Pengaruh Kedisplinan Kerja, Kompetensi dan Pengawasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada PT. Samudera Indonesia Group Tbk, Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kerangka Teoritis

2.1.1 Kedisiplinan Kerja
2.1.1.1 Pengertian Kedisiplinan Kerja
Menurut Fathoni (2006:126), kedisiplinan dapat diartikan bilamana
karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua
pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma
social yang berlaku. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer
untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah
suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkat kesadaran dan
kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma

norma

sosial yang berlaku (Rivai, 2004:444)
Sutrisno (2009:89) menyatakan disiplin adaah perilaku seseorang yang
sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada atau displin adalah sikap,

tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi baik
tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam bukunya Sutrisno (2009:150) yang
berjudul

Manajemen Sumber Daya Manusia , Letainer mengartikan displin

sebagai kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan menyebabkan
karyawan dapat menyusaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan, dan
nilai

nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku.
Simamora

(2004:610),

berpendapat

disiplin

merupakan


bentuk

pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukan tingkat

12
Universitas Sumatera Utara

kesungguhan tim kerja di dalam perusahaan. Sedangkan, Hasibuan (2003:193)
kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan
perusahaan dan norma

norma sosial yang berlaku.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan kerja adalah
Sikap, tingkah laku dan kesediaan karyawan dengan sukarela untuk menaati
peraturan, prosedur kerja, dan norma-norma sosial yang berlaku dalam suatu
perusahaan.
2.1.1.2 Indikator Kedisiplinan Kerja
Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan

karyawan suatu organisasi (Hasibuan, 2003:194) diantaranya:
1. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan
karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara
ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini
berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan
harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia
bekerja sungguh

sungguh dan displin dalam mengerjakannya.

2. Teladan Pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para
bawahannya. Pimpinan memberi contoh yang baik, berdisiplin baik,
kedisplinan bawahanpun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang
baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang displin.

13
Universitas Sumatera Utara


3. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan
karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan
karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan
semakin baik terhadap pekerjaan, kedisplinan mereka akan semakin
baik pula.
4. Keadilan
Unsur keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan,
karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan
minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya.
5. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif
dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat
berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral,
sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya.
6. Sanksi Hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan
karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan
semakin takut melanggar peraturan


peraturan perusahaan, sikap, dan

perilaku indispliner karyawan akan berkurang.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi
kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas,

14
Universitas Sumatera Utara

bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisiplinernya
sesuai dengan sanksi hukuma yang telah ditetapkan. Pimpinan yang
berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang
indisplinernya akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh
bawahan.
8. Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan
hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari

dari direct single relationship, direct group relationship, dan cross
relationship hendaknya harmonis.
2.1.1.3 Jenis

Jenis Kedisplinan

Menurut Siagian (2014:305) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya
Manusia

mengemukakan bahwa bentuk-bentuk disiplin kerja dalam suatu

organisasi/perusahaan dibagi 2 (dua) bentuk, yaitu:
1. Pendisiplinan Preventif.

Pendisiplinan yang bersifat preventif adalah tindakan yang mendorong
para karyawan untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan
memenuhi standar yang telah di tetapkan. Artinya melalui kejelasan
dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan, dan perilaku yang
diinginkan dari setiap anggota organisasi diusahakan pencegahan
jangan sampai para karyawan berperilaku negatif.


15
Universitas Sumatera Utara

Agar sikap kedisiplinan itu kokoh dan bertahan dalam tiap individu,
perusahaan perlu memperhatikan tiga hal, yaitu:
a. Para anggota organisasi perlu didorong agar mempunya rasa
memiliki organisasi, karena secara logika seseorang tidak akan
merusak sesuatu yang merupakan miliknya. Berarti perlu
ditanamkan perasaan yang kuat bahwa keberadaan mereka
dalam organisasi bukan sekedar mencari nafkah dan mereka
adalah anggota keluarga besar organisasi yang bersangkutan.
b. Para karyawan perlu diberi penjelasan tentang berbagai
ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi.
Penjelasan dimaksud seyogianya disertai oleh informasi
lengkap mengenai latar belakang berbagai ketentuan yang
bersifat normatif tersebut.
c. Para

karyawan


didorong menentukan

sendiri

cara-cara

pendisiplinan diri kerangka ketentuan-ketentuan yang berlaku
umum bagi seluruh anggota organisasi.
2. Pendisiplinan Korektif

Pendisiplinan ini jika ada karyawan yang nyata
melakukan pelanggaran atas ketentuan

nyata telah

ketentuan yang berlaku atau

gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan, kepadanya dikenakan
sanksi disipliner.

Pendisiplinan ini harus diterapkan apabila sanksi dilakukan secara
bertahap. Yang dimaksud dengan secara bertahap adalah dengan

16
Universitas Sumatera Utara

mengambil berbagai langkah yang bersifat pendisplinan, mulai dari
yang paling ringan hingga kepada yang terberat. Misalnya dengan:
1.

Peringatan lisan oleh penyelia

2.

Pernyataan tertulis ketidakpuasan oleh atasan langsung

3.

Penundaan kenaikan gaji berkala


4.

Penundaan kenaikan pangkat

5.

Pembebasan dari jabatan

6.

