Strategi perempuan dalam menghadapi berbagai problematika kehidupan pasca perceraian di Kelurahan Petemon Kecamatan Sawahan Kota Surabaya.
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Sosial ( S. Sos ) Dalam Bidang Sosiologi
Oleh :
NURINDAH DWI ASTUTI B75213063
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU SOSIAL PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id ABSTRAK
Nurindah Dwi Astuti, 2017, Strategi Perempuan dalam Menghadapi Berbagai Problematika Kehidupan Pasca Perceraian di Kelurahan
Petemon Kecamatan Sawahan Kota Surabaya, Skripsi Program Studi
Sosiologi Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci : Perempuan,Problematika, Perceraian
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi yang dilakukan perempan dalam menghadapi berbagai problematika kehidupan pasca perceraian. Dalam penelitian ini terdapat tiga rumusan masalah yaitu mengapa banyak kasus perceraian di Kelurahan Petemon, apa saja problematika yang dihadapi perempuan usai bercerai dan bagaimana strategi yang dilakukan oleh perempuan dalam mengatasi probelamatike kehidupannya pasca becerai.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan tekhnik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang diguanakan sebagai alat analisis penelitian ini adalah teori tindakan sosial Max Weber dan fenimisme radikal.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa : (1) maraknya kasus percerain di Kota Surabaya khususnya di kelurahan Petemon adalah adanya kesenjangan dalam pembinaan hubungan keluarga. Fakta yang menarik dalam penelitian ini adalah perceraian yang terjadi rata-rata dilakukan oleh perempuan sebagai penggugat. (2) dalam perkara problematika yang dihadapi oleh perempuan adalah seputar perekonomian, peran ganda, penyesuaian seksualitas dan persepsi negatif masyarakat. (3) dalam mengahadapi permasalahannya pasca bercerai perempuan di Kelurahan Petemon melakukan berbagai cara agar permasalahan yang mereka hadapi dapat terselesaikan. Setelah bercerai rata-rata perempuan ini tidak berfikir tentang pernikahan, menurut mereka pernikahan adalah momok besar dalam kehidupannya sebab setelah terjadi kegagalan pernikahan mereka mempunyai anggpan bahwa kebahagiaan mereka tidak hanya didapat dari pernikahan.
(7)
ix
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PENANGGUNGJAWABAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah. ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Definisi Konsep ... 8
F.Sistematika Pembahasan ... ..10
BAB II MENGURAI PROBLEMATIKA PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF TEORI TINDAKAN SOSIAL DAN FEMINISME RADIKAL A. Penelitian Terdahulu ... 13
B. Perceraian sebagai Tanda Adanya Disfungsi Keluarga ... 17
1. Penyesuaian Status Baru Mantan Pasangan Suami-Istri dengan Lingkungan Sosial ... 21
2. Tekanan Psikologis Terhadap Anak... 22
3. Konflik dengan Keluarga Besar Kedua Pihak yang Bercerai ... 25
C. Problematika Kehidupan Perempuan Pasca Perceraian ... 26
D. Perubahan Nilai dan Tatanan Kehidupan di Kalangan Perempuan Pasca Bercerai ... 31
E.Teori Tindakan Sosial dan Feminisme Radikal sebagai Pisau Analisa ... 32
1. Teori Tindakan Sosial Max Weber ... 32
2. Teori Feminisme Radikal ... 40
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 47
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48
(8)
x
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
D. Tahap-tahap penelitian ... 51
1. Penelitian Pra Lapangan ... 51
2. Tahap Lapangan ... 52
E.Tekhnik Pengumpulan Data ... 52
1. Observasi ... 52
2. Wawancara ... 53
3. Dokumentasi ... 54
4. Data Online ... 55
F.Tahap Analisis Data ... 55
1. Reduksi Data ... 56
2. Penyajian Data ... 56
3. Penarikan Kesimpulan ... 56
G. Tekhnik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 57
BAB IV KIAT DAN PERJUANGAN HIDUP PEREMPUAN PASCA PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF TEORI TINDAKAN SOSIAL DAN FEMINISME RADIKAL A. Kondisi Sosio Kultur masyarakat Kelurahan Petemon Kecamatan Sawahan Kota Surabaya. ... 57
B. Penyebab terjadinya banyak perceraian di Kelurahan Petemon ... 58
C. Perempuan dan Perceraian ... 65
1. Problematika dan sebab-sebab perceraian di Kelurahan Petemon ... 65
2. Perceraian menurut pandangan Orang tua ... 73
3. Perceraian menurut pandangan dari keluarga yang bercerai... 74
4. Makna janda dalam persepektif masyarakat ... 77
D. Strategi dan Perjuangan Hidup Perempuan Pasca Perceraian... 80
1. Strategi Perempuan janda dalam Mencukupi Kebutuhan Ekonomi ... 81
2. Strategi Perempuan janda dalam Pola Pengasuhan Anak ... 84
3. Strategi Perempuan janda dalam Penyesuaian Seksualitas ... 88
4. Strategi Perempuan dalam Menghadapi Stigma Negatif Masyarakat tentang Makna Janda ... 90
E.Strategi dan Perjuangan Perempuan Pasca Perceraian dalam Tinjauan Teori Tindakan Sosial dan Feminisme Radikal ... 93
1. Strategi Perempuan dalam Menghadapi Problematika Kehidupan Pasca Perceraian Tinajuannya dengan Teori Tindakan Sosial ... 96
2. Strategi Perempuan dalam Menghadapi Problematika Kehidupan Pasca Perceraian Tinajuannya dengan Teori Feminisme Radikal ... 99
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 103
B. Saran ... 105
(9)
xi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara
2. Dokumen Yang Relevan
3. Surat Bukti Penelitian 4. Jadwal Penelitian 5. Biodata Peneliti
(10)
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum perceraian merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan bagi pasangan menikah dimanapun. Karena pada dasarnya pernikahan adalah sebuah usaha dari sepasang antar laki-laki dan perempuan untuk membentuk sebuah keluarga yang harmonis. Dalam perceraian menyangkut beberapa aspek, seperti ekonomi maupun sosial. Meskipun diperbolehkan, namun perceraian dianggap sebagai masalah sosial. Setiap masyarakat yang terikat oleh perkawinan tak jarang mendapat problema yang berujung pada pemutusan ikatan pernikahan (perceraian). Hal tersebut dapat dipicu dari berbagai aspek diantaranya, kesenjangan ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan maupun KDRT. Pada sebagaian masyarakat, perceraian dianggap sebagai sebuah kegagalan. Karena didalamnya terdapat pemutusan tali pernikahan yang sebelumnya dianggap sakral. Oleh karenanya ketika ada perceraian pasti ada masalah didalamnya.
Melihat fenomena-fenomena yang terjadi pada masyarakat kota yang banyak sekali dilanda masalah sosial tentu perceraian tidak luput darinya. Dilihat dari prosentase perceraian yang selalu naik dari tahun ke tahun. Hal tersebut tidak melulu pada konflik yag disebabkan oleh kesenjangan dalam hubungan perkawinan. Tetapi jika dilihat dari perspektif budaya dengan menggunkan sudut pandang yang lain, tentu akan berbeda hasilnya. Misalnya,
(11)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dalam ajaran Islam diperbolehkan apabila suami menjatuhkan talak pada
istrinya. Atau dari kasus perkawinan siri yang hanya dengan syarat laki-laki mengatakan bahwa pasangan bercerai maka perkara selesai. Walaupun kasus ini juga masih menggukan media pengadilan untuk meresmikan sebuah perceraian. Hal tersebut juga menjadi faktor banyaknya angka perceraian.
Di kota Surabaya angka perceraian dari tahun ke tahun kian tinggi. Sepanjang tahun 2016 terdapat 4938 kasus perceraian dengan klasifikasi 1580 cerai talak dan 3358 cerai gugat. Di tahun 2017 dalam periode bulan Januari hingga April terdapat 1869 kasus yang masuk ke Pengadilan Agama. Ada 593 kasus cerai talak dan 1276 cerai gugat. Jika dihitung rata, setiap bulan adalah 148 suami di Surabaya menalak istrinya. Sedangkan, untuk istri ada sebanyak 319 wanita menggugat suami setiap bulannya. Artinya dalam sehari ada lima orang suami menalak istrinya, dan ada sebelas wanita di Surabaya mengugat cerai suaminya1.
Analisa mengapa pasangan bisa bercerai, hal tersebut dapat terjadi akibat dari nilai-nilai dan kecenderungan pasangan itu.2 Ketidakmampuan mereka untuk menjaga ikatan pernikahan juga menyebabkan pasangan tersebut mudah mengakhiri hubungan pernikahan, banyak hal yang mendorong mereka untuk bercerai salah satunya adalah faktor ketergesaan dari salah satu pihak, dapat juga disebabkan karena mereka kurang menyadari hak dan kewajiban mereka sebagai pasangan dalam lingkup rumah tangga . Tak jarang masalah juga
1Data Perkara Perkawinan Pengadilan Agama Kota Surabaya
(12)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id timbul dari faktor internal. Misalnya saja dorongan dari keluarganya yang
memang menginginkan bercerai dengan berbagai alasan yang kurang rasional. Pasangan pasca bercerai memang dihadapkan dengan berbagai permasalahan sosial. Masalah yang dihadapi biasanya terkait dengan perekonomian, peran ganda, hak asuh anak, penyesuaian seksual dan persepsi negatif di dalam masyarakat. Hal ini menjadi bagian problema yang melanda keluarga pasca bercerai.
Memang tampaknya perempuan mempunyai lebih banyak beban sosial. Perempuan pasca perceraian tentu akan melakukan strategi untuk memulai babak baru usai terputusnya tali pernikahan. Selain perempuan mempunyai tanggung jawab pada dirinya sebagai “janda” ia juga berpotensi melakukan dua pekerjaan sekaligus, yaitu sebagai orang tua tunggal dan pencari nafkah keluarganya. Disini peran perempuan memang mendominasi, selain ketahanan di lingkungan sosial yang dianggap “negatif”. Perempuan pasca bercerai tentu beranggapan bahwa perceraian menjadi penyebab seseorang kehilangan lingkungan dan kehidupan sosialnya. Karena pada kenyataannya status mereka yang baru sebagai seorang “janda” dianggap masyarakat sebagai status yang bermakna negatif3.
