Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket

(1)

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 20

TAHUN 2011 DALAM PENERBITAN IJIN USAHA MINIMARKET

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana

(S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Administrasi

Negara

Oleh:

Chyntia Wulandari Padang

100903103

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh : HALAMAN PERSETUJUAN

Nama : Chyntia Wulandari Padang

NIM : 100903103

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket

Medan, Juli 2014

Ketua Departemen

Dosen Pembimbing Ilmu Administrasi Negara

Drs.M.Ridwan Rangkuti M.Si

NIP.196110041986011001 NIP.196401081991021001 Drs.M.Husni Thamrin Nasutin,M.Si

Dekan FISIP USU

NIP.196805251992031002 Prof.Dr.Badaruddin,M.Si


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan anugerah terbesar, semangat dan ketekunan kepada penulis selama masa penyelesaian skripsi yang berjudul “Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket”. Adapun penulisan skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Sebagai suatu karya ilmiah, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan adanya kritik maupun saran yang sifatnya membangun demi perbaikan skripsi ini.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, semangat dan dorongan, baik itu secara moral maupun secara materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih sedalam-dalamnya kepada pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pengerjaan skripsi ini, hanya Tuhan Yesus Kristus yang dapat membalasnya. Skripsi ini saya dedikasikan untuk semua pihak yang telah banyak membantu, yaitu :

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara , Bapak Prof.Dr.Badaruddin, M.Si.

2. Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si.

3. Kepada Ibu Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU dan selaku dosen wali yang memberikan bimbingan kepada saya selama perkuliahan.

4. Kepada Bapak Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu meluangkan waktu dan memberikan masukan yang membangun dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU yang telah memberikan banyak ilmu selama perkuliahan.


(4)

6. Staff administrasi di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU, khusus untuk Kak Dian dan Kak Mega yang telah banyak membantu penulis dalam urusan administrasi.

7. Untuk Bapak Drs. M. Syahfrudin, M.Si selaku Sekretaris BPPT Kota Medan yang telah bersedia meluangkan waktu dan banyak memberikan informasi kepada penulis untuk keperluan penyusunan skripsi ini.

8. Untuk Bapak Drs. Abdul Rahim, M.Si selaku Kepala Seksi Usaha Perdagangan dan Kemitraan Disperindag Kota Medan yang juga telah banyak memberikan bantuan dan informasi kepada penulis selama penelitian.

9. Untuk BapakMuhammad Fahmi selaku Kepala Seksi Tata Letak dan Perncanaan Dinas TRTB Kota Medan yang juga telah banyak memberikan bantuan dan informasi kepada penulis selama penelitian.

10.Untuk seluruh Pegawai BPPT Kota Medan, Disperindag Kota Medan, dan Dinas TRTB Kota Medan yang sangat ramah dan berbaik hati dalam memberikan setiap data dan informasi yang dibutuhkan peneliti.

11.Untuk kedua orang tua saya Bapak S. Padang dan Ibu R. Br Barus, terima kasih sedalam-dalamnya untuk semua doa, nasehat dan dukungan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk cinta dan kasih sayang yang kalian berikan untukku, terima kasih untuk pengorbanan kalian yang tiada habisnya. Doa kalian yang mengantarku ke jalan kesuksesan. Semoga Bapak dan Mamak selalu diberikan kesehatan dan perlindungan dari Tuhan Yesus Kristus. Amin. 12.Untuk abangku, Andika Surya Dena Padang, adik-adikku Andini Almasari

Padang dan Jherico Barrera Padang, terima kasih untuk dukungan kalian selama ini dalam hal apapun dan semoga sukses buat kita semua. Amin.

13.Untuk sahabatku Firmadona Rajagukguk, terimakasih buat persahabatan yang luar biasa dalam Yesus Kristus.

14.Untuk adik-adikku Nathan Christoff: Afrylia Sitorus, Marconi Sitompul, Eny Sibuea, dan Ananda Tampubolon, terimakasih buat persekutuan dan cinta kasih di dalam Kristus.

15.Untuk adik-adik PIPAku: Peselia Sagala, Gita Tarigan, dan Indra Simamora, terimakasih untuk persekutuan dan dukungannya.


(5)

16.Untuk sahabat-sahabatku: Hanna Lubis, Windy Sitohang, dan Lasmaida Panjaitan, terima kasih untuk hari-hari yang telah kita lalui bersama. Kalian yang mengajarkan aku menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Terima kasih untuk dukungan, saran dan masukan, semangat, doa, canda tawa, suka duka, terima kasih untuk setiap permasalahan yang pernah kita alami bersama, yang membuat kita jadi lebih dewasa. Terima kasih untuk kebersamaan kita selama ini, jalan kesuksesan telah membentang di depan kita.

17.Untuk teman-teman Magang saya di Desa Sei Musam Kendit, Zudika Manullang, Anya Manurung, Ira Purba, Mariance Hasibuan, Nurhayati, Dewi, Yanan Silalahi, Dion Sitompul, Fritz, Dedy Sembiring, Imam, dan Farid, terimakasih buat kebersamaan kita di desa yang luar biasa.

18.Kepada seluruh teman-teman AN 2010 yang selalu menemani penulis dalam masa perkuliahan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih untuk kebersamaan kita setiap hari nya, terima kasih untuk semuanya . Sukses buat stambuk 2010 “AN Satu AN Jaya”.

Medan, Juli 2014 Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR GAMBAR ...vii

DAFTAR LAMPIRAN...viii

ABSTRAK BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang...1

I.2 Fokus Masalah...5

I.3 Rumusan Masalah...6

I.4 Tujuan Penelitian ...6

I.5 Manfaat Penelitian...7

I.6 Kerangka Teori...7

I.6.1 Kebijakan Publik...8

I.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik...8

I.6.1.2 Proses Kebijakan Publik...9

I.6.2 Implementasi Kebijakan Publik...10

I.6.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik...10


(7)

I.6.3 Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011...25

I.7 Defenisi Konsep...29

I.8 Operasionalisasi Konsep...31

I.9 Sistematika Penulisan...32

BAB II METODE PENELITIAN II.1 Bentuk Penelitian ...34

II.2 Lokasi Penelitian ...34

II.3 Informan Penelitian...35

II.4 Populasi dan Sampel...35

II.5 Teknik Pengumpulan Data...36

II.6 Teknik Analisa Data...37

II.7 Pengujian Keabsahan Data...38

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN III.1 Profil Kota Medan...39

III.2 Gambaran Kondisi Satuan Perangkat Kerja Daerah...44

BAB IV PENYAJIAN DATA IV.1 Karakteristik Informan...53


(8)

IV.1.2 Identitas Informan Utama...53 IV.2 Penyajian Data Tentang Implementasi Peraturan Walikota

...Medan Nomor 20 Tahun 2011 Khusus Minimarket...55 IV.3 Data Sekunder...67

BAB V ANALISIS DATA

V.1 Gambaran Implementasi Kebijakan Berdasarkan Variabel...71

BAB VI PENUTUP

VI.1.Kesimpulan ...79 VI.2.Saran...81

DAFTAR PUSTAKA...87


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Identitas Informan Berdasarkan Jenis Kelamin...54 Tabel 4.2 Identitas Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan...54


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn...13

Gambar 1.2. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III...14

Gambar 1.3. Model Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier...23

Gambar 1.4. Model Implementasi Kebijakan Grindle...25

Gambar 2.1. Teknik Pengambilan Data...36

Gambar 3.1. Struktur Organisasi Pemko Medan...42

Gambar 3.2. Struktur Organisasi BPPT Kota Medan...45

Gambar 3.3. Struktur Organisasi Disperindag Kota Medan...47

Gambar 3.4. Struktur Organisasi Dinas TRTB Kota Medan...49

Gambar 4.1. Pojok Informasi...59

Gambar 4.2. Ruang Tunggu...59

Gambar 4.3. Kotak Saran...62

Gambar 4.4. Skematik Proses Perijinan...66

Gambar 4.5. Dua bangunan Minimarket berdiri sangat berdekatan...67

Gambar 4.6. Minimarket...68

Gambar 4.7. Supermarket...68

Gambar 4.8. Hypermarket...69

Gambar 4.9. Department Store...69

Gambar 4.10. Perkulakan...69


(11)

Gambar 4.12. Alfamart...70 Gambar 4.13. Alfamidi...70


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Wawancara

Lampiran 2 Daftar Pegawai BPPT Kota Medan

Lampiran 3 Daftar Minimarket yang telah mengurus ijin di Kota Medan

Lampiran 4 Contoh Formulir Ijin Usaha Perdagangan (Minimarket)

Lampiran 5 Contoh Formulir Ijin Gangguan (Ho)

Lampiran 6 Contoh Formulir Permohonan Tanda Daftar Perusahaan

Lampiran 7 Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Lampiran 8 Peraturan Walikota Medan Nomor 23 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan

dan Pembinaan Pasar Trsdisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Lampiran 9 Peraturan Walikota Medan Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun

2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Trsdisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern


(13)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 20 TAHUN 2011 DALAM PENERBITAN IJIN USAHA MINIMARKET

Nama : Chyntia Wulandari Padang

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.Si

Implementasi kebijakan merupakan wujud dari tahapan dari suatu kebijakan publik yang sudah dirumuskan. Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 merupakan terobosan untuk meningkatkan penataan aspek ekonomi dalam rangka peningkatan ekonomi kerakyatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui bagaimana proses Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket.

