PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG CALON BUPATI MANTAN KORUPTOR DI DESA CANGKRINGSARI KECAMATAN SUKODONO KABUPATEN SIDOARJO.
PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG CALON BUPATI MANTAN KORUPTOR DI DESA CANGKRINGSARI KECAMATAN SUKODONO
KABUPATEN SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Sosial (S.Sos) Dalam Bidang Sosiologi
Oleh: Lailatul Muniroh
B05212025
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU SOSIAL PROGAM STUDI SOSIOLOGI
(2)
(3)
(4)
(5)
ABSTRAK
Lailatul Muniroh, 2015. Persepsi Masyarakat tentang Calon Bupati Mantan Koruptor di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo. Skripsi program studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik UIN Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci: Persepsi Masyarakat, Kepercayaan Masyarakat.
Ada dua latar belakang yang hendak dikaji dalam skripsi ini, yaitu: pertama bagaimana persepsi masyarakat tentang adanya calon bupati mantan koruptor di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo?. Kedua bagaimana reaksi masyarakat ketika ada calon bupati mantan koruptor di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo?.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dan jenis penelitian fenomenologi,. Dalam hal ini, peneliti menggunakan teori tindakan sosial Max Weber. Data yang diperoleh kemudian disajikan secara deskriptif dan dianalisis menggunakan teori tindakan sosial Max Weber.
Dari hasil penelitian ini ditemukan beberapa temuan, pertama masyarakat Desa Cangkringsari tidak percaya dengan calon bupati mantan koruptor. Karena bagi mereka calon bupati mantan koruptor tidak bisa dipercaya dimana calon bupati mantan koruptor dinilai sudah merugikan masyarakat serta calon bupati mantan koruptor dinilai tidak bisamenjadikan pemerintahan yang baik dan pro rakyat. Kedua, reaksi yang dilakukan mayarakat Desa Cangkringsari ketika adanya calon bupati mantan koruptor yaitu tidak memilihnya karena jika masyarakat tetap memilih calon bupati mantan koruptor itu sama saja membuka peluang untuk pejabat yang akan korupsi lagi dan jika itu terjadi di masyarakat akan semakin menderita dan dirugikan.
(6)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI .... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR GRAFIK ... xiii
BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Penelitian Terdahulu ... 6
F. Definisi konseptual ... 8
G. Kerangka Teoritik ... 10
(7)
1. Pendekatan dan Jenis penelitian ... 12
2. Lokasi dan Waktu penelitian ... 14
3. Pemilihan Subyek Penelitian ... 14
4. Tahap-tahap Penelitian ... 14
5. Teknik Pengumpulan Data ... 18
6. Teknik Analisi Data ... 20
7. Teknik Keabsaan Data ... 21
I. Sistematika Pembahasan ... 21
BAB II : KAJIAN TEORITIK A. Tindakan Sosial Max Weber ... 22
1. Rasionalitas Instrumental ... 25
2. Rasional yang Berorientasi Nilai ... 26
3. Tindakan Afektif ... 27
4. Tindakan Tradisonal ... 27
BAB III : ANALISIS DATA A. Subjek Penelitian ... 31
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 33
1. Masyarakat Desa Cangkringsari ... 36
a. Partisipasi Masyarakat Desa Cangkringsari pada Pilkada 2015 ... 36
b. Persepsi Masyarakat Desa Cangkringsari pada Calon Bupati Mantan Koruptor di Sidoarjo ... 38
(8)
c. Reaksi Masyarakat Desa Cangkringsari pada Calon Bupati Mantan
Koruptor ... 42
d. Kriteria calon Bupati yang Baik Menurut Masyarakat Desa Cangkringsari ... 43
e. Kredibilitas Masyarakat Desa Cangkringsari pada Calon Bupati Mantan Koruptor ... 45
f. Peran Masyarakat Desa Cangkringsari Dalam Mengetahui Calon Bupati Mantan Koruptor ... 47
g. Calon Bupati Yang Diharapkan Masyarakat Desa Cangkringsari untuk Sidoarjo Lebih baik ... 50
h. Visi Koruptor dalam Pembangunan Kota Sidoarjo ... 51
2. Aktivis Politik ... 53
a. Persepsi Ormas Tentang Calon Bupati Mantan Koruptor ... 53
b. Sikap Apatis pada Calon Bupati Mantan Koruptor ... 55
c. Factor yang menjadikan KPU meloloskan mantan koruptor menjadi calon bupati ... 56
d. Faktor Keberanian Mantan Koruptor Mencalonkan diri ... 56
e. Kriteria Calon Bupati yang Baik di Sidoarjo ... 57
f. Calon Bupati yang Ideal untuk Kabupaten Sidoarjo ... 58
C. Analisis Data ... 64
1. Partisipasi Warga Cangkringsari dalam Pilkada 2015 di Kabupaten Sidoarjo ... 66 a. Tidak tahu tentang profil dan track record calon bupati
(9)
Sidoarjo ... 66 2. Persepsi Masyarakat Desa Cangkringsari pada Calon Bupati Mantan
Koruptor Di Sidoarjo ... 66 a. Tidak masalah dengan adanya calon bupati mantan koruptor 66 b. Adanya calon bupati mantan koruptor, dihimbau masyarakat tidak
memilihnya ... 67 3. Reaksi masyarakat pada calon bupati mantan koruptor ... 67 a. Kaget ketika mengetahui ada calon bupati mantan koruptor .. 67 b. Tidak memilih calon bupati mantan koruptor ... 68 4. Kriteria Calon Bupati yang Baik menurut masyarakat ... 68 a. Pemimpin yang Pro rakyat ... 68 b. Calon bupati yang mempertanggungjawabkan visi misinya ... 69 5. Kredibilitas masyarakat pada calon bupati mantan koruptor ... 69 a. Percaya dengan kinerja calon bupati mantan koruptor ... 69 b. Tidak percaya dengan calon bupati mantan koruptor ... 69 6. Peran Masyarakat Desa Cangkringsari Dalam Mengetahui Calon
Bupati Mantan Koruptor ... 70 a. Peran masyarakat untuk tidak memilih calon bupati mantan
koruptor ... 70 b. Berpikir terbuka tentang calon bupati mantan koruptor ... 70 c. Masyarakat hanya ikut-ikutan saja ... 70 7. Calon Bupati Yang Diharapkan Masyarakat Desa Cangkringsari untuk
(10)
a. Meningkatkan pendapatan daerah serta berkomitmen ... 71
b. Meningkatkan pelayanan public ... 71
c. Berintegrasi dan bersih dari korupsi ... 71
8. Visi Koruptor dalam Pembangunan Kota Sidoarjo ... 71
a. Mungkin mampu untuk membangun Sidoarjo lebih baik ... 71
b. Tidak mampu karena seorang mantan koruptor ... 71
D. Konfirmasi Temuan dengan Data ... 74
a. Kaitan tidak tahu profil dan track record dengan teori tindakan social ... 71
b. Kaitanya tidak masalah dengan adanya calon bupati mantan koruptor ... 75
c. Kaitanya reaksi kaget dengan calon bupati mantan koruptor ... 76
d. Kaitanya pemimpin yang pro rakyat untuk calon bupati yang baik ... 76
e. Kaitanya percaya dengan kinerja calon bupati mantan koruptor .. 77
f. Kaitanya pada berpikir terbuka tentang calon bupati mantan koruptor ... 78
g. Kaitanya pada meningkatkan pendapatan daerah dan meningkatkan pelayanan public ... 78
h. Kaitanya ketidak percayaan masyarakat pada calon bupati mantan koruptor dalam membangun Sidoarjo lebih baik ... 79
(11)
j. Kaitanya tentang trend calon bupati mantan koruptor yang menurun dikalangan masyarakat ... 80 k. Kaitanya dukungan parlemen kepada calon bupati mantan
koruptor ... 80 l. Kaitanya pada calon bupati mantan koruptor yang berani mencalonkan
diri karena berpengalaman dan mempunyai uang ... 80 m. Kaitanya pada memilih calon bupati yang baik dengan cara
bertanggung jawab dan mempunyai filter ... 81 n. Kaitannya pada idealnya calon bupati sidoarjo yang bisa mengatur
dana APBD ... 81 BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 82 B. Saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Pedoman wawancara
2. Dikumen lain yang relevan 3. Jadwal penelitian
4. Surat keterangan (bukti penelitian) 5. Biodata peneliti
(12)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pilkada merupakan program paling penting dalam menghasilkan pemimpin diberbagai negara di dunia salah satunya Indonesia. Pilkada di indonesia adalah program yang digunakan untuk menyeleksi pemimpin di daerah-daerah di wilayah indonesia dalam sebuah daerah pilkada merupakan faktor penting untuk menghasilkan pemimpin dan maju tidaknya daerah tersebut. Dan salah satu faktor penunjang majunya suatu daerah juga tak lepas dari peran penting proses Pilkada. Pilkada merupakan bagian dari proses demokrasi pemilihan umum yang berada didaerah-daerah di Indonesia untuk menghasilkan pemimpin yang bisanya dilaksanakan lima tahun sekali.
Cara masyarakat Desa mendefinisikan Pilkada biasanya hanya melihat dari kejadian-kejadian di dalam Pilkada misalnya yang ikut mencalonkan diri menjadi bupati di Pilkada hanya orang-orang kaya dan berpengaruh di pemerintahan. Dan Pilkada dianggap hanya formalitas dalam proses pencarian seorang pemimpin disuatu daerah. Masyarakat sendiri tidak begitu mengetahui Pilkada sendiri itu seperti apa, mereka hanya mendefiniskan melalui kejadian-kejadian di dalam proses Pilkada.
Pilkada 2015 kali ini diikuti oleh banyak kalangan, tidak terkecuali mantan pejabat daerah yang tersandung kasus korupsi. Berbicara mengenai korupsi, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara
(13)
2
untuk keuntungan pribadi atau orang lain1. Hal itu ditandai oleh banyaknya daerah yang memiliki calon bupati atau calon walikota seorang mantan koruptor, itu dilihat dari suatu media yang menayangkan berita tentang banyaknya mantan koruptor mencalonkan diri di pilkada ada 6 daerah dan hal tersebut terjadi di Sidoarjo. Salah satu calon bupati yang akan mengikuti pilkada kali ini ialah seorang mantan koruptor yang dulu pernah menjabat menjadi ketua DPRD sidoarjo tahun 1999 – 2004. Pada saat itu beliau diusung oleh partai PKB Dapil Gedangan dan pendiri DPC PKB Sidoarjo era Gus Dur. Dari maraknya calon bupati atau walikota yang terjerat kasus korupsi membuat masyarakat atau beberapa kalangan bertanya perihal pencalonanya. Sebagian kalangan yang berpendapat bahwa ketika mantan koruptor mencalonkan diri di Pilkada akan membuat peluang korupsi terulang kembali. Hal ini menyebabkan banyak lembaga-lembaga untuk menyarankan agar masyarakat tidak memilih calon yang memiliki track record buruk dalam pemerintahan. Masyarakat harus peduli dengan kelanjutan daerah masing-masing, akan tetapi banyak masyarakat yang masih belum mengetahui mengenai fenomena yang ada saat ini.
