ANALISIS RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) DAN RELIABILITY CENTERED SPARES (RCS) PADA UNIT RAWMILL PABRIK INDARUNG IV PT. SEMEN PADANG.

JURNAL ILMIAH

TEKNIK INDUSTRI

ANALISIS RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE
(RCM) DAN RELIABILITY CENTERED SPARES (RCS)
PADA UNIT RAWMILL PABRIK INDARUNG IV PT. SEMEN
PADANG
Difana Meilani1) Insannul Kamil1), dan Arie Satria2)
1)
2)

Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Andalas
Alumni Jurusan Teknik Industri Universitas Andalas

Abstract
The reliability of the equipment in a production system will be carried out when the
Maintenance of the right engine or part of the failure. Maintenance activities can be run well
when supported by the system Inventory and optimal spare parts. Rawmill Department which
produce a useful rawmix divided up Rawmill IIIB, Rawmill IIIC, Kiln, Cement Mill IIIB, IIIC,
Cement Mill and Roller Press. So that the production process runs smoothly so rawmix always

available, therefore the availability Rawmill must be high.
This research will be used care policy through Reliability Centered Maintenance
(RCM) through analysis of failure-mode analysis for each unit rawmill. Groups machine
downtime that has a high number 3 on the engine Rawmill IIIB and IIIC with Rawmill care
policy : on condition Scheduled task, Scheduled restoration task, Scheduled Discard task,
Scheduled failure finding task and no Scheduled maintenance.
The determination of critical components with the RCS (Reliability Centered Spares)
rawmill IIIB unit on : gear box, diapraghm Inlet, diapraghm outlets, lifter drying chamber and
liner Chamber I. Rawmill IIIC : lining table, bearing dosimat feeder, roller bearing, crown and
tyre. On this research, company service level that is very large,99%, which also resulted in
greater safety stock, a component can meet the minimum for a month.
Keywords : Availability, RCM, RCS, and Rawmill
1. Pendahuluan
Saat
sektor
industri
proses
berkompetisi dengan ketat, mesin menjadi
sektor vital dalam proses produksi di
industri tersebut. Sehingga downtime

mesin menjadi hal yang sangat perlu di
perhatikan secara lebih bijak. Sebelum
mesin
mengalami
breakdown,
pihak
industri biasanya akan melakukan kegiatan
maintenance berupa planned preventive
maintenance
yang
bertujuan
untuk
mengganti ataupun overhaul. Pada saat
yang bersamaan pihak perusahaan juga
harus memperhitungkan persediaan spare
parts untuk kebutuhan maintenance.
Ketika maintenance dilakukan spare parts
seharusnya
telah
tersedia

sehingga
penggantian part-part yang rusak dapat
berjalan dengan lancar. Namun di sisi lain
pihak
perusahaan
dihadapi
oleh
permasalahan perencanaan persediaan
yang kompleks dimana tingginya biaya
menjadi
faktor
utama
yang
harus
dipertimbangkan.
Dan
ketika
saat
maintenance dilakukan spare parts tidak
tersedia besar kemungkinan mesin akan

mengalami breakdown dan akan merusak
komponen-komponen lain dalam mesin
tersebut sehinggaa tentu saja perusahaan
akan menyediakan budget yang lebih
besar lagi untuk ini.

Analisis Reliability Maintenance...(Difana Meilani)

PT. Semen Padang merupakan
pabrik semen tertua di Indonesia. Pabrik ini
berdiri pada tahun 1910 sewaktu zaman
penjajahan Belanda. PT. Semen Padang
juga merupakan pabrik yang menjadi saksi
sejarah bangsa Indonesia ini. Seiring
dengan berjalannya waktu, PT. Semen
Padang
mengalami
berbagai
perkembangan hingga pada saat sekarang
ini. PT. Semen Padang memiliki empat

