PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMK TAMANSISWA SUKADAMAI KABUPATEN ASAHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMK TAMANSISWA SUKADAMAI

KABUPATEN ASAHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

MUSTIKA FITRI LARASATI SIBUEA NIM : 8136171036

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI

MATEMATIS SISWA SMK TAMANSISWA SUKADAMAI

KABUPATEN ASAHAN MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i ABSTRAK

MUSTIKA FITRI LARASATI SIBUEA. Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa SMK Tamansiswa Sukadamai Kabupaten Asahan Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) peningkatan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa, (2) interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Tamansiswa Sukadamai Kabupaten Asahan. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini terdiri dari seluruh siswa SMK Tamansiswa Sukadamai, sedangkan sampelnya terdiri dari 32 siswa pada kelas X Akuntansi sebagai kelas eksperimen dan 30 siswa pada kelas X RPL sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan melalui teknik purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan komunikasi matematis dan angket disposisi matematis siswa. Pengujian hipotesis statistik dalam penelitian ini menggunakan uji ANAVA dua jalur pada program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) peningkatan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Hasil rerata peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang diberi pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa masing-masing sebesar 0,52 dan 0,45, dan rerata peningkatan disposisi matematis siswa masing-masing sebesar 0,443 dan 0,417. (2) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan disposisi matematis siswa.

KataKunci: Kemampuan komunikasi matematis, disposisi matematis, kemampuan awal matematika, pembelajaran berbasis masalah.


(7)

ii ABSTRACT

MUSTIKA FITRI LARASATI SIBUEA. Improvement of The Student’s Mathematical Communication Ability and Disposition of SMK Tamansiswa Sukadamai Kabupaten Asahan Through Problem-Based Learning Model. A Thesis. Medan : Post Graduate Program. University Of Medan, 2015.

This research aims to determine: (1) the improvement of mathematical communication ability and disposition of students who received problem-based learning and conventional learning, (2) the interaction between learning model and prior knowledge of mathematics to improve mathematical communication ability and mathematical disposition. This research was conducted in SMK Tamansiswa Sukadamai Kabupaten Asahan. The type of this research was quasi-experiment. The population in this research was all of student of SMK Tamansiswa Sukadamai while the sample was 32 students in X Ak class as an experiment class and 30 students in X RPL class as a control class. The sampling was done through purposive sampling technique. The research instrument which used were a test of mathematical communication ability and questionnaire of student mathematical disposition. The statistical hypothesis testing in this research used two way ANOVA in the SPSS programme. The results showed that (1) the improvement of mathematical communication ability and disposition of students who received problem-based learning was higher than the improvement of mathematical communication ability and disposition of students who received conventional learning. The average of mathematical communication ability improvement who received problem-based learning and conventional learning respectively 0.52 and 0.45, and the average of student mathematical disposition improvement respectively 0.443 and 0.417. (2) There was no interaction between learning model and prior knowledge of mathematical communication ability and student mathematical disposition.

Keywords: Mathematical Communication Ability, Mathematical Disposition, Prior Knowledge of Mathematics, Problem-Based Learning.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED) dengan judul : “Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa SMK Tamansiswa Sukadamai Kabupaten Asahan Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah.”

Sejak mulai persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih, antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Asmin, M.Pd sebagai pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd sebagai pembimbing II sekaligus sebagai Ketua Prodi Pendidikan Matematika Program Pascasarja UNIMED yang telah mengarahkan peneliti dalam penyempurnaan penulisan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Narasumber sekaligus Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika yang setiap saat memberikan kemudahan, arahan, saran dan nasehat yang sangat berharga bagi penulis. 4. Bapak Dr. Deny Setiawan, M.Si dan Ibu Dr. Ani Minarni, M.Si selaku

Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

5. Direktur, Asisten I dan II beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tidak berhingga kepada penulis sejak awal perkuliahan sampai penyelesaian penulisan tesis ini.


(9)

iv

7. Kepada Ayahanda Sanusi Sibuea, M.Si, Ibunda Romiyah, S.Pd, dan Suami Tercinta Muhammad Ardiansyah Sembiring, M.Kom penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga yang telah memberikan dorongan, motivasi dan nasehatnya yang menyejukkan hati serta cinta kasihnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

8. Serta teman-teman mahasiswa kelas A-3 reguler terkhusus Irma Sari Daulay, M.Pd dan Siti Aminah Nababan beserta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian demi kesempurnaan dalam penulisan-penulisan selanjutnya.

Medan, Juni 2015


(10)

v

DAFTAR ISI

Isi Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... .. ix

DAFTAR LAMPIRAN.... ... .. x

BAB I . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 14

1.3 Pembatasan Masalah... 15

1.4 Rumusan masalah ... 15

1.5 Tujuan Penelitian ... 16

1.6 Manfaat Penelitian ... 17

1.7 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 17

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis ... 20

2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 20

2.1.2 Disposisi Matematis ... 27

2.1.3 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ... 31

2.1.4 Pembelajaran Biasa ... 37

2.1.5 Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa ... 41

2.1.6 Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 43

2.1.7 Kemampuan Awal Matematika ... 46

2.1.8 Hasil Penelitian yang Relevan ... 48

2.2 Kerangka Konseptual ... 50

2.3 Hipotesis Penelitian ... 56

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 57

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian... 57

3.3 Desain Penelitian ... 59

3.4 Instrumen Penelitian ... 61

3.5 Uji Coba Instrumen ... 70

3.6 Prosedur Penelitian ... 78


(11)

vi BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 88

4.1.1 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ... 89

4.1.2 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian....91

4.1.3 Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 94

4.1.4 Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 98

4.1.5 Disposisi Matematika Siswa... 103

4.1.6 Analsis Data... 108

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ...125

4.2.1 Faktor Pembelajaran ...125

4.2.2 Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 128

4.2.3 Interaksi Antara Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 130

4.2.4 Angket Disposisi Matematis Siswa ... 132

4.2.5 Interaksi Antara Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap Peningkatan Kemampuan Disposisi Matematis Siswa... 133

