Pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM) Untuk Merencanakan Kegiatan Perawatan Mesin Di PT. SMART, TBK

(1)

PENDEKATAN RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) UNTUK MERENCANAKAN KEGIATAN PERAWATAN MESIN

DI PT. SMART, TBK

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

DIAN MAYA SARI NIM. 050403024

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

PT. SMART, Tbk. Medan merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan baku Crude Palm Oil (CPO) menjadi minyak goreng dan sterin. Kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan ini secara umum terbagi dalam dua kegiatan yaitu kegiatan penerimaan hasil olahan kelapa sawit dari pelanggan dan proses penyaluran ke armada laut sebagai pengangkutan untuk kegiatan ekspor. Semakin meningkatnya kegiatan ekspor hasil olahan kelapa sawit maka pertumbuhan perusahaan sejenis akan meningkat.

Memasuki era persaingan yang semakin ketat maka perusahaan dituntut untuk memberikan performance terbaik dalam melakukan pelayanan kepada konsumen di antaranya dengan memberikan pelayanan yang memenuhi standar, harga yang terjangkau dan tepat waktu. Pada saat ini perusahaan sedang menghadapi permasalahan adanya downtime yang cukup besar yang menyebabkan rendahnya performance perusahaan dalam memberikan pelayanan dan masalah terjadinya kerusakan mesin yang tidak terdeteksi. Adanya downtime yang tinggi terlihat dari banyaknya waktu yang terbuang untuk memperbaiki kerusakan mesin yang terjadi secara tiba-tiba.

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah mendapatkan rancangan kegiatan perawatan mesin/ komponen yang efektif untuk dapat diterapkan di PT. SMART, Tbk. Medan dengan menggunakan pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM). Setelah dilakukan penelitian diketahui bahwa mesin kritis yang membutuhkan perawatan intensif adalah mesin boiler. Komponen pada sub sistem air umpan yang sering mengalami kerusakan adalah komponen bearing pada soot blower dan baut penghubung pada screwfeeder dan motor listrik. Distribusi ketiga komponen berdistribusi weibull dua parameter.

Tindakan perawatan yang dapat dilakukan adalah melaksanakan periksaan secara harian, bulanan dan tahunan untuk semua peralatan mesin boiler. Penggantian komponen bearing dilakukan pada saat usia komponen memasuki bulan kedua, komponen baut penghubung pada screwfeeder dan motor listrik dilakukan pada bulan kelima dan untuk komponen seal pada feed water pump pada saat usia komponen memasuki bulan ketiga.

Keyword: Reliability Centered Maintenance (RCM), preventive maintenance, mesin boiler.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dengan baik.

Penelitian dilaksanakan di PT. Smart, Tbk. yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan baku Crude Palm Oil (CPO) menjadi minyak goreng dan sterin. Tugas sarjana merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Sarjana ini berjudul “PENDEKATAN RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) UNTUK MERENCANAKAN KEGIATAN PERAWATAN MESIN DI PT. SMART, TBK”.

Penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana ini belum sepenuhnya sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan Tugas Sarjana ini dan penulis berharap agar laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Medan, Desember 2011


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan laporan ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati dan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT selaku Ketua Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT selaku Sekertaris Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Pak Ir. Parsaroan Parapat, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I atas kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam penulisan laporan.

4. Pak Ikhsan Siregar, ST. M.Eng selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam penulisan laporan.

5. Pak Khalil selaku perwakilan dari PT. Smart, Tbk.Medan.

6. Teman-teman seperjuangan Arih, Rahmi, Adel, Jhon, Antoni, Yogi dan teman-teman angkatan 2005 di Departemen Teknik Industri USU selaku tempat untuk bertukar informasi dan berbagi untuk permasalahan Tugas Akhir dan akademik/non akademik lainnya.

7. Bang Bowo atas dukungan moralnya yang sangat mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.


(5)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT SIDANG SARJANA ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I – 1 1.2. Rumusan Permasalahan ... I – 3 1.3. Tujuan Penelitian ... I – 3 1.4. Manfaat Penelitian ... I – 4


(6)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi ... I – 4 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I – 5

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan ... II – 1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II – 2 2.3. Struktur Organisasi ... II – 3 2.4. Uraian Tugas,Wewenang dan Tanggung Jawab ... II – 6 2.5. Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II – 11

2.5.1. Tenaga Kerja ... II – 11 2.5.2. Jam Kerja ... II – 12 2.6. Proses Produksi ... II – 13 2.6.1. Bahan-Bahan yang Digunakan ... II – 14 2.6.1.1. Bahan Baku ... II – 14 2.6.1.2. Bahan Penolong ... II – 14 2.6.1.3. Bahan Tambahan ... II – 15 2.6.2. Uraian Proses ... II – 16


(7)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

III LANDASAN TEORI

3.1. Reliability Centered Maintenance (RCM) ... III – 1 3.2. Failure Mode, Effects and criticality Analysis (FMECA) ... III – 2 3.3. Evaluasi Keandalan ... III – 3 3.3.1. Keandalan ... III – 3 3.3.2. Mean Time To Failure (MTTF)... III – 5 3.4. Fault Tree Analysis (FTA) ... III – 6 3.5. Analisis Pohon Keputusan ... III – 8 3.6. Perawatan (Maintenance) ... III – 9

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV – 1 4.2. Rancangan Penelitian ... IV – 1 4.2.1. Data Primer ... IV – 1 4.2.1. Data Sekunder... IV – 2 4.3. Objek Penelitian ... IV – 3 4.4. Variabel Penelitian ... IV – 3 4.5. Instrumen Penelitian ... IV – 3


(8)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

4.6. Pelaksanaan Penelitian... IV – 4 4.7. Metode Pengolahan Data ... IV – 4 4.8. Analisis Data ... IV – 5

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data... V – 1 5.1.1. Mekanisme Kegiatan PT. Smart, Tbk. ... V – 1 5.1.2. Bagian-bagian dan Cara Kerja Mesin ... V – 5 5.2. Pengolahan Data ... V – 11 5.2.1. Identifikasi Sistem yang Memerlukan Perawatan ... V – 12 5.2.2. Identifikasi Data Historis yang Berhubungan

dengan Keandalan Mesin ... V – 17 5.2.3. Identifikasi Kegagalan Sistem dengan Teknik Analisis

Kegagalan Failure Modes and Efeects Analysis (FMEA) ... V – 21 5.2.4. Penentuan Solusi Alternatif untuk Mencegah Kegagalan .... V – 24 5.2.5. Pengklasifikasian Kebutuhan Perawatan Mesin yang

akan Dilakukan ... V – 29 5.2.5.1. Pengujian Distribusi Weibull ... V – 31


(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.2.5.2. Penentuan Parameter Distribusi Weibull ... V – 37 5.2.5.3. Penentuan Konsep Keandalan ... V – 46 5.2.5.4. Penentuan Preventive Replacement Time ... V – 47

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... VI – 1 6.2. Analisis Penyebab Kerusakan Komponen ... VI – 2 6.3. Analisis Solusi Alternatif Kegiatan Perawatan ... VI – 7 6.3.1. Bucket Elevator. ... VI – 7 6.3.2. Screw Feeder ... VI – 7 6.3.3. Soot Blower ... VI – 8 6.3.4. FD Fan ... VI – 8 6.3.5. Fuel Transport Fan ... VI – 8 6.3.6. Feed Water Pump ... VI – 9


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

VI KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... VII – 1 7.2. Saran ... VII – 2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Rincian Tenaga Kerja di PT. SMART, Tbk. Medan ... II – 11 5.1. Sub Sistem dan Bagian-bagian Sub Sistem yang

Memerlukan Perawatan ... V – 17 5.2. Data Selang Waktu Antar Kerusakan Komponen ... V – 20 5.3. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... V – 22 5.4. RCM Decision Worksheet ... V – 25 5.5. Penentuan Tindakan Solusi Alternatif Kegiatan Perawatan ... V – 27 5.6. Penentuan Tindakan Kegiatan Perawatan ... V – 29 5.7. Daftar Kegiatan Pemeriksaan Peralatan ... V – 30 5.8. Uji Distribusi Weibull Dua Parameter Bearing pada Soot Blower ... V – 32 5.9. Uji Distribusi Weibull Dua Parameter Baut Penghubung pada

Screwfeeder dan Motor Listrik ... V – 34 5.10. Uji Distribusi Weibull Dua Parameter Seal pada Feed Water Pump .. V – 36 5.11. Menentukan Parameter Weibull Bearing pada Soot Blower ... V – 39 5.12. Menentukan Parameter Weibull Komponen Baut Penghubung pada Screw Feeder dan Motor Listrik ... V – 42 5.13. Menentukan Parameter Weibull Komponen Seal pada Feed Water


(12)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.14. Konsep Keandalan dengan Distribusi Weibull Dua Parameter ... V – 46 5.15. Data Waktu yang Diperlukan untuk Penggantian Komponen karena Kerusakan dan Waktu Penggantian Komponen karena

Kegiatan Preventif ... V – 47 5.16. Nilai H(tp) pada Masing-masing Interval Waktu Kerusakan untuk Komponen Bearing pada Soot Blower ... V – 49 5.17. Total Downtime dari Beberapa Interval Waktu tp untuk Komponen Bearing pada Soot Blower ... V – 50 5.18. Nilai H(tp) pada Masing-masing Interval Waktu Kerusakan

untuk Komponen Baut Penghubung pada Screw Feeder dan Motor

Listrik ... V – 51 5.19. Total Downtime dari Beberapa Interval Waktu tp untuk Komponen

Baut Penghubung pada Screw Feeder dan Motor Listrik ... V – 51 5.20. Nilai H(tp) pada Masing-masing Interval Waktu Kerusakan untuk Komponen Seal pada Feed Water Pump ... V – 52 5.21. Total Downtime dari Beberapa Interval Waktu tp untuk Komponen

Seal pada Feed Water Pump ... V – 53 5.22. Jadwal Preventive Replacement Time untuk Ketiga Komponen ... V – 53


(13)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. SMART, Tbk. Medan ... II – 5 2.2. Skema Proses Produksi Pembuatan Minyak Goreng pada PT. SMART, Tbk. Medan ... II – 17 3.1. Pembagian Jenis-jenis Perawatan... III – 10 4.1. Tahapan Proses Penelitian ... IV – 7 4.2. Skema Pengolahan Data Pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM) ... IV – 8 4.3. Skema Analisis Data Pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM) ... IV – 9 5.1. Pembagian Sub Sistem pada Sistem Boiler ... V – 2 5.2. Diagram Mekanisme Kerja Mesin Boiler ... V – 4 5.3. Peralatan Untuk Setiap Bagian-Bagian Fungsi Sub


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Gambar Mesin Boiler ... L – 1 2. Gambar Blower Sentrifugal ... L – 2 3. Gambar Fan Sentrifugal ... L – 3 4. Gambar Pompa Sentrifugal ... L – 4 5. Gambar Komponen Bearing ... L – 5 6. Gambar Komponen Screwfeeder ... L – 6 7. Gambar Komponen Seal ... L – 7


(15)

ABSTRAK

PT. SMART, Tbk. Medan merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan baku Crude Palm Oil (CPO) menjadi minyak goreng dan sterin. Kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan ini secara umum terbagi dalam dua kegiatan yaitu kegiatan penerimaan hasil olahan kelapa sawit dari pelanggan dan proses penyaluran ke armada laut sebagai pengangkutan untuk kegiatan ekspor. Semakin meningkatnya kegiatan ekspor hasil olahan kelapa sawit maka pertumbuhan perusahaan sejenis akan meningkat.