Di dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode analisis kualitatif dengan maksud yang memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian yang sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya dan mencoba menganalisa untuk memberikan kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Sekretaris BPPT Kota Medan, Kepala Seksi Usaha Perdagangan dan Kemitraan Disperindag Kota Medan, dan Kepala Seksi Tata Letak dan Perencanaan Dinas TRTB Kota Medan, dan Informan utama yaitu 4 orang masyarakat yang mengurus ijin usaha Minimarket di BPPT Kota Medan.

Dari hasil penelitian Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket diperoleh bahwa terdapat kendala utama dalam pelaksanaan kebijakan/peraturan walikota Medan ini, yakni dalam aspek kejelasan isi kebijakan yang dilihat dari ketidaksesuaian Perwal dengan hukum di atasnya yang seharusnya menjadi acuannya (Permendag No. 58/2008). Hal ini dibuktikan dari kaburnya kewenangan dari Disperindag yang seharusnya berperan sebagai dinas yang memberikan rekomendasi hasil analisis kondisi sosial ekonomi sebagai salah satu syarat penerbitan sebuah ijin usaha untuk Minimarket, sekarang tidak dimuat lagi di dalam perubahan Perwal, dan tidak sesuainya surat ijin yang dikeluarkan dengan yang termuat di Perwal dimana disebutkan surat yang dikeluarkan adalah IUTM dan kenyataan di lapangan surat yang dikeluarkan adalah SIUP, Ho, dan TDP, sehingga dibutuhkan perbaikan-perbaikan ke depannya yang mengacu pada ekonomi kerakyatan.

___________________

Kata-Kata Kunci (Keywords): Implementasi Kebijakan, Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011, Penerbitan Ijin Usaha Minimarket.


(14)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 20 TAHUN 2011 DALAM PENERBITAN IJIN USAHA MINIMARKET

Nama : Chyntia Wulandari Padang

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.Si

Implementasi kebijakan merupakan wujud dari tahapan dari suatu kebijakan publik yang sudah dirumuskan. Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 merupakan terobosan untuk meningkatkan penataan aspek ekonomi dalam rangka peningkatan ekonomi kerakyatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui bagaimana proses Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket.

Di dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode analisis kualitatif dengan maksud yang memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian yang sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya dan mencoba menganalisa untuk memberikan kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Sekretaris BPPT Kota Medan, Kepala Seksi Usaha Perdagangan dan Kemitraan Disperindag Kota Medan, dan Kepala Seksi Tata Letak dan Perencanaan Dinas TRTB Kota Medan, dan Informan utama yaitu 4 orang masyarakat yang mengurus ijin usaha Minimarket di BPPT Kota Medan.

Dari hasil penelitian Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket diperoleh bahwa terdapat kendala utama dalam pelaksanaan kebijakan/peraturan walikota Medan ini, yakni dalam aspek kejelasan isi kebijakan yang dilihat dari ketidaksesuaian Perwal dengan hukum di atasnya yang seharusnya menjadi acuannya (Permendag No. 58/2008). Hal ini dibuktikan dari kaburnya kewenangan dari Disperindag yang seharusnya berperan sebagai dinas yang memberikan rekomendasi hasil analisis kondisi sosial ekonomi sebagai salah satu syarat penerbitan sebuah ijin usaha untuk Minimarket, sekarang tidak dimuat lagi di dalam perubahan Perwal, dan tidak sesuainya surat ijin yang dikeluarkan dengan yang termuat di Perwal dimana disebutkan surat yang dikeluarkan adalah IUTM dan kenyataan di lapangan surat yang dikeluarkan adalah SIUP, Ho, dan TDP, sehingga dibutuhkan perbaikan-perbaikan ke depannya yang mengacu pada ekonomi kerakyatan.

___________________

Kata-Kata Kunci (Keywords): Implementasi Kebijakan, Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011, Penerbitan Ijin Usaha Minimarket.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1.Latar Belakang

Medan sebagai sebuah ibukota provinsi yang besar, yakni provinsi Sumatera Utara, tampak sebagai tempat yang menjanjikan untuk penghidupan yang layak. Sebagai sebuah kota yang besar dan berlokasi strategis, kota Medan menjadi perlintasan dan persinggahan dari berbagai suku bangsa untuk melakukan perdagangan. Kondisi yang demikian menjadi salah satu faktor pendukung kegiatan ekonomi di kota tersebut.

Banyaknya individu maupun kelompok yang bersaing dalam usaha perdagangan demi mencapai penghidupan yang layak, pada akhirnya membuat individu maupun kelompok tersebut membuka usaha-usaha kecil tanpa memperhatikan undang-undang ataupun peraturan-peraturan yang berlaku sehingga sering kali tidak memperhatikan ekonomi kerakyatan. Hal ini terlihat dari tata ruang kota Medan yang menjadi tidak teratur akibat lokasi pasar-pasar modern yang telah menjamur di mana-mana. Akibatnya, terjadi persaingan yang tidak sehat di antara para pengusaha maupun pedagang.

Dalam masyarakat yang serba modern seperti sekarang ini, segala kegiatan juga dilakukan secara modern. Salah satu yang menjadi ciri kemodernan tersebut yakni adanya pusat perbelanjaan modern. Pusat perbelanjaan modern tidak hanya dari segi mode ataupun fashion, melainkan telah berkembang ke arah yang lebih luas lagi dengan adanya pusat perbelanjaan untuk keperluan sandang-pangan serta segala kebutuhan pokok.


(16)

Berdasarkan prinsipnya, kehadiran pasar modern tentu diizinkan tumbuh dan berkembang di suatu daerah. Di satu sisi, kehadiran pasar modern sangat membantu masyarakat memenuhi kebutuhannya dengan mudah dan tidak menyita waktu karena sebagian besar kebutuhan masyarakat tersedia di pasar-pasar modern tersebut. Akan tetapi, seiring dengan pesatnya pertumbuhan dan persaingan ekonomi, kehadiran pasar modern yang tidak mematuhi kebijakan seperti jumlah yang berlebihan atau melewati batas maksimum dan menyalahi segala aturan dalam kegiatan ekonomi yang ditetapkan dianggap telah menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat sehingga mampu mematikan pasar tradisional dan membuat pedagang kecil lainnya harus lebih dini gulung tikar.

Beberapa pasar modern yang dikenal oleh masyarakat, seperti Carrefour, Hypermart, termasuk juga pasar modern dengan sistem waralaba atau franchise, seperti Indomaret, Alfamart dan Alfa Midi telah berkembang pesat. Dalam pelaksanaan kegiatan ekonominya, pasar modern dengan sistem franchise, seperti Indomaret dan Alfamart telah melebihi kapasitasnya. Hal ini dapat dilihat dari adanya 3 hingga 5 kios pasar modern dalam satu jalan di beberapa tempat di kota Medan. Akibatnya, pasar modern tersebut terkesan menekan pedagang ataupun pasar tradisional di sekitarnya.