4.2.6 Keterbatasan Penelitian ... 135

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 137

5.2 Implikasi ... 139

5.3 Saran ... 140


(12)

v

DAFTAR TABEL

Tabel

1.1 Persentase Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Komunikasi ... 6

1.2 Persentase Hasil Disposisi Matematis Siswa ... 7

2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 35

2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Biasa ... 40

2.3 Perbedaan Pedagogik Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa ... 41

3.1 Rancangan Penelitian ... 60

3.2 Tabel Weiner Keterkaitan Antara Variabel Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol ... 61

3.3 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Siswa Berdasarkan KAM ... 64

3.4 Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 65

3.5 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 66

3.6 Kisi-kisi Angket Disposisi Matematis Siswa ... 67

3.7 Skor Alternatif Jawaban Angket Disposisi Matematis Siswa ... 68

3.8 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 70

3.9 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 71

3.10 Hasil Kesimpulan Dari Validasi Angket Disposisi Matematis Siswa...72

3.11 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 75

3.12 Klasifikasi Derajat Reliabilitas ... 77

3.13 Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis Statistik, Data, Alat Uji, Dan Uji Statistik ... 87

4.1 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran oleh Ahli ... 89

4.2 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi ... 89

4.3 Hasil Validasi Angket Disposisi Matematis ... 90

4.4 Rangkuman Ujicoba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen ... 91

4.5 Hasil Validasi Dan Reliabilitas Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi . 92 4.6 Hasil Analisis Interater Tes Komunikasi Matematis ... 92

4.7 Hasil Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Angket Disposisi Matematis ... 93

4.8 Deskripsi Kemampuan Matematika Siswa Tiap Kelas Sampel Berdasarkan Nilai Tes Kemampuan Awal Matematika ... 94

4.9 Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 95

4.10 Hasil Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 96

4.11 Analisis Varians Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Awal Matematika Siswa Antar Kelompok Data ... 97

4.12 Sebaran Sampel Penelitian ... 98

4.13 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Kedua Kelompok Pembelajaran... 99

4.14 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran Untuk Kategori KAM ... 101

4.15 Deskripsi DataDisposisi Matematis Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran .. 104

4.16 Deskripsi Data Disposisi Matematis Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran Untuk Setiap Kategori KAM ... 106


(13)

vi

4.17 Data Hasil Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa...109

4.18 Hasil Uji Normalitas Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ..111

4.19 Hasil Uji Homogenitas Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 112

4.20 Rekapitulasi Data Hasil Skor N-Gain Disposisi Matematis Siswa ... 113

4.21 Hasil Uji Normalitas Peningkatan Disposisi ... 115

4.22 Hasil Uji Homogenitas Peningkatan Disposisi Matematis ... 116

4.23 Hasil ANAVA dua jalur Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 117

4.24 Hasil ANAVA dua jalur kemampuan disposisi matematis siswa ... 118

4.25 Hasil uji anava berdasarkan pembelajaran dan kategori KAM terhadap Peningkatan kemampuan komunikasi ... 119

4.26 Hasil Uji Anava Berdasarkan Pembelajaran dan Kategori KAM Terhadap Peningkatan Disposisi Matematis Siswa ... 122


(14)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar

3.1 Prosedur Penelitian... 80 4.1 Rata-rata Skor Kemampuan Komunikasi Matematis ... 99 4.2 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 100 4.3 Peningkatan N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Berdasarkan Kategori KAM ... 103 4.4 Rata-Rata Skor Disposisi Matematis Siswa ... 104 4.5 Peningkatan Disposisi Matematis siswa ... 104 4.6 Peningkatan N-Gain Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan Kategori

KAM ... 107 4.7 Diagram Rerata Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 109 4.8 Diagram Rerata Gain Disposisi Matematis ... 113 4.9 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Peningkatan

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 121 4.10 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Peningkatan Disposisi


(15)

v

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A (PERANGKAT PEMBELAJARAN)

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen 1 ... 145

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen 2 ... 160

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen 3 ... 172

4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen 4 ... 184

5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol 1 ... 196

6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol 2 ... 199

7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol 3 ... 202

8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol 4 ... 205

9. Lembar Kerja Siwa (LKS) 1 ... 208

10. Lembar Kerja Siwa (LKS) 2 ... 215

11. Lembar Kerja Siwa (LKS) 3 ... 221

12. Lembar Kerja Siwa (LAS) 4 ... 224

13. Format Lembar Observasi Pembelajaran Berbasis Masalah ...230

14. Format Lembar Observasi Pembelajaran Biasa ...232

LAMPIRAN B (INSTRUMEN PENELITIAN) 1. Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 233

2. Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 238

3. Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 241

4. Soal Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 243

5. Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 245

6. Alternatif Jawaban Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 248

7. Kisi-kisi Angket Disposisi Matematis ... 252

8. Angket Disposisi Matematis ... 253


(16)

vi LAMPIRAN C

1. Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 261

2. Hasil Validasi Lembar Aktivitas Siswa ... 263

3. Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi ... 273

4. Hasil Uji Coba Angket Disposisi Matematis ... 288

LAMPIRAN D 1. Data Hasil Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 312

2. Pengolahan Data Tes KAM ... 315

3. Data Hasil Tes Kemampuan Komunikasi ... 318

4. Pengolahan Data Tes Kemampuan Komunikasi ... 330

5. Data Hasil Angket Disposisi Matematis ... 335

6. Pengolahan Data Angket Disposisi Matematis ... 353


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu lain maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari banyak aktivitas yang dilakukan manusia berhubungan dengan matematika, contohnya menghitung keuntungan hasil usaha, berbelanja, dan lain-lain. Pentingnya matematika untuk dipelajari menyebabkan matematika menjadi salah satu bidang studi yang dipelajari pada setiap jenjang pendidikan baik di tingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi. Matematika yang diajarkan di sekolah bukan hanya untuk keperluan kalkulasi saja, tetapi lebih dari itu matematika dipelajari karena begitu banyak kegunaannya antara lain dengan belajar matematika : kita mampu melakukan perhitungan-perhitungan, perhitungan menjadi lebih sederhana dan praktis, dan dengan belajar matematika diharapkan siswa mampu menjadi manusia yang berpikir logis, kritis, tekun, bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan persoalan (Russefendi, 1991:208).