Memasuki era persaingan yang semakin ketat maka perusahaan dituntut untuk memberikan performance terbaik dalam melakukan pelayanan kepada konsumen di antaranya dengan memberikan pelayanan yang memenuhi standar, harga yang terjangkau dan tepat waktu. Pada saat ini perusahaan sedang menghadapi permasalahan adanya downtime yang cukup besar yang menyebabkan rendahnya performance perusahaan dalam memberikan pelayanan dan masalah terjadinya kerusakan mesin yang tidak terdeteksi. Adanya downtime yang tinggi terlihat dari banyaknya waktu yang terbuang untuk memperbaiki kerusakan mesin yang terjadi secara tiba-tiba.

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah mendapatkan rancangan kegiatan perawatan mesin/ komponen yang efektif untuk dapat diterapkan di PT. SMART, Tbk. Medan dengan menggunakan pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM). Setelah dilakukan penelitian diketahui bahwa mesin kritis yang membutuhkan perawatan intensif adalah mesin boiler. Komponen pada sub sistem air umpan yang sering mengalami kerusakan adalah komponen bearing pada soot blower dan baut penghubung pada screwfeeder dan motor listrik. Distribusi ketiga komponen berdistribusi weibull dua parameter.

Tindakan perawatan yang dapat dilakukan adalah melaksanakan periksaan secara harian, bulanan dan tahunan untuk semua peralatan mesin boiler. Penggantian komponen bearing dilakukan pada saat usia komponen memasuki bulan kedua, komponen baut penghubung pada screwfeeder dan motor listrik dilakukan pada bulan kelima dan untuk komponen seal pada feed water pump pada saat usia komponen memasuki bulan ketiga.

Keyword: Reliability Centered Maintenance (RCM), preventive maintenance, mesin boiler.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

PT. SMART, Tbk. Medan merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan baku Crude Palm Oil (CPO) menjadi minyak goreng dan sterin. Kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan ini secara umum terbagi dalam dua kegiatan yaitu kegiatan penerimaan hasil olahan kelapa sawit dari pelanggan dan proses penyaluran ke armada laut sebagai pengangkutan untuk kegiatan ekspor. Semakin meningkatnya kegiatan ekspor hasil olahan kelapa sawit maka pertumbuhan perusahaan sejenis akan meningkat.

Tidak sedikit pihak yang berpendapat bahwa maintenance menjadi salah satu faktor penghambat untuk meningkatkan keuntungan dan juga sekaligus menjadi faktor penting dalam kelangsungan hidup suatu perusahaan. Banyak masalah yang dihadapi sebuah perusahaan terutama pada kegagalan (kurang efektifnya) kegiatan maintenance, yang mengakibatkan tingginya angka breakdown yang seharusnya bisa ditekan dengan metode maintenance yang sesuai dan sistem pemeliharaan mesin yang optimal.

Kegiatan perawatan yang dilakukan pada PT. SMART, Tbk. selama ini hanya dilakukan pada saat mesin mengalami kerusakan. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan perawatan mesin pada perusahaan tidak baik. Perencanaan perawatan yang tidak baik menyebabkan terganggunya proses secara keseluruhan pada saat terjadi kerusakan pada satu proses. Dampak lain yang ditimbulkan dari


(17)

perencanaan perawatan yang tidak baik adalah penggunaan waktu yang terlalu besar untuk mengatasi kerusakan mesin.

Sistem pemeliharaan mesin yang terdapat di PT. Smart, Tbk. yang belum terencana dan terlaksana dengan baik akan mempengaruhi seluruh kegiatan produksi yang akan berakibat pada menurunnya kualitas produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk merancang sistem pemeliharaan mesin di PT. Smart, Tbk. pendekatan yang digunakan dalam perancangan sistem pemeliharaan mesin dalam penelitian ini adalah Reliability Centered Maintenance (RCM). RCM merupakan suatu pendekatan yang sistematis, sangat terstruktur dan berdisiplin tinggi untuk memaksimumkan keselamatan dan fungsi aset peralatan. RCM menggunakan suatu kerangka kerja yang akurat dan mengidentifikasikan seluruh potensial atau cara suatu aset bisa gagal.

Oleh sebab itu, maka perusahaan ingin meminimalkan downtime sehingga perusahaan dapat meningkatkan performance dalam melakukan pelayanan kepada konsumen. Untuk dapat meminimalkan downtime maka perlu dilakukan suatu terobosan untuk merancang suatu sistem perawatan yang efektif dan sesuai untuk perusahaan. Untuk itu diperlukan sebuah pendekatan yang berupa structured framework yang dapat digunakan untuk menentukan perawatan applicable dan efektif sehingga dapat meningkatkan keandalan dari sistem dengan memperhatikan keselamatan dan biaya yang dikeluarkan.


(18)

1.2. Rumusan Permasalahan

PT. SMART, Tbk. pada saat ini sedang menghadapi permasalahan berupa tingginya kegagalan komponen mesin yang berakibat pada penurunan produktivitas perusahaan dalam memberikan pelayanan terhadap konsumen. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengembangan sistem pemeliharaan mesin dengan penerapan Reliability Centered Maintenance (RCM) di PT. SMART, Tbk.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini terbagi dua yaitu: a. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian yang dilakukan adalah mengimplementasikan Reliability Centered Maintenance (RCM) untuk mendapatkan sistem pemeliharaan mesin yang efektif dan efisien di PT. SMART, Tbk.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Mengetahui kategori/ prioritas komponen dan menyediakan rekomendasi tingkat standar untuk pemeliharaan komponen mesin berdasarkan karakteristik operasi di PT. SMART, Tbk. dengan pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM).

2. Menentukan interval penggantian komponen mesin dengan kriteria Total Minimum Downtime (TMD).


(19)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Memberi masukan bagi perusahaan dalam merancang sistem perawatan mesin/komponen yang efektif dan applicable untuk dapat diterapkan di PT. SMART, Tbk.

2. Menjadi sarana bagi penulis dalam latihan untuk menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di perkuliahan dan membandingkan antara teori yang diperoleh dengan permasalahan pada perusahaan.

3. Dapat mempererat kerjasama antara perusahaan dengan Departeman Teknik Industri serta memperluas pengenalan akan Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi

Pembatasan masalah diperlukan dalam sebuah penelitian agar penelitian tersebut mampunyai ruang lingkup pembahasan yang jelas. Dalam penelitian ini batasan permasalah yang dipergunakan adalah:

1. Jenis mesin yang akan menjadi subjek penelitian dipilih dari keseluruhan jenis mesin yang dipakai di PT. SMART, Tbk. dengan kriteria mesin yang dianggap kritis bagi perusahaan.

2. Kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang berupa cara perbaikan, pembongkaran, penggantian dan pemasangan peralatan tidak dibahas.


(20)

Asumsi-asumsi yang digunakan untuk pembahasan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Tidak terjadi perubahan sistem pada perusahaan seperti metode kerja selama penelitian berlangsung.

2. Tidak ada penambahan mesin baru selama penelitian berlangsung.

3. Setiap kebijaksanaaan yang diambil yang berhubungan dengan perhitungan dan pengelolahan data adalah yang dapat diterima karena telah dikonsultasikan dengan pihak perusahaan.

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Agar lebih mudah untuk dipahami dan ditelusuri maka sistematika penulisan tugas sarjana ini akan disajikan dalam beberapa bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan serta sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Bab ini berisi sejarah dan gambaran umum perusahaan, organisasi dan manajemen serta proses produksi.

BAB III LANDASAN TEORI

Bab ini berisi teori-teori yang digunakan dalam analisis pemecahan masalah. Landasan teori yang digunakan adalah bertujuan untuk


(21)

menguatkan metode dan teknik yang dipakai untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian di perusahaan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penyusunan laporan tugas akhir secara ringkas disertai diagram alirnya dan kerangka perencanaan sistem pemeliharaan dengan pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM).

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini memuat data-data hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan di lapangan sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data yang digunakan sebagai dasar pada pemecahan masalah.

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Bab ini berisi analisis hasil pengolahan data dan pemecahan masalah berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari hasil penelitian ini serta rekomendasi saran-saran yang perlu bagi perusahaan dan perbaikan penelitian ini kedepannya..

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(22)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. SMART, Tbk. Medan termasuk dalam SINAR MAS GROUP. Didalam melaksanakan operasional usahanya, PT. SMART, Tbk. Medan mempunyai pabrik beserta kelengkapan fasilitas produksi utama dan pendukung yang berada di Kawasan Berikat Belawan, Medan, Sumatera Utara dengan status hak milik yang dikeluarkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Kota Medan Nomor 65 dan oleh kantor Agraria Kota Medan Nomor A 1424361 dan A 1424362, dengan total luas lahan 64.970 m2 dengan dukungan instalasi Tangki Timbun (Bulking Installation) yang berada di Jalan Ujung Baru, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, Medan.