Pemberhentian sementara

7.

Pemberhentian atas permintaan sendiri

8.

Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri


9.

Pemberhentian tidak dengan hormat.

Pengenaan sanksi korektif diterapkan dengan memperhatikan paling
sedikit tiga hal:
1.

Karyawan yang dikenakan sanksi harus diberitahu pelanggaran
atau kesalaha apa yang telah diperbuatnya.

2.

Kepada yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri

3.

Dalam hal pengenaaan sanksi terberat yaitu pemberhetian,
perlu dilakukan wawancara keluar (exit interview)

pada

waktu mana dijelaskan, antara lain, mengapa manajerial
terpaksa mengambil tindakan sekeras itu. Dengan wawancara
seperti itu, karyawan diharapkan memahami, meskipun
barangkali tetap tidak dapat menerima, tindakan manajemen
terhadapnya.

17
Universitas Sumatera Utara

2.1.1.4 Dimensi Kedisiplinan Kerja
Menurut Saydam (2005: 284), dimensi disiplin kerja adalah sebagai berikut :
1.

Kehadiran yaitu tingkat absensi karyawan dan ketepatan jam masuk, sesuai
dengan waktu kerja yang telah ditetapkan perusahaan.

2.

Tanggung jawab yaitu kemampuan dalam menjalankan tugas dan
peraturan perusahaan.

3.

Sikap yaitu peraturan dasar tentang berpakaian dan bertingkah laku dalam
melaksanakan pekerjaan.

4.

Norma yaitu peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan oleh para karyawan selama dalam perusahaan dan sebagai suatu
acuan dalam bersikap.

2.1.1.5 Manfaat Kedisiplinan Kerja
Sutrisno (2009:88), mengatakan bahwa disiplin kerja dapat dilihat sebagai
sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi kepentingan organisasi maupun bagi
para karyawan:
1. Bagi organisasi
Adanya disiplin kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan
kelancaran pelaksanaan tugas, sehingga diperoleh hasil yang
optimal.
2. Bagi Karyawan
Adapun bagi karyawan akan diperoleh suasana kerja yang
menyenangkan sehingga akan menambah semangat kerja dalam
melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian, karyawan dapat

18
Universitas Sumatera Utara

melaksanakan tugasnya dengan penuh kesadaran serta dapat
mengembangkan tenaga dan pikirannya semaksimal mungkin demi
terwujudnya tujuan organisasi.
2.1.1.6 Tujuan Kedisiplinan Kerja
Menurut Sastrohadiwiryo (2002:292), secara umum daapat disebabkan
bahwa tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan
perusahaan sesuai dengan motif perusahaan. Secara khusus tujuan pembinaan
disiplin kerja para tenaga kerja, antara lain:
1. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan
ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang
berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan
perintah manajemen.
2. Dapat melakukan pekerjaan dengan sebaik

baiknya serta mampu

memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang
berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan
yang diberikan kepadanya.
3. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan
jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya.
4. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang
berlaku pada perusahaan.

19
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Kompetensi
2.1.2.1 Pengertian Kompetensi
Kompetensi berasal dari kata competence

yang artinya kecakapan,

kemampuan dan wewenang (Scale dalam Sutrisno, 2009:202). Sedangkan,
menurut Sutrisno (2009:203)

kompetensi adalah suatu kemampuan yang

dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja serta
penerapannya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di tempat kerja yang
mengacu pada persyaratan kerja yang ditetapkan .
Menurut Wibowo (2014:271), kompetensi adalah suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas
keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh
pekerjaan tersebut. Kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan
yang dicirikan oleh profesionalisme dalam bidang tertentu sebagai sesuatu yang
terpenting dan unggulan di bidang tersebut. Nasution (2010:88), komperensi
didefinisikan suatu sifat seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan
pelaksanaan

suatu

pekerjaan

yang

efektif.

Disamping

itu

kompetensi

menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme
dalam suatu bidang tertentu sebagai suatu yang terpenting. Sedangkan,
Mangkunegara (2007:88) menyatakan bahwa kompetensi sumber daya manusia
adalah kompetensi yang berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, dan karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara langsung
terhadap kinerjanya.

20
Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah
kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang dikuasai oleh seseorang untuk
melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi cara
berperilaku atau cara berpikir yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.
2.1.2.2 Dimensi yang terkandung Kompetensi
Adapun yang dimensi lain yang membentuk kompetensi menurut Hutapea
dan Thoha (2008:101), yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah informasi yang telah
diproses

dan

diorganisasikan

untuk

memperoleh

pemahaman,

pembelajaran, dan pengalaman yang terakumulasi sehingga bisa
diaplikasikan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai
bidang tertentu yang digelutinya. Pengetahuan karyawan turut menentukan
berhasil tidaknya pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya.
Karyawan yang mempunyai pengetahuan yang cukup akan meningkatkan
efisiensi perusahaan.
2. Keterampilan (skill) Keterampilan merupakan kemampuan seseorang
untuk menggunakan akal, pikiran, dan kreativitasnya dalam mengerjakan,
mengubah, menyelesaikan ataupun membuat sesuatu menjadi lebih
bermakna sehingga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan
tersebut.
3. Sikap (attitude) Sikap merupakan pernyataan evaluatif baik yang
menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu,

