PERSEPSI SISWA TERHADAP METODE RESITASI PADA PEMBELAJARAN IPS DI SMP NEGERI 3 SENTOLO.

(1)

vii

Rizal Bayu Rasyidi Lubis NIM. 09416244030

ABSTRAK

Persepsi siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal (sikap, minat, motivasi intrinsik, perhatian, pengalaman) dan faktor eksternal (obyek persepsi, motivasi ekstrinsik, lingkungan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS di SMP Negeri 3 Sentolo.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah persepsi siswa terhadap metode resitasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Negeri 3 Sentolo yang berjumlah 381 orang, dengan sampel sebanyak 191 siswa. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik proportionate stratified random sampling (teknik sampling acak berstrata). Analisis data dengan deskriptif yaitu dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya. Pendekatan penelitian kuantitatif dikarenakan data penelitian berupa angka-angka. Teknik pengumpulan data menggunakan angket dan uji validitas menggunakan korelasi product moment dan uji reliabilitas menggunakan rumus cronbach alpha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) persepsi siswa terhadap metode resitasi yang ditinjau dari faktor internal: sikap siswa terhadap metode resitasi masuk dalam kategori cukup baik dengan frekuensi 86 (45%), minat siswa terhadap metode resitasi masuk dalam kategori baik dengan frekuensi 106 (55,4%), motivasi intrinsik siswa terhadap metode resitasi masuk dalam kategori baik dengan frekuensi 99 (51,8%), perhatian siswa terhadap metode resitasi masuk dalam kategori baik dengan frekuensi 104 (54,5%), dan pengalaman siswa terhadap metode resitasi masuk dalam kategori baik dengan frekuensi 109 (57,1%). (2) Persepsi siswa terhadap metode resitasi yang ditinjau dari faktor eksternal: persepsi siswa terhadap obyek persepsi masuk dalam kategori baik dengan frekuensi 152 (79,6%), motivasi ekstrinsik siswa terhadap metode resitasi masuk dalam kategori baik dengan frekuensi 82 (42,9%), dan lingkungan sekitar siswa masuk dalam kategori cukup baik dengan frekuensi 123 (64,4%).


(2)

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan manusia akan dapat menyesuaikan perkembangan zaman yang serba maju dan modern serta menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Selain itu, melalui pendidikan manusia akan mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya secara optimal.

Pendidikan pada dasarnya adalah proses komunikasi yang didalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai – nilai dan keterampilan – keterampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat (life long procces), dari generasi ke generasi (Dwi Siswoyo, 2008: 25). Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agara peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diterima dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan-kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang


(4)

mempengaruhi perkembangan fisik, daya, jiwa, sosial, serta moralitas individu tersebut. Atau dengan perkataan lain, pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi kemampuan, kepribadian dan kehidupan individu dalam pertemuan dan pergaulannya dengan sesama, serta hubungannya dengan Tuhan.

Kualitas lulusan sangat erat kaitannya dengan pembelajaran. Oleh karena itu, dalam meningkatkan kualitas lulusan harus diikuti dengan peningkatan mutu pembelajaran. Peningkatan mutu tersebut dapat dilihat pada kualitas pembelajaran serta pencapaian hasil belajar siswa. Masih rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh masih dominannya skill menghafal daripada skill memproses sendiri pemahaman suatu materi. Metode yang konvensional seperti menjelaskan materi secara ceramah dan hafalan dengan komunikasi satu arah masih didominasi oleh guru sebagai pengajar, sedangkan siswa biasanya hanya memfokuskan penglihatan dan pendengaran. Kondisi pembelajaran seperti inilah yang mengakibatkan siswa kurang termotivasi dan cenderung jenuh, serta pembelajaran yang dilakukan kurang efektif. Guru dituntut untuk pandai menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa sehingga siswa kembali termotivasi mengikuti pembelajaran. Dalam hal ini, metode pembelajaran memiliki peranan yang penting dalam pencapaian pemahaman siswa. Pemilihan metode pembelajaran yang cocok serta sesuai dengan materi dan karakteristik siswa, tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman siswa, dan pada akhirnya berpengaruh pula terhadap pencapaian hasil belajar siswa. Terdapat banyak metode pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru agar pembelajaran dapat


(5)

berjalan baik. Salah satu metode yang sering digunakan oleh guru dalam pembelajaran adalah metode resitasi atau penugasan.

Metode resitasi atau penugasan merupakan salah satu metode dalam pembelajaran. Metode resitasi sebagai sebuah metode dipahami sebagai suatu cara pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan tugas kepada para siswa. Tugas yang diberikan oleh guru terhadap para siswa merupakan langkah yang tak dapat dipisahkan dari keseluruhan upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penugasan terhadap para siswa dipandang penting, mengingat banyaknya materi pelajaran yang harus disampaikan guru, sementara alokasi waktu pembelajaran cukup terbatas.

Metode resitasi dinilai cocok dengan mata pelajaran IPS sebagai salah satu mata pelajaran yang memiliki banyak materi dan cenderung hafalan serta terkadang sering dianggap sulit untuk dipahami siswa. Apabila pembelajaran hanya didominasi ceramah tentunya akan membuat siswa jenuh dalam pembelajaran, sehingga dapat berakibat terhadap kurangnya pemahaman siswa atas materi pelajaran. Untuk itu guru diminta kreatif agar kegiatan pembelajaran efektif. Aspek efektivitas pembelajaran berkaitan dengan tugas pembelajaraan yang dikelola oleh guru dan efektivitas belajar yang dapat dicapai oleh para siswa. Tugas dapat diberikan guru dalam berbagai bentuk, baik tugas mandiri atau tugas kelompok, maupun tugas pekerjaan rumah yang dapat dikerjakan siswa di rumah, di sekolah, dan di mana saja. Guru dalam memberikan tugas harus memperhatikan setiap tugas yang diberikan pada siswanya, agar tugas tersebut dapat meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan materi yang disampaikan.


(6)

Dengan penugasan, siswa akan mempertanggujawabkan apa yang telah ia kerjakan, sehingga dengan penugasan tersebut dapat mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran.

Metode resitasi atau penugasan dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan memahami materi pelajaran. Penugasan kepada siswa diharapkan dapat menjadikan siswa lebih mandiri dan termotivasi dalam belajar, serta dapat meningkatkan kompetensi yang dimiliki oleh siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar yang hendak dicapai. Namun, tugas yang diberikan oleh guru terkesan belum efektif dan efisien karena sebagian siswa belum mampu mengoptimalkan usahanya dalam menyelesaikan tugas tersebut. Hal ini terlihat dari berbagai persepsi dan respon siswa yang terkesan terpaksa dalam menerima tugas yang diberikan oleh guru. Masih rendahnya motivasi belajar siswa dalam pembelajaran, serta sikap siswa yang cenderung kurang mandiri dalam menyelesaikan tugas dan hanya menyalin atau menyontek jawaban milik teman, menimbulkan keraguan dalam pencapaian hasil belajar mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya. Hal ini lebih terlihat jelas ketika siswa mendapatkan tugas kelompok, hanya beberapa siswa yang aktif mengerjakan tugas yang diberikan guru, sementara siswa yang lain hanya menyalin atau menyontek tugas milik teman mereka.

Persepsi siswa terhadap metode resitasi dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari diri sendiri (faktor internal) dan faktor dari luar diri (faktor eksternal). Di satu sisi persepsi sebagian siswa tentang penugasan masih beragam, seringkali siswa menyepelekan tugas yang diberikan guru. Padahal tugas yang diberikan guru


(7)

mempengaruhi nilai akhir semester mereka. Hal ini menyebabkan hasil belajar IPS yang diperoleh belum maksimal. Terkadang siswa belum sepenuhnya menyadari bahwa tugas yang diberikan guru kepada siswa juga menentukan nilai akhir semester.

Metode resitasi atau penugasan banyak memberikan manfaat bagi para siswa, karena pada dasarnya penugasan menuntut motivasi, kreativitas dan aktivitas siswa. Metode resitasi terhadap para siswa memungkinkan pula siswa lebih bersungguh-sungguh dalam mempelajari semua materi pelajaran yang diterima di sekolah. Berbagai manfaat yang dapat dirasakan oleh para siswa melalui tugas-tugas itu, seringkali tidak disadari oleh para siswa.

SMP Negeri 3 Sentolo merupakan salah satu SMP yang berada di Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di SMP Negeri 3 Sentolo, pembelajaran IPS masih didominasi dengan ceramah disamping tugas yang diberikan guru kepada siswa. Selain tugas pekerjaan rumah, guru juga memberi penugasan kepada siswa yang berbentuk seperti: membuat rangkuman (report), menyusun laporan atau makalah, menjawab pertanyaan atau menyelesaikan soal-soal tertentu, melakukan observasi, diskusi, dan menyelesaikan proyek / mendemonstrasikan sesuatu. Tugas – tugas tersebut semestinya mampu menambah pemahaman siswa terkait materi pelajaran IPS, namun masih banyak siswa yang memiliki hasil belajar IPS rendah.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti persepsi siswa terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS di SMP Negeri 3 Sentolo. Melalui


(8)

penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran terkait persepsi siswa terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS di SMP Negeri 3 Sentolo. Selain itu, hasil penelitian juga nantinya dapat menjadi masukan kepada guru dalam hal pemilihan tugas yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Masih didominasinya pembelajaran IPS di SMP Negeri 3 Sentolo dengan metode ceramah yang monoton membuat siswa cenderung jenuh dalam pembelajaran.

