarakat di daerah.

3.2.2 Fungsi, Tugas dan Wewenang DPRD

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, anggota DPRD Kota Medan mempunyai fungsi yang telah diatur dalam pasal 77 UU No. 22 Tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan Majelis Permusyawarakatan Masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah adalah :

a. Legislatif, yaitu fungsi DPRD Kota untuk membentuk Peraturan Daerah Kota bersama Walikota.

b. Anggaran, yaitu fungsi DPRD Kota bersama-sama dengan pemerintahan Daerah untuk menyusun dan menetapkan APBD yang di dalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPRD Kota.


(62)

c. Pengawasan, yaitu fungsi DPRD Kota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU Peraturan Daerah dan keputusan Waliota serta kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

Berdasarkan ketiga fungsi tersebut, DPRD kabupaten/Kota mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :

a. Membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan Bupati/Walikota untuk mendapat persetujuan bersama.

b. Menetapkan APBD Kabupaten/Kota bersama-sama Bupati/Walikota.

c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan Bupati/Walikota, APBD, Kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional di daerah.

d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Bupati/Walikota atau Walikota/Wakil Walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.

e. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Bupati/Walikota dalam pelaksanaan tugas desentralisasi.


(63)

3.2.3 Hak dan Kewajiban DPRD

DPRD Kota mempunyai hak sebagai berikut :

a. Interpelasi, yaitu hak DPRD Kota untuk meminta keterangan kepada Walikota mengenai kebijakan Pemerintah Daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehhidupan masyarakat, daerah dan Negara.

b. Angket, yaitu hak DPRD Kota untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan Walikota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hak angket dilaksanakan setelah dilakukan interpelasi dan mendapat persetujuan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

c. Menyatakan pendapat, yaitu hak DPRD Kota sebagai lembaga untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan Walikota atau kebijakan luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaian hak interpelasi dan hak angket.

Disamping hak yang dimiliki DPRD Kota sebagai institusi, anggota DPRD secara individu juga memiliki hak-hak yang diatur dalam pasal 28 UU No. 25 Tahun 2004, yang berbunyi sebagai berikut :

a. Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah.


(64)

c. Menyampaikan usul dan pendapat.

d. Memilih dan dipilih.

e. Membela diri.

f. Imunitas.

g. Protokoler.

h. Keuangan dan administratif.

a. Hak mengajukan Rancangan Peraturan Daerah :

1. Sekurang-kurangnya lima orang anggota DPRD dapat mengajukan suatu usul prakarsa Rancangan Peraturan Daerah.

2. Usul prakarsa sebagaimana yang dimaksud diatas, disampaikan kepada pimpinan DPRD dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah disertai penjelasan secara tertulis dan diberikan nomor pokok oleh Sekretariat DPRD.

3. Usul prakarsa tersebut oleh pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD, setelah mendapat pertimbangan dari panitia musyawarah.

4. Dalam Rapat Paripurna, para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usulan tersebut.


(65)

5. Pembicaraan mengenai suatu usul prakarsa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada :

a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan;

b. Kepala Daerah untuk memberikan pendapat;

c. Para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota dan pendapat Kepala Daerah.

6. Usul prakarsa sebelum diputuskan menjadi prakarsa DPRD, para pengusul berhak mengajukan perubahan dan atau mencabutnya kembali.

7. Pembicaraan diakhiri dengan keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul prakarsa tersebut menjadi prakarsa DPRD.

8. Tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah atas prakarsa DPRD mengikuti ketentuan yang berlaku dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerahh atas prakarsa Kepala Daerah.

b. Hak mengajukan pertanyaan :

Hal ini diatur dalam pasal 30 UU No. 25 tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut :


(1)

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

1.

Fungsi legislasi merupakan fungsi yang pokok dari fungsi DPR yang lain, pelakasanaan fungsi legislasi dalam periode 2007-2008 secara keseluruhan lebih baik dari periode-periode sebelumnya. Sebagai lembaga perwakilan yang mempunyai fungsi legislasi, yaitu fungsi membentuk Peraturan Daerah (Perda) bersama kepala Daerah, peran DPRD dalam funsgi pembentukan Perda Kota Medan belum optimal, DPRD Kota Medan jarang berinisiatif untuk mengusulkan Rancangan Perda, padahal fungsi ini dimaksudkan untuk mendorong, memacu kreativitas, semangat dan kualitas anggota DPRD dalam menyingkapi serta menyalurkan dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat yang diwakilinya dalam bentuk pengajuan usul Ranperda. Hanya 1 Perda yang telah disetujui, 3 lagi belum tuntas pembahasannya, sedangkan 1 Ranperda masih dalam pembahasan.

2.

