PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PADA SEKOLAH PEMBAURAN SMA SULTAN ISKANDAR MUDA.

ABSTRAK

Riko Marbun, Nim: 0809525016. Pendidikan Multikultural pada Sekolah
Pembauran SMA Sultan Iskandar Muda. Program Pascasarjana Universitas
Negeri Medan, Februari 2013.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa pendidikan multikultural yang
diterapkan padas sekolah pembauran merupakan suatu strategi yang efektif untuk
menanamkan sikap penerimaan terhadap perbedaan. Pada akhir kejatuhan rezim
Orde Baru kita melihat banyak sekali konflik muncul yang mengedepankan isuisu perbedaan baik secara etnis, agama, budaya, dan lain-lain. Konflik-konflik
tersebut menunjukkan betapa rentannya rasa kebersamaan yang dibangun dalam
suatu Negara-Bangsa, betapa kentalnya prasangka antara kelompok dan betapa
rendahnya nilai-nilai multikulturalisme.
Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan
pendidikan multikultural pada sekolah pembauran Sultan Iskandar Muda Medan
kemudian mengungkapkan strategi dan pendekatan yang dilakukan sekolah
pembauran Sultan Iskandar Muda Medan dalam pelaksanaan pendidikan
multikultural di sekolah tersebut. Dan mengetahui sikap dan pandangan
masyarakat terhadap sistem pendidikan di sekolah tersebut. Dalam
mengumpulakn data, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui
dokumentasi, observasi, wawancara, dan angket.
Dari penelitian ini terungkap sebagai sekolah pembauran dan

mengedepankan konsep pendidikan multikultural, Yayasan Pendidikan Sultan
Iskandar Muda memiliki cara-cara tersendiri untuk mengimplementasikan konsep
pendidikan multikultural. Strategi yang dilakukan adalah dengan mengembangkan
design materi, metode, dan kurikulum sebagai suatu pedoman bagi setiap guru
untuk mengembangkan RKH dan RPP. Selain itu seleksi terhadap penerimaan
siswa-siswi yang dikondisikan memiliki suatu keberagaman etnis dan ini dapat
dilihat dari komposisi siswa yang saat ini menjadi warga sekolah tersebut. Selain
memiliki keberagaman siswa, Yayasan Pendidikan Sultan Iskandar Muda juga
memiliki guru-guru dan staf yang berasal dari etnis, agama, dan ras yang berbeda.
Implementasi penghargaan terhadap perbedaan dalam konsep multikulturalisme
juga dapat dilihat dari budaya sekolah seperti keberadaan rumah ibadah yang
berdampingan dan pemaknaan terhadap filosofi pohon Bisbul dan rumah Tawon.
Selain budaya sekolah, terdapat budaya kelas yang memang dikonstruksi pola
duduk silang antara siswa yang berbeda etnis yang dilakukan oleh guru sebagai
proses saling mengenal dan menghargai satu sama lain. Dan juga strategi
pembauran yang lain adalah dengan adanya program anak asuh silang berantai
dan subsidi silang.

i


Abstract
Riko Marbun, Nim: 0809525016. Multicultural Education in Educational
Assimilation SMA Sultan Iskandar Muda. Medan State University Graduate
Program, Februari 2013.

This study revealed that multicultural education adopted school padas
blending is an effective strategy to inculcate an attitude of acceptance of
difference. At the end of the fall of the New Order regime we see a lot of conflicts
arise that puts the issues both ethnic differences, religious, cultural, and others.
These conflicts demonstrate how vulnerable sense of who created the NationState, how kentalnya prejudice between groups and how low the values of
multiculturalism.
Research purposes to describe how the implementation of multicultural
education in schools assimilation Sultan Iskandar Muda Field then reveals the
strategies and approaches that schools assimilation Sultan Iskandar Muda Field in
the implementation of multicultural education in the schools. And knowing the
attitudes of the community towards education in the school system. In
mengumpulakn data, researchers used data collection techniques through
documentation, observation, interviews, and questionnaires.
From this study it was revealed as school integration and promote the
concept of multicultural education, Educational Foundation of Sultan Iskandar