Ketika suatu keluarga dihadapakan dengan perceraian tentu akan menimbulkan masalah setelahnya. Baik didalam masyarakat, keluarganya ataupun individu itu sendiri. Seperti halnya dalam pola pengasuhaan anak. Setelah dinyatakan bercerai hak asuh anak akan diberikan kepada salah satu
(13)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id orang tuanya sebagai pemilik hak asuhnya. Hal ini biasanya akan
menimbulkan konflik dengan keduanya. Perebutan hak asuh anak antara ibu dan ayah si anak akan berujung pada pertengakaran. Misalnya saja ketika salah satu dari mereka tidak memperbolehkan untuk bertemu dengan anaknya.
Problematika perempuan pasca bercerai memang banyak sekali dijumpai pada masyarakat kota. Untuk itu, sebagai perempuan single parent ia memiliki strategi untuk menghadapi berbagai problematika di masyarakat. Dalam hal perekonomian, perempuan single parent memang diharuskan untuk memenuhi kebutuhannya setelah ia lepas dari tanggung jawab laki-laki sebagai suaminya. Ia akan bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Ketika perempuan dihadapkan dengan pekerjaan ia tentu akan sibuk dengan aktivitasnya dalam mencari uang. Ketika hak asuh anak jatuh ditangan perempuan ini juga akan mempengaruhi pola pengasuhan anak. Karena terlalu sibuk dengan urusannya sendiri, anak-anak dari pasangan pasca bercerai terkadang juga mempunyai perilaku menyimpang akibat kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tuanya. Dengan begitu tak jarang dari kasus perempuan pasca bercerai, mereka memilih menitipkan anaknya kepada orang tua mereka untuk menghindari penyimpangan perilaku.
Penyesuaian seksusalitas juga masuk kedalam problematika keluarga pasca perceraian. Memang dalam hal ini laki-laki yang lebih leluasa dalam tindak seksual terlebih dia bebas melakukan kegiatan diluar rumah. Berbeda dengan perempuan yang mempunyai lebih banyak beban nilai dan norma
(14)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dalam masyarakat4. Memang dalam hal seksualitas ruang perempuan terbatas,
tidak seperti laki-laki yang leluasa bertindak seksual terhadap perempuan lain setelah perceraian terjadi.
Dengan keadaan sosial yang terjadi pada pasangan pasca perceraian tentu menjadikan perempuan merangkap tugasnya menjadi sosok ayah atau sosok laki-laki dengan pribadi yang tangguh, perkasa sekaligus tetap menjalankan perannya sebagai “ibu” yang lemah lembut, penyayang dan panutan. Disini terdapat kesetaraan gender dimana peran yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki dapat dirangkap oleh perempuan. Mengenai peran ganda yang dijalani perempuan pasca perceraian ia akan menjalani berbagai upaya untuk meneruskan kehidupannya dengan sebuah keputusan yang sudah ia buat. Dengan strategi yang ia lakukan perempuan tentu berharap usahanya untuk meneruskan kehidupannya tanpa suami dapat menjadikan kehidupannya bisa terus baik dan selalu berdampak positif bagi keluarganya maupun dirinya sendiri.
Melihat dari konsep feminisme, perempuan mempunyai peran dan hak yang setara dengan laki-laki, perempuan dalam kajian feminisme mengacu pada kemampuannya untuk bisa menyeimbangi laki-laki. Dari fenomena yang menjadi topik peneliti mengenai strategi perempuan dalam mengatsi berbagai problematika kehidupan pasca perceraian, tentu dapat dilihat usaha-usaha dan startegi perempuan setelah ia lepas dari laki-laki.
(15)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Dengan fenomena seperti diatas maka peneliti tertarik untuk mengangkat
masalah ini dalam penelitian yang berjudul “Strategi Perempuan dalam
Menghadapi Berbagai Problematika Kehidupan Pasca Perceraian di Kelurahan Petemon Surabaya”.
B. Rumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat ditelaah untuk melakukan penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut :
1. Apa yang menjadi penyebab terdapat banyak kasus perceraian di Kelurahan Petemon Surabaya ?
2. Apa masalah yang timbul bagi perempuan pasca perceraian di Kelurahan Petemon Surabaya ?
3. Bagaimana strategi perempuan dalam menghadapi berbagai
problematika kehidupan pasca perceraian di Kelurahan Petemon Surabaya ?
C. Tujuan Penelitian
Bersadarkan rumusan masalah diatas adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui mengapa di Kelurahan Petemon Surabaya terdapat banyak kasus perceraian.
2. Untuk mengetahui masalah apa saja yang timbul bagi perempuan pasca perceraian di Kelurahan Petemon Surabaya.
(16)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 3. Untuk mengetahui bagaimana strategi yang dilakukan perempuan
dalam menghadapi problematika kehidupan pasca perceraian di Kelurahan Petemon Surabaya.
D. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian mengenai Strategi Perempuan dalam
Menghadapi Berbagai Problematika Pasca Perceraian diharapkan berdaya guna sebagai berikut :
1. Secara Akademis
a. Secara akademis penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan dalam bidang Sosiologi khususnya Sosiologi Gender dan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan program studi Ilmu Sosiologi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi bagi penelitian selanjutnya.
2. Secara Praktis
a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan menambah wawasan bagi pembaca baik dari kalangan akademis maupun masyarakat umum tentang strategi perempuan dalam menhadapi problematika kehidupan pasca pereceraian di Kelurahan Petemon Surabaya.
b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat luas tentang strategi
(17)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id perempuan dalam menghadapi problematika kehidupan pasca
perceraian.
E. Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan penjelasan dari setiap kata dalam judul penelitian yang memebutuhkan penjelasan lebih lanjut. Definisi konsep berguna untuk menjelaskan judul kepada setiap pembaca. Karena hal tersebut berguna untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam mengartikan maksud dari judul penelitian.
Peneliti perlu kiranya membatasi sejumlah konsep yang diajukan dalam penelitian dalam judul “Strategi Perempuan dalam Menghadapi Berbagai
Problematika Kehidupan Pasca Perceraian di Kelurahan Petemon Surabaya adalah yang mempunyai konsep-konsep sebagai berikut:
1) Strategi
Sebuah usaha dari seseorang untuk menuntaskan perkara yang sedang ia hadapi untuk mencapai solusi melalui sebuah tindakan. Solusi tersebut diharapkan dapat menghantarkan menuju kehidupannya yang lebih baik lagi. Pada perempuan pasca bercerai ia tentu mempunyai strategi untuk melanjutkan kehidupannya setelah ia lepas dari kontak biologis dan tanggung jawab suaminya. Perempuan pasca bercerai memiliki banyak beban yang akan ia rasakan. Oleh karenanya ia tentu akan mengantur strategi menuju kehidupan yang lebih baik tanpa ikatan dari suaminya.
(18)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 2) Perempuan
Secara biologis perempuan dapat diartikan sebagai seorang mempunyai organ reproduksi, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui5. Dalam kajian feminisme perempuan adalah sosok yang dianggap setara dengan laki-laki ia juga bisa kuat seperti laki-laki dan juga dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki. Penilaian feminisme mengenai perempuan adalah perempuan dapat rmenyadari jika peran mereka di masyarakat selalu dibelakang laki-laki. Sehingga dengan adanya feminisme, diharapkan posisi perempuan di masyarakat bisa lebih baik atau setidaknya setara dengan laki-laki.
3) Problematika
Problematika berasal dari bahasa inggris yaitu “problematic” yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa indonesia, problematika berarti hal yang belum dapat dipecahkan6. Dalam penelitian ini problematika mengandung makna berbagai macam persoalan yang berbeda-beda dan bervariasi dari masalah yang dihadapi. Problematika dalam kasus yang terjadi pada perempuan pasca bercerai menyangkut beberapa aspek yaitu ekonomi, peran ganda, hak asuh anak, dan seksualitas.
Problematika yang terjadi tersebut belum sepenuhnya
terselesaikan. Perempuan pasca bercerai mempunyai strategi untuk
5Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Bulan Bintang, 2002) hlm 251
(19)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id mengatasi berbagai masalah yang terjadi yag diharapkan dapat
menyelesaikan problematikanya pasca pereceraian. 4) Perceraian
Perceraian dianggap sebagai sebuah kesialan bagi orang atau sebagian orang di dalam masyarakat manapun, tetapi juga dipandang sebagai sebuah penemuan sosial, suatu macam pengaman bagi ketegangan yang ditimbulkan bagi perkawinan itu sendiri7. Perceraian dalam suatu keluarga dianggap sebagai tanda adanya disfungsi keluarga. Pada sebagian orang menganggap bahwa perceraian adalah sebuah keputusan yang berat tetapi harus dilakukan dengan banyak pertimbangan. Misalnya saja terjadi perselingkungan yang dilakukan oleh salah satu pasangan. Karena dianggap menodai keskaralan perikahan dan kepercayaan, maka memutuskan bercerai sebagai solusinya. Dalam konteks ini perceraian dilakuukan harus dengan proses pengadilan, karena dengan itu pasanga menikah baruu bisa dinyatakan bercerai.
F. Sistematika Pembahasan
1. Bab I Pendahuluan
Peneliti memberikan gambaran tentang latar belakang masalah yang di teliti, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, metode penelitian yang terdiri dari pendekatan dan
(20)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id jenis penelitian, subyek penelitian, jenis dan sumberdata, tahap-tahap
penelitian, tehnik pengumpulan data, tehnik analisa data dan tehnik keabsahan data dan sistematika pembahasan.
