Perbandingan Ekspresi Kadar Interleukin 6 Pada Tulang Tibia Tikus Yang Di Fiksasi Dengan K-Wire Berbahan Titanium Dan K Wire Berbahan Stainless Steel.

(1)

USULAN PENELITIAN

PERBEDAAN EKSPRESI KADAR INTERLEUKIN 6

ANTARA TULANG TIBIA TIKUS YANG

DIAPLIKASI KIRSCHNER WIRE TITANIUM

DENGAN KIRSCHNER WIRE STAINLESS STEEL

NILTON DO CARMO DA SILVA

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

PERBEDAAN EKSPRESI KADAR INTERLEUKIN 6

ANTARA TULANG TIBIA TIKUS YANG

DIAPLIKASI KIRSCHNER WIRE TITANIUM

DENGAN KIRSCHNER WIRE STAINLESS STEEL

NILTON DO CARMO DA SILVA

Pembimbing;

1. Prof. Dr.dr Ketut Siki Kawiyana SpB, SpOT (K) 2. dr. I Ketut Suyasa SpB, SpOT (K) Spine

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA


(3)

PERBEDAAN EKSPRESI KADAR INTERLEUKIN 6

ANTARA TULANG TIBIA TIKUS YANG

DIAPLIKASI KIRSCHNER WIRE TITANIUM

DENGAN KIRSCHNER WIRE STAINLESS STEEL

NILTON DO CARMO DA SILVA

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA


(4)

PERBEDAAN EKSPRESI KADAR INTERLEUKIN 6

ANTARA TULANG TIBIA TIKUS YANG

DIAPLIKASI KIRSCHNER WIRE TITANIUM

DENGAN KIRSCHNER WIRE STAINLESS STEEL

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Biomedik

Combined Degree

Program Pascasarjana Universitas Udayana

NILTON DO CARMO DA SILVA 1114118105

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(5)

PERBEDAAN EKSPRESI KADAR INTERLEUKIN 6

ANTARA TULANG TIBIA TIKUS YANG DI

APLIKASI KIRSCHNER WIRE BERBAHAN

TITANIUM DENGAN DI FIKSASI KIRSCHNER WIRE

BERBAHAN STAINLESS STEEL

Tesis untuk memperoleh Gelar Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Pada Bagian/SMF Orthopaedi dan Traumatologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

NILTON DO CARMO DA SILVA 1114118105

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(6)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengunaan implan dibedah orthopedi secara umum digunakan untuk fiksasi fraktur, rekonstruksi patah tulang yang tidak menyambung (non union), pergantian persendian, rekonstruksi tulang belakang. Tujuan utama dari pengunaan implan adalah stabilisasi secara mekanik sehingga fungsi tulang dan persendian yang optimal dapat tercapai. Implantasi biomaterial umumnya dengan mengunakan prosedur pembedahan.

Biomaterial yang saat ini banyak digunakan dibidang bedah orthopedi adalah stainless steel, titanium murni dan titanium alloy (Koller et al., 2006, Bombac et al., 2007). Implan yang digunakan untuk osteosintesis harus memiliki sifat sifat yang inert sehingga respon tubuh minimal. Idealnya, implan tersebut harus memiliki properti biomekanik yang sesuai tanpa adanya suatu efek samping. Untuk bahan-bahan yang dipergunakan sebagai implan mempunyai prinsip prinsip yang harus diperhatikan seperti sifat corrosion resistance, biocompatibility, biofunctionality, osseointegration (Bombac et al., 2007). Implantasi implan pada tulang dapat menyebabkan respon biologi lokal dan sistemik. (Korkusuz et al., 2004)

Implan yang digunakan akan memberikan respon inflamasi dihubungkan dengan reaktivasi makrofag masih dijadikan sebagai fokus penilitian dalam 40 tahun terakhir. Penelitian terbaru mendemostrasikan predominan respons


(7)

makrofag M1 terhadap implan yang memproduksi mediator – mediator proinflamasi yang mengakibatkan terpaparnya jaringan periimplan (Landgraeber et al., 2014).

Permukaan biomaterial memainkan peran penting dalam modulasi reaksi benda asing dalam dua sampai empat minggu setelah implantasi dari perangkat medis. Pemahaman tentang reaksi benda asing penting dikarenakan reaksi benda asing dapat berdampak pada biokompatibilitas dari perangkat medis, prostesis atau biomaterial yang ditanamkan dan secara signifikan dapat mempengaruhi respon jaringan jangka pendek dan jangka panjang. (Anderson et al., 2008). Aseptic loosening dan periprostetik osteolisis masih merupakan penyebab terbanyak kasus revision surgery pada operasi pergantian sendi. (Schmidt. et al., 2003)

Adanya loosening pada pengunaan implan sering disebabkan oleh resorbsi tulang. Sel yang sangat berperan pada resorbsi tulang adalah osteoblas dan osteoclas. Osteoblas akan meregulasi aktivitas osteoclas dengan transmisi sinyal osteolisis. Osteoclas diaktivasi oleh hormon parathyroid, vitamin D3, interleukin (IL-1, IL-6, IL-11), tumor nekrosis faktor alfa dan prostaglandin E2. (Schmidt. et al., 2003).

Interleukin enam (IL-6) disekresi oleh osteoblas sebagai respon terhadap ion metal. Konsentrasi ion metal yang berhubungan dengan respon toksik osteoblas dapat dideteksi pada jarignan periprostetik (Hallab et al., 2004). IL-6 juga dikenal sebagai stimulator potent osteoclast-mediasi resorbsi tulang. (Huang,


(8)

R.L. et al., 2015) Selama fase akut inflamasi, konsentrasi IL-6 mencapai puncak dengan cepat dan kembali ke level yang normal juga dengan cepat bila dibandingkan dengan c – reactive protein. (Villacis et al., 2014).

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Interleukin enam (IL-6) disekresi oleh osteoblas sebagai respon terhadap ion metal dan partikel dari implan orthopedi mempengaruhi ekspresi protein ekstraselular osteoblas. Atas dasar uraian diatas peneliti ingin mengetahui perbedaan ekspresi interleukin 6 (IL-6) pada sel sel tulang tibia tikus yang diaplikasi K-wire titanium dengan K-wire stainless steel.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka dibuatlah rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan ekspresi Interleukin 6 (IL -6) pada sel sel tulang tibia tikus yang diaplikasi K-wire titanium dengan K-wire stainless steel yang di ukur pada hari ke 21?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Tujuan umum

Untuk mengetahui ekspresi Interleukin 6 (IL -6) pada sel sel tulang tibia tikus yang diaplikasi K-wire titanium dengan K-wire stainless steel.


(9)

b. Tujuan khusus

Untuk membuktikan adanya perbedaan ekspresi IL -6 pada sel sel tulang tibia tikus yang diaplikasi K–wire titanium dengan K–wire stainless steel.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat akademis

Jika penelitian ini benar maka akan memberikan sumbangan kepada akademisi bahwa adanya perbedaan ekspresi IL -6 pada sel sel tulang tibia tikus yang diaplikasi K- wire titanium dengan K- wire stainless steel.

b. Manfaat praktis

Dengan membandingkan ekspresi IL -6 pada sel sel tulang tibia tikus yg diaplikasi K-wire titanium dengan K-wire stainless steel dapat dipilih implan yang lebih baik dari keduanya.