buah pabrik pengolahan semen yang
dibawahi oleh biro produksi II, III, IV dan V
yaitu Pabrik Indarung II,III,IV dan V. Untuk
memenuhi target produksinya pabrikpabrik ini beroperasi setiap harinya 24 jam.
Untuk menjaga agar proses produksi tetap
berjalan dengan lancar dan baik, pihak
perusahaan
melakukan
kegiatan
perawatan terhadap mesin-mesin dan
peralatan. Hal ini penting karena kerusakan
satu
mesin
dapat
menyebabkan
terhentinya
kegiatan
produksi
yang
menimbulkan

kerugian
terhadap
perusahaan. Mesin produksi pada Pabrik
Indarung
IV
dibagi
menjadi
enam
departemen,
dimana
didalam
tiap
departemen tersebut terdapat mesinmesin yang lebih kecil dan saling
berhubungan.
Keenam
departemen
tersebut adalah Rawmill IIIB, Rawmill IIIC,
Kiln, Cement Mill IIIB, Cement Mill IIIC dan
Roller Press.
9


JURNAL ILMIAH

Departemen Rawmill yang berguna
untuk menghasilkan rawmix terbagi atas
Rawmill IIIB, Rawmill IIIC, Kiln, Cement Mill
IIIB, Cement Mill IIIC dan Roller Press yang
merupakan bahan baku untuk Kiln yang
dimulai dari penghancuran batu kapur,
batu silica, pasir besi dan tanah liat yang
merupakan
bahan
mentah
dalam
pembuatan semen. Agar proses produksi
berjalan lancar maka rawmix harus terus
tersedia, untuk itu availability Rawmill
haruslah tinggi. Sedangkan nilai availability
dari standar perusahaan kelas dunia
adalah 90% atau lebih [Suhendra: 2005],

dan perlunya sebuah kebijakan persediaan
part mesin kritis agar kegiatan perawatan
menjadi lancar sedangkan pada saat
sekarang ini departemen rawmill IIIB dan
IIIC
tidak
mempunyai
perencanaan
persediaan yang pasti terhadap part kritis
tersebut. Nilai availability departemen
rawmill III B dan C adalah sebagai berikut

TEKNIK INDUSTRI

Bila perawatan dimaksudkan untuk
menjamin agar aset terus menerus
memenuhi fungsi-fungsi yang diharapkan,
maka tujuan-tujuan perawatan untuk aset
tertentu hanya dapat diterapkan dengan
mendefenisikan apa saja fungsi-fungsi ini,

bersama-sama dengan tingkat performansi
yang diinginkan.
2.

Bagaimana cara-cara suatu item
dapat gagal untuk memenuhi fungsi-fungsi
yang diharapkan dikenal sebagai functional
failures
(kegagalan-kegagalan
fungsi),
yang
didefeniskan
sebagai
ketidakmampuan
sutu
aset
untuk
memenuhi suatu standar performansi yang
diinginkan.
Jelas

ini
semua
dapat
diidentifikasi setelah fungsi-fungsi dan
standar-standar performansi aset telah
didefeniskan.
3.

Gambar 1 Availability Rawmill Indarung
IV PT. Semen Padang
2. Dasar Teori
Reliability
Centered
Maintenance
(RCM)
Reliability Centered Maintenance
disebut perawatan berbasis keandalan
karena RCM mengakui bahwa perawatan
tidak dapat bertindak lebih daripada
menjamin agar aset

terus menerus
mencapai
keandalan
inherennya.
Reliability Centered Maintenance adalah
suatu proses yang digunakan untuk
menentukan apa yang harus dilakukan
untuk menjamin agar asset fisik dapat
berlangsung terus menerus memenuhi
fungsi yang diharapkan dalam konteks
operasinya saat ini.

Bagaimana
peralatan
tersebut
rusak
dalam
menjalankan
fungsi-fungsinya
(Functional failure).

Apa
yang
menyebabkan
terjadinya
kegagalan
fungsi
tersebut (Failure modes)

Apabila setiap kegagalan fungsi
telah diidentifikasi, langkah berikutnya
adalah mencoba mengidentifikasi modemode
kegagalan
yang
diperkirakan
memiliki peluang menyebabkan setiap
kehilangan fungsi. Ini memungkinkan kita
untuk
mengerti
secara
tepat
apa
sebenarnya yang sedang kita cari untuk
mencegahnya.
4.