21
Universitas Sumatera Utara

atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang
tentang sesuatu.
2.1.2.3 Karakteristik Kompetensi
Karakteristik Kompetensi menurut Spencer and Spencer (1993:10),
terdapat lima aspek, yaitu:
1. Motives
Motives adalah sesuatu dimana seseorang secara konsisten berpikir
sehingga ia melakukan tindakan. Misalnya, orang memiliki motivasi
berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang
memberi tantangan pada dirinya dan bertanggung jawab penuh untuk
mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan feedback untuk
memperbaiki dirinya.
2. Traits
Traits adalah watak yang membuat orang berperilaku atau bagaimana
seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. Misalnya, percaya
diri, kontrol diri, stress, atau ketabahan.
3. Self concept
Self concept adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap
dan nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui
bagaimana nilai yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi
seseorang melakukan sesuatu. Misalnya, seseorang yang dinilai
menjadi pimpinan seyogianya memiliki perilaku kepemimpinan
sehingga perlu adanya tes tentang leadeship ability.

22
Universitas Sumatera Utara

4. Knowledge
Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang
tertetu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Skor atau
tes pengetahuan sering gagal untuk memperdiksi kinerja SDM karena
skor tersebut tidak berhasil mengukur pengetahuan dan keahlian
seperti apa yang seharusnya dilakukan dalam pekerjaan. Tes
pengetahuan mengukur kemampuan peserta tes untuk memilih
jawaban yang paling benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang
dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.
5. Skills
Skills adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik
secara fisik maupun mental. Misalnya, seseorang programmer
komputer membuat suatu program yang berkaitan dengan SIM SDM.
Menurut Boulter, Dalziel, dan Hill (dalam Sutrisno, 2009:203),
mengemukakan kompetensi adalah suatu karakteristik dari seseorang yang
memungkinkan memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran, atau situasi
tertentu. Keterampilan adalah hal

hal yang orang bisa lakukan dengan baik.

Pengetahuan adalah apa yang diketahui seseorang tentang suatu topik. Peran
sosial adalah citra yang ditunjukkan oleh seseorang di muka publik. Peran sosial
mewakili apa yang orang itu anggap penting. Peran sosial mencerminkan nilai
nilai orang itu.

23
Universitas Sumatera Utara

2.1.2.4 Manfaat Penggunaan Kompetensi
Kompetensi sudah mulai diterapkan dalam berbagai aspek dari manajemen
sumber daya mansia walaupun yang paling banyak adalah pada bidang pelatihan
dan pengembangan, rekrutmen dan seleksi, serta sistem remunerasi. Ruky (dalam
Sutrisno, 2009:208), mengemukakan konsep kompetensi menjadi semakin
populer dan sudah banyak digunakan oleh perusahaan

perusahaan besar dengan

berbagai alasan, yaitu:
1. Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai. Dalam
hal ini, model kompetensi akan mampu menjawab dua pertanyaan
mendasar: keterampilan, pengetahuan, dan karakteristik apa saja yang
dibutuhkan dalam pekerjaan, dan perilaku apa saja yang berpengaruh
langsung dengan prestasi kerja. Kedua hal tersebut akan banyak
membantu dalam mengurangi pengambilan keputusan secara subjektif
dalam bidang SDM.
2. Alat seleksi karyawan. Penggunaan kompetensi standar sebagai alat
seleksi dapat membantu organisasi untuk memilih calon karyawan
yang terbaik. Dengan kejelasan terhadap perilaku efektif yang
diharapkan dari karyawan, kita dapat mengarahkan pada sasaran yang
selektif serta mengurangi biaya rekrutmen yang tidak perlu. Caranya
dengan mengembangkan suatu perilaku yang dibutuhkan untuk setiap
fungsi jabatan serta memfokuskan wawancara seleksi pada perilaku
yang dicari.

24
Universitas Sumatera Utara

3. Memaksimalkan produktivitas. Tuntutan untuk menjadikan suatu
organisasi ramping mengharuskan kita untuk mencari karyawan
yang dapat dikembangkan secara terarah untuk menutupi kesenjangan
dalam keterampilannya sehingga mampu untuk dimobilisasikan secara
vertikal maupun horizontal.
4. Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi. Model kompetensi
dapat digunakan untuk mengembangkan sistem remunerasi (imbalan)
yang akan dianggap lebih adil. Kebijakan remunerasi akan lebih
terarah dan transparan dengan mengaitkan sebanyak mungkin
keputusan dengan suatu set perilaku yang diharapkan yang
diitampilkan seorang karyawan.
5. Memudahkan adaptasi terhadap perubahan. Dalam era perubahan
yang sangat cepat, sifat dari suatu pekerjaan sangat cepat berubah dan
kebutuhan akan kemauan baru terus meningkat. Model kompetensi
memberikan sarana untuk menetapkan keterampilan apa saja yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang selalu berubah ini.
6. Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai
kompetensi

merupakan

mengkomunikasikan nilai

cara

yang

nilai dan hal

nilai organisasi. Model
paling

mudah

untuk

hal apa saja yang harus

menjadi fokus dalam untuk kerja karyawan.