Dengan memperhatikan penghematan biaya, keuntungan dan resiko pengunaannya pada pemilihan implan untuk fiksasi patah tulang, hasil dari penilitian ini di harapkan untuk dijadikan masukan dalam pemilihan implan.


(10)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Biomaterial

Implan orthopedi umumnya digunakan untuk fiksasi patah tulang dan non union, koreksi dan stabilisasi deformitas, pergantian sendi dan untuk pengunaann lain dalam bidang orthopedi. Tujuan dari implan adalah untuk stabilisasi mekanik sehingga allignment, fungsi tulang dan persendian yang optimal selama loading fisiologik dapat tercapai. Dengan adanya stabilisasi tulang dengan implan orthopedi secara tidak langsung mempengaruhi penyembuhan tulang secara biologis (Goodman et al., 2011).

Pemilihan implan dengan material yang tepat mempunyai efek yang cukup baik terhadap proses penyembuhan dan mencegah terjadinya kegagalan (failure) (Taheri et al., 2011). Desain implan difokusukan terhadap properti mekanik dan fungsi implan. Pada fiksasi patah tulang, patah tulang akan menyambung dengan sendirinya bila di stabilisasi dengan baik. Pengunaan cementless pada pergantian sendi tidak selalu osteointegrate dengan tulang sekitar sehingga dapat menimbulkan loosening (Goodman et al., 2011).

Biomaterial yang baik harus non toksik, non immonogenik, non thrombogenik, non carcinogenic dan lain – lain. Berdasarakan reaksi jaringan terhadap biomaterial diklasifikasikan dalam tiga kategori. Pertama; Materi biotolerant – yang memisahkan jaringan tulang dan jaringan fibrous, Kedua;


(11)

Materi Bioactive – yang memiliki kemampuan ikatan antara jaringan tulang dan materi kimiawi. Kolagen dan fase mineral tulang deposit secara langsung pada permukaan implan. Ketiga; Material bioinert – dalam kondisi tertentu terjadi ikatan langsung dengan jaringan tulang. Tidak ada reaksi kimiawi (Bergmann., 2013).

Gambar 1.1 Contoh materi biomedik yang digunakan dalam kedokteran (Bergmann et al., 2013)

Biomaterial yang saat ini banyak digunakan dibidang bedah orthopedi adalah stainless steel (AISI 316L), titanium murni (CP-Ti) dan titanium alloy (TiA16V4)(Koller et al., 2006). Implan yang digunakan untuk osteosintesis harus memiliki fungsi yang sesuai dengan tubuh manusia. Idealnya, implan tersebut harus memiliki properti biomekanik yang sesuai tanpa adanya suatu efek samping.


(12)

Hal prinsip yang harus diperhatikan adalah sifat sifat corrosion resistance, biocompatibility, biofunctionality, osseointegration. (Bombak et al., 2007)

2.1.1. Corrosion resistance

Korosi dalam biomaterial orthopedi adalah suatu kompleks multifaktoral yang tergantung pada geometric, metallurgical, mechanical dan parameter kimiawi. Dua hal penting yang mempengaruhi korosi implan, yang pertama adalah thermodinamik driving forces dan kinetic barriers (Joshua et al., 1998).

Thermodinamik driving forces menyebabkan korosi (oksidasi dan reduksi) sebagai respon terhadap kebutuhan eneregi atau pelepasan selama reaksi. Ada dua sumber utama energi pada proses ini yaitu chemical driving force dan positive and negative charges. Barier kinetic berhubungan dengan faktor yang menghambat reaksi korosi dari tempat asal. Proses ini tidak memerlukan mekanisme energi tetapi dengan limitasi fisik pada saat terjadi reaksi oksidasi dan reduksi (Joshua et al., 1998).

Korosi masih merupakan masalah untuk ahli orthopedi. John Chanrnely menyebutkan masalah utama korosi ada pada desain implan trauma dan artroplasti. Idenya mengambarkan perbedaan metal tidak dapat digunakan bersama dalam satu implan karena korosi galvanik (Urish et al., 2013).

Korosi Galvanik adalah perbedaan potensial elektrokimia antara dua metal yang tidak sama. Teorinya, satu metal anoda dan yang lain adalah katoda, metal aktif adalah yang anodanya adalah memiliki tahanan yang kuat terhadap korosi. Passivation layer adalah komponen utama yang membolehkan komposisi multi


(13)

alloys untuk mencegah galvanic corrosion. Korosi dalam bidang orthopedi diakibatkan oleh rusaknya passivation film (Urish et al., 2013).

Korosi masih merupkan masalah di bidang orthopedi dalam empat dekade terakhir. Passivation layer mencegah korosi galvanik antara beberapa pasangan metal yang dicampur, fretering korosi kontributor utama debris pada desain baru (Urish et al., 2013).

2.1.2. Biocompatibilty

Biocompatibility secara tradisional didefiniskan sebagai implan yang tertanam dalam tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama (Williams, 2008). The Williams Dictionary of Biomaterial, biocompatibility didefinisikan sebagai kemampuan suatu materi yang dapat menyesuaikan dengan host dalam kondisi tertentu (Bregmann, 2013).

Gambar 1.2, Reaksi jaringan terhadap implant dan biomaterial inisiasi osteolitik


(14)

Penggunaan implan untuk fiksasi fraktur umumnya hanya satu metal, untuk pergantian sendi materi metal untuk implan lebih dari satu bahan metal yaitu ceramic dan polymer. Komplikasinya tinggi pada kasus kasus pergantian sendi. Tipe metal, manufaktur dan standar, komposisi, kondisi prosesing mempengaruhi properti mekanik antara metal dan tulang. Pengunaan jangka panjang berhubungan dengan integrasi antara tulang dan implan (Korkusuz, 2004).

2.1.3. Biofunctionality

Ketika tulang rusak akibat trauma atau penyakit, diperlukan tambahan support untuk mengantikan fungsi mekanik. Contoh, penyakit tulang belakang yang disebabkan oleh degenerasi mengakibatkan instabilitas atau deformitas yang menahun. Implan yang digunakan tujuannya tidak hanya koreksi secara anatomis tetapi dapat menciptakan kondisi mekanikal yang cocok untuk fusi tulang. Tulang dan implan harus memiliki tahanan terhadap loading. Metal adalah material yang umum dikenal untuk load bearing (Kroeze et al., 2009).

Dibanding dengan bidang lain pembedahan pada tulang belakang, material permanen seperti metal untuk pengunaan jangka panjang masih memiliki komplikasi seperti migrasi, reaksi benda asing dan infeksi. Reaksi inflamasi dalam beberapa kasus disebabkan oleh korosi (particle disease). Dalam perkembangannya metal pada implan spine adalah sangat radiopaque secara radiologis, sehingga secara umum digunakan untuk imaging paska bedah spine. Tidak hanya pada x ray tetapi juga pada computer axial tomography scaning dan magnetic resonance imaging. Radiolucent pada implan spine umumnya dibuat dari non degradable polymer (Kroeze et al., 2009).


