Perbedaan Kompres Hangat Jahe dan Back Massage Terhadap Penurunan Skala Nyeri Ekstrimitas Bawah Pada Lansia dengan Rheumatoid Athritis.

(1)

SKRIPSI

PERBEDAAN KOMPRES HANGAT JAHE DAN BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI EKSTRIMITAS BAWAH

PADA LANSIA DENGAN RHEUMATOID ATHRITIS

STUDI DILAKUKAN DI BANJAR ABASAN SINGAPADU TENGAH

OLEH :

NI KADEK DWI MAS PUJASTUTI

NIM. 1102105020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

PERBEDAAN KOMPRES HANGAT JAHE DAN BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI EKSTRIMITAS BAWAH

PADA LANSIA DENGAN RHEUMATOID ATHRITIS

STUDI DILAKUKAN DI BANJAR ABASAN SINGAPADU TENGAH

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH :

NI KADEK DWI MAS PUJASTUTI

NIM. 1102105020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ni Kadek Dwi Mas Pujastuti

NIM : 1102105020

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana Program Studi : Ilmu Keperawatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, Juni 2015 Yang membuat pernyataan,

(Ni Kadek Dwi Mas Pujastuti) Materai 6000


(4)

LEMBAR PERSETUJUAN

SKRIPSI

PERBEDAAN KOMPRES HANGAT JAHE DAN BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI EKSTRIMITAS BAWAH

PADA LANSIA DENGAN RHEUMATOID ATHRITIS

STUDI DILAKUKAN DI BANJAR ABASAN SINGAPADU TENGAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH :

NI KADEK DWI MAS PUJASTUTI NIM. 1102105020

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

I Made Mertha, S.Kp, M.Kep Ns. Dewa Ayu Ari RamaDewi,S.Kep NIP.196910151993031015 NIP.198708012010122001


(5)

HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

PERBEDAAN KOMPRES HANGAT JAHE DAN BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI EKSTRIMITAS BAWAH

PADA LANSIA DENGAN RHEUMATOID ATHRITIS

STUDI DILAKUKAN DI BANJAR ABASAN SINGAPADU TENGAH

OLEH :

NI KADEK DWI MAS PUJASTUTI NIM. 1102105020

TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI : KAMIS

TANGGAL : 11 JUNI 2015

TIM PENGUJI :

1. I Made Mertha, S.Kp, M.Kep (Ketua) …….... 2. Ns. Dewa Ayu Ari Rama Dewi,S.Kep (Sekretaris) .……... 3. Ns. Putu Oka Yuli Nurhesti, S.Kep, M.M, M.Kep (Pembahas) ………

MENGETAHUI:

DEKAN KETUA

FK UNIVERSITAS UDAYANA PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp. OT(K), M. Kes Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF NIP. 19530131 198003 1 004 NIP. 19501231 19800 3 1 015


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Perbedaan Kompres Hangat Jahe dan Back Massage Terhadap Penurunan Skala Nyeri Ekstrimitas Bawah Pada Lansia dengan Rheumatoid Athritis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan proposal ini. Ucapan terimakasih penulis berikan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M. Kes, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF, sebagai ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

3. I Made Mertha, S. Kp, M. Kep, sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

4. Ns. I Dewa Ayu Ari Rama Dewi, S. Kep, sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

5. Dr. I.B Ketut Sugamiya, selaku Kepala Puskesmas Sukawati II beserta seluruh staf yang telah membantu selama penelitian di Banjar Abasan Singapadu Tengah sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. 6. Kedua orang tua dan keluarga atas segala bantuan materi dan dukungan

baik moral maupun spiritual.

7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar atas saran, masukan, dan bantuannya dalam menyelesaikan dan telah mendoakan demi suksesnya penyusunan skripsi ini.


(7)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang membangun.

Akhirnya, semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, Juni 2015


(8)

ABSTRAK

(1) Dwi Mas Pujastuti, Ni Kadek. Mahasiswa PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. (2) I Made Mertha, S.Kp, M.Kep. Poltekkes Denpasar. (3) Ns. Dewa Ayu Ari Rama Dewi, S.Kep. RSUP Sanglah.2015. Perbedaan Kompres Hangat Jahe dan Back Massage Terhadap Penurunan Skala Nyeri Ekstrimitas Bawah Pada Lansia dengan Rheumatoid Athritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

Rheumatoid Athritis merupakan penyakit muskuloskeletal yang menyerang persendian kecil dengan keluhan utama nyeri pada ekstrimitas bawah. Terapi komplementer yang mampu menurunkan skala nyeri rheumatoid arthritis adalah kompres hangat jahe dan back massage. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan perbedaan kompres hangat jahe dan back massage terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis. Penelitian ini menggunakan design penelitian quasi eksperimental dengan (two-group pre-post). Sampel penelitian berjumlah 30 orang dibagi menjadi kelompok kompres hangat jahe dan kelompok back massage. Data dikumpulkan menggunakan NRS dengan rentang 0-10. Kedua kelompok diberikan intervensi selama 2 hari sekali dalam 2 minggu dengan durasi 10 menit. Hasil dari Wilcoxon Rank Test pada masing-masing kelompok terhadap penurunan skala nyeri menunjukan bahwa ada pengaruh dari kompres hangat jahe dan back massage terhadap penurunan skala nyeri yang ditunjukan oleh p=0,000 dari kelompok kompres hangat jahe dan kelompok back massage p= 0,001. Hasil dari Uji Mann Whitney menunjukan ada perbedaan antara kompres hangat jahe dan back massage terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis yang ditunjukkan dari nilai p= 0,017. Sebagian besar responden mengatakan bahwa kompres hangat jahe lebih efektif dibandingkan back massage ditinjau dari biaya waktu, dan tingkat kenyamanan yang dirasakan selama diberikan intervensi. Berdasarkan hasil temuan, disarankan untuk lebih menggunakan kompres hangat jahe untuk menurunkan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis. Kata kunci : Nyeri ekstriimitas bawah, kompres hangat jahe, back massage,rheumatoid arthritis.


(9)

ABSTRACT

(1) Dwi Mas Pujastuti, Ni Kadek. Nursing Student Faculty of Medicine Udayana University.(2) I Made Mertha, S.Kp, M.Kep. Poltekkes Denpasar. (3) Ns. Dewa Ayu Ari Rama Dewi, S.Kep. Sanglah Hospital. The Difference of Warm Ginger Compress and Back Massage Against Lower Extremities Pain In Elderly with Rheumatoid Athritis in Banjar Abasan Singapadu Tengah.

Rheumatoid arthritis is a musculoskeletal disease often attack the small joints in elderly and causes lower extremities pain. The complementary medicine that can reduce the pain scale of rheumatoid arthritis is warm ginger compress and back massage. The aim of this study was to determine the difference of warm ginger compress and back massage to reduce the lower extremities pain in elderly with rheumatoid. This was a quasi-experimental design study (two-group pre-post). There were 30 samples devided into two groups, warm ginger compress and back massage. Data was collected with NRS which consist 0-10. Both of this therapy are given every two days for two weeks with 10 minutes for duration. The result of Wilcoxon Rank Test for within group warm ginger compress and back massage indicated that there was influence warm ginger compress and back massage to reduce the lower extremities pain, which is showed by p= 0,000 on warm ginger compress group and p= 0,001 on back massage group. The result of Mann Whitney test indicated that there was differences between warm ginger compress and back massage to reduce the lower extremities pain scale which is showed by p= 0,017. Most respondents says that warm ginger compress is more effective than back massage showed by the cost, time and experience during intervention. Based on this study, it is recommended to apply warm ginger compress to reduce the lower extremities pain scale in elderly with rheumatoid arthritis.