2. Masih rendahnya motivasi belajar siswa SMP Negeri 3 Sentolo dalam pembelajaran.

3. Masih beragamnya persepsi siswa SMP Negeri 3 Sentolo tentang metode resitasi atau penugasan.

4. Masih belum optimalnya usaha siswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, siswa cenderung menyalin atau menyontek tugas milik teman mereka.

5. Masih terdapat hasil belajar IPS siswa SMP Negeri 3 Sentolo yang rendah. C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, serta mengingat keterbatasan yang dimiliki peneliti, maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Penelitian ini hanya mengkaji tentang munculnya pertanyaan terkait masih


(9)

beragamnya persepsi siswa SMP Negeri 3 Sentolo tentang metode resitasi atau penugasan pada pembelajaran IPS.

D. Perumusan Masalah

Dari berbagai hal yang sebagaimana dikemukakan pada latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah, berbagai hal tersebut sangat mungkin terjadi di SMP Negeri 3 Sentolo. Oleh karena itu, masalah yang ingin diketahui melalui penelitian ini adalah bagaimana persepsi siswa SMP Negeri 3 Sentolo terhadap metode resitasi atau penugasan pada pembelajaran IPS ?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa SMP Negeri 3 Sentolo terhadap metode resitasi atau penugasan pada pembelajaran IPS.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan. Selain itu juga sebagai bahan acuan dan referensi untuk penelitian yang selanjutanya.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Melalui penelitian ini, peneliti berharap dapat menambah pengalaman dan wawasan terkait persepsi siswa terhadap metode resitasi. Dengan


(10)

demikian dapat meningkatkan kemampuan peneliti ketika terjun dalam dunia pendidikan.

b. Bagi Guru

Dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki pelaksanaan metode resitasi. Selain itu dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan metode bagi guru ketika mengajar.

c. Bagi Siswa

Membantu dalam memberikan pemahaman kepada siswa tentang arti penting metode resitasi atau penugasan dan pengembangan sikap belajar yang baik untuk meningkatkan hasil belajar IPS.

d. Bagi Sekolah

Memberikan informasi bagi pihak sekolah tentang persepsi siswa terhadap metode resitasi. Dapat dijadikan acuan sebagai pertimbangan pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan potensi yang dimiliki sekolah, baik dalam mata pelajaran IPS maupun mata pelajaran lainnya.


(11)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori 1. Persepsi Siswa

a. Pengertian Persepsi

Terdapat beberapa rumusan yang memberikan pengertian mengenai persepsi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1167) kata persepsi memiliki arti tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Desideranto dalam Jalaluddin Rakhmat (2007: 51) menjelaskan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Dengan demikian dapat dikatakan juga bahwa persepsi adalah hasil pikiran seseorang dari situasi tertentu.

Sedangkan menurut Miftah Toha (2005:141) persepsi adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami lingkungannya baik lewat penglihatan, pendengaran penghayatan, perasaan dan penciuman. Sementara itu, Slameto (2010: 102) menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Pendapat ini menekankan pada proses masuknya pesan ke dalam otak manusia. Pendapat lain dikemukakan oleh Sugihartono (2007: 8), persepsi adalah kemampuan otak dalam


(12)

menerjemahkan stimulus. Stimulus itu sendiri merupakan suatu rangsangan dari luar diri manusia. Dengan demikian persepsi merupakan proses untuk menerjemahkan atau menginterpretasi stimulus yang masuk dalam alat indera. Sementara itu, Bimo Walgito (2010: 99) juga memberikan penjelasan bahwa persepsi sebagai suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Proses tersebut tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Dalam proses persepsi yang dijelaskan Bimo Walgito, terdapat proses yang mengawali persepsi yaitu penginderaan. Dari apa yang telah dikemukakan di atas jelas bahwa persepsi bukan merupakan proses sekali jadi, melainkan melalui proses menggabungkan, menginterpretasikan dan akhirnya memberikan penilaian. Hasil akhir dari proses ini merupakan kesadaran individu terhadap keadaan sekelilingnya. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Laura A. King (2012: 225), persepsi merupakan proses otak dalam mengatur dan menginterpretasi informasi sensoris dan memberikan makna.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi adalah proses pengamatan yang sifatnya kompleks dalam menerima dan menginterpretasikan informasi-informasi yang berada di lingkungan dengan menggunakan panca indera. Persepsi lebih kompleks jika dibandingkan dengan proses penginderaan. Proses


(13)

penginderaan hanya merupakan langkah awal proses persepsi, penginderaan memberikan gambaran nyata mengenai suatu objek, sedangkan persepsi mampu memahami lebih dari gambaran nyata objek tersebut. Jadi, apabila seseorang memiliki persepsi tentang suatu obyek dengan menggunakan panca indera berarti ia mengetahui, memahami dan menyadari tentang obyek tersebut. Dalam proses persepsi individu akan mengadakan penyeleksian apakah stimulus itu berguna atau tidak baginya, serta menentukan apa yang terbaik untuk dilakukan (tingkah laku).

Dengan demikian, persepsi siswa merupakan suatu proses dimana siswa menginterpretasi serta memberikan respon / tanggapan dan kesan terhadap rangsangan atau stimulus, termasuk respon dan kesan terhadap metode resitasi pada mata pelajaran IPS. Respon ini dapat berupa pendapat, tindakan, atau bahkan dalam bentuk penolakan terhadap suatu stimulus. Pesepsi siswa terhadap metode resitasi atau penugasan akan mempengaruhi sikap dan perilaku siswa tersebut. Apabila siswa memiliki persepsi yang positif maka sikap dan perilaku terhadap tugas yang ia terima akan baik, demikian juga sebaliknya.

b. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Suatu obyek yang sama dapat dipersepsikan berbeda oleh orang yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya pengaruh beberapa faktor. Faktor-faktor yang berperan dalam persepsi adalah:

1) Objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar


(14)

individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu, 2) Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf. Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris, 3) Perhatian. Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktvitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek (Bimo Walgito, 2010: 101).

Siagian, Sondang P (2012: 101-105) menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu:

1) Diri orang yang bersangkutan, dalam hal ini orang yang berpengaruh adalah karakteristik individual meliputi dimana sikap, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.

2) Sasaran persepsi, yang menjadi sasaran persepsi dapat berupa orang, benda, peristiwa di mana sifat sasaran dari persepsi dapat mempengaruhi persepsi orang yang melihatnya. Hal-hal lain yang ikut mempengaruhi persepsi seseorang adalah gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan lain-lain dari sasaran persepsi.

3) Faktor situasi, dalam hal ini tinjauan terhadap persepsi harus secara kontekstual artinya perlu dalam situasi yang mana persepsi itu timbul.

Sementara menurut Miftah Toha (2009: 149-156), faktor yang mempengaruhi perbedaan pemilihan persepsi antara orang yang satu dengan orang yang lain adalah sebagai berikut:


(15)

a) Proses belajar (learning), merupakan semua faktor - faktor dari dalam individu yang membentuk perhatian kepada sesuatu obyek sehingga menimbulkan adanya persepsi adalah didasarkan dari kekomplekan kejiwaan. Kekomplekan kejiwaan ini selaras dengan proses pemahaman atau prosesn belajar (learning) dan motivasi yang dimiliki oleh masing – masing orang.

b) Motivasi, selain proses belajar, faktor dari dalam diri individu juga dipengaruhi oleh motivasi dan kepribadian. Walaupun motivasi dan kepribadian pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dari proses belajar, keduanya juga mempunyai dampak yang amat penting. Dalam hal ini sesuatu yang menarik perhatian seringnya akan lebih menimbulkan motivasi.

c) Kepribadian, dalam membentuk persepsi unsur kepribadian amat erat hubungannya dengan proses belajar dan motivasi, yang mempunyai akibat tentang apa yang diperhatikan dalam menghadiri suatu situasi. Kepribadian, nilai – nilai, dan juga termasuk umur dapat memberikan dampak terhadap cara seseorang melakukan persepsi pada lingkungan di sekitarnya.

2) Faktor eksternal, antara lain:

a) Intensitas, prinsip intensitas dari suatu perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin besar intensitas stimulus dari luar, tentunya semakin besar pula hal – hal itu dapat dipahami.


(16)

b) Ukuran, faktor ini sangat dekat dengan prinsip intensitas. Faktor ini menyatakan bahwa semakin benasar ukuran sesuatu obyek, maka semakin mudah untuk bisa diketahui atau dipahami. Bentuk ukuran ini akan mempengaruhi persepsi seseorang, dan dengan melihat bentuk ukuran sesuatu obyek orang akan mudah tertarik perhatiannya, yang pada gilirannya dapat membentuk persepsinya. c) Keberlawanan atau kontras, prinsip keberlawanan ini menyatakan

bahwa stimulus luar yang penampilannya berlawanan dengan latar belakangnya atau sekelilingnya atau yang sama sekali di luar dugaan orang banyak, akan menarik banyak perhatian. Dengan kata lain bahwa persepsi seseorang dibentuk dan dipengaruhi oleh faktor di luar diri individu yang menunjukkan adanya keberlawanan obyek dengan latar belakang atau sekelilingnya.

d) Pengulangan (repetition), dalam prinsip ini dikemukakan bahwa stimulus dari luar yang diulang akan memberikan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan yang sekali dilihat. Pengulangan itu akan menambah kepekaan kita atau kewaspadaan terhadap stimulus. Pengulangan merupakan daya tarik dari luar tentang suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi seseorang.

e) Gerakan (moving), prinsip gerakan menyatakan bahwa orang akan memberikan banyak perhatian terhadap obyek yang bergerak dalam jangkauan pandangannya dibandingkan dari obyek yang diam. Dari


(17)

gerakan suatu obyek yang menarik perhatian seseorang, akan timbul suatu persepsi.

f) Baru dan familier, prinsip ini menyatakan bahwa baik situasi eksternal yang baru maupun yang sudah dikenal dapat digunakan sebagai penarik perhatian. Obyek atau peristiwa baru dalam tatanan yang sudah dikenal, atau obyek atau peristiwa yang sudah dikenal dalam tatanan yang baru (berbeda) akan menarik perhatian pengamat.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Fatah syukur (2006). Faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain:

1) Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam individu perilaku persepsi yang meliputi faktor biologis/jasmani dan faktor psikologis. Faktor pisikologis meliputi: perhatian, sikap, minat, motif, pengalaman dan pendidikan.

2) Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu/perilaku persepsi yang meliputi obyek sasaran dan situasi/lingkungan dimana persepsi berlangsung.

3) Selain hal tersebut di atas yang penting bagi terbentuknya persepsi seseorang adalah informasi.

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa perbedaan persepsi dipengaruhi faktor internal dari seseorang dan faktor eksternal yang ada di sekitar orang tersebut. Faktor internal berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, antara lain:


(18)

1) Sikap, merupakan suatu proses penilaian yang dilakukan seseorang terhadap suatu objek. Menurut Sarlito W. Sarwono (2009: 83), sikap dibentuk oleh tiga komponen, yaitu kognitif, afektif, dan perilaku. Pendapat ini sama seperti yang dikemukakan oleh David O. Sears (1985: 183) tentang tiga komponen sikap, yaitu:

a) Kognitif, terdiri dari seluruh kognisi yang dimiliki seseorang mengenai objek sikap tertentu – fakta, pengetahuan, dan keyakinan tentang objek.

b) Afektif, terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap objek, terutama penilaian.

c) Perilaku, terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap objek.

Sikap dapat diketahui melalui pengetahuan, keyakinan, perasaan, dan kecenderungan tingkah laku seseorang terhadap objek sikap. Jadi, kita dapat mengukur kedalaman sikap seseorang terhadap suatu objek melalui pengetahuannya, perasaannya, dan bagaimana ia memperlakukan objek tersebut. Ketiga komponen sikap menciptakan nuansa tertentu yang dapat menjelaskan perbedaan sikap orang-orang terhadap objek sikap yang sama.

2) Minat, menurut Sardiman (1996: 89), minat diartikan sebagai sesuatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri – ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.


(19)

3) Motivasi, menurut Sardiman (1996: 89), dalam kegiatan belajar, motivasi dapat diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Menurut Martinis Yamin (2007: 226), motivasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Pendapat tersebut sama seperti yang dikemukakan oleh Sardiman (1996: 89), tentang jenis – jenis motivasi, yaitu:

a) Motivasi intrinsik, merupakan motif – motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial, bukan sekedar simbol dan seremonial.

b) Motivasi ekstrinsik, merupakan motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.

4) Perhatian, merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada suatu objek atau sekumpulan objek (Bimo Walgito, 2010: 110). Jadi, perhatian merupakan penyeleksian


(20)

terhadap stimulus. Ditinjau dari segi timbulnya perhatian, perhatian dapat dibedakan sebagai berikut:

a) Perhatian spontan, yaitu perhatian yang timbul dengan sendirinya, timbul dengan secara spontan. Perhatian ini erat hubungannya dengan minat individu. Jika individu telah memiliki minat terhadap suatu objek, maka secara otomatis akan timbul perhatian yang spontan terhadap objek tersebut.

b) Perhatian tidak spontan, yaitu perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja, karena itu harus ada kemauan untuk menimbulkannya. Sebagai contoh seorang siswa yang harus memperhatikan pelajaran IPS, meskipun ia tidak menyukainya, namun ia tetap harus mempelajari pelajaran tersebut. Oleh karena itu, agar siswa tersebut dapat mengikuti pelajaran dengan baik, guru harus memunculkan perhatian melalui metode pembelajaran.

5) Pengalaman, menurut Jalaluddin Rakhmat (2007: 89), pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman kita bertambah juga melalui rangkaian peristiwa yang pernah kita hadapi. Seseorang mempersepsi sesuatu tidak hanya ditentukan oleh stimulus secara objektif semata, namun apa yang ada dalam diri orang yang bersangkutan akan ikut menentukan hasil persepsi, termasuk pengalaman (Bimo Walgito, 2010: 110).

Selain faktor internal, perbedaan persepsi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berasal dari luar diri individu, antara lain:


(21)

1) Objek persepsi, objek yang dapat dipersepsi sangat banyak, yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar manusia. Manusia itu sendiri dapat menjadi objek persepsi. Objek persepsi dapat dibedakan atas objek yang non manusia dan manusia (Bimo Walgito, 2010: 108). 2) Lingkungan sekitar, dalam hal ini lingkungan keluarga, lingkungan

sekolah, dan lingkungan masyarakat (Abu Ahmadi, 1993: 79). Dalam kaitannya dengan metode resitasi, tentunya faktor internal dalam diri siswa dan faktor eksternal akan menentukan persepsi siswa yang akan muncul terhadap metode resitasi.

c. Unsur Persepsi

Komponen atau unsur utama dalam persepsi menurut Mar’at (1992: 108) yaitu seleksi dan interpretasi. Seleksi yang dimaksud adalah proses penyaringan terhadap stimulus pada alat indera. Interpretasi sendiri merupakan suatu proses untuk mengorganisasikan informasi, sehingga mempunyai arti bagi individu. Dalam melakukan interpretasi itu terdapat pengalaman masa lalu serta sistem nilai yang dimiliknya. Sistem nilai di sini dapat diartikan sebagai penilaian individu dalam mempersepsi suatu obyek yang dipersepsi, apakah stimulus tersebut akan diterima atau ditolak. Sementara itu, pendapat lain dikemukakan oleh Depdikbud. Unsur – unsur persepsi meliputi: “1) Seleksi, yang erat hubungannya dengan pengematan atau stimulus yang diterima dari luar, 2) Interpretasi yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti, 3) Tingkah laku sebagai reaksi (Depdikbud, 1982:26)”.


(22)

“Persepsi memiliki dua aspek yaitu aspek sensualisasi dan aspek observasi (Depdikbud, 1982:49)”. Aspek sensualisasi adalah suatu penerimaan panca indera dengan rangsangan benda serta peristiwa dengan kenyataan sosial tertentu. Sedangkan dalam aspek observasi telah diadakan analisis struktural terhadap obyek, peristiwa, tingkah laku perbuatan sosial yang terdapat dalam kenyataan-kenyataan sosial.

Dengan demikian, terkait persepsi siswa, dapat diambil kesimpulan bahwa unsur – unsur di dalam persepsi siswa adalah seleksi, interpretasi, dan reaksi. Seleksi merupakan suatu tahapan proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. Setelah melalui tahapan seleksi, berikutnya adalah pengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seorang siswa. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengorganisasian informasi yang dianutnya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana. Interpretasi dan persepi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi. d. Proses Persepsi

Bimo Walgito (2010: 102) menyatakan bahwa proses persepsi terdiri dari adanya objek yang menimbulkan stimulus, kemudian terjadi proses kealaman atau proses fisik dimana stimulus mengenai alat indera, lalu stimulus yang diterima alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak


(23)

atau yang dibesbut proses fisiologis, dan berikutnya adalah proses psikologis atau proses interpretasi di dalam syaraf otak. Alat indera merespon suatu stimulus kemudian diinterpretasikan oleh otak sehingga individu mengerti apa yang dimaksud oleh alat indera, hal inilah yang disebut persepsi.

Penginderaan manusia memiliki hubungan yang erat dengan persepsi. Penginderaan merupakan tahap awal terbentuknya sebuah persepsi. Stimulus atau rangsangan yang mempengaruhi persepsi berasal dari dalam maupun luar diri individu. Stimulus yang berasal dari dalam diantaranya adalah perasaan, latar belakang dan faktor budaya serta pengalaman hidup masing individu. Hal inilah yang menyebabkan persepsi masing-masing individu terhadap suatu hal berbeda-beda.

Proses terjadinya persepsi dapat digambarkan sebagai berikut:

Stuktur Pribadi Individu

Stimulus (faktor luar)

Faktor Intern

Faktor Intern

Faktor Intern Stimulus (faktor luar) Stimulus

(faktor luar)

Respon

Gambar 1. Proses persepsi


(24)

Proses persepsi dapat terjadi pada setiap individu. Dari bagan di atas, secara singkat dapat disimpulkan bahwa dalam diri siswa, persepsi terjadi ketika suatu objek menimbulkan stimulus yang ditangkap oleh panca indera, lalu diinterpretasi atau diterjemahkan oleh syaraf otak. Kemudian timbullah respon terhadap objek yang ditangkap panca indera. Respon inilah yang disebut sebagai persepsi siswa.

2. Karakteristik Siswa SMP yang Mempengaruhi Persepsi

Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12-13 tahun sampai dengan 17-18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17-18 tahun sampai dengan 21-22 tahun adalah remaja akhir (Mohammad Ali, 2011: 9). Dengan demikian, siswa SMP termasuk dalam kategori remaja awal. Hal ini sesuai dengan usianya yang berkisar antara 12-13 tahun sampai dengan 17-18 tahun.

Fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa yang sangat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi, maupun fisik. Pendidikan mengemban tugas untuk mempersiapkan remaja bagi peranannya di masa depan agar mampu menjadi manusia berkualitas sebagaimana sosok manusia ideal yang diamanahkan melalui Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional.

Seiring dengan tahapan perkembangan yang dicapai, remaja menunjukkan karakteristik individual perkembangan nilai, moral dan sikap yang khas, yakni berusaha menemukan sendiri atau bahkan membentuk sendiri nilai,


(25)

moral, dan sikap dikalangan mereka. Remaja seharusnya sudah berada pada tahap operasional formal dan sudah mampu berpikir abstrak, logis, rasional, serta mampu memecahkan persoalan – persoalan yang bersifat hipotesis. Oleh karena itu, setiap keputusan perlakuan terhadap remaja sebaiknya dilandasi oleh dasar pemikiran yang masuk akal sehingga dapat diterima oleh mereka (Mohammad Ali, 2011: 34).

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak – kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Tugas – tugas perkembangan fase remaja ini sangat berkaitan dengan perkembangan kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan pencapaian fase kognitif akan sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas – tugas perkembangnnya itu dengan baik. Agar dapat memenuhi dan melaksanakan tugas – tugas perkembangan, diperlukan kemampuan kreatif remaja. Kemampuan kreatif ini banyak diwarnai oleh perkembangan kognitifnya. Perkembangan kreativitas berkaitan erat dengan fungsi belahan otak kanan, yang berarti berkaitan pula dengan perkembangan intelek.

Sesuai dengan dengan usianya yang berkisar antara 12-13 tahun sampai dengan 17-18 tahun, dapat disimpulkan bahwa siswa SMP termasuk ke dalam kategori remaja awal. Pada masa ini terdapat banyak perkembangan yang dialaminya, baik dari segi fisik, intelektual, krativitas, emosi, hubungan sosial, kemandirian, bahasa, nilai moral dan sikap, kebutuhan dan pemenuhan, serta penyesuaian diri dan permasalahannya. Berbagai


(26)

perkembangan pada masa remaja ini tentunya akan berpengaruh terhadap persepsi – persepsi dalam dirinya. Pada masa ini terdapat berbagai tugas perkembangan yang harus diselesaikan siswa SMP sebagai seorang remaja. Keberhasilan penyelesaian tugas perkembangan akan menimbulkan kebahagiaan dan membawa siswa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas – tugas perkembangan pada fase berikutnya.

3. Metode Resitasi pada Mata Pelajaran IPS a. Pengertian Metode Resitasi

Dalam pembelajaran, tugas tidak dapat dipisahkan dalam penyampaian materi pelajaran. Metode resitasi atau penugasan sering diartikan sebagai pekerjaan rumah, namun sebenarnya metode resitasi memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan pekerjaan rumah.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1492), tugas adalah yang wajib dikerjakan/yang ditentukan untuk dilakukan, pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang, pekerjaan yang dibebankan. Metode resitasi atau penugasan adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Masalah tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan di dalam kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di perpustakaan, di rumah siswa, atau dimana saja asal tugas itu dapat dikerjakan (Syaiful Bahri, 1997: 96). Menurut Nana Sudjana (2004: 81), tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi lebih jauh lebih luas dari itu. Tugas bisa dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan, dan di tempat


(27)

lainnya. Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individual maupun secara kelompok. Oleh karena itu tugas dapat diberikan secara individual atau dapat pula secara kelompok.

Sementara itu, Slameto (2010: 88) berpendapat bahwa tugas itu mencakup mengerjakan PR, menjawab soal latihan buatan sendiri, soal dalam buku pegangan, tes / ulangan harian, ulangan umum dan ujian. Pendapat lain dikemukakan oleh Beni S. Ambarjaya (2012: 105), metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Sudirman (1992: 141), metode penugasan adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.

Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode resitasi atau penugasan adalah bentuk interaksi belajar – mengajar yang ditandai adanya tugas yang diberikan oleh guru kepada siswa terkait materi pelajaran. Metode resitasi dapat diterapkan pada mata pelajaran IPS. Metode resitasi pada mata pelajaran IPS merupakan suatu bentuk metode pembelajaran di mana guru memberikan tugas – tugas tertentu kepada siswa untuk diselesaikan terkait materi pelajaran IPS, kemudian siswa mempertanggungjawabkan tugas tersebut kepada guru, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Penugasan yang dimaksud dalam penelitian ini bukan merupakan pekerjaan rumah, melainkan penugasan yang berbentuk seperti: membuat rangkuman (report), menyusun laporan atau


(28)

makalah, menjawab pertanyaan atau menyelesaikan soal-soal tertentu, melakukan observasi, diskusi, dan menyelesaikan proyek / mendemonstrasikan sesuatu.

b. Tujuan Metode Resitasi

Guru dalam memberikan tugas kepada siswa hendaknya sebelum tugas itu diberikan, diberitahu tujuan yang hendak dicapai dan memberi petunjuk – petunjuk bagaimana cara menyelesaikan tugas itu, sehingga siswa dengan mudah dapat menyelesaikan tugas seperti apa yang diharapkan oleh guru. Selanjutnya siswa mempertanggungjawabkan tugas yang diselesaikan itu kepada guru, bisa berupa laporan secara lisan atau laporan secara tertulis sesuai dengan apa yang diminta oleh guru (Soetomo, 1993: 160). Sementara itu, Soetomo (1993: 160) berpendapat bahwa memberikan tugas kepada siswa bertujuan agar siswa dapat mengembangkan daya penalarannya, dan dapat belajar secara mandiri. Sehingga peranan guru bukan lagi sebagai orang tua yang serba tahu, tetapi hanya sebagai motivator anak dalam belajar.

Menurut Winkel (1996: 508) agar pemberian tugas memenuhi fungsi sebagai alat evaluasi, maka perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut : 1) Siswa mempunyai gambaran yang jelas mengenai materi dan macam

prestasi apa yang diharapkan.

2) Siswa mengetahui berapa waktu yang diberikan kepadanya untuk menyelesaikan tugas dan kapan tugas itu harus diserahkan.


(29)

3) Siswa mengetahui bahan baku apa yang harus digunakan, sumber-sumber apa saja yang dapat digunakan, dan berapa pengeluaran yang diperkenankan.

4) Unsur - unsur apa yang akan dievaluasi dan berapa bobot yang akan diberikan kepada masing – masing unsur.

5) Berapa halaman harus ditulis dan berapa lama tugas dilkerjakan. Sedangkan menurut Roestiyah (1985: 133), pemberian tugas kepada siswa bertujuan agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan – latihan selama mengerjakan tugas tersebut, sehingga pengalaman siswa selama belajar dapat mengerjakan tugas akan memperluas dan memperkaya pengetahuan serta keterampilan siswa.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa metode resitasi atau penugasan pada mata pelajaran IPS memiliki tujuan untuk memperdalam materi pelajaran IPS dan dapat pula mengevaluasi materi yang telah dipelajari sehingga siswa akan terangsang untuk belajar aktif, baik secara individual maupun kelompok. Selain itu, juga bagi guru untuk mengetahui sejauh mana materi yang telah disampaikan bisa diterima atau dipahami oleh siswa.

c. Syarat dan Langkah – Langkah Metode Resitasi

Menurut Soetomo (1993: 161), metode resitasi atau penugasan ini tepat digunakan apabila :


(30)

1) Suatu pokok bahasan tertentu yang membutuhkan latihan atau pemecahan yang lebih banyak di luar jam pelajaran yang melibatkan beberapa sumber belajar.

2) Ruang lingkup bahan pengajaran terlalu luas, sedangkan waktunya terbatas. Untuk itu guru sangat perlu memberi tugas.

3) Suatu pekerjaan yang membutuhkan banyak waktu, sehingga tidak mungkin dapat diselesaikan hanya melalui jam pelajaran di sekolah. 4) Apabila guru berhalangan hadir untuk melaksanakan pengajaran,

sedangkan tugas yang harus disampaikan kepada murid sangat banyak. Dengan demikian maka pemberian tugas patut diberikan kepada siswa dengan bimbingan guru lain yang menguasai bahan pengajaran yang dipegang oleh guru yang berhalangan hadir tersebut.

Langkah – langkah yang harus diikuti dalam penggunaan metode pemberian tugas menurut Syaiful Bahri (1997: 97), antara lain :

1) Fase pemberian tugas

Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan :

a) Tujuan yang akan dicapai.

b) Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut.

c) Sesuai dengan kemampuan siswa.

d) Ada petunjuk / sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa e) Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut. 2) Langkah pelaksanaan tugas

a) Diberikan bimbingan / pengawasan oleh guru. b) Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja.

c) Diusahakan / dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain.

d) Dianjutkan agar siswa mencatat hasil – hasil yang ia peroleh dengan baik dan sistematik.

3) Fase mempertanggungjawabkan tugas Hal yang harus dikerjakan pada fase ini :


(31)

a) Laporan siswa baik lisan / tertulis dari apa yang telah dikerjakannya.

b) Ada Tanya jawab / diskusi kelas.

c) Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun nontes atau cara lainnya.