Apa
yang
terjadi
saat
kerusakan
berlangsung
(Failure
effect)

Berikut ada beberapa pertanyaan
yang akan dijawab dalam RCM [John
Moubray: 2000]:

Pada waktu mengidentifikasi setiap
mode kegagalan, efek-efek kegagalan juga
terekam. Ini menjelaskan apa yang
seharusnya
terjadi
apabila
mode
kegagalan memang terjadi, dan mencakup
kejadian-kejadian
seperti
itu
sebagai
downtime, efek-efek pada kualitas produk,
bukti bahwa kegagalan memang terjadi,
langakah koreksi yang mungkin, dan
ancaman-ancaman terhadap keselamatan
dan lingkungan.
Langkah-langkah
ini
memungkinkan
untuk
menetapkan
sebarapa banyak pengaruh dari setiap
kegagalan, dan seberapa tinggi tingkat
perawatan pencegahan (bila ada) yang
dibutuhkan.

1.

5.

10

Apa fungsi-fungsi dan standar
performansi
yang
berkaitan
dengan
aset
dalam
kontek
operasinya
saat
ini
(system
function).
Edisi 4. Tahun II. Mei 2003 – Hal 118 – 128

Bagaimana masing-masing
kerusakan tersebut terjadi (Failure
consequences)

1

JURNAL ILMIAH

Analisis yang rinci dari suatu
perusahaan industri ukuran sedang bisa
mendapatkan tiga ribu sampai sepuluh ribu
mode-mode kegagalan yang mungkin.
Masing-masing dari kegagalan ini memang
dapat mempengaruhi organisasi dengan
satu atau beberapa cara, tetapi untuk
setiap
kasus,
efek-efeknya
berbeda,
mereka bisa mempengaruhi organisasi.
Mereka dapat mempengaruhi kualitas
produk, customer service, keselamatan
atau
lingkungan.
Mereka
semuanya
menyita waktu dan membutuhkan uang
untuk memperbaikinya.
Proses RCM tidak hanya mengakui
pentingnya
konsekuensi-konsekuensi
kegagalan dalam pengambilan keputusan
perawatan. RCM juga mengklasifikasikan
konsekuensi-konsekuensi ini ke dalam
empat kelompok berikut [John Moubray:
2000]:
a.
Konsekuensi-konsekuensi
kegagalan tersembunyi
Kegagalan-kegagalan
tersembunyi
tidak memberikan dampak langsung,
tetapi dapat merugikan organisasi oleh
adanya kegagalan-kegagalan dengan
konsekuensi
serius,
malahan
kadangkala katastropik. Kebanyakan
dari jenis kegagalan ini terkai dengan
alat proteksi yang tidak fail-safe.
Kekuatan RCM sangat ampuh caranya
mengatasi kegagalan-kegagalan yang
tersembunyi,
pertama
dengan
mengakui mereka sebagai prioritas
utama dan terakhir dengan mengambil
pendekatan yang sederhana, praktis
dan koheren untuk merawat mereka.
b.
Konsekuensi-konsekuensi
keselamatan dan lingkungan
Suatu
kegagalan
memiliki
konsekuensi-konsekuensi keselamatan
apabila
dapat
menyebabkan
kecelakaan pada seseorang atau
kematian. Kegagalan dapat memiliki
konsekuensi-konsekuensi
lingkungan
apabila
melampaui
sembarang
standar lingkungan yang ditetapkan
oleh pabrik, regional atau nasional.
Adalah merupakan prinsip-prinsip yang
sangat mendasar bagi RCM untuk
menurunkan resiko-resiko kegagalan
kedua kategori ini ke suatu tingkat
yang sangat rendah, atau mungkin
mengeliminasikannya.
c.
Konsekuensi-konsekuensi
operasional
Suatu
kegagalan
memiliki
konsekuensi-konsekuensi operasional
apabila
dapat
mempengaruhi
produksi, customer service, atau
biaya-biaya
produksi
sebagai

Analisis Reliability Maintenance...(Difana Meilani)

TEKNIK INDUSTRI

d.