Keyword : Lower Extrimities Pain, Warm Ginger Compress, Back Massage, Rheumatoid Athritis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ………. ii

LEMBAR PERSETUJUAN ……….. iii

PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN ………... iv

KATA PENGANTAR ……… v

ABSTRAK……….. vi

ABSTRACT……….... vii

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR TABEL ………. xiii

DAFTAR GAMBAR ………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xv

DAFTAR SINGKATAN ……….. xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ……….…… 1

1.2Rumusan Masalah ……… 6

1.3Tujuan Penelitian ……….……. 7

1.3.1 Tujuan Umum………... 7

1.3.2 Tujuan Khusus……….. 7

1.4Manfaat Penelitian ……….…... 8

1.4.1 Bagi Praktis……….. 8

1.4.2 Bagi Teoritis ..……….. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia ………... 10

2.1.1 Pengertian Lansia……….. 10

2.1.2 Batasan Umur Lansia………. 10

2.1.3 Perubahan Pada Lansia……….. 11

2.2 Rheumatoid Athritis ………... 14

2.2.1 Definisi Rheumatoid Athritis………. 14

2.2.2 Penyebab Rheumatoid Athritis ……….. 14

2.2.3 Manifestasi Klinis Rheumatoid Athritis ……… 15

2.2.4 Patofisiologi Rheumatoid Athritis ……….. 15

2.2.5 Penatalaksanaan Rheumatoid Athritis ……… 16

2.3 Nyeri Rheumatoid Athritis………...…… 17

2.3.1 Definisi Nyeri Rheumatoid Athritis……… 17

2.3.2 Etiologi Nyeri Rheumatoid Athritis……… 18

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Rheumatoid Athritis………… 18

2.3.4 Fisiologi Nyeri Rheumatoid Athritis……… 19

2.3.5 Karakteristik Nyeri Rheumatoid Athritis………... 20

2.3.6 Pengukuran Skala Nyeri Rheumatoid Athritis……….. 21

2.3.7 Penatalaksanaan Nyeri Rheumatoid Athritis………. 22


(11)

2.3.9 Back Massage………. 26

2.4 Pengaruh Kompres Hangat Jahe dan Back Massage dalam Menurunkan Skala Nyeri………. 28

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1Kerangka Konsep ………..…………. 31

3.2Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……..………... 32

3.2.1 Variabel Penelitian………. 33

3.2.2 Definisi Operasional Variabel……….. 33

3.3Hipotesis ………..………... 34

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ……….. 35

4.2 Kerangka Kerja ……….. 36

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 37

4.3.1 Tempat Penelitian……….. 37

4.3.2 Waktu Penelitian……… 37

4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ……….. 37

4.4.1 Populasi Penelitian……… 37

4.4.2 Sampel Penelitian………. 37

4.4.3 Teknik Sampling……… 39

4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ………... 39

4.5.1 Jenis Data yang Dikumpulkan...……….. 39

4.5.2 Cara Pengumpulan Data……… 40

4.5.3 Instrument Pengumpulan Data……… 42

4.5.4 Etika Penelitian………..……… 43

4.6 Pengolahan dan Analisa Data ………... 45

4.6.1 Pengolahan Data……… 45

4.6.2 Analisa Data………... 46

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian……….. 48

5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitian………. 48

5.1.2 Karakteristik Responden……….. 50

5.1.3 Hasil Pengamatan terhadap Subyek Penelitian sesuai Variabel Penelitian……….. 52

5.1.4 Hasil Analisa Data……… 56

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian……….. 59

5.2.1 Skala Nyeri Ekstrimitas Bawah Sebelum dan Setelah Diberikan Kompres Hangat Jahe……… 59

5.2.2 Skala Nyeri Ekstrimitas Bawah Sebelum dan Setelah Diberikan Back Massage……… 61

5.2.3 Perbedaan Skala Nyeri Ekstrimitas Bawah pada Kelompok yang Diberikan Kompres Hangat Jahe dan Back Massage…... 63


(12)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan……….. 66

6.2 Saran……… 67

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Definisi Operasional Variabel ………... 30 Tabel 2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin………... 50 Tabel 3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur……….... 51 Tabel 4 Distribusi frekuensi kelompok yang diberikan kompres hangat jahe dan back massage……… 51 Tabel 5 Deskripsi skala nyeri ekstrimitas bawah sebelum diberikan

kompres hangat Jahe dan back massage... 52 Tabel 6 Deskripsi skala nyeri ekstrimitas bawah setelah diberikan

kompres hangat jahe dan back massage……… 53 Tabel 7 Deskripsi penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada masing

-masing kelompok………. 53 Tabel 8 Persepsi biaya yang dibutuhkan untuk intervensi kompres hangat

jahe dan back massage……… 54 Tabel 9 Persepsi waktu yang dibutuhkan selama pemberian intervensi…….. 55 Tabel 10 Persepsi tingkat kenyamanan setelah diberikan intervensi……... 55 Tabel 11 Uji Wilcoxon pada kelompok yang diberikan kompres hangat

Jahe……….. 57 Tabel 12 Uji Wilcoxon pada kelompok yang diberikan back massage…….. 57 Tabel 13 Analisis Uji Mann Whitney pada kedua kelompok……….. 58


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Skala Nyeri Numerik ………... 20

Gambar 2 Kerangka Konsep ……… 28

Gambar 3 Desain Penelitian ……….... 32


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Jadwal Penelitian

Lampiran 2: Rencana Anggaran Penelitian Lampiran 3: Penjelasan Penelitian

Lampiran 4: Surat Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 5: Panduan Pelaksanaan Kompres Hangat Jahe Lampiran 6: Panduan Pelaksanaan Back Massage

Lampiran 7: Pedoman Wawancara Skala Numerik Lampiran 8: Master Data

Lampiran 9: Uji Analisis

Lampiran 10: Persepsi Responden Berdasarkan Biaya, Waktu dan Tingkat Kenyamanan

Lampiran 11: Dokumentasi Penelitian

Lampiran 12: Surat Permohonan Ijin Melakukan Studi Pendahuluan Lampiran 13: Surat Ijin Penelitian

Lampiran 14: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 15: Lembar Konsultasi


(16)

DAFTAR SINGKATAN

LANSIA : Lanjut Usia

RA : Rheumatoid Athritis

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa KOMNAS : Komisi Nasional

TENS : Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation DMARD : Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs NRS : Numeric Rating Scale

DEPKES : Departemen Kesehatan WHO : World Health Organisation


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Lanjut usia (lansia) adalah kelompok usia 60 tahun ke atas dan mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (Notoatmodjo, 2007). Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Lansia memiliki karakterisitik yaitu berusia lebih dari 60 tahun, memiliki kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan biopsikospiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif dan lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, dkk , 2008).

Jumlah lansia cenderung mengalami peningkatan. Menurut WHO (2011), pada tahun 2011 jumlah lansia di dunia mencapai 500.000.000 jiwa dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 mencapai 1.200.000.000 jiwa. WHO juga memperkirakan pada tahun 2025 Indonesia akan mengalami peningkatan lansia sebesar 41,4% yang merupakan peningkatan tertinggi di dunia. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa jumlah lansia di Indonesia akan mencapai kurang lebih 309.000.000 jiwa pada tahun 2040 seterusnya meletakkan Indonesia pada tempat keempat setelah China, India, dan Amerika Serikat untuk jumlah penduduk lansia terbanyak (Notoadmodjo, 2007).