Menurut Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011, Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, yang tercantum pada Pasal 7 ayat 3, bahwa khusus Minimarket diatur jarak minimal 500 meter dari mini market yang sudah ada, dan 250 meter dari pasar tradisional. Akan tetapi, dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011, jarak ini sudah tidak diatur lagi


(17)

sehingga keadaannya berbanding terbalik dari Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 tersebut.karena pada kenyataannya pasar modern berdiri secara berdekatan antara satu dengan yang lainnya. Bahkan ada pasar modern yang bersebelahan dengan pasar tradisional dan pedagang kecil lainnya.

Dalam peraturan perundang-undangan, Pasar Modern termasuk dalam pengertian “Toko Modern”. Peraturan mengenai pasar modern diatur dalam Perpres Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pengertian Toko Modern menurut Pasal 1 angka 5 Perpres 112/2007 adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. Setiap toko modern wajib memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar serta jarak antara toko modern dengan pasar tradisional yang telah ada (Pasal 4 ayat (1) Perpres 112/2007). Mengenai jarak antarminimarket dengan pasar tradisional yang saling berdekatan, hal tersebut berkaitan dengan masalah perizinan pendirian pasar modern (Minimarket).

Suatu pasar modern harus memiliki izin pendirian yang disebut dengan Izin Usaha Toko Modern (IUTM) yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota, dan khusus untuk wilayah DKI Jakarta diterbitkan oleh Gubernur (Pasal 12 Perpres 112/2007). Kewenangan untuk menerbitkan IUTM ini dapat didelegasikan kepada Kepala Dinas/Unit yang bertanggung jawab di bidang perdagangan atau pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu setempat (Pasal 11 Permendag No. 53/M-DAG/PER/12/2008 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern - “Permendag


(18)

53/2008”). Mengenai persyaratan untuk mendapatkan IUTM, Pasal 3 Perpres 112/2007, disebutkan bahwa luas bangunan untuk minimarket adalah kurang dari 400m2. Lokasi pendirian dari Toko Modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota. Oleh sebab itu, pemerintah perlu bertindak teliti dan tegas dalam pemberian izin usaha toko modern karena banyak orang yang telah melanggar ketentuan yang telah disebutkan mengenai usaha toko modern tersebut. Berikut ini adalah kutipannya:

BERITA PEMKO MEDAN Kamis, 2012-03-15 10:20:00 Wib

54 INDOMARET DIPERINGATKAN

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Medan mulai bersikap tegas terhadap pengusaha Indomaret yang tidak memiliki izin usaha.

Kami sudah memberikan surat teguran dan pemanggilan secara tertulis, itu sementara. Untuk tindak lanjutnya kami masih menunggu mekanisme selanjutnya, kata Kepala Dinas Perindag Kota Medan Syarizal Arief, kemarin. Diketahui,terdapat 54 Indomaret di kota ini yang beroperasi tanpa izin usaha.

Jumlah tersebut diperoleh berdasarkan selisih antara izin yang dikeluarkan Disperindag dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Saat ini, terdapat 184 Indomaret yang berdiri di Kota Medan. Namun, Disperindag baru mengeluarkan surat izin untuk 85 unit.Sedangkan BPPT hanya menerbitkan izin untuk sembilan Indomaret.Izin yang diberikan yaitu izin usaha toko modern (IUTM), izin gangguan (Ho), surat izin usaha perdagangan (SIUP) dan surat tanda daftar perusahaan (TDP).

Menurut Syarizal, pihaknya tidak bisa serta merta langsung menindak dengan membongkar paksa bangunan Indomaret yang tidak berizin tersebut. Karena harus melalui beberapa proses,mulai dari teguran, sanksi administrasi, peringatan hingga akhirnya penindakan.

Kami ada standar operasional prosedur (SOP) kalau mau melakukan penindakan. Jadi, harus diikuti tahapannya dengan melakukan teguran terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan Peraturan Wali Kota (Perwal) No 20/2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, ucapnya.

Mengenai rencana Pemerintah Kota (Pemko) Medan membentuk tim untuk melakukan pengawasan dan penataan Indomaret di bawah pimpinan Asisten Ekonomi Pembangunan, menurut dia, masih tahap proses. Itu merupakan tim gabungan untuk melakukan pembinaan dan penataan terhadap pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Saat ini tim sedang dibentuk dengan melibatkan beberapa pihak terkait, tutur Syarizal.

Sementara itu, Branch Manager Indomaret Medan Najuri menilai persoalan ini hanya bentuk persaingan bisnis. Begitupun, pihaknya siap mengurus seluruh perizinan yang dibutuhkan. Biar bagaimanapun kami


(19)

akan mengurus izin sesuai ketentuan. Kemarin kami sudah memberi penjelasan kepada Komisi B DPRD, Disperindag dan BPPT bahwa kami akan mengurus izin secepatnya, katanya.

Di sisi lain, Ketua Komisi C DPRD Kota Medan Jumadi meminta Disperindag tidak memberi kompensasi terhadap usaha yang beroperasi tanpa izin. Disperindag harus menjalankan aturan sesuai dengan tugas dan fungsinya, yakni melakukan pengawasan. Setelah pengawasan dan terbukti ada yang menyalahi aturan tentu harus segera dilakukan penindakan.Tidak bisa usaha dibiarkan beroperasional tanpa izin, ucap Jumadi.

Berdasar Perwal No 20/ 2011, pusat perbelanjaan harus berjarak minimal 500 meter dengan pusat perbelanjaan lainnya. Ketentuan ini berlaku untuk toko modern, termasuk minimarket yang bersifat franchise. Perwal juga mengatur keharusan pusat perbelanjaan minimal berjarak 100 meter dengan sekolah, rumah ibadah serta pasar tradisional.

Sumber: Seputar Indonesia

29-9-13; 10.59 WIB

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa terdapat permasalahan di dalam penataan dan pembinaan usaha pasar modern sebagaimana yang telah diatur di dalam peraturan walikota Medan tersebut. Banyak pihak yang mengabaikan peraturan yang telah dibuat sehingga terjadi permasalahan-permasalahan baik dari aspek sosial maupun ekonomi dalam masyarakat kota Medan. Berdasarkan latar belakang inilah peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana “Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun

2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket”.

I.2.Fokus Masalah

Penelitian ini memiliki fokus masalah yang menjadi batasan peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti hanya memfokuskan penelitian mengenai implementasi “Peraturan Walikota Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern” pada Toko Modern khusus Minimarket saja.


(20)

Dalam hal ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana proses pelaksanaan atau implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket dengan melihat studi pada Kota Medan.

I.3. Rumusan Masalah

Pada dasarnya, penelitian itu dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Masalah merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian dimana peneliti mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal-hal yang akan dicari jawabnya melalui kegiatan penelitian.

Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah yang dapat penulis rumuskan yaitu sebagai berikut:

“Bagaimana proses implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket?”

I.4. Tujuan Penelitian

Di dalam usulan atau rancangan penelitian, apapun format penelitian yang digunakan, juga perlu secara jelas merumuskan tujuan penelitian yang hendak dihasilkan. Tujuan penelitian ini ialah untuk menjawab perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, yakni untuk mengetahui bagaimana proses implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket.


(21)

I.5. Manfaat Penelitian

Kebijakan merupakan sarana dari pemerintah untuk mengatasi permasalah yang dihadapi oleh masyarakat umum. Oleh sebab itu lahirnya sebuah kebijakan tertentu diharapkan adanya perbaikan di dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam hal ini kebijakan Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket.

Berdasarkan penjelasan di atas, adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat Ilmiah: Menambah pengetahuan bagi penulis sendiri, baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan berpikir ilmiah, sistematis, dan metodologis dalam menyusun berbagai kajian literatur sehingga menghasilkan suatu wacana baru dalam memperkaya wawasan kepustakaan pendidikan.

2. Manfaat Praktis: Sebagai bahan masukan bagi dinas yang bersangkutan, dan dapat dijadikan bahan informasi, acuan, dan pertimbangan bagi dinas dalam melaksanakan peraturan walikota mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

3. Manfaat Akademik: Sebagai bahan referensi bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik dalam bidang ini.

I.6.Kerangka Teori

Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman dasar berpikir, yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun


(22)

kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih.

Menyusun teori diartikan sebagai serangkaian konsep, definisi, proposisi, yang saling berkaitan dan tujuan memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena. Mengacu pada pendapat di atas, maka dalam hal ini penulis mengemukakan beberapa teori yang dapat dijadikan titik tolak atau landasan dalam penelitian ini.

