EFEK MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS KOGNITIF-SOSIAL DAN NON-KONSTRUKTIVIS KONVENSIONAL TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA DASAR MAHASISWA PROGRAM S1 PMIPA LPTK-FKIP UNIVERSITAS.

(1)

vii DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI………... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang Masalah………. 1.2 Ruang Lingkup Masalah……… 1.3 Rumusan Masalah……….. 1.4 Definisi Istilah... 1.5 Tujuan Penelitian... 1.6 Hipotesis... 1.8 Manfaat Penelitian... BAB II LANDASAN TEORETIK... 2.1 Konstruktivisme... 2.1.1. Konstruktivisme Kognitif Piaget... 2.1.2. Konstruktivisme Sosial Vygotsky... 2.2 Implikasi Konstruktivisme dalam Pengajaran IPA... 2.3 Perancangan Model Pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial... 2.4 Model Pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional

dalam Pengajaran Fisika Dasar... BAB III METODE PENELITIAN……….. 3.1 Populasi dan Sampel……….. 3.2 Desain dan Prosedur Penelitian………..

3.2.1 Desain Penelitian Eksperimen

Berbasis Desain Faktorial………. 3.2.2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian………. 3.3 Instrumen Penelitian……….. 3.4 Model Pembelajaran yang Diperlakukan (treatment)………

3.4.1 Perancangan Kerangka Model Pembelajaran

Konstruktivis Kognitif-Sosial………... 3.4.2 Perancangan Kerangka Model Pembelajaran

Non Konstruktivis Konvensional

dalam pengajaran Fisika Dasar... 3.5 Teknik Analisis Data……….. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 4.1 Hasil Penelitian...

...i ...iii ..vii ...ix ...xi .xiii .…1 .…1 .…5 .…6 ...7 ...9 ...10 ...12 ...14 ...14 ...15 ...21 ...26 ...44 ...58 ...61 ...61 ...62 ...62 ...66 ...69 ...73 ...73 ...80 ...82 ...86 ...86


(2)

viii

Sebelum Perlakuan Eksperimen………... 4.1.2 Hasil Pelaksanaan Tes Awal dan Tes Akhir Secara Deskriptip…….

4.1.2.1 KKFF, KS, dan PK Berdasarkan

Pengelompokan terhadap Perlakuan……… 4.1.2.2 KKFF, KS, dan PK Berdasarkan Pengelompokan

terhadap Tingkat Berpikir Logis……….. 4.1.2.3 KKFF, KS, dan PK Berdasarkan Pengelompokan

terhadap Perlakuan dan Tingkat Berpikir Logis……….. 4.1.2.4 Jenis Konsepsi Keliru yang Ditemukan………... 4.1.3 Pengujian Hipotesis-hipotesis Penelitian...

4.1.3.1 Pengujian Hipotesis Pertama... 4.1.3.2 Pengujian Hipotesis Kedua ... 4.1.3.3 Pengujian Hipotesis Ketiga... 4.1.3.4 Pengujian Hipotesis Keempat... 4.1.3.5 Pengujian Hipotesis Kelima... 4.1.3.6 Pengujian Hipotesis Keenam... 4.1.4 Persepsi Mahasiswa tehadap

Model Pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial... 4.1.5 Pelaksanaan Model Pembelajaran yang Diperlakukan...

4.1.5.1 Pelaksanaan Model Pembelajaran

Non Konstruktivis Konvensional... 4.1.5.2 Pelaksanaan Model Pembelajaran

Konstruktivis Kognitif-Sosial... 4.1.5.3 Evaluasi Pelaksanaan Model Pembelajaran

Non Konstruktivis Konvensional dan Model Pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial………... 4.2 Pembahasan... 4.2.1 Hasil Pengujian Hipotesis... 4.2.2 Pengajaran Fisika Dasar... 4.2.3 Keterbatasan Penelitian... BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI... 5.1 Kesimpulan... 5.2 Implikasi... 5.3 Rekomendasi... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN-LAMPIRAN...158 - RIWAYAT HIDUP... ...86 ...90 ...91 ...94 ...97 .101 .104 .106 .111 .113 .116 .118 .121 .123 .125 .125 .128 .134 .136 .136 .141 .143 .147 .147 .151 .152 .155 169 .170


(3)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Konsep Struktur Kognitif, Fungsi dan Tahap……… 2.2 Ikhtisar Empat Tahap Perkembangan……… 2.3 Hubungan antara Fungsi Pengajaran

dan Bentuk Pengajaran Model Pembelajaran

Non Konstruktivis Konvensional... 3.1 Pasangan-pasangan variabel terikat, faktor, kontrol

dan kovariat yang dianalisis dengan analisis kovariansi... 3.2 Kerangka analisis statistik Eksperimen Faktorial 2 x 2

untuk pengujian Hipotesis Pertama, Ketiga dan Kelima……….. 3.3 Kerangka analisis statistik pengujian

Hipotesis Kedua, Keempat dan Keenam………. 3.4 Perincian Kegiatan pada Setiap Tahapan Penelitian... 3.5 Instrumen Penelitian... 4.1 Pelaksanaan Pengajaran Fisika Dasar

sebelum perlakuan eksperimen... 4.2 KKFF, KS, dan PK berdasarkan pengelompokan terhadap perlakuan... 4.3 KKFF, KS, dan PK berdasarkan pengelompokan

terhadap tingkat berpikir logis……….. 4.4 KKFF, KS, dan PK berdasarkan pengelompokan

terhadap perlakuan dan tingkat berpikir logis……….. 4.5 Konsepsi Keliru yang hanya muncul sebelum pembelajaran……… 4.6 Konsepsi Keliru yang tetap bertahan setelah pembelajaran………... 4.7 Konsepsi Keliru yang hanya muncul pada akhir pembelajaran………. 4.8 Hasil analisis kovariansi pengujian Hipotesis Pertama... 4.9 Uji t Hipotesis Nol dari Hipotesis Pertama A... 4.10 Uji t Hipotesis Nol dari Hipotesis Pertama B...

….15 ….20

….59

….65

….65

….66 ….66 ….72

….87 ….91

….95

….98 ...102 ...103 ...105 ...106 ...110 ...110


(4)

x

4.12 Hasil analisis kovariansi pengujian Hipotesis Ketiga... 4.13 Uji t Hipotesis Nol dari Hipotesis Ketiga... 4.14 Hasil analisis kovariansi pengujian Hipotesis Keempat……….. 4.15 Hasil analisis kovariansi pengujian Hipotesis Kelima………. 4.16 Uji t Hipotesis Nol dari Hipotesis Kelima………... 4.17 Hasil analisis kovariansi pengujian Hipotesis Keenam………... 4.18 Persepsi mahasiswa terhadap Model Pembelajaran KKS………

...114 ...114 ...117 ...119 ...119 ...122 ...124


(5)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Desain Penelitian Eksperimen Faktorial 2 X 2 ……… 3.2 Alur Pelaksanaan Penelitian………... 3.3 Kerangka Model Pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial…………. 3.4 Kerangka Model Pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional……… 4.1 Hubungan KKFF dan Model………. 4.2 Hubungan KKFF dan Jurusan……… 4.3 Hubungan KKFF dan Model*Jurusan………... 4.4 Hubungan KKFF dan Model*TBL……… 4.5 Hubungan KS dan Model………... 4.6 Hubungan KS dan Jurusan………. 4.7 Hubungan KS dan Model*Jurusan……… 4.8 Hubungan KS dan Model*TBL………... 4.9 Hubungan PK dan Model………... 4.10 Hubungan PK dan Jurusan………... 4.11 Hubungan PK dan Model*Jurusan……….. 4.12 Hubungan PK dan Model*TBL...

...63

...68

...74

...81

...107

...107

...108

...113

...115

...115

...115

...118

...120

...120

...120


(6)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

3.1 Tes Kemampuan Konkret dan Formal Fisika……… 3.2 Jawaban Tes Kemampuan Konkret dan Formal Fisika………. 3.3 Tes Pemahaman Konsep……… 4.1 Skor Tes Awal dan Tes Akhir secara Keseluruhan……… 4.2 Struktur Jawaban Para Mahasiswa

terhadap Tes Pemahaman Konsep……….………... ...158 ...159 ...161 ...162


(7)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Program Bersama yang wajib diikuti oleh semua mahasiswa dari semua jurusan/program studi, pertama kali diperkenalkan dalam Kurikulum Program S1 PMIPA LPTK-FKIP Universitas pada 1990 (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990: 76). Sejak itu sampai sekarang ini, Program Bersama tetap menjadi bagian Kurikulum Program S1 PMIPA LPTK-FKIP Universitas. Tujuan Program Bersama adalah untuk membina landasan berpikir yang sama dan mengembangkan wawasan yang luas mengenai rumpun MIPA. Program Bersama juga berfungsi sebagai wahana bagi pengembangan sikap ilmiah dan pembinaan cara-cara belajar di perguruan tinggi. Selain itu, Program Bersama adalah landasan untuk mempelajari bahan-bahan perkuliahan selanjutnya dalam bidang studi dalam lingkup Program S1 PMIPA LPTK-FKIP Universitas. Program Bersama sebagian besar diberikan pada tahun pertama, sehingga lebih dikenal sebagai Tahap Pertama Bersama (TPB).

Program Bersama terdiri dari mata kuliah: Kalkulus I dan II, Fisika Dasar I dan II, Kimia Dasar I dan II, Biologi Umum dan Pengetahuan Lingkungan. Oleh karena itu, Program Bersama merupakan bagian dari program bidang studi dalam lingkup Program S1 PMIPA LPTK-FKIP Universitas. Dengan demikian, Fisika Dasar I dan II juga dimaksudkan untuk mengembangkan tujuan-tujuan Program bersama tersebut di atas. Selain itu, Fisika Dasar I dan II dimaksudkan untuk memberi landasan fisika bagi mahasiswa dengan bertolak dari pengetahuan


(8)

fisika yang telah diperoleh di SMA, agar mahasiswa mampu menerapkan berbagai konsep dan prinsip yang tercakup dalam topik-topik mata kuliah tersebut.

Dalam rangka pelaksanaan Kurikulum Program S1 PMIPA LPTK-FKIP Universitas, Ditjen Dikti melalui Tim Basic Science LPTK mengundang dosen-dosen senior LPTK untuk mengikuti Pelatihan Jangka Pendek gelombang pertama bagi persiapan perkuliahan TPB pada awal 1990, selama tiga bulan di Institut Teknologi Bandung (ITB) (Sihite & Silalahi, 1995: i). Untuk mencapai tujuan-tujuan dan fungsi-fungsi TPB yang dikemukakan di atas, dalam pelatihan tersebut diperkenalkan dan dianjurkan pemakaian model pembelajaran yang merupakan empat tahap kegiatan: orientasi, latihan, umpan balik, dan tindak lanjut. Model pembelajaran tersebut ternyata bukan model pembelajaran konstruktivis sebagaimana yang dianjurkan dalam literatur pendidikan IPA luar negeri dan dalam negeri ketika itu.