Muda has its own ways to implement the concept of multicultural education. The
strategy taken is to develop a design materials, methods, and curriculum as a
guide for each teacher to develop RKH and RPP. Besides the selection of
students receiving a conditioned has an ethnic diversity and this can be seen from
the composition of the student who is now a resident school. Besides having a
diversity of students, Sultan Iskandar Muda Education Foundation also has
teachers and staff who come from ethnic, religious, and racial backgrounds.
Implementation of respect for the differences in the concept of multiculturalism
can also be seen from the culture of the school such as the existence of an
adjoining house of worship and the meaning of philosophy Bisbul trees and
houses Bee. In addition to the school culture, the culture there is a class that is
constructed pattern of sitting cross between students of different ethnic groups as
a process carried out by the teacher to know each other and respect each other.
And also the other assimilation strategy is with the foster care program and crosssubsidization of cross chain.

ii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Sang
Maha Karya dan Sumber Pengetahuan yang selalu memberikan kebijaksanaan,

kekuatan dan kelimpahan. Berkat-NYA sehingga tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik. Tesis ini berjudul: “ Pendidikan Multikultural Pada Sekolah
Pembauran SMA Sultan Iskandar muda”, sejak mulai persiapan sampai
selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat semangat, dorongan
dan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak

Prof. Dr. Usman Pelly, MA. selaku Pembimbing I yang telah

mengarahkan dan memberikan support kepada penulis serta menuangkan
ilmu sehingga peneliti mengerti hakikat penelitian itu sebenarnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian in.
2. Bapak Dr. Phil. Ichwan Azhari, MS, selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini.
3. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Prodi Antropologi Sosial , yang telah
banyak memberikan pengalaman dan ilmu pengetahuan yang bermakna bagi
penulis selama penulis menjadi mahasiswa di jurusan Antropologi Sosial.
4. Bapak Edy Jitro Sihombing, M.Pd selaku Kepala SMA Perguruan Sultan

Iskandar Muda, yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk
melakukan penelitian di sekolah yang Beliau pimpin, termasuk pemanfaatan
sarana dan prasarana sekolah, serta guru-guru dan staf administrasi di

iii

sekolah Sultan Iskandar Muda yang telah banyak membantu penulis selama
mengadakan penelitian hingga selesainya tesis ini.
5. Bapak Sofyan Tan, selaku pemilik Yayasan Perguruan Sultan Iskandar
Muda yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan
penelitian di sekolah yang sedang Beliau kelola.
6. Ibu Isnayanti, selaku kepala lingkungan XI kelurahan Sunggal dimana
Perguruan Sultan Iskandar Muda berada. Beliau telah banyak membantu
penulis dalam menyelesaikan tesis ini, dimana penulis mendapatkan
berbagai informasi yang dapat menunjang terselesaikanya tesis ini selama
proses penelitian.
7. Drs. Darwin Siregar, M.Pd, selaku Kepala SMA Negeri 15 Medan yang
merupakan ketua sub rayon SMA Sultan Iskandar Muda, yang telah banyak
membantu penulis selama proses penelitian berlangsung, dimana penulis
banyak mendapatkan informasi tentang Sekolah Sultan Iskandar Muda

sehingga data-data dalam penelitian ini dapat terlengkapi.
8. Lisnawati Susman, SH, selaku kepala SMP Negeri 9 Sunggal yang
lokasinya dekat dengan Perguruan Sultan Iskandar Muda, yang telah banyak
memberikan

masukan,

pengalaman

dan

informasi

penting

bagi

terlaksananya penelitian ini sampai tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
9. Teman-teman mahasiswa jurusan Antropologi Sosial yang seangkatan
dengan penulis, yang telah banyak membantu dan memberikan support serta

masukan dan kritik yang membangun kepada penulis sehingga penulis
semangat dalam menyelesaikan tesis ini.

iv

10. Teristimewa buat istriku tercinta, Tiar Delimawati Tambunan, M.Si, yang
telah dengan sungguh-sungguh memberikan dukungan dan dorongan serta
perhatian yang penuh kasih sayang kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan perkulian sampai dengan selesainya tesis ini.
11. Dan tidak lupa untuk anak-anakku tersayang, Rima Sabtine Daomara
Marbun, Dwita Soave Natio Marbun, Tabitha Aquila Lamsari Marbun,
terlebih khusus untuk putraku yang paling kecil Agripa Argatama Marbun
telah memberikan inspirasi yang tak ternilai.
Adapun tesis ini masih jauh dari sempurna maka dari itu penulis masih
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Semoga Tuhan memberikan
balasan yang baik atas bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.
Dengan penuh harapan kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang
membacanya.