(15)

Kekuatan mekanik harus diperhatikan dalam pemilihan implan, karena polymer memiliki kekuatan yang terbatas dibanding metal. Sebuah implan dapat berfungsi sebagai non load bearing atau load transducing scaffold untuk pertumbuhan sel atau dapat berfungsi sebagai load bearing scaffold untuk mempertahankan stabilitas mekanik dan integritas. (Kroeze et al., 2009).

Sistem skeletal manusia, dalam hal ini spine dan tulang panjang memiliki range dinamik loading yang besar, polymer dalam kondisi teretentu degradasinya cepat. Kehilangan integritas yang lebih awal mengakibatkan instabilitas pada segmen spinal, non union dan clinical failure (Kroeze et al., 2009).

2.1.4. Osseointegration

Implan osseointegration awalnya didefinisikan sebagai kontak langsung antara tulang yang hidup dengan implan secara mikroskopik. Pada tahun 1985 osseointegrasi didefiniskan sebagai hubungan secara fungsional dan struktur antara tulang yang hidup dengan permukaan implan. Untuk mendapatkan osseointegrasi yang baik faktor – faktor berikut harus diperhatikan; biocompatibility material, desain implan, kondisi permukaan implan, kondisi host, teknik pembedahan, kondisi loading paska operasi (Carriso et al., 2004, Plecko et al., 2012).

Pengalaman di bidang orthopedi adanya osteolisis, walaupun stabilitas inisial dari implan sudah tercapai akan tetapi dapat terjadi isolasi implan terhadap tulang, hal ini disebabkan oleh (Carriso et al., 2004);

1. Reaksi benda asing; debris komponen implan, emisi toksik implan 2. Kerusakan tulang oleh trauma mekanik selama pembedahan


(16)

3. Kondisi tulang yang tidak fisiologis

4. Percepatan signal mekanikal mempercepat densifikasi tulang

2.1.5 Titanium

Titanium dan titanium alloys memiliki anti korosif yang tinggi karena ada passive layer yang stabil. Permukaan titanium berhubungan dengan proses elektrokimiawai karena bereaksi terahadap katoda ketika kontak dengan material implan lain. Investigasi elektrokimia terhadap sifat korosi titanium mengambarkan sifat passivation yang baik pada permukaannya. Untuk menyimpulkan bahwa titanium memiliki kekebalan total terhadap korosif adalah suatu kesalahan. (Schumtz, et al., 2008). Salah satu keuntungan implan berbahan titanium addalah elastisitasnya lebih fisiologis, densitisitasnya rendah, biocompatiblitynya lebih baik dan magnetic resonance imaging (MRI) compatibility (Christiensen et al., 2000).

Ada beberapa studi yang mengambarkan biocompatibility implan titanium dan implan stainless steel. Albrektsson dan Hanson dalam studinya mengunakan lampu dan mikroskop elektron pada permukaan implan yang beralur dan tidak beralur (titanium dan stainless steel) didapatkan titanium direct integration , implan stainless steel behubungan dengan jaringan ikat, satu atau dua selnya tebal yang mengelilinginya. Studi in vivo pada tibia tikus mengambarkan screw yang berbahan titanium memiliki kontak terhadap tulang lebih besar dibanding stainless steel. Beberapa studi melaporkan tensil test, implan titanium memeliki tensile strength pada permukannya, indikasikan adanya suatu ikatan kimiawi. Skripitz et


(17)

al mengambarkan implan yang di beri perlakuan (heat) ikatan kimia antara tulang dan titanium implan terjadi paling cepat setelah empat minggu. Studi terbaru menunjukan titanium memiliki interaksi anti inflamasi pada tikus. Hinga saat ini belum ada kesepakatan tentang reaksi pada implan yang tidak beralur (unthreated) antara titanium dan stainless steel. Pada percobannya Linder dan Lundskog mendapatkan bahwa implan titanium dan stainless steel tidak beralur yang diinsersikan ke korteks tulang tiba tikus menghasilkan respon yang sama pada permukaan tulang. Sebuah penelitian secara histologis oleh Millar dkk, yang membandingkan respon jaringan terhadap implan titanium dan stainless steel yang yang diinsersi kedalam korteks tulang kalvaria anjing pada beberapa period didapatkan tidak ada perbedaan respons jaringan antara kedua implan (Christiensen et al., 2000).

Material pada implan tidak secara langsung induksi respons imun akan tetapi dapat berfungsi sebagai scaffold untuk pembentukan biofilm. Titanium digunakan sebagai implan dibidang ortopedi. Lysozyme protein antimikorobal didapatkan dalam serum dan kandungannya dalam kompartemen lysozome menunjukan adesi yang kuat pada titanium. Stainless steel memeliki kesamaan bila terpapar host protein. Lysozyme membuat ikatan pada permukaan aniionik dari hydrogel. Protein endogen ini sebagai pertahanan host terhadap invasi organism patoogen, secara paradox berfungsi sebagai scaffold pada bakteri yang pertama adesi dan membentuk biofilm (Susan., 2006)


(18)

2.1.6 Stainless Steel

Stainless steel adalah biomaterial yang banyak digunakan untukl fiksasi internal karena mempunyai kombinasi antara properti mekanik, biocompatibility, corrosion ressitance dan cost effectivines dibandingkan dengan implan metalik yang lain (Devine et al. 2009). Stainless steel memiliki karakteristik kekuatannya tujuh kali kekuatan tulang manusia. Titanium alloys mempunyai flexibilitas dua kali dari pada stainless steel (Taheri et al., 2011).

Stainless steel yang umum digunakan di bidang ortopaedi adalah 316 LV (American Society for Testing and Materials F138, ASTM F138). Pembentukan karbid mengurangi material dengan cara kombinasi korosi dan stress mengurangi fungsi material implan (Hallab et al., 2004).

Kategori implan ini rentang terhadap korosi lokal, hal ini disebabkan oleh belum ada literatur yang mengambarkan fenomena ini. Toksisitas dari elemen seperti Ni, Cr sebagai materi implan stainless steel hingga saat ini masih di perdebatkan (Schumtz et al., 2008)

2.2 Inflamasi dan Implantasi Biomaterial

Reaksi terhadap benda asing terdiri dari makrofag dan sel rakasasa benda asing (giant cells) merupakan stadium akhir dari respons terhadapat proses inflamasi dan penyembuhan luka paska penggunaan alat kesehatan, prostese, atau biomaterial. Permukaan biomaterial memainkan peran penting dalam modulasi reaksi benda asing dalam dua sampai empat minggu setelah implantasi dari perangkat medis. Pemahaman tentang reaksi terhadap benda asing penting


(19)

dikarenakan reaksi benda asing dapat berdampak pada biocompatibility dari perangkat medis, prostesis, atau biomaterial yang ditanamkan dan secara signifikan dapat mempengaruhi respon jaringan jangka pendek dan jangka panjang. (Anderson et al., 2008).

2.2.1 Reaksi inflamasi paska implantasi biomaterial

Reaksi host paska implantasi biomaterial termasuk cedera, pembentukan matriks sementara, peradangan akut, peradangan kronis, pembentukan jaringan granulasi, reaksi benda asing dan pembentukan fibrosis. (Anderson et al., 2008).