Tujuan pembelajaran matematika, yaitu : (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tetap dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan


(18)

2

gagasan dan penyelesaian matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan pemahaman masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menemukan solusi, (4) mengkomunikasikan gagasan matematika dengan simbol, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin, tahu perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Hal ini juga sesuai dengan tujuan kurikulum 2013 yaitu mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Permendikbud, 2013). Dari beberapa uraian di atas, menunjukkan pentingnya mempelajari matematika dalam menata kemampuan berpikir para siswa, bernalar, memecahkan masalah, berkomunikasi, mengaitkan materi matematika dengan keadaan sesungguhnya, serta mampu menggunakan dan memanfaatkan teknologi.

Sumarmo (dalam Saragih, 2007:2) menyatakan bahwa kemampuan-kemampuan dalam tujuan pembelajaran matematika itu disebut dengan daya matematis (mathematical power) atau keterampilan matematika (doing math).

Istilah “daya matematis” tidak tercantum secara eksplisit dalam kurikulum

pembelajaran matematika di Indonesia, namun tujuan pembelajaran matematika dalam kurikulum di Indonesia menyiratkan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai yaitu: (1) kemampuan pemecahan masalah (problem solving), (2) kemampuan berargumentasi (reasonning), (3) kemampuan berkomunikasi (communication),


(19)

3

(4) kemampuan membuat koneksi (connection), dan (5) kemampuan representasi (representation). Kelima hal tersebut oleh NCTM (2000) dikenal dengan istilah standar proses daya matematis (mathematical power process standards).

Dari beberapa kemampuan di atas, salah satu kemampuan yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal senada juga dikemukakan Saragih (2007) yang menyatakan kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu untuk diperhatikan, ini disebabkan komunikasi matematika dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematis siswa baik secara lisan maupun tulisan yang mengakibatkan siswa memiliki pemahaman matematika yang mendalam tentang konsep matematika yang dipelajari. Baroody (1993:100) menjelaskan bahwa ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa. Pentingnya matematika sebagai sarana komunikasi juga dikemukakan oleh Cockroft (dikutip oleh Abdurrahman, 2009:253) yang menulis:

Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat


(20)

4

digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

Jika pembelajaran matematika hanya mengingat rumus atau menghafal rumus daripada mengkomunikasikan ide-ide matematika, maka matematika menjadi suatu domain yang sulit untuk dilalui. Oleh karena itu komunikasi dalam matematika perlu untuk ditumbuhkembangkan untuk mempercepat pemahaman matematika siswa.

Selain kemampuan (ranah kognitif) yang berkaitan dengan keterampilan komunikasi, juga perlu dikembangkan sikap (ranah afektif) yang menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah seperti yang termaktub dalam tujuan pembelajaran matematika dari Departemen Pendidikan Nasional. Dalam Standar Kompetensi Lulusan Kurikulum 2013 dikemukakan kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan dalam matematika, yaitu : (1) Sikap. Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. (2) Pengetahuan. Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian. (3) Keterampilan. Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai


(21)

5

pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri (Choridah, 2013:195).

Sesuai dengan SKL Kurikulum 2013 di atas, pada pembelajaran matematika siswa tidak sekedar belajar pengetahuan kognitif, namun siswa diharapkan memiliki sikap kritis dan cermat, obyektif dan terbuka, menghargai keindahan matematika, serta rasa ingin tahu, berpikir dan bertindak kreatif, serta senang belajar matematika. Sikap dan kebiasaan berpikir seperti itu pada hakekatnya akan membentuk dan menumbuhkan disposisi matematis (mathematical disposition) yaitu keinginan, kesadaran dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika (Sumarmo, 2011:27). Pengembangan ranah afektif yang menjadi tujuan pendidikan matematika di setiap jenjang sekolah menurut kurikulum pada hakekatnya adalah menumbuhkan dan mengembangkan disposisi matematis. Selanjutnya Sumarmo (dalam Karlimah, 2010:4) juga menyatakan bahwa :

“... dalam belajar matematika siswa perlu mengutamakan

pengembangan kemampuan berfikir dan disposisi matematis. Pengutamaan tersebut menjadi semakin penting manakala dihubungkan dengan tuntutan kemajuan IPTEK dan suasana bersaing yang semakin ketat terhadap lulusan semua jenjang

pendidikan.”

Maxwell (dalam Musliha, 2012) menyatakan, ”Student disposition toward

mathematics is major factor in determaining their educational succes” . Hal ini

berarti bahwa faktor utama yang menentukan kesuksesan siswa dalam belajar matematika adalah disposisi siswa terhadap matematika.

Uraian di atas menunjukkan bahwa baik kemampuan komunikasi matematika dan disposisi matematis siswa dalam matematika merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan kognitif dan afektif siswa serta dapat


(22)

6

mempengaruhi hasil belajar matematika siswa itu sendiri. Namun pada kenyataannya kemampuan komunikasi matematis siswa Indonesia masih rendah. Hal ini seperti yang dinyatakan Imelda (dalam Marlina, 2013:85) kemampuan siswa Indonesia dalam komunikasi matematis sangat jauh di bawah negara-negara lain, sebagai contoh, untuk permasalahan matematika yang menyangkut kemampuan komunikasi matematis, siswa Indonesia yang berhasil menjawab benar hanya 5% dan jauh di bawah negara seperti Singapura, Korea, dan Taiwan yang mencapai lebih dari 50%. Secara khusus, kemampuan komunikasi matematis siswa SMK Tamansiswa Sukadamai juga masih rendah. Hal ini sesuai dengan hasil observasi awal peneliti dengan memberikan tes awal mengenai kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap siswa kelas XI SMK Tamansiswa Sukadamai pada materi statistika. Rendahnya kemampuan komunikasi matematis tersebut dapat dilihat pada hasil tes yang diberikan peneliti yang disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

No Persentase Ketuntasan Tingkat

Ketuntasan Banyak Siswa

Persentase Jumlah

Siswa

1 < 65% Tidak Tuntas 11 73,33%

2  65% Tuntas 4 26,67%

Jumlah 15 100%

Dapat dilihat dari tabel bahwa persentase siswa yang tuntas hanya 26,67% sedangkan persentase siswa yang tidak tuntas mencapai 73,33%. Ini membuktikan kemampuan komunikasi siswa SMK Tamansiswa Sukadamai masih rendah. Salah satu soal yang sama sekali tidak dapat dijawab oleh seluruh siswa adalah soal yang meminta siswa untuk menyajikan data kelompok nilai matematika siswa kelas X ke dalam tabel distribusi frekuensi.