6.

tambahan
langsung
dari
biaya
reparasi. Konsekueni-konsekuensi ini
memakan biaya, dan seberapa besar
biayanya menggambarkan seberapa
besar
usaha-usaha
yang
harus
dilakukan
untuk
mencoba
mencegahnya.
Konsekuensi-konsekuensi
nonoperasional
Kegagalan-kegagalan
nyata
yang
termasuk dalam kategori ini tidak
mempengaruhi sama sekali baik
keselamatan
maupun
produksi,
mereka hanya menambah biaya
langsung reparasi.
Apa yang bisa dilakukan untuk
mencegah
setiap
kegagalan
(Proactive task and task interval)

Banyak orang percaya bahwa cara
terbaik untuk mengoptimasi availability
pabrik adalah dengan melakukan beberapa
jenis perawatan pencegahan secara rutin.
Kebijakan generasi kedua menyarankan
bahwa kegiatan pencegahan ini harus
terdiri dari overhaul atau penggantianpenggantian komponen pada intervalinterval waktu yang ditetapkan.
Kepedulian terhadap fakta-fakta ini
telah menuntun beberapa organisasi untuk
meningkatkan ide perawatan pencegahan
sama
sekali.
Sebetulnya
ini
dapat
merupakan tindakan yang benar yang
harus
dilakukan
untuk
kegagalan–
kegagalan
dengan
konsekuensikonsekuensi minor. Akan tetapi bila
konsekuensi-konsekuensi
kegagalannya
signifikan, maka sesuatu harus dilakukan
untuk
mencegah
kegagalan-kegagalan
tersebut,
atau
sedikit-sedikitnya
menurunkan konsekuensi-konsekuensinya.
Kegiatan scheduled on-conditional
Teknik-teknik baru digunakan untuk
mendeteksi kegagalan-kegagalan potensial
sehingga langkah tersebut dapat dilakukan
untuk
menghindari
konsekuensikonsekuensi yang mungkin dapat terjadi
apabila mereka terdegradasi ke pada
kegagalan
fungsi.
Mereka
dinamai
kegiatan-kegiatan on-condition mengingat
item-item
tersebut
tetap
dibiarkan
beroperasi pada kondisi dimana mereka
masih terus memenuhi standar-standar
performansi yang diharapkan. On-condition
maintenance
mencakup
predictive
maintenance,
condition
based
maintenance, dan condition monitoring [J.
Moubray: 2000].
Kegiatan scheduled restoration

11

JURNAL ILMIAH

Scheduled
restoration
tasks
mempunyai kriteria tertentu mengenai
teknik yang mungkin dilakukan untuk
mencegah kegagalan dengan melihat hal
dimana harus ada suatu indikasi atau
suatu titik dimana terjadinya suatu
peningkatan terhadap kondisi peralatan
yang memungkinkan untuk menyebabkan
terjadinya
kegagalan
(item/komponen
harus mempunyai umur ”life”).
Kegiatan scheduled discard
Scheduled
discard
tasks
berarti
mengganti komponen atau item dengan
sesuatu yang baru sebelum interval waktu
tertentu.
Scheduled
discard
tasks
sebenarnya
hampir
sama
dengan
scheduled restoration
tasks, tetapi
bedanya adalah scheduled discard tasks
lebih kepada penggantian komponen
tertentu yang sudah usang dengan yang
baru, sedangkan scheduled restoration
tasks memperbaiki peralatan dengan
melakukan overhaul.
7.