Fenomena yang terjadi saat ini ialah kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai bakal calon pemimpin daerah mereka. Tidak hanya itu, banyaknya masyarakat yang tidak peduli dengan pencalonan kader-kader partai karena sebagian orang jengah dengan pemerintahan. Hal ini terutama terjadi di kabupaten Sidoarjo dan di kecamatan Sukodono yaitu Cangkringsari.
1
(14)
3
Dimana banyak dari warganya yang mayoritas petani dan buruh pabrik, dan banyak pemudanya hanya lulusan SMK membuat desa ini memiliki warga yang tidak tahu dan terlihat apatis dengan pemerintahan apalagi dengan calon-calon kader partai yang akan ikut serta dipilkada Sidoarjo 2015.
Banyak orang yang bersikap “barang siapa calon yang memberikan uang terbanyak dia yang dipilih”. Mereka tidak melihat asal-usulnya ataupun kinerjanya. Mereka beralasan bahwa siapapun dan dari manapun pemimpinnya sama saja, sama-sama tidak berpihak pada rakyat ketika menjadi pemimpin. Masyarakat Cangkringsari sendiri mayoritas penduduknya pendidikanya lulusan SMA atau SMK ada juga yang lulusan perguruan tinggi namun itu hanya sedikit, kebanyakan hanya lulusan SD, SMP, SMA. Di desa Cangkringsari juga banyak pemuda-pemuda akan tetapi pemuda-pemuda disini mayoritas sama lulusanya dengan yang lain, hanya sedikit yang melanjutkan kuliah. Itu terjadi karena himpitan ekonomi dan kurangnya sosialisasi tentang pendidikan tinggi.
Cara masyarakat untuk mengetahui bagaimana calon kader yang ikut pilkada di Sidoarjo sangat minim karena masyarakat mayoritasnya hanya mengandalkan televisi dan pembicaraan dari mulut ke mulut. Sehingga banyak yang tidak tahu tentang calon pemimpinya, mereka hanya melihat ketika para calon kampanye dikampung mereka dan melihat bagaimana orangnya seberapa meriah acara kampanya dan berapa calon memberikan uang kepada mereka. Dari situ masyarakat langsung menilai memilih siapa bukan dari sejarah atau kasus-kasus yang sedang ataupun sudah dijalani. Semua itu
(15)
4
karena mereka kurang informasi tentang calon bupatinya. Apalagi di desa Cangkringsari yang banyak pemuda-pemuda tetapi mayoritas tidak mengerti calon pemimpinya bisa dikatakan antara pemuda dan orang tua disini sama. Sama-sama apatis dan tidak peduli dengan proses bagaimana calon pemimpinya. Menurut Parsons, sistem nilai masyarakat adalah perangkat nilai normatif yang dianut oleh para anggota suatu masyarakat yang menetapkan dengan acuan khas kepada masyarakat mereka sendiri, apa yang baik bagi mereka merupakan bentuk masyarakat yang baik.2
Apalagi banyak di desa Cangkringsari yang dipilih oleh para calon bupati untuk menjadi tim sukses, mereka biasanya hanya menghasut dengan uang tanpa memikirkan bagaimana yg dipilih. Itu membuat keadaan semakin buruk dan membuat masyarakat disini di desa Cangkringsari semakin apatis dan memilih sembarangan. Banyak warga yang semakin berlomba-lomba menjadi tim sukses karena di beri imbalan dengan banyak uang dan di pandang wah ketika menjadi tim sukses.
Dari semua itu karena kurangnya pengetahuan dan minimnya informasi para calon bupati serta mereka hanya berpikir pendek tanpa berpikir apa yang terjadi setelahnya. Pada pilkada banyak juga dijumpai masyarakat Cangkringsari golput karena alasan tidak ada uangnya dan mereka berpikir ketika dia memilih dan meluangkan waktu untuk nyoblos hanya sia-sia karena para calon sama saja ketika ada di pemerintahan. Semua itu dikuatkan dengan adanya temuan lapangan, yaitu penyebab rendahnya partisipasi dalam pemilu,
2
Vic George & Paul Wilding, 1992, Ideologi dan Kesejahteraan Rakyat, Jakarta: Temprint, hal.3
(16)
5
antara lain: delegitimasi parpol akibat kinerja partai yang kurang beroreintasi pada pelayanan publik, perilaku pilitisi yang buruk, tidak jujur, korup dan kurang kapabel, kinerja KPU yang kurang profesional dan kejenuhan masyarakat kepada aktivitas politik karena politik tidak membawa kearah perbaikan kualitas hidup baik secara ekonomi, social maupun politik.3
Golput sendiri yaitu bentuk pembangkangan kepada gerakan elit pusat dimana puncaknya pada pemilu 2004. Ia merpakan gerakan elit yang merupakan bentuk perlawanan terhadap proses demokrasi elit. Gerakan ini dipelopori oleh Amin Rais dan Gus Dur, golongan putih yang muncul akibat adanya sikap apatis terhadap politik dari rakyat. Di era reformasi ada kecenderungan bahwa gerakan golput dipandang sebagai gerakan yang menghendaki kebaikan dan perubahan dalam politik. Rasionalitas rakyat terhadap perilaku politik semakin tinggi sehingga mereka akan berhitung tentang keuntungan riil yang didapat jika berafiliasi terhadap salah satu partai politik.4
B. Rumusan Masalah
Dari paparan diatas mengenai Presepsi Masyarakat calon bupati mantan koruptor, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah
1. Bagaimana persepsi masyarakat tentang adanya calon bupati mantan koruptor di desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo?
3
Gulput Apatisme Masyarakat, dan Delegitimasi Elite dalam Pemilu 2009.
4
Ign Gatut Saksono, 2013, Golput dan Masa Depan Bangsa, Yogyakarta: Elmatera, hlm. 45-46
(17)
6
2. Bagaimana reaksi masyarakat ketika ada calon bupati mantan koruptor di desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masaah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang calon Bupati mantan koruptor di desa Cangkringsari.
2. Untuk mengetahui reaksi masyarakat ketika mengetahui adanya calon Bupati mantan koruptor.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, diharapkan dapat memenuhi, antara lain:
1. Penelitian ini akan memberikan pengalaman kepada mahasiswa
bagaimana cara peneliti dan bagaimana cara menggunakan teori sebagai kacamata untuk melakukan penelitian.
2. Penelitian ini juga merupakan kesempatan bagi penulis untuk belajar mengaplikasikan teori-teori yang telah penulis dapatkan selama ini dibangku perkuliahan, khususnya prodi Sosiologi.
E. Penelitian Terdahulu
1. Pemilu dan Praktik Politik Uang Dalam Pemilu Legislatif 2014 di Kabupaten Jember.
(18)
7
Penelitian yang berjudul Pemilu dan Praktik Politik Uang Dalam Pemilu Legislatif 2014 di Desa Sukorejo Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember. Ini adalah penelitian yang di tulis oleh Khalimatus
Sa’Diyah, NIM B05211024 beliau adalah salah satu mahasiswa Program
Sarjana Strata Satu UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2015. Penelitian yang beliau lakukan yaitu tentang Praktik Politik Uang di Pemilu Legislatif di Kabupaten Jember. Hal ini menjadikan pertimbangan peneliti tentang fokus serta tujuan penelitian. Dalam penelitianya Khalimatus
Sa’diyah membahas tentang bentuk-bentuk politik uang dan penyebab politik uang.5
2. Politik Uang dalam Pemilihan Kepala Desa Tahun 2014 (Studi tentang Pemahaman Masyarakat Terhadap Politik uang di Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep).
Penelitian yang berjudul Politik Uang dalam Pemilihan Kepala Desa Tahun 2014 (Studi tentang Pemahaman Masyarakat Terhadap Politik uang di Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep) di tulis oleh Khoirul Yahya. Fokus penelitian ini yaitu tentang pemahaman masyarakat tentang politik uang dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya politik uang.6
5
Khalimatus Sa’diyah, Pemilu dan Praktik Politik Uang dalam Pemilu Legislatif 2014 di Desa Sukorejo Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember, 2015.
6
Khoirul Yahya, Politik Uang dalam Pemilihan Kepala Desa 2014 Studi tentang Pemahaman Masyarakat tentang Politik Uang di Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, 2015
(19)
8
F. Definisi Konseptual
Penjelasan konsep yang mendasari pengambilan judul di atas sebagai bahan penguat sekaligus spesifikasi mengenai penelitian yang akan dilakukan. 1. Persepsi
Persepsi dalam pengertian psikologi proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah pengindraan (pengelihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi. Dalam hal persepsi mengenai orang itu atau orang-orang lain dan untuk memahami orang dan orang lain, persepsi itu dinamakan persepsi sosial dan kognisinya pun dinamakan kognisi sosial.
Dalam persepsi sosial ada dua hal yang ingin diketahui yaitu keadaan dan perasaan orang lain saat ini, di tempat ini melalui komunikasi non lisan (kontak mata, busana, gerak tubuh, dan sebagainya) yang diperkirakan menjadi penyebab dari kondisi saat ini. Hal yang terakhir ini bersumber pada kecenderungan manusia untuk selalu berupaya guna mengetahui apa yang di balik gejala yang ditangkapnya dengan indra. Dalam hal persepsi sosial, penjelasan yang ada dibalik perilaku itu dinamakan atribusi.7
2. Masyarakat,
Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang berasal dari kata Latin sociusyang berarti (kawan). Istilah masyarakat
7
Sawarno Sarlito Wirawan, 2002, Psikologi Sosial Individu dan Teori-teori, Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 94-95
(20)
9
berasal dari kata bahasa Arab syarakayang berarti (ikut serta adan berpartisipasi). Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui warga-warganya dapat saling berinteraksi. Semua warga masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama,hidup bersama dapat diartikan sama dengan hidup dalam suatu tatanan pergaulan dan keadaan ini akan tercipta apabila manusia melakukan hubungan, Mac lver dan Page memaparkan bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan, tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok, penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebiasaan-kebiasaan manusia.