Dalam waktu bersamaan dengan pengajuan model pembelajaran di atas, ternyata dalam literatur pendidikan IPA luar negeri maupun dalam negeri dianjurkan pemakaian model pembelajaran konstruktivis dalam pendidikan IPA. Penganjuran pemakaian model pembelajaran konstruktivis dalam literatur pendidikan IPA luar negeri dapat dilihat antara lain pada tulisan: Collea et al, 1975; Bell, 1993; Glasson & Lalik, 1993; Lawson, 1989; Strike & Posner 1985 dan West & Pines, 1985; serta untuk literatur dalam negeri antara lain pada tulisan: Tytler, 1996 dan van den Berg (editor), 1991. Model pembelajaran konstruktivis didasarkan pada konstruktivisme kognitif yang dikembangkan


(9)

terutama oleh Piaget (Roth & Roychoudury, 1993: 504-505) dan konstruktivisme sosial yang dikembangkan terutama oleh Vygotsky (Roth & Roychoudury, 1993: 504-505). Model pembelajaran konstruktivis dalam literatur pendidikan IPA antara lain:

(1) model pembelajaran yang didesain Lawson, Abraham dan Renner yang menekankan pada peranan berpikir hypothetico-deductive (Glasson & Lalik ,1993: 187);

(2) model pembelajaran yang didesain Posner, Strike, Hewson dan Gertzog ditekankan pada pentingnya pengetahuan sebelumnya (prior knowledge) (pandangan konstruktivis tentang belajar) dan konflik kognitif (berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget) dalam belajar sains (Glasson & Lalik ,1993: 188); (3) model pembelajaran siklus belajar dikembangkan oleh Robert Karplus dan koleganya (Trowbridge & Bybee, 199: 306);

(4) model pembelajaran berdasarkan pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) (Yager, 1992: 14-17));

(5) model pembelajaran untuk pengubahan konsepsi yang dikembangkan Dewey et al (1992: 615-652).

Namun, semua model pembelajaran konstruktivis tersebut di atas belum ada satupun yang sekaligus memfasilitasi konstruktivisme kognitif dan sosial dalam satu model pembelajaran. Oleh karena itu, perlu dicari bentuk model pembelajaran yang dapat memfasilitasi konstruktivisme kognitif dan sosial, yang sesuai dengan setting pembelajaran Fisika Dasar di LPTK-FKIP Universitas dalam rangka mencapai tujuan tujuan Program Bersama di atas.


(10)

Menurut Watts (1994: 51) ciri model pembelajaran konstruktivis adalah mesti tergambar penanganan terhadap pengetahuan awal dalam strategi pengajaran model pembelajaran tersebut. Penanganan yang diinginkan adalah terjadinya perubahan konsepsi (conceptual change) dengan memakai strategi pengajaran model dimaksud. Dengan mengacu pada kata kunci tersebut, dapat diketahui bahwa model pembelajaran dengan strategi pengajaran berupa rangkaian empat tahap kegiatan: orientasi, latihan, umpan balik dan tindak lanjut, di atas cenderung merupakan model pembelajaran non-konstruktivis. Tidak tergambar penanganan terhadap pengetahuan awal dalam strategi model pembelajaran tersebut. Kecenderungan non-konstruktivis itu dapat juga diidentifikasi dari Satuan Acara Perkuliahan (SAP) yang disusun dosen Fisika Dasar yang telah mengikuti Pelatihan Jangka Pendek tersebut di atas, serta dari hasil penelitian Sinuraya (1996: 20-21).

Berdasarkan keadaan pengajaran Fisika Dasar sebagaimana diuraikan di atas, penting meneliti masalah: manakah yang lebih baik di antara model pembelajaran konstruktivis dan model pembelajaran yang memuat empat tahap kegiatan: orientasi, latihan, umpan balik dan tindak lanjut yang cenderung non-konstruktivis dalam pelaksanaannya dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa? Jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut tanpa diteliti, dikhawatirkan pembelajaran Fisika Dasar tidak mencapai target penyertaan mata kuliah Fisika Dasar tersebut sebagai mata kuliah Program Bersama Program S1 PMIPA LPTK-FKIP Universitas.


(11)

1.2 Ruang Lingkup Masalah

Penelitian ini diarahkan pada pengembangan dan pengujicobaan model pembelajaran konstruktivis kognitif-sosial yang sesuai dengan keadaan di Indonesia. Dalam pengembangan model pembelajaran tersebut, kedua pandangan konstruktivis (kognitif dan sosial) tentang belajar dipakai (bukan digabung,

artinya bukan memunculkan suatu teori yang merupakan gabungan dari keduanya) untuk mengarahkan pemilihan langkah-langkah spesifik dalam strategi

konstruktivis Yager (1991: 15-16). Proses Belajar Mengajar (PBM) dalam model pembelajaran konstruktivis tersebut diatur sesuai arahan sintaks menurut pengertian sintaks dalam kerangka model pembelajaran menurut Joyce et al (1992: 14).

Model pembelajaran konstruktivis kognitif-sosial diujicobakan melalui perbandingan dengan model pembelajaran berupa rangkaian empat tahap kegiatan: orientasi, latihan, umpan balik dan tindak lanjut dalam pembelajaran Fisika Dasar. Dalam disertasi ini, model pembelajaran pembanding tersebut disebut Model Pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional dalam pembelajaran Fisika Dasar. Prosedur penerapan model pembelajaran tersebut dapat diketahui dan dipantau dari hasil telaahan terhadap SAP yang disusun oleh dosen yang telah mengikuti pelatihan jangka pendek dalam negeri bagi persiapan perkuliahan Program Bersama PMIPA LPTK-FKIP Universitas, pada 1990 di ITB Bandung (Sihite & Silalahi, 1995: i).

Model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial dan Model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional diterapkan dalam perkuliahan Fisika Dasar II di


(12)

LPTK tempat penelitian untuk pokok bahasan: Medan Magnet; Interaksi Muatan Listrik dan Medan Magnet; Induksi Elektromagnetik; Sifat-sifat Kemagnetan Benda; Arus Listrik Bolak-Balik; Gejala Kuantum; serta Atom. Pokok-pokok bahasan tersebut merupakan materi perkuliahan mata kuliah Fisika Dasar II pada tengah semester kedua di di LPTK tempat penelitian.

1.3 Rumusan Masalah

Fokus masalah penelitian ini adalah: manakah yang lebih baik antara Model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial dan Model pembelajaran Non-konstruktivis Konvensional dalam meningkatkan hasil belajar Fisika Dasar mahasiswa? Permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran Fisika Dasar sebelum perlakuan

eksperimen penelitian menurut dosen Fisika Dasar?

2) Model pembelajaran manakah di antara: model pembelajaran Konstruktivis

Kognitif-Sosial (KKS) dan model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional (NKK) yang lebih baik dalam meningkatkan Kemampuan Konkret dan Formal Fisika mahasiswa pada pengajaran Fisika Dasar?

3) Pada penggunaan model pembelajaran (KKS dan NKK) dan tingkat berpikir

logis mahasiswa (Konkret dan Formal) yang manakah yang lebih baik dalam meningkatkan Kemampuan Konkret dan Formal Fisika mahasiswa pada pengajaran Fisika Dasar?


(13)

model pembelajaran NKK yang lebih baik dalam meningkatkan Konsepsi

saintifik mahasiswa pada pengajaran Fisika Dasar?

5) Pada penggunaan model pembelajaran (KKS dan NKK) dan tingkat

berpikir logis mahasiswa (Konkret dan Formal) yang manakah yang lebih baik dalam meningkatkan Konsepsi saintifik mahasiswa pada pengajaran

Fisika Dasar?

6) Model pembelajaran manakah di antara: model pembelajaran KKS dan

model pembelajaran NKK yang lebih baik dalam meningkatkan Perubahan Konsepsi mahasiswa pada pengajaran Fisika Dasar?

7) Pada penggunaan model pembelajaran (KKS dan NKK) dan tingkat berpikir

logis mahasiswa (Konkret dan Formal) yang manakah yang lebih baik dalam meningkatkan Perubahan Konsepsi mahasiswa pada pengajaran Fisika Dasar?

8) Apakah kelebihan dan kekurangan model pembelajaran KKS dibandingkan

dengan model pembelajaran konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar menurut mahasiswa?

1.4 Definisi Istilah

1) Model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial (KKS) adalah model

pembelajaran yang menganut pandangan konstruktivisme kognitif dan sosial dan memuat empat tahap kegiatan, yakni: Invitasi, Eksplorasi, Pengajuan Eksplanasi dan Solusi serta Pengambilan Tindakan.


(14)

pembelajaran yang memuat empat tahap kegiatan: Orientasi, Latihan, Umpan

Balik, dan Tindak Lanjut.

3) Kemampuan Konkret dan Formal Fisika (KKFF) adalah kemampuan

menyelesaikan soal fisika yang hanya dapat diselesaikan dengan menggunakan defenisi dan persamaan yang telah dipelajari (untuk soal Konkret Fisika); dan kemampuan menyelesaikan soal fisika melalui analisis menyeluruh dan improvisasi (untuk soal Formal Fisika).

4) Konsepsi Saintifik (KS) adalah konsepsi yang sesuai (sejalan) dengan

konsepsi fisikawan.

5) Konsepsi Keliru (KK) adalah konsepsi yang tidak sesuai atau tidak sejalan

atau bertentangan dengan konsepsi fisikawan.

6) Perubahan Konsepsi (PK) adalah: perubahan konsepsi keliru sebelum

pembelajaran menjadi konsepsi saintifik setelah pembelajaran.

7) a) Tingkat Berpikir Logis adalah kemampuan berpikir logis yang diukur

dengan Tes Tingkat Berpikir Logis (Tes TBL) {Test of Logical Thinking

(TOLT)} yang disusun Kenneth Tobin dan William Capie sekitar 1980, dan

telah diadaptasikan oleh Mohamad Nur dalam setting Indonesia (Nur, 1991). b) Mahasiswa yang mempunyai TBL Konkret adalah mahasiswa yang memperoleh skor antara 0-5 pada Tes TBL.

c) Mahasiswa yang mempunyai TBL Formal adalah mahasiswa yang memperoleh skor antara 6-10 pada Tes TBL


(15)

1.5 Tujuan Penelitian

1) Mendapat informasi tentang pelaksanaan pengajaran Fisika Dasar sebelum

perlakuan eksperimen penelitian.

2) Menentukan model pembelajaran yang lebih baik dalam meningkatkan

Kemampuan Konkret dan Formal Fisika mahasiswa di antara: model pembelajaran KKS dan model pembelajaran NKK pada perkuliahan Fisika Dasar.

3) Menentukan model pembelajaran (KKS dan NKK) dan Tingkat Berpikir

Logis mahasiswa (Konkret dan Formal) yang lebih baik dalam meningkatkan Kemampuan Konkret dan Formal Fisika mahasiswa pada pengajaran Fisika Dasar.

4) Menentukan model pembelajaran yang lebih baik dalam meningkatkan

Konsepsi saintifik mahasiswa di antara: model pembelajaran KKS dan model pembelajaran NKK pada pengajaran Fisika Dasar.

5) Menentukan model pembelajaran (KKS dan NKK) dan Tingkat Berpikir

Logis mahasiswa (Konkret dan Formal) yang lebih baik dalam meningkatkan Konsepsi saintifik mahasiswa pada pengajaran Fisika Dasar.

6) Menentukan model pembelajaran yang lebih baik dalam meningkatkan

Perubahan Konsepsi mahasiswa di antara: model pembelajaran KKS dan model pembelajaran NKK pada pengajaran Fisika Dasar.

7) Menentukan model pembelajaran (KKS dan NKK) dan Tingkat Berpikir

Logis mahasiswa (Konkret dan Formal) yang lebih baik dalam meningkatkan perubahan Konsepsi mahasiswa pada pengajaran Fisika Dasar.


(16)

8) Menentukan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran KKS

dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional yang biasa diterapkan dalam pengajaran Fisika Dasar sebelum perlakuan penelitian.