(18)

2

Suatu wilayah disebut berstruktur tua jika persentase lansianya lebih dari 7%. Dari seluruh provinsi di Indonesia, ada 11 provinsi yang penduduk lansianya sudah lebih dari 7 persen yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur (Effendi & Makhfudli, 2009). Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2010), pada tahun 2010 jumlah lansia di Bali sekitar 360.300 jiwa (9,25%) dari total penduduk Bali. Jumlah tersebut terus meningkat menjadi 371.000 jiwa pada akhir tahun 2011 dan hampir 400.000 jiwa pada akhir tahun 2013. Kabupaten Gianyar merupakan salah satu dari sembilan Kabupaten/Kota di Bali, terletak di sebelah timur Kota Denpasar dengan jumlah penduduk 365.032 orang dan jumlah lansia 49.172 orang.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk lansia, dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain masalah kesehatan, psikologis, dan sosial ekonomi. Sebagian besar permasalahan pada lansia adalah masalah kesehatan akibat proses penuaan ditambah permasalahan lain seperti masalah keuangan, kesepian, merasa tidak berguna, dan tidak produktif (BKKBN, 2012). Diantara permasalahan tersebut, masalah kesehatan merupakan masalah utama dalam kehidupan lansia. Tujuh penyakit yang sering terjadi pada lansia adalah artritis, hipertensi, gangguan pendengaran, kelainan jantung, sinusitis kronik, penurunan visus dan gangguan pada tulang (Tamher, 2009). Komisi Nasional (Komnas) Lansia tahun 2006, mengatakan bahwa penyakit


(19)

3

terbanyak yang diderita lansia adalah penyakit sendi (52,3%), yang merupakan penyebab disabilitas pada lansia (Depkes RI, 2008).

Rheumatoid Athritis (RA) adalah salah satu permasalahan sendi yang sering dikeluhkan lansia dan merupakan penyakit sistemik autoimun disertai dengan kerusakan membran sinovial yang melapisi sendi dan digolongkan sebagai penyakit inflamasi kronis (Kennedy, 2008). RA adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung (Corwin, 2009). Penyakit ini lebih banyak menyerang perempuan daripada laki-laki (Depkes RI, 2006). Penyakit ini pada umumnya mulai timbul usia antara 35 dan 40 tahun (Leveno, 2009).

Jumlah penderita RA di dunia pada tahun 2010 mencapai angka 355.000.000 jiwa (WHO, 2010). Diperkirakan jumlah penderita RA di Indonesia pada tahun 2012 adalah lebih dari 360.000 jiwa (Handono, 2014). Menurut Riskesdas (2013), prevalensi penyakit RA tertinggi terjadi di Bali (19,3%), diikuti Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%). Pravalensi tertinggi RA terjadi pada umur ≥75 tahun (33% dan 54,8%). Di Provinsi Bali pada tahun 2013 RA termasuk 10 penyakit yang paling banyak terjadi pada lansia di Bali dengan jumlah penderita sebanyak 56% dari total jumlah lansia di Bali. Pada tahun 2014, Kabupaten Gianyar memiliki angka kejadian RA yang cukup tinggi di Bali dengan angka kejadian sekitar 732 orang penderita.


(20)

4

RA merupakan penyakit sendi yang paling sering menyerang persendian-persendian kecil. Berdasarkan penelitian, 90% keluhan utamanya adalah di sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki (Turana, 2005). Pasien RA umumnya merasakan nyeri paling berat terjadi pada pagi hari membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari (Yatim, 2006). Nyeri merupakan sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan serta dapat mengubah gaya hidup dan kesejahteraan psikologi individu (Asmadi, 2008). Sifat nyeri yang tidak menyenangkan menyebabkan lansia merasa tidak nyaman dan kemudian harus melawan rasa tidak nyaman tersebut atau menyerah dan menarik diri dari masyarakat (Potter & Perry, 2005).

Menurut Iliades (2014), terdapat 10 strategi yang dapat menurunkan nyeri RA yaitu penggunaan obat inflamasi, obat nyeri, diet, pengaturan berat badan, masase, latihan fisik, penggunaan alat pelindung sendi, terapi panas dan dingin, akupuntur, dan TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation). Dalam penanganan lansia dengan RA, perawat berperan memberikan asuhan keperawatan untuk mencegah perburukan keadaan pasien dengan mengatasi nyeri sendi yang dirasakan pasien, menurunkan skala nyeri, durasi, dan kualitas nyeri (Nursing Outcome Classification, 2004). Intervensi yang dilakukan perawat dalam mengatasi nyeri pasien selain berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan terapi farmakologis, perawat juga memiliki intervensi mandiri yang dapat menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan pasien dengan menggunakan terapi non farmakologis.


(21)

5

Teknik non farmakologis yang dapat diberikan kepada pasien lansia dengan RA adalah dengan stimulasi kutaneus seperti kompres dan massage (Nursing Intervention Classification, 2004).

Terapi panas dengan teknik kompres hangat adalah suatu terapi yang dapat meningkatkan aliran darah dan meringankan rasa sakit dan kekakuan sendi (NiHSeniorHealt, 2014). Kompres hangat seringkali di kombinasikan dengan rempah-rempah. Salah satu jenis rempah-rempah yang sering digunakan adalah jahe. Secara historis jahe telah digunakan dalam pengobatan Asia untuk mengobati sakit perut, mual, dan diare. Sekarang jahe digunakan sebagai obat tradisional untuk mengatasai gejala mual karena kemoterapi dan kehamilan, nyeri rheumatoid arthritis dan osteoarthritis. Rimpangnya yang mengandung zingiberol dan kurkuminoid terbukti berkhasiat mengurangi peradangan dan nyeri sendi melalui aktifitas COX-2 yang menghambat produksi PGE2, leukotrien dan TNF- pada sinoviosit dan sendi manusia (NCCAM, 2006). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2014),

dengan judul ”Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Penurunan Skala Nyeri

Artritis Rhematoid Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batu Sangkar

tahun 2014” disimpulkan bahwa kompres hangat jahe berpengaruh terhadap penurunan skala nyeri artritis rhematoid yang dapat dilanjutkan sebagai intervensi mandiri oleh penderita artritis rhematoid denganρvalue = 0,000 (ρ < 0,05).

Back massage adalah salah satu tehnik stimulasi kutaneus dengan memberikan masase pada punggung dengan usapan secara perlahan. Usapan dengan lotion/balsem


(22)

6

memberikan sensasi hangat dengan mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah lokal. Vasodilatasi pembuluh darah akan meningkatkan peredaran darah pada area yang diusap sehingga aktivitas sel meningkat dan akan mengurangi rasa sakit serta menunjang proses penyembuhan luka (Kusyati, 2006). Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Kristanto dan Maliya (2011) dengan judul “Pengaruh Terapi Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Reumatik Pada Lansia Di Wilayah Puskesmas

Pembantu Karang Asem” didapatkan hasil terdapat pengaruh pemberian back massage terhadap intensitas nyeri reumatik pada lansia di wilayah Pustu Karang Asem dengan ρvalue = 0,003 (ρ < 0,05).