2. Bab II Mengurai Problematika Perceraian dalam Perspektif Teori Tindakan Sosial dan Feminimse Radikal
Meliputi kajian pustaka yang terdiri dari beberapa referensi yang di gunakan untuk menelaah obyek kajian, kajian teori yaitu teori yang digunakan untuk menganalisis masalah penelitian, dan peneliti terdahulu yang relevan yaitu referensi hasil penelitian oleh peneliti terdahulu yang mirip dengan kajian peneliti
Penelitian ini menggunkan kajian teori feminisme radikal dan teori tindakan sosial. Kedua teori tersebut digunakan sebagai pembantu dalam melihat fenomena dan menganalisis fenomena yang terjadi dengan teori-teori sosial.
3. Bab III Metode Penelitian
Metode penelitian digunakan sebagai cara untuk memperoleh data hasil lapangan. Dalam penelitian sksripsi kali ini peneliti menggunakan metode penelitian deksriptif kualitatif, Metode penelitian berisi tentang langkah-langkah peneliti untuk memperoleh data lapangan. Metode penelitian yang digunakan adalah tekhnik observasi, wawancara, dan dokumentasi.
(21)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4. Bab IV Kiat dan Perjuangan Hidup Para Perempuan Pasca Perceraian
Dalam bab empat peneliti menjelaskan tentang analisis data yang berisi tentang hasil penelitian lapangan. Bab empat ini adalah bab inti dari isi skripsi kali ini. Peneliti memberikan gambaran tentang data-data yang di peroleh. Penyajian data-data dapat berupa tertulis atau dapat juga di sertakan gambar. Sedangkan analisis data dapat di gambarkan berbagai macam data-data yang kemudian di tulis dalam analisis deskriptif. Analisis data yang dilakukan peneliti ini menyangkut strategi perempuan pasca perceraian dalam menghadapi problematika kehidupan. Analisis dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada, sesuai dengan yang sudah dilakukan dengan berbagai tahapan mulai dari observasi, wawancara, dokumentasi dan trianggulasi. Analisis dilakukan setelah data terkumpul dan menggabungkannya dengan teori yang sudah ada.
5. Penutup
Peneliti menuliskan kesimpulan dari permasalahan dalam penelitian, dan memberikan rekomendasi atau saran.
(22)
13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB II
MENGURAI PROBLEMATIKA PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF TEORI TINDAKAN SOSIAL DAN FEMINISME RADIKAL
A. Penelitian Terdahulu
Dalam judul penelitian tentang “Strategi Perempuan dalam Menghadapi Problematika Kehidupan Pasca Perceraian” peneliti berupaya membandingkan dengan penelitian yang sudah ada dan relevan agar bisa mengetahui posisi penelitian ini dengan penelitian lainnya. Ada tiga penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Aziz Velansyah dari Fakultas Dakwah jurusan Psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya dengan judul “Pemaknaan Hidup Perempuan Pasca Perceraian” yang dilakukannya pada tahun 2012 penelitian ini sepenuhnya membahas tentang kondisi mental dan dampak psikologis perempuan pasca perceraian.
Perempuan pasca bercerai dianggap memiliki ketakukan tersendiri dalam lingkungan masyarakat tempat ia tinggal. Masyarakat menganggap bahwa perempuan “single parent” atau “janda” merasa lemah karena ia sudah lepas dari ikatan laki-laki. Selain itu beban moral juga ia rasakan ketika makna janda sering
(23)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id disalahkan artikan oleh masyarakat sekitar sebagai sesuatu yang
rendah dan seringkali menjadi bahan tertawaan dalam kesempatan formal atupun informal. Bagi seorang wanita yang hidup dalam budaya patriarkhi seperti negara kita ini, beban sosial yang harus dipikulakibat perubahan status dari seorang istri menjadi seorang janda karena perceraian tentunya memiliki porsi yang lebih besar dibandingkan seorang duda. Selain itu konotasi negatif yang melekat pada perempuan berstatus janda juga merupakan beban berat tersendiri yang harus dijalani setelah bercerai. Hal tersebut menjadi alasan peneliti untuk mengambil informan wanita daripada pria.
Dari aspek lain, yang ditemukan oleh Abdul Aziz adalah ketakutan ibu rumah tangga yang masih bersuami terhadap seorang janda. Ia takut suaminya akan tergoda dengan seorang janda. Menurut seorang informannya, janda adalah seorang yang butuh kasih sayang laki-laki serta nafkah ekonomi. Karenanya ia takut jika janda dapat menjadi seorang penggoda suami dari orang lain.8
2. Penelitian kedua dilakukan oleh Saiful Mubin Mz dari Fakultas Psikologi dan Kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2015 judulnya adalah “Interaksi Sosial Wanita Single Parent”. Penelitian tersebut membahas tentang stigma masyarakat yang
8
Abdul Aziz, (Pemaknaan Perempuan Pasca Perceraian), skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2012, Digilibuinsby.ac.id (diakses pada tanggal 10/10/2016 pukul 14.11)
(24)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id memandang “single parent” karena perceraian sebagai sebuah
kecacatan dalam nilai sosial. Sebab statusnya dianggap sebagai kegagalan dari pihak perempuan. Adanya anggapan dan pelabelan tersebuat menjadikan perempuan single parent merasa emosi dan menimbulkan tekanan batin. Faktor ekonomi juga menjadi kendala karena mereka tidak lagi diberi nafkah oleh pihak laki-laki. Hal itu menjadikan perempuan harus berusaha untuk dapat menghidupi anaknya seorang diri dengan banyak sekali kebutuhan.
Interaksi sosial yang terjadi pada perempuan single parent seringkali menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat, karena masyarakat menganggap single parent mempunyai banyak masalah dalm kehidupannya. Seorang single parent mempunyai kondisi psikologis yang kurang baik karena persepsi masyarakat tersebut. Akibatnya, interaksi dengan masyarakat sekitar juga jarang dilakukan. Selain terganggu dengan stigma masyarakat ia juga disibukkan dengan pekerjaanya dalam memenuhi kebutuhan ekonominya9.
3. Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Wintarti dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Bimbingan Penyuluhan IAIN Walisongo Semarang dengan judul “Problematika Perceraian
dan Dampaknya Terhadap Tingkah Laku Anak Desa
9 Saiful Mubin Mz, ( Interaksi Sosial Wanita Single Parent), Skripsi Fakultas Psikologi dan Kesehatan, 2015, Digilib.uinsby.ac.id (diakses pada tanngal 20/10/2016 pukul 15.11)
(25)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Purworejo Kabupaten Kendal” pada tahun 2014. Penelitian ini membahas tentang kasus perceraian yang sering dianggap suatu peristiwa tersendiri dan menegangkan dalam kehidupan keluarga. Perceraian dalam keluarga berawal dari suatu konflik antar anggota keluarga. Bila konflik sudah pada titik kritis, kasus perceraian berada diambang pintu. Peristiwa perceraian selalu mendatangkan ketidak tenangan berfikir dan ketegangan yang memakan waktu lama. Saat kemelut, masing-masing pihak keluarga mencari jalan keluar mengatasi berbagai rintangan dan berusaha menyesuaikan dengan hidup baru. Masing-masing pihak menerima kenyataan baru, seperti pindah rumah, tetangga baru, anggaran rumah baru. Situasi rumah menjadi lain, karena diatur oleh satu orang tua saja.
Peristiwa perceraian dalam keluarga senantiasa akan membawa dampak yang mendalam, antara lain dapat menimbulkan stress dan perubahan fisik serta mental. Dengan demikian untuk membina suatu rumah tangga yang bahagia tidak mudah, perkawinan bisa kandas ditengah jalan. Bukan kebahagiaan yang didapat tetapi hanyalah pertengkaran. Bukan kecocokan yang terjadi antara suami istri melainkan semakin menonjolnya perbedaan satu sama lain yang tidak bisa disatukan10.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian kali ini adalah lebih berfokus terhadap usaha-usaha perempuan dalam
10 Wintarti, (Problematika Perceraian dan Dampaknya terhadap Tingkah Laku Anak), Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Walisongo Semarang, 2014, Eprints.walisongo.ac.id (diakses pada tanggal 28/02/2014 pukul 14.10)
(26)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id keluarganya yang merangkap perannya sekaligus sebagai seorang
laki-laki. Artinya ia harus siap bekerja mencari nafkah yang biasanya dilakukan oleh seorang laki-laki sekaligus mendidik anaknya sebagai seorang ibu. Ketahanan perempuan dalam kasus ini dipertaruhkan oleh problema di dalam masyarakat dan keluarga tentang kegagalan pernikahan yang terjadi terhadap dirinya.
Penelitian ini juga mengulas tentang strategi perempuan pasca bercerai dengan berbagai upaya yang ia lakukan. Peneliti menggali data untuk mengetahui bagaimana usaha yang dilakukan seorang perempuan pasca perceraian. Kemudian menganalisisnya menggunakan teori berdasarkan dengan permasalahan yang terjadi. Peneliti menggunkan teori feminisme radikal dan tindakan sosial sebagai pisau analisis terkait dengan peran ganda perempuan pasca bercerai dan strateginya.
B. Perceraian sebagai Tanda Adanya Disfungsi Keluarga
Pada hakikatnya perempuan identik dengan karakter yang lemah lembut, keibuan, dan mempunyai hati yang sensitif. Dalam masyarakat kebanyakan perempuan mempunyai peran dan posisi dibawah laki-laki, artinya mayoritas perempuan selalu dipimpin dan cenderung mengikuti kehendak dari laki-laki. Dalam kehidupan keluarga, kebanyakan perempuan berperan sebagai ibu rumah tangga yang tugasnya hanya pada kegiatan rumah tangga seperti membersihkan rumah, mengurus anak, dan
(27)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id mengatur keuangan keluarga. Sementara untuk mengurus hal lain yang
bersifat penting akan tetap laki-laki sebagai penentu keputusan. Tetapi dalam era modern seperti sekarang tidak jarang perempuan yang merangkap tugas menjadi ibu rumah tangga sekaligus pencari nafkah tambahan.