Keberadaan PT. SMART, Tbk. Medan awalnya adalah PT Ivo mas Tunggal yang berdiri pada tahun 1984 dengan pengolahan bahan baku Crude

Palm Oil (CPO) menjadi minyak goreng dan sterin. Pada tempat yang sama tahun

1986 berdiri PT. SMART Corporation dengan pengolahan Palm Kernel (PK) menjadi Crude Palm Kernel Oil (CPKO) dan Palm Kernel Expeler (PKE). Sejalan dengan perkembangan usaha, maka sejak tahun 2000 kedua perusahaan dilebur menjadi satu dan berganti nama menjadi PT. SMART, Tbk.

Pemodalan yang dimiliki PT. SMART, Tbk. adalah pemodalan dalam negeri dengan pemasaran produk adalah dalam negeri dan ekspor. Pada saat ini PT. SMART, Tbk. Medan didukung oleh 599 orang. Kapasitas produksi rata-rata


(23)

per tahun untuk produk utama yaitu Refined Bleached Deodorized Stearin (RBD

Stearin) dan Refined Bleached Olein (RBD Olein), pada industri pengolahan

minyk sawit menjadi minyak goreng masing-masing adalah 270.000 ton/tahun dan 90.000 ton/tahun, sedangkan untuk produksi lainnya adalah Palm Fatty Acid

Destilate (PFAD) dengan kapasitas produksi sekitar 16.320 ton/tahun.

Dalam keseluruhan pelaksanaan proses produksi untuk menghasilkan produknya, terdapat beberapa proses utama yang dijalankan di PT. SMART, Tbk. Medan yaitu Refinery plant, Fractination Plant, Margarine Plant dan Filling

Plant. Dengan proses tersebut dihasilkan produk non-branded dan product

branded yang merupakan produk perusahaan.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. SMART, Tbk. Medan bergerak dalam bidang pengolahan Crude Plam Oil (CPO) sebagai bahan baku utama yang diperoleh dari pabrik-pabrik pengolahan kelapa sawit, baik yang berada di Sumatera Utara maupun di luar Sumatera Utara.

Produk yang dihasilkan dari pengolahan Crude Palm Oil (CPO) ini adalah minyak goreng RBDOL (Refined Balched Deodorized Olein) atau disebut juga olein sebagai produk utama dan RBDST (Refiened Balched Deodorized Stearin) atau disebut juga stearin serta PFAD (Palm Fatty Acid Destilate) sebagai produk sampingan.

Proses produksi di PT. SMART, Tbk. Medan dikategorikan atas dua proses, yaitu :


(24)

1. Proses refinery, yaitu proses pemisahan fatty acid dan proses menghilangkan bau yang disebut deodorized.

2. Proses fraksinasi, merupakan proses pemisahan fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein) dengan cara kristalisasi dan filtrasi.

Produk berupa RBDOL (Refined Blached Deodororized Olein) dipasarkan di dalam negeri dalam kemasan bermerek “Filma”, yang diproduksi dan diolah oleh pabrik PT. SMART, Tbk. Medan. Olein ini selain dijual kepada masyarakat umum dalam negeri juga banyak yang diekspor ke luar negeri. Dengan alasan ini PT. SMART, Tbk. Medan ditutut untuk benar-benar menjaga mutu produksi perusahaan tersebut supaya dapat dijaga kestabilan serta aman untuk dikonsumsi.

2.3. Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah bagian yang menggambarkan hubungan kerjasama antara dua orang atau lebih dengan tugas yang saling berkaitan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu.

Struktur organisasi bagi perusahaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan dan memperlancar jalannya roda perusahaan. Pendistribusian tugas, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan satu sama lain dapat digambarkan pada suatu struktur organisasi, sehingga para pegawai dan karyawan akan mengetahui dengan jelas apa tugas yang harus dilakukan serta dari siapa perintah diterima dan kepada siapa harus bertanggung jawab.

Dengan adanya struktur organisasi dan uraian tugas yang telah ditetapkan akan menciptakan suasana kerja yang baik karena akan terhindar dari tumpang


(25)

tindih dalam perintah dan tanggung jawab. Organisasi ditentukan atau dipengaruhi oleh badan usaha, jenis usaha dan besarnya usaha dan sistem produksi perusahaan.

Dalam rangka mencapai efektifitas dan efisiensi kerja yang baik, PT. SMART, Tbk. Medan telah berusaha menciptakan pengendalian intern yang sesuai dengan menyusun unit-unit kerja yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Struktur organisasi PT. SMART, Tbk. Medan menggunakan struktur staff lini fungsional.


(26)

Personnel & General

Affairs Department Manufacturing Department Commercial Department

General Manager

Management Representative/ Koordinator Food Safety

Finance & Accounting

Department CBS Department

V. Team Operations

Quality Management Department Engineering Section Purchasing Section Production Section Marsho Plant Section Warehouse Section PPIC Section Process Engineering Section Operation Section Quality Control Section Customer & Supplier Compliance Section CA Documentation & Assessment Section Bulk Trading Section Logistic Section Bulking Belawan Section Personnel Section General Admin Section Environment Health, Fire, Safety Section Weigh Bridge Unit Tank Farm Unit Terminal PK Unit Terminal CPO Unit Maintena nce Unit Mechan ic Sub Unit Utility Unit Electric Sub Unit Power house Sub Unit Boiler House Sub Unit Spare Part Unit Packaging Material & Chemical Unit Margarine & Fat Unit

Filling Unit Refinery & Fractionat ion Unit Refine ry Sub Unit Kernel Crushing Unit Fractio nation Sub Unit Prebgi ng Sub Unit Storage Sub Unit OTO Unit Installati on Unit Logistic Trading Unit Finished Goods Unit Trading Palm Unit Trading Lauric Unit Admin Local Unit Admin Export Unit NOTE:

Not involved in the QMS

Sumber: PT. Smart, Tbk.


(27)

Struktur organisasi staff lini fungsional merupakan suatu bentuk struktur organisasi dimana kekuasaan dan tanggung jawab diturunkan secara garis dari tingkat pimpinan atas kepada tingkat bawahannya. Dalam melaksanakan kegiatan perusahaan, PT. SMART, Tbk. Medan menggunakan struktur organisasi yang disusun sedemikian rupa sehingga jelas terlihat batas-batas tugas, wewenang dan tanggung jawab dari setiap personel dalam organisasi tersebut. Dengan demikian diharapkan adanya suatu kejelasan arah dan koordinasi untuk mencapai tujuan perusahaan.

Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, maka struktur organisasi yang digunakan oleh PT. SMART, Tbk. Medan adalah hubungan berbentuk garis dan staf dimana atasan langsung berfungsi sebagai pengawas terhadap bawahannya. Dalam menjalankan struktur organisasinya ada pembagian tugas yang jelas antara pimpinan, staff dan pelaksana. Dalam melakukan pengambilan keputusan lebih mudah dicapai karena anggota-anggota staff yang ahli dalam bidangnya yang dapat memberi nasehat dan mengerjakan perencanaan yang teliti, koordinasi dapat dengan mudah dikerjakan karena sudah ada pembidangan masing-masing.


(28)

2.5. Tenaga Kerja dan Jam Kerja 2.5.1. Tenaga Kerja

PT. SMART, Tbk. Medan memiliki tenaga kerja yang terdiri dari karyawan tetap dan harian/ kontraktor dengan jumlah 599 orang. Karyawan tersebut ditempatkan sesui dengan kebutuhan perusahaan. Untuk menjalankan rutinitas produksi, PT. SMART, Tbk. Medan memiliki pembagian tenaga kerja tetap dan tenaga kerja harian/ kontraktor.

Berdasarkan jam kerjanya tenaga kerja di perusahaan ini dikelompokkan atas dua bagian, yaitu:

1. Kelompok kerja langsung, yaitu kelompok kerja yang harus bekerja secara terus menerus di dalam unit kerja. Kelompok ini langsung berhubungan dengan proses yaitu bagian produksi dan laboratorium.

2. Kelompok kerja tidak langsung, yaitu kelompok kerja yang hanya bekerja secara periodik di dalam unit kerja, antara lain pegawai kantor dan petugas kebersihan.

Tabel 2.1. Rincian Tenaga Kerja di PT. SMART, Tbk. Medan. Klasifikasi

Pekerjaan

Jenis Kelamin Jlh. Tenaga

Lokal

Pendidikan

Pria Wanita Jumlah SD SMP SMU/S

TM Akademi/Univ.

Staff 57 35 92 92 - - - 92

Karyawan 319 36 355 355 13 20 256 66

Karyawan

Kontrak 137 15 152 152 - - 104 48


(29)

2.5.2. Jam kerja

Jam kerja yang berlaku di PT. SMART, Tbk. Medan terbagi atas dua, yaitu:

1. General time (non shift)

General time adalah waktu kerja yang berlaku untuk karyawan yang

bekerja di kantor (mis, bagian administrasi). Waktu kerja yang berlaku di bagian ini yaitu:

– Pada hari Senin sampai Kamis: Pukul 08.00 – 12.00 WIB (bekerja) Pukul 12.00 – 13.00 WIB (istirahat) Pukul 13.30 – 16.00 WIB (bekerja) – Hari Jumat:

Pukul 08.00 – 12.00 WIB (bekerja) Pukul 12.00 – 13.30 WIB (istirahat) Pukul 13.30 – 16.00 WIB (bekerja) – Pada hari Sabtu:

Pukul 08.00 – 13.00 WIB (bekerja)

2. Shift time

Karena proses produksi di PT. SMART, Tbk. Medan berlangsung selama 24 jam, maka waktu kerja untuk karyawan yang bekerja di lantai pabrik dibagi atas 3 shift kerja. Karyawan yang bekerja pada shift tersebut dibagi lagi atas 4 kelompok (grup) yang jadwal kerjanya diatur oleh perusahaan. Pembagian waktu kerja pada masing-masing shift tersebut adalah sebagai berikut :


(30)

Shift I : 08.00 – 16.00 WIB Shift II : 16.00 – 24.00 WIB Shift II : 24.00 – 08.00 WIB

Karyawan yang bekerja shift untuk setiap minggu bekerja dengan 3 (tiga)

shift sekaligus, sehingga untuk perggantian shift setiap minggunya terdapat waktu

libur yang disebut “Day Off”.

2.6. Proses Produksi

Produksi merupakan fungsi pokok dalam setiap organisasi, yang merupakan aktivitas yang bertanggung jawab untuk menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi industri. Proses produksi merupakan bagian yang sangat penting di dalam suatu perusahaan. Dimulai dari keinginan untuk dapat memproduksi suatu rancangan produk tertentu, proses produksi membantu perusahaan untuk menemukan teknik-teknik pengerjaan maupun pengolahan material yang efektif dan efisien untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.