Medan, Februari 2013

Penulis

RIKO MARBUN
NIM.0809525016

v

DAFTAR ISI

Abstrak ........................................................................................................ i
Daftar Isi....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................... 7
1.3 Perumusan Masalah ..................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ............................. 10
2.1 Pendidikan ................................................................................... 10
2.2 Pendidikan Kebudayaan ............................................................... 12

2.3 Multikultural................................................................................ 14
2.4 Pendidikan Multikultural ............................................................. 17
2.5 Pembauran ................................................................................... 19
2.6 Kerangka Berfikir ........................................................................ 24
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 26
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................ 26
3.2 Obyek Penelitian ......................................................................... 26
3.3 Fokus Penelitian .......................................................................... 27
3.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 27
3.4 Teknik Analisa Data .................................................................... 28
3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................ 29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 30
4.1 Sejarah Berdirinya Yayasan Pendidikan
Sultan Iskandar Muda (YPSIM) .................................................. 30
4.2 Visi, Misi, dan Sumber Daya Sarana dan Prasarana Sekolah ........ 38
4.3 Pelaksanaan Pendidikan Multikultural di Sekolah YPSIM ........... 42
4.3.1 Mencegah Diskriminasi...................................................... 42
4.3.2 Keragaman Budaya ............................................................ 44
4.4 Strategi Pengimplementasian Pendidikan Multikultural
Di YPSIM .................................................................................. 47

4.4.1 Design Materi, Metode, dan Kurikulum ............................. 49
4.4.2 Rekruitmen Siswa dan Pengajar ......................................... 62
4.4.3 Budaya Sekolah ................................................................. 68
A. Rumah Ibadah ............................................................... 68
B. Kegiatan Keagamaan..................................................... 74
C. Monumen Sekolah; Pohon Bisbul dan Rumah Tawon ... 76

vi

4.4.4 Budaya Kelas ..................................................................... 78
A. Pengaturan Tempat Duduk ............................................ 78
B. Berdoa Menurut Agama Masing-masing ....................... 81
4.4.5 Kegiatan-kegiatan Siswa .................................................... 82
A. Klub Olahraga, Seni, Musik, Sains dan Bahasa ............. 82
B. Radio Keberagaman ...................................................... 83
C. Simpul Siswa ................................................................ 83
D. Pesantren Kilat, Retreat, Dan Lain-lain ......................... 84
4.4.6 Program Anak Asuh Silang Berantai dan Subsidi Silang .... 87
4.4.7 Pemilihan Pengurus OSIS .................................................. 96
4.5 Pandangan Masyarakat di Sekitar Sekolah

Sultan Iskandar Muda ................................................................. 97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 103
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 103
5.2 Saran ........................................................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 106
LAMPIRAN ................................................................................................. 108

vii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan bangsa Indonesia sebagai negara yang plural dan hidup
berdampingan dengan berbagai latarbelakang budaya, ras, dan agama yang berbeda
membawa dampak terjadinya benturan-benturan budaya. Benturan-benturan tersebut
dapat saja terjadi sebagai suatu ketidakpahaman dan tidak adanya suatu penghargaan
terhadap eksistensi keragaman sebagai suatu kenyataan yang dihadapi sebagai
masyarakat Indonesia. Melihat kenyataan tersebut, pendidikan di Indonesia harus peka
menghadapi arus perputaran globalisasi. Gelombang demokrasi menuntut oengakuan
perbedaan dalam tubuh bangsa Indonesia yang majemuk.
Masyarakat Indonesia kini sedang berada dalam era reformasi, seyogyanya
telah menata kehidupan baru dengan bangunan masyarakat yang multicultural.
Masyarakat multicultural tidak hanya mengakui pluralitas kelompok etnik agama atau
ras sebagai setumpuk keanekaan, tetapi berusaha merangkai dan merajut kebersamaan
itu dalam kesederajatan dan keadilan dalam kesejahteraan, sehingga merupakan
sebuah permadani nusantara yang mosaic dan indah (Pelly: 2003).
Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari beberapa kabupaten kota memiliki
penduduk yang beraneka ragam suku, agama, bahasa. Khususnya di kota Medan,
peneliti telah meninjau penduduk yang mendiami kota medan sekitarnya terdiri dari
suku: Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Nias, Tionghoa,
India, Padang, Bugis, Melayu, Jawa dan lain sebagainya. Demikian juga dengan
agama yang dianut penduduk kota medan sekitarnya terdiri dari agama : Kristen
Protestan, Kristen Katolik, Islam, Hindu, Budha, Kong Hucu , dan bahkan agama
yang disebut dengan Parmalim. Penduduk kota Medan yang tergolong pluralitas
Riko MarbunPascasarjana Aansos 2009