Penyerapan protein dan pembentukan matriks fibrin-dominan sementara yang erat dalam respon secara mekanik. Cedera jaringan ikat pembuluh darah tidak hanya menginisiasi respon inflamasi, namun dapat juga menyebabkan pembentukan trombus yang melibatkan aktivasi sistem koagulasi ekstrinsik dan intrinsik, sistem komplemen, yang sistem fibrinolitik, sistem kinin dan trombosit. Kaskade protein ini terlibat erat dalam fenomena dinamis penyerapan protein dan pelepasan yang dikenal sebagai Vroman Effect. (Anderson et al., 2008).

Kehadiran mitogens, chemoattractants, sitokin, faktor pertumbuhan, dan agen bioaktif lainnya dalam matriks sementara menciptakan lingkungan baru kaya yang bertujuan untuk mengaktifkan dan menghambat zat yang mampu modulasi aktivitas makrofag, bersama dengan proliferasi dan aktivasi populasi sel lainnya dalam respon penyembuhan inflamasi dan luka. Setelah interaksi awal darah dan pembentukan matriks sementara, peradangan akut dan peradangan kronis terjadi secara berurutan seperti yang diharapkan. Luas atau derajat dari respons ini dikendalikan oleh sejauh mana cedera dalam prosedur implantasi, jaringan atau


(20)

organ di mana perangkat ditanamkan, dan sejauh mana pembentukan matriks sementara. Neutrofil (Leukosit polimorfonuklear, PMN) mencirikan respon inflamasi akut. Degranulasi sel mast dengan pelepasan histamin dan penyerapan fibrinogen dikenal untuk menengahi respon akut inflamasi pada biomaterial yang ditanamkan. Interleukin-4 (IL-4) dan interleukin-13 (IL-13) juga dilepaskan dari sel mast dalam proses degranulasi dan dapat memainkan peran signifikan dalam menentukan luas dan tingkat perkembangan selanjutnya dari benda asing. Respon inflamasi yang dimediasi biomaterial itu dapat dipengaruhi oleh reaksi mediasi histamin dimana rekrutmen fagosit dan adhesi fagosit permukaan implan difasilitasi oleh fibrinogen terserap. Respon inflamasi akut dengan biomaterial biasanya sembuh dengan cepat, biasanya kurang dari satu minggu, tergantung pada sejauh mana cedera pada lokasi implan. Setelah peradangan akut, peradangan kronis diidentifikasi oleh kehadiran sel mononuklear, yaitu monosit dan limfosit, di lokasi implan. Peradangan kronis kurang menunjukan tanda secara histologis dibandingkan dari peradangan akut dan istilah ini telah digunakan sebagai diagnosa untuk mengidentifikasi berbagai respon seluler. Kehadiran mononuklear sel, termasuk limfosit dan sel plasma, dianggap peradangan kronis. Respon inflamasi kronis biomaterial ini biasanya berlangsung singkat dan terbatas pada situs implan. Peradangan kronis juga telah digunakan untuk menggambarkan reaksi benda asing dimana monosit, makrofag, dan sel raksasa benda asing yang hadir di permukaan biomaterial. Materi yang biokompatibel, resolusi awal respons inflamasi akut dan kronis terjadi dengan respon inflamasi kronis yang terdiri dari sel-sel mononuklear biasanya berlangsung tidak lebih dari dua minggu. Masih


(21)

adanya reaksi inflamasi akut atau kronis selama periode tiga minggu biasanya menunjukkan suatu reaksi infeksi. Setelah resolusi respon inflamasi akut dan kronis, jaringan granulasi diidentifikasi oleh kehadiran makrofag, infiltrasi fibroblas, dan neovaskularisasi pada jaringan penyembuhan baru. Jaringan granulasi adalah prekursor untuk pembentukan kapsul fibrosa dan jaringan granulasi dipisahkan dari implan atau biomaterial oleh komponen seluler dari reaksi benda asing; satu sampai lapisan dua-sel monosit, makrofag, dan sel raksasa benda asing (Anderson et al., 2008).

Gambar 2.1; Patologi implant debris induksi respon lokal cytokine (Landgraeber et al., 2014)


(22)

2.2.2Respon Imun Bawaan Terhadap Implan

2.2.2.1 Makrofag.

Respon inflamasi pada debris dari waktu ke waktu dikaitkan dengan reaktivitas makrofag dan menjadi fokus utama penelitian pada 40 tahun terakhir. Studi terbaru menunjukkan dominasi M1 makrofag dalam merespon debris implan (ion logam dirilis dan partikel), yang menghasilkan mediator proinflamasi yang mempengaruhi sel lokal lainnya di sekitar implan. Dengan demikian, partikel debris bersifat biologis aktif dan mempengaruhi jalur kekebalan bawaan, jumlah, penampilan, rerata produksi, waktu paparan dan antigenisitas dari pemakaian partikel. Telah terbukti bahwa makrofag produksi sejumlah sitokin M1 terkait setelah kontak dengan debris pemakaian. Ini termasuk interleukin-1, interleukin-6, interleukin-10, interleukin-11, interleukin-15, tumor necrosis factor, transforming growth factor, granulosit-macrophage colony stimulating factor, macrophage colony stimulating factor, platelet derived growth factor, dan epidermal growth factor. Interaksi semua sitokin ini sangat kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami. Macrophage colony stimulating factor dan lain-lain mengaktifkan pembentukan osteoclas langsung IL-1, TNF, dan IL-6 dapat mempengaruhi osteoblas dan sel lain yang mengaktifkan osteoklas dan meningkatkan pelepasan sitokin oleh makrofag. Granulosit-macrophage colony stimulating factor memiliki peranan dalam pembentukan Macrophage colony stimulating factor yang memiliki kesamaan peranan dengan osteoclas (Langreaber et al., 2014).


(23)

Ekspresi kemokin oleh makrofag, fibroblast, dan osteoblas yang terpapar debris implan juga merupakan suatu reaksi efektor sistim imun bawaan sentral terhadap debris implan. Migrasi makrofag dan osteoclas pada daerah di sekitar implan menyebabkan osteolisis semakin cepat (Langreaber et al., 2014).

Perkembangan peradangan dan respon benda asing membutuhkan ekstravasasi dan migrasi monosit ke permukaan implan. Gerakan ini dipandu monosit sebagai respon kemokin dan chemoattractive lainnya. Kemokin adalah sitokin yang memiliki sifat chemoattractive. Kemokin tidak hanya terlibat dalam merancang migrasi sel inflamasi dan penyembuhan luka tapi memainkan peran dalam hematopoiesis, angiogenesis, metastasis tumor, diferensiasi limfosit, dan limfosit homing (Langreaber et al., 2014).

Gambar 2.2, Respon imun bawaan terhadap implan (Landgraeber et al., 2014)


(24)

2.2.2.2 Respon Tulang

Pada resorbsi tulang, peranan sel resorbsi tulang sangat penting, sel tersebut adalah osteoblas dan osteoclas. Osteoblas regulasi aktivitas osteoclas dengan transmisi signal osteolisis. Osteoclas diaktivasi oleh hormon paratiroid, vitamin D3, interleukin (IL-1, IL-6, IL-11), tumor nekrosis faktor alfa dan prostaglandin E2. (Schmidt. C, et al., 2003).