Studi pendahuluan yang telah dilakukan di Puskesmas Sukawati II-Gianyar pada tanggal 13 Oktober 2014, didapatkan bahwa RA merupakan jenis penyakit yang banyak dialami lansia di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II. Puskesmas Sukawati II merupakan UPT Kesmas dengan kasus lansia RA terbesar di Kabupaten Gianyar dengan jumlah penderita sebanyak 146 orang lansia. Kejadian lansia dengan RA terbanyak terjadi di Banjar Abasan Singapadu Tengah dengan jumlah penderita 40 orang lansia. Petugas puskesmas mengatakan sebagian besar lansia mengalami nyeri RA di daerah ekstrimitas bawah yaitu bagian lutut ke bawah, petugas juga menjelaskan bahwa sebelumnya belum pernah dilakukan kegiatan ataupun penelitian tentang cara menghilangkan nyeri RA yang diderita lansia selama ini.

Berdasarkan penelitian tentang kompres hangat jahe dan back massage yang merupakan terapi non farmakologis nyeri dan keduanya merupakan bagian dari terapi


(23)

7

non farmakologi yang sudah terbukti dapat menurunkan nyeri pada lansia dengan rheumatoid arthritis, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Perbedaan kompres hangat jahe dan back massage terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan

Singapadu Tengah”

1.2 Rumusan Masalah

Adakah perbedaan kompres hangat jahe dan back massage terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan kompres hangat rebusan jahe dan back massage terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi skala nyeri ekstrimitas bawah sebelum diberikan kompres hangat jahe pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

b. Mengidentifikasi skala nyeri ekstrimitas bawah setelah diberikan kompres hangat jahe pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu


(24)

8

Tengah.

c. Menganalisis pengaruh kompres hangat jahe terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

d. Mengidentifikasi skala nyeri ekstrimitas bawah sebelum diberikan back massage pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah. e. Mengdentifikasi skala nyeri ekstrimitas bawah setelah diberikan back massage

pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah. f. Menganalisis pengaruh back massage terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas

bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

g. Menganalisis perbedaan kelompok intervensi 1 dan intervensi 2 terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Praktis

a. Menambah referensi untuk penanganan pasien lansia dengan rheumatoid arthritis menggunakan kompres hangat jahe dan back massage untuk dipertimbangkan sebagai intervensi alternatif penatalaksanaan nyeri rheumatoid arthritis.


(25)

9

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pada pasien dan keluarga bahwa ada intervensi alternatif yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan nyeri rheumatoid arthritis dengan kompres hangat jahe dan back massage.

1.4.2 Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya pada lansia dalam usaha menurunkan rasa nyeri terhadap lansia yang mengalami rheumatoid arthritis.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Lansia merupakan tahap akhir perkembangan pada daur hidup manusia (Maryam, 2008). Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, dikatakan bahwa lansia adalah seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun ke atas. Secara umum proses menjadi lansia didefinisikan sebagai perubahan yang terkait dengan waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif dan detrimental. Keadaan tersebut dapat menimbulkan menurunnya kemampuan lansia dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Nugroho, 2008).

2.1.2 Batasan Umur Lansia

Lansia dapat dibedakan berdasarkan batasan umurnya masing-masing. Menurut WHO, ada empat tahap batasan umur lansia yaitu usia pertengahan (middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut usia (old) antara 75-90 tahun, serta usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Nugroho, 2008). Menurut Depkes RI, batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini


(27)

11

(prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun ke atas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat (Maryam, 2008).

2.1.3 Perubahan pada Lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia terdiri dari perubahan mental, psikososial dan perubahan fisik (Hutapea, 2005).

1) Perubahan mental

Perubahan mental pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan lingkungan. Perubahan mental yang terjadi pada lansia berupa munculnya sifat egosentrik dan tamak apabila memiliki sesuatu. Lansia cenderung tetap ingin mendapat peran di masyarakat dan apabila nanti meninggal, lansia ingin mencapai sorga (Nugroho, 2008).

2) Perubahan sosial

Menurut Nugroho (2008), perubahan sosial yang terjadi pada lansia terjadi karena perubahan pekerjaan seperti masa pensiun. Bila mengalami pensiun, seseorang akan mengalami kehilangan yaitu kehilangan finansial, kehilangan status, dan kehilangan teman untuk bersosialisasi. Sedangkan menurut Azizah (2011), perubahan sosial yang terjadi pada lansia juga disebabkan oleh


(28)

12

perubahan aspek kepribadian, perubahan dalam peran sosial di masyarakat dan perubahan minat dan penurunan fungsi.

3) Perubahan fisik

a. Terjadinya perubahan pada sistem indera, dimana lensa mata lansia mulai kehilangan elastisitas dan menjadi kaku, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang. Pada sistem pendengaran, mulai terjadi gangguan pada pendengaran (Nugroho, 2008).

b. Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya elastisitas paru-paru yang mempersulit pernafasan sehingga dapat mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan darah meningkat (Hutapea, 2005).

c. Perubahan pada sistem kardiovaskuler masa jantung mulai bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat, konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang sehingga kapasitas paru menurun (Azizah, 2011).

d. Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi yaitu tubuh lansia menjadi rentan terhadap alergi dan penyakit (Hutapea, 2005).

e. Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus serta terjadinya atrofi payudara pada wanita. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur (Azizah, 2011).

f. Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun dekat, kepekaan bau dan rasa mulai berkurang, kepekaan sentuhan berkurang dan pendengaran


(29)

13

berkurang, reaksi menjadi lambat, fungsi mental menurun serta ingatan visual berkurang (Hutapea, 2005).

g. Perubahan pada sistem perkemihan, pola berkemih menjadi tidak normal seperti banyak berkemih di malam hari sehingga mengharuskan lansia pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini menunjukkan kejadian inkontinensia urine meningkat pada lansia (Azizah, 2011).

h. Terjadi perubahan pada sistem metabolik, yang mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun (Hutapea, 2005).

Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, hampir 80% lansia mengalami perubahan fisik yang bersifat kronis dan mengganggu mobilitas serta kemandirian lansia (Potter & Perry, 2005). Perubahan fisik yang paling sering terjadi pada lansia adalah pada sistem muskuloskeletal, dimana terjadi perubahan pada kolagen yang merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia dan menimbulkan dampak berupa nyeri dan penurunan kemampuan otot sehingga lansia mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Azizah, 2011). Penyakit yang paling sering menyebabkan disabilitas pada lansia adalah golongan penyakit atritis (Depkes RI, 2008).


(30)

14

2.2 Rheumatoid Athritis

2.2.1 Definisi Rheumatoid Athritis

Rheumatoid Athritis (RA) adalah penyakit multisistem kronik yang ditandai oleh beragam manifestasi klinis dengan awitan penyakit umumnya pada usia antara 35 dan 40 tahun. Gambaran utama adalah sinovitis inflamatorik yang biasanya mengenai sendi (Leveno, 2009).RA adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung dimana membran sinovial mengalami kerusakan (Corwin, 2009).

2.2.2 Penyebab Rheumatoid Athritis

Menurut John & Johnson (2007), penyebab pasti dari RA masih belum diketahui meskipun terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko seseorang mengalami penyakit ini. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut ;

1. Genetik

RA dapat terjadi karena memiliki keturunan penyakit ini dalam keluarga. Namun adanya keturunan RA dalam keluarga tidak akan meningkatkan resiko pada anak-anak.

2. Infeksi

Beberapa tipe dari atritis terjadi akibat infeksi. Beberapa penelitian mengatakan bahwa infeksi yang disebabkan oleh bakteri ataupun virus dapat memicu respon imun yang abnormal akan menyebabkan RA.


