Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU
PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU
Nurmegawati dan Wahyu Wibawa
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu

ABSTRAK
Pemanfaatan lahan rawa pasang surut di Provinsi Bengkulu masih sangat terbatas akibat keterbatasan teknologi
dan varietas yang digunakan. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas maka diperlukan paket teknologi dan varietas yang
tahan terhadap resapan atau cekaman air laut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adaptasi beberapa varietas padi rawa
yang toleran terhadap cekaman air laut. Penelitian ini dilakukan pada musim kemarau tahun 2012 yang dilakukan pada lahan
rawa pantai yang sering mendapat resapan atau rendaman air laut di Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Muara
Bangkahulu, Kota Bengkulu. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok tiga ulangan dengan perlakuan 8 varietas
padi sawah terdiri atas 7 varietas padi rawa dan 1 varietas padi sawah irigasi (sebagai pembanding). Ketujuh varietas padi
rawa yang digunakan adalah; Inpara 1, Inpara-2, Inpara-3, Inpara-4, Inpara-5, Indragiri dan Banyuasin sedangkan varietas
padi sawah irigasi yang digunakan adalah Cigeulis. Pada penelitian tercatat beberapa kali mendapat resapan air laut terutama
pada fase vegetatif dan pada fase generatif satu kali mendapatkan curah hujan. Kondisi kekeringan menjadi kendala
pertumbuhan tanaman karena pemupukan khususnya pemberian pupuk urea yang rencananya dilakukan 3 kali hanya dapat
dilakukan 1 kali. Varietas Inpara 3 dan Banyuasin beradaptasi baik pada lahan rawa pasang surut yang terkendala cekaman
air laut dan dalam kondisi kekeringan dengan produktivitasnya 3,45 t/ha dan 3,15 t/ha. Sehingga kedua varietas tersebut
dapat direkomendasikan untuk ditanam oleh petani pada lahan-lahan yang terkendala resapan air laut

Kata kunci: adaptasi, VUB, padi rawa, cekaman air laut, produksi tinggi

PENDAHULUAN
Padi merupakan tanaman bahan pangan terpenting di dunia, terutama bagi penduduk di
negara-negara Asia, khususnya penduduk Indonesia. Kebutuhannya selalu meningkat seiring dengan
pertambahan penduduknya. Pemerintah terus berupaya dalam peningkatan produksi padi nasional,
akan tetapi banyak menghadapi tantangan, seperti cekaman unsur hara, iklim yang tidak menentu,
gulma dan serangan hama penyakit yang membuat beberapa daerah di tanah air mengalami kegagalan
panen, ditambah lagi dengan semakin sempitnya lahan-lahan yang produktif untuk sawah akibat
adanya alih fungsi lahan baik ke sektor pertanian komonitas selain padi maupun ke sektor non
pertanian seperti perluasan areal perkebunan. Sehingga pemerintah berupaya untuk memanfaatkan
lahan-lahan sub optimal, salah satu jenis lahan yang dapat dimanfaatkan adalah lahan rawa pasang
surut.
Wilayah rawa pasang surut air asin/payau merupakan bagian dari wilayah yang
berhubungan langsung dengan laut lepas yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Subagyo, 2006).
Berdasarkan tipologinya lahan rawa pasang surut dapat dibedakan ke dalam empat tipe: (1) lahan
potensial yaitu lahan yang mempunyai kedalaman pirit (lapisan berracun) pada kedalaman > 50 cm di
atas permukaan tanah, (2) lahan sulfat masam yaitu lahan yang mempunyai lapisan pirit pada
kedalaman 0 – 50 cm di atas permukaan tanah, (3) lahan gambut yaitu lahan yang mengandung
lapisan gambut dengan kedalaman yang sangat bervariasi, (4) lahan salin yaitu lahan yang mendapat