Apa yang harus dilakukan
apabila kegiatan proaktif yang
sesuai tidak berhasil ditemukan
(Default action)

Apakah suatu kegiatan pencegahan
layak secara teknik atau tidak, diatur oleh
karakteristik-karakteristik
teknik
dari
kegiatannya dan dari kegagalannya yang
dimaksudkan untuk dicegahnya. Apakah
kegiatan bermanfaat untuk dilakukan,
diatur oleh seberapa baik kegiatan ini
menangani konsekuensi-konsekuensi dari
kegagalannya.
Reliability Centered Spares (RCS)
Reliability Centered Spares (RCS)
adalah
suatu
pendekatan
untuk
menentukan level inventori spare part
berdasarkan through-life costing dan
kebutuhan
peralatan
dan
operasi
perawatan dalam mendukung inventori.
[Ltd : 2007]
RCS Process
Metode Reliability-centred Spares
terdiri dari beberapa urutan pertanyaan,
dimulai dengan bagaimana peralatan dapat
mengalami kegagalan (failure modes)
selanjutnya apa saja efek kegagalan dan
efek apabila terjadinya stockout (part
unavailability) dimana hal ini berguna untuk
mengatur kebijakan persediaan yang tepat
untuk masing-masing spare part [Ltd :
2007] Berikut 5 pertanyaan dasar dalam
metode Reliability Centered Spares:

12

Edisi 4. Tahun II. Mei 2003 – Hal 118 – 128

TEKNIK INDUSTRI

1. Apakah kebutuhan untuk perawatan dari
peralatan ?
2. Apa yang terjadi jika tidak tersedia suku
cadang ?
RCS tidak mendasari persediaan
komponen pada rekomendasi industri
pembuat mesin, tetapi berdasarkan apa
yang
terjadi
jika
komponen
tidak
tersedia. Langkah ini memungkinkan kita
untuk memutuskan apa sajakah masalah
yang timbul dari ketidaktersediaan parts,
dan untuk itu apakah yang diperlukan
untuk
mengurangi
resiko
dari
ketidaktersediaan parts yang terjadi. RCS
memiliki 5 kategori konsekuensi, yaitu :
a.
Hidden (Increased
Risk) artinya
ketidaktersediaan
parts
tidak
memiliki
konsekuensi langsung,
tetapi terdapat peningkatan resiko
sebagai konsekuensi dari kegagalan
komponen lain.
b.
Safety
artinya
ketidaktersediaan
parts memiliki konsekuensi langsung
terhadap Safety, yaitu dapat melukai
atau bahkan membunuh seseorang.
c.
Environmental
artinya
ketidaktersediaan parts memiliki
konsekuensi
dan
menyebabkan
pelanggaran
terhadap
standar
lingkungan atau peraturan
d.
Operational artinya ketidaktersediaan
parts
dapat
menyebabkan
lost
production atau other economic loss.
e. Non-Operational
artinya
ketidaktersediaan parts berdampak
pada pengeluaran untuk repair dan
untuk mendapatkan parts.
3. Dapatkah kebutuhan suku cadang
diantisipasi ?
Penggunaan spare parts yang dapat
diantisipasi dikenal sebagai dependent
demand. Parts yang diganti atau
dioverhaul pada interval waktu yang
tetap
jika
memiliki
karakteristik
tertentu yaitu reliabilitasnya menurun
secara cepat. Preventive maintenance
dilakukan
dengan
menjadwalkan
perawatan
atau
overhaul
tanpa
memperhatikan
kondisinya
pada
interval
tertentu.
Jika
interval
ditetapkan
berdasarkan
interval
waktu
kalender,
maka kebutuhan
parts dapat direncanakan bahkan jika
waktu antar kebutuhan lebih singkat
daripada lead time.
4. Persediaan apa yang diperlukan untuk
komponen ?
Jika tidak mungkin untuk mengantisipasi
kebutuhan spare parts (oleh karena itu
tidak mungkin untuk menghindari
persediaan),
RCS
kemudian
menanyakan berapa banyak parts
yang harus disimpan untuk mendukung

1

JURNAL ILMIAH

produksi
dan
maintenance.
RCS
mengakui bahwa ketersediaan 100 %
tidak
dapat
dicapai.
Sebelum
menghitung
kebutuhan
persediaan,
analis RCS harus menspesifikasikan
standar performansi yang tergantung
dari konsekuensi dari ketidaktersediaan
parts :
Tabel 1 Standar Performansi