Perceraian memang erat kaitannya dengan konflik, meskipun konflik dalam kasus perceraian bersumber dari kedua belah pihak namun pada dasarnya tidak seorang pun mengharapkan demikian11. Perceraian memang banyak sekali sebabnya, misalnya dalam kasus pernikahan dini. Pasangan yang masih dalam tahap labil terkadang mempunyai emosi yang sulit dikendalikan karena mereka sama-sama mempunyai keinginan dan tujuan hidup berbeda satu sama lain. Meskipun begitu sebuah pemutusan tali pernikahan memang selalu berakar dari peran antar hubungan suami istri, pembinaan hubungan keluarga akan kurang berjalan dengan baik ketika pasangan itu sendiri tidak memiliki keinginan untuk membina hubungan keluarga yang harmonis.
Di Indonesia perceraian diamanatkan pada Undang-Undang Perkawinan Pasal 39 ayat 1 sampai 3 yang dengan tegas menyatakan bahwa : (1) perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan yang bersangkutan tidak berhadil mendamaikan kedua belah pihak. (2) untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa diantara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. (3) tata cara
(28)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan
perundang-undangan tersendiri.12
Dalam kasus perceraian di Kelurahan Petemon Kecamatan Sawahan Kota Surabaya, perempuan yang telah bercerai mempunyai peran yang besar dalam kehidupan rumah tangganya. Status sebagai janda atau
single parent menjadi akibat dari sebuah keputusan yang telah diambil.
Perempuan mempunyai permasalahan yang kompleks setelah ia lepas dari ikatan laki-laki. Permasalahan perempuan dalam kasus ini mengarah pada kondisi perekonomian, hak asuh anak, peran ganda, persepsi masyarakat dan penyesuaian seksualitas. Maka dari itu, perempuan mempunyai stratregi dalam menghadapi problematika kehidupan pasca perceraian.
Perceraian dalam suatu keluarga dianggap sebagai tanda adanya disfungsi keluarga. Pada sebagian orang menganggap bahwa perceraian adalah sebuah keputusan yang berat tetapi harus dilakukan dengan banyak pertimbangan. Misalnya terjadi perselingkuhan yang dilakukan oleh salah satu pasangan. Karena dianggap menodai kesakralan pernikahan dan kepercayaan, maka memutuskan bercerai sebagai solusinya.
Salah satu penyebab pada pasangan menikah adalah pengabaian kewajiban rumah tangga. Hal ini bisa terjadi ketika antara pasangan terlalu sibuk dengan kegiatannya di luar rumah, misalnya kedua orang tua sama-sama bekerja sehingga anak menjadi kurang perhatian dan tidak terurus
(29)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dengan baik. Persoalan keuangan nampaknya juga menjadi problema
tersendiri bagi pasangan sebelum terjadinya perceraian. Tidak cukupnya penghasilan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya juga dapat dijadikan alasan bagi pasangan untuk bercerai. Ketidakcocokan dalam hubungan seksual juga masuk dalam problematika yang melanda pasangan menikah. Misalnya terjadi penolakan dalam hubungan seksual atau terjadi keengganan dari salah satu pihak13.
Dalam kaitanya dengan keengganan dalam ranah seksualitas ini dapat menimbulkan perselingkuhan, sebab antar pasangan merasa tidak mendapatkan nafkah biologis. Perselingkuhan yang terjadi menjadikan ketidakterimaan dari pasangan sehingga menimbulkan perkataan kasar, kekerasan fisik yang menimbulkan tindak KDRT dalam lingkup rumah tangga. Hal lain adalah ketidakcocokan dengan keluarga besar dari pihak suami maupun istri, banyak diantar kasus perceraian didasari oleh keterlibatan keluarga terlalu jauh. Karena merasa banyak tekanan mereka memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka dengan bercerai.
Dalam kasus perceraian yang marak terjadi belakangan ini memang menjadi keresahan sendiri bagi pasangan suami istri. Pasangan suami istri yang dihadapakan pada konflik rumah tangga tentu mempunyai tantangan untuk tetap menjaga tali pernikahan agar terhindar dari
13T.O Ikhromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2004) hlm 153-155
(30)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id perceraiaan. Karena memang perceraian dianggap sebagai kegagalan yang
mempunyai beberapa dampak besar, diantaranya adalah :
1) Penyesuaian Status Baru Mantan Pasangan Suami-Istri dengan Lingkungan Sosial
Dampak yang dirasakan bagi mantan suami dan istri pasca bercerai yang biasanya terjadi adalah masalah penyesuaian kembali terhadap peranan masing-masing serta hubungan dengan lingkungan sosial. Penyesuaian yang harus dilakukan adalah untuk proses terhadap peran baru, seseorang pada masa tersebut tentu mengalami perasaan bimbang yang melihat sebuah perceraian sebagai sesuatu yang melegakan karena dianggap sebuah puncak dari penyelesaian konflik rumah tangga, sekaligus sebagai tekanan tersendiri bagi mantan pasangan suami istri yang biasanya masih mengenang masa-masa ketika mereka masih bersama.
Penyesuaian kembali ini termasuk upaya mantan pasangan suami istri untuk mempunyai hak dan kewajiban individu. Meskipun kehidupan setelah bercerai merupakan suatu kehidupan baru, namun masih ada ikatan-ikatan diantara pasangan yang bercerai. Ikatan yang paling penting adalah ikatan sebagai orang tua dari anak yang dilahirkan selama perkawinan. Setelah bercerai, mantan suami istri harus mendefiniskan kembali hubungan dan
(31)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id peran mereka sebagai ayah dan ibu yang sudah tidak tinggal lagi
dalam satu rumah.14
Pasangan bercerai memang banyak sekali macamnya, beberapa diantara mereka masih menjaga ikatan kekerabatan demi hubungan yang baik terhadap anak-anak mereka. Pasangan macam ini biasanya adalah pasangan yang bercerai karena sudah ada pertimbangan yang matang. Mereka menganggap perceraian adalah satu-satunya jalan yang ditempuh demi mendapatkan solusi dari masalah yang mereka alami.
Kedua adalah pasangan bercerai dengan meninggalkan perasaan benci, mereka menganggap mantan pasangan sebagai musuh yang patut untuk dibenci. Mereka cenderung menghindari pertemuan satu sama lain, biasanya model pasangan seperi ini menganggap bahwa perceraian memang harus dilakukan karena adanya kesenjangan dalam lingkup keluarga. Misalnya terjadi perselingkuhan atau kekerasan dalam rumah tangga.
2) Tekanan Psikologis Terhadap Anak
Peran anak dalam sebuah perceraian memang penting. Persepsi anak tentang perceraian tergantung dari pandangan anak terhadap hubungan orang tuanya selama pernikahan. Jika pada masa pernikahan kedua orang tua anak sering mempunyai konflik
14T.O Ikhromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2004) hlm 157-158
(32)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id atau hubungan tidak harmonis, maka reaksi anak akan cinderung
memahami bahwa perceraian bukan menjadi tekanan bagi mereka. Tetapi, jika sebelumnya dalam keluarganya mempunyai ikatan yang harmonis maka perceraian akan menjadi tekanan yang sangat besar bagi anak.
Masalah yang dihadapi anak dari pasangan bercerai mengarah pada kondisi psikologis, perceraian dapat membuat kondisi mental anak sangat tertekan, sering gelisah dan stres. Hal-hal tersebut tentu akan mempengaruhi perkembangan anak didalam kehidupan sosialnya baik dalam lingkup sekolah maupun masyarakat. Dalam kasus seperti ini biasanya akan menyebabkan perilaku menyimpang bagi anak. Akibatnya anak dari pasangan bercerai akan membuat mereka salah pergaulan, mengkonsumsi narkotika, prestasi menurun dan sulit bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.
Konflik psikologis anak sebenarnya dimulai dari sebelum perceraian terjadi. Konflik yang sering terjadi sebelum bercerai bisa jadi menjadi tekanan tersendiri oleh anak, pertengkaran yang kadang kala melibatkan anak dianggap menjadi sebuah konflik yang berat bagi anak. Dalam kasus ini dampak negatif dari perceraian terhadap anak lebih kecil dibandingkan apabila kedua
(33)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id orang tua tetap mempertahankan perkawinan mereka yang tidak
bahagia dan harmonis lagi.15
Namun ada hal yang membuat perkembangan anak korban perceraian lebih sulit dibanding dengan konflik yang tengah dialami orang tuanya. Anak dalam fase remaja memang sedang aktif dalam lingkungan sosialnya, anak dalam tahap ini kerap penasaran dengan hal-hal baru di lingkungan sekitarnya. Dengan konflik yang tengah melanda keluarganya tentu akan membuat anak terlibat sepenuhnya terhadap kejadian yang tengah menimpa orang tua mereka. Kekhawatiran akan perkembangan anak korban perceraian juga menjadi ketakutan tersendiri oleh orang tua yang bercerai.
Faktanya, sebagian anak yang mengalami problema tersebut justru dapat menjadi pribadi yang cepat matang. Anak dalam kasus ini dituntut dengan keadaan agar mandiri dan sigap dalam berbagai permasalahan yang tengah dihadapi. Memang, permasalahan yang dihadapi bagi anak begitu signifikan mengingat problema ini menyangkut dengan institusi kecil yang sehari-hari ia gunakan untuk belajar.
Sebetulnya bagi orang tua atau anak perlu melihat perubahan dalam keluarga dengan memperhatikan hal-hal yang
15T.O Ikhromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2004) hlm 163
(34)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id lebih berkualitas untuk membangun harmoni dalam keluarga,
meskipun faktanya kedua orang tua telah bercerai. Karena proses sosialisasi dalam keluarga itu penting. Dimana orang tua menanamkan nilai-nilai kepada anak, agar mereka nantinya mampu berperilaku di masyarakat sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat16.