Sedangkan masyarakat menurut Selo Soemardjan adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.8
3. Calon Bupati
Adalah bakal kandidat pemimpin di suatu daerah yang proses pemilihanya bernama pilkada yang diselengarakan pada lima tahun sekali. Pemimpin daerah yang biasanya disebut bupati, bupati yaitu sebutan atau pangkat kepala daerah bagian langsung dari kepresidenan.9
8
Soerjono Soekanto, 1990. ”Sosiologi Suatu Pengantar”. Jakarta: Raja Grafindo Persada), hal.22
9
(21)
10
4. Mantan Koruptor
Mantan koruptor yaitu mantan pegawai pemerintahan yang melakukan tindakan korupsi di lingkungan pemerintahan, koruptor sendiri adalah orang yang melakukan korupsi atau orang yang menyelewengkan uang Negara ditempat kerjanya.10 Koruptor biasanya diberikan kepada pegawai pemerintahan yang mencuri atau mengelapkan uang Negara.
G. Kerangka Teoritik
Teori tindakan sosial di kemukakan oleh Max Weber, tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakanya mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Tindakan sosial menurut Weber dapat berupa tindakan yang nyata – nyata diarahkan
kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan yang bersifat “ membatin” atau
bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Atau merupakan tindakan perulangan dengan sengaja sebagai akibat pengaruh situasi yang serupa. Atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu.
Tindakan sosial dapat pula dibedakan dari sudut waktu sehingga ada tindakan yang diarahkan kepada waktu sekarang, waktu lalu dan waktu yang akan datang. Dilihat dari segi sasaranya, maka pihak sana yang menjadi sasaran tindakan sosial si aktor dapat berupa seorang individu atau sekumpulan orang. Dengan membatasi suatu perbuatan sebagai suatu tindakan sosial.
10
(22)
11
Atas dasar rasionalitas tindakan sosial, Max Weber membedakan 4 tipe. Semakin rasional tindakan sosial itu semakin mudah dipahami, antara lain:
1. Zwerek Rational
Yakni tindakan sosial murni. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekedar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuanya tapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Tujuan dalam zwerk rational atau tidak absolut. Ia dapat juga menjadi cara dari tujuan lain berikutnya. Bila aktor berkelakuan dengan cara yang paling rasional maka mudah memahami tindakanya itu.
2. Werktrational Action
Dalam tindakan tipe ini aktor tidak dapat menilai apakah cara – cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuan yang lain. Ini menunjukan kepada tujuan itu sendiri. Dalam tindakan ini memang antara tujuan dan cara – cara dan mencapainya cenderung menjadi sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan. Tindakan tipe kedua ini masi rasional meski tidak serasional yang pertama. Karena ini dapat dipertanggung jawabkan untuk dipahami.
(23)
12
3. Affectual Action
Tindakan yang dibuat-buat. Dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami. Kurang atau tidak rasional.
4. Traditional Action
Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu dimasa lalu.
Kedua tipe tindakan terakhir sering hanya tanggapan secara otomatis terhadap rangsangan dari luar. Karena itu tidak termasuk ke dalam jenis tindakan yang penuh arti yang menjadi sasaran peneliti sosiologi. Namun kedua tipe ini pada waktu tertentu dapat berubah menjadi tindakan yang penuh arti sehingga dapat dipertanggung jawabkan untuk dipahami.11
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berupa gambaran-gambaran, kata-kata, dan bukan merupakan angka-angka. Hal ini juga berusaha menggambarkan dari suatu gejala social yang telah terjadi, dalam metode kualitatif yang diambil dengan cara menemukan data secara mendalam mengenai realitas yang akan diteliti.
11
George Ritzer, 2013, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Depok: Raja Grafindo Persada, Hal. 38-41
(24)
13
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian fenomenologi, fenomenologi adalah salah satu dari banyak jenis metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk meneliti pengalaman hidup manusia. Peneliti berharap untuk memperoleh pemahaman tentang kebenaran yang essensial dari pengalaman hidup. Menurut Alferd Schutz dalam karyanya yang berjudul the fenomenology of social word adalah Schutz memusatkan perhatianya pada cara orang memahami kesadaran orang lain, sementara mereka hidup dalam aliran kesadaran mereka sendiri. Schutz menggunakan prespektif intersubyektivitas dalam pengertian yang lebih luas untuk memahami kehidupan sosial, terutama mengenai ciri sosial pengetahuan. Bagi Schutz, intersubyektivitas adalah ketentuan dunia nyata dan tidak memerlukan eksplikasi fundamental. Yakni menanggapi dan hidup didalam sebuah dunia yang sudah terbentuk dengan komunitas. Oleh karena itu, ilmu-ilmu sosial konkret berhadapan dengan langsung dengan ranah duniawi yang telah dikurung oleh fenomenologi transendental. Sosiologis fenomenologis adalah memepoleh wawasan mengenai karakter pengalaman sosial yang nyata yang diinterpresentasikan secara konvensional. Schutz menerangkan bahwa baik konsep ilmiah maupun pengalaman sehari-hari terbentuk lewat kategori-kategori terpisah dari segala sesuatu yang serta-merta ditentukan dalam kesadaran.12
Fenomenologi lebih memfokuskan diri pada konsep suatu fenomena tertentu dan bentuk dari studinya adalah untuk melihat dan
12
(25)
14
memahami arti dari suatu pengalaman individu yang berkaitan dengan suatu fenomena tertentu. Polkinghorne mendefinisikan fenomenologi sebagai sebuah studi untuk memberikan gambaran tentang arti dari pengalaman-pengalaman beberapa individu mengenai suatu konsep tertentu.13
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono. Dimana kecamatan tersebut akan dilaksanakan Pilkada Sidoarjo. Alasan memilih tempat tersebut adalah dikarenakan Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo karena kecenderungan partisipasi warga dalam Pilkada Sidoarjo mudah diidentifikasi dalam perilaku pilihan politik.
b. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian ini sejak proposal di lakukan selama satu bulan mulai 01 Desember sampai 31 Desember 2015.
3. Pemilihan Subyek Penelitian
Berdasarkan ruang lingkup bahasan kualitatif yang diambil oleh peneliti maka dalam menentukan informan yaitu masyarakat yang berpartisipasi dalam Pilkada 2015 di Sidoarjo. Adapun masyarakat yang berpartisipasi sebagai berikut:
a. Aktivis partai politik
b. Lsm PPI (Perhimpunan Pergerakan Indonesia)
13
Haris Herdiansyah, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu sosial,
(26)
15
c. Calon Bupati Sidoarjo d. Warga Desa Cangkringsari
No. Nama Status
1. Yulia Mahasiswa
2 Eva Ibu rumah tangga
3 Khoirun Anisa Pns
4 Mashita Mahasiswa
5 Khoirul Buruh
6 Nisak TU
7 Rohmanul Buruh
8 Sholikah Ibu rumah tangga
9 Nur Saidah Mahasiswa
10 Tri Ketua PPI
11 M Alfa Roby Ketua Depra PKS Perak Timur
12 Subhan Hadudu Ketua DPC PKS Pabean Cantingan
4. Tahap-Tahap Penelitian
Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu mengetahui tahap-tahap yang akan dilalui dalam proses penelitian. Tahapan ini disusun secara sistematis agar diperoleh data secara sistematis. Ada empat tahap yang bisa dikerjakan dalam suatu penelitian, yaitu :14
14
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif,Bandung: Remaja Rosdakarya,2007, hal 85-109
(27)
16
a. Tahap Pra-lapangan
Pada tahap pra-lapangan merupakan tahap penjajakan lapangan. Ada enam langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu : 1) Menyusun rancangan penelitian
Pada tahap ini, peneliti membuat usulan penelitian atau proposal penelitian yang sebelumnya didiskusikan dengan dosen pembimbing dan beberapa dosen lain serta mahasiswa. Pembuatan proposal ini berlangsung sekitar satu bulan melalui diskusi yang terus-menerus dengan beberapa dosen dan mahasiswa.
2) Memilih lapangan penelitian
Peneliti memilih di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.
3) Mengurus Perizinan
Yakni mengurus perizinan di Bangkesbang Provinsi dilanjutkan di Bangkesbang Sidoarjo kemudian di balai desa Cangkringsari kecamatan Sukodono kabupaten Sidoarjo.
4) Menjajaki dan Menilai Lapangan
Tahap ini dilakukan untuk memperoleh gambaran umum tentang Pilkada 2015 Sidoarjo masyarakat di Desa Cangkringsari. Agar peneliti lebih siap terjun ke lapangan serta untuk menilai keadaan, situasi, latar belakang dan konteksnya sehingga dapat ditemukan dengan apa yang dipikirkan oleh peneliti.
(28)
17
5) Memilih dan Memanfaatkan Informan
Tahap ini peneliti memilih seorang informan yang merupakan orang yang benar-benar tahu dan terlibat dalam kegiatan. Kemudian memanfaatkan informan tersebut untuk melancarkan penelitian.
6) Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu atau kebutuhanyang akan dipergunakan dalam penelitian ini.
b. Tahap Lapangan
Dalam tahap ini dibagi atas tiga bagian yaitu: 1) Memahami latar penelitian dan persiapan diri
Tahap ini selain mempersiapkan diri, peneliti harus memahami latar penelitian agar dapat menentukan model pengumpulan datanya.
2) Memasuki Lapangan
Pada saat sudah masuk ke lapangan peneliti menjalin hubungan yang baik dan akrab dengan subyek penelitian dengan menggunakan tutur bahasa yang baik. serta bergaul dengan mereka dan tetap menjaga etika pergulan dan norma-norma yang berlaku di dalam lapangan penelitian tersebut.