Selanjutnya dari keinginan untuk mencari suatu teknik dalam membuat produk yang efektif dan efisien, kemudian sampai pada permasalahan tentang langkah-langkah perencanaan dan pengendalian semua langkah produksi tersebut yang lebih efisien. Tentunya hal ini juga dilakukan oleh PT. SMART, Tbk. Medan agar dapat menghasilkan minyak goreng dan margarin yang sesuai dengan spesifikasi mutu yang diinginkan oleh pasar.


(31)

2.6.1. Bahan-Bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi dapat dikelompokkan atas bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan.

2.6.1.1.Bahan Baku

Bahan Baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk, ikut dalam proses produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan bahan-bahan lainnya. Jadi bahan baku ini dapat juga disebut sebagai bahan utama. PT. SMART, Tbk. Medan menggunakan bahan baku Crude Palm Oil (CPO). Bahan baku tersebut diperoleh dari pabrik-pabrik pengolahan kelapa sawit, baik yang berada di Sumatera Utara maupun di luar Sumatera Utara seperti di Kalimantan, Riau dan P. Halaban.

CPO yang berasal dari masing-masing PKS tersebut diangkut ke PT. SMART, Tbk. Medan dengan mobil tangki dan kereta api (wagon) sedangkan yang berasal dari Kalimantan, Riau dan P. Halaban menggunakan Kapal Tanker.

2.6.1.2.Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang ikut dalam proses produksi tetapi tidak ada dalam produk, atau dengan kata lain bahan penolong berfungsi untuk memperbaiki proses produksi. Bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi di PT. SMART, Tbk. Medan adalah:

1. Bleaching earth


(32)

a. Mengadsorbsi kotoran-kotoran (impurities) yang tidak diinginkan, seperti: kandungan logam, karoten, kelembaban, bahan tak larut, dan pigmen lainnya,

b. Mengurangi tingkat oksidasi produk,

c. Sebagai bahan pemucat dalam pengambilan warna pada proses bleaching. 2. AsamPhospat (H3PO4)

Asam Phospat berfungsi untuk mengikat posfatida (gum/getah), kandungan logam, dan kotoran lainnya menjadi gumpalan-gumpalan kecil dalam proses

degumming.

2.6.1.3.Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan pada alur proses dan masih terdapat didalam produk akhir, atau dengan kata lain bahan tambahan berfungsi untuk memperbaiki tampilan produk, seperti cita rasa dan daya tarik sehingga menghasilkan suatu produk akhir yang siap untuk dipasarkan. Pada PT. SMART, Tbk. Medan Bahan tambahan yang digunakan dalam proses produksi adalah:

• Bahan tambahan pangan, yang terdiri dari: a. Antioksida

b. Vitamin A, B dan D c. Garam


(33)

2.6.2. Uraian Proses

Proses produksi adalah metode atau teknik untuk membuat suatu barang atau jasa bertambah nilainya dengan menggunakan sumber tenaga kerja, mesin, bahan baku, bahan penolong dan dana yang ada.

Proses pengolahan yang dilakukan terhadap bahan baku Crude Palm Oil

dilaksanakan dalam proses utama, yaitu: 1. Proses Refinery

2. Proses Fraksinasi

Pada tahap awal, bahan baku CPO ditimbun dalam tangki dalam stasiun penerimaan dengan kapasitas 2000 ton per hari. CPO yang terdapat pada tangki penimbunan mengalami perlakuan pemanasan yang dilakukan secara kontinu, di mana temperatur CPO dipertahankan pada suhu 40 – 500C dengan menggunakan steam. Tujuan pemanasan ini adalah:

- Untuk mencegah terjadinya pembekuan CPO

- Memudahkan pemisahan CPO dengan kotoran dan air

- Memudahkan proses kristalisasi pada tahap pemisahan olein dan stearin

Pada Gambar 3.2. dapat dilihat block diagram dari proses produksi dari pengolahan bahan baku Crude Palm Oil (CPO) menjadi minyak goreng.


(34)

CPO

DEGUMMING

BLEACHER DPO

FILTRATION

DPO

DEODORIZATION

RBDPO

FRACTIONATION

FILTRATION

PFAD FATTY MATER

(POAM)

STEARIN OLEIN

(MINYAK GORENG)

Waste Water Treatment Plant

TO

SPENT EARTH BLEACHING EARTH

ASAM PHOSPAT 85%

Keterangan:

CPO : Crude Palm Oil

DPO : Degummed Palm Oil

DBPO : degummed bleached Palm Oil

RBDPO : Refined Bleached Deodorizet Palm Oil

Gambar 2.2. Skema Proses Produksi Pembuatan Minyak Goreng pada PT. SMART, Tbk. Medan


(35)

1. Proses Refinery

Tujuan proses refinery adalah untuk memurnikan Crude Palm Oil (CPO) sehingga didapat kualitas Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO), yang melalui tahapan pre-treatment dan deodorisasi. Proses pre-treatment terdiri dari proses penghilangan gum dengan suhu 800C (degumming) dengan cara penambahan asam phosfat (H3PO4 80%) untuk menghasilkan Degumming Palm

Oil (DPO) dan kemudian dilakukan adsorptive bleaching pada suhu 1000C

dengan menggunakan tepung pemucat (bleaching earth), selanjutnya disaring dengan menggunakan filter untuk menghasilkan Degumming Bleached Palm Oil

(DBPO) dan membuang spenth earth yang berasal dari sisa bleaching earth. Sedangkan pada tahap deodorisasi meliputi proses pemisahan Free Fatty Acid

(FFA), penghilangan zat-zat penyebab bau dan pemecahan senyawa karoten secara thermal dengan pemanasan 2620C.

Proses pengolahan secara fisika berdasarkan proses dimana asam lemak di dalam CPO atau degummed oil dipisahkan dengan cara destilasi. Hal ini berbeda dengan proses alkaline di mana asam lemak (fatty acid) dan degummed oil

dihasilkan dengan alkaline, lalu sabunnya dipisahkan.

A. Tahap Pre-treatment

Pre-treatment merupakan proses awal degumming CPO dengan asam

phosfat dan mengadsorbsinya dengan menggunakan bleaching earth. Pada tahap ini CPO diolah menjadi Degumming Bleached Palm Oil (DBPO) melalui beberapa proses berikut ini.


(36)

A.1. Proses Degumming

Proses degumming bertujuan untuk menghilangkan getah (gum), warna, logam-logam misalnya Fe, Cu, dengan penambahan bahan kimia seperti asam phosfat (H3PO4). Gum-gum harus diikat dari CPO agar rasa getir yang tidak

disukai oleh konsumen pada olein dapat diperkecil dan dihilangkan.

CPO yang akan dioleh terlebih dahulu mengalami pemanasan dengan mengalirkan CPO ke plate heat exchanger. Pada plate heat exchanger pertama, pemanasan menggunakan Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang berasal dari pompa sentrifugal, sedangkan pada plate heat exchanger kedua, pemanasan dilakukan dengan menggunakan steam. Tujuan pemanasan ini adalah agar temperatur CPO dari tangki timbun dapat dinaikkan sebelum masuk ke dalam

mixer dan paddle mixer tank, dimana mixer akan menghomogenkan

pencampurannya dengan asam phosfat yang konsentrasinya 80 – 85%. Suhu CPO yang masuk ke dalam mixer berkisar 85 – 950C. Penambahan asam phosfat ke dalam CPO dilakukan dengan kecepatan laju alir 0,05 – 0,075% dari umpan CPO yang masuk dengan waktu tinggal sekitar 15 – 30 menit, sebelum dimasukkan ke dalam bleacher.

A.2. Tahap Bleaching

Tahap bleaching dimulai dengan pengumpulan gum-gum pada CPO dengan penambahan asam phosfat pekat serta bleaching earth sebagai penyerapnya. CPO yang sudah mengalami proses degumming dari paddle mixer tank dialirkan ke tangki bleacher. Kemudian bleaching earth dimasukkan ke dalam bleacher dengan kecepatan laju alir 0,6 – 1,5% dari laju umpan CPO yang


(37)

masuk. Umpan bleaching earth tergantung pada kualitas minyak dan kualitas produk minyak yang diinginkan. Suhu di dalam tangki dinaikkan dengan sparging steam pada suhu 95 – 1100C, agar dapat mempermudah proses adsorbsi daripada impurities dengan cepat. Keefektifan proses bleaching earth dapat diukur dari penurunan warna Bleached Palm Oil (BPO) yang dihasilkan dan kemampuannya berfungsi sebagai zat adsorptive clearsing.

BPO yang terbentuk kemudian dialirkan ke dalam buffer tank dimana pada tangki ini terjadi pemisahan antara BPO yang terbentuk dengan impurities yang ada di dalamnya. Proses pemisahan dengan cara mengalirkan sparging steam (0,4 – 2 bar) yang berasal dari bleacher, dengan demikian impurities yang terbawa dengan uap akan dihisap oleh steam jet vacuum system. Setelah proses ini BPO dipompakan dengan pompa sentrifugal menuju tangki niagarafilter Press.

A.3. Tahap Filtrasi

Sebelum BPO dialirkan ke Niagara Filter untuk disaring, tangki terlebih dahulu divakumkan. Jika vacum pressure niagara filter rendah maka niagara

filter sudah siap dioperasikan. Lalu terjadi proses filling (fill filter) dimana BPO

dari pompa sentrifugal dialirkan ke Niagara Filter Press melalui katup masukan. Jika level aliran high niagara filter menunjukkan alarm tinggi maka BPO mengalami tahap blackrun, di mana ukuran lubang filter akan mengecil dan BPO yang mengandung bleaching earth dilewatkan. Jika BPO yang keluar telah jernih (tidak mengandung butiran spent earth atau kotoran lain) maka dilanjutkan ke tahap filtrasi dimana pada tahap ini udara dikompressikan ke tangki niagara filter


(38)

melewati permukaan filter sehingga akan lolos ke sisi-sisi dari filter dan masuk menuju saluran-saluran minyak pada sisi filter yang kemudian mengalir ke bawah. Sedangkan impurities akan tetap menempel di filter. Jika waktu setting filtrasi

telah selesai, maka akan dilanjutkan pada tahap pengosongan niagara filter press. Jika BPO yang ada di dalam tangki niagara filter press sudah melewati high level

maka secara otomatis BPO akan dialirkan ke dalam buffer tank atau dialirkan keluar dari niagara filter press menuju press cyclone, yang kemudian dialirkan ke

slop oil tank, lalu dialirkan lagi ke bleacher. Tahap ini disebut tahap sirkulasi.