(23)

7

Begitu juga halnya dengan disposisi matematis siswa. Rendahnya disposisi matematis siswa juga dapat dilihat pada hasil angket yang diberikan peneliti yang disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 1.2 Persentase Hasil Disposisi Matematis Siswa No Persentase Ketuntasan Tingkat

Ketuntasan Banyak Siswa

Persentase Jumlah

Siswa

1 < 65% Tidak Tuntas 12 80%

2  65% Tuntas 3 20%

Jumlah 15 100%

Dapat dilihat dari tabel bahwa persentase siswa yang tuntas hanya 20% sedangkan persentase siswa yang tidak tuntas mencapai 80%. Ini membuktikan bahwa disposisi matematis siswa SMK Tamansiswa Sukadamai masih rendah.

Hal tersebut menurut IMSTEP (Sya’ban, dalam Marlina, 2013:85) antara lain

disebabkan karena pembelajaran cenderung berpusat pada guru yang menekankan pada proses prosedural, tugas latihan yang mekanistik, dan kurang memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis. Begitu juga halnya setelah peneliti memberi angket disposisi matematis kepada siswa ternyata masih banyak siswa yang kurang menyenangi pelajaran matematika. Dari beberapa permasalahan di atas maka dapat kita lihat bahwa kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa masih rendah.

Menurut pengamatan Ruseffendi (1991:87) anak-anak yang menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika yang sederhana, makin tinggi tingkatan sekolahnya dan makin sukar matematika yang dipelajarinya akan semakin berkurang minatnya. Maka dari itu, hal penting yang perlu diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran di kelas selain kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa adalah kemampuan awal matematika


(24)

8

siswa. Kemampuan awal matematika siswa merupakan kecakapan yang dimiliki oleh siswa sebelum proses pembelajaran matematika dilaksanakan di kelas. Kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa juga bervariasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya jika ditinjau dari tingkat penguasaan siswa maka dapat dibedakan antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan awal untuk seorang siswa mungkin saja baru mencapai tahap pengenalan, sedangkan bagi siswa yang lain untuk tahap yang sama, sudah mencapai siap ulang atau siap pakai sehingga kemampuan awal siswa sangat penting diperhatikan oeh guru sebagai perancang pengajaran di dalam kelas (Uno, 2012:61).

Namun, kenyataan selama ini guru jarang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Sutama (2011:15) bahwa pembelajaran matematika selama ini tidak efektif salah satu faktor penyebabnya adalah guru dalam mengajar cenderung kurang memperhatikan kemampuan awal siswa. Padahal menurut Achmad (2011:1) pengetahuan tentang kemampuan awal siswa diperlukan guru untuk menetapkan strategi mengajar, bahkan untuk mengajukan pertanyaan atau masalah kepada siswa juga diperlukan pemahaman tentang kemampuan awal siswa.

Berdasarkan pemahaman kemampuan awal siswa tersebut guru dapat membantu siswa memperlancar proses pembelajaran yang dilakukan dan memperkecil peluang kesulitan yang dihadapi siswa dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan awal akan mempengaruhi pembelajaran baik yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah maupun pembelajaran biasa dan kemampuan awal juga nanti


(25)

9

tentunya akan mempengaruhi peningkatan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa.

Materi statistika menjadi fokus materi dalam penelitian ini. Statistika adalah salah satu materi yang diperoleh siswa baik tingkat SD, SMP, SMA/SMK dan Perguruan Tinggi. Soal-soal pada materi statistika adalah soal yang persentasi jumlahnya paling banyak keluar dalam Ujian Nasional tingkat Sekolah Menengah Kejuruan dibandingkan persentase soal pada bab lain. Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai peranan statistika dalam beberapa aspek kehidupan, misalnya pengumpulan data tentang minat siswa dalam pemilihan jurusan, jumlah kepadatan penduduk dan lain sebagainya. Data tersebut biasanya disajikan dalam bentuk tabel atau diagram. Dengan statistika data-data yang diperoleh dapat disajikan dalam tabel dan diagram sehingga mempermudah untuk membacanya. Kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi statistika dapat dilihat ketika siswa menyampaikan ide atau suatu gagasan dalam bentuk gambar, grafik atau diagram.

Akan tetapi, pada materi tersebut siswa masih sering melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Pernyataan ini diperkuat dengan adanya kajian penelitian sebelumnya yang membahas analisis kesalahan pada materi statistika. Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Mariani (2005) di SMA Negeri 2 Pati kelas XI IPA 3, diketahui bahwa masih banyak siswa yang melakukan kesalahan dalam materi statistik pada tahun ajaran 2005/2006. Penelitian dilakukan dengan metode tes berupa 20 tes dengan bentuk pilihan ganda. Kesimpulan dari penelitian adalah banyaknya siswa yang melakukan kesalahan dalam materi statistika disebabkan oleh beberapa faktor,


(26)

10

yaitu karena kurang menguasai konsep sebanyak 13,2%, siswa kurang terampil dalam menyelesaikan masalah 11,21%, siswa mengalami kesalahan dalam memahami makna kata dalam soal 8,79%, dan siswa memilih tidak menjawab pertanyaan sebesar 6,15%.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan, guru matematika di SMK Tamansiswa Sukadamai mengungkapkan bahwa banyak siswa yang sering mengalami kesulitan dan melakukan kesalahan dalam materi statistika. Walaupun sudah banyak berlatih dan diberi penjelasan oleh guru, masih banyak siswa yang melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal. Hal ini disebabkan karena siswa mengalami kesalahan dalam membaca data, kurang cermat, kurangnya konsentrasi siswa saat menerima pelajaran, dan lain-lain. Hal-hal tersebut yang menyebabkan terjadi kesalahan dan dipandang perlu untuk diteliti lebih lanjut.