(29)
18
Dalam tahap ini peneliti mencatat data yang diperolehnya ke dalam fieldnotes, baik data yang diperoleh dari wawancara, pengamatan atau menyaksikan sendiri kejadian tersebut.
c. Tahap Analisa Data
Analisa data merupakan suatu tahap mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar agar dapat memudahkan dalam menentukan tema dan dapat merumuskan hipotesa kerja yang sesuai dengan data.15 Pada tahap ini data yang diperoleh dari berbagai sumber, dikumpulkan, diklasifikasikan dan analisa dengan komparasi konstan.
d. Tahap Penulisan Laporan
Penulisan laporan merupakan hasil akhir dari suatu penelitian, sehingga dalam tahap akhir ini peneliti mempunyai pengaruh terhadap hasil penulisan laporan. Penulisan laporan yang sesuai dengan prosedur penulisan yang baik karena menghasilkan kualitas syang baik pula terhadap hasil penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi
Observasi yang dilakukan peneliti adalah pada saat penentuan informan dimana peneliti mengamati secara visual menggunakan indera mata dan telinga sendiri untuk mengetahui karakteristik masyarakat Desa Cangkringsari yang akan dijadikan sebagai informan
15
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, hal 103
(30)
19
penelitian. Karakteristik yang dimaksud adalah bagaimana
pengetahuan dan pengaruh masyarakat dalam kehidupan sosial sehari-hari.
b. Wawancara
Proses menggali data terhadap informan dengan menggunakan pedoman wawancara terbuka dan disertai dengan wawancara lebih mendalam terhadap informan (indepth interview). Wawancara yang dilakukan lebih menyerupai suatu dialog antara peneliti dan subyek penelitian yang dilakukan dengan suasana keakraban dan santai dengan menggunakan pedoman wawancara atau guide interview. Dimana, dalam proses wawancara peneliti menyesuaikan lokasi wawancara sesuai keinginan informan. Dengan cara ini dapat menggali sebanyak mungkin informasi sehingga memperoleh gambaran yang sejelas-jelasnya dan lebih memungkinkan mendapatkan info yang unik dan jujur. Dalam proses wawancara peneliti tidak terpaku pada pedoman wawancara yang baku tetapi juga mengikuti alur pembicaraan subyek penelitian dan memungkinkan peneliti untuk mengembangkan pertanyaan. Pada saat melakukan percakapan, peneliti berusaha untuk memberi kebebasan kepada informan apapun pendapatnya dan tidak untuk memotong atau menyela perkataan
informan. Untuk memudahkan proses wawancara peneliti
menggunakan media handphone dan kamera digital sebagai media untuk merekam hasil wawancara serta mengabadikan suatu realitas
(31)
20
yang terjadi di lapangan sehingga hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan.
Dalam melakukan wawancara dengan in depth interview diperlukan tahapan-tahapan yang harus dilalui sebelumnya mulai dari proses getting in sebagai bentuk pendekatan seperti peneliti ikut beradaptasi atau bersosialisasi dengan informan atau masyarakat terlebih dahulu saat akan melakukan wawancara terutamanya in depth
interview kemudian didukung dengan terciptanya trust (kepercayaan)
yang melibatkan peneliti dengan informan begitupun sebaliknya yang mempermudah peneliti untuk menggali data semaksimal mungkin dari informan.
6. Teknik Analisi Data
Menurut Barger dan Luckman, langkah-langkah analisis data pada studi fenomenologi, yaitu:
a. Memusatkan perhatian observasi dan kajian pada praktik sosial dari fenomena yang terjadi.
b. Menggali lebih dalam berbagai aspek dan informasi historis dari para pelaku serta memperhatikan dimensi struktural maupun kultural yang ada.
c. Memanfaatkan semaksimal mungkin data trianggulasi maupun
investigator trianggulasi.16
16
(32)
21
7. Teknik Pemeriksaan Data
Salah satu syarat bagi analisis data adalah dimilikinya data yang valid dan reliabel. Untuk melihat kevalidan dari hasil penelitian, dilakukan dengan cara trianggulasi yang merupakan usaha dari penulis untuk melihat keabsahan data. Untuk melihat keabsahan data tersebut diperlukan untuk menggunakan sumber lebih dari satu/ganda. Ketika jawaban dari trianggulasi subjek konsisten tetap sama. pada saat itulah cukup alasan bagi penulis untuk menghentikan proses pengumpulan datanya.17
I. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan dilaporkan dalam sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Berisi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, definisi konsep dan sistematika pembahasan
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
Menjelaskan tujuan khusus-umum penelitian, dan juga memaparkan penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan persepsi masyarakat dan juga masalah yang berkaitan dengan pilkada Sidoarjo.
BAB III: PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
Menjelaskan tentang deskripsi umum obyek penelitian dan juga berisi tentang deskripsi hasil penelitian. Menjelaskan temuan data dan juga konfirmasi temuan dengan teori
17
(33)
22
BAB IV: PENUTUP
(34)
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Tindakan Sosial Max Weber
Dalam hal ini kaitanya antara teori tindakan sosial dengan persepsi masyarakat tentang calon bupati mantan koruptor adalah termasuk relevan. Yang mana persepsi mengarah pada tindakan sosial, dimana masyarakat disitu berpendapat tentang adanya calon bupati mantan koruptor. Dari pendapat tentang calon bupati mantan koruptor tersebut akan memunculkan tindakan masyarakat pada calon bupati mantan koruptor tersebut. Masyarakat bisa saja berpendapat setuju atau tidak setuju dengan calon bupati mantan koruptor serta bisa saja masyarakat memilih dan tidak memilih calon bupati mantan koruptor. Biasanya dari pendapat serta tindakan masyarakat akan berpengaruh kepada lingkunganya dalam menyikapi adanya calon bupati mantan koruptor.
Dari berbagai tindakan masyarakat tersebut termasuk dalam tindakan sosial karena tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakanya itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Sebaliknya tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati atau objek fisik semata tanpa dihubungkanya dengan tindakan orang lain bukan merupakan tindakan sosial.
Secara definitif Weber memusatkan sosiologi sebagai ilmu yang berusaha menafsirkan dan memahami tindakan sosial serta antara hubungan sosial untuk sampai kepada penjelasan kausal. Sosiologi menurut Weber
(35)
23
adalah suatu ilmu pengetahuan yang berusaha memperoleh pemahaman interpretatif mengenai tindakan sosial agar dengan demikian bisa sampai kesuatu penjelasan kausal mengenai arah dan akibatnya. Dengan tindakan yang dimaksud semua perilaku manusia, apabila atau sepanjang individu yang bertindak itu memberikan arti subyektif kepada tindakan itu. Tindakan itu disebut sosial karena arti subyektif tadi di hubungkan oleh individu-individu yang bertindak memperhitungkan perilaku orang lain dan karena itu diarahkan ketujuanya.18
Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber dapat berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Bisa dikatakan tindakan yang
“membatin” atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Atau berupa tindakan pengulangan dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa. Atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu. Sifat subyektif berusaha untuk memperhatikan gejala-gejala yang sukar ditangkap dan tidak diamati seperti perasaan individu, pikiranya dan motif-motifnya.
Tindakan sosial yang dimaksud adalah tindakan masyarakat yang diarahkan kepada calon bupati mantan koruptor. Yang bersifat negatif dari situasi pilkada, bisa saja tindakanya mengulang tindakan orang lain yang berdampak dari pilkada. tindakanya yang subyektif dari situasi tersebut.
Cara untuk melihat pengalaman subyektif adalah pribadi seseorang dimiliki bersama oleh suatu kelompok sosial. Suatu pengalaman subyektif
18
Max Weber, the theory of social and economic organization, edited by Talcott Parsons
(36)
24
yang dapat dimengerti karena dialami bersama secara meluas, dapat dilihat
sebagai “obyektif”. Suatu pengalaman subyektif yang tidak dapat
dikomunikasikan atau dimengerti, tetapi tidak dapat ditangkap sebagai suatu pengalaman pribadi yang benar-benar subyektif, meskipun sangat rill bagi orang yang bersangkutan.
Rasionalitas dan peraturan yang biasa mengenai logika merupakan suatu kerangka acuan bersama secara luas dimana aspek-aspek subyektif perilaku dapat dinilai secara obyektif. Tidak semua perilaku dapat dimengerti sebagai sesuatu manifestasi rasionalitas. Penderitaan-penderitaan seperti kemarahan, cinta atau ketakutan mungkin diungkapkan dalam perilaku yang nyata dalam bentuk yang sepintas lalu kelihatanya tidak rasional. Tetapi orang dapat mengerti perilaku seperti itu kalau orang tahu emosi yang mendasar yang sedang diungkapkan.
Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan rasional, pembedaan pokok yang diberikan adalah antara tindakan rasional dan nonrasional. Yaitu tindakan rasional berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tidaknya itu dinyatakan. Didalam kategori utama mengenai tindakan rasional dan nonrasional itu ada dua bagian yang berbeda satu sama lain.
Bertolak dari konsep pertama tentang tindakan sosial dan antara hubungan sosial itu Weber mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian sosiologi yaitu:
(37)
25
1. Tindakan manusia yang menurut si aktor mengandung makna yang subyektif. Ini meliputi berbagai tindakan nyata.
2. Tindakan nyata yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subyektif. 3. Tindakan yang memiliki pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam.
4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau beberapa individu.
5. Tindakan yang memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain itu.
Peneliti sosiologi harus mencoba menginterpretasikan tindakan aktor. Dalam artian yang mendasar, sosiolog harus memahami motif dari tindakan sosial. Atas dasar rasionalitas tindakan sosial. Weber membedakannya kedalam empat tipe, antara lain :
1. Rasionalitas Instrumental
Tingkat rasionalitas yang paling tinggi ini meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Individu dilihat sebagai individu yang memiliki berbagai tujuan yang mungkin diinginkanya. Dan atas suatu dasar kriterium menentukan suatu pilihan. Diantara tujuan-tujuan yang saling bersaing ini individu itu lalu menilai alat menilai alat yang mungkin dapat dipergunakan untuk mencapai tujuanyang dipilih tadi. Hal ini mungkin mencakup informasi, mencatat kemungkinan-kemungkinan, hambatan-hambatan yang terdapat dilingkungan dan
(38)
26
mencoba untuk meramalkan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin dari beberapa alternatif tindakan itu. Akhirnya suatu pilihan dibuat atas dasar alat yang dipergunakan yang kiranya mencerminkan pertimbang individu atas efisiensi dan efektivitasnya. Sesudah tindakan itu dilaksanakan, orang itu dapat menentukan secara obyektif sesuatu yang berhubungan dengan tujuan yang dicapai.
Tindakan yang diarahkan secara rasional ke suatu sistem dari tujuan-tujuan individu yang memiliki sifat-sifat sendiri apabila tujuan itu, alat dan akibat-akibat sekundernya diperhitungkan dan dipertimbangkan semua secara rasional. Hal ini mencakup pertimbangan rasional atas alat alternatif untuk mencapai tujuan itu, pertimbangan mengenai tujuan-tujuan dengan hasil-hasil yang mungkin dari pengunaan alat tertentu apa saja dan akhirnya pertimbangan mengenai pentingnya tujuan-tujuan yang mungkin berbeda secara alternatif.
2. Rasional yang Berorentasi Nilai
Dalam tindakan tipe ini aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuan yang lain. Ini menjukan kepada tujuan itu sendiri dalam tindakan ini memang antara tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung menjadi sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan. Tindakan ini masih rasional meski tidak serasional yang pertama.
