Toleransi Sosial Dalam Lingkungan Sekolah Multikultural (Studi Pada Siswa Siswi SMA YP. Sultan Iskandar Muda Medan)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman baik suku, ras
maupun agama. Keberagaman ini merupakan sesuatu yang dapat dikatakan suatu
daya tarik Negara ini. Sebagaimana semboyan Indonesia yaitu “Bhinneka Tunggal
Ika” yang berarti meski berbeda-beda namun tetap satu jua, yakni Indonesia. Dari
semboyan tersebutlah rakyat Indonesia di harapkan dapat tetap berdampingan
secara damai dalam keberagaman tersebut. Dimana Indonesia merupakan Negara
dengan beragam suku, etnis dan juga agama. Negara kita memiliki lebih dari 300
kelompok etnik atau suku bangsa, dan 6 agama nya yakni Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Buddha dan Konghuchu.

Seperti kita ketahui bahwa Indonesia adalah Negara Kepulauan. Wilayah
Indonesia meliputi ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dari
masing-masing wilayah Indonesia, terdapat berbagai komunitas, berbagai suku
dengan macam budaya yang berbeda-beda. Kesemuanya bisa sangat berbeda
antara satu dengan lainnya. Dalam hal ini diperlukan suatu paham yang dapat
menjadi sarana pemersatu bagi banyaknya budaya-budaya yang terdapat di

Indonesia. Multikulturalisme menekankan tentang penerimaan terhadap realitas
keragaman, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat. Dalam hal ini, paham multikulturalisme sangat cocok bila diterapkan

10
Universitas Sumatera Utara

dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang keragaman budayanya amat sangat
bervariasi.

Kemudian, bila dihubungkan dengan pasal 32 UUD 1945 (Perubahan
Keempat Undang-Undang Dasar 1945-2002) pada butir pertama : (1) Negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilainilai budayanya. Bila kita kaitkan dengan multikulturalisme, maka dapat kita tarik
kesimpulan bahwa Pemerintah Indonesia mendukung paham multikulturalisme
yang menekankan tentang penerimaan keragaman. Kebudayaan Indonesia
sangatlah beragam maka dari itu sangat kompleks. Kelompok manusia yang
tinggal dan menetap, dan berinteraksi dengan cukup lama sehingga menghasilkan
suatu kebudayaan kelompok itu sendiri, masing-masing dari kebudayaan yang
dihasilkan tersebut mempunyai ciri khas dan keunggulan masing-masing. Di

Indonesia terdapat ratusan ribu suku yang sangat beragam dan sangat kompleks,
dan masing-masing mempunyai ciri khas dan keunggulan tersendiri. Ratusan ribu
suku ini berada dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Agar
semuanya dapat hidup berdampingan dengan damai tanpa ada rasa iri, tanpa
merasa sukunya paling unggul, ataupun merasa menang sendiri, maka diperlukan
paham multikulturalisme. Dalam UUD Pasal 32 telah ditegaskan bahwa Negara
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilainilai budayanya, maka tidak ada lagi alasan bagi tiap suku untuk merasa narsis
terhadap suku masing-masing. Semua suku mempunyai hak yang sama, sehingga
masing-masing suku harus saling menghormati dan menghargai budaya suku lain,
betapapun itu sangat berbeda.

11
Universitas Sumatera Utara

Kemudian bunyi pasal 32 UUD 1945 (Perubahan Keempat UndangUndang Dasar 1945-2002) pada butir kedua : (2) Negara menghormati dan
memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Banyak sekali
penelitian yang menyatakan bahwa di Indonesia terdapat ratusan bahasa yang
antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan karakteristik yang mendalam.
Contohnya : Suku Jawa yang berbahasa Jawa, suku Sunda berbahasa Sunda, Suku
Madura berbahasa Madura, dan lain sebagainya. Semuanya tersebar merata di