I.6.1. Kebijakan Publik

I.6.1.1. Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Anderson, kebijakan dipandang sebagai suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan oleh seorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah. Selanjutnya, Anderson (Nurcholis, 2007:263) mengklasifikasikan kebijakan itu menjadi dua, yaitu:

1. Substantif, yaitu apa yang harus dilakukan pemerintah.

2. Prosedural, yaitu siapa dan bagaimana kebijakan itu diselenggarakan.

Menurut Woll (Tangkilisan, 2003:2), kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam definisi tersebut, Woll menyatakan bahwa pengaruh dari tindakan atau aktivitas pemerintah tersebut ialah: (1.) Adanya pilihan kebijakan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang

lainnya dengan menggunakan kekuatan publik yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat;


(23)

(2.) Ada output kebijakan yakni dengan dibuatnya kebijakan, pemerintah dituntut membuat peraturan, anggaran, personil, dan regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat;

(3.) Adanya dampak kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

David Easton menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah adalah kekuasaan mengalokasikan nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan, ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat. Sementara menurut Hutington dan J. Nelson (Abidin, 2002:86), dalam masyarakat modern, masyarakat melihat pemerintah sebagai bagian dari kehidupannya. Kebijakan pemerintah selalu dirasakan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dilakukan pemerintah lewat keputusan bersama aktor-aktor politik untuk pencapaian tujuan negara secara utuh dengan cara pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.

I.6.1.2. Proses Kebijakan Publik

Holwet dan M. Ramesh (Suharto, 2006:13) berpendapat bahwa proses kebijakan publik terdiri atas lima tahapan, yaitu:

1. Penyusunan Agenda, yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah;

2. Formulasi Kebijakan, yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah;


(24)

3. Pembuatan Kebijakan, yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan;

4. Implementasi Kebijakan, yakni proses untuk melaksanakan kebijakan agar mencapai hasil;

5. Evaluasi Kebijakan, yakni proses untuk memonitor dan menilai kinerja atau hasil kebijakan.

I.6.2. Implementasi Kebijakan Publik

I.6.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan memiliki arti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan secara maksimal dan tidak dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat tercapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langka yang ada, yaitu yang pertama langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program, atau yang kedua melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut.

Menurut Pressman dan Wildavsky (Tangkilisan, 2003:9), implementasi kebijakan adalah interaksi antara penyusunan tujuan denga sarana-sarana tindakan dalam mencapai


(25)

tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya.

Menurut Patton dan Sawicki (1993) implementasi kebijakan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif berperan mengatur cara dalam mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.

Mazmanian dan Sabatier mengatakan bahwa mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau pada kejadian-kejadian tertentu.

Dari beberapa pemahaman di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan proses pelaksanaan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk pencapaian tujuan yang diharapkan sesuai dengan sasaran kebijakan tersebut.

I.6.2.2. Model Implementasi Kebijakan Publik

A. Model Van Meter dan Van Horn

Menurut Van Meter dan Van Horn (Subarsono, 2005:99), ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni:


(26)

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

(2.) Sumber daya

Kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non-manusia.

(3.) Hubungan antarorganisasi

Dalam implementasinya, kebijakan perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Keberhasilan suatu kebijakan memerlukan koordinasi dan kerjasama antarinstansi.

(4.) Karakteristik agen pelaksana

Yang dimaksud dengan karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program kebijakan.

(5.) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.

(6.) Disposisi implementor


(27)

a. Respon implementor terhadap kebijakan, yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;

b. Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan

c. Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Gambar 1.1. Model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn

Sumber: Riant Nugroho, 2006:128

B. Model George C. Edward III

Dalam mengkaji suatu implementasi kebijakan publik perlu diketahui variabel dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Edward III, pendekatan yang digunakan terhadap studi implementasi dimulai dari sebuah intisari dan menanyakan: “Apakah prakondisi untuk implementasi kebijakan yang berhasil? Apakah rintangan primer untuk implementasi kebijakan yang sukses?”. Diperlukan suatu model kebijakan

Komunikasi antar organisasi dan kegiatan

pelaksanaan

Ciri badan pelaksana Ukuran dan

tujuan kebijakan

Sikap para pelaksana Sumber-sumber

kebijakan

Lingkungan: Ekonomi, sosial, dan politik

Prestasi kerja


(28)

guna menyederhanakan pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan. Edward melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap implementasi.

Oleh karena itu, Edward menegaskan bahwa dalam studi implementasi terlebih dahulu harus diajukan dua pertanyaan pokok yaitu:

1) Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan?

2) Apakah yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan? Guna menjawab pertanyaan tersebut, Edward mengajukan empat faktor yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu faktor communication, resources, disposition, dan bureucratic structure (Widodo, 2011:96).

Gambar 1.2. Model implementasi kebijakan George C. Edward III

Sumber: Widodo, 2011:107 Communication

Resources

Implementation

Bureucratic Structure


(29)

(1.) Komunikasi (Communication)

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan (Widodo, 2011:97) berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors).

Widodo kemudian menambahkan bahwa informasi perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan dengan efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.

Komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting yaitu tranformasi informasi (transmission), kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi informasi (consistency). Dimensi tranformasi menghendaki agar informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan. Sedangkan dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait.


(30)

(2.) Sumber Daya (Resources)

Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Edward III (Widodo, 2011:98) mengemukakan bahwa bagaimanapun jelas dan konsistensinya ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif.

Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Sumber Daya Manusia (Staff)

Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan dengan keterampilan, dedikas, profesionalitas, dan kompetensi di bidangnya, sedangkan kuatitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi, sebab tanpa sumber daya manusia yang kehandalan sumber daya manusia, implementasi kebijakan akan berjalan lambat.

b. Anggaran (Budgetary)

Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan modal atau investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin terlaksananya kebijakan,


(31)

sebab tanpa dukungan anggaran yang memadahi, kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran.

c. Fasilitas (Facility)

Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak, seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan.

d. Informasi dan Kewenangan (Information and Authority)

Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan, terutama informasi yang relevan dan cukup terkait bagaimana mengimplementasikan suatu kebijakan. Sementara wewenang berperan penting terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki.

(3.) Disposisi (Disposition)

Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya kejujuran dan komitmen yang tinggi. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam asa program yang telah digariskan, sedangkan komitmen yang tinggi dari pelaksana kebijakn akan membuat mereka selalu antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi, dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan

Sikap dari pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan,


(32)

sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak akan terlaksana dengan baik.

(4.) Struktur Birokrasi (Bureucratic Structure)

Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah dibuat Standar Operasional Prosedur (SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.

C. Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983)

Menurut Mazmanian dan Sabatier, ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kesuksesan implementasi, yakni;

(1.) Karakteristik Masalah, terdiri atas;

a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang ada

Dalam hal ini dilihat bagaimana permasalahan yang terjadi, apakah termasuk permasalahan sosial yang secara teknis mudah diselesaikan atau masuk kategori masalah sosial yang secara teknis sulit untuk dipecahkan. Sebagai contoh masalah sosial yang termasuk kategori mudah diselesaikan adalah seperti kekurangan persediaan beras di suatu daerah, kekurangan guru dalam suatu sekolah, dan lain-lain. Untuk contoh masalah


(33)

sosial yang termasuk kategori sosial yang cukup sulit dipecahkan adalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan masalah-masalah lain yang sejenis.

b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran

Hal ini menyangkut kelompok sasaran dari pembuatan suatu kebijakan atau dapat dikatakan masyarakat setempat yang dapat bersifat homogen ataupun heterogen. Kondisi masyarakat yang homogen tentunya akan lebih memudahkan suatu program ataupun kebijakan diimplementasikan, sementara itu dengan kondisi masyarkat yang lebih heterogen akan lebih menyulitkan ataupun mendapat lebih banyak tantangan dalam pengimplementasiaannya.

c. Prosentase kelompok sasaran terhadap total populasi

Dalam artian bahwa suatu program atau kebijakan akan lebih mudah diimplementasikan ketika sasarannya hanyalah sekelompok orang tertentu atau hanya sebagian kecil dari semua populasi yang ada ketimbang kelompok sasarannya menyangkut seluruh populasi itu sendiri.

d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan

Hal ini menyangkut akan hal bagaimana perubahan perilaku dari kelompok sasaran yang diharapkan dengan program yang ada. Sebuah kebijakan atau program akan lebih mudah diimplementasikan ketika program tersebut lebih bersifat kognitif dan memberikan pengetahuan. Sementara itu, program yang bersifat merubah sikap atau perilaku masyarakat cenderung cukup sulit untuk diimplementasikan seperti perda larangan merokok ditempat umum, pemakaian alat kontrasepsi dan Keluarga Berencana, dan lain-lain.