RCS Worksheet terdiri dari supplier,
harga, tingkat urgensi, jenis komponen,
sifat
persediaan
yaitu
apakah
komponen
tersebut
dapat
diantisipasi
atau
tidak,
serta
evaluasi
konsekuensi
ketidaktersediaan
komponen.
Hasil
dari
RCS
worksheet
ini
dapat
digunakan
untuk
mengetahui
komponen
kritis
dengan
mempertimbangkan beberapa kriteria
yang berhubungan dengan sistem
persediaan suku cadang
5. Apa yang terjadi jika syarat perawatan
tidak dapat dipenuhi ? (Dian
Ariesawati
2005)
3.

Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian merupakan
tahapan-tahapan di dalam melakukan
penelitian
yang
bertujuan
untuk
menghindari
terjadinya
kesalahankesalahan. Tahapan-tahapan penelitian
merupakan rangkaian proses penelitian
yang saling berkaitan secara sistematis.
Tahapan-tahapan dalam penelitian yaitu :
Survei Pendahuluan
Langkah awal yang dilakukan
dalam
penelitian
ini
adalah
survei
pendahuluan
yang
bertujuan
untuk
mengetahui kondisi Indarung IV secara
umum,
sehingga
dapat
dilakukan
pengidentifikasian
permasalahan
yang
terjadi berkaitan dengan hal maintenance
(perawatan mesin) dan kebijakan inventory
(persediaan).
Pengumpulan
informasi
dilakukan untuk mengetahui keadaan dan
kondisi peralatan di Indarung IV melalui
pengamatan langsung, wawancara, serta
diskusi dengan pihak-pihak terkait yang
mengetahui kondisi Indarung IV.
Studi Literatur

Analisis Reliability Maintenance...(Difana Meilani)

TEKNIK INDUSTRI

Seiring dengan survei pendahuluan
yang dilakukan juga diikuti dengan
menggali informasi dari literatur yang
dapat mendukung penelitian baik berupa
buku maupun jurnal yang dijadikan
landasan
untuk
melakukan
tahapan
penelitian berikutnya.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan
hasil
survei
pendahuluan dan studi literatur yang
dilakukan, maka terlihat masalah yang
terjadi pada Rawmill Indarung IV PT. Semen
Padang dalam hal perawatan mesin
dimana seringnya terjadi kerusakan pada
Rawmill dan belum adanya kebijakan
persediaan
part
untuk
mendukung
kegiatan perawatan
Pengumpulan Data
Data
yang
diperlukan
dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data fungsi mesin (functional)
2. Data Kegagalan fungsi (functional
failure)
3. Data penyebab kegagalan (failure
mode)
4. Data efek yang ditimbulkan apabila
kegagalan tersebut terjadi (effect)
5. Data Kerusakan Rawmill Indarung IV
PT. Semen Padang
6. Data peralatan Indarung IV PT. Semen
Padang
7. Data harga dan pemakaian part
Pengolahan Data
Setelah semua data dikumpulkan,
selanjutnya dilakukan pengolahan data.
Pengolahan data yang dilakukan dibagi
menjadi beberapa bagian yaitu pengolahan
data mengenai pengolahan kualitatif RCM
serta pengolahan data untuk menentukan
interval perawatan berupa interval inspeksi
terhadap
komponen
yang
memiliki
downtime yang tinggi dari hasil RCM yang
termasuk failure mode dari Rawmill dan
pembuatan
RCS
worksheet
serta
perhitungan tingkat persediaan minimum
maximum
Analisis Hasil Pengolahan Data
Tahapan analisis ini melakukan
analisis terhadap hasil dari pengolahan
data yang telah dilakukan sebelumnya.
Penutup
Bagian ini berisi kesimpulan dari
penelitian yang telah diakukan dari hasil
yang diperoleh dari pengolahan data dan
analisis. Selain itu bagian ini juga memuat
saran-saran yang dapat dipergunakan oleh
perusahaan untuk melakukan kebijakan

13

JURNAL ILMIAH

perawatan serta saran yang
untuk penelitian selanjutnya.