3) Konflik dengan Keluarga Besar Kedua Pihak yang Bercerai
Pernikahan memang ikatan antara dua individu laki-laki dan perempuan, tetapi dalam proses pernikahan tentu melibatkan keluarga besar dari pihak suami maupun istri. Begitupun dengan perceraian, konflik dalam perceraian memang timbul dari pasangan menikah tersebut tetapi dampaknya juga akan melibatkan keluarga besar. Konflik yang terjadi pada pasangan pernikahan sebelum akhirnya memutuskan untuk bercerai juga akan menyebabkan konflik bagi keluarga mereka. Biasanya konflik ditengerai dengan adanya perbedaan pendapat antar keluarga, ketidakterimaan karena adanya kesenjangan dalam kehidupan keluarga dan konflik usai perceraian mengenai pembagian harta gono gini maupun perberutan hak asuh anak.
Perceraian tentu akan mengikutsertakan keluarga untuk menyelesaikan konflik, alhasil antar keluarga dari pasangan bercerai akan ikut berkonflik. Hal-hal semacam ini menjadikan
(35)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id perpecahan dari kedua belah pihak yang sebelumnya disatukan
dengan kondisi yang baik dan harmonis.
C. Problematika Kehidupan Perempuan Pasca Perceraian
Problematika yang dihadapi perempuan pasca bercerai cukup banyak, dimulai dari tuntutan ekonomi, kemandirian, peran ganda, sampai pada perspektif masyarakat yang menganggap janda adalah status yang mempunyai makna berbeda.
Dalam kegiatan ekonomi perempuan yang dihadapkan dalam kasus perceraian memang dituntut untuk lebih pintar mengatur perekonomian rumah tangga, terlepas dari apakah perempuan masih mendapatkan nafkah lahir dari mantan suaminya. Melihat dari perspektif Islam tentang hak-hak anak misalnya disebutkan bahwa seorang ayah tidak hanya berkewajiban membuatkan anaknya akta kelahiran yang sah, yang membuktikan bahwa anak tersebut adalah anak sahnya tetapi uga berkewajiban untuk memberi nafkah dan keperluan lainnya seperti keperluan pendidikan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya17.
Perekonomian agaknya menjadi hal yang pokok dalam lingkup rumah tangga, perekonomian menjadi standarisasi bagi kesejahteraan keluarga. Perekonomian adalah salah satu faktor kuat pendukung keharmonisan keluarga. Karena terpenuhinya kebutuhan rumah tangga
(36)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id sangat bergantng pada kondisi perekonomian keluarga itu sendiri.
Semakin besar kemampuan ekonomi keluarga semakin, maka semakin banyak pula kebutuhan-kebutuhan yang mereka penuhi. Kemudian semakin kecil kemampuan ekonomi dalam keluarga maka semakin sedikit pula kebutuhan ekonomi yang dapat terpenuhi18.
Masalah ekonomi inilah yang seringkali menjadi pemicu permasalahan dalam keluarga. Perempuan menggugat cerai laki-laki juga dapat didasarkan dengan kondisi ekonomi yang tidak stabil atau penghasilan perempuan lebih banyak dari laki-laki, bisa juga laki-laki tidak bekerja dengan hanya menggantungkan hidupnya pada perempuan. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa perempuan mempunyai kuasa penuh dalam lingkup rumah tangganya. Namun, setelah bercerai perempuan juga menghadapi kendala perekonomian yang signifikan. Perempuan dituntut utuk bekerja dan memenuhi kebutuhan ekonominya secara mandiri, jika sebelumnya ia adalah pencari nafkah tambahan setelah bercerai ia akan menjadi pencari nafkah utama.
Dalam hal perekonomian sepak terjang perempuan memang berbeda dan terbatas dibanding dengan laki-laki. seringkali terdapat ketimpangan antara laki-laki dan perempuan sebagaimana telah digambarkan hal tersebut mempengaruhi pola kehidupan perempuan diluar rumah. Disini timbul anggapan bahwa rumah tangga termasuk dalam aliansi kuat untuk menghadapi persoalan ekonomi, tetapi dalam konteks
(37)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id berbeda keluarga dianggap sebagai penghambat kemandirian perempuan
dalam perekonomian19.
Kasus tersebut tentu menjadikan perempuan berada dalam belenggu kebimbangan, dilain soal perempuan mempunyai peranan sebagai ibu rumah tangga yang sepenuhnya dihadapkan pada tugas di dalam rumah. Namun, dalam kasus lain jika hanya berdiam diri di dalam rumah banyak perekonomian yang tidak tercover dengan baik jika tidak diimbangi dengan perempuan sebagai pencari nafkah tambahan. Pada perempuan modern juga banyak mengalami hal serupa, menjadi ibu rumah tangga atau meniti karier akan menjadi persoalan bagi mereka.
Dalam pola pengasuhan anak juga menjadi kendala tersendiri yang dialami perempuan pasca bercerai. Anak dalam didikan dua orang tua tentu akan berbeda dengan didikan hanya dengan satu orang tua saja. Hal ini bisa saja mempengaruhi perilaku anak, jika anak kekurangan perhatian dari orang tua akan menyebabkan berperilaku menyimpang. Pola pengasuhan anak tentu menjadi masalah yang berarti bagi semua orang tua. Dengan itu tentu menjadi tugas tersendiri bagi perempuan single
parent untuk dapat mendidik anak-anak agar terhindar dari penyimpangan
perilaku akibat dari perceraian dari kedua orang tuanya.
Sosialiasasi orang tua terhadap anak sangatlah penting. Anak adalah sebagai center dalam keluarga. Baik buruk sikap dan perilaku anak
19Ratna Saptari dan Brigitte Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, ( Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1997), hlm 25
(38)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id didasarkan pada pola pengasuhan orang tuanya. Untuk itu anak akan
menjadi fokus perhatian keluarga, anak-anak harus betul-betul diperhatikan oleh orang tua supaya menghasilkan generasi yang kelak mampu bersosialisasi di masyarakat dengan baik dan sesuai dengan nilai dan norma yang ada.20
“....Kurangnya perhatian orang tua tentu akan mempengaruhi pola interaksi anak terhadap lingkungan sekitar. Sulitnya orang tua meluangkan waktunya untuk anak-anaknya kerap ditemukan masalahnya, seperti anak sulit diajak berbicara, bandel, dan nilai sekolah anjlok. Hal tersebut karena kurangnya komunikasi dan interaksi antar orang tua dan anak”.21
Persepsi masyarakat juga menjadi masalah tersendiri bagi perempuan. Bagi sebagian orang perceraian kerap dipandang sebagai sebuah aib, baik dari segi status atau proses terputusnya ikatan pernikahan tersebut. Makna janda dalam masyarakat nampaknya juga menjadi masalah tersendiri, seringkali masyarakat memandang janda adalah sebuah status yang memiliki makna berbeda. Janda sering diidentikan dengan aib dari gambaran sebuah kegagalan pernikahan. Timbulnya stigma negatif dari masyarakat terkadang menjadikan janda mempunyai pergaulan yang terbatas di lingkungan sekitarnya. Problema yang terjadi pada kasus ini tentu akan menjadi penghambat bagi perempuan usai bercerai dalam bersosialisasi di masyarakat.
20Dr. Linda Darmajanti, “Majalah Wanita Kartini” Februuari tahun 2012, hlm 73
(39)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Penyesuaian seksualitas dapat juga dikatakan sebagai problematika
kehidupan perempuan pasca bercerai. Hal ini menjadi sesuatu yang sangat sensitif bagi perempuan. Perempuan pasca bercerai akan dihadapkan dengan tatanan kehidupan baru yang lepas dari ikatan biologis laki-laki. Banyak hal yang menjadi kendala tersendiri bagi perempuan terkait dengan penyesuain seksualitas. Seperti halnya pandangan laki-laki terhadap seorang janda. Hal ini juga dapat menajdi pemicu adanya perselingkuhan dari pihak laki-laki yang biasanya masih menjadi suami dari wanita lain.
Penyesuaian hubungan seksual dimaknai berbeda pada laki-laki dan perempuan. Laki-laki lebih cinderung mengeluhkan hubungan seks daripada wanita, hal tersebut karena laki-laki manganggap lebih penting untuk mengevaluasi hubungan perkawinan dibandingkan dengan kepuasan wanita akan keseluruhan hubungan perkawinan mereka22. Pada dasarnya laki-laki lebih bebas jika terlibat dalam tingkah laku yang mungkin dianggap kurang wajar atau tidak dianggap hal ini akan berbeda pada perempuan, laki-laki pada umumnya mempunyai pergaulan yang lebih luas dibanding dengan wanita.
(40)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
D. Perubahan Nilai dan Tatanan Kehidupan di Kalangan Perempuan Pasca Bercerai
Masyarakat, secara umum menempatkan perempuan dilingkungan keluarga dan rumah tangga. Peranan perempuan dalam lingkup keluarga antara lain sebagai pemelihara tradisi, norma, dan nilai serta penghubung untuk generasi kedepannya23. Dengan anggapan ini perempuan yang menjadi janda, setelah perceraian aka menghadapi tantangan tantangan kehidupan didalam masyarakat. Mereka dianggap sebagai perempuan yang tidak benar.
Sebenarnya keputusan perempuan untuk bercerai tidaklah dilakukan dengan mudah, perempuan mempunyai hati yang sensitif, Perceraian akan menimbulkan prahara jiwa bagi mereka. Namun, opsi untuk bercerai ini mereka ambil demi menyelesaikan konflik yang terjadi dalam lingkup rumah tangganya. Pasca bercerai akan dimulailah peran yang baru. Sebagai seorang janda atau single parent dia harus menghadapi berbagai problematika hidup dengan kekuatan dirinya. Mereka harus menyadari bahwa mereka yang memutuskan kemunculan peran baru terebut.
Jika perempuan yang bercerai mempunyai anak, maka peran baru dalam pengasuhan anak akan dimulai. Setelah bercerai tugas pengasuhan anak akan berubah dengan dilakukan sendiri, pola pengasuhan anak tentu
23T.O Ikhromi, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2004) hlm 167
(41)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id akan berbeda saat dilakukan oleh mantan suami. Tentunya semua yang ada
dalam lingkup rumah tangga akan berubah. Perubahan dalam lingkup keluarga bercerai akan ikut merubah struktur didalamnya. Sehingga perubahan peran dan status akan berdampak pada perekambangan anak, tentunya perempuan single parent harus mengupayakan kehidupan keluarga yang tetap berjalan sesuai dengan strukurnya walaupun ia telah bercerai.