(39)
27
3. Tindakan Afektif
Tindakan yang dibuat-buat dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami kurang atau tidak rasional. Tindakan tipe ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau kepercayaan yang sadar. Seseorang yang sedang mengalami persaan meluap-luap seperti cinta, kemarahan, ketakutan atau kegembiraan dan secara spontan mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi, berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif. Tindakan ini benar-benar tidak rasional karena kurangnya pertimbangan logis, ideologis, atau kriteria rasionalitas lainya.
4. Tindakan Tradisional
Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu dimasa lalu. Tindakan tipe ini merupakan tindakan sosial yang bukan rasional kalau seorang individu memperlihatkan perilaku karena kebiasaan, tanpa refleksasi yang sadar atas perencanaan, perilaku seperti itu dapat digolongkan sebagai tindakan tradisonal. Individu itu akan membenarkan atau menjelaskan tindakan itu kalau diminta dengan hanya mengatakan bahwa dia selalu bertindak dengan cara seperti itu atau perilaku seperti itu merupakan kebiasaan baginya.
Salah satu pembenaran yang perlu adalah bahwa “inilah cara yang
sudah dilaksanakan oleh nenek moyang kami dan demikian nenek moyang
(40)
28
Tindakan ini sudah hilang lenyap karena meningkatnya rasional instrumental.
Keempat tipe tindakan sosial diatas ini harus dilihat sebagai tipe-tipe ideal. Pola perilaku khusus yang sama mungkin bisa sesuai dengan kategori-kategori tindakan sosial yang berbeda dalam situasi-situasi yang berbeda, tergantung pada orientasi subyektif dari individu yang terlibat. Tindakan sosial dapat dimengerti hanya menurut arti subyektif dan pola-pola motivasional yang berkaitan dengan itu. Untuk tindakan rasional arti subyektif dapat ditangkap dengan skema alat tujuan.
Konsep kedua dari Weber adalah konsep tentang antar hubungan sosial. Didefinisikan sebagai tindakan yang beberapa orang aktor yang berbeda-beda. Sejauh tindakan itu mengandung makna dan dihubungkan serta diarahkan kepada tindakan orang lain. Tidak semua kehidupan kolektif memenuhi syarat sebagai antar hubungan sosial. Dimana tidak ada saling penyesuaian antara orang yang satu dengan orang yang lain maka disitu tidak ada antara hubungan sosia. Meskipun ada sekumpulan orang yang diketemukan bersama.
Titik tolak bagi teori Weber adalah individuyang bertindak yang tindakan-tindakanya dapat dimengerti menurut arti subyektifnya. Kenyataan sosial bagi Weber pada dasarnya terdiri dari tindakan-tindakan sosial individu yang berarti secara subyektif. Analisa yang diberikan Weber adalah terutama tindakan individu sebagai kenyataan sosial (bertentangan dengan struktur dan budaya). Titik tolak Weber pada tingkat
(41)
29
individual mengingatkan kita bahwa struktur sosial atau sistem budaya tidak dapat dipikirkan sebagai sesuatu yang berbeda secara terlepas dari individu yang didalamnya struktur sosial yang terdiri pola-pola tindakan sosial tertentu dan interaksi (yang didefinisikan Weber sebagai istilah probabilistik), dan sistem budaya kerja dalam kehidupan sosial kalau sistem itu mempengaruhi orientasi subyektif dan orientasi individu. Pendekatan Weber melihatkan secara meyakinkan bahwa melihat individu sebagai satuan utama dalam analisis sosiologi sama sekali tidak mengesampingkan sistem sosial yang besar.19
19
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka, 1994, hlm. 215-225
(42)
30
Bagan 2.1
Peta Alur Berpikir Teori
Rasionalitas yang paling tinggi dimana individu
merasionalitaskan
sesuatu dengan
pertimbangan tujuan,
keinginan untuk
menentukan suatu
pilihan. Untuk
menentukan pilihan biasanya individu
menggunakan alat
untuk mencapai tujuan tersebut. Alat yang dipergunakan biasanya cenderung
mempertimbangan untung dan rugi ketika memilih tujuan atau keinginan tersebut.
Individu dalam
rasionalitas nilai ini
cenderung tidak
memikirkan cara-cara yang dilakukan untuk mencapai tujuanya itu baik atau tidak, tepat atau tidak.
Tindakan individu yang disebabkan unsur emosi, pura-pura. Karena seseorang yang
dipercayai atau
kepercayaan individu tersebut di usik,
sehingga membuat
individu tersebut bertindak emosi tanpa sadar yang bertujuan
membela orang
kepercayaanya.
Tindakan individu yang didasari pada kebiasaan, dimana
individu ketika
bertindak selalu
beorientasikan pada tindakan-tindakan dahulu. Tindakan ini tanpa refleksi tapi
sadar untuk di
rencanakan.
MAX WEBER
(43)
BAB III ANALISIS DATA
PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG CALON BUPATI MANTAN KORUPTOR
A. Subjek Penelitian
1. Masyarakat Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.
Desa Cangkringsari terletak di Kabupaten Sidoarjo Kecamatan Sukodono, mengenai alasan peneliti memilih Desa Cangkringsari untuk diteliti adalah karena pertama, Desa Cangkringsari berpartisipasi dalam pilkada Sidoarjo 2015. Kedua masyarakat Desa Cangkringsari yang cenderung apatis dan pragmatis dalam pilkada 2015 ini. Ketiga Kabupaten Sidoarjo yang salah satu calonya mantan koruptor. Desa Cangkringsari yang memiliki penduduk sebesar 4.817 jiwa, yang terbagi dari tiga Dusun dan 26 Rt serta 6 Rw. Dimana penduduk 4.817 jiwa yang meliputi:
a. Laki-laki sebesar 2487 jiwa dan b. Perempuan sebesar 2330 jiwa
Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo yang memiliki 3 Dusun serta batasanya yang terbagi atas:
a. Sebelah timur Dusun Keben yang berbatasan dengan Desa Pademo dan Sambungrejo.
b. Sebelah utara yaitu Dusun Kesemen yang berbatasan dengan Desa Sambungrejo dan Ngaresrejo.
(44)
32
c. Sebelah barat Dusun Jebug yang berbatasan dengan Desa Jogosatru dan Karangpuri.
d. Sebelah selatan Dusun Cangkringan yang berbatasan dengan Desa beciro dan Karangpuri.
Berbicara mengenai pilkada 2015 di Sidoarjo, Desa Cangkringsari terdapat 3.648 daftar pemilih tetap yang terbagi 6 tps yang tersebar di 3 Dusun yang ada di Desa Cangkringsari. Lokasi dan jumlah pemilih tetap Desa cangkringsari dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini:
TABEL 3.1
LOKASI DAN JUMLAH PEMILIH DESA CANGKRINGSARI
( S S S
(Sumber: Hasil Pilkada 2015 Desa Cangkringsari) NO.
TPS
LOKASI TPS JUMLAH PEMILIH
(termasuk RT/RW) L P L+P
1 Rmh.Imam Suhadi RT 01 RW 01 311 295 606
2 Rmh.Sekdes RT 02 RW 02 291 270 561
3 Rmh.Hj.Supini RT 10 RW 03 258 245 503
4 Rmh.Mahroji RT 15 RW 04 308 274 582
5 Rmh.P.Yahya RT 19 RW 05 326 303 629
6 Rmh.H.Abd.Hadi RT 25 RW 06 289 298 587
(45)
33
Hasil pilkada 2015 Kabupaten Sidoarjo di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo dapat dilihat pada tabel 3.2 dibawah ini:
Tabel 3.2
Hasil Pilkada 2015 Desa Cangkringsari
(
Sumber: Hasil Pilkada 2015, Desa Cangkringsari)
B. Deskripsi Hasil Penelitian
Pada sub bab ini penulis akan memaparkan hasil observasi dan wawancara serta profil dan visi misi calon bupati mantan koruptor yang telah dilakukan pada saat penelitian berlangsung. Observasi dan wawancara dilakukan terhadap 9 informan yang dilangsukan pada 26 November sampai 26 Desember 2015. Bertempat di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo.
No. NAMA CALON SUARA
SAH
1 H. MG. Hadi Sutjipto, S.H., M.M.
dan H. Abdul Kolik, S.E.
700
2 H. Utsman Ikhsan dan Ida Astuti,
S.H.
144
3 H. Saiful Ilah, S.H., M.Hum. dan H.
Nur Ahmad Syaifuddin, S.H.
1.145
4 Warih Andono, S.H. dan H. Imam
Sugiri, S.T., M.M.
105
JUMLAH SELURUH SUARA SAH 2.094
(46)
34
Pilkada Kabupaten Sidoarjo 2015 diikuti oleh empat kandidat calon Bupati, empat kandidat calon Bupati Sidoarjo antara lain sebagai berikut 1. H. MG. Hadi Sudtjipto, S.H., M.M. dan H. Abdul Kolik, S.E. yang
diusung oleh partai PDIP, partai Demokrat, partai Nasdem dan partai PBB. 2. H. Utsman Ikhsan dan Ida Astuti, S.H. yang diusung oleh partai PKS dan
Partai Gerindra.
3. H. Saiful Ilah, S.H., M.Hum. dan H. Nur Ahmad Syaifuddin, S.H. yang diusung oleh partai PKB.
4. Warih Andono, S.H. dan H. Imam Sugiri, S.T., M.M. yang diusung oleh partai PAN dan partai Golkar.
Dari empat calon Bupati Kabupaten Sidoarjo salah satu yang berstatus mantan koruptor adalah nomer urut 2 yaitu H. Utsman Ikhsan dan Ida Astuti atau lebih dikenal dengan Tan Mei Wha, dimana Utsman Ikhsan adalah seorang mantan koruptor yang dulu pernah berkorupsi dana pos peningkatan kualitas sumber daya anggota DPRD periode 1999-2005 senilai Rp. 2,1 milyar pada saat itu Utsman menjabat sebagai ketua DPRD Sidoarjo20. Berikut profil dan visi misinya dapat dilihat pada tabel 3.3 dan 3.4 dibawah ini:
Tabel 3.3
Profil calon Bupati mantan koruptor
H. UTSMAN IKHSAN IDA ASTUTI, S.H
TTL : Surabaya, 03-03-1953 Usia : 62 tahun
TTL : Tulungagung, 13-07-1968 Usia : 52 tahun
20
(47)
35
Agama : Islam
Alamat : Jl. Raya 137 Seruni Gedangan Sidoarjo
Agama : Islam
Alamat : Perum Griya Citra Asri RM 29/14 Sememi Benowo, Surabaya
(Sumber: data KPU, diolah oleh peneliti tahun 2015)
Tabel 3.4
Visi dan Misi Calon Bupati Mantan Koruptor
VISI MISI
Menjadikan Kabupaten Sidoarjo yang mandiri, adil dan sejahtera
1. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui penyediaan sarana
pendidikan, peningkatan pelayanan serta perbaikan sarana dan prasarana kesehatan. 2. Mengutamakan pembangunan infrastruktur guna mendorong peningkatan pembangunan yang proposional, berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.