(31)

15

3. Lingkungan

Beberapa studi menemukan bahwa perokok berat dan orang yang terpapar asap rokok lebih mudah terkena RA daripada orang yang bukan perokok. RA juga diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi yang bereaksi terhadap kolagen tipe 11 dari tulang rawan sendi pasien(Sudoyo, 2007).

2.2.3 Manifestasi Klinis Rheumatoid Athritis

RA merupakan suatu penyakit yang memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi. Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh RA adalah perasaan lelah, anoreksia, berat badan menurun, demam, poliatritis simetris yang terjadi biasanya pada sendi perifer, kekakuan sendi pada pagi hari, peradangan sendi kronik yang menyebabkan terjadinya erosi di tepi tulang, deformitas sendi, terdapatnya nodul-nodul rematoid yang sering berlokasi di sendi siku dan terjadinya manifestasi ekstra-artikular dimana RA tidak hanya menyerang sendi namun dapat menyerang organ lainnya seperti jantung yang akan mengakibatkan terjadinya perikarditis (Price & Wilson, 2005). Berdasarkan penelitian, 90% lansia mengeluhkan nyeri di sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki (Turana, 2005). Pasien RA umumnya merasakan nyeri paling berat terjadi pada pagi hari membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari (Yatim, 2006).

2.2.4 Patofisiologi Rheumatoid Athritis

RA merupakan penyakit autoimun yang terjadi pada individu rentan setelah respon imun terhadap agen pemicunya yaitu bakteri, mikoplasma atau virus yang


(32)

16

menginfeksi sendi. Meskipun IgG yang memperantarai respon imun awal berhasil menghancurkan mikroorganisme, namun tubuh cenderung membentuk antibodi lain yaitu IgM atau IgG. Antibodi tersebut menetap di kapsul sendi sehingga akan menyebabkan inflamasi kronis dan kerusakan jaringan pada sendi (Corwin, 2009).

Inflamasi awal mengenai sendi sinovial dan kemudian menjadi menebal pada sendi atrikular kartilago. Penebalan tersebut akan menyebabkan granulasi pada persendian yang disebut dengan pannus yang apabila panus ini menyebar akan menyebabkan terjadinya nekrotik pada sendi. Proses inilah yang akan menyebabkan kerusakan pada sendi dan akan menimbulkan nyeri yang hebat serta deformitas (Suratun, Heryati, Manurung, Raenah, 2008).

2.2.5 Penatalaksanaan Rheumatoid Athritis

Tujuan dari pengobatan RA adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari pasien, serta mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi (Price & Wilson, 2005). Menurut American Collage Rheumatology, penanganan RA dapat meliputi terapi farmakologis (obat-obatan), non farmakologis (kompres panas/dingin, masase, relaksasi dan distraksi) serta tindakan operasi (Purwoastuti, 2009). Penggunaan terapi farmakologis yang sering diresepkan dokter pada pasien RA adalah DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) seperti metotreksat, sulfasalazin dan Leflunomid dengan kombinasi obat anti-inflamasi atau NSAID dan kortikosteroid dosis rendah (Arthritis Foundation, 2014).


(33)

17

Selain dapat menurunkan nyeri RA, terapi farmakologis ini juga dapat menimbulkan berbagai macam keluhan lain seperti peradangan pada daerah abdomen, perdarahan dan kerusakan ginjal yang disebabkan oleh efek samping dari NSAID yang memblok prostaglandin secara keseluruhan (WebMD, 2014). Menurut hasil penelitian penggunaan terapi non farmakologis pada pasien RA dapat memblok dan menurunkan impuls nyeri dan digunakan sebagai pertolongan pertama ketika nyeri RA menyerang serta terapi non farmakologis seperti kompres panas/ dingin dan masase dapat meningkatkan aliran darah dan mampu meredakan sensasi nyeri (Tamsuri, 2006).

2.3 Nyeri Pada Rheumatoid Athritis

2.3.1 Definisi Nyeri Rheumatoid Athritis

Nyeri merupakan suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Potter & Perry, 2005). Nyeri RA adalah nyeri yang dirasakan di daerah sendi dan merupakan permasalahan utama yang paling sering terjadi dan hal yang sangat penting untuk ditangani (Jenkins, 2011). Nyeri RA akan memberat apabila perjalanan penyakit tidak diatasi serta akan meningkat seiring dengan ambang nyeri pasien sendiri (Isbagio, 2006). Nyeri RA akan menimbulkan rasa tidak nyaman, keletihan dan disabilitas pada pasien (Clair, Pisetsky, Haynes, 2004).


(34)

18

2.3.2 Etiologi Nyeri Rheumatoid Athritis

Menurut Berman, Snyder, Kozier, Erb (2009), penyebab terjadinya nyeri secara umum adalah adanya trauma mekanik, trauma termal, trauma kimiawi, trauma elektrik, neoplasma, peradangan dan faktor psikologis. Nyeri pada RA disebabkan oleh proses peradangan (inflamasi) pada membran sinovial yang terjadi akibat proses fagositosis yang menghasilkan enzim-enzim dalam sendi dan akan memecahkan kolagen sehingga menyebabkan edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan menganggu gerak sendi dan menimbulkan nyeri (Jenkins, 2011).

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Rheumatoid Athritis

Menurut Potter & Perry (2005), secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri meliputi usia, jenis kelamin, kebudayaan, perhatian, ansietas, pengalaman sebelumnya, efek plasebo, dukungan keluarga dan sosial, keletihan dan pola koping. Menurut Ari (2009), terdapat dua faktor yang berperan dalam beratnya rasa nyeri pada pasien RA yaitu beratnya penyakit dan ambang nyeri pasien. Makin berat penyakit, maka makin bertambah pula rasa nyeri yang dirasakan pasien RA dan apabila perjalanan penyakit dapat dihentikan (remisi), maka rasa nyeri akan berkurang. Pasien dengan ambang nyeri yang tinggi akan merasakan nyeri ringan dan tidak akan mengganggu aktivitasnya. Faktor lainnya yang mempengaruhi nyeri pada


(35)

19

pasien RA adalah usia dan jenis kelamin. Insiden RA meningkat pada usia 40 tahun dan lebih sering terjadi pada wanita (Price & Wilson, 2005).

2.3.4. Fisiologi Nyeri Rheumatoid Athritis

Fisiologi dari setiap nyeri yang dirasakan pasien adalah sama. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer (Corwin, 2009).

Menurut Potter & Perry (2005), berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (cutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah visceral. Karena letaknya yang berbeda-beda inilah nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor cutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.

a. Reseptor A-δ (A-δ fiber)

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.


(36)

20

b. Serabut C (C fiber)

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi. Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

c. Reseptor visceral

Reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.

2.3.5 Karakteristik Nyeri Rheumatoid Athritis

Menurut Mutaqqin (2008), karakteristik nyeri RA dapat dikaji menggunakan PQRST yang terdiri dari :

1. Provoking Incident (faktor penyebab nyeri).

Nyeri RA dirasakan ketika sendi yang mengalami peradangan digerakkan atau sering disebut Joint Tenderness on Moving (Mutaqqin, 2008).


(37)

21

2. Quality and Quantity of Pain (kualitas dan kuantitas nyeri).

Nyeri yang dirasakan oleh pasien RA adalah nyeri dengan rasa terbakar di bagian sendi yang mengalami pembengkakan, nyeri akan berkurang ketika sendi yang mengalami pembengkakan diistirahatkan (Dewi, 2009).