1

masih belum semua bisa menerima keberagaman tersebut terlebih keberagaman di
lingkungan dunia pendidikan. Pada hal dari jaman dahulu masyarakat Indonesia telah
ditanamkan pendidikan tentang “Bhineka Tunggal Ika”. Semboyan tersebut masih
hanya sebatas ucapan belaka, untuk menerapkan masyarakat Indonesia kelihatan
masih enggan. Hal ini dapat kita lihat di lingkungan sekolah, misalnya di sekolahsekolah negeri yang ada di kota Medan, banyak sekolah yang hanya memiliki dua
mata pelajaran agama saja ,yaitu agama islam dan kristen . Padahal di Indonesia ini
ada lima agama yang diakui oleh pemerintah dan peneliti juga telah meninjau bahwa
di kota Medan agama yang dianut oleh masyarakatnya bukan hanya dua saja,
melainkan lebih dari dua.
Sedikitnya selama tiga dasawarsa, kebijakan yang sentralistis dan pengawalan
yang ketat terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk
memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul dari perbedaan
secara terbuka, rasional dan damai. Kekerasan antar kelompok yang meledak secara
sporadis pada Mei 1998 di berbagai kawasan di Indonesia dan tahun 1994 di Medan
yang bermula dari demonstrasi kaum buruh yang menuntut kenaikan upah dan pada
akhirnya berubah menjadi kerusuhan anti Tionghoa menunjukkan betapa rentannya
rasa kebersamaan yang dibangun dalam Negara kita ini, betapa kentalnya prasangka
antara kelompok dan betapa rendahnya saling pengertian antar kelompok.
Sejarah menunjukkan betapa pemaknaan secara negatif atas keragaman telah
melahirkan penderitaan dan konflik panjang dalam sejarah umat manusia. Pada saat
ini menurut catatan PBB paling tidak telah terjadi 35 pertikaian besar antar etnis di
dunia. Lebih dari 38 juta jiwa terusir dari tempat yang mereka diami, paling sedikit 7
juta orang terbunuh dalam konflik etnis berdarah. Pertikaian seperti ini terjadi dari
Barat sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. Dunia menyaksikan darah mengalir
Riko MarbunPascasarjana Aansos 2009

2

dari Yugoslavia, Cekoslakia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai
Sudan, dari Srilangka, India hingga Indonesia. Konflik panjang tersebut melibatkan
sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama.
Indonesia sebagai salah satu negara yang terdiri dari beragam agama, suku,
ras, kebudayaan, dan bahasa menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat
yang majemuk (masyarakat mutikultural). Dalam keberagamannya masyarakat kita
juga sering mengalami konflik horizontal manakala keberagaman tersebut tidak
dikelolah dengan baik. Bila kita menoleh ke belakang pada tahun 1965-1966
Pemerintah ORBA yang berkuasa pada saat itu, oleh karena didasari pada ketakutan
akan berkembangnya faham komunis di Indonesia sehingga mengeluarkan larangan
penggunaan bahasa, tradisi dan kesenian Tionghoa di tempat-tempat umum.
Lalu pada tahun 1967 keluar Kepres no 14 tahun 1967 Tentang larangan dan
pelaksanaan adat dan agama Tionghoa di tempat umum disusul dengan keluarnya
Traktat 1968 yang menutup sekolah-sekolah Tionghoa dan menghimbau orang Indo
Tionghoa agar mengganti nama Tionghoa mereka dengan nama Indonesia sebagai
komitmen mereka hidup di bumi Indonesia. Semua hal tersebut di atas adalah
merupakan upaya pemerintah pada saat itu untuk mengurangi atau menghilangkan
pengaruh komunis (RRC) di Indonesia.
Meledaknya peristiwa Mei 1998 membuktikan bahwa asimilasi yang
diterapkan Pemerintah ORBA yang berupa seragamisasi tidak dapat meminimalisasi
masalah-masalah diskriminasi. Sehingga pada pemerintahan Presiden Abdul Rahman
Wahid dikeluarkan Kepres nomor 6 tahun 2000 yang isinya mengizinkan perayaan
Tahun Baru Imlek secara terbuka dan sekaligus merupakan penghapusan Kepres no.
14 tahun 1967. Dan pada tanggal 1 Februari 2003 oleh Presiden Megawati menjadikan
Tahun Baru Imlek menjadi libur nasional. Perubahan-perubahan yang dilakukan
Riko MarbunPascasarjana Aansos 2009