Terkadang alokasi waktu pembelajaran di kelas tidak cukup untuk menjelaskan semua materi pelajaran IPS, sehingga guru perlu memberikan tugas – tugas tertentu kepada siswa untuk memperdalam materi pelajaran. Dengan demikian, metode resitasi atau penugasan dapat diterapkan pada mata pelajaran IPS, sesuai dengan pendapat – pendapat ahli tersebut di atas.

d. Bentuk Penugasan

Metode resitasi atau penugasan yang digunakan guru sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya prestasi belajar yang dicapai siswa. Pemberian tugas yang tepat tentu akan memotivasi siswa dalam belajar sehingga tujuan belajar dapat tercapai.

Menurut Roestiyah (1985: 133), bentuk pemberian tugas yang dilakukan oleh guru dapat berupa daftar sejumlah pertanyaan mengenai mata pelajaran tertentu atau salah satu perintah yang harus dibahas dengan diskusi atau perlu dicari uraiannya pada buku pelajaran. Dapat juga berupa tugas tertulis atau tugas lisan, dapat ditugaskan untuk mengumpulkan sesuatu, mengadakan observasi terhadap sesuatu dan juga melakukan eksperimen. Tugas tersebut juga dapat berupa suatu perintah yang kemudian siswa diminta untuk memperlajari sendiri atau bersama teman lalu menyusun laporan. Pendapat lain dikemukakan Slameto (2003), tugas


(32)

dapat berupa pengerjaan tes atau ulangan atau ujian yang diberikan guru, tetapi juga termasuk membuat atau mengerjakan latihan – latihan yang ada di dalam buku – buku ataupun soal – soal buatan sendiri. Tugas yang dapat diberikan kepada anak didik ada berbagai jenis. Karena itu, tugas sangat banyak macamnya, tergantung pada tujuan yang akan dicapai, seperti: tugas meneliti, tugas menyusun laporan (lisan/tulisan), tugas motorik (pekerjaan motorik), tugas di laboratorium, dan lain – lain (Syaiful Bahri, 1997: 97).

Berbagai bentuk tugas yang dapat diberikan kepada siswa menurut Sudirman (1992: 143), antara lain :

1) Tugas membuat rangkuman (report) beberapa halaman, topik, bab, atau buku, seperti :

a) Merangkum beberapa halaman atau suatu topik b) Merangkum suatu bab

c) Merangkum suatu buku atau beberapa buku. 2) Tugas membuat makalah.

3) Tugas menjawab pertanyaan atau menyelesaikan soal – soal tertentu. 4) Tugas mengadakan observasi atau wawancara.

5) Tugas mengadakan latihan.

6) Tugas mendemonstrasikan sesuatu.

7) Tugas menyelesaikan proyek atau pekerjaan tertentu.

Dari beberapa penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bentuk penugasan merupakan salah satu variasi dari teknik penyajian materi


(33)

pelajaran yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan prestasi belajar dengan cara memberikan tugas kepada siswa.

e. Kekurangan dan Kelebihan Metode Resitasi

Metode resitasi atau penugasan memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Menurut Soetomo (1993: 161), metode resitasi memiliki kelebihan sebagai berikut :

1) Dapat membangkitkan anak untuk lebih giat belajar apalagi tugas yang diberikan sesuai dengan kebutuhan anak.

2) Dapat memupuk rasa tanggung jawab anak, baik tanggung jawab kepada tugas yang diselesaikan maupun tanggung jawab kepada guru yang memberi tugas.

3) Dapat memupuk rasa percaya pada diri sendiri.

4) Dapat mengembangkan pola berpikir, keterampilan, maupun afektif anak yang berhubungan tugas yang diberikan padanya.

Disamping kelebihan di atas, metode resitasi mempunyai beberapa kelemahan, antara lain :

1) Tugas – tugas yang diberikan kepada anak sulit dikontrol oleh guru, sehingga guru sulit menentukan apakah tugas itu diselesaikan anak sendiri atau diselesaikan orang lain yang lebih ahli.

2) Sulit untuk memberikan tugas yang dapat memenuhi perbedaan individu.

3) Apabila tugas yang diberikan terlalu sulit bagi siswa, maka dapat menurunkan minat belajar siswa itu sendiri.


(34)

Sementara itu pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Syaiful Bahri (1997: 98), kelebihan metode resitasi yaitu:

1) Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual ataupun kelompok.

2) Dapat mengembangkan kemandirian siswa di luar pengawasan guru. 3) Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.

4) Dapat mengembangkan kreativitas siswa. Sedangkan kekurangan metode resitasi, antara lain :

1) Siswa sulit dikontrol, apakah benar ia yang mengerjakan tugas ataukah orang lain.

2) Khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan menyelesaikan tugas adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota lainnya tidak berpartisipasi dengan baik.

3) Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa.

4) Sering memberikan tugas yang monoton (tak bervariasi) dapat menimbulkan kebosanan siswa.

Berdasarkan pemaparan beberapa ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa metode resitasi atau penugasan memiliki kelebihan dan kelemahan. Metode resitasi mampu memupuk rasa percaya diri dan tanggung jawab serta kreativitas siswa dalam belajar dan memahami materi pelajaran IPS. Di sisi lain metode resitasi mempunyai kelemahan, salah satunya adalah kesulitan untuk mengontrol siswa, apakah siswa menyelesaikan sendiri atau


(35)

tidak terhadap tugas yang diberikan oleh guru. Namun, metode resitasi atau penugasan ini dinilai cukup membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran, terlebih jika materi pelajaran IPS sangat banyak, sementara dengan alokasi waktu pembelajaran yang sedikit.

4. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP). IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMP mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006).

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran IPS di tingkat SMP/MTs meliputi bahan kajian sosiologi, sejarah, geografi, serta ekonomi. Menurut Sapriya (2009: 200), pengorganisasian materi mata pelajaran IPS menganut pendekatan korelasi (correlated), artinya materi pelajaran dikembangkan dan disusun mengacu pada beberapa disiplin ilmu secara terbatas kemudian dikaitkan dengan aspek kehidupan nyata (factual/real) peserta didik sesuai dengan karakteristik usia, tingkat perkembangan berpikir, dan kebiasaan bersikap dan berperilaku. Dalam dokumen Permendiknas (2006) dikemukakan bahwa IPS untuk SMP/MTs memiliki kesamaan dengan IPS SD/MI yakni mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan ilmu sosial.

Menurut Trianto (2010: 174), mata pelajaran IPS di SMP/MTs memiliki karakteristik antara lain:


(36)

a. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur – unsur geografi, sejarah, ekonomi, hokum dan politik, kewarganegaraan, sosialogi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan, dan agama.

a. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.

b. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.

c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya – upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan.

Tujuan mata pelajaran IPS SMP/MTs menurut Sapriya (2009: 201) adalah sebagai berikut:

a. Mengenal konsep – konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.


(37)

c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai – nilai sosial dan kemanusiaan.

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat local, nasional, dan global.

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Melalui pembelajaran terpadu, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan – kesan tentang hal – hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara holistik, bermakna, otentik, dan aktif. Melalui pendekatan tersebut, diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

Atas dasar pendapat beberapa pakar di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa mata pelajaran IPS di SMP merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu – ilmu sosial, seperti geografi, sosiologi, ekonomi, dan sejarah. Rumusan mata pelajaran IPS di SMP berdasarkan realitas dan fenomena sosial yang ada di masyarakat, dan melalui pendekatan interdisipliner.


(38)

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini relevan dengan beberapa penelitian sebagai berikut:

1. Penelitian Patrianggi Wirastuti (2010) dengan judul “Persepsi Siswa terhadap Kompetensi Guru Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SMP Negeri 1 Moyudan Kabupaten Sleman”.

Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah (1) Analisis statistik deskriptif melalui perhitungan mean (M), median (Me), modus (Mo), strandar deviasi (SD) untuk mengetahui persepsi siswa terhadap kompetensi guru mata pelajaran IPS aspek geografi dengan kategori persepsi sangat baik, baik, cukup, dan kurang. (2) Oneway Anova untuk menguji hipotesis. Populasi penelitian sebanyak 323 siswa dengan sampel sebanyak 154 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Persepsi siswa terhadap kompetensi guru mata pelajaran IPS untuk kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian termasuk dalam kategori baik, sedangkan persepsi siswa untuk kompetensi profesional dalam kategori cukup baik. (2) Hasil analisis Oneway Anova menunjukkan bahwa nilai Fhitung 0,422 dengan taraf signifikasi hasil perhitungan 0,656. Dengan demikian, taraf signifikasi 0,656 lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima, artinya tidak terdapat perbedaan persepsi antara siswa yang berprestasi tinggi, sedang, dan randah terhadap kompetensi guru mata pelajaran IPS.


(39)

2. Penelitian Aji Bangun Saputro (2012) dengan judul “ Persepsi Siswa Kelas VIII terhadap Media Gambar dalam Pembelajaran Sepak Bola di SMP Negeri 3 Godean.

Penelitian tersebut merupakan penelitian deskriptif dengan populasi seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Godean sebanyak 189 siswa, yang kemudian diambil sampel dari populasi secara proportional random sampling dengan jumlah sebanyak 48 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi siswa kelas VIII terhadap media gambar dalam pembelajaran sepak bola di SMP Negeri 3 Godean secara keseluruhan pada kategori sangat tinggi sebesar 18,75% (9 anak), pada kategori tinggi sebesar 81,25% (39 anak), pada kategori cukup tinggi sebesar 0,00% dan pada kategori kurang tinggi sebesar.