Salah satu penyebab rendahnya kemampuan komunikasi dan disposisi matematis yang juga mengakibatkan siswa kesulitan dalam memahami materi statistika adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan guru. Hal ini seperti yang dikemukakan Abdurrahman (2009:38) bahwa yang menjadi faktor penyebab rendahnya atau kurangnya pemahaman peserta didik terhadap konsep matematika, salah satu di antaranya adalah metode pembelajaran yang digunakan oleh pengajar, misalnya dalam pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan tradisional yang menempatkan peserta didik dalam proses pembelajaran sebagai pendengar. Kemampuan guru dalam menerapkan metode atau strategi pembelajaran yang kurang tepat, misalnya proses pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru, sementara siswa lebih cenderung pasif. Akibatnya siswa tidak


(27)

11

mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematiknya. Selain itu, guru-guru sering merasa khawatir tidak dapat menyampaikan semua kompetensi dasar yang terdapat dalam silabus yang telah ditetapkan oleh kurikulum pendidikan karena keterbatasan waktu yang tersedia. Hal ini dikarenakan mengingat pada tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), mata pelajaran matematika hanya 4 jam pelajaran selama satu minggu. Akibatnya guru lebih suka mengajar dengan cara pembelajaran biasa yang hanya menggunakan metode ceramah dan memberikan latihan saja.

Hal senada disampaikan oleh Djohar (dalam Musliha, 2012:25), pembelajaran yang secara umum berlangsung selama ini, masih berperan sebagai panggung pentas penyampaian informasi (delivery system). Guru berdiri di depan siswa untuk menyampaikan pengetahuan, sementara siswa menerimanya tanpa harus mengetahui prosesnya. Siswa hanya menerima ilmu, sehingga siswa kehilangan kesempatan untuk mengeksplorasikan pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya. Selain itu model pembelajaran yang sering digunakan selama ini juga masih berpusat pada guru (teacher centered) dimana guru mendominasi proses pembelajaran di kelas dan siswa hanya menerima materi pelajaran, contoh soal, dan kemudian di berikan latihan, maka di saat proses pembelajaran seperti itu terjadi, nantinya siswa akan kesulitan menyelesaikan soal yang tidak sesuai dengan contoh yang telah diberikan sebelumnya karena siswa belum bisa merasakan pembelajaran yang bermakna. Dalam hal ini siswa masih belajar memahami contoh belum memahami konsep.

Ada banyak model pembelajaran yang bisa kita gunakan dalam upaya menumbuhkembangkan seluruh kemampuan matematika dalam pembelajaran.


(28)

12

Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa dan juga merupakan harapan kurikulum yang berlaku pada saat ini adalah model pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah yang juga dapat menggunakan masalah tersebut ke dalam bentuk pengganti dari suatu situasi masalah (model matematika) atau aspek dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Masalah kontekstual yang diberikan bertujuan untuk memotivasi siswa, membangkitkan gairah belajar siswa, meningkatkan aktivitas belajar siswa, belajar terfokus pada penyelesaian masalah sehingga siswa tertarik untuk belajar, menemukan konsep yang sesuai dengan materi pelajaran, dan dengan adanya interaksi berbagi ilmu antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, maupun siswa dengan lingkungan siswa diajak untuk aktif dalam pembelajaran.

Menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, pelajar menghadapi masalah dan berusaha menyelesaikannya dengan informasi yang mereka sudah miliki memungkinkan mereka untuk menghargai apa yang telah mereka ketahui. Mereka juga mengidentifikasi apa yang mereka perlu pelajari untuk lebih memahami masalah dan bagaimana mengatasinya. Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator.

Ibrahim dan Nur (dalam Trianto, 2009:96) menjelaskan bahwa manfaat model pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa mengembangkan


(29)

13

kemampuan berpikir tingkat tinggi, memecahkan masalah, belajar berperan sebagai orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata dan simulasi menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri. Dengan diajarkannya model pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa belajar secara aktif, penuh semangat dan siswa akan semakin terbuka terhadap matematika, serta akan menyadari manfaat matematika karena tidak hanya terfokus pada topik tertentu yang sedang dipelajari.

Penerapan model pembelajaran ini diupayakan dapat menumbuh kembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa mulai bekerja dari permasalahan yang diberikan, mengaitkan masalah yang akan diselidiki dengan meninjau masalah itu dari banyak segi, melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata, membuat produk berupa laporan, model fisik untuk didemonstrasikan kepada teman-teman lain, bekerja sama satu sama lain untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

Penelitian dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah telah diteliti oleh Daulay (2011) yang menyatakan : peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematika siswa yang memperoleh model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh model pengajaran langsung, diperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh model pembelajaran berbasis masalah adalah 6,94 sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh model pengajaran langsung adalah 6,08 dan diperoleh


(30)

14

rata-rata kemampuan koneksi matematika siswa yang memperoleh model pembelajaran berbasis masalah adalah 6,62 sedangkan rata-rata kemampuan koneksi matematika siswa yang memperoleh model pengajaran langsung adalah 6,24. Selain itu, aktivitas siswa dengan pembelajaran berbasis masalah efektif serta pola jawaban siswa dengan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan pengajaran langsung.

Berdasarkan penjelasan di atas dirasakan perlu untuk mengungkapkan apakah model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran biasa memiliki perbedaan konstribusi terhadap kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa. Hal itulah yang mendorong dilakukan suatu penelitian yang memfokuskan diri pada penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan komunikasi matematis dan disposisi matematis siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Memperhatikan uraian di atas secara umum dapat diperkirakan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis siswa. Karena penelitian ini di laksanakan di SMK maka judul penelitian ini adalah Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa SMK Tamansiswa Sukadamai Kabupaten Asahan Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang muncul dalam pembelajaran matematika, yaitu sebagai berikut :


(31)

15

1. Kemampuan komunikasi matematis siswa rendah 2. Disposisi matematis siswa rendah

3. Kemampun awal siswa jarang diperhatikan oleh guru

4. Siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan materi statistika

5. Model pembelajaran selama ini masih menggunakan pembelajaran biasa sehingga keterlibatan siswa selama proses pembelajaran masih kurang 6. Guru kurang memvariasikan model pembelajaran matematika

1.3. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah, maka agar lebih fokus mencapai tujuan, masalah yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada masalah yang berkenaan dengan kemampuan komunikasi matematis, disposisi matematis, kemampuan awal matematika, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran biasa, materi statistika kelas X SMK.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi pembelajaran biasa?