(34)

a. Kejelasan isi kebijakan

Sebuah kebijakan yang diambil oleh pembuat kebijakan haruslah mengandung konten yang jelas dan konsisten. Kebijakan dengan isi yang jelas akan memudahkan sebuah kebijakan dan akan menghindarkan distorsi atau penyimpangan dalam pengimplementasiannya. Hal ini dikarenakan jika suatu kebijakan sudah memiliki isi yang jelas maka kemungkinan penafsiran yang salah oleh implementor akan dapat dihindari dan sebaliknya jika isi suatu kebijakan masih belum jelas atau mengambang, potensi untuk distorsi ataupun kesalahpahaman akan besar.

b. Seberapa jauh kebijakan memiliki dukungan teoritis

Dukungan teoritis akan lebih memantapkan suatu aturan atau kebijakan yang dibuat karena tentunya sudah teruji. Namun, karena konteks dalam pembuatan kebijakan adalah menyangkut masalah sosial yang meski secara umum terlihat sama disetiap daerah, akan tetapi sebanarnya terdapat hal-hal yang sedikit banyak berbeda sehingga untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan modifikasi saja.

c. Besarnya alokasi sumberdaya financial terhadap kebijakan tersebut

Hal yang tak dapat dipungkiri dalam mendukung pengimplementasian suatu kebijakan adalah masalah keuangan/modal. Setiap program tentu memerlukan staff untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, memonitor program, dan mengelola sumber daya lainnya yang semua itu memerlukan modal.

d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana

Suatu program akan dengan sukses diimplementasikan jika terjadi koordinasi yang baik yang dilakukan antar berbagai instansi terkait baik secara vertikal maupun


(35)

horizontal.

e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana

Badan pelaksana atau implementor sebuah kebijakan harus diberikan kejelasan aturan serta konsistensi agar tidak terjadi kerancuan yang menyebabkan kegagalan pengimplementasian.

f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan

Salah satu faktor utama kesuksesan implementasi sebuah kebijakan adalah adanya komitmen yang kuat dari aparatur dalam melaksanakan tugasnya. Komitmen mencakup keseriusan dan kesungguhan agar penerapan suatu peraturan ataupun kebijakan bisa berjalan dengan baik dan diterima serta dipatuhi oleh sasaran dari kebijaan tersebut.

g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan

Sebuah program akan mendapat dukungan yang banyak ketika kelompok-kelompok luar, dalam artian diluar pihak pembuat kebijakan seperti masyarakat ikut terlibat dalam kebijakan tersebut dan tidak hanya menjadikan mereka sebagai penonton tentang adanya suatu kebijakan ataupun program di wilayah mereka.

(3.) Lingkungan Kebijakan, terdiri atas;

a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi

Kondisi sosial ekonomi masyarakat menyangkut akan hal keadaan suatu masyarakat secara umum, mulai dari pendidikan, keadaan ekonomi, dan kondisi sosialnya yang secara sederhana dapat dikatakan kepada masyarakat yang sudah terbuka dan modern dengan masyarakat yang tertutup dan tradisional. Masyarakat yang sudah terbuka akan lebih mudah menerima program-program pembaruan dari masyarakat yang


(36)

masih tertutup dan tradisional. Sementara itu, teknologi sendiri adalah sebagai pembantu untuk mempermudah pengimplementasian sebuah program. Teknologi yang semakin modern tentu akan semakin mempermudah.

b. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan

Dukungan publik akan cenderung besar ketika kebijakan yang dikeluarkan memberikan insntif ataupun kemudahan, seperti pembuatan KTP gratis, dan lain-lain. Sebaliknya, dukungan akan semakin sedikit ketika kebijakan tersebut malah bersifat disinsentif seperti kenaikan BBM.

c. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups)

Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara, seperti: 1) Kelompok pemilih dapat melakukan intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar dengan maksud untuk mengubah kebijakan; 2) Kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan untuk mempengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan legislatif.

d. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor

Komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki keterampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut.


(37)

Gambar 1.3. Model implementasi kebijakan Mazmanian dan Sabatier

Sumber: Samodra Wibawa, 1994:26

D. Marilee S. Grindle (1980)

Menurut Grindle (1980), bahwa keberhasilan implementasi kebijakan publik dipengaruhi oleh dua variabel yang fundamental, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation).

Daya Dukung Peraturan

1. Kejelasan/konsistensi tujuan/sasaran 2. Teori kausal yang memadai

3. Sumber keuangan yang mencukupi 4. Integrasi organisasi pelaksana 5. Diskresi pelaksana

6. Rekrutmen dari pejabat pelaksana 7. Akses-formal pelaksana ke organisasi

lain

Variabel Non-Peraturan

1. Kondisi sosial ekonomi dan teknologi 2. Perhatian pers terhadap masalah

kebijakan 3. Dukungan publik

4. Sikap dan sumber daya kelompok sasaran utama

5. Dukungan kewenangan

6. Komitmen dan kemampuan pejabat pelaksana

Proses implementasi

Keluaran Kesesuaian keluaran dampak dampak yang

kebijakan keluaran aktual diperkirakan

dari organisasi kebijakan dengan keluaran

pelaksana kelompok sasaran

kebijakan

perbaikan peraturan

Karakteristik Masalah

1. Ketersediaan teknologi dan teori teoritis 2. Keragaman perilaku kelompok sasaran 3. Sifat populasi


(38)

(1.) Isi Kebijakan, mencakup:

a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan publik;

b. Jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran (target groups); c. Sejauh mana perubahan yang diinginkan oleh kebijakan;

d. Apakah letak sebuah program sudah tepat;

e. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci;

f. Sumber daya yang disebutkan apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai.

(2.) Lingkungan Kebijakan, mencakup:

a. Seberapa besar kekuatan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan;

b. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa; c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.


(39)

Tujuan Kebijakan Tujuan yang ingin dicapai program aksi dan proyek individu yang di desaian dan dibiayai

program yang dijalankan seperti direncanakan?

mengukur keberhasilan

Gambar 1.4. Model implementasi kebijakan Grindle

Sumber: Riant nugroho, 2006 Melaksanakan kegiatan

dipengaruhi oleh:

(a) Isi Kebijakan

1. Kepentingan yang dipengaruhi 2. Tipe manfaat

3. Derajat perubahan yang diharapkan 4. Letak pengambilan keputusan 5. Pelaksana program

6. Sumber daya yang dilibatkan

(b)Konteks Kebijakan

1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat

2. Karakteristik lembaga dan penguasa 3. Kepatuhan dan daya tanggap

Hasil kebijakan

a. Dampak pada masyarakat, individu, dan kelompok b. Perubahan dan

penerimaan oleh masyarakat


(40)

I.6.3. Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin

Usaha Minimarket

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, yang dimaksud dengan Toko adalah bangunan gedung dengan fungsi usaha yang digunakan untuk menjual barang dan terdiri dari hanya satu penjual. Sedangkan Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.

Berdasarkan luasnya, Toko Modern dibagi menjadi beberapa macam, yaitu : a. Minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter persegi);

b. Supermarket, 400 m2 (empat ratus meter persegi) sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu meter persegi);

c. Hypermarket, lebih dari 5.000 m2 (lima ribu meter persegi);

d. Department Store, lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi); dan e. Perkulakan, lebih dari 5.000 m2 (lima ribu meter persegi).

Ketentuan-ketentuan mengenai perizinan usaha pusat perbelanjaan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (“Perpres No. 112/2007”) dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (“Permendag No. 53/M-DAG/PER/12/2008”). Menurut peraturan-peraturan tersebut terdapat izin yang diperlukan untuk melaksanakan usaha Pusat Perbelanjaan.