Pada tahap pengosongan niagara filter, DBPO dialirkan keluar melalui katup menuju tangki deodorator untuk proses deodorisasi. Setelah tahap pengosongan selesai dan alarm menunjukkan low maka dilanjutkan ke tahap pengeringan (cake drying) dimana pada tahap ini perlu diperhatikan steam yang keluar, jika pada sight glass terlihat tidak ada lagi DBPO yang terikut dengan

steam maka dilanjutkan ke tahap post emptying dimana pada tahap ini dilakukan

maksimum tiga menit dan dilanjutkan ke tahap ventilasi yaitu pengeluaran udara. Jika tekanan menunjukkan low maka akan dilanjutkan ke tahap cake discharge

sehingga spent earth terbuang ke dalam penampungan spent earth.

B. Proses Deodorisasi

Sesudah DBPO dipisahkan atau difiltrasi pada tangki polishing filter dan dialirkan ke tangki deodorator, maka minyak DBPO dibebaskan dari gas


(39)

heat exchanger dengan menggunakan steam sampai temperatur 240 – 2700C dan tekanan vakum 1,7 – 4,5 ton, kemudian DBPO dialirkan ketangki deodorizer.

Pada pemanasan ini suhu minyak BPO harus benar-benar diperhatikan supaya terhindar dari penguapan minyak netral, tocopherol yang lebih banyak dan mungkin dari terjadinya isomerisasi serta reaksi thermokimia yang tidak diinginkan. Setelah minyak DBPO yang dipanaskan mencapai temperatur yang diinginkan, minyak dimasukkan ke dalam tangki vacuum dryer, dimana pada tangki ini terjadi penguapan cairan dan zat-zat yang mudah menguap. Uap yang dihasilkan dihisap oleh steam jet vacuum system.

Dari vacuum dryer DBPO dialirkan ke dalam shell and tube heat

exchanger, dimana steam yang ada pada heat exchanger ini berasal dari HP Boiler

dan kondensat yang dihasilkan, diproses kembali ke dalam HP Boiler dan pemanasan sampai temperatur 2710C dan tekanan 1,7 – 4,4 torr. Setelah proses pemanasan ini minyak DBPO dialirkan ke dalam flash cyclone dan dilanjutkan ke dalam prestripper. Pada prestripper DBPO yang dimasukkan mengalami proses penguapan kembali, di mana yang diuapkan adalah asam lemak bebas dan senyawa-senyawa penyebab bau yang lebih mudah menguap serta produk oksidasi, seperti aldehid dan keton yang masih ada dalam DBPO. Bila senyawa di atas tidak diuapkan maka akan timbul bau yang tidak sedap dan rasa tidak enak pada minyak. Uap dari DBPO di dalam presstripper didinginkan dengan menggunakan kondensat yang telah didinginkan pada plate heat exchanger. Kondensat yang terbentuk kemudian dialirkan ke dalam fatty acid tank dan secara otomatis katup akan terbuka jika tangki tersebut telah mencapai level alarm high.


(40)

Kemudian DBPO dialirkan ke tangki deodorizer. Pada tangki ini DBPO kembali diuapkan dengan pemanasan steam. Prinsip kerja deodorizer sama dengan prinsip kerja yang ada pada destilasi bertingkat, yaitu memisahkan senyawa yang ada di dalam DBPO dengan menggunakan perbedaan titik didih dan uapnya diserap oleh

vacum system.

Setelah pemisahan terjadi maka hasil proses deodorisasi ini disebut

Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO). RBDPO ini dialirkan ke dalam

plate heat exchanger untuk didinginkan dengan menggunakan CPO yang berasal

dari tangki penimbunan. RBDPO ini kemudian dialirkan ke buffer tank yang berfungsi sebagai tempat penampungan hasil refinery sebelum dilakukan proses

fraksinasi.

2. Proses Fraksinasi

Proses fraksinasi dilakukan dengan dry fractionation. Proses fraksinasi

kering adalah untuk memisahkan minyak sawit menjadi dua fraksi, yaitu palm oil

(fraksi cair) dan palm stearin (fraksi padat). Fraksi stearin mempunyai titik beku yang lebih besar dibanding dengan titik beku olein. Trigliserida yang ada dalam fraksi stearin terutama terdiri dari komponen asam lemak jenuh, sedangkan fraksi

olein terutama terdiri dari trigliserida dengan komponen-komponen tak jenuh.

Pada temperatur rendah (200C) stearin berada pada fasa padat, sedangkan olein

tetap dalam fasa cair. Dengan demikian dapat dengan mudah dilakukan pemisahan fraksi. Pada kebanyakan proses fraksinasi digunakan RBDPO sebagai umpan, tetapi kadang-kadang dapat pula digunakan oleh DBPO.


(41)

Fraksinasi dapat dilakukan secara double fractionation olein dan double

fractionation stearin. Double fractionation olein dilakukan untuk mendapatkan

kualitas olein super dengan cara mengolah kembali RBDPO yang diperoleh dari proses fraksinasi. Kualitas utama yang diharapka dari proses ini adalah parameter IV = 59 – 63, Cloud Point (CP) = 7 max. Sedangkan double fractionation stearin

adalah untuk mendapatkan kualitas soft stearin, dimana dilakukan fraksinasi

ulang. Kualitas soft stearin yang diinginkan adalah parameter IV = 40 – 49. Tahapan proses fraksinasi ini adalah sebagai berikut:

1. Kristalisasi

Tujuan kristalisasi adalah untuk menjadikan fraksi stearin mengkristal akibat pendinginan pada suhu 200C, dengan menggunakan tangki kristaliser. Proses yang dialami RBDPO sampai terbentuknya kristal stearin dapat dijelaskan berikut ini.

Minyak sawit RBDPO dari tangki penyimpanan (buffer tank) dipompakan menuju pemanas heat exchanger. Hal ini dilakukan agar RBDPO tetap dalam keadaan fase cair, dimana suhunya sekitar 50 – 550C. Pemanas yang digunakan adalah steam dengan tekanan 1,5 – 2,5 bar. Kemudian RBDPO dialirkan ke tangki kristalizer melalui katup. Pada saat filling RBDPO ke kristalizer, agitator di dalam kristalizer harus beroperasi dengan baik. Di dalam kristalizer temperatur RBDPO diturunkan sekitar 24 – 300C dengan menggunakan air pendingin. Proses pendinginan terjadi dua kali dengan menggunakan air pendingin dari cooling

tower dan air pendingin dari chiller. Air pendingin dari cooling tower berada pada


(42)

menghasilkan temperatur 350C. Pada saat temperatur 350C dicapai, pendinginan akan dilanjutkan dengan menggunakan air dari chiller. Chiller adalah unit pendingin air yang dapat menurunkan temperatur air sampai 70C. Air ini akan digunakan untuk pendinginan minyak lanjutan setelah didinginkan dengan air biasa dengan suhu 25 – 350C.

Selama di tangki kristalizer terjadi proses pendinginan selama 275 menit, dan selama proses ini Refined Palm Oil (RPO) diaduk dengan pengaduk yang dilengkapi dengan scrapper pada ujung lengannya. Kecepatan pengadukan akan berubah pada tahap pendinginan untuk membantu pembentukan kristal yang sesuai untuk disaring oleh membran filter pada saat yang ditentukan. Pengadukan bertujuan untuk mencegah pembekuan RPO, pemerataan suhu dan pemerataan penyebaran kristal.

Scrapper pada ujung lengan pengaduk berfungsi untuk mencegah

akumulasi kristal stearin pada dinding tangki. Pada saat program pendinginan berakhir dan kristal minyak yang sesuai diperoleh, proses penyaringan dapat dimulai. Setelah semua isi tangki kristalizer benar-benar kosong pada saat filtrasi, secara otomatis minyak akan mengisi dan memulai kembali untuk tahap pendinginan pada tahap filtrasi berikutnya.

2. Pemisahan Fraksi Olein Dari Kristal Stearin

Proses penyaringan olein dari kristal stearin diawali dengan memasukkan minyak ke dalam membran filter press, dimana minyak RBDPO dari kristalizer dipompakan ke dalam membran filter press. Setelah proses filling selesai, dilanjutkan dengan proses squeezing. Pada proses ini membran filter press saling


(43)

merapat dan udara dikompressikan sehingga akan terjadi penekanan yang mengakibatkan terjadi pemisahan antara olein dan stearin. Fraksi olein (cair) akan mengalir melalui selang-selang di bagian kiri-kanan bawah filter press menuju tangki olein. Sedangkan fraksi stearin (padat) akan membentuk lempengan padat diantara membran-membran filter press. Setelah proses ini angin akan ditiupkan untuk memisahkan sisa-sisa RBDPO yang masih ada dalam bentuk kristal dan dilanjutkan dengan proses blow melalui inflate yang dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa olein yang ada dalam membran filter press. Setelah proses ini selesai, angin diserap kembali sehingga membran-membran filter press

akan terbuka dan stearin berupa lempengan akan jatuh ke bak penampungan yang dilengkapi dengan blade beraliran listrik sehingga mencair dan dapat dialirkan ke tangki stearin.

Apabila proses filtrasi mengalami gangguan, misalnya penyumbatan pori-pori membran filter press, maka akan dialirkan filtrat dan wash oil melalui katup ke alat membran filter press untuk melepaskan stearin jenuh yang melekat.

Washing filter press dilakukan untuk mencuci dan membersihkan filter press yang

sudah beberapa kali digunakan untuk mencairkan stearin yang melekat pada filter

cloth. Washing filter press dilakukan dengan cara menggunakan olein washing

pada temperatur 65 – 750C dengan membuka steam masuk ke coil.

Tahap pertama dari proses produksi dimulai dengan refining. CPO yang dipompakan ke tangki Degumming untuk memisahkan gum dan minyak. Pemisahan ini menggunakan bahan penolong yaitu asam phosfat dengan suhu 700C. Selanjutnya minyak dipompakan ke tangki bleaching untuk pemucatan


(44)

warna minyak. Proses ini menggunakan bleaching earth dan kalsium karbonat dengan suhu 950C. Dengan menggunakan filter, bleaching earth dipisahkan dengan minyak dan akan menghasilkan Bleached Degummed Palm Oil (BDPO).