E. Teori Tindakan Sosial dan Feminisme Radikal sebagai Pisau Analisa
I. Teori Tindakan Sosial Max Weber
Max Weber adalah salah satu ahli sosiologi dan sejarah bangsa Jerman, lahir di Erfurt, 21 April 1864 dan meninggal di Munchen, 14 Juni 1920. Teori tindakan sosial masuk dalam paradigma definisi sosial yang terfokus pada kekuatan individual, individu sebagai anggota masyarakat memformulasikan sendiri tentang peristiwa atau tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang lain. Kemudian individu sendirilah yang mendefinisikan situasi yang dihadapinya24.
Pemahamannya terhadap teori tindakan sosial bermula ketika Weber melihat sosiologi sebagai sebuah studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial. Weber membuat perbedaan antara memahami sebuah tingkah laku dan menjelaskannya secara kausal. Dia menunjukkan bahwa pemahaman sosiologis tantang
24Berry, David, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995) hlm 72
(42)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id tindakan yang dilakukan dengan melihat makna-makna yang
muncul dalam tindakan yang diungkapkan melalui simbol-simbol bersama25.
Weber membedakan tindakan dengan perilaku yang murni reaktif. Ia memusatkan perhatiannya pada tindakan yang jelas-jelas dilakukan dengan proses pemikiran antara terjadinya stimulus dan respon. Dalam teori tindakan sosialnya tujuan lain Weber adalah untuk memfokuskan perhatian pada individu bukan pada kolektivitas artinya Weber memfokuskan sebuah tindakan dilakukan oleh individu bukan kelompok. Tujuan ini sama dengan tindakan yang ditentukan oleh perilaku individu dalam lingkungan dan perilakunya terhadap manusia lain.
Weber menekankan tindakan pada makna dan pemahaman
untuk menunjukan betapa pentingnya hermeneutik dan
fenomenologi didalam teori tindakan sosial. Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber dapat berupa tindakan yang nyata-nyata diarahan kepada orang lain. juga dapat berupa tindakan yang bersifat “membatin” atau bersifat subjektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu26.
Didalam teorinya tentang tindakan, Weber berfokus pada individu, pola-pola dan regularitas-regularitas tindakan dan bukan
25Tom Cambell, Tujuh Teori Sosial, (Yogyakarta : Kanisius, 1994), hlm 205
26George Ritzer, Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda, ( Jakarta : CV Rajawali, 1985) hlm 44-45
(43)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id pada kolektivitas. Weber membedakannya kedalam empat tipe.
Semakin rasional tindakan itu akan semakin mudah dipahami. Ada beberapa tipe tindakan yang dijelaskan oleh Weber. Yang pertama adalah tindakan yang murni atau biasanya disebut dengan Zwerk
Rasional. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekedar menilai
cara yang terbaik untuk mencapai tujuannya tetapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Tujuan dalam zwerk rasional tidak absolut. Ia juga dapat menjadi cara dari tujuan berikutnya. Bila aktor berkelakuan dengan cara yang paling rasional maka dengan mudah memahami tindakannya itu.
Bentuk orientasi ini mencakup perhitungan yang tepat dan pengambilan sarana-saran yang paling efektif untuk tujuan-tujuan yang dipilih dan mempertimbangkan dengan jelas antara sarana-sarana yang paling efektif untuk tujuan-tujuan yang dipilih dan mempertimbangkan dengan jelas atau sasaran, seorang pelaku dan terang keadaan-keadaan khusus tindakannya dan efek samping yang timbul akibat tindakan yang dilakukannya. Menurut Weber kerangka berfikir ini bersifat logis, ilmiah,dan ekonomis.27
Analisis Weber tentang tindakan rasional ini tidak menyiratkan bahwa manusia selalu bertindak rasional. Sejauh tingkah laku aktual mendekati tipe ideal rasional, tingkah laku tersebut langsung dapat dimengerti. Namun pada kenyataannya
(44)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id tingkah laku aktual sangat sering menyimpang dari model rasional
tersebut.28
Tindakan selanjutnya adalah sebuah tindakan dimana aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan cara yang tepat atau lebih tepat untuk mencapai tujuan lain ini merujuk kepada tujuannya itu sendiri, tindakan ini disebut dengan (Werktrational action). Dalam tindakan ini memang antara tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan.29
Menurut tindakan ini seorang pelaku terlibat dalam nilai penting yang mutlak atau nilai kegiatan yang bersangkutan. Mereka lebih gencar megejar nilai daripada memperhitungkan sarana-sarana dengan cara yang evaluatif. Manusia yang mengatkan kebenaran apa adanya jelas bertindak secara rasionalitas nilai karena tujuan secara logis dalam segala bentuk dapat mengendalikan tujuan tersebut yang dinilai oleh pelaku.30
Kemudian Weber juga menjelaskan tentang Affectual
Action yaitu tidakan yang dibuat-buat, yang dipenuhi dengan emosi
dan kepura-puraan aktor. Menurut Weber tindakan ini sulit
28Tom Cambell, Tujuh Teori Sosial, (Yogyakarta : Kanisius, 1994), hlm 208
29George Ritzer, Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda, (Jakarta : CV Rajawali, 1985) hlm 47
(45)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dipahami dan tidak rasional. Tindakan efektif ini dinilai sebagai
tingkah laku yang berada langsung dibawah dominasi perasaan. Disini tidak ada rumusan sadar atas nilai atau kalkulasi rasional dengan sarana-saran yang cocok. Tindakan ini merupakan tindakan yang emosional karena bukan tindakan yang rasional.31
Terkhir tentang empat tipe tindakan menurut Weber adalah tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan pekerjaan di masa lalu saja, tindakan ini disebut dengan Tradisional Action32. Jenis tingkah laku ini tak bisa dianggap cukup sebagai tingkah laku yang sebenarnya, dan karena tindakan ini adalah tindakan sejati. Dengan itu Weber memperhitungkan tindakan ini sebagai interasionalitas sebagai sesuatu yang implisit dan relatif berada di bawah kesadaran.33
Meskipun Weber membedakan empat bentuk tindakan yang khas dan ideal, ia sadar betul bahwa setiap tindakan tertentu biasanya memuat kombinasi keempat tipe-tipe ideal tindakan. Selain itu Weber mengatakan bahwa sosiolog mempunyai peluang yang jauh lebih baik untuk memahami tindakan dari varietas yang
31Tom Cambell, Tujuh Teori Sosial, (Yogyakarta : Kanisius, 1994), hlm 209
32 George Ritzer, Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda, (Jakarta : CV Rajawali, 1985) hlm 48
(46)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id lebih rasional daripada untuk memahami tindakan yang didominasi
oleh perasaan atau tradisi34.
Dengan mempergunakan tipe-tipe tindakannya, Weber bisa menyusun sebuah gambaran terpadu mengenai manusia indvidual menurut kombinasi jenis tindakan yang mencirikan tingkah laku mereka. Individu-individu akan menjadi berbeda sesuai dengan kegiatan yang mereka lakukan. Weber juga memasukkan pandangannya tentang kodrat manusia yang cinderung untuk membuat pilihan dan nilai atas dasar struktur otoritas masyarakat dimana tempat individu tersebut tinggal.35
Teori tindakan sosial diatas dapat digunakan untuk membantu peneliti dalam menganalisa kasus dalam topik yang diangkat peneliti mengenai strategi perempuan dalam menghadapi berbagai problemtika kehidupan pasca perceraian. Dalam teori tindakan sosial yang berfokus pada tindakan individu yang benar-benar nyata yang diarahkan kepada individu lain dan bukan pada benda mati. Hal ini dapat dikaitkan dengan usaha dan strategi perempuan dalam menghadapi permasalahan setelah ia bercerai. Perempuan dalam kasus ini melakukan berbagai usaha sebagai bentuk tindakannya dalam menghadapi probelmatikanya pasca perceraian. Strategi yang dilakukan perempuan disini berdasarkan
34George Ritzer, Teori Sosiologi, (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2012) hlm 216
(47)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dengan problematika yang ia hadapi, semakin besar masalah yang
melanda dirinya semakin besar pula usahanya untuk
menyelesaikan.
Disini strategi perempuan termasuk kedalam sebuah usaha untuk mencapai target, yaitu menghadapi problematika kehidupan pasca perceraian dan menyelesaikannya. Problematika yang dimaksud adalah dalam hal perekonomian, peran ganda, hak asuh anak, dan penyesuaian seksualitas. Dapat dilihat bagaimana usaha perempuan dalam menghadapi berbagai permasalahannya pasca perceraian. Karena tindakan ini mengarah pada usaha individu beserta usahanya maka perempuan maka ada keterkaitan dengan analisa Weber mengenai tindakan sosial.
Dalam tindakan yang dilakukan oleh perempuan pasca bercerai masuk dalam kategori Zwerk Rasional. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekedar menilai cara yang terbaik untuk mencapai tujuannya tetapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Dapat dilihat ketika perempuan melakukan usaha-usaha untuk melakukan strategi ketika mereka keluar dari lingkup rumah tangganya. Tindakan yang dilakukan perempuan pasca bercerai masih seputar tentang usahanya untuk membuat kehidupanya kembali bermakana meskipun tanpa adanya suami yang sebelumnya menjadi partner hidupnya.
(48)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Mempunyai kehidupan yang sejahtera memang dambaan
bagi setiap orang, oleh karenanya banyak strategi yang dilakukan oleh perempuan pasca bercerai untuk tetap bisa menjalani problema kehidupan. Perempuan single parent akan melakukan usaha-usaha yang membuatnya menjadi perempuan yang mandiri dengan kehidupannya yang baru. Kaitan teori tindakan sosial diatas dengan fokus penelitian adalah pemaknaan perempuan terhadap usahanya melakukan startegi dalam mengahadapi problematika kehidupan pasca perceraian.
