Studi Deskriptif Terhadap Kesejahteraan Psikologis Pada Anak Urutan Tengan Dengan Tahap Perkembangan Dewasa Awal.

(1)

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai psychological well-being pada anak urutan tengah dengan tahap perkembangan dewasa awal. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah snowball sampling. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 75 orang.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang diterjemahkan dan dimodifikasi dari The Ryff Scales of Psychological Well-Being (SPWB, 1989) dari Carol Ryff. Jumlah item yang terdapat dalam kuesioner tersebut adalah 84 item dan dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan perhitungan statistik. Setelah dilakukan pengujian validitas didapatkan sejumlah 65 item valid dengan rentang validitas antara 0,324 sampai dengan 0,747. Reliabilitas dari alat ukur ini adalah sebesar 0,879.

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai dimensi psychological well-being pada anak urutan tengah dengan tahap perkembangan dewasa awal, terdapat 5 dimensi yang memiliki persentase yang tinggi. Dimensi-dimensi tersebut yaitu self-acceptance (65,3%), environmental mastery (82,7%), purpose in life (70,7%), positive relation with others (61,3%), dan personal growth (53,3%). Sedangkan dimensi autonomy memiliki persentase yang rendah, yaitu 33,3%. Dimensi-dimensi tersebut cenderung terkait dengan faktor pendidikan, status marital, pekerjaan, dan jenis kelamin.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan saran bagi peneliti lain untuk meneliti mengenai seberapa kuat hubungan antara psychological well-being dan data demografik (pendidikan, pekerjaan, status marital, dan jenis kelamin). Bagi subjek, peneliti menyarankan untuk mengikuti berbagai kegiatan yang dapat mengasah potensinya ke arah yang lebih baik. Peneliti juga menyarankan subjek untuk lebih mengenali kelebihan dan kekurangannya lalu berupaya untuk mengembangkan kelebihannya. Subjek juga perlu memikirkan nilai apa yang penting bagi dirinya dan berpegang pada nilai tersebut.


(2)

ABSTRAK...ii

KATA PENGANTAR………...…….. iii

DAFTAR ISI ………..………..……….……....….…… vi

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GRAFIK ...x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN……….……….…...1

1.1Latar belakang masalah ………..………...1

1.2Identifikasi masalah.……….…………...…...10

1.3Maksud dan tujuan penelitian……….………..……...10

1.3.1 Maksud penelitian………….……….…………...….10

1.3.2 Tujuan penelitian……….…...10

1.4Kegunaan penelitian ………...10

1.4.1 Kegunaan teoretis………...10

1.4.2 Kegunaan praktis………...11

1.5Kerangka pemikiran……….…………...……...11

1.5.1 Bagan kerangka pemikiran……….…….…...…22


(3)

BAB II TINJAUAN TEORI………...….… 24

2.1 Psychologycal Well-Being ………...….. 24

2.2 Birth Order………...37

2.3 Perkembangan dewasa awal………....…....40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………...….. 46

3.1 Rancangan penelitian……….………...… 46

3.2 Bagan rancangan penelitian………...….. 46

3.3 Variabel penelitian, definisi operasional, dan definisi konseptual... 47

3.3.1 Variabel penelitian………..………... 47

3.3.2 Definisi konseptual ………..…………....…....47

3.3.3 Definisi operasional………...………...47

3.4 Alat ukur ………...……... 48

3.4.1 Kuesioner kesejahteraan psikologis.………...……...48

3.4.2 Sistem penilaian………...…...…..49

3.4.3 Data penunjang………...…………...50

3.4.4 Validitas dan Reliabilitas alat ukur………...…...51

3.4.4.1 Validitas alat ukur………...…...51

3.4.4.2 Reliabilitas alat ukur………...………...51

3.5 Populasi dan teknik sampling………...……...54

3.5.1 Populasi sasaran ...………...……….54

3.5.2 Karakteristik sampel………...…...54


(4)

3.6 Teknik analisis data………....…………...54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...56

4.1 Gambaran responden ...56

4.1.1 Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin...56

4.1.2 Gambaran responden berdasarkan usia ...56

4.1.3 Gambaran responden berdasarkan pendidikan ...57

4.1.4 Gambaran responden berdasarkan pekerjaan...57

4.1.5 Gambaran responden berdasarkan status marital...58

4.1.6 Gambaran responden berdasarkan keberadaan orangtua...58

4.2 Hasil penelitian ...58

4.3 Pembahasan ...59

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...65

1.1Simpulan ...65

1.2Saran...66

1.2.1 Saran teoretis...66

1.2.2 Saran praktis...67

DAFTAR PUSTAKA……….…...68

DAFTAR RUJUKAN………...….70


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nomor item alat ukur...49

Tabel 3.2 Item positif dan negatif...50

Tabel 3.3 Reliabilitas alat ukur...53

Tabel 4.1.3 Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin...56

Tabel 4.1.2 Gambaran responden berdasarkan usia...56

Tabel 4.1.3 Gambaran reponden berdasarkan pendidikan...57

Tabel 4.1.4 Gambaran reponden berdasarkan pekerjaan...57

Tabel 4.1.5 Gambaran responden berdasarkan status marital...58


(6)

DAFTAR GRAFIK


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1: Informed concent

Lampiran 2: Kuesioner uji coba

Lampiran 3: Validitas dan reliabilitas

Lampiran 4: Kuesioner pengambilan data

Lampiran 5: Data responden

Lampiran 6: Skor masing-masing responden


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setelah sepasang pria dan wanita menikah, memiliki anak merupakan hal yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala upaya akan dilakukan untuk memilikinya. Banyak pengalaman baru yang didapatkan ketika sepasang suami istri menjadi orangtua untuk pertama kalinya. Pada saat memiliki anak pertama, orangtua merasa sangat senang. Seluruh perhatian dan kasih sayang akan tertuju pada anaknya tersebut. Setiap gerak-gerik anak akan diperhatikan dan setiap kali terjadi perkembangan pada anak dalam berbagai aspek seperti fisik, motorik, dan perkembangan lainnya, orangtua akan sangat senang.