Pada dasarnya penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya (penelitian yang relevan), hanya saja terdapat perbedaan pada responden, waktu, tempat penelitian. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi siswa terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS di SMP Negeri 3 Sentolo.

C. Kerangka Pikir

Mata pelajaran IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mata pelajaran IPS memiliki materi yang sangat banyak, namun hal ini tidak diimbangi dengan alokasi waktu pembelajaran yang cukup untuk disampaikan oleh guru di sekolah. Dalam hal ini pemilihan metode pembelajaran sangat berperan penting dalam rangka penyampaian materi


(40)

pelajaran IPS. Salah satu metode pembelajaran yang cocok untuk mata pelajaran IPS adalah metode resitasi atau penugasan.

Metode resitasi pada pembelajaran IPS merupakan suatu bentuk metode pembelajaran di mana guru memberikan tugas – tugas tertentu kepada siswa untuk diselesaikan terkait materi pelajaran IPS, kemudian siswa mempertanggungjawabkan tugas tersebut kepada guru, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Penugasan yang diberikan oleh guru seringkali menimbulkan persepsi dalam diri siswa. Persepsi siswa terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS muncul akibat pengaruh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan (sikap, minat, motivasi, perhatian, pengalaman), sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri individu (obyek persepsi dan lingkungan sekitarnya). Dari pengaruh kedua faktor tersebut akan membentuk persepsi siswa terhadap metode resitasi.

Persepsi siswa terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang dialami, dilihat, dan diterima melalui alat indera mereka. Selama di sekolah siswa mendapatkan pengalaman dan informasi yang bermacam-macam serta interaksi yang beraneka ragam. Proses persepsi ini bersifat subjektif dan bertalian dengan sikap perilaku dan tindakan yang akan diambil. Ada kemungkinan stimulus atau rangsangan yang sama diartikan dan diinterpretasikan berbeda-beda.


(41)

Alur kerangka pikir di atas dapat diilustrasikan sebagaimana gambar 2 sebagai berikut:

Gambar 2. Skema Kerangka Pikir D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir tersebut, maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi siswa terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS yang dipengaruhi oleh faktor internal ?

2. Bagaimana persepsi siswa terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS yang dipengaruhi oleh faktor eksternal ?

Metode Resitasi / Penugasan

Persepsi siswa terhadap metode

resitasi

Faktor Internal Faktor Eksternal

Siswa Pembelajaran IPS

Pembelajaran Materi yang banyak, namun


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Analisis deskriptif adalah analisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya. Pendekatan penelitian kuantitatif dikarenakan data penelitian berupa angka-angka. Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali fakta tentang persepsi siswa terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS di SMP Negeri 3 Sentolo.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Sentolo yang beralamat di Kaliagung, Sentolo, Kulon Progo, DIY. Penelitian dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu tahap persiapan (Agustus 2013), tahap pelaksanaan (Januari – Februari 2014), dan tahap pelaporan (Februari – April 2014). Dengan demikian penelitian ini secara keseluruhan dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 – April 2014.

C. Variabel Penelitian

Menurut Nanang Martono (2010: 49), variabel merupakan pusat perhatian pada penelitian kuantitatif atau dengan kata lain merupakan sebuah konsep yang memiliki variasi atau memiliki lebih dari satu nilai. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2010: 159), variabel adalah objek penelitian yang bervariasi. Pendapat


(43)

yang serupa dikemukakan oleh Erwan Agus (2011: 17), variabel adalah konsep yang mengalami variasi nilai.

Berdasarkan definisi tersebut, variabel dalam penelitian ini adalah persepsi siswa terhadap metode resitasi. Persepsi siswa terhadap metode resitasi adalah suatu proses dimana siswa menginterpretasi serta memberikan respon / tanggapan dan kesan terhadap tugas – tugas tertentu terkait materi pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa untuk diselesaikan. Respon ini dapat berupa pendapat, tindakan, atau bahkan dalam bentuk penolakan terhadap penugasan.

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah persepsi siswa terhadap metode resitasi. Persepsi siswa terhadap metode resitasi merupakan suatu proses dimana siswa menginterpretasi serta memberikan respon / tanggapan dan kesan terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS. Persepsi siswa terhadap metode resitasi diketahui melalui pengumpulan data dengan menggunakan angket.

Dalam penelitian ini, persepsi siswa terhadap metode resitasi ditinjau dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor – faktor internal adalah sebagai berikut: 1. Sikap siswa terhadap metode resitasi, aspek sikap terdiri dari:

a. Kognitif, meliputi: fakta, pengetahuan, dan keyakinan terhadap obyek. b. Afektif, meliputi: perasaan dan penilaian terhadap obyek.

c. Perilaku, meliputi kesiapan untuk bertindak terhadap obyek.

2. Minat, dalam hal ini keinginan / kebutuhan diri serta ketertarikan terhadap obyek, dalam hal ini metode resitasi.


(44)

3. Motivasi intrinsik, meliputi: dorongan diri sendiri serta tujuan secara esensial terhadap obyek.

4. Perhatian siswa, aspek perhatian terdiri dari:

a. perhatian spontan, dalam hal ini perhatian yang muncul secara spontan dan berkaitan dengan minat.

b. perhatian tidak spontan, dalam hal ini perhatian muncul karena disengaja serta harus ada kemauan untuk menimbulkannya.

5. Pengalaman siswa, meliputi: peristiwa yang pernah dan sedang dialami. Sedangkan faktor – faktor eksternal adalah sebagai berikut:

1. Obyek persepsi siswa, yang terdiri dari:

a. non manusia, meliputi: obyek yang dipersepsi dalam hal ini metode resitasi / penugasan.

b. manusia, dalam hal ini guru yang memberikan penugasan.

2. Motivasi ekstrinsik, meliputi: dorongan dari luar diri dan tidak berhubungan dengan esensi terhadap obyek.

3. Lingkungan sekitar, yang terdiri dari:

a. lingkungan keluarga, meliputi: perhatian orang tua dan suasana rumah. b. lingkungan sekolah, meliputi: suasana kelas dan fasilitas sekolah, seperti

perpustakaan atau laboratorium.


(45)

E. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Menurut Nanang Martono (2011: 74), populasi adalah keseluruhan objek atau subjek pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian, atau keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII dan VIII. Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Sentolo tidak memperbolehkan kelas IX untuk diteliti. Hal ini dikarenakan siswa kelas IX sudah mulai melaksanakan Tes Pendalaman Materi (TPM) dan berbagai persiapan lain menjelang Ujian Akhir Nasional (UAN) tahun 2014. Dengan demikian, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Negeri 3 Sentolo yang berjumlah 381 orang.

2. Sampel Penelitian

Nanang Martono (2011: 74) menyatakan bahwa sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Erwan Agus (2011: 37), sampel merupakan bagian dari populasi yang dipilih mengikuti prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus dari Krejcie dan Morgan (Erwan Agus, 2011: 42), sebagai berikut:

S = �2 NP −P

�2 N− + �2 P −P

= , 2 , ,


(46)

= 191,2867 dibulatkan menjadi 191 orang siswa.

Melalui rumus tersebut diperoleh jumlah sampel yang dikehendaki sebanyak 191 orang siswa.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik proportionate stratified random sampling. Proportionate stratified random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan apabila sifat atau unsur dalam populasi tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Oleh karena populasinya berstrata, agar sampel juga berstrata maka diambil dengan teknik proportionate stratified random sampling (teknik sampling acak berstrata). Maka jumlah sampel setiap strata kelas adalah sebagai berikut:

1. Kelas VII = 191 x = 95,7506 dibulatkan menjadi 96 orang siswa

2. Kelas VIII = 191 x = 95,2493 dibulatkan menjadi 95 orang siswa

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan beberapa cara, yaitu sebagai berikut :

1. Angket (kuesioner)

Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal – hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto, 2010: 194). Kuesioner yang ada dan disusun adalah kuesioner dengan item tertutup, yaitu jawabannya sudah disediakan sehingga responden tinggal memilih


(47)

jawaban yang sesuai. Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui persepsi siswa terhadap metode resitasi pada mata pelajaran IPS.

2. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang telah tersedia dalam bentuk arsip atau buku yang mendukung penelitian. Pengumpulan data yang diperoleh dari hasil laporan-laporan dan keterangan-keterangan tertulis, tergambar, terekam, maupun tercetak. Cara ini digunakan untuk memperoleh data tertulis yang berhubungan dengan penelitian, seperti keterangan terkait sarana prasarana sekolah, jumlah serta status guru, jumlah siswa, dan sebagainya.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner (angket) yang berisi butir-butir pertanyaan diberikan pada responden untuk diberi jawaban guna mengetahui persepsi siswa SMP Negeri 3 Sentolo terhadap metode resitasi atau penugasan pada mata pelajaran IPS. Angket dalam penelitian ini menggunakan angket tertutup yang berarti dalam angket tersebut sudah disediakan alternatif jawaban sehingga responden hanya memilih salah satu dari alternatif jawaban yang ada.