(32)

16

2. Apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan disposisi matematis siswa yang diberi pembelajaran biasa?

3. Apakah terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa?

4. Apakah terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan disposisi matematis siswa?

1.5. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi pembelajaran biasa.

2. Untuk mengetahui apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan disposisi matematis siswa yang diberi pembelajaran biasa.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.


(33)

17

4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan disposisi matematis siswa.

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi tentang alternatif pendekatan pembelajaran matematika dalam usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran. Secara rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sebagai masukan bagi guru mengenai pendekatan pembelajaran dalam membantu siswa meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. b. Bagi siswa, memberikan manfaat berupa variasi pembelajaran matematika

sehingga memahami dan memudahkan dalam mengkomunikasikan matematika yang menyebabkan siswa lebih aktif dalam pembelajaran. c. Bagi peneliti sebagai pengalaman langsung dan dapat menambah

cakrawala pengetahuan serta memberikan gambaran dan informasi.

d. Sebagai sumber informasi bagi sekolah tentang perlunya merancang sistem pembelajaran berbasis masalah sebagai upaya mengatasi kesulitan belajar siswa guna meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

1.7 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Agar penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini tidak menimbulkan kerancuan, perlu dikemukakan defenisi operasional sebagai berikut:


(34)

18

1) Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menyatakan, mendemonstrasikan dan menafsirkan gagasan atau ide matematis dari suatu masalah kontekstual berbentuk uraian ke dalam model matematik (gambar, grafik, diagram, tabel, dan persamaan) atau sebaliknya.

Adapun indikator yang menunjukkan kemampuan komunikasi matematis adalah: (1) mengekspresikan, mendemonstrasikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, tabel, grafik atau model matematika lain; (2) menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, idea, atau model matematik; dan (3) menggunakan keahlian membaca, menulis dan menelaah untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide serta informasi matematika.

2) Disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika.

Indikator yang menunjukkan disposisi matematis adalah: (1) kepercayaan diri dengan indikator percaya diri terhadap kemampuan/keyakinan; (2) keingintahuan yang meliputi: sering mengajukan pertanyaan, antusias/semangat dalam belajar, dan banyak membaca/mencari sumber lain; (3) ketekunan dengan indikator gigih/tekun/perhatian/kesungguhan; (4) fleksibilitas, yang meliputi: berusaha mancari solusi/strategi lain; (5) reflektif, yaitu kecenderungan untuk memonitor hasil pekerjaan; (6) aplikasi, yaitu menilai kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari; dan (7) apresiasi, yaitu penghargaan peran matematika dalam budaya dan nilainya, baik matematika sebagai alat, maupun matematika sebagai bahasa.


(35)

19

3) Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan mengacu pada lima langkah pokok pembelajaran, yaitu : (1) orientasi siswa pada masalah; (2) mengorganisir siswa untuk belajar; (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; (4) mengembangkan dan manyajikan hasil karya dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

4) Pembelajaran biasa merupakan suatu pembelajaran yang didalamnya guru menerangkan suatu konsep, guru memberikan contoh soal dan penyelesaian, guru memberikan soal-soal latihan dan siswa menyimak, mencatat dan mengerjakan tugas-tugas serta ulangan/ tes.

5) Kemampuan awal matematika siswa adalah kecakapan matematika yang sudah dimiliki siswa sebelum mempelajari materi selanjutnya diukur melalui pemberian tes mengenai materi yang telah dipelajari oleh siswa. Dari hasil tes tersebut maka siswa akan dikelompokkan menjadi siswa yang memiliki kemampuana awal rendah, sedang dan tinggi.


(36)

137

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, pembelajaran matematika baik dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM) maupun dengan pembelajaran biasa dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan disposisi matematis siswa. Berdasaran rumusan masalah, hasil penelitian, dan pembahasan seperti yang telah dikemukan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa simpulan yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, kemampuan awal matematika, kemampuan komunikasi matematis dan disposisi matematis siswa, kesimpulan tersebut sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa. Siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah memperoleh rata-rata kemampuan komunikasi matematis sebesar 40,31 sebelumnya 21,38 (N-Gain kemampuan komunikasi matematis sebesar 0,52), sementara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa memperoleh rata-rata kemampuan komunikasi matematis sebesar 37,87 sebelumnya 21,27 (N-Gain kemampuan komunikasi matematis sebesar 0,45).

2. Peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa. Siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah


(37)

138

memperoleh rata-rata disposisi matematis sebesar 50,91 sebelumnya 49,19 (N-Gain disposisi matematis siswa sebesar 0,443), sementara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran baisa memperoleh rata-rata disposisi matematis siswa sebesar 50,77 sebelumnya 49,07 (N-Gain kemampuan komunikasi matematis sebesar 0,417).

3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika (KAM) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dalam hal ini diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa disebabkan oleh pembelajaran yang digunakan bukan karena kemampuan awal matematika siswa.

4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika (KAM) terhadap peningkatan disposisi matematis siswa. Dalam hal ini diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap peningkatan disposisi matematis siswa. Perbedaan peningkatan disposisi matematis disebabkan oleh pembelajaran yang digunakan bukan karena kemampuan awal matematika siswa.


(38)

139

5.2 Implikasi

Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada kemampuan komunikasi matematis dan disposisi siswa melalui pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa. Terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran biasa secara signifikan. Terdapat peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran biasa secara signifikan. Ditinjau dari interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siwa, hasil ini dapat ditinjau dari pembelajaran yang diterapkan pada siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol dengan kategori KAM siswa.

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis masalah antara lain: Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif, dalam membangun semangat dan disposisi siswa serta dapat menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi meliputi kemampuan mengekspresikan, mendemonstrasikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, tabel, grafik atau model matematika lain; kemampuan menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide atau model matematik; dan kemampuan menggunakan keahlian membaca, menulis dan menelaah untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide serta informasi matematika.

Diskusi dalam pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu sarana bagi siswa untuk peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan


(39)

140

disposisi siswa yang diharapkan mampu menumbuhkembangkan suasana kelas menjadi lebih nyaman, dan menimbulkan rasa keinginan dalam belajar matematika.