Keadaan tercurahnya perhatian orangtua tertuju pada seorang anak tidak lagi terjadi saat pasangan sudah memiliki lebih dari satu orang anak. Memiliki anak lebih dari satu berarti akan membagi perhatian orangtua. Tentu saja, setiap orangtua akan menghayati bahwa mereka telah membagi rata perhatian dan kasih sayangnya secara sama kepada semua anak-anaknya, sebaliknya anak-anak belum tentu menghayati hal yang sama dengan yang dipersepsi orangtuanya. Setiap anak membutuhkan tingkat perhatian yang berbeda-beda satu sama lain, oleh karena perbedaan usia dan tuntutan perkembangan yang menyertai usia setiap. Anak yang berada pada tahap perkembangan remaja, misalnya, relatif membutuhkan lebih banyak perhatian berupa dukungan dan bimbingan secara moral, sedangkan


(9)

anak yang berada dalam masa perkembangan anak-anak lebih membutuhkan perhatiaan berupa pengajaran dalam berbagai keterampilan dasar.

(http://www.tontowiajilukito.com/children/middle-child-syndrome/ diakses

tanggal 1 April 2012).

Urutan kelahiran seorang anak dapat berpengaruh terhadap perilaku dan kepribadiannya. Akan menjadi suatu kendala ketika dalam suatu keluarga memiliki anak yang berjumlah ganjil, seperti tiga anak atau lima anak. Orangtua, biasanya, cenderung memusatkan perhatian pada anak bungsu dan memanjakannya sebagai anak terakhir yang hadir di keluarganya. Pada anak sulung, orangtua sibuk membantunya dalam melakukan hal-hal yang baru baginya dan juga merupakan pengalaman baru bagi orangtua. Pada anak tengah, orangtua akan lebih tenang karena berpikir sudah memiiki berbagai pengalaman dalam membimbing anak (Frank J. Sulloway, 1999).

Berdasarkan polling yang dilakukan tahun 2009 oleh

www.thebabywebsite.com terhadap 1000 orangtua dan juga 1000 anak tengah di

Amerika, sebanyak 34% orangtua mengatakan bahwa anak tengah menimbulkan masalah lebih banyak dibandingkan anak-anak urutan lainnya. Lebih dari 50% anak tengah merasa orangtuanya memberikan perlakuan berbeda dengan perlakuan yang diberikan orangtua terhadap sibling-nya. Mereka harus berjuang untuk mendapatkan perhatian dari orangtuanya. Sebesar 36% anak tengah menghayati bahwa mereka tidak memiliki peran yang besar dalam keluarganya. Setelah dewasa, 60% anak tengah menghayati bahwa mereka memiliki kehidupan


(10)

(http://www.thebabywebsite.com/article.1848.Middle_Child_Syndrome.htm diakses pada tanggal 18 Maret 2012).

Pengalaman kurangnya perhatian pada anak tengah membuatnya seringkali dikatakan berbeda dari anak urutan lainnya. Terdapat kecenderungan anak tengah akan mengalami middle child syndrome, yaitu syndrome anak tengah yang menghayati bahwa dirinya tidak diperhatikan dan tidak disayangi oleh orangtuanya dibandingkan dengan sibling-nya. Anak urutan tengah menghayati dirinya tidak memiliki peran yang penting terhadap keluarga dan juga tidak diperhatikan dalam keluarganya (

http://www.ehow.com/about_6628390_middle-child-syndrome-behavior.htmldiakses pada tanggal 19 Maret 2012).

Middle child syndrome ini mendorong anak urutan tengah melakukan

berbagai macam hal yang dianggap dapat menyita perhatian dari orang lain, terutama perhatian dari orangtua. Tidak jarang mereka melakukan perbuatan yang salah untuk menarik perhatian orang lain atau orangtuanya, misalnya dengan membuat onar di sekolah atau dengan sengaja melanggar peraturan dari orangtuanya. Mereka menganggap cara-cara seperti itu cukup efektif untuk menarik perhatian orang-orang di sekelilingnya sehingga perhatiannya tertuju pada dirinya.

Seolah-olah terbiasa untuk tidak mendapatkan perhatian, anak tengah juga dapat menjadi pribadi yang cenderung senang untuk menyendiri. Mereka kurang menyukai bergabung dengan orang lain atau melakukan kegiatan bersama dengan orang lain karena mereka kurang mengetahui bagaimana cara untuk berinteraksi dengan orang lain. Hal ini dapat berdampak setelah anak pada urutan tengah


(11)

beranjak dewasa, terdapat kemungkinan mereka mengalami kesulitan untuk menjalin relasi yang interpersonal dengan orang lain. Terdapat pula anak urutan tengah yang justru menjadi seseorang yang lebih perhatian terhadap teman-temannya dalam pergaulan, jika dibandingkan dengan

sibling-nya.(

http://www.ehow.com/about_6628390_middle-child-syndrome-behavior.htmldiakses pada tanggal 19 Maret 2012).

Memiliki posisi diantara anak pertama yang mengambil peran sebagai pemimpin serta anak paling kecil yang selalu dianggap sebagai bayi dalam keluarga, membuatnya merasa kebingungan dan bukan bagian dari keluarga. Perasaan tidak diinginkan dan tidak disayangi dalam keluarga membuat anak pada urutan tengah memiliki keyakinan dan penilaian diri yang rendah, terutama pada anak urutan tengah yang mengalami middle child syndrome.

Terdapat juga hal positif pada seseorang yang lahir pada urutan tengah. Anak pada urutan tengah biasanya akan mengambil peran sebagai pendamai. Misalnya dalam keluarga, ketika kakak dan adiknya dalam pertengkaran, anak tengah akan mengambil peran mendamaikan saudaranya tersebut. Dalam kehidupan sosial, anak pada urutan tengah juga cenderung mengambil peran pendamai yang menolak ketidakadilan yang terjadi di lingkungan sosial. Hal ini dikarenakan anak pada urutan tengah telah mengetahui cara bernegosiasi dan

berkompromi di lingkungan keluarganya.

(


(12)

Selain itu pada situs di atas juga dijelaskan bahwa anak tengah cenderung merasa tidak dapat bersandar pada orangtua ataupun sibling-nya untuk mendapatkan dukungan. Bahkan dalam situasi yang suportif sekalipun, mereka tetap merasa tidak memungkinkan untuk mendapatkan dukungan dari keluarganya.Hal ini membuat anak tengah memberikan dukungan bagi dirinya sendiri dan juga menjadi pribadi yang lebih mandiri daripada sibling-nya. Terbiasa untuk melakukan berbagai hal tanpa bantuan dan dukungan dari orangtua yang berlebihan membuat anak belajar mengerjakan apa yang menjadi tugasnya dengan kemampuannya sendiri. Pada kehidupan sehari-hari pun anak pada urutan tengah tetap dapat melakukan berbagai tugas dengan bantuan yang tidak banyak dari orang lain di sekitarnya. Misalnya saja dalam mengerjakan tugas sekolah (PR) mereka dapat menyelesaikan tugas tersebut tanpa meminta bantuan orang lain meskipun ada kalanya merasa kesulitan.