Sebelum kuesioner disusun, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi untuk setiap variable, yaitu sebagai berikut:


(48)

Tabel 1. Kisi-kisi Angket

Variabel Faktor Indikator No Item Jumlah

Persepsi Siswa terhadap Metode Resitasi pada pembelajaran IPS di SMP Negeri 3 Sentolo

Internal 1. Sikap: a.Kognitif b.Afektif c.Perilaku 2. Minat 3. Motivasi Intrinsik 4. Perhatian: a.Spontan b.Tidak spontan 5. Pengalaman

1, 2, 3, 4 5, 6, 29

7, 8, 9 10, 11, 12, 13,27

14, 15, 16

19, 20 21, 22, 23

24, 25, 26

4 3 3 5 3 2 3 3 Eksternal 1. Obyek persepsi: a.Non manusia b.Manusia 2. Motivasi Ekstrinsik 3. Lingkungan: a. Keluarga b. Sekolah c. Masyarakat

28, 30, 31 32, 33, 34,35

17, 18

36, 37, 38 39, 40, 41,42

43 3 3 2 3 4 2

Jumlah 43

Penetapan skor untuk instrumen penelitian berupa angket menggunakan Skala Likert yang dimodifikasi dengan menggunakan empat alternatif jawaban.


(49)

Berikut alternatif jawaban dan skor untuk tiap butir pernyataan positif dan negatif.

Tabel 2. Skor alternatif jawaban

Indikator Skor untuk pernyataan

Positif Negatif

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Kurang Setuju (KS) 2 3

Tidak Setuju (TS) 1 4

H. Uji Coba Instrumen

Uji validitas instrumen untuk menguji validitas isi angket dalam penelitian ini menggunakan pendapat dari ahli (judgment experts). Dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berdasarkan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli/pakar, dalam penelitian ini yang dimaksud ahli/pakar yaitu dosen pembimbing dan narasumber. Selain itu juga dilakukan dengan uji coba instrumen.

Uji coba instrumen merupakan cara untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen, yaitu apakah instrumen yang digunakan valid dan reliabel. Sugiyono (2011: 121) mengatakan bahwa valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabel artinya instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Uji coba


(50)

instrumen dalam penelitian ini dilakukan pada siswa SMP Negeri 3 Sentolo tahun ajaran 2013/ 2014 sebanyak 30 orang.

1. Uji Validitas

Pengujian validitas instrumen menggunakan rumus product moment dari Pearson (Suharsimi Arikuto, 2010: 213) sebagai berikut : rxy = � ∑ − ∑ ∑

√{� ∑ 2− ∑ 2} {� ∑ 2 2} Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y X = skor responden untuk tiap item

Y = total skor tiap responden dari seluruh item ∑X = jumlah skor dalam distribusi X

∑Y = jumlah skor dalam distribusi Y

∑X2 = jumlah kuadarat masing-masing skor X ∑Y2 = jumlah kuadarat masing-masing skor Y

N = jumlah subyek

Uji coba instrumen dalam penelitian ini dilakukan kepada 30 siswa SMP Negeri 3 Sentolo. Angket penelitian berjumlah 43 butir Butir pernyataan kemudian dianalisis dengan bantuan komputer program SPSS 17 for windows. Setelah rxy hitung ditemukan, kemudian dikonsultasikan dengan rtabel untuk mengetahui butir pernyataan yang valid dan tidak valid. Butir soal dikatakan valid jika rhitung lebih besar atau sama dari rtabel dengan taraf signifikansi 5%. Jika rhitung lebih kecil dari rtabel maka butir soal dikatakan tidak valid. Berdasar tabel nilai r Product Moment (Suharsimi Arikunto, 2010: 402) untuk N = 30 dan taraf signifikansi 5%, nilai rtabel yang tercantum adalah 0,361. Adapun hasil uji validitas instrumen penelitian setelah dilaksanakan uji coba instrumen sebagai berikut:


(51)

Tabel 3 . Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian

Angket instrumen Nomor Butir yang tidak valid Persepsi siswa terhadap metode resitasi 10, 34

2.Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha, berdasarkan Suharsimi Arikunto (2010: 239) yaitu :

r11= [ �

�− ][1 − ∑�2

 � 2] Keterangan:

r11 = realibilitas instrumen k = banyaknya butir pertanyaan 1 = bilangan konstan

� = jumlah varian butir

=

varian total

Jika r11 sudah dihitung selanjutnya dikonsultasikan dengan tabel r product moment. Apabila rhitung lebih besar dengan rtabel dengan taraf signifikansi 5% maka dinyatakan reliabel. Sebaliknya apabila rhitung lebih kecil dengan rtabel dengan taraf signifikansi 5% maka dinyatakan tidak reliabel. Untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien atau hasil perhitungan r11, maka dapat diinterpretasikan dengan tabel pedoman. Berikut ini adalah tabel pedoman untuk pemberian interpretasi:

Tabel 4. Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199 Sangat Rendah

0,20 - 0,399 Rendah

0,40 - 0,599 Sedang

0,60 - 0,799 Kuat

0,80 - 1,000 Sangat Kuat


(52)

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan komputer program SPSS 17 for windows dengan uji keterandalan teknik Cronbach Alpha. Hasil yang diperoleh disajikan dalam tabel dibawah ini: Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

Angket instrumen Nilai Reliabilitas Persepsi siswa terhadap metde resitasi 0,954

Hasil Uji reliabilitas instrumen penelitian menunjukkan bahwa instrumen penelitian Persepsi siswa terhadap metode resitasi memiliki reliabilitas sangat kuat yaitu sebesar 0,954 dan rhitung>rtabel (0,954>0,361). I. Teknik Analisis Data

Pemilihan teknik analisis data ini berdasarkan pada tujuan penelitian yaitu mengetahui persepsi siswa terhadap metode resitasi pada mata pelajaran IPS di SMP Negeri 3 Sentolo. Oleh karena itu, teknik analisis data yang digunakan dengan analisis deskriptif. Menurut Erwan Agus (2011: 97), pengolahan dan analisis data meliputi langkah – langkah sebagai berikut:

a. Editing

Merupakan tahap paling awal dari pengolahan data. Pada tahap ini yang dilakukan adalah memeriksa daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah diisi oleh responden.

b. Koding

Sebelum peneliti melakukan data entry, peneliti harus melakukan koding. Koding (coding) adalah kegiatan mengorganisasi data ke dalam kategori – kategori tertentu agar mudah dianalisa.


(53)

Data entry merupakan aktivitas memasukkan data ke dalam program komputer.

d. Cek Data

Setelah proses memasukkan data (data entry) selesai, langkah berikutnya adalah melakukan cek terhadap data untuk memperoleh akurasi (accuracy). Hal – hal yang penting diperhatikan dalam tahap ini antara lain meliputi mengecek seberapa banyak data yang missing, apakah data tersebut relevan dengan tujuan penelitian, seberapa besar data tersebut menjawab pertanyaan penelitian.

e. Melakukan transformasi dan Recode (apabila diperlukan) f. Pengolahan dan analisis

Pada tahap ini dilakukan pengolahan dan analisis data. Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami untuk diinterpretasikan. Analisa deskriptif dimaksudkan untuk memberikan informasi mengenai data yang diamati agar bermakna dan komunikatif. Analisis data dengan deskriptif kuantitatif dengan persentase, maka rumus yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

% = � k n i a ka

N x 100

Keterangan : % = Persentase


(54)

N = Number of Cases (jumlah responden) (Erwan Agus, 2011: 111)

Untuk memudahkan dalam mengidentifikasi digunakan patokan nilai mean ideal (Mi) dan simpangan baku ideal (Si) dengan menggunakan skala dari Anas Sudijono (2008:175). Pedoman dalam menentukan kriteria atau klasifikasi yaitu:

Di atas Mi + 1,5 SDi = Sangat Baik Mi i s.d < Mi + 1,5SDi = Baik

Mi-1,5 SDi s.d < Mi = Cukup Baik Di bawah Mi – 1,5 SDi = Kurang Baik Keterangan:

Mi = (Skor tertinggi-Skor Terendah) Sdi = (Skor tertinggi-Skor Terendah)

Langkah selanjutnya adalah memberikan kesimpulan dari hasil analisis data yang diperoleh dalam proses penelitian.


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu meliputi deskripsi data dan pembahasan hasil penelitian.

A. Deskripsi Data

1. Deskripsi Data Umum

Sekolah yang digunakan sebagai tempat penelitian ini adalah SMP Negeri 3 Sentolo. SMP Negeri 3 Sentolo terletak di Jalan Kaliagung yang menghubungkan Kecamatan Sentolo dengan Kecamatan Pengasih serta Kecamatan Wates, lebih tepatnya di Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Letak SMP Negeri 3 Sentolo strategis sehingga mudah dijangkau oleh kendaraan umum. Lokasi SMP Negeri 3 Sentolo yang jauh dari kebisingan kota serta banyaknya pepohonan yang rimbun, membuat suasana sejuk, nyaman dan kondusif untuk kegiatan belajar mengajar.

SMP Negeri 3 Sentolo senantiasa mengikuti perkembangan pendidikan, perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi, serta perkembangan sumber daya manusia. Visi SMP Negeri 3 Sentolo adalah “Berpijak Moral Bangsa, Unggul Dalam Prestasi”. Sedangkan misi dari SMP Negeri 3 Sentolo adalah sebagai berikut :

a. Menumbuhkembangkan perilaku keteladanan. b. Mendorong semangat belajar dan bekerja.


(1)

27

arti bahwa persepsi siswa terhadap metode resitasi ditinjau dari minat siswa berada pada kategori baik. Siswa memiliki minat untuk memberikan respon atau tanggapan yang baik terhadap metode tersebut. Siswa memiliki minat terhadap metode resitasi dan dianggapnya sesuai dengan kebutuhan mereka. Minat sendiri merupakan keinginan atau kebutuhan diri serta ketertarikan terhadap obyek yaitu metode resitasi.