intrusi air laut sehingga mengandung garam dengan konsentrasi yang tinggi, terutama pada musim
kemarau (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Luas lahan pasang surut di Indonesia diperkirakan 24,7 juta ha yang sebagian besar terdapat
di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Dari total luas lahan pasang surut tersebut, 9,53 juta ha
diantaranya berpotensi dikembangkan untuk pertanian (Badan Litbang Pertanian, 2007). Di Provinsi
Bengkulu luas lahan rawa masih cukup luas diperkirakan 12.411 ha, yang terdiri dari rawa lebak
sekitar 11.609 ha dan rawa pasang surutnya sekitar 802 ha, yang mencakup Kabupaten Seluma,
Mukomuko, Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah (BPS Provinsi Bengkulu, 2010).
Pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk usaha tani padi membutuhkan ketersediaan
varietas unggul yang mampu beradaptasi dengan baik pada lahan tersebut. Pengembangan budi daya
padi juga menghadapi hambatan berupa perubahan iklim global. Perubahan iklim global
mengakibatkan adanya pergeseran musim serta terjadinya iklim yang ekstrim, seperti terjadi
kekeringan dan kebanjiran. Untuk itu diperlukan varietas padi yang toleran terhadap kondisi iklim

yang ekstrim tersebut. Inovasi teknologi Varietas Unggul Baru (VUB) untuk antisipasi perubahan
iklim antara lain Inpara 1 sampai dengan Inpara 5 (BB Padi, 2010).
Salah satu lahan rawa pasang surut yang sering mendapat resapan air laut yaitu di
Kelurahan Rawa Makmur, Kota Bengkulu. Pemanfaatan lahan tersebut masih sangat terbatas akibat
keterbatasan teknologi dan varietas yang digunakan. Pada umumnya varietas yang digunakan adalah
varietas padi khusus untuk lahan sawah seperti Ciherang dan Mekongga. Sehingga petani sering

mengalami gagal panen bahkan gagal tanam akibat adanya resapan/rendapan air laut. Akibat varietas
yang digunakan tidak tahan air laut ditambah lagi tidak adanya hujan yang datang untuk
menetralisirnya. Petani mengalami kerugian dengan biaya yang dikeluarkannya. Untuk mengatasi
masalah tersebut di atas maka diperlukan paket teknologi dan varietas yang tahan terhadap resapan
atau cekaman air laut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat adaptasi beberapa varietas padi
rawa yang toleran terhadap cekaman air laut.
BAHAN DAN METODA
Penelitian ini dilakukan pada lahan rawa pasang surut yang sering mendapat resapan atau
rendaman air laut di Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 8 perlakuan dan 3
ulangan. Perlakuannya meliputi 8 varietas yang terdiri atas 7 VUB padi rawa (Inpara 1, Inpara 2,
Inpara 3, Inpara 4, Inpara 5, Indragiri, Banyu Asin) serta 1 varietas pembanding (Cigeulis). Pada
penelitian ini terdapat 24 plot. Ukuran plot adalah 5 x 5 m = 25 m2 dengan jarak antar plot 60 cm.
Penyemaian dilakukan di lahan petani pada tanggal 19 Mei 2012 untuk 8 varietas masingmasing seberat 2 kg. Sebelum benih disemai dilakukan perlakuan benih dengan memberi karbofuran
sebanyak 1 kg. Pengolahan lahan dilakukan dengan membajak pakai traktor. Penanaman padi
dilakukan dengan system legowo 2 : 1, dengan jarak tanam 20 cm x 10 cm x 40 cm. Umur bibit yang
digunakan yaitu 20 hss dengan jumlah bibit per lubang sebanyak 3 batang.
Pemberian pupuk pada awalnya direncanakan dengan dosis, 100 kg urea/ha, 50 kg SP36/ha, 50 kg KCl/ha, karena pertanaman mengalami kekeringan maka pemberian pupuk hanya
dilakukan 1 kali pada umur tanaman 7 hst. Pada saat lahan masih mengandung air pupuk urea
diberikan dengan dosis 33,33 kg/ha sedangkan pemberian pupuk SP-36 dan KCl masing-masing

dengan dosis 50 kg/ha. Perhitungan pemberian pupuk disesuaikan dengan luas dari masing-masing
plot. Jumlah pupuk yang diberikan tiap plot dihitung dari luas lahan 1 ha dikali dosis per hektar.
Peubah yang diamati meliputi: tinggi tanaman saat panen, umur berbunga (50% keluar malai), umur
tanaman saat panen dan hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisa Tanah
Secara umum kelas tekstur tanah pada daerah pengkajian rawa pasang surut termasuk
lempung liat berdebu; pH H2O tergolong masam; Kandungan C-organik tergolong sangat tinggi;
kandungan N tergolong sedang; kandungan P tergolong sedang, K-dd tergolong sangat rendah;
kandungan Ca tergolong sangat rendah; Mg-dd tergolong sangat tinggi; Na-dd tergolong sedang;
Al3+ tergolong sangat rendah; dan KTK tergolong tinggi; sedangkan kandungan Fe tergolong tinggi
(Tabel 1). Pada lahan pengkajian ini sering terendam air laut yang dapat diketahui dari kandungan Na
yang tergolong sedang ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi.