Pengalaman masa lalu dan karakteristik anak urutan tengah turut mempengaruhi pandangan seseorang mengenai kualitas hidupnya. Menurut Carol Ryff (1989), bagaimana seseorang memandang kualitas kehidupannya serta mengevaluasi dirinya sendiri diistilahkan sebagai psychological well-being (kesejahteraan psikologis). Kesejahteraan psikologis banyak digunakan untuk melihat kebahagiaan pada orang-orang yang mengalami masa-masa sulit dalam kehidupannya. Terdapat anggapan bahwa ketika seseorang mengalami masa sulit dalam hidupnya maka sangat kecil kemungkinan akan merasa sejahtera dalam hidupnya. Namun demikian, dalam kesejahteraan psikologis dapat dilihat bahwa meskipun sedang atau pernah mengalami masa sulit dalam kehidupannya,


(13)

seseorang dapat tetap memiliki kesejahteraan dan memiliki pandangan yang baik mengenai kualitas hidupnya. Masa sulit juga dialami oleh anak urutan tengah saat mereka menghayati bahwa orangtua tidak memberi perhatian kepada mereka, namun bukan berarti anak yang berada pada urutan tengah akan selalu memiliki kehidupan yang tidak sejahtera. Kemampuan kognitif dalam mengolah dan mengevaluasi pengalaman masa lalunya dapat turut mendorong anak urutan tengah untuk merasakan kesejahteraan dan menghayati memiliki kualitas hidup yang baik. Jika seseorang menghayati kesejahteraan psikologis yang tinggi, maka dirinya akan dapat menguasai berbagai macam aspek kehidupannya dan akan memiliki pandangan yang lebih positif mengenai kehidupannya, sedangkan orang dengan kesejahteraan psikologis rendah akan memandang kehidupan secara negatif dan berat untuk dilalui.

Terdapat enam dimensi dalam kesejahteraan psikologis, yaitu penerimaan diri (self-acceptance), relasi positif dengan orang lain (positive relation with

others), perkembangan personal (personal growth), tujuan hidup (purpose in life),

penguasaan lingkungan (environmental mastery), dan kemandirian (autonomy). Setiap dimensi ini memiliki peran yang berbeda dan dapat berpengaruh secara positif terhadap kehidupan seseorang. Dimensi self-acceptance meliputi bagaimana seseorang menerima kekurangan serta kelebihan yang dimilikinya.

Positive relation with others merupakan dimensi kedua dari kesejahteraan

psikologis mengenai kemampuan individu untuk menjalin relasi yang hangat dengan orang lain termasuk juga membangun hubungan interpersonal. Dimensi ketiga adalah personal growth yang meliputi kemampuan untuk menyadari


(14)

potensi yang dimiliki serta kemampuan untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensinya. Dimensi keempat adalah purpose in life. Pada dimensi ini dilihat sejauh mana individu menghayati kebermaknaan dari kehidupannya serta memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupannya. Environmental mastery adalah dimensi kelima yang meliputi kemampuan individu dalam mengontrol lingkungannya serta menggunakan kesempatan yang ada di lingkungannya. Dimensi terakhir adalah autonomy. Pada aspek ini dilihat sejauh mana seseorang memertahankan nilai serta prinsip yang dimilikinya tanpa bergantung pada orang lain.

Berdasarkan survey yang dilakukan kepada 10 orang anak urutan tengah, semua subjek atau sebesar 100% menghayati bahwa mereka tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari orangtuanya. Perhatian dan perlakuan orangtua padanya di masa lalu berbeda jauh dengan perlakuan serta perhatian orangtua terhadap sibling-nya. Perlakuan dari orangtua yang diterima oleh setiap anak urutan tengah berbeda satu sama lain. Berikut ini merupakan beberapa contoh perlakuan yang diterima oleh anak urutan tengah, yaitu ketika ia dan adiknya melakukan kesalahan yang sama, orangtua hanya memberikan nasihat pendek tehadap adiknya, namun memberi hukuman pada dirinya. Contoh lainnya adalah ketika terdapat diskusi dalam keluarga, orangtua lebih mempertimbangkan pendapat dari saudaranya dibandingkan pendapat dari anak urutan tengah.Terdapatnya perbedaan perlakuan dan perhatian dari orangtua membuat mereka merasa sedih dan tidak jarang merasa dilupakan dalam keluarga.


(15)

Ketika mereka menginjak masa dewasa, terjadi perubahan pandangan serta penghayatan pada anak urutan tengah. Sebesar 60% (6 orang)anak urutan tengah merasa bahagia dengan kehidupannya saat ini. Banyak hal yang dapat dipelajari dari pengalaman masa lalunya karena telah merasa berbeda dengan sibling-nya.Perlakuan dari lingkungan keluarga yang dulu mereka hayati sebagai hal negatif, kini tidak lagi dipandang demikian.Terdapat pemikiran bahwa keadaan dirinya saat ini adalah hasil dari pembentukan oleh pengalaman masa lalunya tersebut yaitu pengalaman kurangnya perhatian dari orangtua. Ketika dewasa, mereka merasa senang karena dapat melakukan berbagai macam hal yang diinginkan dan dapat mengambil keputusan-keputusan yang sesuai dengan dirinya, misalnya mereka dapat menentukan sendiri jurusan yang akan diambilnya saat berada di perguruan tinggi dan juga dapat memilih pekerjaan yang memang diinginkannya. Berbeda dengan sibling-nya yang kurang dapat memilih pekerjaan yang diinginkan karena desakan dari orangtua.

Sisanya, yaitu sebesar 40% (4 orang) anak urutan tengah tetap merasa memiliki relasi yang jauh dengan keluarganya. Mereka menghayati orangtua yang semakin mengabaikan keberadaannya ketika mereka telah dewasa. Mereka telah berusaha untuk menarik perhatian orangtuanya dan melibatkan keluarga ketika menghadapi persoalan seperti meminta pendapat, akan tetapi anak urutan tengah ini merasa kecewa karena respon yang didapatkan tidak sebaik respon yang mereka inginkan. Orangtua seolah-olah tidak peduli dengan apa yang terjadi pada kehidupan mereka. Di dalam hatinya sebenarnya anak urutan tengah ini merasa sangat sedih dan menginginkan adanya perubahan situasi dalam keluarga mereka.