(41)

Dalam melaksanakan usaha pusat perbelanjaan tersebut, pemilik atau pengelola pusat perbelanjaan wajib untuk memiliki izin usaha, yaitu Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (“IUPP”) untuk pertokoan, mall, plaza dan pusat perdagangan.

IUPP diterbitkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Bupati/Walikota selain Gubernur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melimpahkan kewenangan penerbitan IUPP kepada Kepala Dinas/Unit yang bertanggung jawab di bidang perdagangan atau pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu setempat.

Prosedur dan Tata Cara Pengajuan Permohonan IUTM:

Persyaratan untuk memohon IUTM Mini Market, dengan melampirkan: a. Fotocopy KTP;

b. Fotocopy Akta Pendirian Perusahaan yang berbadan hukum;

c. Fotocopy Surat Izin Mendirikan Bangunan sesuai dengan peruntukan;

d.Memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern serta Usaha Kecil, termasuk koperasi yang ada di wilayah yang bersangkutan; dan

e. Fotocopy Surat Izin Tempat Usaha dan/atau Surat Izin Gangguan.

Pengurusan permohonan IUPP tersebut tidak dikenakan biaya. Permohonan untuk IUPP diajukan kepada Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang perdagangan atau Pelayanan Terpadu Satu Pintu Setempat dengan mengisi Formulir Surat Permohonan dengan melampirkan dokumen sesuai persyaratan yang telah disebutkan.


(42)

Permohonan ditandatangani oleh pemilik atau penanggungjawab atau pengelola perusahaan. Untuk mengajukan permohonan IUPP, perlu dilengkapi dengan studi kelayakan termasuk analisis mengenai dampak lingkungan terutama aspek sosial budaya dan dampaknya bagi pelaku perdagangan eceran setempat dan rencana kemitraan dengan usaha kecil.

Bila permohonan yang diajukan benar dan lengkap, maka Pejabat Penerbit Izin Usaha dapat menerbitkan IUPP paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya Surat Permohonan. Sedangkan bila permohonan dinilai belum benar dan lengkap, maka Pejabat Penerbit Izin Usaha memberitahukan penolakan secara tertulis disertai dengan alasannya kepada pemohon paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Permohonan. Perusahaan yang ditolak permohonannya dapat mengajukan kembali surat permohonan izin usahanya disertai kelengkapan dokumen persyaratan secara benar dan lengkap.

Perusahaan pengelola Pusat Perbelanjaan yang telah memperoleh IUPP tidak diwajibkan memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Apabila terjadi pemindahan lokasi usaha Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, pengelola/penanggung jawab perusahaan wajib mengajukan permohonan izin baru. IUPP berlaku selama masih melakukan kegiatan usaha pada lokasi yang sama dan wajib dilakukan daftar ulang setiap 5 (lima) tahun.

Sedangkan, dalam rangka memperoleh izin usaha bagi Pasar Tradisional atau Toko Modern yang terintegrasi dengan Pusat Perbelanjaan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:


(43)

1. Struktur penduduk menurut mata pencaharian dan pendidikan; 2. Tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga;

3. Kepadatan penduduk; 4. Pertumbuhan penduduk;

5. Kemitraan dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal; 6. Penyerapan tenaga kerja lokal;

7. Ketahanan dan pertumbuhan Pasar Tradisional sebagai sarana bagi UMKM lokal; 8. Keberadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang sudah ada;

9. Dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak antara Hypermarket dengan Pasar Tradisional yang telah ada sebelumnya; dan

10. Tanggung jawab soaial perusahaan.

(b.)Salinan IUPP Pusat Perbelanjaan atau bangunan lainnya tempat berdirinya Pasar Tradisional atau Toko Modern;

(c.) Copy Akte Pendirian Perusahaan dan pengesahannya;

(d.) Surat pernyataan kesanggupan melaksanakan dan mematuhi ketentuan yang berlaku; (e.) Rencana kemitraan dengan UMKM untuk Pusat Perbelanjaan atau Toko Modern.

I.7. Definisi Konsep

Menurut Masri Singarimbun, konsep adalah istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan kejadian secara abstrak, kelompok individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Untuk itu, peneliti menguraikan definisi konsep sebagai berikut: 1. Kebijakan Publik


(44)

Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dilakukan pemerintah lewat keputusan bersama aktor-aktor politik untuk pencapaian tujuan negara secara utuh dengan cara pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik yang dimaksud akan dipakai dalam penelitian ini ialah Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket.

2. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif berperan mengatur cara dalam mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Adapun indikator yang digunakan untuk menganalisis implementasi kebijakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Kejelasan Isi Kebijakan

Sebuah kebijakan yang diambil oleh pembuat kebijakan haruslah mengandung konten yang jelas dan konsisten.

- Sumber Daya

Kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non-manusia.

- Disposisi Implementor

Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya kejujuran dan komitmen yang tinggi.


(45)

- Komunikasi (Communication) dan Koordinasi

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan. Sedangkan, koordinasi adalah praktik pelaksanaan kekuasaan dan kerjasama antarpihak yang mempunyai kewenangan.

- Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.

3. Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011

Merupakan kebijakan pemerintah daerah (dalam hal ini walikota Medan) untuk mengatur ekonomi daerah yang berbasiskan ekonomi kerakyatan sehingga tidak mematikan pasar tradisional dan pedagang kecil.

I.8. Operasionalisasi Konsep

Adapun operasionalisasi konsep yang digunakan peneliti dalam rangka mempermudah dalam mengumpulkan data yang akan dibutuhkan peneliti lewat penyusunan daftar wawancara adalah sebagai berikut:

1. Kejelasan isi kebijakan

a. standar dan sasaran kebijakan b. target pencapaian


(46)

c. implementor yang jelas 2. Sumber daya

a. kemampuan sumber daya manusia pelaksana kebijakan

b. ketersediaan sumber daya manusia, financial dan peralatan/fasilitas 3. Disposisi implementor

a. persepsi pelaksana terhadap kebijakan b. respon pelaksana kebijakan

c. tindakan pelaksana kebijakan 4. Komunikasi dan koordinasi

a. kerjasama antarinstansi yang terkait

b. batas-batas kewenangan organisasi/peran setiap agen 5. Struktur birokrasi

a. Standar Operasional Prosedur (SOP) b. Pengawasan dan kontrol

I.9. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini berisi bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisi data.


(47)

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum mengenai karakteristik lokasi penelitian. BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan data-data yang diperoleh selama penelitian dilapangan dan dokumen-dokumen yang akan dianalisis.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari hasil penelitain dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran, bagian kesimpulan berisi jawaban atas masalah yang dikemukakan. Pemecahan masalah yang dinyatakan dalam bentuk saran.


(48)

BAB II

METODE PENELITIAN

II.1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bentuk penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Danin (2002:41), penelitian deskriptif adalah penelitian yang memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian yang sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya dan mencoba menganalisa untuk memberikan kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh.

Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3), penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

II.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan Jln. Jend. A. H. Nasution No. 32 Lt. II, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Medan, dan Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.


(49)

II.3. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2007:76).

Informan penelitian ini ada dua macam, yaitu:

1. Informan kunci merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian,

2. Informan utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti,

Berdasarkan uraian tersebut, maka informan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Informan kunci adalah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan, dan Kepala Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan.

2. Informan utama adalah masyarakat yang mengurus ijin usaha Toko Modern (khusus Minimarket).

II.4. Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono (1994:57) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan ditetapkan kesimpulannya. Berdasarkan


(50)

data yang diperoleh selama tahun 2012 hingga tahun 2013, jumlah minimarket yang terdaftar di Kota Medan adalah sebanyak 75 minimarket. Berdasarkan uraian tersebut, maka populasi dari penelitian ini adalah pengelolaan toko modern di seluruh kecamatan Kota Medan.