Peran guru sebagai teman belajar, mediator, dan fasilitator membawa konsekuensi hubungan guru dan siswa menjadi lebih akrab. Hal ini berakibat guru lebih memahami kelemahan dan kelebihan dari bahan ajar serta karakteristik kemampuan individual siswa.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan dalam pelaksanaan penelitian, peneliti memberi saran sebagai berikut:

1. Kepada Guru

Pembelajaran berbasis masalah (PBM) pada kemampuan komunikasi matematis dan disposisi siswa dapat diterapkan pada semua kategori KAM. Oleh karena itu hendaknya pembelajaran ini terus dikembangkan di lapangan yang membuat siswa terlatih dalam menyelesaikan masalah mengenai kemampuan komunikasi matematika meliputi kemampuan mengekspresikan, mendemonstrasikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, tabel, grafik atau model matematika lain; kemampuan menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide atau model matematik; dan kemampuan menggunakan keahlian membaca, menulis dan menelaah untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide serta informasi matematika sehingga pembelajaran lebih baik khususnya materi statistika. Peran guru sebagai fasilitator perlu didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain kemampuan memandu diskusi di kelas, memberi scaffolding kepada siswa serta


(40)

141

kemampuan dalam menyimpulkan. Disamping itu kemampuan menguasai bahan ajar sebagai syarat mutlak yang harus dimiliki guru agar siswa aktif dalam pembelajaran. Untuk menunjang keberhasilan implementasi pembelajaran berbasis masalah diperlukan bahan ajar yang lebih menarik dirancang berdasarkan permasalahan kontekstual yang merupakan syarat awal yang harus dipenuhi sebagai pembuka belajar mampu stimulus awal dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan.

2. Kepada Lembaga Terkait

Pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM), masih sangat asing bagi guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan disposisi siswa yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi matematika.

3. Kepada Peneliti

Untuk peneliti lebih lanjut hendaknya penelitian dengan pembelajaran berbasis masalah dalam peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan disposisi siswa secara maksimal untuk memperoleh hasil penelitian yang maksimal. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran berbasis masalah dalam peningkatan kemampuan matematika lain dengan menerapkan lebih dalam agar implikasi hasil penelitian tersebut dapat diterapkan di sekolah.


(41)

142

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Achmad, Nuedin. (2011). Lima Kelemahan Mengajar Guru. (Online). (http://www.pusatartikel.com/, diakses 02 Oktober 2014).

Ansari. (2012). Komunikasi Matematika dan Politik : Suatu Perbandingan. Banda Aceh : Yayasan PeNA

Arends, R. (2008). Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi Ketujuh/Buku Dua. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

__________. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

---. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

__________. (2013). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Asmin, dkk. (2014). Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis

Klasik dan Modern. Medan : LARISPA INDONESIA

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reosoning, and Communicating, K-8. Helping Children Think Mathematically. New York: Merril, an inprint of Macmillan Publishing, Company.

Choridah, Dedeh, T. (2013). Peran Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi serta Disposisi Matematis Siswa SMA. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandug Infinity Vol. 2 No. 2 Edisi September 2013.

Dahar. R. W. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga. Daulay, L. A. (2011). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan

Koneksi Matematika Siswa SMP dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis tidak dipublikasikan. Medan: Pascasarjana Unimed.


(42)

143

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas Fajri, Nurul, dkk. (2013). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi

Matematis Siswa dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Jurnal Pendidikan Matematika Paradikma Vol. 6 No. 2 Edisi Desember 2013.

Hake, R. R. (1998). Interaktive-engagement versus traditional methods: A six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. Jurnal American Association of Physics Teachers, 66 (1):64-74. (online).Tersedia:http://web.mit.edu/rsi/www/2005/minipaper/papers/Hake. df. Diakses: 21 September 2014.

Karlimah. (2010). Pengembangan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Serta Disposisi Matematis Mahasiswa PGSD Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Bandung: Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.

Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (2001). Adding It Up: Helping Children Learn Mathematics. Washington, DC : National Academy Press

Marlina, dkk. (2013). Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa di SMA Negeri 1 Bireun. Jurnal Didakti MatematikaVol. 1 No. 1 Edisi April 2013.

Marzuki. (2012). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsun. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

Musliha, Fitri Hayati. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri1 Namorambe. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

Napitupulu, E. (2008). Mengembangkan kemampuan menalar dan memecahkan masalah melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM), Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma Vol. 1 No. 1 Edisi Juni 2008.

Nasution, Haryata Ahda, dkk. (2013). Perbedaan Peningkatan Kemampuan

Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa Pada


(43)

144

Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma Vol. 6 N0. 1 Edisi Juni 2013.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (1989). Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.

Nuraini, dkk. (2013). Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Metakognisi Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar yang Menerapkan Model Pembelajaran CTL dan Konvensional di SMPN 2 Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Pendidikan Matematika Paradikma Vol. 6 No. 2 Edisi Desember 2013.

Nurdalilah, dkk. (2013). Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematika dan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional di SMA Negeri 1 Kualuh Selatan. Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma Vol. 6 No. 2 Edisi Desember 2013. Permendikbud. (2013). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah

Menengah atas/Madrasah Aliyah, Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Riduwan. (2010). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rohantizani. (2014). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa SMP Negeri 1 Lhoksukon Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Dua. Jakarta : Rajawali Press.

Russeffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetisinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

. (2005). Dasar-Dasar Penelitian dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Sanjaya. W. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, edisi I, cetakan ke-6. Jakarta: Kencana prenada Media group. Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi


(44)

145

Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.

Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. [Online]. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/downloads/sma/pemecahanmasalah.pdf Siregar, Nurfauziah. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Pengetahuan Prosedural Matematika Siswa SMP. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sumarmo, U. (2011). Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung Vol. 1

Sutama. (2011). Pengelolaan Pembelajaran Matematika untuk Penamaan dan Pengembangan anti Korupsi. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 24 Juli.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Uno, B. Hamzah. (2012). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: IPA

Abong.

Walpole, R, E. (1995). Pengantar Statistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Yamin, Martinis. (2008). Paradigma Pendidikan Kontrruktivistik. Jakarta : Gaung

Persada Press.

____________. (2013). Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Referensi (GP Press Group)


(1)

disposisi siswa yang diharapkan mampu menumbuhkembangkan suasana kelas menjadi lebih nyaman, dan menimbulkan rasa keinginan dalam belajar matematika.