seluruh penjuru nusantara. Walaupun dari segi penggunaan bahasa sangat
beragam dan berbeda-beda, negara tetap menghormati bahasa daerah sebagai
kekayaan budaya nasional Bangsa Indonesia. Artinya negara mengakui bahwa
bahasa daerah menempati posisi penting dalam daftar kebudayaan Indonesia.
Indonesia boleh saja mempunyai bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Indonesia, namun Indonesia tidak boleh melupakan bahwa masih ada beragam
bahasa-bahasa daerah yang turut membentuk identitas Bangsa Indonesia sebagai
bangsa yang multikultural. Maka dari itu, perlu dilakukan berbagai upaya agar
bahasa daerah ini nantinya tetap lestari dan tidak punah seiring dengan
berkembangnya zaman. Masing-masing suku bangsa yang berbicara dengan
bahasa masing-masing perlu diberi pengertian akan pentingnya bahasa daerah
mereka masing-masing. Walaupun dalam mengupayakan pelestarian bahasa itu
masing-masing suku tidak perlu menutup diri dan tidak mau berinteraksi dengan
suku lain. Maka dari itu, konsep multikulturalisme dan penerapan secara benar
memang dibutuhkan. Menerima keragaman dengan menghormati etnisitas suku
lain agar tidak timbul perpecahan.

12
Universitas Sumatera Utara


Lalu seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969
yang mengakui adanya enam agama di Indonesia. Kehidupan beragama tercermin
dalam sikap, perilaku dan tindakan sesuai dengan nilai-nilai agama yang
menekankan hidup beragama, toleransi dan penghargaan atas pluralitas yang
belakangan ini mengalami tantangan yang hebat sekali. Toleransi itu sendiri
dalam kehidupan beragama di Indonesia yang sangat multikultural dan
multiagama, mungkin tidak akan mudah untuk belajar toleransi apalagi dalam hal
beragama karena agama adalah hal yang sangat luhur dan tidak bisa diganggu
gugat.
Dengan segala perbedaan yang ada tersebut sudah tentu rentan terhadap
konflik. Sehingga agar terhindar dari konflik yang tidak diinginkan tentu kita
membutuhkan suatu sikap saling menghargai perbedaan masing-masing yang
biasa disebut dengan toleransi. Dalam penerapan toleransi tentu saja bukan hal yang
selalu berjalan mulus terutama bagi negara yang multikultural. Misalnya adanya konflik
keberagaman atau ketidakrukunan hidup yang muncul dari perbedaan. Sebagai contoh

kasus yang terjadi di Poso.
Tahun 1997 Indonesia dilanda krisis moneter disertai dengan fluktuasi
kondisi ekonomi dan politik yang tidak menentu, telah menggiring Indonesia
menuju konflik nasional, baik secara struktural maupun horizontal. Semenjak

runtuhnya rezim orde baru tahun 1998 yang di gantikan oleh B.Habibie yang
diharapakan dapat menata sisitem politik yang demokrasi berkeadilan. Pada waktu
itu Indonesia sangat rentan dengan perpecahan, terjadi berbagai gejolak konflik di
berbagai daerah, salah satunya konflik yang terjadi di poso yang di sinyalir oleh
banyak kalangan adalah konflik bernuansa SARA yakni pertikaian suku dan

13
Universitas Sumatera Utara

pemeluk agama islam dan kristen. Peristiwa kerusuhan diawali dengan pertikaian
antardua pemuda yang berbeda agama sehingga belarut dan berhujung dengan
terjadinya kerusuhan. Impliksasi – implikasi kepentingan politik elite nasional,
elite lokal dan miiter militer juga diduga menyulut terjadinya konflik horizonttal
sehingga sulit mencari penyelesaian yang lebih tepat. Bahkan, terkesan pihak
keamanan porli lamban menangani konflik tersebut. Sehigga konflik terjadi
belarut – larut yang memakan korban jiwa dan harta.
Secara umum konflik di poso sudah berlangsung tiga kali. Peristiwa
pertama terjadi akhir 1998, lebih 17 bulan kemudian tepatnya pada 16 april 2000
konflik kedua pun pecah. Pada kerusuhan ini ada dugaan bahwa ada oknum yang
bermain di belakang peristiwa ini yaitu : Herman Parimo dan Yahya Patiro yang