1.6 Hipotesis

Dalam pengajaran Fisika Dasar, diajukan hipotesis-hipotesis penelitian sebagai berikut:

Hipotesis Pertama: Kemampuan Konkret dan Formal Fisika mahasiswa

pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS lebih baik daripada Kemampuan Konkret dan Formal Fisika mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK.

Hipotesis Kedua:

A. Kemampuan Konkret dan Formal Fisika mahasiswa kelompok TBL

Konkret pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS lebih baik daripada Kemampuan Konkret dan Formal Fisika mahasiswa kelompok TBL Konkret pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK.

B. Kemampuan Konkret dan Formal Fisika mahasiswa kelompok TBL

Formal pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS lebih baik daripada Kemampuan Konkret dan Formal Fisika mahasiswa kelompok TBL Formal pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK.

Hipotesis Ketiga: Konsepsi Saintifik mahasiswa pada pembelajaran

dengan model pembelajaran KKS lebih baik daripada Konsepsi Saintifik mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK.


(17)

Hipotesis Keempat:

A. Konsepsi Saintifik mahasiswa kelompok TBL Konkret pada

pembelajaran dengan model pembelajaran KKS lebih baik daripada Konsepsi Saintifik mahasiswa kelompok TBL Konkret pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK.

B. Konsepsi Saintifik mahasiswa kelompok TBL Formal pada pembelajaran

dengan model pembelajaran KKS lebih baik daripada Konsepsi Saintifik mahasiswa kelompok TBL Formal pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK.

Hipotesis Kelima: Perubahan Konsepsi mahasiswa pada pembelajaran

dengan model pembelajaran KKS lebih baik daripada Perubahan Konsepsi mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK.

Hipotesis Keenam:

A. Perubahan Konsepsi mahasiswa kelompok TBL Konkret pada

pembelajaran dengan model pembelajaran KKS lebih baik daripada Perubahan Konsepsi mahasiswa kelompok TBL Konkret pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK.

B. Perubahan Konsepsi mahasiswa kelompok TBL Formal pada

pembelajaran dengan model pembelajaran KKS lebih baik daripada Perubahan Konsepsi mahasiswa kelompok TBL Formal pada pembelajaran dengan model pembelajaran NKK.


(18)

1.7 Manfaat Penelitian

Berdasarkan pada tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian adalah:

1) Memberikan model pembelajaran KKS yang sudah diuji coba dan siap pakai

kepada dosen pengelola mata kuliah Fisika Dasar pada LPTK-FKIP Universitas khususnya dan dosen-dosen pengelola mata-mata kuliah Program Bersama LPTK-FKIP Universitas umumnya. Model pembelajaran KKS tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan terjadinya PBM yang memicu peningkatan hasil belajar mahasiswa. Jika model pembelajaran yang diajukan dalam penelitian ini lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran NKK dalam pembelajaran Fisika Dasar, maka model pembelajaran tersebut telah teruji keefektifannya. Jika sebaliknya yang terjadi, maka perlu dilacak lebih lanjut faktor-faktor penyebab ketidakefektifannya, karena secara teoretis (berdasarkan pada hasil penelitian peneliti pendidikan IPA) banyak sekali keuntungan yang diperoleh jika model pembelajaran konstruktivis diterapkan dalam proses belajar mengajar IPA.

2) Model pembelajaran KKS yang sudah diuji coba dan siap pakai sebagai hasil

penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pengelola FPMIPA LPTK-FKIP Universitas dalam merancang perkuliahan yang efektif untuk mencapai maksud/tujuan pelaksanaan Program Bersama PMIPA LPTK-FKIP Universitas. Masukan tersebut adalah temuan penelitian berupa proses belajar mengajar dan hasil belajar memakai model pembelajaran KKS dan model pembelajaran NKK dalam pembelajaran Fisika Dasar serta


(19)

konsepsi mahasiswa terhadap konsep-konsep materi perkuliahan tengah

semester kedua mata kuliah Fisika Dasar II PMIPA LPTK-FKIP Universitas.

3) Model pembelajaran KKS yang sudah diuji coba dan siap pakai sebagai hasil

penelitian ini dapat dimanfaatkan penyusun Kurikulum Inti Program S1 PMIPA LPTK-FKIP Universitas untuk mengevaluasi keefektifan model pembelajaran NKK dalam pembelajaran Fisika Dasar yang ‘disarankan’ dipakai dalam perkuliahan Program Bersama PMIPA LPTK-FKIP Universitas.

4) Soal-soal fisika yang telah dikategorikan sebagai soal-soal konkret dan

formal fisika dan telah ditentukan validitas dan reliabilitasnya dapat dimanfaatkan oleh dosen Fisika Dasar PMIPA LPTK-FKIP Universitas untuk mengukur kemampuan mahasiswanya menjawab soal-soal seperti itu.


(20)

61

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Penelitian dilakukan di suatu LPTK di Medan. Populasi adalah para mahasiswa yang mengikuti perkuliahan mata kuliah Fisika Dasar di LPTK tersebut.

Subjek sampel penelitian diambil dari para mahasiswa yang mengikuti perkuliahan mata kuliah Fisika Dasar pada tahun akademik 1996/1997 di LPTK tempat penelitian. Para mahasiswa terkelompok dalam: 2 kelas jurusan fisika (Fisika A dan Fisika B); 2 kelas jurusan matematika (Matematika A dan Matematika B); 2 kelas jurusan kimia (Kimia A dan Kimia B) dan 2 kelas jurusan biologi (Biologi A dan Biologi B). Selain itu, para mahasiswa mempunyai latar pendidikan program SMA yang berbeda, yakni program A1 SMA dan program A2 SMA. Para mahasiswa yang telah terkelompok dalam jurusan-jurusan, tidak otomatis telah terkelompok dalam latar pendidikan program SMA yang sama. Para mahasiswa pada setiap kelas tidak homogen berlatar pendidikan program A1 atau program A2.

Subjek sampel penelitian ditentukan berdasarkan langkah-langkah berikut:

1) Para mahasiswa jurusan fisika tidak dilibatkan sebagai subjek sampel

penelitian, dengan pertimbangan mereka diasumsikan mempunyai minat belajar Fisika Dasar yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan para mahasiswa jurusan biologi, kimia dan matematika. Dengan demikian, variabel minat dikontrol dengan cara hanya mengambil subjek sampel secara random dari para mahasiswa jurusan kimia, biologi dan matematika; 2) Secara random, terpilih 2 kelas para


(21)

jurusan matematika (Matematika A dan Matematika B) sebagai subjek sampel dalam penelitian ini; 3) Secara random, terpilih para mahasiswa di kelas Biologi A dan Biologi B sebagai subjek sampel yang berlatar pendidikan program A2 SMA serta para mahasiswa kelas Matematika A dan Matematika B sebagai subjek sampel yang berlatar pendidikan program A1 SMA. Latar belakang pendidikan A1 dan A2 dikontrol dengan cara membuatnya sebagai salah satu faktor (perlakuan: treatment) dalam desain penelitian eksperimen faktorial.

Berdasarkan langkah-langkah penentuan subjek sampel tersebut di atas, diperoleh subjek sampel yang terdiri dari: 58 orang mahasiswa yang berlatar pendidikan A2 SMA (27 orang berada pada kelas Biologi A dan 31 orang berada pada kelas Biologi B) dan 55 orang mahasiswa yang berlatar pendidikan A1 SMA (27 orang berada pada kelas Matematika A dan 28 orang berada pada kelas matematika B).

3.2 Desain dan Prosedur Penelitian

Penelitian ini didesain dalam bentuk penelitian eksperimen yang dilaksanakan melalui prosedur empat tahap, yakni: Tahap 1, Orientasi dan Observasi; Tahap 2, Persiapan Eksperimen Berbasis Desain Faktorial; Tahap 3, Pelaksanaan Eksperimen; dan Tahap 4, Evaluasi Pelaksanaan Kedua Model pembelajaran.

3.2.1 Desain Penelitian Eksperimen Berbasis Desain Faktorial

Desain eksperimen yang dipakai adalah desain faktorial 2 x 2. Anggota subjek sampel tidak ditempatkan langsung secara random ke kombinasi


(22)

faktor-groups) ditempatkan secara random ke sel-sel desain eksperimen. Huetama (1980:

123) menyebut desain eksperimen faktorial seperti itu sebagai Randomly Assigned

Groups Quasi Experiment (Eksperimen Kuasi Kelompok Dikenakan Secara

Random).

Gambar 3.1 Desain Penelitian Eksperimen Faktorial 2 X 2

Desain Eksperimen Faktorial 2 x 2 penelitian ini dinyatakan dengan diagram blok desain eksperimen pada Gambar 3.1 (diadaptasi dari Kirk, 1982:294). Pada Gambar 3.1, a1: Model Konstruktivis; a2: Model Non

Konstruktivis; b1: Latar A1 SMA; b2: Latar A2 SMA; S1: subjek sampel berlatar

A1 SMA di kelas Matematika B; S2: subjek sampel berlatar A2 di kelas Biologi

B; S3: subjek sampel berlatar A1 di kelas Matematika A dan S4: subjek sampel

berlatar A2 di kelas Biologi A. Secara random dikenakan (assignment) kombinasi a1b1, a1b2, a2b1 dan a2b2 ke satuan eksperimen [4 (empat) kelas subjek sampel

yang diperoleh secara random (lihat penentuan subjek sampel pada bagian 3.2 Populasi dan Sampel), yakni kelas Biologi A, kelas Biologi B, kelas Matematika A dan kelas Matematika B].

Dalam penelitian ini ada 4 (empat) jenis variabel, yakni variabel bebas (independent variable), variabel terikat (dependent variable) atau disebut juga faktor (dalam desain eksperimen, pengelompokan dilakukan berdasarkan variabel ini), variabel kontrol (pengelompokan berdasarkan variabel ini dilakukan pada analisis statistik) dan variabel kovariat (covariate) atau disebut juga sebagai

a1 b1 a1 b2 a2 b1 a2 b2


(23)

variabel pengganggu (nuisance) yang dapat membiaskan hasil eksperimen jika tidak dikontrol. Dalam penelitian ini, pendekatan yang dipakai untuk mengontrol variabel pengganggu adalah pengontrolan secara statistik atau dengan singkat disebut kontrol statistik (statistical control), yakni dengan cara menghilangkan efek variabel pengganggu secara statistik. Pengontrolan secara statistik tersebut disebut sebagai analisis kovariansi (analysis of covariance) (Kirk,1982:6)

Dalam penelitian ini, yang menjadi:

a) variabel bebas adalah: (1) Model pembelajaran, yang mempunyai dua

tingkat (level), yakni model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial (KKS) dan model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional (NKK) dalam pengajaran Fisika Dasar; serta (2) Latar pendidikan SMA, yang juga terdiri dari dua level, yakni A1 SMA dan A2 SMA.

b) variabel terikat adalah: (1) Kemampuan Konkret dan Formal Fisika; (2)

Konsepsi Saintifik; dan (3) Perubahan Konsepsi.

c) variabel kontrol adalah: Tingkat Berpikir Logis (TBL), yang terdiri dari 2

tingkat (level), yakni TBL Konkret dan TBL Formal.

d) variabel kovariat adalah: (1) Konsepsi Saintifik Awal; (2) Kemampuan

Konkret dan Formal Fisika Awal; dan (3) Inteligensi Logika Matematik (ILM) yang diungkapkan dengan skor mentah Tes TBL (yakni Skor Tes TBL yang belum dikategorikan sebagai TBL Konkret atau TBL Formal); Pengertian Inteligensi Logika Matematik (logical mathematical intelligence) adalah pengertian inteligensi logika matematik menurut Gardner (Armstrong, 1994:2-3).