Peran guru sebagai teman belajar, mediator, dan fasilitator membawa konsekuensi hubungan guru dan siswa menjadi lebih akrab. Hal ini berakibat guru lebih memahami kelemahan dan kelebihan dari bahan ajar serta karakteristik kemampuan individual siswa.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan dalam pelaksanaan penelitian, peneliti memberi saran sebagai berikut:

1. Kepada Guru

Pembelajaran berbasis masalah (PBM) pada kemampuan komunikasi matematis dan disposisi siswa dapat diterapkan pada semua kategori KAM. Oleh karena itu hendaknya pembelajaran ini terus dikembangkan di lapangan yang membuat siswa terlatih dalam menyelesaikan masalah mengenai kemampuan komunikasi matematika meliputi kemampuan mengekspresikan, mendemonstrasikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, tabel, grafik atau model matematika lain; kemampuan menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide atau model matematik; dan kemampuan menggunakan keahlian membaca, menulis dan menelaah untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide serta informasi matematika sehingga pembelajaran lebih baik khususnya materi statistika. Peran guru sebagai fasilitator perlu didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain kemampuan memandu diskusi di kelas, memberi scaffolding kepada siswa serta


(2)

kemampuan dalam menyimpulkan. Disamping itu kemampuan menguasai bahan ajar sebagai syarat mutlak yang harus dimiliki guru agar siswa aktif dalam pembelajaran. Untuk menunjang keberhasilan implementasi pembelajaran berbasis masalah diperlukan bahan ajar yang lebih menarik dirancang berdasarkan permasalahan kontekstual yang merupakan syarat awal yang harus dipenuhi sebagai pembuka belajar mampu stimulus awal dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan.

2. Kepada Lembaga Terkait

Pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM), masih sangat asing bagi guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan disposisi siswa yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi matematika.

3. Kepada Peneliti

Untuk peneliti lebih lanjut hendaknya penelitian dengan pembelajaran berbasis masalah dalam peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan disposisi siswa secara maksimal untuk memperoleh hasil penelitian yang maksimal. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran berbasis masalah dalam peningkatan kemampuan matematika lain dengan menerapkan lebih dalam agar implikasi hasil penelitian tersebut dapat diterapkan di sekolah.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Achmad, Nuedin. (2011). Lima Kelemahan Mengajar Guru. (Online). (http://www.pusatartikel.com/, diakses 02 Oktober 2014).

Ansari. (2012). Komunikasi Matematika dan Politik : Suatu Perbandingan. Banda Aceh : Yayasan PeNA

Arends, R. (2008). Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi Ketujuh/Buku Dua. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

__________. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

---. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

__________. (2013). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Asmin, dkk. (2014). Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis

Klasik dan Modern. Medan : LARISPA INDONESIA

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reosoning, and Communicating, K-8. Helping Children Think Mathematically. New York: Merril, an inprint of Macmillan Publishing, Company.

Choridah, Dedeh, T. (2013). Peran Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi serta Disposisi Matematis Siswa SMA. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandug Infinity Vol. 2 No. 2 Edisi September 2013.

Dahar. R. W. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga. Daulay, L. A. (2011). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan

Koneksi Matematika Siswa SMP dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis tidak dipublikasikan. Medan: Pascasarjana Unimed.


(4)

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas Fajri, Nurul, dkk. (2013). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi

Matematis Siswa dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Jurnal Pendidikan Matematika Paradikma Vol. 6 No. 2 Edisi Desember 2013.

Hake, R. R. (1998). Interaktive-engagement versus traditional methods: A six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. Jurnal American Association of Physics Teachers, 66 (1):64-74. (online).Tersedia:http://web.mit.edu/rsi/www/2005/minipaper/papers/Hake. df. Diakses: 21 September 2014.

Karlimah. (2010). Pengembangan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Serta Disposisi Matematis Mahasiswa PGSD Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Bandung: Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.

Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (2001). Adding It Up: Helping Children Learn Mathematics. Washington, DC : National Academy Press

Marlina, dkk. (2013). Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa di SMA Negeri 1 Bireun. Jurnal Didakti MatematikaVol. 1 No. 1 Edisi April 2013.

Marzuki. (2012). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsun. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

Musliha, Fitri Hayati. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri1 Namorambe. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

Napitupulu, E. (2008). Mengembangkan kemampuan menalar dan memecahkan masalah melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM), Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma Vol. 1 No. 1 Edisi Juni 2008.

Nasution, Haryata Ahda, dkk. (2013). Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa Pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Langsung pada Siswa


(5)

Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma Vol. 6 N0. 1 Edisi Juni 2013.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (1989). Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.

Nuraini, dkk. (2013). Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Metakognisi Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar yang Menerapkan Model Pembelajaran CTL dan Konvensional di SMPN 2 Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Pendidikan Matematika Paradikma Vol. 6 No. 2 Edisi Desember 2013.

Nurdalilah, dkk. (2013). Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematika dan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional di SMA Negeri 1 Kualuh Selatan. Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma Vol. 6 No. 2 Edisi Desember 2013. Permendikbud. (2013). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah

Menengah atas/Madrasah Aliyah, Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Riduwan. (2010). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rohantizani. (2014). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa SMP Negeri 1 Lhoksukon Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Dua. Jakarta : Rajawali Press.

Russeffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetisinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

. (2005). Dasar-Dasar Penelitian dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

Sanjaya. W. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, edisi I, cetakan ke-6. Jakarta: Kencana prenada Media group. Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi


(6)

Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.

Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. [Online]. Tersedia: http://p4tkmatematika.org/downloads/sma/pemecahanmasalah.pdf Siregar, Nurfauziah. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Pengetahuan Prosedural Matematika Siswa SMP. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sumarmo, U. (2011). Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung Vol. 1

Sutama. (2011). Pengelolaan Pembelajaran Matematika untuk Penamaan dan Pengembangan anti Korupsi. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 24 Juli.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Uno, B. Hamzah. (2012). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: IPA

Abong.

Walpole, R, E. (1995). Pengantar Statistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Yamin, Martinis. (2008). Paradigma Pendidikan Kontrruktivistik. Jakarta : Gaung

Persada Press.

____________. (2013). Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Referensi (GP Press Group)