beragama kristen. Kedua oknum ini adalah termasuk elite politik dan pejabat
pemerintah daerah kabupaten poso.
Menjelang pemilihan kepala detrah pada waktu itu, kader – kader dari
pihak umat kristiani yang bermunculan sebagai kandidat kuat yang menjadi rival
buapati saat itu, Sekwan DPRD 1 Sulawaesi tengah dan Drs. Datlin Tamalagi
Kahumas Pemda Sulawesi tengah. Keduan belah pihak memilki koneksi yang rill
yang amat potensial sehingga sewaktu – waktu dapat dengan mudah muncul
letupan ketidaksenangan yang akhirnya pada berhujung pada kerusuhan. Oleh
karena itu, potensi – potensi kerusuhan pada waktu itu boleh jadi karena
kekecewaan dari elite politik yang beragama kristen yang merasa termarjinalisasi
dalam hal politik.

14
Universitas Sumatera Utara

( http://konflikposo.blogspot.com/2009/03/konflik-poso.html diakses 06
Oktober 2014, pukul 11.00 WIB )
Selain itu dari sikap toleransi, tumbuhlah sikap perduli juga sangat
dibutuhkan meski sulit di praktekkan. Sikap perduli atau empati merupakan sikap
yang secara ikhlas mau merasakan pikiran dan perasaan orang lain serta

keperdulian yang mendalam sehingga tumbuh rasa iba dan kasih untuk dapat
menolong orang lain. Rasa empati ini merupakan kelanjutan rasa simpati. Maka
dari itu sikap empati sosial ini sangat dibutuhkan didalam masyarakat majemuk
agar tercipta suasana aman dan tenteram serta sejahtera.
Sumatera utara dengan ibukota Medan merupakan salah satu wilayah yang
cukup luas dan dengan keberagaman yang cukup banyak. Namun sumatera utara
juga salah satu wilayah dengan pluralitas yang dikatakan memiliki kerukunan
yang mengagumkan. Orang-orang berpendapat alasan mengapa di balik
keberagaman etnis agama ras maupun bahasa di Sumatera Utara masih tetap
mampu menjaga kerukunan adalah sesuatu yang menarik dimana perbedaan dari
satu aspek ternyata berimbang dengan kesamaan pada aspek lain. Misalnya agama
boleh beda, tetapi marga sama. Aliran politik dapat memisahkan, namun
kepentingan ekonomi mendekatkan. Faktor lain yang mencuat adalah tidak
adanya kelompok yang secara berlapis dan multi aspek yang mendominasi. Tidak
hanya itu, untuk menjaga kerukunan umat beragama di Sumut sudah dibentuk
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). FKUB merupakan wadah umat
beragama yang sudah dipercaya oleh pemerintah. Untuk membangun rumah
ibadah saja Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak akan diberikan sebelum ada
rekomendasi dari FKUB. (Eddy Sofyan : 2014 Waspada.co.id)
15

Universitas Sumatera Utara

Faktor lainnya yang sering diutarakan adalah kenyataan sejarah bahwa
masyarakat wilayah ini sudah lama menjadi masyarakat majemuk. Bahkan
sebelum era kemerdekaan ketika wilayah pantai timur pulau Sumatera dibuka
terutama untuk perkebunan, hingga membutuhkan banyak pekerja dan menarik
banyak perantau untuk datang. Ini juga dikatakan sebagian pihak membentuk
watak orang medan sekitarnya yang kalkulasi untung ruginya hingga ke peringkat
tertentu masih bisa meredam keganasan semangat primordial sebagian besar
warga. Itulah sebabnya kerusuhan sosial juga baru akan meletus jika adanya
momentum yang tepat dan konteks yang mendukung. Memang aneh mengapa
kecelakaan kecil dapat membakar kembali konflik horizontal di Ambon.
Sedangkan di Medan, beberapa kali ledakan bom terjadi bahkan ada yang
menelan korban, namun tidak menimbulkan riuh kerusuhan.