Di dalam Singarimbun (2008:34), sampel diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya dalam suatu penelitian. Dengan kata lain, sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili populasi. Adapun teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling, yakni teknik penarikan sampel secara sengaja dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Cara pengambilan datanya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1. Teknik Pengambilan Data

Sumber: Chyntia, 2014 (diolah sendiri oleh peneliti)

II.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data dan informasi, keterangan-keterangan yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

Kota Medan

Jumlah Kecamatan 21 kecamatan


(51)

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung ke lokasi penelitian (field research) untuk mendapatkan data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data primer tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a) Metode Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap sejumlah acuan yang berkenaan dengan topik penelitian ke lokasi penelitian.

b) Metode Wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan-bahan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Data sekunder tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a) Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai literatur seperti buku, dokumen, majalah, jurnal, internet dan berbagai bahan yang berhubungan dengan objek penelitian.

b)Studi Dokumentasi yaitu dengan menggunakan catatan-catatan yang ada dalam lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan masalah penelitian.

II.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu menguraikan serta menginterpretasikan data yang diperoleh dilapangan


(52)

dari para informan kunci (key informan). Teknik analisis data ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data dan informasi, kemudian data yang diperoleh akan dianalisis sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian dan kemudian dapat menarik kesimpulan.

II.7. Pengujian Keabsahan Data

Salah satu syarat bagi analisis data adalah dimilikinya data yang valid dan reliable. Untuk itu, dalam kegiatan penelitian kualitatif dilakukan upaya validasi data. Objektivitas dan keabsahan data penelitian dilakukan dengan melihat reliabilitas dan validitas data yang diperoleh. Dengan mengacu pada Moleong (2006), untuk pembuktian dan validitas data ditentukan oleh kredibilitas dan interpretasinya dengan mengupayakan temuan dan penafsiran yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang senyatanya dan disetujui oleh subjek penelitian (perspektif emik).


(53)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

III.1. Profil Kota Medan

A. Kondisi Geografis Kota Medan

Kota Medan secara geografis terletak di antara 2 27'-2 47' Lintang Utara dan 98 35'-98 44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian Utara Propinsi Sumatera Utara dengan topografi miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian tempat 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 km2 secara administratif terdiri dari 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan. Sarana dan prasarana perhubungan di Kota Medan terdiri dari prasarana perhubungan darat, laut, udara. Transportasi lainnya adalah kereta api. Di samping itu juga telah tersedia prasarana listrik, gas, telekomunikasi, air bersih dan Kawasan Industri Medan (KIM) I. Sebagai daerah yang berada pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara memiliki posisi yang strategis.

B. Kondisi Demografis Kota Medan

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat-istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin


(54)

menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan perubahan sosial ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat.pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

C. Visi dan Misi Pemerintah Kota Medan


(55)

- Jangka Panjang (Visi 2025----Perda Nomor 8 Tahun 2009): “Kota Medan yang Maju,

Sejahtera, Religius dan Berwawasan Lingkungan” (Indikasi: Pendapatan per kapita Rp 72 juta/tahun)

- Jangka Menengah (Visi 2015): Kota Medan Menjadi Kota Metropolitan yang

Berdaya Saing, Nyaman, Peduli dan Sejahtera”

- Jangka Pendek (Tahun 2011): “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah yang

Semakin Dinamis dan Berkualitas Guna Menciptakan Kesempatan Kerja yang Luas, Mengurangi Kemiskinan, Meningkatkan Mutu Pelayanan Publik dan Kesejahteraan Masyarakat” (Indikasi: Pendapatan per kapita menjadi Rp 41,3 juta dari Rp 36 juta Tahun 2010)

Adapun yang menjadi misi Pemerintah Kota Medan adalah:

1. Mewujudkan percepatan pembangunan wilayah lingkar luar, dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi (UMKM), untuk kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat kota.

2. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik dengan birokrasi yang lebih efisien, efektif, kreatif, inovatif dan responsif.

3. Penataan kota yang ramah lingkungan berdasarkan prinsip keadilan sosial ekonomi, membangun dan mengembangkan pendidikan, kesehatan, serta budaya daerah.

4. Meningkatkan suasana religius yang harmonis dalam kehidupan berbangsa serta bermasyarakat.


(56)

D. Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan

Gambar 3.1. Struktur organisasi Pemerintah Kota Medan Tahun 2014

C. Unit Kerja Pemerintah Kota Medan

1.) Dinas Daerah: - Dinas Pendidikan - Dinas Kesehatan

- Dinas Sosial dan Tenaga Kerja - Dinas Perhubungan

- Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

WALIKOTA WAKIL WALIKOTA

STAFF AHLI DPRD

4 ASISTEN

21 CAMAT

21 DINAS DAERAH

BAGIAN 151 LURAH

SEKRETARIS DAERAH

Garis Kemitraan - - - Garis Komando

Garis Koordinasi

SEKRETARIAT DPRD

BAGIAN 12 LEMBAGA


(57)

- Dinas Kebudayaan dan Periwisata - Dinas Bina Marga

- Dinas Perumahan dan Pemukiman - Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan - Dinas Pertamanan

- Dinas Kebersihan

- Dinas Pencegah dan Pemadam Kebakaran - Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah - Dinas Perindustrian dan Perdagangan

- Dinas Pertanian dan Kelautan - Dinas Pendapatan

- Dinas Pemuda dan Olahraga - Dinas Komunikasi dan Informatika

2.) Inspektorat/Badan/Kantor:

- Badan Perencanaan Pembangunan Daerah - Badan Penelitian dan Pengembangan

- Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat - Badan Lingkungan Hidup

- Badan Ketahanan Pangan - Badan Penanaman Modal

- Badan Pemberdayaan Masyarakat - Badan Pengelola Keuangan Daerah


(58)

- Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana - Badan Kepegawaian Daerah

- Badan Pelayanan Perijinan Terpadu - Kantor Perpustakaan

- Kantor Arsip

- Kantor Pendidikan dan Pelatihan - Kantor Sandi Daerah

III.2. Gambaran Kondisi Satuan Kerja Perangkat Daerah

A. Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan

1. Visi dan Misi Badan Pelayanan dan Perijinan Terpadu Kota Medan

Adapun visi dari Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan adalah “Terwujudnya Pelayanan Prima Perizinan untuk Mewujudkan Medan Kota Metropolitan yang Berdaya Saing, Nyaman, Peduli dan Sejahtera”.

Sedangkan misi dari Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan adalah: 1. Mewujudkan pelayanan perijinan yang optimal dan profesional serta kepuasan

masyarakat.

2. Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur yang profesional.

3. Meningkatkan sistem informasi manajemen pelayanan yang berbasis infomasi teknologi.

4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan perizinan terpadu. 5. Meningkatkan hubungan kerja antar SKPD di lingkungan Pemko Medan


(59)

2. Struktur Organisasi Badan Pelayanan dan Perijinan Terpadu Kota Medan

Gambar 3.2. Struktur organisasi BPPT Kota Medan Tahun 2014

3. Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pelayanan dan Perijinan Terpadu Kota Medan

Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) seperti berikut:

1.) Menyelenggarakan pelayanan administrasi di bidang perijinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplikasi, keamanan dan kepastian;

2.) Melaksanakan koordinasi proses pelayanan perijinan; 3.) Melaksanakan penyusunan program;

BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU

SEKRETARIAT

BAGIAN TATA USAHA

SUB BAGIAN UMUM SUB BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN PENYUSUNAN PROGRAM KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL BIDANG PELAYANAN PERIJINAN I (Usaha, Perdagangan dan Industri) BIDANG PELAYANAN PERIJINAN III (Tata Ruang, Perhubungan dan Lingkungan Hidup) BIDANG PELAYANAN PERIJINAN IV (Konstruksi, Kesehatan dan lain-lain) BIDANG PELAYANAN PERIJINAN II (Ketentraman dan Ketertiban)

TIM TEKNIS TIM TEKNIS


(60)

4.) Melaksanakan administrasi pelayanan perijinan;

5.) Pemantauan dan evaluasi proses pemberian pelayanan perijinan;

6.) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

B. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Medan

1. Visi dan Misi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan memiliki visi, yakni “Terwujudnya Kota Medan Sebagai Pusat Jasa, Perdagangan dan Industri yang Modern, Madani dan Ramah Lingkungan”.

Dan misi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan jasa, perdagangan dan industri secara terpadu untuk mewujudkan Medan kota Metropolitan yang modern, madani dan ramah lingkungan.