3

kemudian (setelah peristiwa Mei 1998) diharapkan dapat mensukseskan proses
integrasi dalam hal ini pembauran masyarakat Indonesia yang multietnis.
Indonesia sebagai Negara yang mengedepankan kehidupan yang adil dan
memandang bahwa setiap warga Negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama
juga

menjamin

setiap warga negaranya dalam hal berkeyakinan, seperti yang

tertuang dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Dalam kehidupan yang beragam seperti bangsa kita ini menjadi tantangan
untuk mempersatukan bangsa Indonesia menjadi satu kekuatan yang dapat
menjunjung tinggi perbedaan dan keberagaman masyarakatnya dan peristiwa Sumpah
Pemuda 1928 merupakan bukti bahwa keberagaman bangsa Indonesia yang menjadi
titik temu kesadaran bersama untuk mengesampingkan perbedaan demi tujuan yang
lebih besar.
Azra (2007) menekankan bahwa pembentukan masyarakat multicultural
Indonesia yang sehat tidak bisa secara taken for granted atau trial and error,
melainkan harus diupayakan secara sistematis, programatis, integrated dan
berkesinambungan bahkan perlu percepatan (akselerasi). Salah satu strategi penting
dalam

mengakselerasikannya

adalah

melalui

pendidikan

multicultural

yang

diselenggarakan melalui seluruh lembaga pendidikan baik formal maupun non formal.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan dalam mentransformasi nilai
multicultural dalam masyarakat.
Menurut Mahfud (2009) pendidikan multicultural penting diterapkan di
Indonesia sebab akan mengarahkan anak didik untuk bersikap dan berpandangan
toleran dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragam , baik dalam hal
Riko MarbunPascasarjana Aansos 2009

4

budaya,suku,ras,etnis maupun agama. Pendidikan multikultural menurut Stavenhagen
(1996 dalam Ma’Hadi 2004). adalah pendidikan yang mengakui adanya keragaman
etnik dan budaya masyarakat suatu bangsa,”Religious,linguistic,and national
minoritas

,as

well

as

indigenous

and

tribal

peoples

were

often

subordinated,sometimes forcefully and against their will,to the interest of the state
and the dominant society. While many people…..had to discard their own
cultures,languages,religions and traditions,and adapt to the alien norms and customs
that were consolidated and reproduced through national institutions,including the
educational and legal system.
Pendidikan multikultural dapat dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang
keberagaman kultural, hak-hak asasi manusia serta pengurangan atau penghapusan
berbagai jenis prasangka untuk membangun suatu kehidupan masyarakat yang adil
dan maju. Meskipun secara formal bangsa Indonesia mengakui keberagaman, namun
pada kenyataannya tidak demikian, karena dari beberapa kasus yang terjadi di
berbagai daerah di Indonesia konflik yang muncul lebih banyak diakibatkan oleh
pertentangan etnis, budaya, ras, dan agama. Pertentangan etnis yang terjadi di negeri
ini beberapa tahun terakhir ini mengajarkan betapa pentingnya pendidikan
multikultural bagi masyarakat.
Pada masa Orde Baru, pendidikan merupakan bagian dari indoktrinasi politik
untuk mendukung rezim yang sedang berkuasa. Waktu itu hampir tidak ada ruang
untuk mengungkapkan identitas lokal dalam sistem pendidikan. Yang ada hanyalah
kebudayaan nasional. Warna-warna lokal dianggap sebagai sesuatu yang sekunder.
Padahal lokalisme dalam pendidikan multikultural merupakan bagian yang paling
penting. Di situlah setiap orang dapat melihat dirinya (self). Di situ pula orang bisa
melihat keberagaman (other).
Riko MarbunPascasarjana Aansos 2009