Tabel 1. Hasil analisis contoh tanah rawa pasang surut yang dilaksanakan MK 2012.
No

Sifat Kimia dan Fisika

1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Tekstur
pH (H2O)
C-organik (%)
N-total (%)
P-Bray.I (ppm)
K-dd (me/100g)
Ca-dd (me/100g)

Mg-dd (me/100g)
Na-dd (me/100g)
KTK (me/100g)
Al (me/100g)
Fe (%)
KA (%)

Nilai
Lempung liat berdebu
4,88
7,32
0,35
8,04
0,04
1,88
1,43
0,52
25,97
0,10
2,20

12,00

Keterangan : Hasil analisa laboratorium tanah BPTP Bengkulu 2012.

Komponen Hasil dan Hasil
Selama fase pertumbuhan vegetatif di lokasi penelitian tidak pernah mendapat curah hujan
melainkan ada 3 kali mendapat resapan air laut atau rendaman air laut, sehingga mengakibatkan
beberapa tanaman mengalami kematian dan mengakibatkan pertumbuhan anakan terhambat. Secara
umum pertumbuhan tinggi tanaman ketujuh varietas padi rawa relatif sama dengan Cigeulis. Dilihat
dari analisa tanah terhadap unsur hara Na, maka terlihat bahwa kandungan Na tergolong sedang,
namun kandungan Fe tergolong sangat tinggi yaitu 2,20 % atau 22.000 ppm, hal ini akan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Menurut Sipayung (2006) pada tanah salin umumnya terjadi
stres garam yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Menurut Fallah (2006) stres akibat
kelebihan Na+ dapat mempengaruhi beberapa proses fisiologi dari mulai perkecambahan sampai
pertumbuhan tanaman. Sedangkan menurut Menurut Yoshida (1981) batas kritis keracunan Fe pada
tanaman padi sawah adalah 300 ppm.
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan antar varietas menunjukkan
berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, umur tanaman berbunga 50% dan hasil tetapi tidak berbeda
nyata terhadap umur panen (Tabel 2). Kedelapan varietas tersebut memiliki tinggi tanaman kurang
dari 100 cm, varietas Indragiri memiliki tinggi tanaman yang tertinggi yaitu 85,00 cm sedangkan

yang terrendah varietas Inpara 5 dengan tinggi tanaman 57,67 cm. Varietas Indragiri dan Inpara 1
memiliki waktu berbunga 50% lebih lama atau lebih panjang dibanding varietas lain. Berdasakan
umur panen, tanaman dapat dipanen dibagi 2 kelompok yaitu yang kurang dari 100 hari yaitu varietas
Inpara 5, Indra giri dan Banyuasin sedangkan umur tanaman yang lebih dari 100 hari yaitu varietas
Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4 dan cigelis.
Tabel 2. Komponen hasil dan hasil beberapa varietas padi di lahan rawa pantai.
Perlakuan
Varietas Inpara 1
Varietas Inpara 2
Varietas Inpara 3
Varietas Inpara 4
Varietas Inpara 5
Varietas Indragiri
Varietas Banyu asin
Varietas Cigelis

Tinggi tanaman
(cm)
73,00
72,67

72,00
64,33
57,67
85,00
68,00
71,67

b
b
b
bc
c
a
b
b

Umur tanaman
berbunga 50 % (hr)
81,67
73,33

51,00
65,00
75,33
82,00
71,67
76,00

ab
bc
e
d
bc
a
cd
bc

Umur panen
(hr)
102 a
102 a

105 a
105 a
99 a
99 a
99 a
102 a

Keterangan: Angka-angka sekolom diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%.