Pada Tabel 3.1 dicantumkan pasangan-pasangan variabel terikat, variabel bebas (faktor), variabel kontrol dan variabel kovariat (variabel serentak) yang


(24)

Tabel 3.2 dicantumkan kerangka analisis statistik Eksperimen Faktorial 2 x 2 untuk pengujian Hipotesis Pertama, Ketiga dan Kelima, serta pada Tabel 3.3 dicantumkan kerangka analisis statistik untuk pengujian Hipotesis Kedua, Keempat, dan Keenam.

Tabel 3.1

Pasangan-pasangan variabel terikat, faktor, kontrol dan kovariat yang dianalisis dengan analisis kovariansi

Pengujian

Hipotesis Variabel Terikat

Variabel Bebas (Faktor) atau Variabel Kontrol Variabel Kovariat atau Variabel Serentak Hipotesis Pertama Kemampuan Konkret dan Formal Fisika (KKFF)

Faktor pertama: model pembelajaran, yang mempunyai dua tingkat (level), yakni model pembelajaran KKS dan model pembelajaran NKK dalam pengajaran Fisika Dasar; serta faktor kedua: latar pendidikan SMA, yang juga terdiri dari dua level, yakni Program A1 SMA dan Program A2 SMA.

Variabel kovariat ada 3 (tiga), yakni: Konsepsi Saintifik (KS) Awal; Kemampuan Konkret dan Formal Fisika (KKFF) Awal; dan ILM (Skor TBL). Hipotesis Ketiga Konsepsi Saintifik (KS) Hipotesis Kelima Perubahan Konsepsi (PK) Hipotesis Kedua Kemampuan Konkret dan Formal Fisika (KKFF)

Variabel Bebas (Perlakuan): model pembelajaran, yang mempunyai dua tingkat (level), yakni model pembelajaran KKS dan model pembelajaran NKK dalam pengajaran Fisika Dasar; serta Variabel Kontrol: tingkat berpikir logis, yang juga terdiri dari dua level, yakni Konkret dan Formal. Hipotesis Keempat Konsepsi Saintifik (KS) Hipotesis Keenam Perubahan Konsepsi (PK) Tabel 3.2

Kerangka analisis statistik Eksperimen Faktorial 2 x 2 untuk pengujian Hipotesis Pertama, Ketiga dan Kelima

Latar pendidikan SMA (x2)

A1 (x21)

A2 (x22)

Mean Adjusted Marginal

Model pembelajaran

(x1)

Konstruktivis Kognitif-Sosial

(x12)

Sel A: ((x11) * (x21))

di Kelas Matematika B [YA: (1); (2); (3)]

Sel B: ((x11) * (x22))

di Kelas Biologi B [YB: (1); (2); (3)]

Konstruktivis

Y :

(1); (2); (3)

Non Konstruktivis

(x11)

Sel C: ((x12) * (x21))

di Kelas Matematika A [YC: (1); (2); (3)]

Sel D: ((x12) * (x22))

di Kelas Biologi A [YD: (1); (2); (3)]

Non Konstruktivis

Y :

(1); (2); (3)

Mean Adjusted Marginal

Y

Latar A1:

(1); (2); (3)

Latar A2

Y : (1); (2); (3)


(25)

Akhir Tes KS atau Tes Pemahaman Konsep (TPK); serta Perubahan Konsepsi.

* Semua mean disesuaikan (mean adjusted) terhadap skor: Tes Awal Tes KS atau Tes Pemahaman Konsep (TPK), Tes Awal Tes KKFF, dan TBL.

Tabel 3.3

Kerangka analisis statistik pengujian Hipotesis Kedua, Keempat dan Keenam

* Notasi (1); (2); (3) menyatakan Rerata Hitung (mean) skor berturut-turut untuk: Tes Akhir Tes KKFF; Tes Akhir Tes KS atau Tes Pemahaman Konsep (TPK); serta Perubahan Konsepsi.

* Semua mean disesuaikan (mean adjusted) terhadap skor: Tes Awal Tes KS atau Tes Pemahaman Konsep (TPK), Tes Awal Tes KKFF, dan TBL.

3.2.2 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam empat tahap, yakni: Tahap 1: Orientasi dan Observasi; Tahap 2: Persiapan Penelitian; Tahap 3: Pelaksanaan Penelitian; dan Tahap 4: Evaluasi Pelaksanaan Model.

Tabel 3.4

Perincian kegiatan pada setiap Tahapan Penelitian

Tahapan Penelitian Kegiatan Penelitian Tahap 1: Orientasi dan Observasi

* Wawancara terhadap para dosen mata kuliah Fisika Dasar.

* Pengobservasian kegiatan belajar mengajar pada perkuliahan, sebelum masuk ke perkuliahan pertengahan semester kedua.

Tahap 2: Persiapan Eksperimen Berbasis Desain Faktorial

* Memperkenalkan model pembelajaran KKS kepada para dosen mata kuliah Fisika Dasar, serta mengajak mereka berkolaboratif dalam melaksanakannya di kelas, sebelum sampai pada perkuliahan materi pokok bahasan yang diteliti.

* Memilih dosen yang akan melaksanakan model pembelajaran KKS dan model pembelajaran NKK dalam pengajaran Fisika Dasar (Kriteria yang dipakai peneliti dalam menentukan dosen mana yang akan menjadi pelaksana model pembelajaran yang diperlakukan adalah pemahaman dan minat dosen terpilih tersebut terhadap model pembelajaran KKS dan model pembelajaran NKK dalam pengajaran Fisika Dasar; Berdasarkan sifat-sifat penelitian

Tingkat Berpikir Logis (x2)

Formal (x21)

Konkret (x22)

Mean Adjusted Marginal

Model pembelajaran

(x1)

Konstruktivis Kognitif-Sosial

(x12)

Sel A: ((x11) * (x21))

[YA: (1); (2); (3)]

Sel B: ((x11) * (x22))

[YB: (1); (2); (3)]

Konstruktivis

Y :

(1); (2); (3) Non

Konstruktivis (x11)

Sel C: ((x12) * (x21))

[YC: (1); (2); (3)]

Sel D: ((x12) * (x22))

[YD: (1); (2); (3)] Non Konstruktivis

Y :

(1); (2); (3) Mean Adjusted Marginal

Y

Formal:

(1); (2); (3)

Konkret

Y : (1); (2); (3)


(26)

yang diperlakukan dalam penelitian ini, dengan alasan: agar jangan terjadi bias dalam pelaksanaan kedua model pembelajaran tersebut; Jika terjadi bias akan mengganggu pelaksanaan penelitian eksperimen).

* Mempresentasikan unsur-unsur model pembelajaran KKS serta teknik pelaksanaannya kepada dosen terpilih {dosen terpilih tersebut dimohon {tidak ada unsur pemaksaan dari peneliti maupun pemaksaan melalui penugasan oleh pimpinan untuk melaksanakan model yang diperlakukan (treatment)}.

* Menganjurkan dosen terpilih melaksanakan model pembelajaran KKS di kelas dan pelaksanaan PBM diobservasi dengan teknik pengamatan yang biasa dilakukan dalam penelitian kelas atau penelitian tindakan yang dilakukan dalam ruang kelas (Setelah dosen terpilih melaksanakan pengajaran memakai model pembelajaran KKS sebanyak 2 atau 3 kali di ruang kelas (dengan pengarahan dari peneliti secara kolaboratif: tidak memaksa), peneliti yakin bahwa dosen terpilih telah melaksanakan taraf minimal (yakni sekurang-kurangnya telah sesuai dengan sintaks (berupa fase-fase) kerangka model pembelajaran yang dirancang dalam usulan penelitian ini)) model tersebut).

Tahap 3: Pelaksanaan Eksperimen Berbasis Desain Faktorial

* Pada awal perkuliahan pokok bahasan tengah semester kedua, dilakukan tes awal: Tes Pemahaman Konsep (TPK); Tes Kemampuan Konkret dan Formal Fisika (Tes KKFF); dan Tes Tingkat Berpikir logis (Tes TBL).

* Dilakukan pengidentifikasian prakonsepsi mahasiswa tentang pokok-pokok bahasan materi perkuliahan tengah semester kedua mata kuliah Fisika Dasar II yang dugunakan untuk masukan dalam pelaksanaan model pembelajaran yang diperlakukan pada penelitian ini (Prakonsepsi diungkapkan melalui tes, dan dipakai sebagai masukan (memperkaya kerangka model pembelajaran KKS) dalam pengimplementasian model pembelajaran KKS yang diperlakukan dalam pelaksanaan penelitian eksperimen).

* Pada saat proses belajar mengajar berlangsung di kelas, peneliti mengobservasi pelaksanaannya dengan memperhatikan apakah pelaksanaan tersebut telah sesuai dengan rambu-rambu pelaksanaan model yang bersangkutan.

* Setiap selesai pelaksanaan PBM dengan model pembelajaran KKS dan dengan model pembelajaran NKK dalam pengajaran Fisika Dasar untuk satu pokok bahasan, peneliti dengan dosen yang melaksanakan model itu melakukan diskusi; Diskusi dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang kesulitan-kesuliatan yang dialami dosen tersebut, sehingga pada pelaksanaan model pembelajaran untuk pokok bahasan berikutnya tidak ditemui lagi hambatan; Dengan demikian, pada pelaksanaan model pembelajaran untuk pokok bahasan berikutnya tetap ada perbaikan atau dengan kata lain pelaksanaan PBM berikutnya akan lebih lancar dibandingkan dengan pelaksanan model untuk pokok bahasan sebelumnya.

* Setelah pelaksanaan PBM dengan model pembelajaran KKS dan dengan model pembelajaran NKK dalam pengajaran Fisika Dasar berakhir, dilakukan tes akhir, yang terdiri dari: Tes Pemahaman Konsep (TPK); Tes Kemampuan Konkret dan Formal (KKFF); dan Tes Tingkat Berpikir logis (TBL).

Tahap 4: Evaluasi Pelaksanaan Model pembelajaran

* Mengevaluasi pelaksanaan model pembelajaran KKS dan model pembelajaran NKK dalam pengajaran Fisika Dasar pada akhir pengajaran (Unsur-unsur model pembelajaran dijaring melalui: hasil observasi dengan Pedoman Observasi Kegiatan Belajar Mengajar dengan Model pembelajaran yang diperlakukan, hasil rekaman audio, hasil diskusi dengan dosen pelaksana model pada setiap selesai pelaksanaan model untuk setiap pokok bahasan, dan hasil kuesioner terhadap para mahasiswa yang ikut terlibat dalam pelaksanaan model pembelajaran konstruktif kognitif-sosial).

Alur penelitian dari penelitian ini dapat dinyatakan secara skematik pada Gambar 3.2 di bawah ini:


(27)

Gambar 3.2 Alur pelaksanaan penelitian

masuk ke perkuliahan pertengahan semester kedua; Pencarian informasi tentang pelaksanaan model pembelajaran Non Konstruktivis

Konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar.

yang disusun peneliti.; Memperkenalkan model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial kepada para dosen mata kuliah Fisika Dasar; Peneliti dan dosen terpilih berdiskusi dan berlatih bersama

melaksanakan model pembelajaran yang akan diperlakukan (treatment).