25
Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Pengawasan
2.1.3.1 Pengertian Pengawasan
Menurut Robbins (2002:496), mengatakan bahwa pengawasan itu
merupakan suatu proses aktivitas yang sangat mendasar, sehingga membutuhkan
seorang manajer untuk menjalankan tugas dan pekerjaan organisasi. Seorang
manajer mengelola agar tercapai hasil-hasil yang diingini atau direncanakan.
Keberhasilan atau kegagalan yang disajikan hasil

hasil ini dipertimbangkan dari

segi tujuan yang sudah ditentukan. Hal ini mencakup pengawasan, yaitu
mengevaluasikan pelaksanaan kerja, dan jika perlu, memperbaiki apa yang sedang
dikerjakan untuk menjamin tercapainya hasil-hasil menurut rencana.
Menurut Siswandi (2011:195) mendefinisikan pengawasan adalah
memonitor pelaksanaan rencana apakah yang telah dikerjakan dengan benar atau
tidak atau suatu proses yang menjamin bahwa tindakan telah sesuai dengan
rencana. Sedangkan, G.R.Terry (dalam Manullang, 2001:172), pengawasan dapat
didefenisikan sebagai proses penentu, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa
yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan melakukan
perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras
dengan standar.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengawasan adalah suatu
proses yang mendasar dalam bentuk pemeriksaan atau memonitor apakah yang
telah dikerjakan karyawan dengan benar atau tidak sesuai dengan tugas pekerjaan
tersebut.
2.1.3.2 Tujuan Pengawasan

26
Universitas Sumatera Utara

Tujuan pengawasan (Siswandi, 2011:96) meliputi:
1. Pengukuran kepatuhan terhadap kebijakan, rencana, prosedur,
peraturan, dan hukum yang berlaku.
2. Menjaga sumber daya yang dimiliki organisasi.
3. Pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh
organisasi.
4. Dipercayainya informasi dan keterpaduan informasi yang ada di
dalam organisasi.
5. Kinerja yang sedang berlangsung dan kemudian membandingkan
aktual dengan standar serta menetapkan tingkat penyimpangan
yang kemudian mencari solusi yang tepat.
2.1.3.3 Tipe Tipe Pengawasan
Menurut Siswandi (2011:196) ada tiga tipe dasar pengawasan yaitu:
1.

Pengawasan Pendahuluan (feedforward control)
Pengawasan Pendahuluan, atau sering disebut steering control,
dirancang

untuk

penyimpanan

mengantisipasi

masalah

masalah

atau

penyimpangan dari standar atau tujuan dan

memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan
tertentu diselesaikan.
2.

Pengawasan Concurrent (concurrent control)
Pengawasan ini, sering disebut pengawasan Ya Tidak , screening
control

berhenti

terus

dilakukan

selama

suatu

kegiatan

berlangsung. Tipe pengawasan concurrent merupakan proses di

27
Universitas Sumatera Utara

mana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu, atau
syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan bisa
dilanjutkan, atau menjadi semacam peralatan double-check yang
lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.
3.

Pengawasan Umpan Balik (feedback control)
Pengawasan umpan balik, juga dikenal sebagai past-action
controls, mengukur hasil

hasil dari suatu kegiatan yang tela

diselesaikan.
2.1.3.4 Dimensi Pengawasan
Menurut Hariandja (2002 : 109) beberapa dimensi yang dipakai untuk
mengukur pengawasan yaitu :
1. Menentukan alat ukur (pedoman baku standar) pelaksanaan. Tahap
pertama dalam pengawasan adalah menetapkan ukuran standar
pelaksanaan, dimana standar mengandung arti sebagai suatu satuan
pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian
hasil-hasil.
2. Mengadakan penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah
dikerjakan yaitu suatu penilaian yang dilakukan oleh pengawas dengan
melihat hasil kerjanya dan laporan tertulisnya.
3. Mengadakan perbaikan atau pembetulan atas penyimpangan yang
terjadi, sehingga pekerjaan yang dikerjakan sesuai dengan apa yang
direncanakan.Melakukan tindakan koreksi/perbaikan bila hasil analisa
menunjukkan adanya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil.

28
Universitas Sumatera Utara

Tindakan ini dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin
diubah, pelaksanaan mungkin diperbaiki, atau keduanya mungkin
dilakukan bersamaan.
4. Membandingkan antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran atau
pedoman baku yang ditetapkan untuk mengetahui penyimpanganpenyimpangan yang terjadi saat bekerja.
2.1.3.5 Teknik Pengawasan
Teknik pengawasan adalah cara melaksanakan pengawasan dengan
terlebih dahulu menentukan titik-titik pengawasan sehingga dapat ditarik suatu
kesimpulan mengenai

keadaan keseluruhan kegiatan organisasi. Teknik

pengawasan (Manullang 1998:178-180) sebagai berikut:
1. Peninjauan pribadi adalah mengawasi dengan jalan meninjau secara
pribadi, sehingga dapat dilihat sendiri pelaksanaan pekerjaan.
2. Pengawasan melalui laporan lisan. Pengawasan ini dilakukan dengan
mengumpulkan fakta-fakta melalui laporan lisan yang diberikan bawahan,
dilakukan dengan cara wawancara kepada orang-orang tertentu yang dapat
memberi gambaran dari hal-hal yang ingin diketahui terutama tentang
hasil yang sesungguhnya yang ingin dicapai bawahan.
3. Pengawasan melalui laporan tertulis merupakan suatu pertanggung
jawaban

bawahan

kepada

atasannya

mengenai

pekerjaan

yang

dilaksanakan, sesuai dengan intruksi dan tugas-tugas yang diberikan.
4. Pengawasan melalui hal-hal yang bersifat khusus, didasarkan kekecualian
atau control by exeption merupakan sistem atau teknik pengawasan