II. Teori Feminisme Radikal
Feminisme radikal adalah sebuah gerakan dimana pemikiran kaum perempuan mengacu pada ketidaksetaraan dalam ranah rumah tangga. Dalam gerakan feminisme radikal penindasan didominasi oleh seksualitas perempuan dalam lingkup privat. Dalam keluarga misalnya, tugas utama perempuan hanya sebatas melayani kebutuhan suami, baik secara sosial maupun biologis.
“....Fenimisme radikal terkenal dengan analisis kesetaraan gendernya yang menekankan laki-laki sebagai sebuah kelompok yang mendominasi perempuan sebagai kelompok utama yang memperoleh keuntungan dari penindasan atas perempuan. Sistem dominasi ini dinamai dengan patriarki, tidak diturunkan dari sistem ketidaksertaan sosial lainnya dimana peran perempuan dalam lingkup sosial lebih terbatas dibanding dengan laki-laki.36
(49)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Aliran feminis radikal berpendapat bahwa struktur
masyarakat dilandaskan pada hubungan hirarkis berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki sebagai suatu kategori yang mendominasi kaum perempuan sebagai kategori sosial, oleh karenanya kaum laki-laki diuntungkan dengan adanya subordinasi perempuan. Dalam hal ini jenis kelamin mementukan faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan posisi sosial, pengalaman hidup, kondisi fisik dan psikologis serta kepentingan dan nilai-nilainya37.
Feminis radikal berbicara tentang pemaknaan perempuan terhadap ketidakadilan dan kesengsaraan yang dianggap wanita sebagai masalah personal. Feminis radikal juga memprotes eksploitasi wanita dan pelaksanaan peran sebagai istri, ibu, dan pasangan seks laki-laki, serta menganggap perkawinan sebagai bentuk formalisasi pendiskriminasian terhadap mereka.
Kaum feminis radikal menyoroti konsep utama yaitu patriarki dan seksualitas. Patriarki sebenarnya tidak hanya pada area kekerabatan saja, tetapi juga dalam semua lingkup kehidupan manusia seperti ekonomi, politik, keagamaan dan seksualitas. Feminisme radikal mengacu pada aspek sistematik dari subordinasi perempuan sebagai akibat adanya unsur patriarki. Pada ideologi patriarki mendefinisikan perempuan sebagai kategori sosial yang fungsi khususnya untuk memuaskan dorongan seksual kaum
37Ratna Saptari dan Brigitte Holzner, Perempuan Kerja Dan Perubahan Sosial, (Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti, 1997), hlm48
(50)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id laki untuk melahirkan dan mengasuh anak-anak mereka
sebagaimana dikatakan, patriarki tidak hanya memaksa perempuan menjadi ibu, tetapi penentuan pula kondisi keibuan mereka38.
“....Feminisme radikal mempunyai anggapan bahwa keluarga adalah suatu institusi yang menindas, tempat perempuan menyumbang pada penindasan terhadap mereka sendiri sebagai suatu kelompok melalui sosialisasi sebagai objek seks dan persamaan simbolis mereka sebagai sosok “ibu”39
.
Pemisahan wanita dari rumah yang penuh kekerasan adalah hal yang mungkin, sebab wanita dalam aliran feminisme radikal tidak dapat terbelenggu oleh keadaan patriarkatnya di dalam rumah. Mengingat bahwa sistem patriarki lah yang memegang kendali kuat, maka laki-laki lah yang berhak membuat definisi tentang perilaku yang pantas diterima ataupun tidak pantas diterima. Hal tersebut menjadikan posisi perempuan memang selalu di bawah naungan dan peran laki-laki.
Feminisme radikal memang telah banyak menjadi praktik bagi perempuan-perempun modern. Bagi sebagian orang mempunyai anggapan bahwa sebuah pernikahan memang bukan satu-satunya sumber kebahagiaan. Seperti dalam kasus yang dialami oleh Ruspiah janda yang 12 kali menikah, dia menganggap bahwa kebahagiannya justru datang saat ia hidup sendiri. Pernikahan terlamanya hanya bertahan sekitar 5 tahun, Ruspiah
38Ratna Saptari dan Brigitte Holzner, Perempuan Kerja Dan Perubahan Sosial, (Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti, 1997), hlm 49
39Jane C Ollenburger dan Hellen A. Moore, Sosiologi Wanita, ( yogykarta : rineka cipta, 2002), hlm 39
(51)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id memang mempunyai prinsip bahwa ia tidak mau tersakiti. Untuk
itu sekalinya ada hal yang dilakukan oleh suami sekiranya bersifat menyakiti ia langsung menggugat cerai.40
Dalam pembahasan Sarah Gamble yang menyatakan bahwa pernikahan sebagai ajang diskriminasi laki-laki diperkuat dengan kutipannya dalam buku karya William Blackstone “Commentary on the Laws of England” tahun 1976 yang ditulis di dalam bukunya Feminisme dan Postfeminisme. Buku ini menyatakan bahwa dengan pernikahan, maka eksistensi yang paling mendasar dan sah dari seorang perempuan menjadi tertangguhkan, atau paling tidak eksistensi ini disatukan dan diseleraskan dengan eksistensi suaminya, yang dibawah perlindungan, penjagaannya dan nangannya, perempuan itu melakukan sesuatu.41
Relasi produksi patriarki pertama adalah keluarga. Melalui strukur inilah pekerjaan rumah tangga perempuan diambil alih oleh suami mereka atau orang-orang yang tinggal bersama mereka, karena pada dasarnya peran laki-laki dalam sebuah keluarga sanga
mendominasi. Seorang perempuan boleh jadi menerima
pemeliharaan sebagai ganti dari pekerjaan mereka, khususnya saat dia tidak memiliki pekerjaan dengan upah. Ibu rumah tangga
40Majalah wanita Kartini No.2316 tahun 2012, hlm 56
(52)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id adalah kelas yang memproduksi, sementara para suami adalah
kelas pengambil alih.42
Menurut Marilyn French pada kajiannya mengenai feminisme radikal-kultural. Dalam buku French yang berjudul
“beyond power”, French mengklaim bahwa opresi laki-laki terhadap perempuan secara logika mengarahkan kepada sistem lain bentuk dominasi manusia. Jika mungkin memberikan pembenaran atas dominasi laki-laki terhadap perempuan, maka mungkin pula memberikan atas segala dan setiap bentuk dominasi43.
Ia menyimpulkan bahwa dengan hasrat laki-laki untuk menguasai kombinasi “perempuan atau laki-laki” maka lahirlah patriarki, suatu sistem hirarki yang menghargai apa yang disebut dengan power over. Pada awalnya, patriarki yang dikembangkan untuk memastikan kelangsungan hidup komunitas manusia, power over secara cepat menjadi, dibawah patriarki, suatu nilai yang tumbuh hanya untuk pengalaman menjadi orang yang berkuasa, pemegang hukum, bos, nomor satu didalam urutan status hirarki. French berspekulasi bahwa tanpa dapat dilembutkan oleh kerja sama, persaingan patriarkal, pada akhirnya akan mengarah kepada konflik manusia yang tak terkendalikan44. Feminisme radikal-kultural lebih menekankan pada perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda serta
42Silvia Walby, Teorisasi Patriarki, (Yogyakarta : Jalasutra, 1990) hlm 29
43Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought, (Yogyakarta : Jalasutra, 1998) hlm 80 44ibid, 81
(53)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id peran yang berbeda pula, dengan perbedaan tersebut kemudian
munculah kelengkapan antara laki-laki dan perempuan.
Jika menganalisa teori feminisme radikal dengan topik penelitian yang berfokus pada strategi perempuan dalam mengatasi problematika kehidupan pasca bercerai, memang lebih mengarah pada usaha perempuan dalam menjalankan perannya sebagai single
parent yang merupakan konsekuensi dengan keputusan yang
diambil. Dalam kasus perceraian ini banyak dilakukan oleh perempuan sebagai penggugat. Hal ini menjadi anggapan bahwa perempuan mempunyai kekuasaan yang mereka anggap dapat melebihi posisi laki-laki. Mereka terkesan tidak lagi membutuhkan sosok laki-laki. Dengan mereka mengambil keputusan yang dirasa sebuah solusi, adalah sebuah bukti bahwa perempuan mempunyai alasan yang dirasa masuk akal dengan keputusannya. Misalnya ketika laki-laki meminta poligami atau terjadi perselingkuhan ini menjadikan perempuan memilih menjadi seorang “janda” daripada bertahan dengan laki-laki yang tidak setia.
Setelah perempuan melepaskan kontak biologisnya dengan laki-laki maka ia akan berhadapan dengan pekerjaan yang harus ia lakukan sendiri pula. Dalam kasus ini jika perempuan sebagi subjek penentu keputusan agaknya ia tidak akan kebingungan dengan strategi apa yang akan mereka lakukan. Perempuan merasa dirinya sedang menjalankan peran baru yang baru saja ia ciptakan
(54)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id sendiri, artinya ia mungkin saja merasa lebih baik dengan peran
baru ini daripada ketika ia masih menjadi istri dari laki-laki.