Proses selanjutnya adalah proses deodorisasi yaitu memisahkan Free Fatty Acid (FFA) dari RBDPO dengan suhu 2620C dan akan menghasilkan Refined

Bleached degummed Olein (RBDO) dan Refined Bleached degummed Stearin


(45)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Reliability Centered Maintenance (RCM)

Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah suatu proses sistematik yang digunakan untuk menentukan kegiatan yang harus dilakukan agar fasilitas yang ada tetap beroperasi sesuai dengan fungsinya. RCM mengarahkan kepada pembentukan program perawatan yang berfokus pada preventive maintenance untuk mode kegagalan khusus yang sering terjadi.

Tujuan yang ingin dicapai dengan pendekatan RCM adalah :

1. Mengembangkan disain yang dapat membuat preventive maintenance lebih efektif.

2. Untuk merencanakan preventive maintenance yang dapat meningkatkan keselamatan dan keandalan pada sistem.

3. Mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk mengembangkan disain dari komponen yang keandalannya masih rendah.

4. Untuk mencapai tiga tujuan di atas dalam biaya yang minimum.

Pendekatan RCM dilakukan dengan menjawab tujuh pertanyaan dasar berikut ini :

1. Apakah fungsi dan performance yang diharapkan dari komponen/sistem tersebut?

2. Apa saja jenis-jenis kegagalan yang mungkin terjadi pada komponen/sistem tersebut?


(46)

3. Hal apakah yang menyebabkan kegagalan fungsi tersebut terjadi? 4. Akibat apakah yang ditimbulkan dari kegagalan fungsi tersebut? 5. Bagaimana spesifikasi kegagalan fungsi tersebut?

6. Tindakan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau memprediksi kegagalan tersebut?

7. Tindakan apa yang dapat dilakukan jika tidak ditemukan tindakan proaktif untuk mencegah kegagalan?

Proses dasar dari pendekatan RCM adalah:

1. Mengidentifikasi komponen yang memerlukan perawatan.

2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan keandalan suatu komponen atau sistem.

3. Mengembangkan data Fault Tree Analysis (FTA) untuk menentukan jenis kegagalan yang akan menjadi fokus dalam pembuatan maintenance program. 4. Mendisain beberapa solusi alternatif yang akan dilakukan untuk mencegah

kegagalan.

5. Mengklasifikasikan kebutuhan perawatan yang akan dilakukan (Dhilton, B. 2006).

3.2. Failure Modes, and Effects Analysis (FMEA)

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik yang sistematis untuk menganalisa kegagalan. FMEA menjelaskan tentang jenis-jenis kegagalan yang mungkin terjadi pada suatu komponen/sistem beserta akibat yang ditimbulkan. Kelemahan dari FMEA adalah tidak dapat menunjukkan


(47)

informasi tingkatan dari kegagalan yang kritis. Teknik analisa ini lebih menekankan pada hardware-oriented approach atau bottom-up approach. Dikatakan demikian karena analisa yang dilakukan dimulai dari peralatan dan meneruskannya ke sistem yang merupakan tingkat yang lebih tinggi. Proses ini mencoba menjawab pertanyaan “apa dampak yang akan terjadi jika terjadi kegagalan pada komponen tersebut?”. FMEA sering menjadi langkah awal dalam mempelajari keandalan sistem. Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal seperti me-review berbagai komponen, rakitan dan subsistem untuk mengidentifikasi mode-mode kegagalan, penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk masing-masing komponen, berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada sistem ditulis pada sebuah FMEA worksheet.

Sebuah FMEA akan berubah menjadi FMECA (failure mode, Effect and criticallity analysis) jika kekritisan atau prioritas akan dikaitkan dengan dampak dari mode kegagalan yang ditimbulkan oleh sebuah komponen. Secara umum tujuan dari penyusunan FMEA adalah sebagai berikut:

1. Membantu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.

2. Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat diperkirakan berikut dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan operasional sistem telah dipertimbangkan.

3. Membuat list kegagalan potensial, serta mengidentifikasi seberapa besar dampak yang ditimbulkannya.


(48)

4. Mengembangkan kriteria awal untuk rencana dan desain pengujuian serta untuk membuat daftar pemeriksaan sistem.

5. Sebagai basis analisa kualitatif keandalan dan ketersediaan.

6. Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta membantu bila sewaktu-waktu terjadi perubahan desain.

7. Sebagai data input untuk studi banding.

8. Sebagai basis untuk menentukan prioritas perawatan korektif.

FMEA merupakan salah satu bentuk analisa kualitatif yang bertujuan untuk menemukan akar permasalahan dari kegagalan yang timbul. FMEA menjelaskan dampak yang ditimbulkan apabila failure mode tersebut terjadi. Proses identifikasi terhadap failure modes dan failure effect sangat penting untuk perbaikan performansi dan mengeliminasi waste (Priyanta, Dwi. 2000).

3.3. Pemilihan Tindakan Perawatan

3.3.1. Dampak-dampak Kegagalan (Failure Consequences)

Dalam Reliability Centered Maintenance, konsekuensi kegagalan diklasifikasikan dalam 4 bagian, yaitu:

a. Hidden Failure Consequences, dimana kegagalan tersebut tidak dapat dibuktikan secara langsung sesaat setelah kegagalan berlangsung. Diperlukan suatu teknik khusus untuk mengatasi dampak kegagalan jenis ini.

b. Safety and Environment Consequences, terjadi apabila suatu kegagalan fungsi suatu item mempunyai konsekuensi terhadap keselamatan pekerja lainnya.


(49)

Environment Consequences terjadi apabila kegagalan suatu fungsi item berdampak pada kelestarian lingkungan.

c. Operational Consequences, suatu kegagalan dikatakan memiliki konsekuensi operasional ketika berakibat pada produksi atau operasional (kualitas produk, pelayanan terhadap konsumen atau biaya operasional untuk perbaikan komponen).

d. Non-Operational Consequences, suatu bukti kegagalan pada kategori ini adalah yang bukan tergolong dalam konsekuensi keselamatan ataupun produksi, jadi kegagalan ini hanya melibatkan biaya perbaikan komponen.

3.3.2. Proactive Maintenance Task and Initial Interval

Tindakan ini dilakukan sebelum terjadi kegagalan, dalam rangka untu menghindarkan item dari kondisi yang dapat menyebabkan kegagalan (failed state). Kegiatan ini biasa dikenal dengan predictive dan preventive maintenance. 1. Schedulled Restoration Task

Schedulled retoration task adalah tindakan pemulihan kemampuan item pada saat atau sebelum batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisinya saat itu. Tindakan ini secara teknik mungkin dilakukan apabila:

a. Dapat diidentifikasikan umur dimana item tersebut menunjukkan kemungkinan penambahan kecepatan terjadinya kondisi kegagalan.

b. Mayoritas dari item dapat bertahan pada umur tersebut (untuk semua item jika kegagalan memiliki konsekuensi terhadap keselamatan lingkungan).


(50)

Karakteristik kegagalan item dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu: a. Kegagalan awal (infant mortality failures)

Kegagalan awal pada umumnya terjadi pada awal pengoperasian suatu item. Kegagalan pada tahap ini ditandai dengan laju kerusakan menurun.

b. Kegagalan acak (random failures)

Kegagalan acak pada umunya terjadi pada item yang berjalan normal. Laju kegagalan pada tahap ini ditandai dengan laju kegagalan yang konstan.

c. Kegagalan usang (wear-out failure)

Pada usia kegunaan tertentu suatu item mengalami keusangan yang ditandai dengan laju kegagalan yang semakin meningkat. Untuk mengurangi pengaruh keusangan ini biasanya dilakukan penggantian (replacement) beberapa bagian alat bahkan seluruhnya dengan yang baru.

2. Schedulled Discard Task

Schedulled discard task adalah tidakan mengganti item pada saat/ sebelum batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisi item pada saat itu. Tindakan ini secara teknik mungkin dilakukan dalam kondisi berikut:

a. Dapat diidentifikasikan umur dimana item tersebut menunjukkan kemungkinan penambahan kecepatan terjadinya kegagalan.

b. Mayoritas dari item dapat bertahan pada umur tersebut (untuk semua item jika kegagalan memiliki kensekuensi terhadap keselamatan lingkungan).

3. Schedulled On-Condition Task

Schedulled on-condition task adalah kegiatan pemeriksaan terhadap potensial failure sehingga tindakan dapat diambil untuk mencegah terjadinya functional


(51)

failure. Dimana ptensial failure diidentifikasikan dengan sebuah kondisi yang dapat mengidentifikasikan sedang terjadi kegagalan atau proses kegagalan fungsi (Functional failure). Dalam teknik on-condition terdapat 4 bagian utama, yaitu:

a. Conditioning monitoring techniques, yang melibatkan penggunaan peralatan khusus untuk melakukan monitoring terhadap kondisi peralatan. b. Statistical process control,yaitu teknik pencegahan yang didasarkan atas

variasi kualitas produk yang dihasilkan.

c. Primary effect monitoring techniques, yang melibatkan peralatan seperti gauge yang ada dan peralatan untuk inspeksi monitoring.

d. Teknik inspeksi berdasarkan human sense dan predictive.

3.3.3. Default Action

Tindakan ini dilakukan ketika sudah berada dalam failed state dan dipilih ketika tindakan proactive task yang efektif tidak mungkin dilakukan. Default action meliputi:

1. Schedulled failure finding, meliputi tindakan pemeriksaan secara periode terhadap fungsi-fungsi yang tersembunyi untuk mengetahui apakah item tersebut telah rusak.

2. Re-design, membuat suatu perubahan untuk membangun kembali kemampuan suatu item. Hal ini mencakup modifikasi terhadap perangkat keras dan juga perubahan prosedur.


(52)

3. Run to failure, membiarkan item beroperasi sampai terjadi failure karena secara financial tindakan pencegahan yang dilakukan tidak menguntungkan.

3.3.4. Proposed task and Initial Interval

Proposed task berusaha mendeskripsikan tindakan pencegahan sebagai tindakan nyata untuk menterjemahkan hasil dari proactive task dan default action. Initial interval merupakan jarak perawatan yang optimal, terhadap proposed task yang ditemukan. Dengan demikian dapat diketahui tindakan perawatan yang tepat untuk sebuah mesin atau peralatan.