PE LAKSANAAN PE NE LITIAN E KSPE RIME N BE RBASIS DE SAIN F AKTORIAL

E VALUASI PE LAKSANAAN MODE L PE MBE LAJARAN

Analisis Hasil Pedoman Pengamatan KBM; Analisis Kuesioner untuk mahasiswa yang berlatar pendidikan A1 SMA di Kelas Matematika B dan berlatar pendidikan A2 SMA Kelas Biologi B; Diskusi dengan dosen pelaksana model pembelajaran tentang pelaksanaan model secara keseluruhan.

TE S AWAL : Tes Pemahaman Konsep (TPK); Tes Kemampuan Konkret dan Formal Fisika (KKFF); dan

Tes Berpikir Logis (TBL).

TE S AKHIR : Tes Pemahaman Konsep (TPK); Tes Kemampuan Konkret dan Formal Fisika (KKFF);

dan Tes Tingkat Berpikir Logis (TBL).

Kelas Biologi B

Pelaksanaan KBM dengan model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial

di kelas Biologi B. Dalam pelaksanaan metode penelitian eksperimen, para mahasiswa yang menjadi

subjek sampel adalah mahasiswa yang berlatar

pendidikan A2 SMA.

Kelas Matematika B

Pelaksanaan KBM dengan model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial di

kelas Matematika B. Dalam pelaksanaan metode penelitian eksperimen, para mahasiswa yang menjadi subjek

sampel adalah mahasiswa yang berlatar pendidikan A1 SMA.

Kelas Biologi A

Pelaksanaan KBM dengan model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar

di kelas Biologi A. Dalam pelaksanaan metode penelitian eksperimen, para mahasiswa yang menjadi subjek

sampel adalah mahasiswa yang berlatar pendidikan A2 SMA.

Kelas Matematika A

Pelaksanaan KBM dengan model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar

di kelas Matematika A. Dalam pelaksanaan metode penelitian eksperimen, para mahasiswa yang menjadi subjek

sampel adalah mahasiswa yang berlatar pendidikan A1 SMA.


(28)

3.3 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan 11 (sebelas) instrumen, yakni:

(1) Pedoman Wawancara Dosen [disingkat: Wawancara Dosen (WD). WD

digunakan untuk memperoleh informasi tentang pelaksanaan model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional atau model pembelajaran konvensional lainnya sebelum penerapan perlakuan eksperimen penelitian. Wawancara dilakukan tidak terstruktur, dan dilakukan secara formal dan tidak formal.

(2) Pedoman Observasi Kegiatan Belajar Mengajar dengan Model

pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial [disingkat: Observasi Konstruktivis (OK]. OK digunakan untuk memperoleh informasi tentang pembelajaran mahasiswa di kelas dalam pengajaran Fisika Dasar memakai model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial.

(3) Pedoman Observasi Kegiatan Belajar Mengajar dengan Model

pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar [disingkat: Observasi Non Konstruktivis (ONK)]. ONK digunakan untuk memperoleh informasi tentang pembelajaran mahasiswa di kelas dalam pengajaran Fisika Dasar memakai model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional.

(4) Pedoman Diskusi Sebelum Kegiatan Belajar Mengajar dengan Model

pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial [disingkat: Diskusi Sebelum Konstruktivis (DSK)]. DSK digunakan sebagai pedoman pelaksanaan diskusi antara peneliti dan dosen pelaksana model pembelajaran pada tahap pertemuan sebelum KBM dengan model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial.

(5) Pedoman Diskusi Sebelum Kegiatan Belajar Mengajar dengan Model


(29)

[disingkat: Diskusi Sebelum Non Konstruktivis (DSNK)]. DSNK digunakan sebagai pedoman pelaksanaan diskusi antara peneliti dan dosen pelaksana model pembelajaran pada tahap pertemuan sebelum KBM dengan model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar.

(6) Pedoman Diskusi Umpan Balik Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar

dengan Model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial [disingkat: Umpan-Balik Konstruktivis (UK)]. UK digunakan pada pelaksanaan diskusi antara peneliti dengan dosen pelaksana model setelah selesai KBM dengan model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial.

(7) Pedoman Diskusi Umpan Balik Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar

dengan Model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar [disingkat: Umpan-Balik Non Konstruktivis (UNK)]. UNK digunakan pada pelaksanaan diskusi antara peneliti dengan dosen pelaksana model setelah selesai KBM dengan model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar.

(8) Kuesioner Persepsi Mahasiswa (KPM) terhadap Model pembelajaran

Konstruktivis Kognitif. KPM digunakan untuk memperoleh informasi tentang persepsi mahasiswa terhadap Model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial dibandingkan dengan model pembelajaran Konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar.

(9) Tes Kemampuan Memecahkan Soal Konkret dan Formal Fisika

[Disingkat Kemampuan Konkret dan Formal Fisika (KKFF)]. Tes KKFF digunakan untuk mengukur kemampuan mahasiswa dalam memecahkan soal konkret dan formal fisika [lihat Lampiran 3.1 dan Lampiran 3.2].


(30)

(10) Tes Pemahaman Konsep (TPK) atau Tes Konsepsi Saintifik (Tes KS).

TPK digunakan untuk mengukur pemahaman konsep fisika mahasiswa. Lebih lanjut, skor hasil TPK diolah untuk mendapatkan skor Konsepsi Saintifik dan skor Perubahan Konsepsi [lihat Lampiran 3.3] .

(11) Tes Tingkat Berpikir Logis (Tes TBL) {Test of Logical Thinking

(TOLT)}, yang disusun Kenneth Tobin dan William Capie sekitar tahun 1980, dan

telah diadaptasikan oleh Mohamad Nur dalam seting Indonesia (Nur, 1991: 46-56). Tes TBL digunakan untuk mengukur tingkat berpikir logis mahasiswa (Konkret atau Formal). Selain itu, skor mentah Tes TBL versi kedua, yang merupakan pengadaptasian TOLT pada seting Indonesia dipakai untuk memperoleh gambaran tentang dasar inteligensi logika matematik (Armstrong, 1994: 2-3). Peneliti telah mendapat izin dari Mohamad Nur, untuk pemakaian TBL pada penelitian ini.

Validitas Isi dan Kejelasan Bahasa instrumen nomor 1 s/d nomor 8 ditentukan melalui analisis kualitatif, dengan meminta pertimbangan (judgment) pembimbing.

Validitas Isi dan Kejelasan Bahasa instrumen nomor 9 dan 10 ditentukan melalui analisis kualitatif dengan meminta pertimbangan (judgment) pembimbing dan beberapa orang dosen TPB Fisika Dasar UPI Bandung dan ITB Bandung Kualifikasi penilai adalah tenaga pengajar Fisika Dasar bergelar master (magister) atau doktor.

Khusus untuk instrumen nomor 11, menurut Nur (1991: 12-13), Tes TBL versi kedua yang dipakai dalam penelitian ini telah disampaikan kepada 27 penilai untuk diminta pendapatnya tentang ketepatan adaptasi, kejelasan bahasa, dan validitas isi. Kualifikasi penilai adalah tenaga pengajar S2/S3, magister/doktor,


(31)

atau mahasiswa S2/S3 yang relevan. Perguruan tinggi asal penilai adalah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Universitas Negeri Surabaya (UNESA).

Tabel 3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen Karakteristik

1. Wawancara

Dosen (WD)

Menjaring informasi tentang:

(a) pemakaian diktat, buku teks, majalah dan jurnal penelitian; (b) kegiatan belajar mengajar berdasarkan Model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar; (c)

koordinasi antara sesama dosen Fisika Dasar; (d) kriteria yang dipakai dosen dalam menentukan pemahaman mahasiswa; (e) penilaian dan pelaksanaan tes atau ujian; (f) pendapat mereka terhadap model pembelajaran yang belum mereka kenal, misalnya terhadap Model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial; (g) apakah dosen mengikutkan prakonsepsi mahasiswa atau tidak dalam merancang dan mengimplementasikan program pembelajaran; (h) pandangan dosen tentang pembelajaran (Model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar atau konstruktivis); (i)

peranan dosen dalam interaksi belajar mengajar (sebagai sumber otoritas pengetahuan atau sebagai fasilitator atau lainnya); (j) pokok-pokok bahasan mata kuliah Fisika Dasar II yang dianggap dosen sebagai krusial (menentukan) atau sulit diajarkan atau konsep-konsep fisika esensial yang mesti diajarkan; (k) pendapat dosen tentang kelebihan dan/atau kekurangan Model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar; (l) sumber-sumber belajar yang dipakai dosen dan yang tersedia di laboratorium.

2. Observasi

Konstruktivis (OK)

Menjaring informasi tentang sintaks model (fase satu: invitasi; fase kedua: eksplorasi; fase ketiga: pengajuan eksplanasi dan solusi; fase keempat: pengambilan tindakan).

OK, ONK, DSK, DSNK, UK dan UNK

dikembangkan berdasarkan Pedoman Pelatihan Sejawat (Peer Coaching Guides) menurut Joyce et al. (1992: 405-406). 3. Observasi

Non Konstruktivis (ONK)

Menjaring informasi tentang bentuk pengajaran/kegiatan model ( (a) fungsi khusus: orientasi; latihan; tindak lanjut dan umpan balik; (b) umum: pengetahuan awal; sasaran belajar; minat dan motivasi).

4. Diskusi Sebelum Konstruktivis (DSK)

Menjaring informasi tentang: (a) komentar (keberatan, anjuran, ketidak fahaman, dan lain-lain) dosen tentang rancangan pengajaran pada SAP untuk KKS; (b) hal-hal lain yang muncul ketika diskusi antara pengamat dan dosen.

5. Diskusi

Sebelum Non Konstruktivis (DSNK)

Menjaring informasi tentang: (a) komentar (keberatan, anjuran, ketidak fahaman, dan lain-lain) dosen tentang rancangan pengajaran pada SAP untuk NKK; (b) hal-hal lain yang muncul ketika diskusi antara pengamat dan dosen.

6.

Umpan-Balik Konstruktivis (UK)

Menjaring informasi tentang: (a) bagian-bagian mana dari hasil pengamatan pengamat terhadap pelaksanaan KBM dengan KKS yang menurut dosen tidak sesuai dengan pelaksanaannya di ruang kelas; (b) penyesuaian pendapat pengamat dan dosen yang dilakukan ketika terjadi diskusi; (c) pendapat pengamat dan dosen yang tidak dapat disesuaikan (masing-masing mempertahankan pendapat). 7.

Umpan-Balik Non Konstruktivis (UNK)

Menjaring informasi tentang: (a) bagian-bagian mana dari hasil pengamatan pengamat terhadap pelaksanaan KBM dengan NKK yang menurut dosen tidak sesuai dengan pelaksanaannya di ruang kelas; (b) penyesuaian pendapat pengamat dan dosen yang dilakukan ketika terjadi diskusi; (c) pendapat pengamat dan dosen yang tidak dapat disesuaikan (masing-masing mempertahankan pendapat). 8. Kuesioner

Persepsi Mahasiswa (KPM)

Menjaring informasi tentang tanggapan (apa yang dirasakan, dialami dan dilakukan) responden ketika mengikuti perkuliahan Fisika Dasar II dengan Model pembelajaran KKS.

9. Tes

Kemampuan Konkret dan Formal Fisika (KKFF)

* Soal Konkret dan Formal Fisika disusun berdasarkan kritera soal konkret dan formal menurut Collea et al. [1975: {(5-5)-(5-6)}].

* Tipe tes KKFF adalah tes uraian (esai).

* Jumlah butir pertanyaan tes (item test) ditentukan melalui penganalisisan terhadap pokok-pokok bahasan materi perkuliahan Fisika Dasar tengah semester kedua.