Osteoclas, Peran osteoclas adalah pusat osteolisis, sehingga disebut sebagai primary bone resorbring cells. Sinyal RANK (L) adalah pusat untuk aktivasi osteoclas dan mengaktivasi berbagai jalur sinyal untuk perkembangan osteoclas. Tingkat potensi sel-sel lain untuk menyerap tulang (misalnya, makrofag) dapat berpartisipasi secara langsung dalam osteolisis yang diinduksi debris tidak diketahui. Peran sitokin yang dilepaskan seperti TNF juga penting, namun kontribusi mereka terhadap pembentukan osteoclas saat ini belum jelas. Kadoya et al. menunjukkan bahwa MNGCs mengekpresikan beberapa penanda yang juga diungkapkan oleh osteoklas, seperti tartrat resistant asam fosfatase (TRAP) dan reseptor vitronectin (VNR). Hal ini diterapkan untuk MNGCs terletak di sisi tulang dari permukaan jaringan lunak (terletak antara implan dan tulang) tetapi tidak pada sisi implan. Dalam studi in vitro telah menunjukkan bahwa makrofag, terekespos partikel debris dapat meresorpsi tulang. Tapi meskipun jika aktivitas penyerapan tulang makrofag sangat wajar, mengingat kelimpahan dan hubungan ontogenic dengan osteoclas, masih belum jelas apakah makrofag berpartisipasi dalam destruksi tulang dan penelitian lebih lanjut akan diperlukan untuk memperjelas peran mereka dalam hal ini (Langreaber et al., 2014).


(25)

Osteoclas mampu memfagositosis ceramik, polimer dan partikel logam ukuran besar. Setelah fagositosis partikel tetap sepenuhnya berfungsi, hormon responsif, penyerap sel tulang, sehingga menunjukkan bahwa secara in vitro tampak plastisitas antara jenis sel utama yang terlibat dalam implan terkait osteolisis yang berasal dari sel-sel prekursor yang sama di susmsum tulang. Partisipasi makrofag dan osteoklas, sel stem mesenchymal, berhubungan dengan aseptic loosening, di mana partikel pemakaian endositosis mengurangi proliferasi dan diferensiasi osteogenik dan menginduksi peningkatan produksi IL-8. (Langreaber et al., 2014).

Osteoblas. Osteoblas dirangsang oleh partikel pemakaian untuk menghasilkan faktor osteoklastogenesis RANKL dan macrophage colony stimulating factor (M-CSF) dan sitokin seperti IL-6 dan IL-8. Studi yang sama juga melaporkan sedikit peningkatan ekspresi dari VEGF yang diinduksi oleh semua entitas partikel dan penurunan de novo sintesis kolagen tipe 1 serta peningkatan ekspresi matriks metalloproteinase (MMP)-1 (Langreaber et al., 2014)


(26)

2.2.3Respon Imun Adaptif Terhadap Implan

Limfosit. Limfosit dapat memainkan peran penting dalam peri-implan "debris reactivity’.Pada jaringan periimplan terdapat Limfosit T dan B. Subtipe T sel yang mendominasi pada jaringan periimplan adalah T- helper. Respons hipersensitivitas terhadap implan di kenal sebagai type IV (delayed type hypersensitive), delayed type hypersensitive respons terhadap implan adalah T – helper respons terhadap implan adalah sebuah adaptive slow cell mediated type of response (Langreaber et al., 2014).

2.2.4. Interleukin 6 (IL-6)

Adanya loosening pada pengunaan implan sering disebabkan oleh resorbsi tulang. Sel yang sangat berperan pada resorbsi tulang adalah osteoblas dan osteoclas. Osteoblas akan meregulasi aktivitas osteoclas dengan transmisi sinyal osteolisis. Osteoclas diaktivasi oleh hormon parathyroid, vitamin D3, interleukin (IL-1, IL-6, IL-11), tumor nekrosis faktor alfa dan prostaglandin E2. (Schmidt. et al., 2003).

Respons biologi terhadap pengunaan partikel merupakan penyebab utama dari aseptic loosening dan osteolisis. Sitokin dan mediator inflamasi prostanoid seperti interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor alfa, dan prostagalandin E2 yang lebih dikenal sebagai stimulator resorbsi tulang. (Rodrigo et al., 2005)

Interleukin enam (IL -6) adalah sebuah sitokine pleiotropik yang memacu aktivitas yang meningkatkan atau supresi inflamasi destruksi tulang. IL -6 di produksi secara lokal pada tulang setelah stimulasi oleh IL -1 dan tumor necrosis


(27)

factor (TNF). IL -6 mengstimulasi pembentukan perkusor osteoclas dari colony forming granulocyte – macrophage dan meningkatkan jumlah osteoclast secara in vivo yang secara sistemik meningkat pada resorbsi tulang. Beberapa data mengemukakan bahwa IL-6 juga memiliki aktivitas anti inflamasi yang signifikan. Fase akut induksi protein di liver oleh IL-6 dan memiliki sifat anti inflamasi. (Balto , et al., 2001)

IL -6 disekresi oleh osteoblas sebagai respon terhadap ion metal. Konsentrasi ion metal yang berhubungan dengan respon toksik osteoblas dapat dideteksi pada jarignan periprostetik (Hallab et al., 2004). IL-6 juga dikenal sebagai stimulator potent osteoclas, mediator resorbsi tulang. (Huang et al., 2015). Reaksi osteolisis perimplan dimediasi faktor terlarut seperti interleukin -1, interleukin -6, tumor nekrosis faktor alfa yang di produksi oleh osteoblast. (Schmidt et al., 2003).


(28)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir

Respon inflamasi pada partikel ion atau metal dapat berupa reaksi terhadap sistem kekebalan tubuh, reaksi terhadap jaringan ikat dan reaksi terhadap tulang. Makrofag dalam merespons ion logam dirilis dalam partikel, menghasilkan mediator pro inflamasi yang mempengaruhi sel lokal lainnya di sekitar implan. Sementara M-CSF dan lain-lain mengaktifkan pembentukan osteoklas langsung, IL-1, TNF, dan IL-6 dapat mempengaruhi osteoblas dan sel-sel lain yang mengaktifkan osteoklas dan meningkatkan pelepasan sitokin oleh makrofag. (Langreaber et al., 2014)

Osteoblas dirangsang oleh partikel pemakaian untuk menghasilkan faktor osteoklastogenesis RANKL dan M-CSF dan sitokin seperti IL-6 dan IL-8. Interleukin enam (IL 6) disekresi oleh osteoblas sebagai respon terhadap ion metal. Konsentrasi ion metal yang berhubungan dengan respon toksik osteoblas dapat dideteksi pada jarignan periprostetik (Hallab et al., 2004)


(29)

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

Metal Implan

Partike ion metal

Aktivasi NK-ḱB Macrophage

GM-CSF, 1ß, IL-6, TNF-ᾱ

Pembentukan Prekursor Osteoklas

Aktivasi pembentukan Osteoklas

Osteoblast

Osteolisis periimplan

IL-6, IL-8, MCP-1, RANKL


(30)

3.2 Kerangka Konsep

Gambar 3.2 Konsep Penelitian

Keterangan :

: Variabel Bebas

: Variabel Tergantung

: Variabel Kendali

FAKTOR EKSTERNAL

 Lingkungan

 Nutrisi

 Perawatan Luka FAKTOR

INTERNAL

 Strain

 Umur

 Berat Badan

Tulang Tibia Tikus

K – Wire Titanium K – Wire Stainless steel


(31)

3.3 Hipotesis Penelitian

Dari kerangka konsep tersebut dibuat suatu hipotesis penelitian yaitu :

 Ada perbedaan ekspresi IL-6 pada sel sel tulang tibia tikus yang

diaplikasi K - wire titanium dengan K - wire stainless steel.