Provinsi Sumatera Utara menyimpan secara potensial faktor-faktor yang
rawan berkembang menjadi konflik sosial horizontal dan menimbulkan kerusuhan
sosial. Yang terpenting diantaranya adalah masalah pertanahan, kesenjangan
ekonomi dan organisasi kepemudaan. Bahwa suatu kerusuhan sosial biasanya
didorong tumbuh berkembangnya sejumlah faktor dan berakumulasinya

seperangkat variabel. Namun demikian diharapkan sejumlah kasus kekerasan
seperti pengrusakan gereja di Binjai pada tahun 2010 lalu. Kapolda pada saat itu
menyatakan bahwa pengrusakan gereja tersebut murni kriminal yang dilakukan
oleh orang kurang waras. Sama halnya dengan kasus pengrusakan masjid di
porsea yang dipicu oleh permasalahan keluarga dimana pelakunya adalah oknum
muslim itu sendiri. Para pemuka agama di Medan menghimbau agar masyarakat

16
Universitas Sumatera Utara

untuk saling menjaga ketentraman umat beragama karena bukan tidak mungkin
nantinya hal seperti ini berakhir dengan konflik SARA.

Untuk menjaga kondusif nya lingkungan beragama dalam masyarakat
dilakukan penandatanganan kesepakatan majelis-majelis agama dan FKUB yang
isinya antara lain kesepakatan menjaga kekondusifan dan harmonisasi umat
beragama di Kota Medan demi terwujudnya Kota Medan yang modern, madani,
religius dan harmonis.

(http://www.jpnn.com/read/2010/09/18/72482/Kapolda:-PerusakanMasjid-Murni-Kriminal-dilihat : 11 Maret Pukul 11:40)


Jadi dapat dikatakan bahwa potensi konflik pada masyarakat majemuk
dimiliki oleh tiap kelompok sosial bahkan tiap lembaga maupun kalangan. Salah
satunya lembaga pendidikan. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan,
keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi
ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan
sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara
otodidak. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang
berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya
dibagi menjadi tahap seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah dan
kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang. Sebuah hak atas pendidikan
telah diakui oleh beberapa pemerintah. Pada tingkat global, Pasal 13 PBB 1966
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui hak
setiap orang atas pendidikan. Meskipun pendidikan adalah wajib di sebagian besar
tempat sampai usia tertentu, bentuk pendidikan dengan hadir di sekolah sering

17
Universitas Sumatera Utara

tidak dilakukan, dan sebagian kecil orang tua memilih untuk pendidikan homeschooling, e-learning atau yang serupa untuk anak-anak mereka. (Wikipedia

Pendidikan)

Sekolah adalah salah satu lembaga pendidikan formal utama dalam dunia
pendidikan, sekolah juga dapat dikatakan sebagai kelompok sosial karena adanya
interaksi sosial yang berlangsung didalamnya seperti interaksi antara guru dan
murid dimana mereka dapat berinteraksi lebih dekat. Contohnya saat murid
kurang paham tentang pelajaran yang diberikan oleh gurunya, maka guru dapat
memberikan penjelasan yang lebih detail. Robert K Merton menyatakan
sekelompok orang yang saling berinteraksi sesuai dengan pola yang telah mapan,
disebut kelompok sosial,

hal ini menegaskan bahwa sekolah merupakan

kelompok sosial. Merton membagi tiga kriteria suatu kelompok :
1.

Memiliki pola interaksi

2.

Pihak yang berinteraksi mendefenisikan dirinya sebagai anggota

kelompok
3.