ditujukan

TEKNIK INDUSTRI

Berikut ini salah satu contoh failure mode
yang akan diproses dalam diagram RCM
adalah failure mode Baut Liner Kamar I
putus karena aus.
Beberapa pertanyaan yang ada
pada diagram RCM untuk failure mode
Baut Liner Kamar I putus karena aus dapat
dilihat pada tabel berikut:

4. Hasil Penelitian
Pemilihan
Mesin
yang
Memiliki
Downtime Tinggi Unit rawmill IIIB dan
IIIC
Untuk melihat mesin yang memiliki
downtime tinggi pada rawmill IIIB dan IIIC
ini dilakukan perhitungan durasi stop
mesin-mesin tersebut dan dapat dilhat
melalui diagram pareto.

Tabel 2 Pertanyaan untuk failure mode
Baut Liner Kamar I putus karena aus

Pareto Waktu Stop Mesin di Rawmill I I I B
1800

100
1600
1400

80
60

1000
800

40

600
400

20

200
0
Nomenclature
Count
Percent
Cum %

9
2
0
8
0
9
9
6
7
1
8
0
6
1
6
1
1
7
0 er
11 11 12 10 11 10 22 11 10 11 11 33 14 12 10 13 10 12 13 th
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 O
581.9206.0
204.793.6 86.558.553.4 47.145.436.3 35.034.526.0 23.722.619.2 18.514.813.5 81.0
34 12 12 6
5
3 3
3 3
2
2 2
2
1 1
1
1 1 1
5
34 46 58 64 69 72 75 78 81 83 85 87 89 90 91 92 94 94 95 100

0

Gambar 2 Diagram Pareto Waktu Stop
rawmill IIIB

Percent

Durasi Stop

1200

Hasil pertanyaan diatas dapat
dirangkum dalam worksheet hasil RCM
yang dapat dilihat pada tabel 4.29 berikut:

Tabel 3 Worksheet hasil RCM Baut Liner
Kamar I

Komponen Kritis dengan Reliability
Centered Spares (RCS)
Pemilihan
komponen
kritis
dilakukan
dengan
mempertimbangkan
beberapa
kriteria dalam sistem persediaan suku
cadang serta bobot dari masing-masing
kriteria tersebut.
Gambar 3 Diagram Pareto Waktu Stop
rawmill IIIC

Tabel 4 RCS Worksheet untuk rawmill IIIB

Pengolahan Kualitatif RCM
Pengolahan
Kualitatif
RCM
dilakukan terhadap mesin Tube Mill dan
Main drive. Failure
mode didapat dari
kerusakan yang terjadi pada Mesin Mill dan
Main Drive. Untuk memperoleh failure
mode perlu diketahui fungsi-fungsi dari Mill
dan Main Drive. Setelah fungsi diketahui,
maka perlu diketahui apa saja kegagalan
fungsi yang dapat menyebabkan peralatan
tidak berfungsi sebagaiman mestinya.
Kemudian apa saja yang menyebabkan
gagalnya peralatan dalam memenuhi
fungsinya yang disebut juga failure mode.

14

Edisi 4. Tahun II. Mei 2003 – Hal 118 – 128

1

JURNAL ILMIAH

Tabel 5 RCS Worksheet untuk rawmill IIIC

TEKNIK INDUSTRI

5. Kesimpulan
Dari
hasil
penelitian
dan
pengolahan beserta analisis data yang
telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1.
Kebijakan
perawatan
untuk
masing-masing failure mode dari
pengolahan
data
terdiri
dari 5
kebijakan yaitu scheduled on condition
task, scheduled restoration task,
scheduled
discard
task,scheduled
failure finding task dan no scheduled
maintenance. Kebijakan ini diharapkan
dapat menaikkan nilai availability pada
unit rawmill dari 62 % untuk rawmill
IIIB dan 69 % rawmill IIIC menjadi 98
%. Ini berarti dapat menaikkan
availability sebesar 36 % dan 29 %
untuk masing-masing unit rawmill.

Penentuan
Tingkat
Maksimum dan Minimum

Persediaan

2.