(16)

Penghayatan setiap orang mengenai kehidupannya pasti berbeda, begitu juga pada anak urutan tengah yang satu dengan yang lainnya. Seseorang yang telah memasuki masa dewasa dapat mengolah pengalaman-pengalaman yang dialaminya dengan lebih baik jika dibandingkan dengan anak-anak dan remaja. Menurut Santrock, tahap dewasa awal adalah antara rentang usia 20 tahun sampai 40 tahun. Untuk meneliti mengenai penghayatan akan kehidupan pada anak urutan tengah juga akan lebih baik jika dilakukan pada mereka yang telah memasuki tahap dewasa karena mereka dapat mengolah dengan lebih baik mengenai kehidupan dan pengalaman masa lalunya. Pengalaman masa lalu ketika anak urutan tengah mendapatkan perhatian yang kurang dari orangtua dapat dihayati berbeda oleh masing-masing anak urutan tengah dan hal ini dapat memberikan berbagai dampak yang berbeda bagi masing-masing pribadi,baik dampak yang positif maupun dampak yang negatif. Terdapatnya kerentanan mengalami middle child syndrome juga dapat memberikan dampak baik yang positif maupun yang negatif bagi anak urutan tengah serta well-being yang dihayatinya. Perbedaan dalam pengolahan pengalaman masa lalu tersebut dapat berpengaruh juga terhadap perbedaan kesejahtetraan setiap anak urutan tengah. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti mengenai kesejahteraan psikologis yang dihayati oleh anak urutan tengah dalam tahap perkembangan dewasa awal.


(17)

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimanakah gambaran kesejahteraan psikologis anak urutan tengah yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud penelitian

Untuk memperoleh gambaran kesejahteraan psikologis anak urutan tengah yang berada pada tahap dewasa awal.

1.3.2 Tujuan penelitian

Untuk mengetahui profil dimensi - dimensi kesejahteraan psikologis anak urutan yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Memberikan informasi mengenai kesejahteraan psikologis anak urutan tengah yang berada pada tahap dewasa awal.

 Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk meneliti mengenai kesejahteraan psikologis.


(18)

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Sebagai informasi dasar bagi Subjek yang bersangkutan untuk pengembangan kesejahteraannya di masa yang akan datang melalui publikasi hasil penelitian. Subjek yang bersangkutan juga dapat melakukan kontak dengan peneliti melalui email apabila ingin mengetahui mengenai kesejahteraan psikologisnya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Menurut Alfred Adler (1902-1994) urutan kelahiran seseorang dapat berpengaruh terhadap berbagai aspek dalam kehidupan orang yang besangkutan. Beberapa aspek yang dipengaruhi urutan lahir di antaranya adalah kepribadian dan intelegensi. Anak-anak dengan urutan lahir yang sama dikatakan akan memiliki karakteristik tertentu yang sama satu dengan yang lain.

Dalam kehidupan keluarga, anak urutan tengah dikatakan tidak mendapatkan perhatian sebanyak perhatian yang didapatkan oleh sibling-nya. Hal tersebut dapat menjadi pemicu karakteristik anak urutan tengah yang kerap kali mencari perhatian. Karakteristik ini dapat muncul melalui berbagai perilaku, misalnya membuat onar di kelas atau justru sebaliknya, yaitu dengan memiliki prestasi yang baik di suatu bidang yang berbeda dengan bidang yang ditekuni

sibling-nya. Anak urutan tengah pun cenderung bersifat kompetitif demi

mendapatkan perhatian. Biasanya mereka berusaha untuk menyaingi kakaknya

(http://www.answers.com/topic/birth-order#ixzz1rpefBkdy diakses pada tanggal


(19)

Terdapat karakteristik lain dari anak tengah, yaitu cenderung penyendiri dan pemalu. Anak urutan tengah biasanya akan menghayati mendapatkan perhatian yang kurang dari orang tuanya, sehingga mereka mencoba untuk memenuhi sendiri perhatian yang dibutuhkannya. Berbeda dengan penuturan di atas, anak urutan tengah juga dapat menjadi pribadi yang sangat bersahabat dan mudah bergaul dengan orang lain. Perhatian yang dihayati tidak didapatkan dari orangtua dan sibling-nya akan dipenuhinya dengan menghabiskan waktu bersama orang lain di luar keluarganya Seolah-olah terbiasa untuk menyelesaikan masalah dalam keluarganya, dalam kehidupan sosial anak tengah dapat mengambil peran sebagai penengah atau pendamai saat terjadi masalah di sekitarnya. Mereka juga menjadi lebih fleksibel dan diplomatis dalam kehidupan sosialnya

(http://www.surfnetparents.com/1657/personality-traits-of-the-middle-child/

diakses tanggal 8 April 2012).

Sisi lain dari anak tengah adalah kesulitan untuk menaruh kepercayaan pada orang lain. Mereka menghayati bahwa tidak ada orang yang dapat mengerti perasaannya. Ketika anak urutan tengah berbagi dengan orang lain, ia pun akan lebih mudah untuk dipengaruhi oleh perkataan orang tersebut. Menghayati sulitnya menemukan orang yang dapat dipercaya, anak urutan tengah berusaha untuk menjadi orang yang dapat dipercaya bagi orang-orang di sekitarnya, menjadi penjaga rahasia yang baik, dan senang untuk membahagiakan orang lain.

(http://www.buzzle.com/articles/middle-child-personality.html diakses tanggal 20


(20)

Berada di antara kakak atau anak yang lebih tua darinya yang cenderung mengambil peran sebagai pemimpin bagi anak-anak dalam keluarga, dan juga anak terakhir yang akan selalu dianggap bayi dalam keluarga. Penghayatan tersebut dapat membuat anak mengalami middle child syndrome. Middle child

syndrome merupakan sindrom yang hanya dialami oleh anak urutan tengah karena

perasaan diabaikan dan tidak disayangi oleh keluarganya. Anak urutan tengah yang mengalami middle child syndrome cenderung memiliki self-esteem yang rendah dan melakukan berbagai cara yang dianggapnya dapat menarik perhatian dari orang-orang di sekitar terutama keluarganya.

Ketika menginjak masa dewasa, anak urutan tengah dapat melakukan penilaian dan evaluasi mengenai pengalaman masa lalunya saat anak urutan tengah menghayati kurangnya perhatian yang diberikan orangtua yang turut membentuk karakteristik anak urutan tengah. Melalui evaluasi tersebut, anak urutan tengah dapat menilai bagaimana kualitas kehidupannya. Menurut Ryff (1989), kesejahteraan psikologis merupakan keadaan saat individu dapat membangun hubungan yang positif dengan orang lain, menerima diri apa adanya, mengembangkan diri, memiliki tujuan hidup, mampu mengarahkan perilaku, serta mampu mengontrol lingkungan.