Pihak yang berinteraksi didefenisikan oleh orang lain sebagai

anggota kelompok.
Sehingga terbangunlah sebuah hubungan didalam lingkungan sekolah,
antara siswa dan guru ataupun pegawai di sekolah serta antara siswa dengan
siswa. Sebab tidak hanya siswa yang berbeda-beda bahkan guru-guru serta
pegawai sekolah seperti satpam atau penjaga kantin berasal dari beragam suku
atau etnis maupun agama. Namun diharapkan siswa dapat memiliki hubungan
yang baik sehingga menghindari hal-hal yang tidka diinginkan. Hubungan ini

18
Universitas Sumatera Utara

akan semakin kuat jika diantara mereka ada kepentingan atau pun adanya
kepercayaan. Namun tidak jarang terjadi hubungan yang tidak baik misalnya
perkelahian atau pun hubungan siswa laki-laki dan perempuan yang tidak
semestinya dibentuk di sekolah.sekolah melarang adanya hubungan pacaran
disekolah karena pihak sekolah merasa siswa tidak seharusnya membangun
hubungan seperti ini, siswa memiliki tanggung jawab sebagai seorang siswa,
yakni belajar dan menaati peraturan.

Di Indonesia kebanyakan lembaga pendidikan tidak menekankan pada
sistem multikultural dengan toleransi, namun ada beberapa sekolah yang
menerapkan toleransi sosial dalam lingkungan sekolah nya dengan lingkungan
yang multikultural, salah satunya adalah sekolah yang berada di kecamatan
Medan-Sunggal yaitu YP. Sultan Iskandar Muda Medan. Yayasan Perguruan
Sultan Iskandar Muda ini didirikan pada tanggal 25 Agustus 1987 oleh Bapak
dr.Sofyan Tan, seorang pemuda tionghoa dari desa Sunggal. Sekolah ini didirikan
sebagai wujud mimpi dari seorang pemuda agar anak-anak miskin dapat
bersekolah di sekolah yang berkualitas, tanpa memandang perbedaan apapun.
Semua kalangan, suku, ras, agama bisa bersekolah di sekolah ini. Dan bahkan
beliau menyediakan program bagi mereka yang tidak mampu membayar biaya
sekolah untuk siapapun anak-anak yang bersungguh-sungguh ingin sekolah. (blog
YPSIM). Tidak berdasarkan hanya jika dia beretnis tionghoa misalnya agar
diterima di sekolah ini. Sama halnya dalam Undang-Undang no 20 tahun 2003
tentang kesetaraan dalam pendidikan, sekolah yang dibangun bapak dr.Sofyan
Tan ini juga bertujuan menciptakan lembaga pendidikan dengan kesetaraan baik
gender, sosial maupun budaya.

19
Universitas Sumatera Utara

Sekolah ini juga menjunjung tinggi Nasionalisme dan Pancasila dan serta
Bhineka Tunggal Ika dimana siswa-siswi dididik untuk mencintai Negara tanpa
ada perselisihan karena perbedaan suku,ras maupun agama. Perbedaan merupakan
indikator terbesar konflik dalam keberagaman di sekolah. Jika dalam sekolah
mendidikkan pentingnya toleransi sosial dalam kehidupan beragama maka potensi
konflik dalam sekolah tidak akan membesar sebab dengan adanya ajaran-ajaran
kebaikan seperti tenggang rasa, saling hormat-menghormati dan saling tolong
menolong pun masih memiliki potensi konflik yang disebabkan banyak hal antara
lain beberapa siswa yang memiliki ego yang tinggi atau siswa-siswi yang
memiliki tingkat kenakalan yang diluar batas kendali. (Ibnu.blogspot.com:2011).