3) Persepsi Siswa Ditinjau dari Faktor Motivasi Intrinsik Motivasi intrinsik terdiri dari dorongan diri sendiri serta tujuan secara esensial terhadap obyek. Motivasi akan mempengaruhi siswa dalam merespon metode resitasi. Berdasarkan hasil analisis data dapat dilihat persepsi siswa ditinjau dari faktor motivasi intrinsik berada pada kategori baik yaitu sebesar 51,8%. Jadi dapat dikatakan bahwa persepsi siswa terhadap metode resitasi baik. Motivasi siswa ini bisa dilihat dari kesadaran siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Motivasi yang dimiliki siswa nantinya akan mempengaruhi respon setiap siswa terhadap tanggapan mereka terhadap metode resitasi.

4) Persepsi Siswa Ditinjau dari Faktor Perhatian

Metode resitasi merupakan salah satu metode penugasan yang diberikan guru terhadap siswa. Perhatian siswa terhadap suatu obyek atau subyek akan mempengaruhi respon tanggapan mereka. Perhatian siswa meliputi perhatian spontan dan tidak spontan. Perhatian spontan ini muncul secara spontan dan berkaitan dengan minat, sedangkan perhatian tidak spontan muncul karena disengaja serta ada kemauan untuk menimbulkannya. Berdasarkan hasil analisis data persepsi siswa terhadap metode resitasi ditinjau dari faktor perhatian berada pada kategori baik yaitu sebesar 54,5 %. Jadi, dapat disimpulkan bahwa persepsi siswa terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS dilihat dari faktor perhatian siswa memiliki kecenderungan baik, hal ini bisa


(2)

28

ditunjukkan dari presentase kategori yang ada dan bagaimana siswa memberikan perhatiannya pada metode tersebut.

5) Persepsi Siswa Ditinjau dari Faktor Pengalaman

Pengalaman pada dasarnya tidak hanya didapat dari pengalaman diri sendiri, namun juga bisa dari teman atau orang lain. Pengalaman siswa memberikan peran dalam mengintepretasikan atau memberikan respon atau tanggapan siswa pada suatu obyek, dalam hal ini metode resitasi pada pembelajaran IPS. Pengalaman tersebut meliputi peristiwa yang pernah dan sedang dialami siswa terkait metode resitasi. Berdasarkan hasil analisis data persepsi siswa terhadap metode resitasi ditinjau dari faktor pengalaman siswa dapat digolongkan pada kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil persentase sebesar 57,1% dan berada pada kategori baik. Berdasarkan pernyataan tersebut persepsi siswa terhadap metode resitasi pada mata pelajaran IPS ditinjau dari pengalaman setiap siswa dikatakan baik.

b. Persepsi Siswa Terhadap Metode Resitasi Ditinjau dari Faktor Eksternal

Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa persepsi siswa SMP Negeri 3 Sentolo terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS ditinjau dari faktor eksternal memiliki kecenderungan atau persepsi yang baik pula. Hal ini dapat dilihat berdasarkan beberapa indikator yang ada pada faktor eksternal.

1) Persepsi Siswa Ditinjau dari Faktor Obyek Persepsi

Obyek Persepsi merupakan obyek atau hal yang diamati siswa yang nantinya mendorong siswa untuk memberikan respon terhadap obyek tersebut. Obyek tersebut meliputi non manusia yaitu metode resitasi atau penugasan dan manusia dalam hal ini guru yang memberikan penugasan. Baik obyek non manusia dan manusia, keduanya akan direspon siswa dan memberikan kesan yang berbeda-beda pada setiap siswa. Respon dari setiap siswa tergantung dari obyek yang ada yaitu,


(3)

29

semacam apa, seperti apa, dan bagaimana obyek itu. Keterampilan seorang guru dalam menyampaikan materi maupun penugasan akan mempengaruhi tanggapan siswa terhadap guru tersebut, begitu pula terhadap metode resitasi yang sedang dilaksanakan. Berdasarkan hasil analisis data persepsi siswa terhadap metode resitasi ditinjau dari faktor obyek persepsi dapat dikatakan baik. Hal ini bisa dilihat dari persentase yang ada berada pada kategori baik yaitu sebesar 79,6%. Siswa memiliki respon yang baik terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS.

2) Persepsi Siswa Ditinjau dari Faktor Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik berbeda dengan motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik berasal dari luar, meliputi dorongan dari luar diri dan tidak berhubungan dengan esensi terhadap obyek. Artinya bahwa motivasi ini lebih dipengaruhi oleh faktor luar

dari pribadi siswa. Motivasi ekstrinsik siswa akan

mempengaruhi siswa dalam merespon metode resitasi pada

pembelajaran IPS. Berdasarkan hasil analisis data

kecenderungan persepsi siswa terhadap metode resitasi ditinjau dari motivasi ekstrinsik berada pada kategori baik. Hal tersebut ditunjukkan dari persentase sebesar 42,9% atau berada pada kategori baik.

3) Persepsi Siswa Ditinjau dari Faktor Lingkungan

Lingkungan sekitar seperti keluarga ( perhatian orang tua dan suasana rumah), sekolah ( suasana kelas dan fasilitas sekolah, seperti perpustakaan atau laboratorium), dan masyarakat ( teman bergaul) mempengaruhi persepsi siswa terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS. Faktor eksternal inilah yang juga berperan dalam mempengaruhi respon atau tanggapan siswa terhadap metode resitasi. Berdasarkan hasil analisis data, persepsi siswa terhadap metode resitasi ditinjau dari faktor lingkungan dapat dikatakan baik. Hasil analisis data ditunjukkan dengan angka persentase sebesar 64,4% atau


(4)

30

berada pada kategori baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa siswa memiliki persepsi yang baik terhadap metode resitasi yang digunakan pada pembelajaran IPS.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

a. Ditinjau dari faktor internal secara umum, siswa SMP Negeri 3 Sentolo memiliki persepsi yang baik atau positif terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS. Hal ini bisa dilihat dari hasil analisis data yang telah dilakukan sebagai berikut:

1) Secara lebih rinci diperoleh hasil bahwa pada faktor sikap, sebanyak 86 orang siswa dengan persentse 45% memiliki persepsi yang cukup baik terhadap metode resitasi.

2) Faktor minat, sebanyak 106 siswa dengan persentase 55,4% memiliki persepsi yang baik terhadap metode resitasi.

3) Faktor motivasi intrinsik, sebanyak 99 siswa dengan persentase 51,8% memiliki persepsi yang baik terhadap metode resitasi. 4) Faktor perhatian, sebanyak 104 siswa dengan persentase 54,5%

memiliki persepsi yang baik terhadap metode resitasi.

5) Faktor pengalaman, sebanyak 109 siswa dengan persentase 57,1% memiliki persepsi yang baik terhadap metode resitasi. b. Ditinjau dari faktor eksternal, secara umum siswa SMP Negeri 3

Sentolo memiliki persepsi yang baik atau positif terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang telah dilakukan sebagai berikut:

1) Faktor obyek persepsi, sebanyak 152 siswa dengan persentase 79,6% memiliki persepsi yang baik terhadap metode resitasi. 2) Faktor motivasi ekstrinsik, sebanyak 82 siswa dengan persentase

42,9% memiliki persepsi yang baik terhadap metode resitasi. 3) Faktor lingkungan, sebanyak 123 siswa dengan persentase

64,4% memiliki persepsi yang cukup baik terhadap metode resitasi.


(5)

31 2. Saran

a. Bagi penelitian selanjutnya

Penelitian ini memberikan infomasi mengenai persepsi siswa terhadap metode resitasi pada mata pelajarn IPS ditinjau dari faktor internal dan faktor eksternal. Sehingga perlu diteliti mengenai pengaruh metode resitasi terhadap hasil belajar IPS. Dari hal itu akan diketahui peningkatan hasil belajar IPS denga metode resitasi.

b. Bagi sekolah

Kiranya hasil penelitian ini dapat dijadikan cerminan penerapan metode resitasi, khususnya pada mata pelajaran IPS. Karena berdasarkan hasil analisis data ternyata persepsi siswa baik atau positif, sehingga metode tersebut kedepannya bisa dimanfaatkan atau diterapkan secara lebih baik untuk setiap pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran IPS.

c. Bagi Guru

Adanya persepsi siswa yang baik atau positif terhadap metode resitasi pada pembelajaran IPS dapat dijadikan acuan bagi guru untuk selanjutnya menerapkan metode resitasi ini dalam pembelajaran. Guru harus bisa memahami dan menerapkan metode tersebut dengan baik, seperti: pemilihan jenis penugasan sesuai karakteristik siswa dan materi yang disampaikan. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi guru sehingga lebih terpacu dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran khususnya pembelajaran IPS secara lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Agus P, Erwan & Ratih S, Dyah. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Administrasi Publik dan Masalah – Masalah Sosial. Yogyakarta: Gava Media.

Ali, Mohammad & Asrori, Mohammad. (2011). Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Bimo Walgito. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset. Djamarah, Saiful Bahri & Zain, Azwan. (1997). Strategi Belajar Mengajar.


(6)

32

King, Laura A. (2012). Psikologi Umum Sebuah Pandangan Apresiatif. (Alih bahasa: Brian Marwensdy). Jakarta: Salemba Humanika.

Miftah Thoha. (2009). Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sapriya. (2009). Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sardiman A M. (1996). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Siagian, Sondang P. (2012). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugihartono. et al. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian, Kuantitaif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Winkel S J. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.