3. Region

Nyeri RA biasanya terjadi di daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki (Buffer, 2010).

4. Severuty (Scale) of Pain

Nyeri yang dialami oleh pasien RA didapatkan skala nyeri rata-rata enam mengindikasikan nyeri sedang (Dewi, 2009).

5. Time

Nyeri pada pasien RA digolongkan menjadi nyeri kronis non malignant yang mengindikasikan nyeri tidak bersifat responsif terhadap metode-metode pembebasan nyeri (Prasetyo, 2010). Pada umumnya, pasien dengan RA akan merasakan nyeri paling berat terjadi pada pagi hari, membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari (Yatim, 2006). Nyeri RA juga akan dirasakan lebih berat saat pasien dalam posisi duduk atau berbaring dalam jangka waktu yang lama (Jenkins, 2011).

2.3.6 Pengukuran Skala Nyeri Rheumatoid Athritis

Nyeri secara umum dapat diukur dengan berbagai metode yaitu dengan menggunakan alat pengukuran skala nyeri seperti skala nyeri numerik, deskriptif dan analog visual


(38)

22

(Potter & Perry, 2005). Menurut Datak (2008), pengukuran skala nyeri dengan menggunakan skala nyeri numerik (Numeric Rating Sace/NRS) merupakan skala yang paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.

NRS lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. NRS merupakan skala nyeri yang paling sering dan lebih banyak digunakan di klinik. NRS digunakan untuk mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi teraupetik. NRS mudah digunakan dan didokumentasikan.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 1. Skala Nyeri Numerik (Sumber : http://www.painedu.org)

2.3.7 Penatalaksanaan Nyeri Rheumatoid Athritis

Menurut Jenkins (2011), penatalaksanaan nyeri pada pasien RA adalah sebagai berikut :

Tidak nyeri

Nyeri ringan

Nyeri sedang

Nyeri berat terkontrol

Nyeri berat tidak terkontrol


(39)

23

1. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS merupakan stimulasi kutaneus yang menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar dan efektif untuk mengontrol nyeri pasca bedah serta mengurangi nyeri yang disebabkan prosedur pascaoperasi (Potter & Perry, 2005).

2. Masase

Masase merupakan teknik relaksasi dengan usapan perlahan menggunakan lotion dan dapat memberikan sensasi hangat dengan mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah local sehingga mampu menurunkan nyeri pada pasien RA (Kusyati, 2006).

3. Kompres panas/dingin

Kompres panas/ dingin dapat melebarkan pembuluh darah, menstimulasi sirkulasi darah, dan mengurangi kekakuan (Alimul, 2008).

4. Distraksi

Distraksi merupakan suatu suatu tindakan pengalihan nyeri dengan memberikan stimulus yang menyenangkan dan menyebabkan pelepasan endorphin (Potter & Perry, 2005).

5. Aktifitas

Aktifitas fisik akan mampu melepaskan endofin dan mampu mengurangi nyeri yang dirasakan pasien RA (Jenkins, 2011).


(40)

24

6. Splinting

Splinting merupakan sebuah terapi okupasional yang bermanfaat dalam menurunkan nyeri pada sendi ketika beraktifitas (Jenkins, 2011).

7. Obat Farmakologis

Analgesik merupakan pengobatan yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Terdapat tiga jenis analgesik yaitu Non- narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), analgesic narkotik atau opiat dan obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik (Potter & Perry, 2005).

8. Pembedahan

Tindakan pembedahan dilakukan apabila pasien RA mengalami nyeri yang menetap dan dapat mencegah pergeseran sendi (Jenkins, 2011).

2.3.8 Kompres hangat jahe

Kompres hangat merupakan terapi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah terjadinya spasme otot dan memberikan rasa hangat (Alimul, 2008). Selain itu, kompres hangat berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah serta menstimulasi sirkulasi darah, dan mengurangi kekakuan. Indikasi pemberian kompres hangat adalah untuk pasien yang mengalami perut kembung, pasien yang mengalami kedinginan, pasien dengan radang sendi, pasien yang mengalami kejang otot, pasien yang mengalami abses ataupun hematoma (Kusmiati, 2009). Kompres hangat seringkali di kombinasikan


(41)

25

dengan rempah-rempah, salah satu jenis rempah-rempah yang sering digunakan adalah jahe.

Secara historis, jahe telah digunakan dalam pengobatan Asia untuk mengobati sakit perut, mual, dan diare. Sekarang jahe digunakan obat tradisional untuk pascaoperasi mual seperti gejala mual, kemoterapi, dan kehamilan, rheumatoid arthritis, osteoarthritis dan nyeri sendi dan otot. Rimpangnya yang mengandung zingiberol dan kurkuminoid terbukti berkhasiat mengurangi peradangan dan nyeri sendi melalui aktifitas COX-2 yang menghambat produksi PGE2, leukotrien dan TNF- pada sinoviosit dan sendi manusia (NCCAM, 2006).

Menurut Susanti (2014), sebelum dilakukan pengompresan jahe dibersihkan dan ditumbuk terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam air yang telah dihangatkan. Setelah itu, handuk dimasukkan ke dalam air hangat jahe dan diperas dahulu sebelum dilakukan pengompresan. Kompres dilakukan di daerah yang mengalami nyeri. Kompres hangat jahe dilakukan selama 10-15 menit. Menurut Utami (2005), kompres hangat jahe merupakan jenis terapi tradisional yang dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien RA selain itu efek farmakologis pada jahe adalah memiliki rasa pedas dan panas, berkhasiat sebagai pencahar, antiemeltik dan antirematik. Komponen utama dari jahe adalah senyawa gingerol (Misrha, 2009).

Pengaruh kompres hangat jahe terhadap nyeri adalah sesuai dengan teori gate control yang mengatakan bahwa stimulasi kulit mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori


(42)

26

A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan deta-A berdiameter kecil. Gerbang sinap menutup transmisi impuls nyeri. Kompres menggunakan air hangat akan meningkatkan aliran darah, dan meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi, seperti bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal. Panas akan merangsang serat saraf yang menutup gerbang sehingga transmisi impuls nyeri ke medula spinalis dan ke otak dihambat (Potter & Perry, 2005).

2.3.9 Back massage

Back massage adalah suatu pijatan menggunakan sentuhan tangan di daerah punggung dengan lotion/balsem yang dapat memberikan sensasi hangat dan mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah lokal. Intervensi back massage difokuskan pada area punggung bagian bawah yaitu dari segmen spinal T.12 sampai L.4. Vasodilatasi pembuluh darah akan meningkatkan peredaran darah pada area yang diusap sehingga aktivitas sel meningkat dan akan mengurangi rasa sakit serta menunjang proses penyembuhan luka (Kusyati, 2006). Back massage berfungsiuntuk menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorphin sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Cara lainnya adalah dengan mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat, sehingga menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan A-delta berdiameter kecil sekaligus menutup gerbang sinap untuk transmisi impuls nyeri (Potter & Perry, 2005). Sensasi hangat back massage juga dapat meningkatkan rasa nyaman. Nilai


(43)

27

terapeutik yang lain dari termasuk mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis pasien (Kusyati, 2006).