* Jumlah butir soal 10 buah [lihat Lampiran 3.1 dan Lampiran 3.2]: nomor 1

Pada waktu Uji Coba, diperoleh Koefisien reliabilitas alpha Cronbach perangkat Tes KKFF


(32)

konkret; nomor 2 formal; nomor 3 formal; nomor 4 konkret; nomor 5 formal; nomor 6 formal; nomor 7 konkret; nomor 8 konkret; nomor 9 formal dan nomor 10 konkret.

* Penskoran dilakukan melalui pemberian skor 1 untuk setiap adanya salah satu ciri soal konkret atau formal dalam jawaban mahasiswa.

rα= 0,80

10. Tes

Pemahaman Konsep (TPK)

*TPK disusun berdasarkan pengadaptasian cara penyusunan TPK menurut Lonning (1993:1090-1093).

* Tes dirancang untuk mengidentifikasi ide yang dipegang mahasiswa tentang pokok-pokok bahasan tengah semester kedua Fisika Dasar II di LPTK tempat penelitian dan untuk memperoleh informasi tentang pemakaian konsepsi-konsepsi mahasiswa tersebut dalam mengkonstruksi eksplanasi gejala-gejala.

* Tipe TPK adalah tes esai.

* Butir pertanyaan tes disusun berdasarkan buku-buku teks fisika standar dan hasil berbagai penelitian tentang konsepsi keliru atau miskonsepsi [sumber utama tentang miskonsepsi: van den Berg (editor) (1991) dan Driver (editor) (1985)].

* Jumlah butir pertanyaan 17 buah (nomor soal: 1a; 1b; 1c; 1d; 1e; 2a; 2b; 2c; 3a; 3b; 4; 5; 6; 7; 8; 9; 10) [lihat Lampiran 3.3].

*Dua metode penskoran: 1) Skor Konsepsi Saintifik adalah:

Jumlah KS

2) Skor Perubahan Konsepsi adalah: [Jumlah KK pada TA yang diganti menjadi KS tepat (bersesuaian) pada TR]

*Pada waktu Uji Coba, diperoleh koefisien reliabilitas alpha Cronbach perangkat TPKrα = 0,89.

[KS: Konsepsi Saintifik; KK: Konsepsi Keliru; TA: Tes Awal; TR: Tes Akhir]

11. Tes

Tingkat Berpikir Logis (TBL)

* Tes TBL yang dipakai adalah versi kedua (menurut Nur (1991:20) Tes TBL versi kedua valid untuk dikenakan kepada mahasiswa)

* Hasil tes dengan Tes TBL versi kedua dipakai juga untuk memperoleh gambaran tentang dasar inteligensi logika matematik (teori Gardner tentang multi inteligensi)

Konsistensi internal Tes TBL versi kedua adalah 0,51.

3.4 Model Pembelajaran yang Diperlakukan (treatment)

Dalam bagian ini dikemukakan kerangka model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial dan model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar yang diperlakukan dalam penelitian ini.

3.4.1 Perancangan Kerangka Model Pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial

Pada gambar 3.3 ditunjukkan skema kerangka model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial yang diterapkan dalam penelitian ini. Penyusunan kerangka model pembelajaran yang diperlakukan (ditreatment) dalam penelitian ini mengacu pada “bentuk” model pembelajaran menurut Joyce et al. Alasan yang dapat dikemukakan terhadap pertanyaan mengapa “bentuk” tersebut yang dibuat sebagai acuan, adalah karena unsur-unsur utama pembentukan “model pembelajaran” yang dikemukakan Joyce et al. terjalin secara harmonis.


(33)

Unsur-unsur utama tersebut adalah: landasan teoretis, strategi dan langkah pengimplementasian (pemakaian model di ruang kelas atau setting pengajaran lainnya) (lihat bagian 2.3 Perancangan Model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial). Dengan kata lain, pada kerangka model kelihatan benang merah penghubung dari landasan teori sampai dengan penerapan di ruang kelas.

Gambar 3.3 Kerangka model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial Landasan teoretik model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial terutama adalah: teori Piaget tentang regulasi (pengaturan) diri (lihat bagian

Model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial

(KKS)

Landasan Teoretis

* Teori Piaget tentang Regulasi Diri.

* Belajar Kolaboratif

yang didukung Vygotsky untuk menumbuhkan

unteraksi sosial dalam ruang kelas.

* Kondisi-kondisi agar terjadi pengubahan konsepsi: ketidak puasan terhadap konsepsi yang ada; konsepsi baru mudah dimengerti; dan menyenangkan.

* Peranan dosen sebagai fasilitator pengubahan konsepsi person sumber, rekan peneliti naif,

penentang ide, motivator peneliti, perespon, pengungkap pemikiran peserta didik, manajer belajar, pembelajar, pembimbing eksperimenter dan peneliti.

Strategi Konstruktivis

KBM

INVITASI

Tes Prakonsepsi

EKSPLORASI

Eksperimen Demonstrasi

PENGAJUAN

EKSPLANASI

DAN SOLUSI

Diskusi Kelompok Diskusi Kelas

PENGAMBILAN

TINDAKAN

Pengajuan hint Penunjukan mahasiswa


(34)

“2.1.1”); belajar kolaboratif yang di dukung Vygotsky untuk menimbulkan interaksi sosial (inter personal) dalam ruang kelas, yang diharapkan dapat menimbulkan pertolongan dan bimbingan orang dewasa atau kawan sebaya yang lebih terampil dalam memfasilitasi perkembangan berpikir dalam menyelesaikan tugas tugas yang begitu sulit dilakukan peserta didik sendirian (lihat bagian “2.1.2”); pandangan konstruktivis tentang belajar sebagai perubahan konsepsi [terutama: peranan guru/pendidik sebagai: fasilitator pengubahan konsepsi, person sumber, rekan peneliti naif (naive fellow investigator), penentang ide, motivator peneliti, perespon, pengungkap pemikiran peserta didik, manajer belajar, pembelajar, pembimbing, eksperimenter, dan peneliti (lihat bagian “2.2”), dan kondisi-kondisi yang diperlukan agar terjadi pengubahan konsepsi (akomodasi)

menurut Strike & Posner: ketidakpuasan (dissatisfaction) terhadap konsepsi yang

ada, konsepsi baru mesti mudah dimengerti (intelligible), konsepsi baru mesti kelihatan menyenangkan (plausible), dan konsepsi baru menghasilkan (fruitful) (lihat bagian “2.2”). Strategi mengajar yang diadaptasi adalah strategi konstruktivis Yager. Strategi konstruktivis Yager tersebut sangat luwes, yakni dapat “menampung” landasan teoretis model pembelajaran yang telah dikemukakan di atas. Keluwesan terutama dalam pengintegrasian pandangan konstruktivis Piaget (kognitif) dan konstruktivis Vygosky (sosial) dalam strategi tersebut. Keluwesan tersebut terutama disebabkan strategi konstruktivis Yager tersebut disusun bukan mengacu langsung pada salah satu pandangan. Dengan demikian strategi konstruktivis Yager dipakai sebagai kerangka kerja (framework) penyusunan model, dan landasan teoretis seperti dikemukan di atas sebagai kerangka teoretis penyusunan model. Strategi tersebut terorganisasi ke dalam empat kategori, yaitu invitasi (invitation), eksplorasi (exploration), pengajuan


(35)

eksplanasi dan solusi (proposing explanations and solutions), dan pengambilan tindakan (taking actions) (Yager, 1992:15-16).

Model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial yang diperlakukan dalam penelitian ini dijelaskan dan disusun berdasarkan arahan yang diterapkan Joyce et

al. dalam mengemukakan model. Model dijelaskan dengan memakai term sintaks,

sistem sosial, prinsip-prinsip reaksi dan sistem pendukung seperti telah dikemukakan sebelumnya.

Kerangka Model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial

SINTAKS: Model terdiri dari empat fase. Fase pertama adalah Fase Invitasi, yaitu fase mengundang keingintahuan pembelajar, dengan cara menciptakan situasi yang menimbulkan tanda tanya dan mengundang pengungkapan prakonsepsi mahasiswa. Pada fase ini dirancang pengungkapan konsepsi mahasiswa dengan cara mengajukan pertanyaan tertulis atau lisan tentang kejadian-kejadian atau fenomena yang nantinya dapat dieksperimenkan oleh mahasiswa secara berkelompok atau didemonstrasikan oleh dosen. Pada Fase 1, tidak tertutup kemungkinan bahwa undangan keingintahuan justru datang dari pertanyaan spontan mahasiswa. Pengetahuan dosen tentang konsepsi para mahasiswa terhadap kejadian-kejadian atau fenomena yang ditanyakan dosen/mahasiswa melalui pertanyaan lisan ataupun tulisan pada Fase 1, akan memberikan petunjuk bagi dosen dalam menentukan aktivitas-aktivitas yang penting dilakukan pada Fase 2. Pada Fase Kedua dilakukan kegiatan pengumpulan data, yang diperlukan untuk pengujian konsepsi yang telah diajukan para mahasiswa tentang kejadian-kejadian dan/atau fenomena-fenomena yang ditanyakan pada Fase 1. Kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara kelompok adalah eksperimen. Namun, jika peralatan pendukung kegiatan eksperimen yang tersedia di laboratorium tidak


(36)

memadai, maka dosen dapat memilih kegiatan demonstrasi. Dalam eksperimen tersebut para mahasiswa dapat mencek (memeriksa) penjelasan (konsepsi) yang telah diajukannya pada Fase 1. Pada tahap ini kemungkinan terjadi konflik kognitif, dan regulasi diri (berdasarkan pandangan konstruktivis kognitif). Fase Kedua diistilahkan sebagai Fase Eksplorasi. Pada Fase Kedua juga sudah mulai terjadi belajar kolaboratif (sesuai pandangan konstruktivis sosial), yaitu ketika dalam kelompok kecil (eksperimen) mereka sudah mulai menegosiasikan konsepsi masing-masing, baik konsepsi yang telah dikemukakan sebelum eksperimen maupun konsepsi baru setelah dicek secara eksperimen ternyata konsepsi awalnya tidak akurat. Fase Ketiga merupakan Fase Pengajuan Eksplanasi dan Solusi serta Pelaksanaan Diskusi. Pada Fase Ketiga tersebut, proses belajar didominasi oleh belajar kolaboratif. Mahasiswa pada fase ini diminta untuk mengemukakan konsepsinya tentang kejadian-kejadian atau fenomena yang ditanyakan pada Fase1 pada kelompok kelas. Diskusi kelas dijadikan sebagai ajang pengungkapan konsepsi masing-masing. Suasana belajar kolaboratif diutamakan dan dijaga tetap konsisten selama diskusi. Cara yang mungkin dapat dipakai adalah dengan menyatakan kepada mahasiswa bahwa diskusi tidak ditujukan untuk mencari jawaban yang paling tepat, melainkan adalah untuk menjalin komunikasi inter personal, yaitu dengan memperhatikan atau memaknai jawaban setiap mahasiswa yang terlibat dalam diskusi di kelas. Setiap orang berhak dan mesti mengajukan (mengemukakan) konsepsinya. Jika jawaban yang dikemukakan dalam menjawab pertanyan pada Fase 1 beda dengan hasil pengujian melalui eksperimen atau demostrasi pada Fase 2, maka si mahasiswa yang bersangkutan harus mampu mengajukan eksplanasi dan solusi terhadap perbedaan tersebut dalam diskusi kelas tersebut. Diharapkan pada Fase 3


(37)

telah terjadi pengkonstruksian ide baru. Fase keempat adalah Fase Pengambilan Tindakan. Proses pengkonstruksian suatu pandangan baru atau konsepsi baru pada Fase 3, akan mempersiapkan mahasiswa untuk mengambil tindakan terhadap apa yang telah mereka pelajari. Setidaknya mahasiswa harus mampu membuat keputusan tentang tetap memakai konsepsi lama atau harus mengubah konsepsinya secara radikal, dan resikonya harus menerapkan konsepsi baru tersebut pada setiap kejadian-kejadian dan fenomena lain yang berkaitan dengan yang ditanyakan pada Fase 1. Tindakan yang dilakukan mahasiswa (mengubah konsepsi atau tidak) dapat dipantau berdasarkan jawabannya pada kejadian dan/atau fenomena lain yang berkaitan, pada pembelajaran berikutnya Bagi dosen, Fase Keempat merupakan fase penentuan tentang apakah dosen perlu memberikan petunjuk lebih lanjut terhadap persoalan-persoalan yang ditemui di kelas atau tidak.