Terdapat enam dimensi dalam kesejahteraan psikologis, yaitu

self-acceptance, personal growth, positive relations with others, autonomy, environmental mastery, dan purpose in life. Masing-masing dimensi ini dapat

memberikan pengaruh tertentu terhadap penghayatan seseorang mengenai kualitas hidupnya, begitu pula pada anak urutan tengah.


(21)

Berada di antara kakak dan adiknya yang rentan akan perbedaan pendapat membentuk anak urutan tengah untuk melihat berbagai macam hal yang dihadapainya secara objektif. Hal tersebut memberikan kapasitas bagi anak urutan tengah untuk menjalani peran sebagai pendamai yang merupakan salah satu ciri dari anak urutan tengah. Lama-kelamaan mereka menyadari bahwa posisinya sebagai anak urutan tengah tidak hanya memberikan dampak yang negatif tetapi juga dampak positif bagi dirinya. Seiring perkembangan usia dan kognitifnya, anak urutan tengah tidak lagi mempermasalahkan perhatian dari orangtua yang tidak didapatkannya, namun ia lebih dapat melihat secara objektif mengenai pengalamannya tersebut. Pengalaman masa lalu yang sebelumnya menjadi suatu masalah yang besar dan negatif dapat dipandang menjadi pengalaman berharga yang membentuk dirinya saat ini. Anak urutan tengah pun dapat menerima dirinya sebagai suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari kelebihan dan kekurangan. Hal ini dapat merujuk pada nilai yang tinggi dari dimensi self-acceptance.

Self-acceptance atau penerimaan diri merupakan dimensi yang meliputi kemampuan

dalam menerima diri apa adanya beserta kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Selain itu juga penghayatan yang positif mengenai masa lalunya (Ryff dan Keyes, 2003).

Berbeda dengan penuturan di atas, anak urutan tengah juga dapat tetap memusatkan perhatiannya pada penghayatan pribadinya mengenai perhatian dari orangtua yang dihayati sangat kurang. Mereka tidak mencoba mengolah pengalaman masa lalunya tersebut dan hanya melihat berbagai dampak negatif yang dihasilkan dari pengalaman tersebut. Mereka tidak dapat menerima diri


(22)

secara utuh dan memandang dirinya negatif. Hal ini merujuk pada dimensi

self-acceptance yang rendah.

Selain kurangnya perhatian yang ditujukan bagi anak urutan tengah, orang tua juga tidak terlalu menuntut anak tengah dalam berbagai macam aspek kehidupan, seperti pendidikan dan karir. Terdapat kesempatan yang lebih bagi anak urutan tengah untuk mengeksplorasi potensi-potensi dan minat yang ada pada dirinya, terutama dalam hal karir atau pekerjaan yang menjadi hal ayng penting bagi seseorang yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal. Selain itu penerimaan diri mendukung anak urutan tengah untuk melihat berbagai kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya sehingga ia dapat melihat aspek dalam dirinya yang perlu dikembangkan untuk mendukung potensi dan minatnya serta dapat melakukan perbaikan-perbaikan bagi dirinya. Kebebasan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki dapat merujuk pada tingginya nilai pada dimensi personal growth. Dimensi personal growth sendiri mencakup kemampuan seseorang untuk menyadari potensi dalam dirinya dan mengembangkannya menjadi sumber daya yang baru (Ryff dan Singer, 2003).

Sebaliknya, dengan penghayatan akan kurangnya kasih sayang dari orangtua terdapat pula anak urutan tengah yang justru merasa mereka tidak mendapat pengarahan yang baik dari orangtuanya. Anak urutan tengah merasa kebingungan dengan potensi apa yang ada dalam dirinya. Mereka mengalami kesulitan ketika ingin memilih karir atau pekerjaan yang tepat bagi dirinya sendiri. Mereka juga merasa kebingungan mengenai langkah-langkah yang harus diambil untuk mengasah dan mengembangkan potensi yang dapat mendukung karirnya


(23)

tersebut. Hal ini merujuk pada dimensi personal growth dengan nilai yang rendah pada anak urutan tengah.

Dengan adanya upaya dalam mengembangkan potensi dalam dirinya serta upaya untuk memperbaiki diri, anak urutan tengah dapat mengenali bidang yang paling diminatinya dan paling sesuai bagi dirinya. Kesempatan tersebut mendorong anak urutan tengah dalam menentukan tujuan dan harapan-harapan dalam hidupnya. Anak urutan tengah menjadikan potensi-potensi yang dimilikinya untuk merencanakan tujuan hidupnya. Misalnya dalam menentukan bidang pekerjaan yang paling sesuai dengan dirinya atau menentukan bidang pendidikan yang diminatinya. Dengan kesempatan tersebut anak urutan tengah meyakini bahwa hidupnya bermakna serta memberikan kontribusi yang berarti bagi lingkungan sekitarnya. Kemampuan anak urutan tengah dalam menentukan tujuan hidup dapat merujuk pada nilai yang tinggi pada dimensi purpose in life, yang berarti seseorang memiliki tujuan, intensi, dan arahan yang dapat memberikan kontribusi pada kebermaknaan hidupnya (Ryff dan Keyes, 2003).

Dukungan dari keluarga yang dihayati tidak didapatkannya membuat anak urutan tengah merada kebingungan untuk menetapkan tujuan yang ingin dicapai. Kesulitan yang dialami anak urutan tengah dalam menggali dan mengembangkan potensi yang dimilikinya, juga membuat anak urutan tengah mengalami kesulitan dalam menentukan tujuan hidupnya termasuk dalam hal karir atau pekerjaan. Hal ini merujuk pada dimensi purpose in life yang memiliki nilai yang rendah.

Perhatian dari orangtua yang dihayati kurang oleh anak urutan tengah akan mendorong anak urutan tegnah untuk mencari perhatian dari lingkungan


(24)

sekitarnya. Mereka akan manjadi pribadi yang lebih mementingkan hubungan pertemanan dibandingkan dengan hubungannya dengan keluarganya. Anak urutan tengah akan berusaha untuk membangun relasi yang hangat dan kuat dengan orang-orang lain di sekitarnya untuk mendapatkan perhatian yang dibutuhkannya. Mereka berupaya untuk membuat hidupnya bermakna bagi orang-orang di sekitarnya. Tujuan hidup yang ditetapkannya dibuat untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain. Mereka juga belajar untuk menaruh kepercayaan pada orang lain sehingga ia dapat merasakan bahwa terdapat perhatian yang tertuju bagi dirinya. Selain itu, ia pun berusaha menjadi pribadi yang hangat, penuh empati, dan juga dapat dipercaya oleh orang lain dalam relasinya dengan lingkungan sekitar. Karakter tersebut dapat merujuk pada nilai dari dimensi positive relation

with others yang tinggi pada anak urutan tengah. Dimensi positive relation with others mencakup kemampuan dalam berempati dan menyayangi orang lain dan

mampu mencintai serta memiliki persahabatan yang mendalam (Ryff dan Singer, 2003).