Back massage dilakukan sekitar 10 menit untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam mengurangi keluhan nyeri (Tamsuri, 2006). Menurut Wijanarko & Riyadi (2010), posisi seseorang saat akan diberikan back massage hendaknya dalam posisi yang rileks agar bagian yang akan di massage tidak mengalami ketegangan. Posisi yang dianjurkan adalah posisi tidur telungkup dan duduk. Posisi tidur telungkup yang baik adalah kedua lengan lurus ke bawah di samping badan, kepala dipalingkan ke samping dan diletakkan diatas bantal yang tidak terlalu tinggi atau bila tidak ada bantal, dapat melibatkan kedua tangan yang diletakkan di bawah dagu. Lengan diletakkan di samping badan, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Untuk posisi duduk, punggung diposisikan tegak. Kaki, tangan, leher dan kepala dalam keadaan rileks srta tidak ada bagian tubuh yang kontraksi.

Menurut Bambang (2011), teknik back massage terdiri dari effleurage (mengusap), petrissage (mencubit), friction (menggosok) dan tapotement (menepuk). Effleurage merupakan tipe masase yang melibatkan gerakan yang panjang, perlahan dan halus dilakukan saat memulai dan mengakhiri pijatan (Berman, Snyder, Kozier, Erb, 2009). Gerakan ini bertujuan untuk meratakan minyak dan menghangatkan otot agar lebih rileks. Effleurage dilakukan dengan telapak tangan dan jemari rapat dan bergerak dengan kuat dari bokong menuju bahu dan gerakan lebih ringan dari bahu menuju bokong (Sinclair, 2006). Petrissage adalah tindakan mencubit atau menjepit


(44)

28

beberapa bagian kulit dengan menggunakan ujung jari (Anastasia, 2009). Tindakan ini dilakukan secara ringan dan berirama serta bertujuan untuk memperlancar penyaluran zat-zat dalam jaringan ke dalam pembuluh-pembuluh darah dan getah bening (Sinclair, 2006). Friction merupakan gerakan memberi tekanan pada kulit untuk memperlancar sirkulasi darah, mengaktifkan kelenjar kulit, menghilangkan kerut dan memperkuat otot kulit (Bain, 2006). Gerakan terakhir adalah tapotement yang merupakan gerakan ketukan yang berturut-turut dan cepat menggunakan bagian samping tangan atau ujung jari. Khasiat gerakan Tapotement yaitu menyegarkan otot-otot, melancarkan peredaran darah dan getah bening pada tempat yang diurut (Potter &Perry, 2005).

2.4 Pengaruh Kompres Hangat Jahe dan Back Massage dalam Menurunkan Skala Nyeri

RA adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung dimana membran sinovial mengalami kerusakan dan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu genetik, infeksi dan lingkungan (Corwin, 2009). Nyeri merupakan keluhan utama yang dirasakan pasien RA (Yatim, 2006). Tujuan dari pengobatan RA adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari pasien serta mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi (Price & Wilson, 2005). Penatalaksanaan nyeri dibagi menjadi terapi farmakologis dan non farmakologis. Selain dapat menurunkan nyeri RA, terapi farmakologis dapat menimbulkan berbagai macam efek samping seperti peradangan pada daerah abdomen, perdarahan dan kerusakan ginjal (WebMD, 2014).


(45)

29

Terapi non farmakologis yang dapat diberikan pada pasien RA adalah stimulasi kutaneus seperti kompres hangat jahe dan back massage.

Kompres hangat jahe merupakan jenis terapi tradisional yang dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien RA (Utami, 2005). Kompres hangat jahe bekerja dalam memvasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan suplai darah dan oksigen ke area nyeri (Kusmiati, 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2014), dengan judul ”Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Penurunan Skala Nyeri Artritis Rhematoid Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu

Batu Sangkar tahun 2014” disimpulkan bahwa kompres hangat jahe berpengaruh terhadap penurunan skala nyeri artritis rhematoid yang dapat dilanjutkan sebagai intervensi mandiri oleh penderita artritis rhematoid denganρvalue = 0,000 (ρ < 0,05).

Back massage adalah salah satu tehnik memberikan masase pada punggung dengan usapan secara perlahan (Kusyati, 2006). Back masase bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorphin sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Potter & Perry, 2005). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kristanto dan Maliya (2011)

dengan judul “Pengaruh Terapi Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Reumatik

Pada Lansia Di Wilayah Puskesmas Pembantu Karang Asem” didapatkan hasil

terdapat pengaruh pemberian back massage terhadap intensitas nyeri reumatik pada lansia di wilayah Pustu Karang Asem dengan ρvalue= 0,003 (ρ < 0,05).


(46)

30

Dari masing-masing penelitian disimpulkan bahwa kompres hangat jahe dan back massage efektif dalam menurunkan nyeri sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perbedaannya.


(1)

dengan rempah-rempah, salah satu jenis rempah-rempah yang sering digunakan adalah jahe.

Secara historis, jahe telah digunakan dalam pengobatan Asia untuk mengobati sakit perut, mual, dan diare. Sekarang jahe digunakan obat tradisional untuk pascaoperasi mual seperti gejala mual, kemoterapi, dan kehamilan, rheumatoid arthritis, osteoarthritis dan nyeri sendi dan otot. Rimpangnya yang mengandung zingiberol dan kurkuminoid terbukti berkhasiat mengurangi peradangan dan nyeri sendi melalui aktifitas COX-2 yang menghambat produksi PGE2, leukotrien dan TNF- pada sinoviosit dan sendi manusia (NCCAM, 2006).

Menurut Susanti (2014), sebelum dilakukan pengompresan jahe dibersihkan dan ditumbuk terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam air yang telah dihangatkan. Setelah itu, handuk dimasukkan ke dalam air hangat jahe dan diperas dahulu sebelum dilakukan pengompresan. Kompres dilakukan di daerah yang mengalami nyeri. Kompres hangat jahe dilakukan selama 10-15 menit. Menurut Utami (2005), kompres hangat jahe merupakan jenis terapi tradisional yang dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien RA selain itu efek farmakologis pada jahe adalah memiliki rasa pedas dan panas, berkhasiat sebagai pencahar, antiemeltik dan antirematik. Komponen utama dari jahe adalah senyawa gingerol (Misrha, 2009).

Pengaruh kompres hangat jahe terhadap nyeri adalah sesuai dengan teori gate control yang mengatakan bahwa stimulasi kulit mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori


(2)

A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan deta-A berdiameter kecil. Gerbang sinap menutup transmisi impuls nyeri. Kompres menggunakan air hangat akan meningkatkan aliran darah, dan meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi, seperti bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal. Panas akan merangsang serat saraf yang menutup gerbang sehingga transmisi impuls nyeri ke medula spinalis dan ke otak dihambat (Potter & Perry, 2005).

2.3.9 Back massage

Back massage adalah suatu pijatan menggunakan sentuhan tangan di daerah punggung dengan lotion/balsem yang dapat memberikan sensasi hangat dan mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah lokal. Intervensi back massage difokuskan pada area punggung bagian bawah yaitu dari segmen spinal T.12 sampai L.4. Vasodilatasi pembuluh darah akan meningkatkan peredaran darah pada area yang diusap sehingga aktivitas sel meningkat dan akan mengurangi rasa sakit serta menunjang proses penyembuhan luka (Kusyati, 2006). Back massage berfungsi untuk menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorphin sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Cara lainnya adalah dengan mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat, sehingga menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan A-delta berdiameter kecil sekaligus menutup gerbang sinap untuk transmisi impuls nyeri (Potter & Perry, 2005). Sensasi hangat back massage juga dapat meningkatkan rasa nyaman. Nilai


(3)

terapeutik yang lain dari termasuk mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis pasien (Kusyati, 2006).