3. Mendorong pembangunan
perekonomian daerah pada semua sector, dengan memprioritaskan pada sector usaha mikro kecil menengah (UKMK) guna meningkatkan taraf hidup masyarakat secara layak serta peningkatan
pendapatan perkapita guna meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
4. Memberikan pelayanan
masyarakat secara professional dengan penataan aparatur yang benar untuk mencapai
(48)
36
pelayanan prima.
5. Mewujudkan kondisi
masyakat dan lingkungan yang aman, tentram, dan tenggang rasa guna terciptanya situasi dan kondisi masyarakat yang kondusif.
(Sumber: data KPU, diolah oleh peneliti tahun 2015)
1. Masyarakat Desa Cangkringsari.
Dari hasil wawancara pada 27 November sampai 26 Desember 2015 di Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo. Menurut peneliti masyarakatnya Desa cankringsari yang mayoritas apatis dengan pilkada dan pemerintahan, dan rata-rata pendidikanya hanya sampai SMA dan hanya minoritas yang melanjutkan ke perguruan tinggi negeri. Beberapa informan ketika di wawancarai berpendapat bahwa:
a. Partisipasi Masyarakat Desa Cangkringsari pada Pilkada 2015
Partisipasi masyarakat Desa Cangkringsari pada Pilkada 2015 ini banyak masyarakat kurang tahu tentang profil dan track record calon Bupati Sidoarjo, itu di tandai dengan hasil wawancara pada beberapa masyarakat Desa Cangkringsari. Beberapa masyarakat mengatakan tidak tahu profil atau track record calon bupatinya itu dikarenakan masyarakat terlihat tidak peduli dan apatis dalam pemilihan calon Bupati Sidoarjo hal ini disebabkan karena menurut mereka semua yang mencalonkan diri sebagai calon Bupati hanya mengejar kekuasan dan hanya mengumbar janji-janji pada rakyat yang tidak terealisasikan. Yang berujung makin membuat masyarakat
(49)
37
menderita dan sengsara oleh kebijak-kebijakanya. Berikut hasil wawancara pada Narasumber antara lain.
Yulia 21 tahun, Khoirul 26 tahun, Eva 25 tahun dan Khoirun Anisa 20 tahun sama-sama mengatakan
“Aku gak ngerti soale aku gak tau ndelok tivi, gak tau ngurusi
ngunu iku seng penting budal nyoblos oleh sangu seng tak
coblos yo seng ngekei sangu”21
Maksudnya adalah “sama-sama tidak mengetahui profil atau track record calon Bupati Sidoarjo karena mereka sebenarnya tidak mau tahu, mereka hanya berpikir siapa yang memberikan uang ketika dia memilih calon bupati ya itu yang dia pilih. Sudah tidak mau untuk melihat calon bupatinya seperti apa karena bagi mereka semua calon ketika menjadi pemimpin
pasti tidak akan memihak pada rakyat.”
Jadi masyarakat Desa Cangkringsari pada umunya apatis dan pragmatis dengan pilkada maupun calon bupatinya itu dikuatkan dengan adanya artikel yang menyebutkan cara masyarakat mendefinisikan pilkada ditentukan oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan konteks sejarah, sosial ekonomi dan politik masyarakat tempat pilkada yang dilangsungkan. Karena itu faktor-faktor seperti basis identitas kelompok, derajat dan sifat konflik, jumlah dan ukuran kelompok kepentingan serta pola-pola persebaran kelompok jelas mempengaruhi hasil dan konsekuensi pilkada.
Melihat basis identitas kelompok masyarakat yang plural, penyelengaraan pilkada pun menimbulkan respon yang beragam. Masyarakat dengan basis identitas kelas menengah rata-rata
21
Wawancara pada 27,29,30 November dan 1 Desember 2015 dengan Yulia, Khoirul, Eva dan Khoirun Anisa di Desa Cangkringsari pukul 18:30, 19:s00, 18:30 dan 20:00 Wib.
(50)
38
pesismistis bahwa pilkada akan bisa melahirkan pemerintahan yang diinginkan. Pemerintahan yang bersih dan efektif. Mereka bersikap evaluatif dengan melihat secara kritis, mulai dengan dasar formal yang di jadikan dasar pelaksanaan hingga proses penyelenggaran pilkada.
Cara masyarakat menengah kebawah mendefinisikan pilkada jika dilihat dari fenomena yang ada, rata-rata memiliki harapan yang lebih besar, dalam jumlah polling, mereka bahkan sudah memiliki pilihan. Itu tidak terlepas dari cara mereka mendefinisikan pilihan. Pilihan yang mereka tetapkan atas dasar pertimbangan-pertimbangan praktis, pilihan rasional dan juga bukan ideologis, tidak sedikit diantara mereka yang bersedia memberikan dukungan kalau jalan dikampungnya diperbaiki sebelum pilkada22 dan itu terbukti pada saat ini yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo dimana terbukti sungai-sungai diperbaiki dan jalan-jalan umum serta jalan-jalan desa diperbaiki semua.
b. Persepsi Masyarakat Desa Cangkringsari pada Calon Bupati Mantan Koruptor Di Sidoarjo
Persepsi masyarakat Desa Cangkringsari tentang adanya calon Bupati mantan koruptor, beberapa masyarakat Desa Cangkringsari berpendapat antara lain:
Seperti yang diutarakan Yulia berumur 21 thn “Menurutku sih nggak masalah nek ada calon bupati mantan koruptor,
22
(51)
39
koruptore kan bien sopo ngerti wes tobat kan menunggso
gaonok seng ngerti”23
jadi maksud saudara yulia yaitu “menurut pendapatnya tidak
ada masalah ketika salah satu kandidat calon bupati Kabupaten Sidoarjo ada yang mantan koruptor, menurutnya manusiakan tempatnya salah jadi ketika dia mencalonkan diri kembali mungkin saja beliau sudah menjadi baik dengan proses yang
pernah dilaluinya dahulu” sama halnya dengan Yulia,
Mashita 21 thn, juga berpendapat bahwa “Justru lebih baik karena beliau sudah melalui proses buruk, berbuat dosa dari tindakan beliau mencalonkan diri menjadi bupati berarti dia berproses menjadi baik dan jika terpilih berati siap akan tanggung jawab yang diemban sebagai bupati. Patut dikasi kesempatan karena tidak selamanya yang jelek akan tetap jelek
siapa tahu dengan masalalunya beliau menjadi lebih baik”24
Maksudnya yaitu” ketika ada calon bupati mantan koruptor
lebih baik karena beliau sudah pernah melalui proses buruk yakni korupsi, dari tindakan beliau mencalonkan diri menjadi calon bupati itu berati beliau berproses untuk mejadi baik dan jika terpilih sebagai bupati Kabupaten Sidoarjo berarti beliau siap bertanggung jawab dengan baik dalam pemerintahanya karena tidak selalu yang buruk akan terus buruk oleh karena itu
beliau patut diberi kesempatan dalam pilkada ini”
Menurut Khoirul 23 tahun, juga sama dengan beberapa narasumber diatas “Menurutku yo biasa aelah kabeh kandidat calon bupatikan wes diseleksi KPU tapi nek onok salah sijine seng mantan koruptor berarti KPU kurang tegas ambek selektif, tapi nek dilolosno kyk ngene yo berarti wonge wes
lolos teko syarat-syarat calon bupati versi KPU “25
Maksud dari khoirul adalah “ menurut pendapatnya ketika ada calon bupati mantan koruptor di Kabupaten Sidoarjo itu biasa saja dalam artian beliau ketika mencalonkan diri menjadi calon bupati sudah daftar ke KPU ketika KPU meloloskan seorang mantan koruptor untuk mencalonkan diri menjadi Bupati berati beliau sudah lulus persyaratan calon bupati di KPU tetapi menurutnya ketika seorang mantan koruptor lolos dari
23
Wawancara pada 27 November 2015, dengan Yulia di Desa Cangkringsari, pukul 18:30 Wib.
24
Wawancara pada 27 November 2015, dengan mashita di Desa Cangkringsari, pukul 19:00 Wib.
25
Wawancara pada 30 November 2015, dengan Khoirul di Desa cangkringsari, pukul 09:00 Wib.
(52)
40
persyaratan berati KPU kurang tegas dan selektif dalam
memilih calon bupati kabupaten Sidoarjo”
Namun ada juga beberapa persepi masyarakat Desa Cangkringsari tentang calon bupati mantan koruptor di Kabupaten Sidoarjo.
Seperti Nisak 21 tahun, menurutnya “Gak seneng nek onok bupati mantan koruptor, wong westau korupsi nang lingkungan sidoarjo kok kate nyalono maneh berati ikukan kate onok korupsi maneh nang pemerintahane nek dee kepeleh dadi
bupati”26
Jadi maksunya yaitu “tidak suka ketika ada calon bupati
Kabupaten Sidoarjo yang seorang mantan koruptor menurutnya seorang mantan koruptor tidak bisa dipercaya ketika beliau memimpin pemerintahan Kabupaten Sidoarjo karena dulunya beliau sudah pernah tersandung kasus korupsi pada saat menjabat di Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo dan itu akan keulang lagi seandainya beliau terpilih menjadi bupati
Kabupaten Sidoarjo”
Dan itu juga terjadi pada narasumber yang lain Rohmanul 22 tahun, Sholikah 45 tahun, Nur Saidah 21 tahun dan Khoirun Anisa 20 tahun. Dimana mereka sama-sama berpendapat
“Gak suka gausah dipilih, jamgan sampai dipilih nanti korupsi
lagi semakin merugikan rakyat onoke calon bupati mantan koruptor ngarai koruptor-koruptor leluasa gak kapok-kapok
nek dikei kesempatan”27
Maksudnya yaitu “ketika ada calon bupati mantan koruptor itu
tidak patut dipilih karena kalau dipilih itu sama saja masayarakat memberikan kesempatan untuk beliau korupsi lagi dan akan semakin merugikan masyarakat, mantan koruptor harus diberikan efek jera yaitu sangsi masyarakat kepadanya agar tidak mengulanginya lagi sakgsi jera yang dimaksud
adalah masyarakat yang tidak memilihnya dan
mempercayainya lagi”
26
Wawancara pada 28 November 2015, dengan Nisak, di Desa Cangkringsari, Pukul 15:00 Wib.