Tekanan yang ia dapatkan selama masih dalam lingkup keluarga juga dapat menjadikan ia keluar dari ranahnya. Terlepas dari itu perempuan yang memilih untuk mengakhiri hubungan rumah tangganya adalah tipe perempuan yang dapat meruntuhkan sisi maskulinitas laki-laki. Ia merasa bahwa semua kehendak yang ia inginkan dapat terwujud dengan semua keputusan yang ia ambil. Keterkaitan teori feminisme radikal dengan topik penelitian ini adalah kuasa perempuan dalam menentukan keputusan yaitu menggugat cerai. Tekanan yang mereka hadapi selama pernikahan merupakan alasan mereka untuk memilih menjadi single parent. Kenyataanya perempuan yang melepaskan dirinya dari laki-laki justru mendapatkan kebahagiaan. Mereka mempunyai anggapan bahwa pernikahan yang mereka jalani bukan merupakan sumber
kebahagiaan mereka. Hal ini berkesinambungan dengan
pembahasan feminsme radikal yang mengatakan bahwa keluarga merupakan sebuah institusi yang menindas bagi perempuan
(55)
46
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif. Artinya data dikumpulkan melalui penggalian data yang berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dan studi literer. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah untuk menggambarkan realita empirik dibalik fenomena secara mendalam serta rinci. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan menggabungkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakan metode diskriptif.45
Penelitian kualitatif berikut ini menjadi metode penelitian yang dipilih oleh peneliti karena dinggap sesuai dengan topik penelitian yang lebih mengarah pada kondisi lapangan. Berbeda dengan penelitian kuantitaif yang menggunakan angket untuk menggali data, penelitia ini dilakukan dengan wawancara. Tujuannya adalah untuk dapat menggali data secara maksimal, dan dapat memiliki data secara valid.
Penelitian kualitatif lebih menekankan pada kondisi lapangan. Peneliti diharuskan untuk fleksibel dan mengamati penuh dengan semua objek yang diteliti. Peneliti berhubungan langsung dengan masyarakat yang banyak memahami sosio-kulturalnya, yang mana peneliti tidak dalam rangka mencari hipotesa, melainkan dalam rangka mencari jawaban.
45
(56)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Peneliti menggunakan penelitian kualitatif karena topik penelitian tersebut
bersifat sensitif, peneliti memilih untuk berbicara face to face agar tidak terjadi kesalahpahaman dari berbagai pihak. Kondisi lapangan yang menjadi subjek penelitian berdasarkan masalah yang ada.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif, yakni suatu jenis penelitian dimana data yang diperoleh disajikan dalam bentuk kata-kata atau gambar, bukan dalam perhitungan angka dengan rumus. Penggunaan jenis penelitian kualitatif karena ada pertimbangan :
Pertama, jenis penelitian deskriptif merupakan bagian dari karakteristik pendekatan kualitatif. Dalam penelitian kualitatif dibutuhkan deskriptif dengan kata-kata atau gambar, dan bukan mengunakan rumus untuk menarik kesimpulan.
Kedua, relevansi penelitian deskriptif dengan obyek penelitian, yakni karakteristik latar belakang pada perempuan yang memutuskan untuk bercerai. Jenis penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan fakta-fakta yang akurat sesuai dengan fenomena sosial yang ada.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Petemon Surabaya, penelitian meliputi masyarakat terutama perempuan pasca perceraian yang ada di kelurahan Petemon Surabaya. Peneliti mencari informan tambahan sebagai data pendukung untuk dapat mengetahi kondisi sosial masyarakat tentang maraknya perceraian di wilayah tersebut. Penelitian dilakukan mulai
(1)
102
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Dalam kaitannya dengan feminisme radikal, perempuan bercerai dalam lingkup keluarga juga beranggapan bahwa laki-laki tidak sepenuhya mereka butuhkan. Hal ini tentu berdasarkan tekanan yang mereka dapatkan selama pernikahan. Banyak diantara mereka yang menganggap bahwa pernikahan dan keluarga bukan menjadi prioritas bagi mereka. Fakta tersebut tentunya berdasarkan konflik yang mereka alami selama pernikahan.
Perempuan memilih untuk tetap hidup sendiri setelah bercerai jua menjadi bukti bahwa tanpa laki-laki sebagai suami mereka dapat melakukan pekerjaan dan aktivitas sehari-harinya. Dalam hal ini tentu perempuan beranggapan bahwa gender dan pembagian peran dalam lingkup keluarga tidak ada batasannya. Anggapan ini tentu diperkuat dengan usaha mereka yang terus berhasil membina kelurga walaupun sebagai single parent.
(2)
103
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari keseluruhan data yang telah peneliti paparkan diatas maka kesimpulan dari penelitian ini adalah percerain dalam penelitian ini didominasi oleh gugatan dari pihak perempuan, meeka mempunyai anggapan bahwa rumah tangga mereka tidak sesuai dengan keinginan mereka. Perceraian di Kelurahan Petemon banyak didominasi oleh wanita karier, namun latar belakang mereka bercerai juga didasarkan pada hubungan kekeluargaan yang kurang baik, jadi bukan hanya semata-mata keinginan perempuan untuk bebas.
Perceraian yang didominasi oleh perempuan juga didasarkan pada perubahan pola pikir pada perempuan modern. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh perempuan yang secara umum kerap dilakukan oleh laki-laki. Karena sebahagian dari mereka banyak didominasi oleh perempuan pekerja jadi tidak ada hambatan bagi mereka untuk tetap menjalani kehidupannya sebagai single parent. Perempuan bercerai pada Kelurahan Petemon ini juga menganggap bahwa perceraian mereka bukan menjadi halangan untuk berkembang, justru sebagian dari mereka menganggap bahwa perceraian menjadikan mereka menjadi pribdi yang mandiri.
Dengan demikian perempuan yang menggugat cerai tampaknya tidak merasa kesulitan untuk menjalani kehidupannya pasca bercerai.
(3)
104
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Strategi yang mereka lakukan tentu tidak sulit, karena sebelum bercerai mereka telah mempertimbangkan keputusan yang akan diambil. Oleh sebab itu banyak dari perempuan di Kelurahan Petemon merasa status janda bukan menjadi problema besar.
Setelah bercerai tentunya perempuan mempunyai problema yang dihadapi, problema tersebut adalah perekonomian, peran ganda, hak asuh anak, penyesuaian seksualitas dan persepsi masyarakat. Namun dengan hal itu tentu bukan menjadi hambatan bagi perempuan untuk menuntaskan perkara mereka setelah menggugat cerai suaminya, karena pada dasarnya dalam kasus ini perempuan merupakan subjek penentu keputusan.
Strategi yang mereka lakukan untuk mengatasi problema yang melanda mereka adalah dengan berupaya sebaik mungkin dalam menuntaskan perkara, dalam hal ekonomi perempuan akan bekerja sebaik mungkin agar kebutuhan sehari-harinya tercukupi dengan baik, begitupun dengan pola pengasuhan anak mereka akan memberikan perhatiannya dengan baik demi menghindari perilaku menyimpang anak. Alam hal seksualitas perempuan akan memperbanyak aktivitas kesehariannya agar tidak terpaku dengan hal tersebut. mengenai persepsi negatif masyarakat tentang janda mereka tentunya akan melakukan hal-hal yang dirasa baik dalam masyarakat, berperilaku sopan dan berpegang teguh dengan norma yang ada dalam masyarakat. Hal tersebut tentunya akan menghindarkan perspsi negatif masyarakat tentang janda.
(4)
105
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
B. Saran
Dari hasil penelitian mengenai Strategi Perempuan dalam Mneghadapi Berbagai Problematika Kehidupan Pasca Perceraian, maka saran yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Bagi pasangan menikah hendaknya memahami pembagian peran dalam lingkup rumah tangga, adanya pengertian tentang aktivitas satu sama lain. Tentunya agar terhindar dari konflik keluarga yang berujung pada perceraian.
2. Bagi perempuan single parent hendaknya tetap menjaga perilaku dan norma dalam masyarakat sehingga dapat membuang stigma negatif dari masyarakat tentang makna janda.
3. Bagi masyarakat hendaknya tidak mamarginalkan perempuan single parent karena paada dasrnya janda bukan merupakan aib, tetapi keputusan mereka untuk menjadi janda sudah dalam pertimbangan sebelumnya. 4. Bagi peneliti semoga penelitian ini dapat mendorong
munculnya penelitian-penelitian lain. Sehingga muncul penelitian yang berkaitan dengan gender secara lebih bervariasi lagi.
(5)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Abdul. “Pemaknaan Perempuan Pasca Perceraian”. skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi. (2012). Digilibuinsby.ac.id
Berry, David. 1995. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Brigitter, Ratna. 1997. Perempuan Kerja Dan Perubahan Sosial, Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti.
Carrisa Tim. 2013. Solusi Problema Keluarga. Yogyakarta : Charissa Publisher
Cambell Tom. 1994. Tujuh Teori Sosial. Yogyakarta : Kanisius Data Perkara Perkawinan Pengadilan Agama Kota Surabaya
Dadang Supardan. 2008. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksara Darmajanti Linda. Majalah Wanita Kartini No. 2316 (201) : 73
David, Berry. 1995.Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta : PT Raja Grafindo
Debdikbud. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Bulan Bintang
Deddy Mulyana. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosdakarya
Goode. J William. 1995. Sosiologi Keluarga. Jakarta : Sinar Grafika Offset
Gamble, Sarah. 2004. Feminism & Potsfeminisme. Yogyakarta : Jalasutra Hellen, Ollenbuger. 2002. Sosiologi Wanita. Jakarta : Rineka Cipta Islamica Justitia. Jurnal Kajian Hukum dan Sosial. (2015) : 288
Ihromi T.O. 2004. Bunga Rampai Sosilogi Keluarga. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Moelong, J. Lexi. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosadakarya.
Mubin Saiful Mz. “Interaksi Sosial Wanita Single Parent”. Skripsi Fakultas Psikologi dan Kesehatan. (2015). Digilib.uinsby.ac.id Ritzer George. 1985. Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda, Jakarta : CV
(6)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Ritzer, George. 2012 . Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Pers
Ritzer George. 2012. Teori Sosiologi. Yogyakarta : Pustaka Belajar Safala Udin. Jurnal Kajian Hukum dan Sosial. (2015) : 89-90
Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dab R&D, Bandung : Alfabeta
Tong, P.Rosemarie. 1998. Feminist Thought. Yogyakarta : Jalasutra Walby, Silvia. 1990. Teorisasi Patriarki. Yogyakarta : Jalasutra
Wintarti. “Problematika Perceraian dan Dampaknya terhadap Tingkah Laku Anak”. Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Walisongo Semarang. (2014). Eprints.walisongo.ac.id