5

Bila kita lihat

sekolah-sekolah di Medan dimana siswanya berasal dari

berbagai etnis dan agama misalnya Sekolah Sutomo, Budi Murni,

Raksana,

St.Thomas, atau sekolah-sekolah lain yang sejenis, dimana sekolah-sekolah tersebut
menyelenggarakan pendidikan dengan tidak mempertimbangkan kemultietnikan dan
keberagaman agama yang ada di tengah-tengah masyarakat. Sekolah-sekolah tersebut
memperlakukan semua anak dengan cara yang sama (terjadi penyeragaman) seperti
model sekolah pada masa Pemerintahan ORBA yaitu satu bahasa, tidak ada
pengakuan terhadap sekolah terhadap agama diluar kelima agama yang diterapkan
oleh pemerintah ORBA, bahkan pendidikan agama hanya yang diberikan hanya
agama Islam dan Kristen. Yang paling ironisnya masih ada sekolah menerapkan
pendidikan agama hanya satu agama saja misalnya: Pendidikan agama Islam saja,
pendidikan agama Kristen saja, dan pendidikan agama Khatolik saja. Hal tersebut
sangat bertentangan dengan semboyan Bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika,
yang memiliki arti “keberagaman”. Walaupun berbeda agama, bahasa, suku ras
maupun warna kulit, tetapi tetap satu. Satu hati dan satu jiwa dalam membangun
bangsa yaitu Bangsa Indonesia.
Model pendidikan di Indonesia maupun di Negara-negara lain menunjukkan
keragaman tujuan dan menerapkan strategi dan sarana yang dipakai untuk mencapai
tujuan yang beragam tersebut. Sejumlah pakar melihat bahwa revisi kurikulum
sekolah menuju kurikulum multicultural adalah salah satu upaya memperbaiki tata
hubungan bermasyarakat dalam masyarakat yang multikultur tetapi revisi yang
dilakukan sementara ini hanya terbatas pada dimensi kognitifnya saja seperti yang
dilakukan di Inggris dan beberapa tempat di Australia dan Kanada,sedangkan di
Amerika dan Jepang mereka merevisi buku-buku teks pelajaran khususnya buku
sejarah. Model lainnya adalah pendidikan multicultural yang tidak sekedar merevisi
Riko MarbunPascasarjana Aansos 2009

6

materi pembelajaran tetapi juga melakukan reformasi dalam system pembelajaran itu
sendiri, seperti model “Sekolah Pembauran Sultan. Iskandar Muda” di Medan yang
memfasilitasi interaksi siswa dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda serta
menyusun program anak asuh lintas kelompok.
Didasari oleh hal-hal diatas maka peneliti merasa termotivasi untuk melakukan
penelitian tentang bagaimana pendidikan multikultural di sekolah pembauran Sultan
Iskandar Muda Medan, hingga mereka menjadi ikon dalam pembauran dan hidup
bertoleransi dalam perbedaan.

1.2 Identifikasi Masalah
Ada beberapa aspek yang dapat memberikan penjelasan pendidikan multikultural di
sekolah.
1. Sekolah formal maupun non formal dapat menjadi transformer di masyarakat
untuk mentransformasikan nilai multikultural.
2. Sekolah pembauran Sultan Iskandar Muda melalui reformasi sistem
pembelajarannya dapat memfasilitasi interaksi siswa-siswa dari berbagai latar
belakang etnis, budaya dan agama.

1.3 Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah :
1. Bagaimana pendidikan multikultural dilaksanakan di sekolah pembauran
Sultan Iskandar Muda Medan .
2. Apa strategi yang dilakukan Sekolah pembauran Sultan Iskandar Muda Medan
dalam pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah.

Riko MarbunPascasarjana Aansos 2009

7

3. Bagaimana sikap dan pandangan masyarakat terhadap sistem pendidikan di
sekolah tersebut.

1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan pendidikan multikultural pada
sekolah pembauran Sultan Iskandar Muda Medan
2. Mengungkapkan strategi yang dilakukan sekolah pembauran Sultan Iskandar
Muda Medan dalam pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah
3. Mengetahui sikap dan pandangan masyarakat terhadap sistem pendidikan di
sekolah tersebut.

1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan
praktis.
1.

Manfaat Teoritis



Mendeskripsikan strategi dan pendekatan apa yang diperlukan dalam
pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah pembauran Sultan Iskandar
Muda Medan



Memberikan cakrawala tentang sikap dan pandangan masyarakat terhadap
pendidikan multikultural di sekolah pembauran Sultan Iskandar Muda Medan



Memberikan manfaat secara teoretis bagi studi lanjutan, terutama bagi mereka
yang tertarik dengan fenomena pendidikan multikultural



Menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan bandingan untuk melakukan
kajian yang serupa pada penelitian lanjutan

Riko MarbunPascasarjana Aansos 2009

8

2.

Manfaat Praktis



Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
pendidikan multikultural di sekolah pembauran St. Iskandar Muda Medan



Dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian lebih lanjut



Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister sains
dalam bidang antropologi

Riko MarbunPascasarjana Aansos 2009

9

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan


Konsep pendidikan multikultural di YPSIM digagas pada dasarnya adalah
untuk mengatasi persoalan antara pribumi dan etnis Tionghoa yang selama ini
belum mencapai keharmonisan dan integrasi sosial.



Gagasan pendidikan multikultural dianggap dapat mengakomodir kesetaraan
dalam perbedaan-perbedaan dalam masyarakat baik berupa perbedaan etnis,
ras, agama, sosial, dan ekonomi dalam suatu sekolah pembauran.