27
Wawancara pada 29 November dan 1, 2 Desember 2015, dengan Rohmanul, Sholikah, Nur Saidah dan Khoirun Anisa, di Desa Cangkringsari, pukul 20:00, 19:00, 19:00 dan 19:00 Wib.
(53)
41
Dengan demikian masyarakat Desa Cangkringsari Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo. Berpendapat bahwa sebagian ada yang biasa saja dan sah-sah saja ada calon bupati mantan koruptor, karena menurut beberapa narasumber semua orang pernag berbuat salah apa salanya memberikan kesempatan lagi siapa tahu, dengan calon yang berpengalaman dipemerintahan akan membangun Kabupaten Sidoarjo lebih baik lagi. Ada pula yang tidak setuju karena ketika ada calon bupati mantan koruptor berarti sama saja memberikan kesempatan untuk korupsi lagi. Seharusnya para koruptor itu harus ditindak agar jera dan tidak mengulangi perbuatan yang merugikan masyarakat. Padahal untuk membangun pemerintahan yang baik ada beberapa asas yaitu:
1) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VIII/MPR/2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme. 3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1999 tentang
penyelenggaran yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
Tentang asas umum pemerintahan yang baik telah diatur didalam Pasal 1 diktum (6) undang-undang Republik Indonesia Nomer
(54)
42
28 tahun 1999 “asas umum pemerintahan negara yang baik adalah asas
yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme”28
c. Reaksi Masyarakat Desa Cangkringsari pada Calon Bupati Mantan Koruptor.
Banyak beragam reaksi dari masyarakat Desa Cangkringsari yang sebagaian menjadi naearsumber yang rata-rata menolak, penolakan beberapa masyarakat yang di wawancarai adalah
1) Tidak memilih calon Bupati mantan koruptor
2) Lebih memilih calon Bupati yang masih berkompeten dan bersih dari kasus korupsi.
Dengan adanya reaksi penolakan calon bupati mantan koruptor hal itu dikuatkan dengan wawancara beberapa narasumber antara lain:
Seperti yang diutarakan Yulia 21 tahun, reaksi ketika mengetahui calon Bupati mantan koruptor.
“Reaksiku yo syok nek negrti onok mantan koruptor seng mencalonkan dadi bupati, nek aku wes ngerti ngunu yo
mending gak tak pilih milih seng lebih berkompeten ae” 29
Jadi maksudnya “reaksi saya ketika ada calon bupati mantan
koruptor itu kaget kok mantan koruptor mencalonkan diri. Tapi kalo memang benar seperti itu yang lebuh baik memilih kandidat lain yang berkompeten kan kandidatnya masih
banyak”
28
Ermansyah Djaja, Meberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 83
29
Wawancara pada 27 November 2015, dengan Yulia, di Desa Cangkringsari, Pukul 18:30 Wib.
(55)
43
Reaksi seperti itu juga diungkapkan oleh beberapa narausber lainya yaitu Nisak 21 tahun, Eva 25 tahun, Khoirul 23 tahun, Nur Saidah 21 tahun,
“Mending milih calon bupati yang laine seng gak tau kenek kasus korupsi, calon seng kenek korupsi iku gausah dipilih
pasti nek dipilih ngarai mbaleni maneh korupsine”30
Maksudnya “reaksi beberapa narasumber diatas kalo ada calon bupati mantan koruptor lebih baik tidak dipilih karena takut ketika dipilih dan menjadi bupati perilaku korupsi akan terulang kembali yang namnaya orang sudah pernah korupsi
pasti akan mengulanginya lagi”
Jadi menurut beberapa narasumber diatas ketuka ada calon bupati mantan koruptor lebih baik tidak dipilih karena masyarakat takut ketika terpilih menjadi bupati perilaku korupsi kan terjadi lagi yang namnaya orang korupsi kan sudah tau enaknya uang korupsi apalagi yang di korupsi jumlahnya banyak jadi pasti akan ada indikasi terulang kembali.
d. Kriteria calon Bupati yang Baik Menurut Masyarakat Desa Cangkringsari.
Calon bupati yang baik menurut masyarakat Desa
Cangkringsari adalah 1) Pro rakyat
2) Bertanggung jawab dalam janj-janjinya pada kampanye 3) Mensejahterakan masyarakat dalam semua kebujakanya
30
Wawancara pada 28, 29, 30 November dan 2 Desember 2015, dengan Nisak, Eva, Khoirul, dan Nur Saidah, di Desa Cangkringsari, pukul 15:00, 18:30, 19:00 dan 19:00 Wib.
(56)
44
Hal ini dibuktikan dengan beberapa masyarakat Desa Cangkringsari yang di wawancarai antara lain:
Yulia 21 tahun, mengatakan calon bupati yang baik untuk Sidoarjo yang lebih baik adalah.
“Yang mendengarkan rakyate, membangun desa-desa cek lebih
baik isok ngekei bantuan karo rakyat cilik cek hidup e sitik-sitik
gak abot” 31
Menurutnya “pemerintahan yang baik itu ketika pemimpinya
yang mengerti keadaan rakyat, peka terhadap kondisi rakyat dengan memberikan bantuan kepada rakyat miskin sehingga
bisa mengurangi kemiskinan dan penderitaan rakyat kecil”
Beberapa narasumber Mashita 21 tahun, Eva 25 tahun, Khoirul 26 tahun, mengatakan jika “Yang pro rakyat seng ngerti kondisine rakyat seng gak ngumbar janji-janji pas kampanye tapi nek wes dadi lali ambek rakyat cilik malah makin
nyusahno wong cilik ae”32
Jadi menurut beberapa narasumber “calon bupati yang baik
adalah yang mengerti kondisi rakyat, apapun kebijakanya seharusnya menguntungkan rakyat kecil, tidak mengumbar janji-janji pada kampanye yag pada akhirnya tidak dilakukan
ketika menjadi bupati”
Jadi banyak masyarakat yang menginginkan calon bupati yang baik yaitu yang bisa mengerti keadaan rakyat dan tidak merugikan rakyat jika terpilih menjadi bupati.
31
Ibid 1.
32
Wawancara pada 27, 29, dan 30 dengan Mashita, Eva dan Khoirul, di Desa Cangkringsari, Pukul 19:00, 18:30 dan 09:00 Wib.
(57)
45
e. Kredibilitas Masyarakat Desa Cangkringsari pada Calon Bupati Mantan Koruptor.
Berbicara tentang percaya atau tidaknya dengan calon bupati mantan koruptor banyak masyarakat Desa Cangkringsari berpendapat bahwa. Mashita 21 tahun,
“Kalo saya she percaya saja, kepercayaan saya sama halnya dengan calon bupati yang suci karena menurut saya sama aja mungkin orang itu gak melakukan korup tapi melakukan dosa lain merekakan hanya manusia wajar kalo berbuat salah dan dosa saya tidak mempermasalahkan dari track record maupun
pendidkanya”33
Jadi menurut Mashita “dia percaya saja kepercayaanya sama halnya dengan kandidat calon bupati yang lain yang tidak terjerat kasus korupsi karena yang tidak terjerat korupsikan belum tentu baik juga siapa tahu mereka juga melakukan dosayang sama tetapi tidak diketahui bagi saya semua kandidat adalah manusia biasa yang pernah melakukan salah dan dosa, mereka pasti akan melakukan yang terbaik
bagi hidupnya dengan kesalahan yang dilakukanya”
Adapun yang berpendapat lain dengan kinerja calon bupati mantan koruptor yaitu Nur Saidah 21 tahun,
“Tidak akan mempercayainya karena seorang pemimpin yang
berjiwa koruptor akan menyengsarakan rakyat”34
Jadi maksud dari Nur Saidah adalah” tidak akan
mempercayainya karena seorang mantan koruptor dan pemimpin yang
berjiwa koruptor akan merugikan rakyat dan negara Indonesia” adapun
33
Ibid 2.
34
Wawancara pada 2 Desember 2015, dengan Nur Saidah, di Desa Cangkringsari, pukul 19:00 Wib.
(58)
46
beberapa narasumber yang berpendapat sama antara lain Yulia 21 tahun, Nisak 22 tahun, serta Khoirul 26 tahun
“Antara percaya ambek gak percaya soale aku takut kelakuan
korupsi bakal terulang maneh iku malah makin ngae rakyat cilik menderita, akeh uwong pasti gaknpercoyo wong mantan
koruptore Sidoarjo” 35
Maksud dari beberapa narasumber yaitu”antara percaya dan tidak
percaya karena seorang mantan koruptor akan berpeluang besar menjadi koruptor lagi jika terpilih dan itu semakin membuat rakyat kecil menderita pasti kebanyakan orangpun tidak percaya dengan mantan koruptor
sepertinya korupsinya saja dulu di Sidoarjo”
Khoirun Anisa 20 thn, berpendapat bahwa.
“Yang mempunyai track record bersih dan memahami potensi
Sidoarjo serta permasalahan yang terjadi, kebutuhan warga
Sidoarjo juga” 36
Menurutnya adalah “ pemimpin yang mempunyai track record
baik dalam pemerintahan yang dulu pernah dijalaninya serta memahami potensi Sidoarjo untuk memajukan perekonomian masyarakat Sidoarjo serta yang memahami permasalahan yang tengah dihadapi oleh Sidoarjo agar cepat selesai agar
kebutuhan Masyarakat Sidoarjo tidak terbengkalai”
Jadi banyak masyarakat Desa cangkringsari yang tidak percaya dengan kinerja calon bupati mantan koruptor karena seorang pemimpin yang berjiwa koruptor akan berpeluang besar berperilaku korupsi lagi dan itu semakinmembuat rakyat menderita tetapi ada juga yang percaya dengan calon bupati mantan koruptor karena semua kandidat
35
Wawncara pada 27, 28 dan 30 November, dengan Yulia, Nisak dan Khoirul, di Desa Cangkringsari, pukul 18:30, 15:00 dan 09:00 Wib.
36
Wawancara pada 1 Desember 2015, dengan Khoirun Anisa, di Desa Cangkringsari, pukul 20:00 Wib.
(59)
47
pada dasarnya sama. Sama-sama manusia yang tidak luput dari salah dan dosa bisa saja kandidat calon bupati lain pernah juga berbuat dosa dan salah tanpa kita sadari jadi calon bupati mantan koruptor berhak di percayai lagi.
f. Peran Masyarakat Desa Cangkringsari Dalam Mengetahui Calon Bupati Mantan Koruptor.