Terdapat pula anak urutan tengah yang menjadi pribadi yang penyendiri. Mereka menjadi pribadi yang kurang dapat membina hubungan relasi yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Anak urutan tengah kurang dapat berempati terhadap permasalah yang dialami oleh teman-temannya. Terdapat kemungkinan juga anak urutan tengah memiliki kesulitan ketika akan membina hubungan interpersonal dikarenakan mereka tidak terbiasa untuk terbuka terhadap orang lain, sebagaimana dengan orangtuanya. Hal ini merujuk pada dimensi positive


(25)

Ketika menginjak masa dewasa, anak urutan tengah dapat melihat sisi positif dari pengalaman masa lalunya. Mereka dapat mengambil keputusan yang sesuai dengan dirinya. Ia juga memiliki kebebasan dibandingkan dengan sibling-nya dalam memilih pekerjaan dan tujuan hidup yang sesuai bagi dirisibling-nya sendiri. Dengan pengambilan keputusan yang diambilnya, anak urutan tengah dapat mengenali pula hambatan yang ada di lingkungan. Anak urutan tengah juga dapat melakukan upaya antisipatif dalam menghadapi hambatan yang ada di lingkungan. Untuk mendukung perkembangan potensinya, anak urutan tengah dapat memilih lingkungan yang sesuai baginya. Hal ini merujuk pada dimensi

environmental mastery dengan nilai yang tinggi.

Orangtua yang dihayati kurang peduli terhadap anak urutan tengah membuat anak urutan tengah akan berusaha mendapatkan perhatian yang dibutuhkannya tersebut dari lingkungan sekitarnya. Bentuk perilaku yang muncul dapat konstruktif dan dapat juga destruktif. Jika anak urutan tengah bergabung dengan lingkungan yang konstruktif atau mendukung, maka perilaku yang ditampilkan juga akan mengarah pada perilaku yang baik. Misalnya jika anak urutan tengah bergabung dengan lingkungan yang mendukungnya untuk meraih prestasi yang baik maka anak urutan tengah akan menampilkan perilaku berprestasi yang baik. Sebaliknya jika anak urutan tengah bergabung dengan lingkungan yang destruktif bagi dirinya maka perilaku yang ditampilkanpun akan mengarah pada perilaku yang kurang baik. Misalnya ketika anak urutan tengah bergabung pemakai narkoba maka lama kelamaan ia juga akan menggunakan narkoba. Dapat dikatakan bahwa ia lebih cenderung dikontrol oleh lingkungan


(26)

sekitarnya. Bukannya menciptakan lingkungan agar sesuai dengan dirinya dan potensinya, tetapi anak urutan tengah mengalami kesulitan untuk mengatur dan memilih lingkungan yang sesuai dengan potensinya. Anak urutan tengah berusaha untuk mengembangkan potensi yang sesuai dengan lingkungan sekitarnya, bukan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan potensinya. Dapat juga terjadi mereka justru memilih potensi dalam dirinya yang dapat dikembangkan dalam lingkungan tempatnya berada. Anak urutan tengah terkesan pasif dalam pengendalian lingkungan sekitar. Hal ini dapat merujuk pada dimensi

environmental mastery dengan nilai yang rendah pada anak urutan tengah.

Dimensi ini mencakup kemampuan dalam memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikisnya, mampu berpartisipasi dalam aktivitas di luar diri, serta memanipulasi serta mengontrol lingkungan sekitarnya (Ryff dan Keyes, 2003).

Seolah-olah terbiasa untuk mengambil keputusan dengan pertimbangan pribadinya, terdapat kemungkinan anak urutan tengah menjadi pribadi yang mandiri. Mereka mampu memegang teguh nilai-nilai yang diyakininya. Mereka juga dapat mengambil keputusan-keputusan mengenai masa depannya dengan pertimbanga pribadi berdasarkan nilai dan norma yang diyakininya. Hal ini dapat merujuk pada dimensi autonomy yang memiliki nilai yang tinggi.

Kebutuhan akan perhatian yang kurang terpenuhi dapat mendorong anak urutan tengah menjadi pribadi yang senang diperhatikan dan senang menarik perhatian dari orang lain, baik di lingkungan keluarga maupun dalam lingkup sosialnya. Pendapat serta pemikiran dari lingkungan sekitar mengenai dirinya


(27)

menjadi hal yang penting bagi anak urutan tengah. Anak urutan tengah menghayati bahwa saran dan pendapat orang lain terhadapnya merupakan salah satu bentuk perhatian baginya, sehingga anak urutan tengah lebih senang mengikuti arus. Perbedaan yang signifikan antara dirinya dengan orang-orang di sekitarnya dapat menjadi suatu tekanan tersendiri baginya. Hal ini merujuk pada dimensi autonomy dengan nilai yang rendah. Autonomy merupakan dimensi yang meliputi kemampuan untuk menentukan arah hidup, yaitu mampu mengendalikan atau memengaruhi apa yang terjadi pada diri seseorang (Ryff dan Keyes, 2003).

Pengalaman masa lalu anak urutan tengah ketika ia menghayati kurangnya perhatian yang didapatkan dari orangtua dapat menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis yang dihayati anak urutan tengah. Kepribadian atau karakteristik anak urutan tengah juga menjadi faktor yang berpengaruh. Selain kedua faktor di atas, usia, pendidikan, pekerjaan, status marital, dan juga jenis kelamin juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis yang dihayati anak urutan tengah.

Nilai dari masing-masing dimensi kesejahteraan psikologis setiap anak urutan tengah akan sangat beragam. Setiap dimensi berperan dalam menentukan penghayatan kesejahteraan setiap orang, namun peran tersebut tidak berfungsi secara akumulatif. Terdapat kemungkinan seorang anak urutan tengah memiliki nilai yang tinggi pada satu dimensi saja, namun tetap merasakan kesejahteraan. Dinamika dari setiap dimensi kesejahteraan psikologis merupakan penentu bagi penghayatan ksejahteraan pada setiap anak urutan tengah.