Fase 1, 2, 3, dan 4 diwujudkan dengan memakai strategi yang diajukan Yager seperti telah dijelaskan sebelumnya. Cara diskusi dengan pembelajar ialah dengan cara pendidik terlibat akrab dengan pembelajar terhadap pengidentifikasian konsepsi pembelajar yang belum sesuai dengan konsepsi ilmuwan. Diskusi sangat menentukan pada Fase 2 & 3. Selain itu, peranan teman sebaya yang sudah mempunyai konsepsi ilmuwan yang disederhanakan sebagai pemicu pengubahan konsepsi dari pembelajar yang lain, juga diperlukan. Seberapa jauh pendidik terlibat dalam diskusi, bergantung kepada berbagai konsepsi pembelajar yang muncul dalam diskusi.

SISTEM SOSIAL: Sistem sosial yang terjadi hendaknya bersifat kooperatif (bekerja sama), dengan demikian bukan bersifat kompetitif. Pendidik harus mendorong pembelajar terlibat dalam diskusi. Lingkungan intelektual terbuka


(38)

bagi semua ide yang relevan. Pendidik dan pembelajar mempunyai hak berpartisipasi sama tentang ide yang dibicarakan. Dialog antar pembelajar di dorong. Walaupun ada pengelompokan dalam pelaksanaan eksperimen (karena keterbatasan alat dan waktu misalnya) namun suasana tetap di dorong untuk kooperatif, bukan kompetitif.

PRINSIP REAKSI: Reaksi pendidik dalam setiap fase adalah dalam membantu pembelajar mengungkapkan konsepsinya. Selain itu, peranan pendidik adalah membantu pembelajar menanyakan hal yang relevan bagi pengungkapan konsepsi mereka. Pembelajar di pandu mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan pengkonstruksian pengetahuan mereka. Pendidik harus dapat memimpin diskusi sehingga diskusi berlangsung seperti dalam suasana ilmuwan mengkomunikasikan konsepsi mereka tentang sesuatu yang dibicarakan.

Pendidik dapat mengerem sifat kompetitif pembelajar dengan mengemukakan bahwa konsepsi setiap orang dihargai bukan dari konsepsi sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan kemampuan setiap pembelajar memahami

perbedaan konsepsi masing-masing. Dengan demikian setiap pembelajar

diarahkan untuk tetap memantau konsepsi setiap pembelajar lainnya. Konsepsi akhir yang dapat dianggap diterima sebagai penyederhanaan konsepsi ilmuwan tentang konsep tersebut dikemukakan pada diskusi akhir tanpa diperinci konsepsi pembelajar mana yang paling tepat, tetapi diwajibkan pada setiap pembelajar membandingkan konsepsi tersebut dengan konsepsi masing-masing dalam laporan tertulis. Jika waktu tidak mencukupi, konsep tersebut dapat dibagikan pada pembelajar dalam bentuk tertulis.

SISTEM PENDUKUNG: Pendukung optimal adalah himpunan material yang dapat mengundang keingintahuan, misalnya isi kurikulum yang dapat dijabarkan


(39)

dalam bentuk masalah atau permasalahan yang berhubungan dengan kehidupan pembelajar yang masih relevan dengan isi kurikulum. Pendidik hendaknya adalah person yang memahami proses dan strategi konstruktivis sosial (memahami teori Vygotsky). Selain itu, material sumber yang dapat dipakai memecahkan permasalahan adalah materi yang dapat disediakan dalam lingkungan sekolah atau lingkungan lokal.

Dalam penelitian ini, berdasarkan kerangka Model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial seperti dijelaskan di atas, peneliti menyusun model pembelajaran yang akan diperlakukan dalam bentuk SAP. Peneliti sengaja menyusun model pembelajaran dalam bentuk SAP agar mudah dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada dosen terpilih yang melaksanakan model itu dalam PBM perkuliahan Fisika Dasar II. Model itu bersifat sementara dan berguna sebagai rambu-rambu. Bentuk sementara itu akan dikembangkan peneliti lebih terperinci atau bahkan mungkin terjadi perbaikan pada saat pelaksanaan penelitian. Sifat Model pembelajaran Konstruktivis Kognitif-Sosial bergantung pada keadaan di lapangan, yakni dapat diubah setiap saat sesuai kebutuhan, tetapi harus tetap mengacu pada kerangka (rambu-rambu) model tersebut.

3.4.2 Perancangan Kerangka Model Pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional dalam Pengajaran Fisika Dasar

Pada gambar 3.4 ditunjukkan skema kerangka model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional yang diterapkan dalam penelitian ini. Model pembelajaran yang dianjurkan untuk perkuliahan Program Bersama MIPA LPTK-FKIP Universitas pada saat penelitian ini dilakukan adalah model pembelajaran dengan bentuk pengajaran yang didasarkan pada rangkaian kegiatan orientasi, latihan, tindak lanjut dan umpan balik. Dalam penelitian ini model pembelajaran


(40)

tersebut disebut model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional (NKK) dalam pengajaran Fisika Dasar.

Keterangan:

* Bentuk Model pembelajaran: Kerangka dalam bentuk SAP

* Landasan Teoretik: Tidak Spesifik

* Strategi Pengajaran: Rangkaian kegiatan Orientasi, Latihan, Umpan Balik dan Tindak lanjut.

Gambar 3.4 Kerangka model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional Dalam kerangka model pembelajaran Non Konsruktivis Konvensional tidak ada langkah (cara) khusus untuk menangani prakonsepsi mahasiswa yang merupakan konsepsi keliru atau miskonsepsi. Strategi mengajar didasarkan pada rangkaian empat tahap kegiatan: Orientasi, Latihan, Umpan Balik, dan Tindak Lanjut. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar tersebut tidak memperhatikan bagaimana terjadinya belajar yang dipandang sebagai pengubahan konsepsi.

Dalam penelitian ini, model pembelajaran Non Konstruktivis Konvensional dalam pengajaran Fisika Dasar yang diterapkan sebagai perlakuan pada desain

Model pembelajaran Non Konstruktivis

Konvensional (NKK)

ORIENTASI

LATIHAN

UMPAN BALIK


(41)

eksperimen faktorial didasarkan pada model pembelajaran yang disusun oleh Tim Dosen Fisika Dasar dalam bentuk SAP.

3.5 Teknik Analisis Data

Data kualitatif yang merupakan hasil penerapan instrumen penelitian WD, OK, ONK, DSK, DSNK, UK, UNK dan KPM dideskripsikan secara naratif. Validasi data kualitatif dilakukan dengan teknik triangulasi, yang dilakukan dengan cara membandingkan dan mencek semua data yang diperoleh. Triangulasi dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh peneliti (hasil observasi KBM), data dari dosen pelaksana model pembelajaran (hasil diskusi peneliti dengan dosen pelaksana model pembelajaran), data dari mahasiswa (hasil kerja para mahasiswa, dan hasil kuesioner persepsi mahasiswa), dan data dokumentasi berupa foto kegiatan pelaksanaan diskusi kelompok di kelas dan diskusi kelas, serta data yang terekam dengan perekam audio (tape recorder).

Data kuantitatif tentang kemampuan konkret dan formal fisika, pemahaman konsep (konsepsi saintifik), perubahan konsepsi, dan tahap perkembangan kognitif (dasar inteligensi logika-matematik) digunakan dalam pengujian hipotesis penelitian ini. Data dianalisis dengan menggunakan teknik statistik “analisis kovariansi” dengan didasarkan pada desain penelitian eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini.

Prosedur analisis kovariansi mencakup pengikutan variabel kovariat sebagai tambahan terhadap variabel bebas. Variabel kovariat tersebut merepresentasikan variasi yang belum terkontrol dalam eksperimen dan diyakini mempengaruhi variabel tersebut. Melalui analisis kovariansi, variabel-variabel tersebut


(42)

di“adjusted” sehingga hilang efek sumber variasi yang tidak terkontrol yang direpresentasikan sebagai variabel kovariat tersebut.

Prosedur analisis kovariansi dipakai menguji hipotesis-hipotesis dalam penelitian ini, dengan ketentuan lebih dahulu memenuhi asumsi berikut (Huitema, 1980:98):

1. Randomisasi; Pada penelitian ini beberapa kelompok ‘intact’ (lihat bagian

‘3.3.1 Desain Penelitian Eksperimen Berbasis Desain Faktorial’) secara random diterapkan pada setiap perlakuan, dengan ketentuan subjek individu dipakai sebagai unit analisis. Huetama (1980: 123) menyebut desain eksperimen faktorial seperti itu sebagai Randomly Assigned Groups Quasi Experiment (Eksperimen Kuasi Kelompok Dikenakan Secara Random). Dengan demikian, asumsi randomisasi dipenuhi.

2. Homogenitas regresi kelompok within; Asumsi ini sangat menentukan boleh

tidaknya memakai model analisis kovariansi konvensional. Jika asumsi ini tidak dipenuhi maka data tidak memenuhi model konvensional analisis kovariansi. Dengan demikian, analisis kovariansi dengan model konvensional tidak dapat dipakai untuk menguji hipotesis dengan akurat. Dalam penelitian ini, homogenitas regresi kelompok within diuji secara statistik. Jika setelah pengujian ternyata tidak memenuhi asumsi homogenitas regresi kelompok within, maka model analisis kovariansi konvensional tidak dipakai dalam penelitian ini, dan sebagai gantinya digunakan analisis kovariansi model terpisah (separate model), yang lebih sesuai dengan keadaan data (Huitema, 1980:103).

3. Independensi statistik antara variabel kovariat dan variabel perlakuan; Dalam


(43)

perlakuan, sehingga memenuhi independensi statistik antara variabel kovariat dan variabel perlakuan.

4. Skor kovariat yang tetap (fixed), diukur tanpa eror; Huitema (1980: 111)

menyatakan bahwa pelanggaran (keadaan tidak memenuhi) asumsi ini tidak penting (tidak menyebabkan bias) dalam pemakaian analisis kovariansi. Dengan demikian, asumsi ini tidak menjadi faktor penentu dalam pemakaian teknik analisis kovariansi dalam penelitian ini.

5. Kelinieran regresi kelompok within; Berdasarkan banyak hasil penelitian,

Huitema (1980: 116) menyimpulkan bahwa kenonlinieran regresi kelompok within tidak menjadi permasalahan besar (tidak menyebabkan bias besar) dalam bidang ilmu prilaku (behavioral science: termasuk pendidikan) dan ilmu sosial. Meskipun tidak menyebabkan bias besar dalam pemakaian analisis kovariansi dalam ilmu prilaku (termasuk dalam ilmu pendidikan), namun dalam penelitian ini kelinieran regresi kelompok within tetap diuji dengan analisis statistik. Hasil pengujian diharapkan dapat digunakan untuk menafsirkan hasil pengujian hipotesis penelitian dengan teknik analisis kovariansi secara akurat.