29
Universitas Sumatera Utara

dimana ini ditujukan kepada soal-soal kekecualian. Jadi pengawasan
hanya dilakukan bila diterima laporan yang menunjukkan adanya
peristiwa-peristiwa istimewa.
2.1.4 Prestasi Kerja
2.1.4.1 Pengertian Prestasi Kerja
Bernadin dan Russel (dalam Sutrisno, 2009:150) memberikan definisi
tentang prestasi kerja adalah catatan tentang hasil
fungsi

hasil yang diperoleh dari

fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu

tertentu. Menurut Yuli (2005:89) prestasi adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan Byars dan
Rue (dalam Sutrisno, 2009:150), mengartikan prestasi sebagai tingkat kecakapan
seseorang pada tugas

tugas yang mencakup pada pekerjaan. Pengertian tersebut

menunjukkan pada bobot kemampuan individu di dalam memenuhi ketentuan
ketentuan yang ada di dalam pekerjaannya.
Menurut

Wibowo

(2015:7)

mengatakan

bahwa

Job

performance atau actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian prestasi kerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam
melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Lebih tegas lagi adalah Lawler dan Porter (dalam Sutrisno, 2009:150),
yang menyatakan bahwa job performance adalah successful role achievement
yang diperoleh seseorang dari perbuatan

perbuataannya. Tingkat sejauh mana

30
Universitas Sumatera Utara

keberhasilan di dalam melakukan tugas pekerjaannya dinamakan level of
performance oleh Vroom (dalam Sutrisno, 2009:150).
Dengan demikian, dapat disimpulkan prestasi kerja adalah catatan hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dari perbuatannya
dalam melaksanakan fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu dengan sesuai
tanggung jawab yang diberikan.
2.1.4.2 Faktor

Faktor yang mempengaruhi prestasi kerja

Menurut Steers (dalam Sutrisno 2009:151) umumnya orang percaya
bahwa prestasi kerja individu merupakan fungsi gabungan dari tiga faktor, yaitu:
1. Kemampuan, perangai, dan minat seorang pekerja
2. Kejelasan dan penerimaan atas penjelesan peranan seorang pekerja
3. Tingkat motivasi kerja
Walaupun setiap faktor secara sendiri

sendiri dapat juga mempunyai

arti yang penting, tetapi kombinasi ketiga tersebut sangat menentukan tingkat
hasil tiap pekerja, yang pada gilirannya membantu prestasi organisasi secara
keseluruhan. Byar dan Rue (dalam Sutrisno, 2009:151) mengemukakan adanya
dua faktor yang memengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor individu dan lingkungan.
Faktor faktor individu yang dimaksud adalah:
1.

Usaha (effort) yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental
yang digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas.

2.

Abilities, yaitu sifat

sifat personal yang diperlukan untuk

melaksanakan suatu tugas.

31
Universitas Sumatera Utara

3.

Role/task perception, yaitu segala perilaku dan aktivitas yang
dirasa perlu oleh individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Adapun faktor

faktor lingkungan yang memengaruhi prestasi kerja

adalah:
1. Kondisi fisik
2. Peralatan
3. Waktu
4. Material
5. Pendidikan
6. Supervisi
7. Desain Organisasi
8. Pelatihan
9. Keberuntungan
Faktor

faktor lain yang mempengaruhi prestasi kerja (Sulistiyani,

2003:200) :
a. Pengetahuan, yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih
berorientasi pada intelejensi dan daya piker serta penguasaan ilmu
yang lebih luas yang dimiliki karyawan.
b. Keterampilan, kemampuan dan penguasaan teknis operasional yang
dibidang tertentu yang dimiliki karyawan.
c. Abilities,

yaitu

kemampuan

yang

terbentuk

dari

sejumlah

kompetensi yang dimiliki oleh seorang karyawan.
d. Attitude, yaitu suatu kebiasaan yang terpolakan.

32
Universitas Sumatera Utara

e. Behavior,

yaitu

perilaku

kerja

seorang

karyawan

dalam

melaksanakan berbagai kegiatan atau aktivitas kerja.
Robbins (2003:63) mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh dua
hal utama, yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor personal. Faktor
organisasional meliputi sistem imbalan jasa, kualitas pengawasan, beban kerja,
disiplin kerja, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja sedangkan faktor personal
meliputi ciri, sifat, kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja,
kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengn bidang pekerjaan dan
kepuasaan hidup.
2.1.4.3 Dimensi Prestasi Kerja
Menurut Rivai (2004 : 309) prestasi kerja terdiri dari lima dimensi yaitu:
1.