Signifikansi pendidikan multikultural adalah sebagai sarana alternatif untuk
mencegah disharmonisasi dalam masyarakat yang ditanamkan melalui
penghargaan dan penerimaan perbedaan sebagai suatu keniscayaan. Hal ini
dapat dilihat dari implementasi keberadaan rumah ibadah dari masing-masing
etnis, seperti Islam yaitu Mesjid, Kristen yaitu Gereja, dan Budha yaitu Vihara.



Pendidikan multikultural dijadikan sebagai pembina agar siswa tidak
tercerabut dari akar budayanya. Ini dapat dilihat dari visi YPSIM yaitu
“mendidik generasi muda Indonesia menjadi manusia cerdas, religius,
humanis, dalam bingkai kesetaraan dan keberagaman”. YPSIM berusaha
membina dan mendidik siswa untuk menjadi manusia yang unggul dan siap
ketika berhadapan dengan realitas sosial budaya di era globalisasi tetapi
dengan tidak mencerabut mereka dari akar budaya yang dimiliki masingmasing siswa.



Strategi dalam penerapan pendidikan multikultural dilakukan melalui
pengembangan kurikulum dengan memberikan sejumlah materi yang harus
104

dikuasai oleh siswa berdasarkan tingkatan tertentu. Implementasi konsep
pendidikan multikultural dikembangkan oleh YPSIM melalui indikator yang
akan dicapai oleh para siswa dalam pengimplementasiannya dalam kehidupan
masyarakat.

Indikator

tersebut

menjadi

panduan

bagi

guru

untuk

mengembangkan RKH dan RPP serta silabus yang dijadikan sebagai perangkat
pembelajaran oleh guru. Seluruh warga sekolah baik guru, pegawai bahkan
siswa berasal dari suku, Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Mandailing,
Batak Karo, Melayu, Jawa, dan Tionghoa. Menado, dan bahkan ada juga suku
India Tamil yang menuntut ilmu di YPSIM. Demikian selanjutnya dalam hal
kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler walau tidak dilakukan rekayasa, akan tetapi
siswa-siswa sudah terbiasa berinteraksi berbaur antar suku, agama dan budaya
yang berbeda-beda tanpa melakukan diskriminasi.


Menciptakan masyarakat multikultural yang dilandasi atas filosofi pohon
Bisbul dan rumah tawon. Makna atas filosofi pohon Bisbul dan rumah tawon
adalah bahwa setiap manusia tidak bisa hidup sendiri. Mereka harus saling
melengkapi dengan keadaan masyarakat yang berbeda-beda secara etnis,
agama, ras, ekonomi dan sosial. merealisasikan bahwa setiap manusia tidak
bisa hidup sendiri. Mereka harus saling melengkapi dengan keadaan
masyarakat yang berbeda-beda secara etnis, agama, ras, ekonomi dan sosial.



Konsep multukultural yang dikembangkan oleh YPSIM tidak hanya diterapkan
disekolah saja, akan tetapi bagaimana sekolah tetap melibatkan masyarakat
luas sehingga anak didik tidak hanya mengenal keberagaman di sekolah saja.
Keterlibatan masyarakat dalam aktivitas sekolah adalah sebagai upaya berbagi
visi pendidikan toleransi, menjaga konsistensi kebijakan sekolah dan
mengevaluasi program yang dikembangkan untuk keberhasilan berjalannya
105

pendidikan toleransi secara bersama-sama. Keterlibatan masyarakat luar
sekolah dalam pendidikan multikultural yang dikembangkan oleh YPSIM
adalah melalui Program Anak Asuh Silang Berantai dan Subsidi Silang dan
bantuan sosial. Dengan program-program tersebut, masyarakat mengenal dan
memberikan

apresiasi

terhadap

seluruh

konsep

multikultural

yang

dikembangkan oleh YPSIM.


Pandangan masyarakat tentang YPSIM sejauh ini sangat mengapresiasi dan
mendukung akan konsep multikultural yang diterapkan di sekolah tersebut.
Dengan melibatkan masyarakat luar sekolah atau masyarakat luas dengan
memberikan bantuan pendidikan maka anak-anak yang terancam putus sekolah
akan mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikannya.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka disarankan beberapa
hal berikut:
1. Diharapkan pemerintah agar menyadari realitas akan keadaan masyarakat
Indonesia sehingga pemerintah harus mendesain kurikulum yang berdasarkan
pada semangat multikulturalisme.
2. Kepada seluruh guru, dosen, staf pengajar, dan praktisi pendidikan lainnya
hendaknya harus menanamkan nilai-nilai multikulturalisme dalam setiap
proses belajar mengajar (PBM) dengan memberikan pemahaman atas realitas
multikultural sesuai dengan kondisi-kondisi yang ada didekat kehidupan para
siswa.