Berdasarkan perhitungan RCS maka
didapatkan 5 komponen kritis pada
unit rawmill IIIB yaitu gear box,
diapraghm inlet, diapraghm outlet,
lifter drying chamber dan liner kamar I
dengan score masing-masing 2.9,
2.57, 2.57, 2.36, 2.36. Sedangkan
pada unit rawmill IIIC yaitu lining table,
bearing dosimat feeder, bearing roller,
crown dan tyre dengan score masingmasing komponennya 2.94, 2.84, 2.84,
2.66, 2.63. Score untuk penentuan
komponen kritis ini dapat dijadikan
acuan untuk melakukan inspeksi atau
counting terhadap ketersediaan spare
part tersebut.

3.

Nilai
persediaan
maksimum
dan
persediaan minimum terbesar pada
unit rawmill IIIB adalah cup ring
sebesar
1644
dan
956
unit.
Sedangkan pada unit rawmill IIIC nilai
persediaan maksimum dan minimum
terbesar adalah tyre sebesar 6 dan 4
unit. Nilai-nilai ini di pengaruhi oleh
besarnya
safety
stock
sehingga
perusahaan
bisa
mengantisipasi
fluktuasi
permintaan
terhadap
komponen-koponen tersebut.

Tabel 6 Rekapitulasi Safety Stock,
Persediaan Maks, Persediaan Min rawmill
IIIB

Tabel 7 Rekapitulasi Safety Stock,
Persediaan Maks, Persediaan Min rawmill
IIIC

6

Saran
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan pada Departemen Rawmill Pabrik
Indarung IV PT Semen Padang, maka
disarankan:
1.
Untuk penelitian selanjutnya dapat
dilakukan
penentuan
kebijakan
perawatan
dengan
menggunakan
Reliability
Centered
Maintenance
(RCM) dan Reliability Centered Spares
(RCS) dikembangkan pada unit, mesin
ataupun sistem yang lain.
Analisis Reliability Maintenance...(Difana Meilani)

15

JURNAL ILMIAH

2.

Untuk penelitian selanjutnya dapat
dilakukan perhitungan keseimbangan
biaya persediaan dan biaya akibat
dampak operasional dengan metode
minimasi through life costing.

7. Daftar Pustaka
Consultants,R.M."Reliability
Centered
Spares."http://www.relogica.com.2006.
Consultants, Information Science "An
Introduction
to
Reliability
Centered
Spares
".
http://www.infoscience.co.uk. 2007.
Dian Ariesawati, N. K. "Perencanaan
Kegiatan
Perawatan
dan
Persediaan Suku Cadang Dengan
Pendekatan RCM II dan RCS
(Studi Kasus di PT. X). Seminar
Sistem Produksi VII” :2005.
Indrajit, Richardus Eko dan Richardus
Djokopranoto.,
Manajemen
Persediaan barang Umum dan
Suku Cadang untuk Keperluan
Pemeliharaan, Perbaikan dan
Operasi, PT. Grasindo, Jakarta. 2003.
Jardine,A.K.S.Maintenance,
Replacement
and
Reliability:

16

Edisi 4. Tahun II. Mei 2003 – Hal 118 – 128

TEKNIK INDUSTRI

Pitman Publishing Corporation, New
York, 1973.
Moubray,
John,
Reliability-Centered
Maintenance,
LutterworthHeinemann Ltd, Linacre HouseOxford, 2000.
Ramakumar, R., Engineering Reliability;
Fundamental and Aplications,
Prentice-Hall
International,
Englewood Clifs, New Jersey, 1993.
Suhendra, Pengukuran Nilai Overall
Equipment
Efectiveness
Sebagai Dasar Usaha Perbaikan
Proses Manufaktur Pada Lini
Produksi,
Teknik
Industri,
Universitas Indonesia, 2005.
Walpole, Ronald E., Myers, Raymond H,
Myers, Sharon L., Probability and
Statistic for
Engineers and
Scientist,Prentice-Hall International,
New Jersey, 1998.

1