Kualitas
Kualitas kerja yaitu kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil kerja dengan
tidak mengabaikan volume pekerjaan. Dengan adanya prestasi kerja yang
baik dapat menghindari tingkat kesalahan di dalam penyelesaian suatu
pekerjaan produktivitas dari kerja yang dihasilkan bermanfaat bagi
kemajuan perusahaan.

2.

Kuantitas
Kuantitas kerja yaitu volume kerja yang dihasilkan normal atau diatas
kondisi normal. Kuantitas juga menunjukkan banyaknya jenis atau
pekerjaan yang dilakukan dalam suatu waktu sehingg efesiensi dan
efektivitas dapat terlaksana sesuai dengan tujuan perusahaan.

33
Universitas Sumatera Utara

3.

Kerja sama
Kerja sama merupakan tuntutan bagi keberhasilan perusahaan dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sebab dengan adanya kerja sama
yang baik akan memberikan kepercayaan pada berbagai pihak yang
berkepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
perusahaan.

4.

Waktu
Pemanfaatan waktu adalah penggunaan masa kerja yang disesuaikan
dengan kebijaksaan dari perusahaan. Karena dengan adanya pemanfaatan
waktu maka pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu pada waktu yang
ditentukan oleh perusahaan.

Menurut Dharma (2005:154), adapun dimensi prestasi kerja antara lain :
1.

Kuantitas hasil kerja Kuantitas berkaitan dengan jumlah yang harus
diselesaikan. Pengukuran hasil kerja menurut kuantitas dapat ditentukan
dengan kuantitas target pekerjaan yang ditetapkan oleh perusahaan serta
standarisasi pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan. Untuk mengetahui
tinggi rendahnya kinerja karyawan tersebut dibandingkan dengan standar
kuantitas yang ditetapkan oleh perusahaan.

2.

Kualitas hasil kerja yaitu berkaitan dengan baik buruknya atau mutu yang
dihasilkan. Ukuran kualitatif mencermikan

tingkat kepuasan

yaitu

seberapa baik penyesuaian dari suatu perusahaan walaupun standar
kualitatif sulit diukur atau ditentukan hal ini berkaitan dengan bentuk
pengeluaran.

34
Universitas Sumatera Utara

3.

Ketepatan waktu Yaitu berkaitan sesuai tidaknya dengan waktu yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini penetapan standar waktu biasa ditentukan
berdasarkan pengalaman sebelumnya atau berdasar studi gerak waktu.
Ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang
mentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu pekerjaan.

2.1.4.4 Indikator Prestasi Kerja
Pengukuran prestasi kerja diarahkan enam aspek yang merupakan bidang
prestasi kerja kunci bagi perusahaan yang bersangkutan. Bidang prestasi kunci
tersebut ( Sutrisno, 2009:152) adalah:
a. Hasil kerja. Tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan
dan sejauh mana pengawasan dilakukan.
b. Pengetahuan pekerjaan. Tingkat pengethauan yang terkait dengan
tugas pekerjaaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas
dan kualitas dari hasil kerja
c. Insiatif . Tingkat insiatif selama melaksanakan tugas pekerjaan
khususnya dalam hal penanganan masalah

masalah yang timbul.

d. Kecekatan mental. Tingkat kemampuan dan kecepatan dalam
menerima instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja atau
situasi kerja yang ada.
e. Sikap. Tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan
tugas pekerjaan.

35
Universitas Sumatera Utara

2.1.4.5 Sistem Penilaian Prestasi Kerja
Yang dimaksud dengan sistem penilaian prestasi kerja adalah suatu
pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai di mana
terdapat berbagai faktor, yaitu (Siagian, 2014:225):
1. Yang dinilai adalah manusia yang di samping memiliki
kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan
kekurangan.
2. Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolok ukur tertentu
yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta
kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara obyektif.
3. Hasil penilitian harus disampai kepada pegawai yang dinilai
dengan tiga maksud, yaitu:
a. Dalam hal penilaian tersebut positif, menjadi dorongan kuat
bagi peawai yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi di
masa yang akan datang sehingga kesempatan meniti karier
lebih terbuka baginya.
b. Dalam hal penilaian tersebut bersifat negatif, pegawai yang
bersangkutan mengetahui kelemahannya dan dengan demikian
dapat mengambil berbagai langkah yang diperlukan untuk
mengatasi kelemahan tersebut.
c. Jika seseorang merasa mendapat penilaian yang tidak obyektif,
kepadanya

diberikan

kesempatan

untuk

mengajukan

36
Universitas Sumatera Utara

keberatannya sehingga pada akhirnya ia dapat memahami dan
menerima hasil penilaian yang diperolehnya.
4. Hasil

penilaian

yang

dilakukan

secara

berkala

itu

terdokumentasikan dengan rapi dalam arsip kepegawaian setiap
orang sehingga tidak ada informasi yang hilang, baik yang sifatnya
menguntungkan maupun merugikan pegawai.
5. Hasil penelitian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang
selalu turut dipertimbangkan dalam setiap keputusan yangg diambil
mengenai mutasi pegawai, baik dalam arti promosi, ahli tugas, alih
wilayah, demosi maupun dalam pemberhentian tidak atas
permintaan sendiri.
2.1.4.6 Manfaat Penilaian Prestasi Kerja
Manfaat penilaian prestasi kerja dapat dirinci sebagai berikut (Handoko,
2014:135):
1.