(32)

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dirancang dengan menggunakan rancangan Randomized post-test only control group design. Rancangan penelitian ini digambarkan dengan skema sebagai berikut :

P S R O1

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian

Keterangan

P : Populasi

S : Sampel

R : Randomisasi

P0

P1

P2

O0


(33)

P0 : Kelompok Kontrol (Perlakuan berupa bor korteks tulang tibia tanpa aplikasi K-wire)

P1 : Kelompok Perlakuan 1 (Berupa bor korteks tulang tibia diikuti dengan aplikasi K-wire titanium)

P2 : Kelompok Perlakuan 2 (Berupa bor korteks tulang tibia diikuti dengan aplikasi K-wire stainless steel)

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dan pemeriksaan histopatologi dilaksanakan di Laboratorium Patologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Bali, waktu dilaksanakan mulai bulan Oktober 2015

4.3 Populasi dan Sampel

Sampel penelitian adalah tikus jantan jenis Wistar berumur 6 sampai 8 minggu, berat 250 gram.

4.4 Kriteria Subjek 4.4.1 Kriteria Inklusi

1. Tikus jantan jenis berumur 6 -8 minggu. 2. Berat 250 gram.

3. Tikus bergerak aktif dan tidak pincang.

4. Tikus yang selama pemeliharaan di peternakan mendapat analgetik

4.4.2 Kriteria drop-out


(34)

2. Tikus yang tidak mau makan, mengalami dehidrasi atau mengalami penurunan berat badan lebih dari 20 persen dari berat badan awal.

4.5 Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Federer (Federer, 2008).

(t-1)( n-1) ≥ 15 (3-1)(n-1) ≥ 15 2n-2 ≥ 15 2n ≥ 17 n ≥ 8,5

N = Besar sampel

T = Jumlah perlakuan

Dari hasil perhitungan rumus di atas, besar sampel minimal yang diperlukan sebesar 9 sampel dalam satu kelompok. Untuk mengantisipasi kemungkinan drop out, sampel ditambahkan 10%,maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah :

N = n/(1-f)

Dimana :

N = jumlah hewan coba yang diperlukan tiap kelompok.

n = jumlah sampel minimal untuk tiap kelompok.


(35)

Maka :

N = 8,5/(1 – 0,1) N = 8,5/0,9

N = 9,44  N dibulatkan menjadi 10

Berdasarkan rumus di atas, maka jumlah sampel yang diperlukan pada penelitian ini sebanyak 10 ekor hewan coba untuk tiap kelompok atau total 30 tikus.

Teknik pengambilan sampel digunakan cara Simple Randomization karena populasi relatif homogen.

1.6. Identifikasi Variabel

a. Variabel Bebas : Aplikasi K- wire titanium dan stainless steel b. Variabel tergantung :

o Ekspresi IL-6 pada periimplan tulang tibia tikus

4.7 Definisi Operasional

a. Aplikasi implan titanium adalah aplikas K-wire titanium (TAV) diameter 1.25 mm, panjang 0,5cm, pada shaft tulang tibia tikus dengan anterior approach, arah wire lateral ke medial secara oblique.

b. Aplikasi implan stainless steel adalah pemasangan K-Wire stainless steel diameter 1.2 mm, panjang 1cm, pada shaft tulang tibia tikus dengan anterior approach, arah wire lateral ke medial secara oblique.

c. IL-6 adalah sitokin pro inflamasi yang disekresikan oleh osteoblast sebagai respon terhadap ion metal yang ekspresi markernya diukur


(36)

dengan menggunakan pemeriksaan immunohistokimia (Hallab, et al; 2004)

d. Ekspresi IL-6 di ukur secara kuantitas yaitu ekspresi lemah jika kurang dari 20 per lapang pandang, ekspresi sedang jika ditemukan lebih dari 20 per lapang pandang dan kurang dari 50 per lapang pandang, ekspresi kuat jika ditemukan lebih dari 50 per lapangan pandang.

4.8 Cara Kerja

a. Digunakan 30 ekor tikus jantan dengan jenis Wistar dengan umur antara 6 sampai 8 minggu.

b. Tikus kemudian dibagi secara acak menjadi 3 kelompok, yaitu :

 Kelompok P0 mendapat perlakuan berupa bor tanpa aplikasi K-wire

 Kelompok P1 mendapat perlakuan berupa aplikasi K-wire titanium dengan diameter 1.25 mm

 Kelompok P2 mendapat perlakuan berupa aplikasi K-wire stainless Steel dengan diameter 1.25 mm

c. Semua kelompok setelah mendapat perlakuan bor dan aplikasi K-wire luka insisi akan ditutup, lapisan dalam dengan jahitan benang absorbable 5.0, lapisan luar (kulit) dengan benang non absorbable 5.0. d. Untuk semua kelompok. setelah luka ditutup, luka di oleskan dengan


(37)

e. Pemberian antibiotik profilkasis untuk semua kelompok, ceftriaxon 60mg/KgBB, 1 kali sehari selama 3 hari, pemberiannya secara intramuscular.

f. Evaluasi dan perawatan luka dilakukan setiap hari

g. Penelitian dilakukan pada pagi hari pukul 09.00 WITA, pada hari pertama penelitian.

h. Ketiga kelompok tikus dikandangkan di Laboratorium Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dengan ukuran 30x20cm dan diberikan diet normal berupa pelet dan air dua kali sehari.

i. Pada hari terakhir minggu ke tiga, tikus disuntik sampai mati dengan barbiturat dan jaringan korteks tulang perimplan tibia tikus diperiksa secara immunohistokimia dan sisa tubuh tikus dibakar.

j. Respon cytokine secara mikro terhadap lesi perifer dapat di ketahui pada hari ke 21. (Balto et al., 2001)

4.8.1 Alat dan Bahan

Alat yang dipakai :

1. Pinset 2. Pisau bedah 3. Gunting 4. Obyek glass 5. Mikroskop 6. Kamera


(38)

7. Sarung tangan 8. Alat ukur 9. Spuit 1 cc, 3 cc

Bahan terdiri dari :

1. Eter, alkohol 30%, 40%, 50%, 60%,70%, dan 95%, NaCl 0.9% 2. Aquades

3. Formalin 4. Parafin

5. Hematoxylin-Eosin

6. K-wire berbahan Titanium dan Stainless Steel dengan diameter 1,2 mm 7. Reagen immunohistokimia

4.8.2 Pembuatan Sediaan Histopatologis Tulang

Tikus di euthanasia dengan metode inhalasi menggunakan eter dengan dosis 2 ml. Setelah tikus mati , kemudian tibia sebelah kanan diambil secara utuh dan jaringam otot serta periosteum dibersihkan dari tulang. Tulang kemudian dilakukan proses dekalsifikasi. Selanjutnya tulang dipotong dengan mikrotom menjadi 3 potongan terbesar melewati lokasi perimplan.