Back massage dilakukan sekitar 10 menit untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam mengurangi keluhan nyeri (Tamsuri, 2006). Menurut Wijanarko & Riyadi (2010), posisi seseorang saat akan diberikan back massage hendaknya dalam posisi yang rileks agar bagian yang akan di massage tidak mengalami ketegangan. Posisi yang dianjurkan adalah posisi tidur telungkup dan duduk. Posisi tidur telungkup yang baik adalah kedua lengan lurus ke bawah di samping badan, kepala dipalingkan ke samping dan diletakkan diatas bantal yang tidak terlalu tinggi atau bila tidak ada bantal, dapat melibatkan kedua tangan yang diletakkan di bawah dagu. Lengan diletakkan di samping badan, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Untuk posisi duduk, punggung diposisikan tegak. Kaki, tangan, leher dan kepala dalam keadaan rileks srta tidak ada bagian tubuh yang kontraksi.

Menurut Bambang (2011), teknik back massage terdiri dari effleurage (mengusap), petrissage (mencubit), friction (menggosok) dan tapotement (menepuk). Effleurage merupakan tipe masase yang melibatkan gerakan yang panjang, perlahan dan halus dilakukan saat memulai dan mengakhiri pijatan (Berman, Snyder, Kozier, Erb, 2009). Gerakan ini bertujuan untuk meratakan minyak dan menghangatkan otot agar lebih rileks. Effleurage dilakukan dengan telapak tangan dan jemari rapat dan bergerak dengan kuat dari bokong menuju bahu dan gerakan lebih ringan dari bahu menuju bokong (Sinclair, 2006). Petrissage adalah tindakan mencubit atau menjepit


(4)

beberapa bagian kulit dengan menggunakan ujung jari (Anastasia, 2009). Tindakan ini dilakukan secara ringan dan berirama serta bertujuan untuk memperlancar penyaluran zat-zat dalam jaringan ke dalam pembuluh-pembuluh darah dan getah bening (Sinclair, 2006). Friction merupakan gerakan memberi tekanan pada kulit untuk memperlancar sirkulasi darah, mengaktifkan kelenjar kulit, menghilangkan kerut dan memperkuat otot kulit (Bain, 2006). Gerakan terakhir adalah tapotement yang merupakan gerakan ketukan yang berturut-turut dan cepat menggunakan bagian samping tangan atau ujung jari. Khasiat gerakan Tapotement yaitu menyegarkan otot-otot, melancarkan peredaran darah dan getah bening pada tempat yang diurut (Potter &Perry, 2005).

2.4 Pengaruh Kompres Hangat Jahe dan Back Massage dalam Menurunkan Skala Nyeri

RA adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung dimana membran sinovial mengalami kerusakan dan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu genetik, infeksi dan lingkungan (Corwin, 2009). Nyeri merupakan keluhan utama yang dirasakan pasien RA (Yatim, 2006). Tujuan dari pengobatan RA adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari pasien serta mencegah dan memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi (Price & Wilson, 2005). Penatalaksanaan nyeri dibagi menjadi terapi farmakologis dan non farmakologis. Selain dapat menurunkan nyeri RA, terapi farmakologis dapat menimbulkan berbagai macam efek samping seperti peradangan pada daerah abdomen, perdarahan dan kerusakan ginjal (WebMD, 2014).


(5)

Terapi non farmakologis yang dapat diberikan pada pasien RA adalah stimulasi kutaneus seperti kompres hangat jahe dan back massage.

Kompres hangat jahe merupakan jenis terapi tradisional yang dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien RA (Utami, 2005). Kompres hangat jahe bekerja dalam memvasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan suplai darah dan oksigen ke area nyeri (Kusmiati, 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2014), dengan judul ”Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Penurunan Skala Nyeri Artritis Rhematoid Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batu Sangkar tahun 2014” disimpulkan bahwa kompres hangat jahe berpengaruh terhadap penurunan skala nyeri artritis rhematoid yang dapat dilanjutkan sebagai intervensi mandiri oleh penderita artritis rhematoid denganρvalue = 0,000 (ρ < 0,05).

Back massage adalah salah satu tehnik memberikan masase pada punggung dengan usapan secara perlahan (Kusyati, 2006). Back masase bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorphin sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Potter & Perry, 2005). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kristanto dan Maliya (2011) dengan judul “Pengaruh Terapi Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Reumatik Pada Lansia Di Wilayah Puskesmas Pembantu Karang Asem” didapatkan hasil terdapat pengaruh pemberian back massage terhadap intensitas nyeri reumatik pada lansia di wilayah Pustu Karang Asem dengan ρvalue= 0,003 (ρ < 0,05).


(6)

Dari masing-masing penelitian disimpulkan bahwa kompres hangat jahe dan back massage efektif dalam menurunkan nyeri sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perbedaannya.


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS KOMPRES JAHE MERAH (Zingiber officinale rosc. var. rubrum) DAN KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN NYERI SENDI DI POSYANDU LANSIA SUMBERSARI RW 03, MALANG

12 123 25

BEDA PENGARUH ANTARA SENAM HAMIL DENGAN KOMPRES HANGAT DAN MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI Beda Pengaruh Antara Senam Hamil Dengan Kompres Hangat Dan Massage Terhadap Penurunan Nyeri Punggung Bawah Pada Ibu Hamil Trimester III.

0 3 15

PENDAHULUAN Beda Pengaruh Antara Senam Hamil Dengan Kompres Hangat Dan Massage Terhadap Penurunan Nyeri Punggung Bawah Pada Ibu Hamil Trimester III.

0 2 5

BEDA PENGARUH ANTARA SENAM HAMIL DENGAN KOMPRES HANGAT DAN MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA Beda Pengaruh Antara Senam Hamil Dengan Kompres Hangat Dan Massage Terhadap Penurunan Nyeri Punggung Bawah Pada Ibu Hamil Trimester III.

0 7 18

PENGARUH KOMPRES HANGAT REBUSAN JAHE TERHADAP NYERI PADA PENDERITAOSTEOARTHRITIS PENGARUH KOMPRES HANGAT REBUSAN JAHE TERHADAP NYERI PADA PENDERITAOSTEOARTHRITIS LUTUT DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI SURAKARTA.

0 3 17

KOMPRES HANGAT JAHE ATAU TANPA JAHE MENURUNKAN NYERI SENDI LUTUT LANSIA

0 1 9

Penurunan skala phlebitis setelah diberikan kompres hangat

0 0 7

EFEKTIFITAS MANAGEMEN NYERI NON FARMAKOLOGI KOMPRES HANGAT DAN MASSAGE PUNGGUNG TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI SENDI PADA LANSIA DI PANTI WREDA PANGESTI LAWANG

0 2 10

PERBEDAAN KOMPRES HANGAT DENGAN TEKNIK EFFLEURAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI DISMENORE PADA SISWI DI MTsN NGEMPLAK SLEMAN TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI - Perbedaan Kompres Hangat dengan Teknik Effleurage terhadap Penurunan Nyeri Dismenore pada Siswi di MTs N

0 0 10

EFEKTIFITAS KOMPRES AIR HANGAT DAN KOMPRES JAHE TERHADAP PENURUNAN NYERI REMATIK PADA LANSIA DI DESA ADIARSA KECAMATAN KERTANEGARA

0 0 17