2. Peningkatan sistem informasi dan komunikasi perdagangan, jasa dan industri dalam menghadapi persaingan global.

3. Terwujudnya iklim usaha industri dan dagang yang kondusif dalam upaya mempercepat pembangunan ekonomi di kota Medan.

4. Pemberdayaan UKM dan penataan pasar pasar tradisional sehingga kompetitif dengan pasar modern.


(61)

2.Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan

Gambar 3.3. Struktur organisasi Disperindag Kota Medan Tahun 2014

3. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan

Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebagai salah satu unit kerja Pemerintah Kota (Pemko) Medan, merupakan instansi teknis di bidang perindustrian dan perdagangan yang berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2009 mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang perindustrian dan perdagangan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN BIDANG PERDAGANGAN BIDANG PERINDUSTRIAN BIDANG PENGAWASAN

-Seksi Perlindungan Konsumen -Seksi Pengawasan

Perindustrian -Seksi Pengawasan

Perdagangan

-Seksi Agro dan Hasil Hutan -Seksi Logam, Elektronika,

Mesin, dan Perekayasaan -Seksi Sarana Perindustrian

dan Perdagangan -Seksi Ekspor dan Impor -Seksi Pameran dan Promosi -Seksi Usaha Perdagangan

dan Kemitraan -Seksi Monitoring dan

Informasi Pasar

SEKRETARIAT

BAGIAN TATA USAHA

SUB BAGIAN UMUM SUB BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN PENYUSUNAN PROGRAM KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL


(62)

Berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 2009 dalam melaksanakan tugasnya, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: 1.) Perumusan kebijakan teknis di bidang perindustrian dan perdagangan;

2.) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang perindustrian dan perdagangan;

3.) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perindustrian dan perdagangan;

4.) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota Medan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

C. Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan

1. Visi dan Misi Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan

Dalam mewujudkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan mencanangkan suatu visi yaitu “Terwujudnya Kota Medan Yang Tertata, Nyaman, Modern dan Berdaya Saing”.

Pencapaian visi tersebut di atas dilakukan melalui 5 misi sebagai berikut:

1. Menyusun dan mengevaluasi rencana tata ruang dan kebijakan penataan ruang dan penataan bangunan secara berkualitas dan berkesinambungan dengan melibatkan stakeholder/shareholder.

2. Mengembangkan manajemen organisasi SDM, program kerja dan sarana prasarana yang berkelanjutan.

3. Memberikan pelayanan dan informasi yang prima dengan mengembangkan teknologi sistem informasi.


(63)

4. Mengendalikan kebijakan penataan ruang dan bangunan melalui pengawasan, pembinaan, penertiban dan koordinasi pembangunan.

5. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penataan ruang kota dan bangunan.

2. Struktur Organisasi Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan

Gambar 3.4. Struktur organisasi Dinas TRTB Kota Medan Tahun 2014

3. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan

Dalam melaksanakan tugasnya, Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) seperti berikut:

SEKRETARIAT SUB BAGIAN UMUM SUB BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN PENYUSUNAN PROGRAM KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL BIDANG PENGUKURAN DAN PEMETAAN BIDANG TATA BANGUNAN BIDANG PENGENDALIAN DAN PEMANFAATAN RUANG BIDANG TATA RUANG

-Seksi Perencanaan Tata Letak -Seksi Penelitian

Rencana Tata Ruang

-Seksi Evaluasi dan Pengembangan

-Seksi Perencanaan Bangunan -Seksi Pelestarian

dan Konservasi Bangunan -Seksi Konstruksi

Bangunan -Seksi

Pengembangan Data dan Sistem -Seksi Pengukuran -Seksi Pemetaan

-Seksi Pengaduan -Seksi Operasi

Pengawasan -Seksi Penyuluhan DINAS TATA

RUANG DAN TATA BANGUNAN


(64)

1.) Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis di bidang penataan ruang dan penataan bangunan;

2.) Mengadakan kegiatan-kegiatan penelitian dalam rangka perumusan, pengembangan dan penetapan rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan penataan ruang kota dan bangunan yang berlaku;

3.) Mengevaluasi dan merevisi rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan penataan ruang kota dan penataan bangunan yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta norma-norma penataan kota dan bangunan yang berlaku;

4.) Menghimpun data dan informasi, mengadakan pengukuran dan pemetaan dalam rangka penyusunan dan evaluasi rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan penataan ruang kota dan penataan bangunan;

5.) Perumusan kebijaksanaan teknis, pemberian bimbingan, penyuluhan dan pembinaan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan Kepala Daerah dan Peraturan yang berlaku;

6.) Melaksanakan pola dan pengembangan rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan penataan ruang kota dan penataan bangunan yang telah ditetapkan;

7.) Memberikan pelayanan terhadap permohonan Keterangan Rencana Peruntukan (KRP), Keterangan Situasi Bangunan (KSB), Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan pelayanan lainnya serta memungut retribusi atas pemberian KRP, KSB, IMB dan pelayanan lain tersebut sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku;


(65)

8.) Mengadakan pengawasan dan pengendalian terhadap penataan ruang kota dan penataan bangunan serta teknis konstruksi yang telah ditetapkan, bekerjasama dengan instansi terkait;

9.) Merumuskan kebijaksanaan dan pengawasan terhadap pelestarian dan konservasi bangunan;

10.)Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya; 11.)Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.


(1)

1.) Kejelasan isi Kebjakan (Peraturan)/Undang-undang

Agar pertumbuhan Minimarket tidak melebihi batas seperti yang termuat di dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, maka Perwal ini harus direvisi lagi dengan menyesuaikan isinya dengan peraturan-peraturan yang di atasnya. Terutama untuk memuat aturan mengenai Zonasi Minimarket.

2.) Sumber Daya

Sumber daya dalam mengimplementasikan Perwal ini dirasakan sudah cukup baik. Berarti hanya perlu mempertahankan yang sudah baik dan tetap memaksimalkan seluruh sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia, peralatan, dan juga modalnya.

3.) Disposisi Implementor

Agar dalam penyusunan perubahan-perubahan Perwal ini setiap dinas maupun badan yang terkait turut bersama-sama merumuskannya dan mengutamakan kepentingan masyarakat umum (ekonomi kerakyatan).

4.) Komunikasi dan Koordinasi

Setiap dinas dan badan yang terkait dalam mengimplementasikan Perwal ini hendaknya saling berkoordinasi dan mengomunikasikan dengan baik setiap hal yang diperlukan baik itu tindakan dan sebagainya dalam melaksanakan Perwal ini sehingga


(2)

5.) Struktur Birokrasi

Agar adanya kejelasan tupoksi dari setiap dinas dan badan dan kesesuaian dengan wewenang dalam pelaksanaan Perwal ini, berdasarkan peraturan-peraturan yang ada di atasnya. Sehingga SOP yang ada dalam kinerja setiap dinas dan badan semakin terarah dan konsisten dengan peraturan-peraturan yang ada, yaitu peraturan-peraturan yang di atasnya.


(3)

GAMBAR WAWANCARA

Gambar 6.1. Wawancara dengan Bapak Muhammad Fahmi, Kepala Seksi Perencanaan Tata Letak Dinas TRTB Kota Medan (21 Maret 2014 di Dinas TRTB Kota Medan)

Gambar 6.2. Wawancara dengan Bapak Drs. Abdul Rahim M.Si, Kepala Seksi Usaha Perdagangan dan Kemitraan Disperindag Kota Medan (7 Mei 2014 di Disperindag Kota Medan)


(4)

Gambar 6.3. Wawancara dengan Bapak Yance Safriardhana, Staff BPPT Kota Medan (26 Maret 2014 di BPPT Kota Medan)


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik (Edisi Revisi). Jakarta: Yayasan Pancur Siwah

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana

Danin, Sudarman. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia

Moleong, Lexi J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Ramaja Rosdakarya

Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Grasindo

Safi’I, H.M. 2007. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah. Malang: Averroes Press

Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance. Bandung: PT. Refika Aditama

Singarimbun, Masri. 2008. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES Suharto, Edi. 2006. Analisis Kebijkan Publik. Jakarta: Alfabeta

Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan.

Jakarta: Prenada

Tangkilisan, Hessel. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi: Konsep, Strategi, dan


(6)

Sumber Undang-Undang:

Perpres Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Peraturan Walikota Medan Nomor 23 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Peraturan Walikota Medan Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Standar Operasional Prosedur Perijinan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Pemerintah Kota Medan Tahun 2013

Sumber Internet: 22.47 WIB