Hal ini lah yang membuat saya tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang
toleransi sosial yang ada di lingkungan sekolah multikultural YP.Sultan Iskandar
Muda Medan ini. Agar dapat melihat lebih jauh penerapannya pada siswa dilihat
dari aspek sosiologisnya. Dalam suatu blog dikatakan bahwa sekolah YP. Sultan
Iskandar Muda merupakan sekolah yang merangkul semua golongan siswa-siswi
untuk memperoleh pendidikan yang layak tanpa membanding-bandingkan si kaya
dan si miskin, agama apapun, dan juga etnis apapun. Tidak hanya menggunakan
semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” namun sekolah ini juga mendidik siswa-siswi
untuk dapat saling menghargai dalam keberagaman yang ada. Seperti salah satu
ajaran yang paling dikenal adalah cerita tentang penanam pohon yang menanam
banyak pohon dan berkata bahwa 1 pohon yang dia tanam menghasilkan oksigen
yang dapat di hirup siapapun tanpa pandang buluh. Hal ini sangat menarik bagi
saya untuk diteliti dimana sekolah sebagai salah satu kelompok sosial yang

20
Universitas Sumatera Utara

memiliki interaksi sosial tidak saja bersifat formal namun juga informal misalnya
sesama siswa/i dididik dan ditanamkan perasaan kebersamaan dalam perbedaan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dilatar belakang diatas,
maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.

Bagaimana bentuk toleransi sosial multikultural yang ada di

lingkungan sekolah YP. Sultan Iskandar Muda Medan.
2.

Bagaimana aplikasi-aplikasi penerapan toleransi sosial yang ada di

sekolah serta kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan nilai toleransi
multikultural pada siswa-siswi SMA YP. Sultan Iskandar Muda Medan?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah :
1.

Untuk mengetahui bagaimana bentuk toleransi sosial multikultural

yang ada di lingkungan sekolah YP. Sultan Iskandar Muda Medan.
2.

Untuk mengetahui aplikasi-aplikasi penerapan toleransi sosial yang

ada di sekolah serta kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan nilai
toleransi pada siswa-siswi SMA YP. Sultan Iskandar Muda Medan

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :
1.

Manfaat Teoritis

21
Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah
bagi mahasiswa khususnya bagi mahasiswa sosiologi serta dapat memberikan
kontribusi bagi ilmu sosial, masyarakat, dan pemerintah serta diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan pada umumnya.

2.

Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis karya
ilmiah khususnya yang berhubungan dengan masalah toleransi antar pemeluk
agama. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah
sebagai pengambil kebijakan dan dapat dijadikan acuan bagi pihak sekolah yang
terkait dalam meningkatkan konsep toleransi sosial dalam lingkungan sekolah
multikultural.

1.5 Defenisi Konsep
Konsep-konsep yang digunakan dan sesuai dengan konteks
penelitian ini adalah :
1.

Toleransi adalah sikap dimana adanya rasa saling menghargai

dalam perbedaan.
2.

Toleransi sosial dalam konteks sosial, budaya dan agama yang

berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap
kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam
suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut
mayoritas dalam suatu masyarakat menghormati keberadaan agama atau
kepercayaan lainnya yang berbeda.

22
Universitas Sumatera Utara

3.

Multikultural adalah kondisi dalam suatu kelompok sosial dimana

terdiri dari beberapa komunitas budaya dengan berbagai perbedaan konsepsi
tentang sistem, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan.
4.

Kelompok sosial menurut soerjono soekanto adalah himpunan atau

satu kesatuan manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan antara
mereka secara timbal balik dan saling mempengaruhi.
5.

Interaksi Sosial yang dimaksud disini adalah hubungan timbal

balik yang terjadi antar pemeluk agama di kalangan siswa-siswi SMA serta
bentuk hubungan yang terbentuk dengan guru-guru, staf dan siswa-siswi lainnya
di YP.Sultan Iskandar Muda Medan.
6.

Sekolah

merupakan

salah

satu

lembaga

sosial

yang

mengembangkan dan melaksanankan beberapa fungsi seperti fungsi sosial, fungsi
transmisi dan transormasi kebudayaan,serta sebagai lembaga seleksi.

23
Universitas Sumatera Utara