Selanjutnya tulang difiksasi dengan 10% formalin-0.1M phostat buffer PH 7.4. Spesimen tersebut kemudian ditanam pada parafin blok dipotong dengan tebal 5-7 micrometer tiap bagian dan dicat dengan Haematoxylin dan eosin (Olcay et al., 2011), selanjutnya dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 kali dalam satu lapangan pandang.


(39)

4.9 Alur penelitian

Gambar 4.2. Bagan Alur Penelitian Sampel

Adaptasi selama 1 minggu

Dibagi menjadi

3 kelompok

Kelompok perlakuan 1 : Tulang tibia tikus diaplikasi

K-wire titanium Kelompok kontrol:

Tulung tibia tikus di bor tanpa diaplikasi K - wire

Kelompok perlakuan 2: Tulang Tibia tikus diaplikasi

K-wire Stainless Steel

Pemeriksaan imunohistokimia pada minggu ke tiga yaitu:  Ekspresi IL-6 sel sel tulang tibia tikus di jaringan

periimplan


(40)

4.10 Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Analisis Deskriptif 2. Analisis Normalitas

Uji normalitas data dengan Shapiro-Wilk test untuk mengetahui data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.

3. Analisis Homogenitas dengan Levene test untuk mengetahui varian data homogen atau tidak.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson J M., Rodriguez A., Chang DT. 2008. Foreign body reaction to biomaterials. Semin Immunol. NIH public access, 20 (2): 86 - 100 Balto K., Sasaki H., Stashenko P. 2001. Interleukin-6 deficiency increases

inflammatory bone destruction. Infection and immunity. American society for microbiology, Vol. 69:p. 744-750

Bergmann CP., Stumpf A. 2013. Dental ceramic microstructure, properties and degradation. Springer. Berlin.p.9-13

Bombac D., Brojan M., Krkovic M., Turk R., Zalar A., Characterization of titanium and stainless steel medical implants surfaces. Material and Geoenviroment. RMZ, Vol. 54, No 2, pp. 151-164, 2007

Christiensen FB., Dalstra M., Seijling F., Overgaard S., Bunger C. 2000. Titianium alloy enhances bone – pedicle screw fixation: mechanical and histomorphometrical results of titanium alloy versus stainless steel. Eur Spine J, Vol 9: p. 97 - 1003

Devine DM., Leitner SM., Perren LP., Pearce SG. 2009. Tissue reaction to implants of different metals: a study using guide wires in cannulated screws. European cells and materials. Vol.18: p.40-48

Gooddman SB., Yao Z., Keeney M., Yang F. 2013. The future of biologic coating for orthopaedic implants. Bioamaterials, Elesevier, Vol. xxx.p.1- 10. Huang RL., Chen A., Wang W., Herller T., Xie Y, Gu B., Li Q. 2015. Synergy

between IL-6 and soluble IL-6 receptor enhances bone morphogenetic protein-2/absorbable collagen sponge-induced bone regeneration via regulation of BMPRIA distribution and degradation. Biomaterials, Elesvier, Vol. 67. p.308 -322

Joshua J., Jacobs., Jeremy. 1998. Current concepts review corrosion of metal orthopedic implants. The journal of bone and joint surgery. Vol 80-A, p.269-279

Koller M., Schildhauer TA., Robie B., Muhr G., 2006. Bacterial adherence to tantalum versus commonly used orthopedic metallic implant materials. J orthop trauma, Vol 20: p. 476 - 484

Kroeze RJ., Helder MN., Govaert LE., Smit TH. 2009. Review article; Biodegradable polymers in bone tissue engineering. Materials, Vol. 2: p. 833-856.


(42)

Landgraeber, S., Jager, M., Jacobs,J.J., Hallab, N.J., 2014. Review article; The pathology of Orthopedic Implant Failure Is Mediated by Innate System Cytokines. Mediators of Inflammation. Hindawi Publishing Corporation, Vol 2014

Plecko M., Sievert C., Frigg R., Klein K., Nuss K., Ferguson S. 2012. Osseointergation and biocompatibility of different metal implants – a comparative experimental investigation in sheep. BMC Musculoskeletal disorders. Vol. 13 – 32

Rodrigo A., Valle G., Saldan˜ a l., Rodrı´guez M., Martı´nez m., Munuera L.

2006. Alumina Particles Influence the Interactions of

CoculturedOsteoblasts and Macrophages. January, Journal Of

Orthopeadic Reserach

Schmidt C, Steinbach G, Decking R, Claes LE, Ignatius AA. 2003. IL-6 and PGE2 release by human osteoblasts on implant materials, Biomaterials, Elsevier, Vol 24: p. 4191– 4196

Schumtz P., Chang N., Gerber I. 2008. Review Article: Metalic medical implants; Electrochemical characterization of corrosion processes. The Electrochemical society. Interface. P.35-40

Taheri NS., Blicblau AS., Singh M. 2011. Comparative study of two materials for dynamic hip screw during fall and gait; titanium alloy and stainless steel. J Orthop Sci, Vol 16: p. 805 - 813

Urish KL., Anderson PA, Mihalko WM. 2013. The challenge of corrosion inorthopaedicimplants. AAOS.

http://www.aaos.org/news/aaosnews/apr13/research4.asp Villacis D., Merriman JA., Reza O., Itamura J., Hatch GF. 2014. Serum

interleukin -6 as a marker of peroprosthetic shoulder infection. J bone joint surg arm. Vol. 96: p.41-45

Wall JE., Jain V., Vora V., Mehlaman CT., Crawford AH. 2008. Complications of titanium and stainless steel elastic nail fixation of pediatric femoral fracture. 2008. J Bone Joint Surg Arm.Vol 90: p. 1305 - 1313

Williams DF. 2008. On the mechanism of biocompatibility. J.biomaterials. Vol. xxx: p.1-13

Yaszemski MJ., Trantolo DJ., Lewandrowski KU., Wise DL. 2004. Biomaterilas in orthopedic. Korkusuz P. Korkusuz F. 2004. Hard tissue biomaterial interacation. Ney York: Marcel deker inc.p.1-40


(43)

Yaszemski MJ., Trantolo DJ., Lewandrowski KU., Wise DL. 2004. Biomaterilas in orthopedic. Hallab NJ., Urban RM., Jacobs JJ. 2004. Corrosion and Biocompatibility of Orthopedic Implants. Ney York: Marcel deker inc.p.63-90

Yaszemski MJ., Trantolo DJ., Lewandrowski KU., Wise DL. 2004. Biomaterilas in orthopedic. Carlson LV., Macdonad w. 2004. Osseointegration Principles in Orthopedics: Basic Research and Clinical Applications. Ney York: Marcel deker inc.p.223-239


(1)

7. Sarung tangan 8. Alat ukur 9. Spuit 1 cc, 3 cc

Bahan terdiri dari :

1. Eter, alkohol 30%, 40%, 50%, 60%,70%, dan 95%, NaCl 0.9% 2. Aquades

3. Formalin 4. Parafin

5. Hematoxylin-Eosin

6. K-wire berbahan Titanium dan Stainless Steel dengan diameter 1,2 mm 7. Reagen immunohistokimia

4.8.2 Pembuatan Sediaan Histopatologis Tulang

Tikus di euthanasia dengan metode inhalasi menggunakan eter dengan dosis 2 ml. Setelah tikus mati , kemudian tibia sebelah kanan diambil secara utuh dan jaringam otot serta periosteum dibersihkan dari tulang. Tulang kemudian dilakukan proses dekalsifikasi. Selanjutnya tulang dipotong dengan mikrotom menjadi 3 potongan terbesar melewati lokasi perimplan.