Hasil
(t/ha) GKP
1,06
2,64
3,45
2,15
2,18
2,71
3,15
2,26

b
ab
a
ab
ab
ab
ab
ab

Dari kedelapan varietas yang diuji 2 varietas yang memiliki hasil yang tertinggi yaitu
varietas Inpara 3 dan Banyuasin masing-masing dengan produktivitasnya 3,45 t/ha dan 3,15 t/ha GKP.
Varietas Inpara 1 memiliki hasil terrendah dengan produktivitas 1,06 t/ha GKP sedang varietas
cigelis sebagai kontrol masih mampu bersaing dengan varietas yang lain dengan hasilnya 2,26 t/ha
GKP (Gambar 1).
Hasil
(ton/ha), Inpara
3, 3.45
h
a
s
i
l

Hasil
(ton/ha), Inpara
2, 2.64

Hasil
(ton/ha), Banyu
Hasil
asin, 3.15
(ton/ha), Indragiri,
Hasil
2.71
Hasil
Hasil
(ton/ha),
Cigelis, 2.
(ton/ha), Inpara
(ton/ha), Inpara
26
5, 2.18
4, 2.15

(

Hasil
t
(ton/ha),
Inpara
/ 1, 1.06
h
a

)
Varietas
Gambar 1. Hasil rata-rata padi rawa pada lahan rawa pasang surut (t/ha) GKP.

Bervariasinya tinggi tanaman, umur tanaman berbunga 50 %, umur tanaman dan hasil antar
varietas diduga berkaitan dengan kemampuan adaptasi masing-masing varietas terhadap resapan air
laut terutama pada awal pertumbuhan vegetatifnya. Perbedaan yang terjadi pada kedelapan varietas
tersebut karena dipengaruhi oleh faktor dalam maupun faktor luar dari tanaman itu sendiri. Faktor
dalam dari tanaman itu adalah genetika dari tanaman tersebut yang terekspresikan melalui
pertumbuhan sehingga diperoleh hasil, sedangkan faktor luarnya adalah faktor biotik maupun abiotik
yang meliputi unsur – unsur yang menjadi pengaruh pada kualitas dan kuantitas produksi alam, antara
lain iklim, curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya, kesuburan tanah, serta ada tidaknya hama dan
penyakit. Dikemukakan oleh De Datta (1981) dalam Firdaus et al., (2001) bahwa lama fase
pertumbuhan vegetatif merupakan penyebab perbedaan umur tanaman yang disebabkan oleh faktor
genetik dari suatu tanaman.
Pengaruh cekaman air laut dan tidak ada hujan untuk menetralisir garam-garam dari air laut
mempengaruhi hasil yang diperoleh selain itu Kondisi kekeringan menjadi kendala pertumbuhan
tanaman karena pemupukan yang dilakukan tidak optimal. Untuk pemberian pupuk urea yang
semula akan dilakukan 3 kali karena faktor kekeringan hanya dilakukan 1 kali yaitu pada umur 7 hst.
Menurut Hakim et al., (1987) menyatakan bahwa daya tahan terhadap kekeringan suatu tanaman akan
mempengaruhi hasil.
KESIMPULAN
Varietas Inpara 3 dan Banyuasin beradaptasi baik pada lahan rawa pantai yang terkendala
cekaman air laut dan dalam kondisi kekeringan dengan produktivitasnya 3,45 t/ha dan 3,15 t/ha GKP
sehingga kedua varietas tersebut dapat direkomendasikan untuk ditanam oleh petani pada lahan-lahan
yang terkendala resapan air laut.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Lahan Rawa Lebak.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. ;42 p.
Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Lahan Rawa Pasang
Surut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 42 p.
BB Padi. 2010. Inovasi Varietas Unggul Padi Rawa Dalam Bank Pengetahuan Tanaman Pangan
Indonesia. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta.
BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Provinsi Bengkulu Dalam Angka. Bappeda dan Badan Pusat Statistik
Provinsi Bengkulu. Bengkulu 402 p.
Firdaus, Yardha dan Adri. 2001. Keragaman Galur-Galur Harapan Padi Sawah. Jurnal Agronomi
Universitas Jambi, Vol. 5no. 2. Universitas Jambi. Jambi.
Fallah Affan Fajar. 2006. Perspektif Pertanian Dalam Lingkungan yang Terkontrol. http://io.ppi
jepang.org. (Diakses, 3 Desember 2012).
Hakim, N. M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong dan H.H. Bailey. 1986.
Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Sipayung Rosita. 2006. Cekaman Garam. http://library.usu.ac.id/download/fp/bdp-rosita2.pdf.
(Diakses, 3 Desember 2012).
Yoshida, S. 1981. Fundamentals of rice crops science. International Rice Research Institut.
Philipinnes. ;269p