(28)

Penghayatan anak urutan tengah mengenai perlakuan orangtua terhadapnya menjadi faktor yang berpengaruh terhadap nilai-nilai pada setiap dimensi kesejahteraan psikologisnya pada saat ini. Perlakuan dari orangtua yang sudah diterimanya di masa lalu tidak dapat dikontrol oleh anak urutan tengah karena merupakan bagian dari masa lalunya. Dengan melihat profil dari dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis anak urutan tengah pada saat ini, maka kiranya dapat dilakukan upaya antisipatif yang bertujuan untuk meningkatkan keadaan kesejahteraan psikologis anak urutan tengah melalui dimensi-dimensinya di masa yang akan datang.


(29)

1.5.1 Bagan Kerangka Pemikiran:

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Anak urutan tengah

dengan tahap perkembangan dewasa

awal

Tinggi

Rendah Dimensi-dimensi kesejahteraan

psikologis: 1. Self-acceptance

2. Personal growth

3. Positive relations with others

4. Environmental mastery

5. Purpose in life

6. Autonomy

Faktor-faktor yang berpengaruh:

- Kepribadian (karakteristik anak urutan tengah)

- Pengalaman masa lalu - Usia

- Status marital - Pendidikan - Pekerjaan

Kesejahteraan Psikologis


(30)

1.6 Asumsi

 Perlakuan orangtua yang diterima oleh anak urutan tengah, akan turut menentukan penerimaan diri, pertumbuhan pribadi, kemampuan mengembangkan hubungan positif dengan orang lain, menguasai lingkungannya, membangun tujuan dalam kehidupan, dan mengembangkan otonomi.

 Anak urutan tengah yang cenderung diperlakukan berbeda dengan anak urutan pertama dan urutan terakhir, akan mengembangkan kesejahteraan psikologis yang berbeda pula.


(31)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan simpulan beserta saran yang sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai persentase dimensi kesejahteraan psikologis pada anak urutan tengah dengan tahap perkembangan dewasa awal, diperoleh simpulan sebagai berikut:

1) Dari keenam dimensi kesejahteraan psikologis pada anak urutan tengah dengan tahap perkembangan dewasa awal, terdapat empat dimensi yang menonjol. Keempat dimensi tersebut adalah

self-acceptance, environmental mastery, purpose in life, dan positive relation with others. Anak urutan tengah dengan tahap perkembangan

dewasa awal dapat menerima diri apa adanya baik kelebihan maupun kekurangan serta berupaya menciptakan lingkungan yang dapat mendukung bagi perkembangan dirinya, ia juga dapat menetapkan tujuan hidup yang sesuai dengan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan kebermaknaan hidupnya bagi orang-orang di sekitarnya. 2) Dimensi autonomy pada anak urutan tengah dengan tahap

perkembangan dewasa awal cenderung memiliki nilai yang rendah. Seseorang dengan dimensi autonomy yang rendah kurang dapat


(32)

memegang apa yang menjadi nilai-nilai yang penting baginya dan cenderung terpengaruh dengan pandangan serta pendapat orang lain. 3) Dimensi personal growth pada anak urutan tengah dengan tahap

perkembangan dewasa awal tidak terlalu menonjol. Namun, anak urutan tengah masih mampu untuk mencoba menggali potensi yang dimilikinya dan mencoba mengembangkan potensi tersebut.

4) Faktor-faktor demografik yang cenderung berhubungan dengan dimensi kesejahteraan psikologis pada anak urutan tengah dengan tahap perkembangan dewasa awal antara lain adalah pendidikan, status marital, pekerjaan, dan jenis kelamin.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

 Hasil penelitian ini dapat ditindaklanjuti dengan meneliti kekuatan hubungan antara kesejahteraan psikologis anak urutan tengah yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal dan data demografik (pendidikan, pekerjaan, status marital, dan jenis kelamin).

 Bagi peneliti lain yang ingi meneliti topik ini, dapat menambahkan pertanyaan mengenai penghayatan subjek terhadap faktor yang berpengaruh atau penghayatan terhadap data demografik yang dijaring.


(33)

5.2.2 Saran Praktis

 Anak urutan tengah dapat mencoba menggali nilai-nilai apa saja yang penting bagi dirinya dan kelangsungan hidupnya lalu menjadikannya acuan dalam menjalani kehidupan sehari-harinya (autonomy).

 Anak urutan tengah dapat mencoba mengikuti berbagai kegiatan yang sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing untuk semakin meningkatkan potensi yang dimiliki (personal growth).

 Anak urutan tengah dapat mencoba lebih mengenali kekurangan dan kelebihan dirinya, lalu mengembangkan kelebihan yang ada


(34)

Fave, Delle Antonella., Brdar, Inggrid., Freire, Teresa., Vella-Brodrick, Dianne., Wissing, P. Marie. 2011. The Eudaimonic and Hedonic Components of

happiness: Qualitative and Quantitative Findings. Soc Indic Res. 100:

185-207.

Hudson, Valery M. 1990. Birth Order of World Leaders: An Exploratory Analysis of Effects on Personality and Behavior. Journal of Political Psychology. Vol. 11, No. 3, 583 – 597.

Keyes, M. Corey Lee., Shmotkin, Dov. 2002. Optimizing Well-Being: The Empirical Encounter of Two Traditions. Journal of Personality and Social

Psychology. Vol. 82, No. 6, 1007-1022.

Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.

Ryff, D. Carol. 1989. Happiness Is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social

Psychology. Vol. 57, No. 6, 1069 – 1081.

Ryff, D. Carol., Keyes, M. Corey Lee. 1995. The Structure of Psychological Well- Being Revisted. Journal of Personality dan Social Psychology. Vol. 69, No. 4, 719-727

Ryff, D. Carol and Singer, H. Burton. 2008. Know Thyself and Become What you are: A Eudaimonic Approach to Psychological Well-Being. Journal

oh Happiness Studies. (:13-39.

Salmon, Catherine A. and Daly, Martin. 1998. Birth Order and Familial Sentiment: Middleborns are Different. Journal of Evolution and Human


(35)

Santrock, John.W. 2004. Life Span Development, 9th Edition. New York : McGraw-Hill Companies, Inc.

Siegel, Sidney. 1994. Statistik Non Parametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : PT Gramedia.

Sulloway, Frank J. 1999. Birth Order. Encyclopedia of Creativity. Vol. 1, 189 – 202.

Wells, Inggrid E. 2010. Psychological Well-Being. New York: Nova Sciene Publishers, Inc.


(36)

Your Live. (Online).

(http://www.tontowiajilukito.com/children/middle-child-syndrome/ diakses 1 April 2012).