3.3.5. Menentukan Severity, Occurrence, Detection and RPN

Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim FMEA harus mendefisnisikan terlebih dahulu tentang severity, detection serta hasil akhirnya yang berupa risk priority number.

1. Severity

Menidentifikasikan dampak potensial yang terburuk yang daikibatkan oleh suatu kegagalan. Dampak ini ditentukan berdasarkan tingkat cedera yang dialami personel, tingkat kerusakan peralatan, akibat pada produksi dan lama downtime yang terjadi. Pengelompokan tingkatan severity dapat dilihat pada Tabel 3.1.

2. Frekuensi terjadinya kegagalan (occurrence)


(53)

Tabel 3.1. Tingkatan Severity

Ranking Akibat (Effect) Kriteria Verbal Akibat pada Produksi

1 Tidak ada akibat Tidak mengakibatkan apa-apa (tidak ada akibat), penyesuaian yang diperlukan

Proses dalam pengendalian

2 Akibat sangat

ringan

Mesin tetap beroperasi dan aman, hanya ada sedikit terjadi ganggauan kecil. Hanya terjadi sangat sedikit gangguan peralatan yang tidak berarti. Akibat hanya dapat diketahui oleh operator yang berpengalaman.

Proses berada dalam pengendalian, hanya membutukan sedikit penyesuaian

3 Akibat ringan Mesin tetap beroperasi dan aman, hanya ada sedikit terjadi ganggauan kecil. Akibat diketahui oleh semua operator.

Proses telah berada diluar pengendalian,

membutuhkan beberapa penyesuaian.

4 Akibat minor Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan beberapa kegagalan produk. Operator merasa tidak puas karena kinerja kurang.

Kurang dari 30 menit downtime atau tidak ada kehilangan waktu produksi. 5 Akibat moderat Mesin tetap beroperasi dan aman,

tetapi menimbulkan beberapa kegagalan produk. Operator merasa tidak puas karena kinerja kurang.

30 – 60 menit downtime

6 Akibat signifikan Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan kegagalan produk. Operator merasa sangat tidak puas dengan kinerja sendiri

1 – 2 jam downtime

7 Akibat major Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi tidak dapat dijalankan secara penuh. Operator merasa sangat tidak puas.

2 – 4 jam downtime

8 Akibat ekstrem Mesin tidak dapat beroperasi, telah kehilangan fungsi utama mesin.

4 – 8 jam downtime 9 Akibat serius Mesin gagal beroperasi, serta tidak

sesuai dengan peraturan keselamatan kerja.

>8 jam downtime

10 Akibat berbahaya Mesin tidak layak dioperasikan, karena dapat menimbulkan kecelakaan secara tiba-tiba, bertentangan dengan peraturan keselamatan kerja.


(54)

Tabel 3.2. Tingkatan Occurance

Ranking Kejadian Kriteria Tingkat Kejadian

Kerusakan 1 Hampir tidak

pernah ada

Kerusakan tidak pernah terjadi Lebih besar dari 10.000 jam operasi

2 Remote Kerusakan mesin jarang terjadi 6.001 – 10.000 jam operasi

3 Sangat sedikit Kerusakan mesin terjadi sangat sedikit

3.001 – 6.000 jam operasi

4 Sedikit Kerusakan mesin terjadi sedikit 2.001 – 3.000 jam operasi

5 Rendah Kerusakan mesin terjadi pada tingkat rendah

1.001 – 2.000 jam operasi

6 Medium Kerusakan mesin terjadi pada tingkat medium

401 – 1.000 jam operasi 7 Agak tinggi Kerusakan terjadi agak tinggi 101 – 400 jam operasi 8 Tinggi Kerusakan terjadi tinggi 11 – 100 jam operasi 9 Sangat tinggi Kerusakan terjadi sangat tinggi 2 – 10 jam operasi 10 Hampir selalu Kerusakan mesin selalu terjadi Kurang dari jam operasi

3. Detection

Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan kegagalan yang dapat terjadi. Nilai detection dapat dilihat dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Tingkat Detection

Ranking Akibat Kriteria Verbal

1 Hampir pasti Perawatan preventif akan selalu mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

2 Sangat tinggi Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

3 Tinggi Perawatan preventif memiliki kemungkinan tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.


(55)

Tabel 3.3. Tingkat Detection (Lanjutan)

Ranking Akibat Kriteria Verbal

4 Moderate highly

Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderate highly untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

5 Moderate Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderate untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

6 Rendah Perawatan preventif memiliki kemungkinan rendah untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

7 Sangat rendah Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat rendah untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

8 Remote Perawatan preventif memiliki kemungkinan remote untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

4. Risk Priority Number (Angka Prioritas Resiko/ RPN)

RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effect (severity), kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effect (occurrence) dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi pada pelanggan (detection). RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

RPN = Severity*Occurrence*Detection

Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan.


(56)

3.4. Evaluasi Keandalan 3.4.1. Keandalan

Keandalan didefinisikan sebagai probabilitas dari suatu item untuk dapat melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan, pada kondisi pengoperasian dan lingkungan tertentu untuk periode waktu yang telah ditentukan. Terminologi item yang dipakai di dalam definisi keandalan diatas dapat mewakili sembarang komponen, subsistem, atau sistem yang dapat dianggap sebagai satu kesatuan.

Definisi di atas dapat disarikan menjadi empat komponen pokok yaitu :

• Probabilitas

• Kinerja (performance) yang memadai

• Waktu

• Kondisi pengoperasian

Probabiltas, yang merupakan komponen pokok pertama, merupakan input numerik bagi pengkajian keandalan sutau sistem yang juga merupakan indeks kuantitatif untuk menilai kelayakan suatu sistem.

Dalam mengevaluasi keandalan suatu sistem, variabel random yang dipakai umumnya adalah waktu. Pada saat t = 0 komponen atau sistem berada dalam kondisi akan beroperasi, sehingga probabilitas komponen atau sistem itu untuk mengalami kegagalan pada saat t = 0 adalah 0. Pada saat t ∞ probabilitas untuk mengalami kegagalan dari suatu komponen atau sistem yang dioperasikan akan cenderung mendekati 1. Karakteristik ini sama dengan fungsi distribusi kumulatif. Fungsi distribusi kumulatif ini akan mengukur probabilitas kegagalan dari suatu sistem atau komponen sebagai fungsi dari waktu. Dalam terminologi


(57)

keandalan fungsi distribusi kumulatif ini dikenal sebagai fungsi distribusi kegagalan kumulatif (cumulative failure distribution function) atau disingkat distribusi kegagalan kumulatif (cumulative failure distribution). Distribusi kegagalan kumulatif ini biasanya dilambangkan dengan Q(t).

Jika R(t) menyatakan fungsi keandalan dari suatu komponen atau suatu sistem sebagai fungsi waktu maka hubungan antara fungsi keandalan R(t) dan distribusi kegagalan kumulatif atau fungsi ketakandalan Q(t) dihubungkan oleh sebuah formula di bawah ini.

R(t) = 1 -Q(t) (1.1)

Persamaan (1.1) menunjukkan bahwa fungsi distribusi probabilitas merupakan turunan dari distribusi probabilitas kumulatif. Dalam terminologi keandalan fungsi distribusi probabilitas ini disebut dengan fungsi densitas kegagalan (failure density function). Fungsi densitas kegagalan ini, yang dinotasikan dengan f(t), dapat diturunkan baik dari fungsi ketakandalan maupun fungsi keandalan seperti pada formula di bawah ini.

(1.2)

Sebaliknya fungsi ketakandalan maupun fungsi keandalan dapat diperoleh dari fungsi densitas kegagalan seperti yang dituliskan dalam formulasi di bawah ini.


(58)

(1.3) dan

(1.4)

3.4.2. Mean Time To Failure (MTTF)

Waktu rata-rata kegagalan (Mean Time To Failure = MTTF) dari suatu komponen yang memiliki fungsi densitas kegagalan (failure density function) f(t)

didefinisikan oleh nilai harapan dari komponen itu. Secara matematis waktu rata-rata kegagalan dapat diekspresikan sebagai :

(1.5)

Jika t selalu positif maka persamaan menjadi:

(1.6) Dengan integral parsial

u..dv = u.v

v.du


(59)

(1.7)

Maka persamaan di atas menjadi:

(1.8)

3.5. Fault Tree Analysis (FTA)

Teknik untuk mengidentifikasikan kegagalan (failure) dari suatu sistem dengan memakai FT (fault tree) diperkenalkan pertama kali pada tahun 1962 oleh

Bell Telephone Laboratories dalam kaitannya dengan studi tentang evaluasi

keselamatan sistem peluncuran minuteman misile antar benua. Boeing company

memperbaiki teknik yang dipakai oleh Bell Telephone Laboratories dan memperkenalkan progam komputer untuk melakukan analisa dengan memanfaatkan FT baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. FTA (Fault

Tree Analysis) berorientasi pada fungsi (functionoriented) atau yang lebih dikenal

dengan “ top down approach karena analisa ini berawal dari sistem level (top)

dan meneruskannya ke bawah. Titik awal dari analisa ini adalah pengidentifikasikan mode kegagalan fungsional pada top level dari suatu sistem atau subsistem.


(60)

menyebabkan kegagalan dari suatu sistem engineering dan probabilitas terjadinya

event tersebut dapat ditentukan dengan FTA. Sebuah TOP event yang merupakan

definisi dari kegagalan suatu sistem (system failure), harus ditentukan terlebih dahulu dalam mengkonstrusikan FTA. Sistem kemudian dianalisa untuk menemukan semua kemungkinan yang didefinesikan pada TOP event. FT adalah sebuah model grafis yang terdiri dari beberapa kombinasi kesalahan (fault) secara pararel dan secara berurutan yang mungkin menyebabkan awal dari failure event

yang sudah ditetapkan. Setelah mengidentifikasi TOP event, event-event yang memberi kontribusi secara langsung terjadinya top event diidentifikasi dan dihubungkan ke TOP event dengan memakai hubungan logika (logical link). Gerbang AND (AND gate) dan sampai dicapai event dasar yang idependent dan seragam (mutually independent basic event). Analisa deduktif ini menunjukan analisa kualitatif dan kuantitatif dari system engineering yang dianalisa. Sebuah

fault tree mengilustrasikan keadaan dari komponenkomponen sistem (basic event)

dan hubungan antara basic event dan TOP event. Simbol grafis yang dipakai untuk menyatakan hubungan disebut gerbang logika (logika gate). Output dari sebuah gerbang logika ditentukan oleh event yang masuk kegerbang tersebut.