6. Kenormalan Y (variabel terikat); Dalam ilmu prilaku (behavioral science:

termasuk pendidikan) Kenonnormalan (nonnormality) Y hanya mempunyai efek yang sangat kecil terhadap uji F analisis kovariansi, karena variabel kovariat yang diterapkan dalam bidang itu setidaknya merupakan aproksimasi variabel random berdistribusi normal (Huitema, 1980: 117). Dalam penelitian ini, kenormalan Y yang terkondisi pada skor X diuji dengan uji normalitas secara statistik.

7. Level perlakuan tetap (fixed); Dalam penelitian ini, level perlakuan yang

tercakup dalam eksperimen merupakan level spesifik yang menarik perhatian peneliti (level perlakuan dalam penelitian ini: faktor latar pendidikan SMA


(1)

5.3 Rekomendasi

Berdasarkan pada bukti-bukti yang dikumpulkan dalam penelitian ini, pada bagian ini peneliti mengemukakan rekomendasi sebagaimana diuraikan di bawah ini.

Pertama; Pembelajaran dengan model pembelajaran KKS hendaknya menjadi salah satu alternatif pilihan dosen Fisika Dasar dalam pencapaian tujuan mata-mata kuliah tersebut sebagai salah satu mata kuliah Program Bersama Program S-1 PMIPA LPTK-FKIP Universitas. Pembelajaran dengan model pembelajaran KKS memungkinkan pencapaian sasaran pembelajaran yang komprehensip yang memuat dimensi: Kemampuan Konkret dan Formal Fisika, Pemahaman Konsep Fisika, dan Pengubahan Konsepsi Keliru menjadi Konsepsi Saintifik. Dengan demikian, pembelajaran Fisika Dasar dengan model pembelajaran KKS dapat membina landasan berpikir yang sama dan mengembangkan wawasan yang luas mengenai rumpun IPA, serta dapat berfungsi sebagai wahana bagi pengembangan sikap ilmiah dan pembinaan cara-cara belajar di perguruan tinggi.

Kedua; Pembelajaran dengan model pembelajaran KKS hendaknya menjadi salah satu alternatif pilihan dosen Fisika Dasar dalam meningkatkan aktivitas dosen dan mahasiswa untuk menumbuhkan sikap yang lebih positif terhadap belajar. Pembelajaran dengan model pembelajaran KKS memungkinkan mahasiswa aktif terlibat di kelas dalam: mengemukakan tanggapan atau ide atau gagasan terhadap sesuatu yang dipelajari dalam perkuliahan di kelas dan merumuskan penjelasan atau pengertian terhadap gejala-gejala atau persoalan fisika.


(2)

Ketiga; Karena landasan teoretis model pembelajaran KKS mencakup kedua corak konstruktivisme maka pada pelaksanaannya hendaknya dosen pelaksana model memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang perbedaan model pembelajaran konstruktivis dengan model non konstruktivis serta cukup terampil mengelola kelas berdasarkan kondisi yang dibutuhkan model pembelajaran konstruktivis. Dengan demikian, model pembelajaran KKS yang sudah siap pakai sebagai hasil penelitian ini direkomendasikan sebagai masukan bagi para pengelola mata-mata kuliah Program Bersama Program S1 PMIPA LPTK-FKIP Universitas. Masukan tersebut adalah temuan penelitian berupa proses belajar mengajar dan hasil belajar memakai model pembelajaran KKS serta konsepsi mahasiswa terhadap konsep-konsep materi perkuliahan tengah semester kedua mata kuliah Fisika Dasar II MIPA LPTK.

Keempat; Mengingat bahwa kurikulum baru sekarang ini (baik perguruan tinggi maupun pendidikan dasar dan menengah didorong memakai kurikulum berbasis kompetensi) menuntut pendekatan konstruktivis sebagai pendekatan pembelajaran maka suka atau tidak suka dosen/guru hendaknya mulai mencoba menerapkan berbagai model pembelajaran konstruktivis. Model pembelajaran KKS sebagai hasil penelitian ini dapat langsung dipakai dengan sedikit penyesuaian di sana sini. Dosen/guru dapat memakai uraian pengembangan model pembelajaran KKS dalam Bab II, Bab III dan Bab IV disertasi ini sebagai rambu-rambu (petunjuk) untuk menyesuaikan model pengajaran KKS hasil penelitian ini dengan kebutuhannya.

Kelima; Pada dasarnya model pembelajaran yang disusun peneliti dalam penelitian ini masih merupakan sebuah model dari banyak model pembelajaran yang dapat disusun berdasarkan strategi konstruktivis. Melihat bahwa hanya lebih


(3)

besar sedikit dari separuh mahasiswa pada pembelajaran dengan model pembelajaran KKS yang berhasil mencapai nilai KKFF dan KS di atas klassifikasi sedang, diharapkan dilakukan perbaikan model pembelajaran KKS ini melalui penelitian lanjutan oleh peneliti lain maupun nantinya oleh peneliti sendiri. Peneliti menyarankan peneliti lain untuk meneliti model pembelajaran konstruktivis berdasarkan strategi konstruktivis lainnya, dengan mengacu pada kerangka model yang telah disusun dalam penelitian ini. Penelitian lanjutan tersebut diharapkan nantinya akan memberikan petunjuk pada jalan menuju pencapaian model pembelajaran yang paling efektif dari semua model pembelajaran yang dapat ditarik dari berbagai strategi konstruktivis dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada perkuliahan Fisika Dasar di LPTK-FKIP Universitas.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, T. (1994). Multiple Intelligences in the Classroom. Alexandria: ASCD.

Bell, B.F. (1993). Children’s Science, Constructivism and Learning in Science. Geelong: Deaken University.

Berk, L.E. (1989). Child Development. Massachusetts: Allyn & Bacon.

Collea, F.P. et al. (1975). Workshop on Physics Teaching and the Development of Reasoning. New York:American Association of Physics Teachers.

Cutnell, J.D.(1995). Physics (third edition). New York: John Wiley & Sons. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990). Keputusan Direktur Jenderal

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 36/Dikti/Kep/1990 tentang Kurikulum Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (MIPA-LPTK) Program Strata-1 (S1). Jakarta: Depdikbud.

Dewey et al.(1992). "Studying Conceptual Change in Learning Physics". Science Education. 76 (6). 615-652.

Glasson, G.E. & Lalik, R.V. (1993). "Reinterpreting the Learning Cycle from a Social Constructivist Perspective Qualitative Study of Teacher's Beliefs and Practices". Journal of Research in Science Teaching. 30 (2), 197-207.

Gredler, M.E. (1992). Learning and Instruction Theory into Practice (second ed.). New York: Macmillan Publishing Company.

Halliday, D. & Resnick, R. (1986). Fundamentals of Physics (second edition). New York: John Wiley & Sons.

Hecht, E. (1994). Physics, Algebra/Trig. California: Brooks/Cole Publising Company.

Hinduan, A.A. et al (1992). Profil Hasil Belajar Mahasiswa TPB FPMIPA IKIP Bandung dalam Memahami Konsep-konsep Fisika Dasar. Penelitian OPF IKIP Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Hinduan, A.A. (1996). Sumbangan Bekal Kemampuan Dasar Fisika bagi Keberhasilan Mahasiswa Baru dalam Mata Kuliah Fisika Dasar (Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Bandung). Penelitian OPF IKIP Bandung: Tidak Dipublikasikan.


(5)

Huitema, B.E. (1980). The Analysis of Covariance and Alternatives. New York: McGraw-Hill.

Inhelder, B. & Piaget, J. (1958). The Growth of Logical Thinking from Childhood to Adolescent. New York: Basic Books, Inc., Publishers.

Joyce, B. et al. (1992). Models of Teaching (fourth ed.). Massachusetts: Allyn and Bacon.

Kirk, R.E. (1982). Experimental Design: Procedures for the Behavioral Sciences (second ed.). California: Brooks/Cole Publishing Company.

Lawson, A.E. (1989). “Research on Advanced Reasoning Concept Acquition and a Theory of Science Instruction”. dalam Philip Adey et al (Eds.). Adolescent Development and School Science. New York: The Falmer Press.

Lonning, R.A. (1993). “Effect of Cooperative Learning Strategy on Student Verbal Interactions and Achievement during Conceptual Change Instruction in 10th Grade General Science”. Journal of Research in Science Teaching: 30 (9), 1087-1101.

Newman, F. & Holtzman, L. (1993). Lev Vygotsky. London & New York: Routledge.

Novak, J.D. (1977). A Theory of Education. Ithaca & London: Cornell University Press.

Roth, W.-M. & Roychoudhury, A. (1993). "The Concept Map as a Tool for the Collaborative Construction of Knowledge: A Microanalysis of High School Physics Students". Journal of Rescarch in Science Teaching. 30(5): 503-534. Shipstone, D. (1985). "Electricity in Simple Circuits". dalam Rosalind Driver (Eds.). Children's Ideas in Science. Milton Keynas, Philadelphia: Open University Press.

Sihite, L.E. & Silalahi, O. (1992). Fisika Dasar II Buku Pegangan Kuliah Mahasiswa untuk Program Bersama MIPA IKIP Medan. Medan: Jurusan Fisika FPMIPA IKIP Medan.

Sinuraya, J.B. (1996). Pengaruh Interaktif antara Metode Galperin dan Motivasi Berprestasi terhadap Hasil Belajar Fisika Dasar II Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP Medan. Penelitian dibiayai Dana SPP-DPP IKIP Medan: Tidak Dipublikasikan.


(6)

Strike, K.A. & Posner, G.J. (1985). “A Conceptual Change View of Learning an Understanding”. dalam Leo H. T. West & A. Leon Pines (eds.). Cognitive Structure and Conceptual Change. Orlando: Academic Press, Inc.

Trowbridge, L.W. & Bybee, R.W. (1990). Becoming a Secondary School Science Teacher (fifth ed.). Columbus: Merril Publishing Company.

Trumper, R. & Gorsky, P. (1993). “Learning About Energy: The Influence of Alternative Frameworks, Cognitive Levels, and Closed-Mindedness”. Journal of Research in Science Teaching. 30(7), 637-648.

Tytler, R. (1996). “Constructivism and Conceptual Change Views of Learning in Science”. Khazanah Pengajaran IPA. 1(3), 4-20.

van den Berg, E. (Editor) (1991). Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Vygotsky, L.S. (1978).”Mind in Society, The Development of Higher Psychological Processes”. dalam Michael Cole et al (Eds.) Mind in Society, The Development of Higher Psychological Processes. Cambridge: Harvard University Press.

Watts, M. (1994). Constructivism. Massachusetts: Allyn & Bacon.

West, L.H.T. & Pines, A.L. (Eds.) (1985). Cognitive Structure and Conceptual Change. Orlando: Academic Press, Inc.

Wittrock, M.C. (1987). "Models of Heuristic Teaching". dalam Michael J. Dunkin (Eds.). The International Encyclopedia of Teaching and Teacher Education. Great Britain: Pergamon Press.

Yager, R.E. (1991). "The Constructivist Learning Models". The Science Teacher. September 1991.

Yager, R.E. (1992). "The Constructivist Learning Model: A Must for STS Classrooms". dalam Yager, Robert E. (Eds.) (1992). The Status of Science-Technology Society Reform Efforts around the World. Arlington, Virginia: ICASE Year Book.