Selanjutnya tulang difiksasi dengan 10% formalin-0.1M phostat buffer PH 7.4. Spesimen tersebut kemudian ditanam pada parafin blok dipotong dengan tebal 5-7 micrometer tiap bagian dan dicat dengan Haematoxylin dan eosin (Olcay et al., 2011), selanjutnya dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 kali dalam satu lapangan pandang.


(2)

4.9 Alur penelitian

Gambar 4.2. Bagan Alur Penelitian Sampel

Adaptasi selama 1 minggu

Dibagi menjadi

3 kelompok

Kelompok perlakuan 1 : Tulang tibia tikus diaplikasi

K-wire titanium Kelompok kontrol:

Tulung tibia tikus di bor tanpa diaplikasi K - wire

Kelompok perlakuan 2: Tulang Tibia tikus diaplikasi

K-wire Stainless Steel

Pemeriksaan imunohistokimia pada minggu ke tiga yaitu:  Ekspresi IL-6 sel sel tulang tibia tikus di jaringan

periimplan


(3)

4.10 Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Analisis Deskriptif 2. Analisis Normalitas

Uji normalitas data dengan Shapiro-Wilk test untuk mengetahui data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.

3. Analisis Homogenitas dengan Levene test untuk mengetahui varian data homogen atau tidak.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson J M., Rodriguez A., Chang DT. 2008. Foreign body reaction to biomaterials. Semin Immunol. NIH public access, 20 (2): 86 - 100 Balto K., Sasaki H., Stashenko P. 2001. Interleukin-6 deficiency increases

inflammatory bone destruction. Infection and immunity. American society for microbiology, Vol. 69:p. 744-750

Bergmann CP., Stumpf A. 2013. Dental ceramic microstructure, properties and degradation. Springer. Berlin.p.9-13

Bombac D., Brojan M., Krkovic M., Turk R., Zalar A., Characterization of titanium and stainless steel medical implants surfaces. Material and Geoenviroment. RMZ, Vol. 54, No 2, pp. 151-164, 2007

Christiensen FB., Dalstra M., Seijling F., Overgaard S., Bunger C. 2000. Titianium alloy enhances bone – pedicle screw fixation: mechanical and histomorphometrical results of titanium alloy versus stainless steel. Eur Spine J, Vol 9: p. 97 - 1003

Devine DM., Leitner SM., Perren LP., Pearce SG. 2009. Tissue reaction to implants of different metals: a study using guide wires in cannulated screws. European cells and materials. Vol.18: p.40-48

Gooddman SB., Yao Z., Keeney M., Yang F. 2013. The future of biologic coating for orthopaedic implants. Bioamaterials, Elesevier, Vol. xxx.p.1- 10. Huang RL., Chen A., Wang W., Herller T., Xie Y, Gu B., Li Q. 2015. Synergy

between IL-6 and soluble IL-6 receptor enhances bone morphogenetic protein-2/absorbable collagen sponge-induced bone regeneration via regulation of BMPRIA distribution and degradation. Biomaterials, Elesvier, Vol. 67. p.308 -322

Joshua J., Jacobs., Jeremy. 1998. Current concepts review corrosion of metal orthopedic implants. The journal of bone and joint surgery. Vol 80-A, p.269-279

Koller M., Schildhauer TA., Robie B., Muhr G., 2006. Bacterial adherence to tantalum versus commonly used orthopedic metallic implant materials. J orthop trauma, Vol 20: p. 476 - 484

Kroeze RJ., Helder MN., Govaert LE., Smit TH. 2009. Review article; Biodegradable polymers in bone tissue engineering. Materials, Vol. 2: p. 833-856.


(5)

Landgraeber, S., Jager, M., Jacobs,J.J., Hallab, N.J., 2014. Review article; The pathology of Orthopedic Implant Failure Is Mediated by Innate System Cytokines. Mediators of Inflammation. Hindawi Publishing Corporation, Vol 2014

Plecko M., Sievert C., Frigg R., Klein K., Nuss K., Ferguson S. 2012. Osseointergation and biocompatibility of different metal implants – a comparative experimental investigation in sheep. BMC Musculoskeletal disorders. Vol. 13 – 32

Rodrigo A., Valle G., Saldan˜ a l., Rodrı´guez M., Martı´nez m., Munuera L.

2006. Alumina Particles Influence the Interactions of

CoculturedOsteoblasts and Macrophages. January, Journal Of

Orthopeadic Reserach

Schmidt C, Steinbach G, Decking R, Claes LE, Ignatius AA. 2003. IL-6 and PGE2 release by human osteoblasts on implant materials, Biomaterials, Elsevier, Vol 24: p. 4191– 4196

Schumtz P., Chang N., Gerber I. 2008. Review Article: Metalic medical implants; Electrochemical characterization of corrosion processes. The Electrochemical society. Interface. P.35-40

Taheri NS., Blicblau AS., Singh M. 2011. Comparative study of two materials for dynamic hip screw during fall and gait; titanium alloy and stainless steel. J Orthop Sci, Vol 16: p. 805 - 813

Urish KL., Anderson PA, Mihalko WM. 2013. The challenge of corrosion inorthopaedicimplants. AAOS.

http://www.aaos.org/news/aaosnews/apr13/research4.asp Villacis D., Merriman JA., Reza O., Itamura J., Hatch GF. 2014. Serum

interleukin -6 as a marker of peroprosthetic shoulder infection. J bone joint surg arm. Vol. 96: p.41-45

Wall JE., Jain V., Vora V., Mehlaman CT., Crawford AH. 2008. Complications of titanium and stainless steel elastic nail fixation of pediatric femoral fracture. 2008. J Bone Joint Surg Arm.Vol 90: p. 1305 - 1313

Williams DF. 2008. On the mechanism of biocompatibility. J.biomaterials. Vol. xxx: p.1-13

Yaszemski MJ., Trantolo DJ., Lewandrowski KU., Wise DL. 2004. Biomaterilas in orthopedic. Korkusuz P. Korkusuz F. 2004. Hard tissue biomaterial interacation. Ney York: Marcel deker inc.p.1-40


(6)

Yaszemski MJ., Trantolo DJ., Lewandrowski KU., Wise DL. 2004. Biomaterilas in orthopedic. Hallab NJ., Urban RM., Jacobs JJ. 2004. Corrosion and Biocompatibility of Orthopedic Implants. Ney York: Marcel deker inc.p.63-90

Yaszemski MJ., Trantolo DJ., Lewandrowski KU., Wise DL. 2004. Biomaterilas in orthopedic. Carlson LV., Macdonad w. 2004. Osseointegration Principles in Orthopedics: Basic Research and Clinical Applications. Ney York: Marcel deker inc.p.223-239