Belum maksimalnya peran dan fungsi DPRD Kota Medan, dikarenakan faktor-faktor kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), tenaga ahli yang belum tersedia dan tatib DPRD yang terlalu detail, sehingga terkesan bertele-tele dalam pembentukan Ranperda. Disamping itu tentu saja ada faktor pendukung dalam kelancaran fungsi legislasi, yaitu dukungan anggaran dan sarana oleh Pemerintah Kota Medan dan mekanisme kepartaian yang multi partai, sehingga tidak adanya partai yang lebih dominan dalam pembentukan Ranperda.


(2)

6.2 Saran

Adapun saran yang dapat dikemukan oleh penulis sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan tugas dan fungsi para pelaku kebijakan yaitu anggota DPRD Kota Medan, adalah :

1. Dengan fungsi legislasi, setiap anggota DPRD Kota Medan harus berinisiatif untuk mengusulkan Ranperda untuk lebih memperhatikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat Kota Medan dan dalam proses pengambilan kebijakan haruslah memperhatikan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat.

2. Sebagai Lembaga Perwakilan Rakyat, DPRD untuk kedepannya haruslah lebih baik dalam menjalankan peran dan fungsinya.

3. Sebagai wakil rakyat, DPRD haruslah mempunyai sikap keterbukaan kepada masyarakat terhadap kebijakan yang telah ditetapkan, apa yang menjadi tujuan dan manfaat Ranperda tersebut, apakah untuk kepentingan kaum elit saja ataukah untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat. 4. DPRD mempunyai kapasitas dan kualitas dalam pembentukan Ranperda,

untuk menutupi kelemahan dalam setiap komisi, diperlukan hadirnya staf ahli yang bersifat menetap untuk membantu kelancaran fungsi dan tugas DPRD Kota Medan, sehingga apa yang menjadi kekurangan anggota DPRD Kota Medan dapat tertutupi. Tentu saja ini akan mempermudah dalam menangani issue dalam masyarakat.


(3)

5. DPRD Kota Medan haruslah menggunakan stakeholder (keterlibatan masyarakat) dalam setiap melakukan agenda kebijakan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abidin, Zainal Said. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan pancur Siwah. Anderson, A. James. 1984. Public Making. New York: Holt Rine and Winstone. Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Dunn, N. William. 2003. Analisa Kebijaksanaan Publik. Yogyakarta: Gajahmada University Press.

Hasibuan, SP. Malayu. 2001. Organisasi dan Motivvasi. Jakarta: Bumi Aksara. Huda, Ni’matul. 2005. Otonomi Daerah, Filosofi, Sejarahh Perkembangan dan

Problematika. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Islamy, Irfan. 2001. Prinsip-Prinsip Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Kaloh, J. 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah (Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global). Jakarta: Rineka Cipta.

Kurnia, Putra Mahendra. 2007. Pedoman Naskah Akademik Perda Parisipatif. Yogyakarta: Kreasi Total Media.

Latief, Abdul. 2005. Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan Kebijaksanaan (Belendsregel) Pada Pemerintahan Daerah. Yogyakarta: UII Press.

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. 1988. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta: Administrasi.

Lindblom, Charles. 1986. Proses Penetapan Kebijakan Publik. Jakarta: Airlangga.

Manan, Bagir. 1995. Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan Tingkat Daerah. Bandung: Universitas LPPM Universitas islam Bandung.


(5)

Napitupulu, Paimin. 2007. Menuju Pemerintahan. Bandung: PT. Alumni.

Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Prakoso, Djoko. Proses Pembuatan Peraturan Daerah dan Beberapa Usaha Penyempurnaannya. Jakarta: Ghalia.

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survey. Yogyakarta: LP3ES. Sugiyono. 2003. Metode penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Soehino. 1997. Penyusunan dan penetapan Peraturan Daerah. Yogyakarta: Liberty.

Soenarko, SD H. 2003. Public Policy: Pengertian Pokok Untuk Memahami dan

Analisa Kebijaksanaan Pemerintahan. Surabaya: Airlangga University

Press.

Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syarief, Amiroeddin, 1987. Perundang-Undangan, Dasar, Jenis dan Teknik Membuatnya. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Thoha, Miftah. 1997. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. PT. Raja Grafindo Persada.

Wahab, Abdul Solochin. 1990. Pengantar Kebijakan Negara. Jakarta: Rineka Cipta.

Winarno, Budi. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.

Wirjosoegito, Soenobo. 2004. Proses dan Perencanaan Peraturan Perundangan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Peraturan Perundang-Undangan :

Peraturan pemerintahh No. 25 Tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional.


(6)

Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah.

Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah.

Jurnal, Karya Ilmiah

Harahap, Raudha Hawarani, Skripsi, Peran DPRD Dalam Fungsi Pembentukan Peraturan Daerah (Studi Pada DPRD Kota Medan), USU Medan, 2008.

Internet :

www.Unicef.org/Indonesia/id/29_Drafting_Provicial_Regulations_Bahasa.pdf