106

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Abu, Nur Uhbiyati 2007. Ilmu Pendidikan. PT Rineka Cipta. Jakarta
Azra Azyumardi 2007. Keragaman Indonesia: Pancasila dan Multikulturalisme,
Makalah
Barth, Frederick. (1988). Kelompok Etnik dan Batasanya (terj.), Jakarta : UI Press
Beeby C.E.1081. Pendidikan di Indonesia. Lembaga Penelitian Pendidikan dan
Penerangan Ekonomi Sosial. Jakarta
______________ http: // www. Kajian di. Worpres. Com. Pendidikan Multikultural.
Posted on. 07/18/2010. Artikel oleh Idris
______________ http: // id. Wikipedia.org/ wiki/ pendidikan. Posted on 10/22/2010
Carey, Peter. (2008), Orang Cina Bandar Tol, Canda dan Perang Jawa, : Perubahan
Persepsi tentan Cina 1775-1825, Jakarta : Komunitas Bambu
Daeng, Hans J, (1985), Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan
Antropologis, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
, (2008), anti Cina, Kapitalisme Cina dan Anti Cina, Jakarta :
Komunitas Bambu.
Danandjaja, James. 1984. Faktor Indonesia. Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-lainnya.
Grafiti Jakarta
Dawis Aimee, 2010. Orang Indonesia Tionghoa, Mencari Identitas. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
Hamzah, Alfian (ed.), (1998) Kapok jadi nonpri : Warga Tionghoa Mencari Keadilan,
Bandung : Zaman Wacana Mulia
Liliweri, Alo (1994), Prasangka Sosial dan Komunikasi Antar Etnik, Prisma, Nomor
12, tahun XXIII
Mahfud Choirul. 2009. Pendidikan Multikultural. Pustaka Pelajar Yogyakarta.
Marjani Gustiana Isya. 2009. Multikulturalisme dan Pendidikan: Relevansi
Pendidikan Dalam Membangun Wacana Multikulturalisme di Indonesia.
ACIS. Surakarta.
Moleong, Lexy 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya.
Bandung

107

Ma’hady Muhaemin el. Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural. Posted on
05/27/2004
Manger, Martin N, (1994), Race and Ethnic Relations : American and Global
Perspectives, California : Wordsworth Publishing Company.
Nasution S. 2001. Sejarah Pendidikan Indonesia. Bumi Aksara. Jakarta.
Nazir, Moh. 1995. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring.
Pelly, Usman, dkk. 1986. Masalah Asimilasi Antar Pelajar Pribumi dan Non Pribumi,
Pada Sekolah Pembauran Yang Berlatar Belakang Keagamaan dan Umum di
Kotamadya Medan (Studi Perbandingan Tentang Asimilasi di Kalangan
Pelajar Dalam Rangka Perwujudan Kesatuan Bangsa). Laporang penelitian
Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Dirjen
Dikti Depdikbud.
Pembauran Kebangsaan. 2010. dalam berbagi pengalaman untuk memupuk persatuan
dan kesatuan bangsa. Posted on 10/21/2010.
Adam, James D Pendidikan Multikultural dan Paket Multikultural 2007. Posted on
05/22/2007.
Sekolah Pembauran Mengajarkan Keberagaman. 2009. Artikel Radio Nederland.
Posted on 10/22/2010.
Simatupang, Lono Lastoro, (2003), Meninjau Ulang Etnik dan Ras, Makalah Diskusi
Komunitas Studi Budaya Etnik (Komsbat) 28 Maret 2003
Stavenhagen, Rudolfo. 1996. Education for A Multicultural World. Injasque de Lors
(et all). Paris. Unesco.
Suparlan, Parsudi, ed, Manusia, Kebudayaan dan Lingkunganya, Jakarta : Rajawali,
1984
Tan, Sofyan 2004. Jalan Menuju Masyarakat Anti Diskriminasi. Kippas. Medan
Tilaar, H.A.R. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan. Pengantar Pedagogik
Transformatif untuk Indonesia. Grasindo. Jakarta.
Ujan Ata Andre, Molan Benyamin, M. Nugroho ST, Joko S Warsito, Putranto Hendar.
2009. Multikulturalisme. Indeks. Jakarta.

108