Masyarakat yang pada umumnya apatis dengan pemerintahan pasti banyak yang tidak peduli dengan para kandidat calon bupati Sidoarjo apalagi menanyakan peran ketika masyarakat mengetahui adanya calon bupati mantan koruptor. Tetapi ada beberapa masyarakat Desa Cangkringsari yang ketika di wawancarai menjawab dengan baik berikut beberapa narasumber yang di wawancarai. Khoirun Anisa 20 tahun,
“Lebih berhati-hati dalam memilih calon bupati mbak
masyarakat harus mencari tau sek siapa yang pantas dipilih
untuk menjadikan Sidoarjo lebih baik” 37
Jadi maksudnya adalah “masyarakat harus lebih berhati-hati dalam memlilih calon bupati, harus mengetahui dulu calon bupatinya agar menjadikan Sidoarjo yang lebih baik dari sekarang”
Menurut Nur Saidah 21 tahun, peran masyarakat ketika adanya calon bupati mantan koruptor adalah
“Peran masyarakat sangat penting untuk gak memilih e soale gimana-gimana bener gak e pemerintahan kedepan yo teko
rakyat dewe”. 38
37
Ibid 15.
38
(60)
48
Menurutnya “peran masyarakat sangat penting untuk tidak
memilihnya karena pemerintahan kedepan sukses tidaknya itu hanya dari masyarakat jadi masyarakat harus benar-benar tidak salah pilih kalau menginginkan pemerintahan yang lebih baik
dan berdampak baik nagi masyarakat”
Menurut Mashita 21 tahun peran masyarakat ketika adanya calon bupati mantan koruptor adalah.
“Hendaknya masyarakat berpikir terbuka tentang mantan
koruptor kita patut mengasi kesempatan karena semua orang pasti punya salah kalau mereka secara tulus kepingin membuat Sidoarjo lebih baik kenapa tidak, masyarakat juga hendaknya
memilih calon yang pernah bertatap muka biar yakin” 39
Maksud dari Mashita diatas yaitu“ hendaknya masyarakat berpikir terbuka tentang calon bupati mantan koruptor, kita seharusnya patut memberikan kesempatan bagi beliau karena calon bupati mantan koruptor hanya manusia biasa, mungkin saja calon bupati mantan koruptor berani mencalonkan diri hanya ingin secara tulus menebus salah dimasa lalu dengan mau menjadikan Sidoarjo yang lebih baik. Kalai masyarakat ingin memilih calon bupati yang dianggapnya baik maka seharusnya mereka memilih calon bupati yang sudah mereka kenal dan pernah bertatap muka serta yang sudah memberikan solusi
bagi masyarakat untuk kedepanya”
Beberapa masyarakat juga berpendapat antara lain seperti Yulia
21 tahun dan Nisak 22 tahun. “Peran masyarakat hanya ikut-ikutan saja soale yang mereka ngerti iku hanya pilkada seng isok ngolehno duit masio pempine gak ngenah nek oleh duek yo
dipilih ae gak berpikir dowo”40
39
Ibid 2.
40
Wawancara pada 27 dan 28 November 2015, dengan Yulia dan Nisak, di Desa Cangkringsari, pukul 15:30 dan 15:00 wib.
(61)
49
Jadi maksud dari beberapa narasumber yaitu “masyarakat ketika ada pemilian umum seperti ini hanya ikut-ikutan memilih calon bupati karena bagi mereka siapa yang memberikan uang pasti itu yang dipilih, mereka tidak pernah berpikir bagaimana kelanjutanya ketika
dia memilih berdasarkan uang”
Jadi dari beberapa pendapat narasumber yaitu kebanyakan peran masyarakat tidak tahu untuk menghasilkan calon yang baik dan pemerintahan yang baik. Semua itu bagi masyarakat hanya memikirkan uang tidak memikirkan bagaimana pemimpin yang dipilihnya. Seharusnya peran masyarakat itu harus benar-benar memilih yang terbaik bagi Kabupaten Sidoarjo.
(1)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
82 BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masyarakat pastilah menginginkan hal yang terbaik untuk Daerahnya. setiap masyarakat jelas saja menginginan calon bupati yang baik untuk Daerahnya. Mengingat pilkada 2015 yang ada di Sidoarjo saat ini juga tengah mengalami problematika baik dari segi pengadaan surat suara hingga calon bupatinya.
Keinginan masyarakat untuk mendapatkan calon bupati yang terbaik bagi Daerahnya tidak lepas dari proses pilkada yang nantinya mampu untuk memperoleh calon bupati yang kompeten untuk Daerahnya yang terbaik. Hal ini tidak lain didapatkan dari proses pilkada. Sehingga masyarakat harus memilih calon bupati yang benar-benar kompeten dan amanah untuk menjadikan daerahnya lebih baik. Terkadang banyak masyarakat dalam proses pilkada memilih calon bupati hanya berdasarkan serangan fajar maupun tren yang ada di masyarakat.
Sesuai fenomena yang terjadi pada pilkada 2015 di Sidoarjo yang salah satu kandidatnya mantan koruptor dimana masyarakat Desa Cangkringsari kaget dengan hal itu. Sehingga banyak masyarakat yang bertanya-tanya dengan lolosnya mantan koruptor di KPU. Sejak pilkada dilakukan di Indonesia baru kali ini ada kandidat yang mantan koruptor. Dan pada fenomena mantan koruptor mencalonkan diri menjadi bupati, banyak
(2)
83
masyarakat semakin tidak percaya dengan pencalonanya. Karena ditinjau dari prosesnya pilkada 2015 yang rata-rata hasil suara calon bupati mantan koruptor tidak lebih dari 20 suara.
Hal ini menunjukkan bahwa calon bupati mantan koruptor dikalangan masyarakat sudah tidak dipercaya lagi untuk memimpin Sidoarjo. Dari fenomena tersebut ada beberapa persepsi dari masyarakat Desa Cangkringsari tentang calon bupati mantan koruptor.yaitu yang pertama, yakni masyarakat tidak begitu percaya dengan kinerja mantan koruptor jika terpilih menjadi bupati Sidoarjo. Kedua masyarakat berpendapat jika mantan koruptor terpilih menjadi bupati maka sama saja membuka beliau berpeluang untuk korupsi lagi mengigat dulunya beliau korupsi di Sidoarjo juga. Ketiga sedikit masyarakat perpendapat jika mantan koruptor terpilih menjadi bupati maka masyarakat mulai berpikir terbuka dengan fenomena tersebut. Keempat sedikit masyarakat juga berpendapat bahwa seharusnya masyarakat memberikan peluang untuk mantan koruptor karena baginya bisa saja mantan koruptor ingin menebus dosa sehingga memproses dirinya berubah lebih baik dengan pencalonanya. Sesuai temuan data yang ada, bahwa banyak masyarakat enggan untuk memilih calon bupati mantan koruptor.
(3)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
84
B. Saran
Pilkada merupakan proses untuk menghasilkan pemimpin Daerah. Dari proses pilkada itu yang berkontribusi penuh menjadikan calon bupati adalah masyarakat itu sendiri. Menurut peneliti, seharusnya masyarakat dalam memilih calon bupati harus dipertimbangkan dalam aspek apapun, sebagai masyarakat yang beragama harusnya dalam memilih pemimpin dipertanggung jawabkan di dunia maupun di akhirat.
Saran pertama yang diberikan oleh peneliti adalah ketika memilih calon bupati hendaknya masyarakat mencari tahu tentang track recordnya di dalam pemerintahan seperti apa. Kebanyakan masyarakat ketika memilih calon bupati hanya meniru dilingkunganya. Informasi para kandidat calon bupati bisa didapatkan jika masyarakat mau mencari tahu dan berusaha untuk berdiskusi dengan masyarakat yang lain tentang para kandidat calon bupati.
Saran kedua yang diberikan oleh peneliti, ada baiknya masyarakat jika memang ada money politik, berapapun jumlahnya agar masyarakat mempertimbangkan kembali uang yang diberikan oleh para calon bupati itu sepadan apa tidak dengan pemerintahan yang akan dikenda; ikan 5tahun kedepan. Masyarakat harusnya juga perlu mencari tahu uang yang dibagikan untuk masyarakat itu bagaimana dan apa tujuanya. Karena pemimpin yang baik menurut peneliti tidak menggunakan money pilitik tetapi pemimpin yang baik adalah menjual kinerjanya agar masyarakat tahu bahwa dia berkompeten.
Saran ketiga yang diberikan oleh peneliti, bahwa masyarakat seharusnya memilih calon bupati sesuai kebutuhan Sidoarjo yang maksudnya
(4)
85
calon bupati yang mengetahui kekurangan dan kelebihan Sidoarjo sehingga ketika terpilih menjadi bupati tahu untuk menjadikan Sidoarjo lebih baik lagi.
Saran keempat yang diberikan peneliti, ketika ada calon bupati mantan koruptor harusnya masyarakat berpikir dahulu sebelum bertindak untuk memilihnya jika ada yang memilih.
(5)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Alex Sobur, Filsafat Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosadakarya, 2013) Basrowi dan Suwandi, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008)
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1994)
Ermansyah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Depok: Raja Grafindo Persada 2013)
Gulput Apatisme Masyarakat, dan Delegitimasi Elite dalam Pemilu 2009.
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010)
I Gede Yusa, Demokrasi, Ham & Konsistusi, (Jatim: Setara Press 2011)
Idrus Muhammad,Metode Penelitian Ilmu Sosial,(Jakarta: ERLANGGA,2007)
Ign Gatut Saksono, Golput dan Masa Depan Bangsa, (Yogyakarta: Elmatera 2013)
Khalimatus Sa’diyah, Pemilu dan Praktik Politik Uang dalam Pemilu Legislatif 2014 di Desa Sukorejo
Khoirul Yahya, Politik Uang dalam Pemilihan Kepala Desa 2014 Studi tentang Pemahaman Masyarakat tentang Politik Uang di Desa Poreh Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, 2015
Lexcy J. Moelang, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya 2009)
Masyarakat Mendefinisikan Pilkada, Jawa Pos, 2005.
Sawarno Sarlito Wirawan, Psikologi Sosial Individu dan Teori-teori, (Jakarta: Balai Pustaka 2002)
Soerjono Soekanto,”Sosiologi Suatu Pengantar”. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990)
(6)
Vic George & Paul Wilding, Ideologi dan Kesejahteraan Rakyat, (Jakarta: Temprint 1992)