Perbaikan Prestasi Kerja
Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer,
dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan

kegiatan

mereka untuk memperbaiki prestasi.
2.

Penyesuaian

penyesuaian Kompensasi

Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam
menentukan kenaikann upah, pemberian bonus dan bentuk
kompensasi lainnya.
3.

Keputusan

keputusan Penempatan

37
Universitas Sumatera Utara

Promosi, transfer, dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi
kerja masa lalu antau antisipasinya. Promosi sering merupakan
bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu.
4.

Kebutuhan

kebutuhan Latihan dan Pengembangan

Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukka kebutuhan latihan.
Demikian juga, prestasi yang baik mungkin mencerminkan potensi
yang harus dikembangkan.
5.

Perencanaan dan Pengembangan Karier
Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan

keputusan karier,

yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.
6.

Penyimpangan

penyimpangan Proses Staffing

Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau
kelemahan prosedur staffing departemen personalian.
7.

Ketidak-akuran Informasional
Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalaha
kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana
sumber daya manusia, atau komponen

rencana

komponen lain sistem

informasi manajemen personalia. Menggantungkan diri pada
informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan
keputusan personalia yang diambil tidak tepat.
8.

Kesalahan

kesalahan Desain Pekerjaan

38
Universitas Sumatera Utara

Prestasi kerja yang jelek memungkinkan merupakan suatu tanda
kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu
diagnosa kesalahan
9.

kesalah tersebut.

Kesempatan Kerja yang Adil
Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan
keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.

10. Tantangan
Kadang

tantangan Eksternal

kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor

faktor di

luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial
atau masalah

masalah pribadi lainnya. Dengan penilaian prestasi

departemen personalia mungkin dapat menawarkan bantuan.

39
Universitas Sumatera Utara

2.2

Penelitian Terdahulu

No

Peneliti

Judul Penelitian

1

Ahmad Nur
Rofi
(2012)

Pengaruh Displin Kerja
dan Pengalaman Kerja
terhadap Prestasi Kerja
Karyawan pada
Departemen Produksi PT.
Leo Agung Raya
Semarang.

2

Lilik
Indrawati
(2010)

3

Nina Ningsih
P
(2013)

4.

Sukimi, dkk
(2016)

5.

Oky, dkk
(2015)

Variabel
Penelitian
Displin Kerja
(X1)
Pengalaman
Kerja (X2)

Metode
Penelitian

Hasil Penelitian

Analisis
Regresi
Linier
Berganda

Displin Kerja dan
Pengalaman Kerja
berpengaruh positif
dan signifikan pada
Prestasi Kerja

Prestasi Kerja
(Y)

Pengaruh Pengawasan
dan Displin Kerja
terhadap Prestasi Kerja
Karyawan Bagian
Produksi pada PT.
Modern Surya Jaya,
Divisi Pemancangan
Krian-Sidoarjo.

Pengawasan
Kerja (X1)
Displin Kerja
(X2)
Prestasi Kerja
(Y)

Analisis
Regresi
Linier
Berganda

Pengawasan Kerja
dan Displin Kerja
berpengaruh positif
dan signifikan pada
Prestasi Kerja

Pengaruh Kompetensi
terhadap Prestasi Kerja
Karyawan Divisi
Administrasi pada PT.
Moriss Site Muara
Kaman
Pengaruh Pengawasan,
Motivasi dan Disiplin
Kerja terhadap Prestasi
Kerja

Kompetensi (X1)
Prestasi Kerja (Y)

Analisis
Regresi
Linear
Sederhana

Kompetensi
berpengaruh positif
dan signifikan pada
Prestasi Kerja

Pengawasan
(X1)
Motivasi (X2)
Displin Kerja
(X3)
Prestasi Kerja
(Y)
Leadeship (X1)
Discipline of
work (X2)
Work
Environment
(X3)
Work
Achievement of
Employees (Y)

Analisis
Regresi
Linier
Berganda

Pengawasan Kerja,
Motivasi, dan
Displin Kerja
berpengaruh positif
dan signifikan pada
Prestasi Kerja.

Analisis
Regresi
Berganda

Kepemimpinan,
Displin Kerja, dan
Lingkungan Kerja
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap Prestasi
Kerja

Analysis Effect of
Leadership, Discipline of
Work and Work
Environment of
Achievement of
Employees Nasmoco
Gombel Semarang

40
Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Penelitian Terdahulu
Variabel
Penelitian

Metode
Penelitian

Hasil Penelitian

No

Peneliti

Judul Penelitian

6.

Yasir
Haskas dan
Mujahid
(2016)

Competency-Based
Achievement: Case study
on Lecture of Health
Sciences Colleges in South
Selewesi

Competency (X1)
Achievement (Y)

Analisis
Deskriptif

Kompetensi
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap Prestasi
Kerja

7.

Sanudin,
dkk
(2015)

Effect of Competence of
Work, Human Relations
Ethos and Work on The
Performance of Employees
PT. Mediatama Bhakti Jaya
Semarang

Competence of
Work (X1)
Human
Relations (X2)
Ethos (X3)
The
Performance of
Employess (Y)

Analisis
Regresi
Liner
Berganda

Kompetensi kerja,
hubungan SDM,
dan Etika Kerja
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap Prestasi
Kerja

8.