Aryani, Neysa Valeria Tri. 2011. Studi Deskriptif Mengenai Psychological

Well-Being pada Single-Mothers di Komunitas “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Holt, Mitchell. 2009. Middle Child Syndrome Characteristics. eHow. (Online),

(

http://www.ehow.com/list_6325724_middle-child-syndrome-characteristics.html#ixzz1pZehp21i diakses pada tanggal 19 Maret

2012).

Jenkins, Marie. 2009. Middle Child Syndrome Behaviour. eHow. (Online),

(http://www.ehow.com/about_6628390_middle-child-syndrome-behavior.html diakses 19 Maret 2012).

Marvin, Dicky. 2011. Studi Deksriptif Mengenai Profil Psychological Well-Being pada Terapis Anak Berkebutuhan Khusus di Pusat Terapi “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Stein, Henry T, Ph.D. Alderian Overview of Birth Order Characteristics. Alfred

Adler Institutes of San Fransisco and Northwestern Washington.

(Online), (http://pws.cablespeed.com/~htstein/birthord.htm diakses 18

Maret 2012).

Website, the baby.7 April 2009. Middle Child Syndrome. The Baby Website. (Online),

(http://www.thebabywebsite.com/article.1848.Middle_Child_Syndrome.


(37)

Yu, Enid. 17 Mei 2008. The Middle Child. Articlebase. (Online), (http://www.articlesbase.com/home-and-family-articles/the-middle-child-417613.html diakses 20 Maret 2012).


(1)

memegang apa yang menjadi nilai-nilai yang penting baginya dan cenderung terpengaruh dengan pandangan serta pendapat orang lain. 3) Dimensi personal growth pada anak urutan tengah dengan tahap

perkembangan dewasa awal tidak terlalu menonjol. Namun, anak urutan tengah masih mampu untuk mencoba menggali potensi yang dimilikinya dan mencoba mengembangkan potensi tersebut.

4) Faktor-faktor demografik yang cenderung berhubungan dengan dimensi kesejahteraan psikologis pada anak urutan tengah dengan tahap perkembangan dewasa awal antara lain adalah pendidikan, status marital, pekerjaan, dan jenis kelamin.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

 Hasil penelitian ini dapat ditindaklanjuti dengan meneliti kekuatan hubungan antara kesejahteraan psikologis anak urutan tengah yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal dan data demografik (pendidikan, pekerjaan, status marital, dan jenis kelamin).

 Bagi peneliti lain yang ingi meneliti topik ini, dapat menambahkan pertanyaan mengenai penghayatan subjek terhadap faktor yang berpengaruh atau penghayatan terhadap data demografik yang dijaring.


(2)

67

5.2.2 Saran Praktis

 Anak urutan tengah dapat mencoba menggali nilai-nilai apa saja yang penting bagi dirinya dan kelangsungan hidupnya lalu menjadikannya acuan dalam menjalani kehidupan sehari-harinya (autonomy).

 Anak urutan tengah dapat mencoba mengikuti berbagai kegiatan yang sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing untuk semakin meningkatkan potensi yang dimiliki (personal growth).

 Anak urutan tengah dapat mencoba lebih mengenali kekurangan dan kelebihan dirinya, lalu mengembangkan kelebihan yang ada (self-acceptance).


(3)

Pearson.

Fave, Delle Antonella., Brdar, Inggrid., Freire, Teresa., Vella-Brodrick, Dianne., Wissing, P. Marie. 2011. The Eudaimonic and Hedonic Components of happiness: Qualitative and Quantitative Findings. Soc Indic Res. 100: 185-207.

Hudson, Valery M. 1990. Birth Order of World Leaders: An Exploratory Analysis of Effects on Personality and Behavior. Journal of Political Psychology. Vol. 11, No. 3, 583 – 597.

Keyes, M. Corey Lee., Shmotkin, Dov. 2002. Optimizing Well-Being: The Empirical Encounter of Two Traditions. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 82, No. 6, 1007-1022.

Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.

Ryff, D. Carol. 1989. Happiness Is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 57, No. 6, 1069 – 1081.

Ryff, D. Carol., Keyes, M. Corey Lee. 1995. The Structure of Psychological Well- Being Revisted. Journal of Personality dan Social Psychology. Vol. 69, No. 4, 719-727

Ryff, D. Carol and Singer, H. Burton. 2008. Know Thyself and Become What you are: A Eudaimonic Approach to Psychological Well-Being. Journal oh Happiness Studies. (:13-39.

Salmon, Catherine A. and Daly, Martin. 1998. Birth Order and Familial Sentiment: Middleborns are Different. Journal of Evolution and Human Behavior. Vol 19, 299 – 312.


(4)

69

Santrock, John.W. 2004. Life Span Development, 9th Edition. New York : McGraw-Hill Companies, Inc.

Siegel, Sidney. 1994. Statistik Non Parametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : PT Gramedia.

Sulloway, Frank J. 1999. Birth Order. Encyclopedia of Creativity. Vol. 1, 189 – 202.

Wells, Inggrid E. 2010. Psychological Well-Being. New York: Nova Sciene Publishers, Inc.


(5)

Your Live. (Online). (http://www.tontowiajilukito.com/children/middle-child-syndrome/ diakses 1 April 2012).

Aryani, Neysa Valeria Tri. 2011. Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being pada Single-Mothers di Komunitas “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Holt, Mitchell. 2009. Middle Child Syndrome Characteristics. eHow. (Online),

(http://www.ehow.com/list_6325724_middle-child-syndrome-characteristics.html#ixzz1pZehp21i diakses pada tanggal 19 Maret 2012).

Jenkins, Marie. 2009. Middle Child Syndrome Behaviour. eHow. (Online),

(http://www.ehow.com/about_6628390_middle-child-syndrome-behavior.html diakses 19 Maret 2012).

Marvin, Dicky. 2011. Studi Deksriptif Mengenai Profil Psychological Well-Being

pada Terapis Anak Berkebutuhan Khusus di Pusat Terapi “X” Bandung.

Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Stein, Henry T, Ph.D. Alderian Overview of Birth Order Characteristics. Alfred Adler Institutes of San Fransisco and Northwestern Washington. (Online), (http://pws.cablespeed.com/~htstein/birthord.htm diakses 18 Maret 2012).

Website, the baby.7 April 2009. Middle Child Syndrome. The Baby Website. (Online),

(http://www.thebabywebsite.com/article.1848.Middle_Child_Syndrome. htm diakses 18 Maret 2012).


(6)

71

Yu, Enid. 17 Mei 2008. The Middle Child. Articlebase. (Online), (http://www.articlesbase.com/home-and-family-articles/the-middle-child-417613.html diakses 20 Maret 2012).