Sebuah FTA secara umum dilakukan dalam 5 tahapan, yaitu:

1. Mendefinisikan problem dan kondisi batas (boundary condition) dari sistem 2. Pengkontruksian fault tree

3. Mengidentifikasi minimal cut set atau minimal path set

4. Analisa kualitatif dari fault tree


(61)

3.6. Perawatan (Maintenance)

Ada berbagai jenis perawatan yang banyak dilakukan secara praktis. Jenis-jenis perawatan ini secara skematis dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini, yang secara umum dibagi menjadi planned maintenance (perawatan terencana) dan

unplanned maintenance (perawatan tak terencana).

Perawatan terencana adalah perawatan yang diorganisir dan dilakukan dengan perencanaan dan pengonntrolan yang sudah ditentukan terlebih dahulu. Sedangkan perawatan tak terencana adalah satu jenis perawatan yang dilakukan tanpa perencanaan terlebih dahulu. Perawatan preventif adalah perawatan yang dilakukan pada interval waktu yang sudah ditentukan contoh dari strategi ini adalah scheduled maintenance atau berhubungan dengan kriteria yang sudah ditentukan contoh dari strategi ini adalah condition maintenance. Dengan melakukan perawatan preventif, mengandung maksud untuk mengurangi probabilitas kegagalan atau penurunan performance dari suatu sistem.

Perawatan korektif adalah perawatan yang dilakukan setelah peralatan mengalami kegagalan dan perawatan ini dimaksudkan untuk mengembalikan sistem ke keadaan dimana system tersebut dapat melakukan fungsinya kembali.

Emergency maintenance adalah salah satu jenis dari corrective

maintenance yang diperlukan untuk memfungsikan kembali peralatan secepatnya

agar dampak yang lebih buruk dapat dihindari.

Perawatan preventif dapat dibagi lagi menjadi scheduled maintenance

(perawatan terjadwal) dan condition based maintenance (Perawatan yang berbasis pada kondisi sistem). Perawatan terjadwaldilakukan pada interval waktu tertentu,


(62)

baik itu banyaknya jam kerja, jumlah siklus yang ytelah dilalui, dan lain–lain. Pemilihan intervalwaktu perawatan untuk satu komponen tertentu terbukti sangat sulit. Bentuk dari perawatan preventif biasanya berupa pengecekan (inspection) terhadap berbagai komponen secara periodik untuk menentukan apakah pengaturan (adjustment) dan penggantian (replacement) sudah diperlukan. Jika interval ini terlalu sering, maka pengecekan ini akan mengurangi ketersediaan sistem dan menambah resiko kesalahan re-assembly. Sedangkan pengecekan yang jarang mungkin akan menimbulkan kerusakan sistem yang tidak diinginkan.

Gambar 3.1. Pembagian Jenis-jenis Perawatan

Condition based maintenance (perawatan yang berbasis pada kondisi

sistem) adalah perawatan terhadap suatu yang dilakukan sebagai hasil dari suatu kondisi yang sudah diketahui dari hasil pemantauan secara kontinyu atau secara periodik. Kegiatan perawatan dilakkukan hanya jika kondisin dari peralatan


(63)

menunjukkan bahwa peralatan tersebut membutuhkan perawatan. Dengan pendekatan ini perawatan hanya dilakkukan bila hal itu diperlukan.

Condition monitoring (pemantauan kondisi) adalah pengukuran secara

periodik dan kontinu dan menginterpretasikan data yang menunjukkan kondisi dari peralatan dan menentukan apakah peralatan tersebut perlu membutuhkan perawatan atau tidak.


(64)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Smart, Tbk. berlokasi di Jalan Ujung Baru, Kelurahan Belawan I, Kecamatan Medan Belawan, pada bulan Maret 2011 – Desember 2011.

4.2. Bentuk Penelitian

Objek penelitian diamati dan dipelajari sehingga dapat digambarkan kondisi aktual yang sedang berlangsung. Kemudian dilakukan studi untuk melakukan perbaikan-perbaikan dengan menggunakan ilmu-ilmu yang terkait. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi perusahaan di masa mendatang. Berdasarkan sifatnya jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif.

4.3. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah mesin boiler berbahan bakar batu bara yang digunakan untuk menghasilkan steam di dalam produksinya. Penelitian difokuskan pada perencanaan pemeliharaan mesin dengan penerapan Reliability Centered Maintenance (RCM) di PT. Smart, Tbk.


(1)

6.3. Analisis Solusi Alternatif Kegiatan Perawatan 6.3.1. Bucket Elevator

Berdasarkan beberapa solusi alternatif kegiatan perawatan yang ada maka dapat dipilih beberapa kegiatan perawatan yang dapat diterapkan di perusahaan. Tindakan Schedulled On-Condition Task dapat diterapkan dengan cara teknik inspeksi berdasarkan human sense. Hal ini disebabkan oleh ketidaktersediaan peralatan untuk melakukan kegiatan perawatan berupa conditioning monitoring technnique dan primary effect monitoring technique.

Kegiatan re-design juga tidak dapat dilakukan karena biaya yang ditimbulkan akan lebih besar dari hasil yang diperoleh. Kegiatan perawatan yang dapat dilakukan untuk bucket elevator adalah melakukan inspeksi secara keseluruhan komponen dan menggunakan semua komponenb sampai mengalami kerusakan.

6.3.2. Screw Feeder

Kegiatan perawatan untuk screw feeder berupa penggantian komponen terjadwal, pemeriksaan secara periodik dan condition monitoring technique. Berdasarkan data historis dan perhitungan waktu penggantian yang optimum, maka untuk komponen baut penghubung screw feeder dengan motor listrik dapat dilakukan penggantian terjadwal. Artinya walaupun pada saat waktu penggantian komponen yang telah ditetapkan komponen tersebut belum rusak, harus tetap dilakukan penggantian komponen. Selain itu pemeriksaan secara periodik untuk semua komponen juga dilakukan.


(2)

6.3.3. Soot Blower

Kegiatan perawatan untuk soot blower dapat dilakukan dengan pemeriksaan secara periodik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memantau kondisi soot blower sehingga ketika terjadi gejala-gejala yang mengindikasikan adanya gangguan pada komponen-komponennya maka dapat diambil tindakan yang tepat secepat mungkin. Hal lain yang dilakukan adalah penggantian komponen bearing sesuai dengan jadwal.

6.3.4. FD Fan

Kegiatan perawatan yang dilakukan untuk FD Fan adalah inspeksi secara berkala. Sedangkan untuk tindakan penggantian komponen dilakukan jika komponen telah mengalami kerusakan. Hal ini dilakukan karena berdasarkan data historis komponen FD Fan tidak terlalu sering mengalami penggantian. Komponen-komponen ini perlu adanya perawatan yang rutin.

6.3.5. Fuel Transport Fan

Kegiatan perawatan untuk fuel transport fan adalah inspeksi secara berkala. Tindakan penggantian komponen dilakukan secara run to failure. Tindakan secara primary effect monitoring technique tidak dapat diterapkan karena keterbatasan alat.


(3)

6.3.6. Feed Water Pump

Kegiatan perawatan untuk kegiatan feed water pump dilakukan dengan pemeriksaan secara periodik. Tindakan untuk penggantian komponen seal diulakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.


(4)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Mesin yang memerlukan perawatan intensif di PT. Smart, Tbk. adalah mesin boiler.

2. Sub sistem mesin boiler yang sering mengalami kerusakan adalah sub sistem air umpan dan bahan bakar.

3. Komponen pada sub sistem air umpan yang sering mengalami kerusakan adalah komponen seal pada feed water pump, sedangkan pada sub sistem bahan bakar komponen yang sering mengalami kerusakan adalah komponen bearing pada soot blower dan baut penghubung pada screwfeeder dan motor listrik.

4. Kerusakan komponen motor listrik disebabkan oleh over heating, kotor, vibrasi dan kualitas listrik yang dipakai.

5. Kerusakan komponen bearing disebabkan oleh terkontaminasi material lain, metode pelumasan yang tidak tepat, jenis pelumasan yang digunakan tidak tepat dan kesalahan pada pemasangan saat melakukan replacement.


(5)

7. Kerusakan komponen seal disebabkan oleh tercampurnya material lain serta panas yang berlebihan.

8. Kegiatan perawatan mesin boiler dilakukan dengan pemeriksaan harian, bulanan dan tahunan.

9. Penggantian untuk komponen baut penghubung pada screwfeeder dan motor listrik adalah pada saat usia komponen memasuki bulan kelima.

10. Penggantian untuk komponen bearing adalah pada saat usia komponen memasuki bulan kedua.

11. Penggantian untuk komponen seal adalah pada saat usia komponen memasuki bulan ketiga.

7.2. Saran

1. Perencanaan kegiatan perawatan sebaiknya dilakukan dengan disiplin.

2. Pihak perusahaan perlu menanamkan kesadaran kepada seluruh karyawan untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam usaha mengoptimalkan produktivitas kerja.

3. Perlu dilakukan pelatihan-pelatihan untuk menerapkan kegiatan pemeliharaan dan perawatan mesin.

4. Kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian perlu dilakukan untuk tercapainya continous improvement yang akan meningkatkan produktivitas perusahaan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Azis, Mohammad Rahril dkk. 2009. Penerapan Metode Reliabilyty Centered Maintenance (RCM) Berbasis Web. Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta.

Campbell, John D. 1999. Reliability Handbook. Elliot Publication. Burington. Dhillon, B, S. 2006. Maintainability, Maintenance and Reliability for

Engineering. CRC Press. New York.

Kapur, K. 1977. Reliability In Engineering Design. John Wiley. Canada. Nasution, Arman Hakim. 2006. Manajemen Industri. ANDI. Yogyakarta.

Priyanta, Dwi. 2000. Keandalan dan Perawatan. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Sodikin, Imam. 20087. Penentuan Interval Perawatan Preventif Komponen Elektrik dan Komponen Mekanik yang Optimal pada Mesin Excavator dengan Pendekatan Model Jardine. IST AKPRIND. Yogyakarta.

Smith, David J. 2005. Relianility, Maintainability and Risk. Seventh Edition. Elsevier. United Kingdom.