Supriyadi,
dkk
(2015)

Yuliandi

Supervision (X1)
Dicipline (X2)
The
Performance of
Employees
Working (Y)
Competency
(X1)
Knowledge (X2)
Role Ambiguity
(X3)
Job
Performance (Y)

Anaisis
Regresi
Liner
Berganda

9.

Effect of Supervision and
Dicipline on The
Performance of Employees
Working Satuan Polisi
Pamong Praja Kota
Semarang
Influence of Competency,
Knowledge and Role
Ambiguity on Job
Performance and
Implication for PPAT
Performance

Pengawasan dan
Displin
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap Prestasi
Kerja
Kompetensi,
Pengetahuan, dan
Peran Ambiguitas
berpengaruh positif
dan signifikan pada
Prestasi Kerja.

Effect of Training,
Compensation, and Work
Discipline against
Employee Job
Performance (Studies in
the office of PT, PLN
(Persero) Service Area and
Network Magelang)

Training (X1)
Compensation
(X2)
Work Discipline
(X3)
Employee Job
Performance (Y)

Analisis
Regresi
Linier
Berganda

(2014)

10.

Ilham, dkk
(2015)

Analisis
Deskriptif

Trainning,
kompensasi disiplin
kerja berpengaruh
positif dan
signifikan pada
Prestasi Kerja
Karyawan.

41
Universitas Sumatera Utara

2.3

Kerangka Konseptual
Robbins (2003:63), mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh dua

hal utama, yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor personal. Faktor
organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja,
disiplin kerja, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja sedangkan faktor personal
meliputi ciri, sifat, kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja,
kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan
kepuasan hidup.
Hasibuan (2003:193) menyatakan bahwa kedisplinan adalah fungsi
operatif Manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting karena semakin baik
displin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa
displin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang
optimal. Tujuan utama displin adalah untuk meningkatkan efisiensi semaksimal
mungkin dengan cara mencegah pemborosan waktu dan energi. Selain itu, displin
mencoba untuk mencegah kerusakan atau kehilangan harta benda, mesin,
peralatan, dan perlengkaan kerja yang disebabkan oleh ketidakhatian-hatian,
sendau gurau, atau pencurian. Displin mencoba mengatasi keteledoran yang
disebabkan karena kurang perhatian, ketidakmampuan, dan keterlambatan.
Displin juga berusaha untuk mencegah permulaan kerja yang lambat atau terlalu
awalnya mengakhiri kerja yang disebabkan karena keterlambatan atau kemalasan.
(Sutrisno, 2009:87)
Hasil penelitian McClelland (dalam Sutrisno, 2009:209) menunjukkan
bahwa kompetesi yang bersifat non-akademik, seperti kemampuan menghasilkan

42
Universitas Sumatera Utara

ide-ide yang inovatif, management skills, kecepatan mempelajari jaringan kerja,
dan sebagainya berhasil memprediksi prestasi individu dalam pekerjaannya.
Dengan adanya kompetensi ini, sumber daya manusia dilihat sebagai
manusia dengan keunikannya yang perlu dikembangkan. Manusia dilihat sebagai
aset yang berharga. Dengan adanya kecenderungan tersebut, maka peran sumber
dyaa manusia akan semakin diharga terutama dalam hal kompetensi sumber daya
manusia. (Schuller dalam Sutrisno, 2009:209)
Nasution (2010:88), komperensi didefinisikan suatu sifat seseorang yang
dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan yang efektif.
Disamping itu kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang
dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu sebagai suatu yang
terpenting. Ruky (dalam Sutrisno, 2009:209) mengatakan bahwa kompetensi
terdiri dari sejumlah perilaku kunci yang dibutuhkan untuk melaksanakan peran
tertentu untuk menghasilka prestasi kerja yang memuaskan. Perilaku ini biasanya
ditunjukkan secara konsisten oleh para pekerja yang melakukan aktivitas kerja.
Perilaku tanpa maksud dan tujuan tidak bisa didefinisikan sebagai kompetensi.
Pengawasan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam proses
pelaksanaan pekerjaan karyawan. Pengawasan pada hakikatnya merupakan proses
mengatur kegiatan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam
rencana. Seperti

penetapan standar pelaksanaan, penentuan

pengukuran

pelaksanaan, pengukuran pelaksanaan, pembandingan dengan standar; evaluasi,
pengambilan tindakan koreksi bila perlu. Pelaksanan pengawasan yang efektif
akan memberikan dampak yang semakin baik terhadap prestasi kerja karyawan,

43
Universitas Sumatera Utara

karena prestasi kerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh karyawan.
Berdasarkan uraian-uraian diatas maka hubungan antara variabel-variabel
bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini digambarkan dalam kerangka
konseptual sebagai berikut:

Kedisplinan Kerja
(X1)

Kompetensi
(X2)

Prestasi Kerja
(Y)

Pengawasan Kerja
(X3)

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

2.4

Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, dan kerangka

konseptual yang telah diutarakan, maka hipotesis penelitian ini adalah:
Kedisplinan Kerja, Kompetensi dan Pengawasan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Prestasi Kerja pada karyawan PT. Samudera Indonesia
Group Tbk, Cabang Medan .

44
Universitas Sumatera Utara