BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Paving Block - Resti Fitriana BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Paving Block Paving block merupakan komposisi bahan bangunan yang dibuat dari

  campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton (SNI 03-0691-1996).

  Paving block sering disebut juga sebagai bata beton (concrete block). Pada

  umumnya agregat yang digunakan dalam campuran paving block adalah agregat halus berupa pasir. Paving block dapat berwarna seperti warna aslinya atau diberi zat pewarna pada komposisinya.

  Paving block merupakan produk bahan bangunan dari semen yang digunakan sebagai salah satu alternatif penutup atau pengerasan permukaan tanah.

  Sebagai bahan penutup dan pengerasan permukaan tanah paving block sangat luas penggunaannya untuk berbagai keperluan, biasanya paving block digunakan untuk pengerasan dan memperindah trotoar jalan di kota-kota, halaman, taman dan jalan komplek perumahan.

  Ketebalan paving block yang sering digunakan (Spesifications for Precast

  Concrete Paving Block, 1980) yaitu :

  1. Ketebalan 6 cm, digunakan untuk beban lalu lintas ringan yang frekuensinya terbatas, seperti pejalan kaki, sepeda motor.

  2. Ketebalan 8 cm, digunakan untuk beban lalu lintas yang frekuensinya padat, seperti sedan, pick up, bus dan truk.

  3. Ketebalan 10 cm atau lebih, digunakan untuk beban lalu lintas yang super berat, seperti crane, loader.

  Badan Standarisasi Nasional (SNI 03-0691-1996) mengklasifikasi paving

  block (bata beton) dalam 4 jenis, yaitu : 1. Bata beton mutu A, digunakan untuk jalan.

  2. Bata beton mutu B, digunakan untuk parkir.

  3. Bata beton mutu C, digunakan untuk pejalan kaki 4. Bata beton mutu D, digunakan untuk taman dan pengguna lain.

  Menurut SK SNI T

  • –04-1990, pembagian kelas paving block berdasarkan mutu betonnya, antara lain :

  a. Paving block dengan mutu beton I, nilai f’c 34 - 40 Mpa.

  b. Paving block dengan mutu beton II, nilai f’c 25,5 - 30 Mpa.

  c. Paving block dengan mutu beton III, nilai f’c 17 - 20 Mpa.

  Klasifikasi paving block berdasarkan bentuk menurut SK SNI T-04-1990 terbagi atas dua macam, yaitu : a. Paving block bentuk segi empat

  b. Paving block bentuk segi banyak

Gambar 2.1 Bentuk Paving Block Pola pemasangan sebaiknya disesuaikan dengan tujuan penggunaannya.

  Pola yang umum dipergunakan yaitu pola susun bata (Strecher), anyaman tikar

  

(Basket Weave) dan tulang ikan (Herring Bone). Untuk perkerasan jalan

  diutamakan pola tulang ikan karena mempunyai kuncian yang baik. Dalam proses pemasangannya pada tepi susunan paving block biasanya ditutup dengan pasak yang berbentuk topi uskup.

  Beberapa pola pemasangan paving block untuk lapis perkerasan yang sering digunakan antara lain :

Gambar 2.2 Pola Pemasangan Paving Block

  II

  5 Container Yard, Taxy Way I 100 TI

  80 TI

  I

  4 Terminal bus

  3 Jalan lingkungan I/II 60/80 TI

  60 SB, AT, TI

  2 Tempat parkir dan garasi

Gambar 2.3 Bentuk Pasak Topi Uskup

  60 SB, AT,TI

  III

  1 Trotoar dan taman

  Kombinasi Kelas Tebal (mm) Pola

Tabel 2.1 Kombinasi Mutu dan Pola Pemasangan Paving block No. Penggunaan

  paving block :

  Berikut ini adalah kombinasi mutu, bentuk, tebal dan pola pemasangan

  Sumber : SK SNI T-04-1990-F

2.1.2. Syarat Mutu Paving Block

  Menurut SNI 03-0691-1996, paving block harus memenuhi persyaratan tentang Bata beton sebagai berikut : a. Sifat tampak, bata beton harus mempunyai permukaan yang rata, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.

  b. Ukuran, bata beton harus mempunyai ukuran tebal nominal minimum 60 mm dengan toleransi ± 8 %.

  c. Sifat fisik, bata beton harus mempunyai sifat-sifat fisik seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Fisik Paving Block Mutu Kegunaan

  Kuat Tekan (Kg/cm2) Ketahanan Aus (mm/menit) Penyerapan air rata- rata maks (%) Rata

2 Min Rata

  2 Min

  A Perkerasan jalan 400 350 0,0090 0,103

  3 B Tempat parkir 200 170 0,1300 1,149

  6 C Pejalan kaki 150 125 0,1600 1,184

  8 D Taman kota 100 85 0,2190 0,251

  10 Sumber : SNI 03-0691-1996 Menurut British Standart Institution 6717 part I 1986 tentang Precast

  Concrete Paving Block , persyaratan untuk paving block antara lain : a. Paving block sebaiknya mempunyai ketebalan tidak kurang dari 60 mm.

  b. Ketebalan paving block yang baik yaitu 60 mm, 65 mm, 80 mm, dan 100 mm.

  c. Paving block dengan bentuk persegi panjang sebaiknya mempunyai panjang 200 mm dan lebar 100 mm. d. Lebar tali air yang terdapat pada badan paving block sebaiknya tidak lebih dari 7 mm.

e. Toleransi dimensi pada paving block yang diijinkan yaitu :  Panjang ± 2 mm.

   Lebar ± 2 mm.  Tebal ± 3 mm.

2.2. Kegunaan dan Keuntungan Paving Block

  Keberadaan paving block dapat menggantikan aspal dan pelat beton, dengan banyak keuntungan yang dimilikinya. Paving block mempunyai banyak kegunaan, diantaranya untuk perkerasan tempat parkir plaza, hotel, tempat rekreasi, tempat bersejarah, terminal, jalan setapak, trotoar, perkerasan jalan lingkungan pada kompleks-kompleks perumahan, taman kota dan tempat bermain. Beberapa keuntungan penggunaan paving block, antara lain : a. Dapat diproduksi secara massal.

  b. Paving block tidak mudah rusak pada kondisi pembebanan normal.

  c. Daya serap air melalui paving block menjaga keseimbangan air tanah untuk menopang betonan atau rumah diatasnya.

  d. Paving block lebih mudah dihamparkan dan langsung bisa digunakan tanpa harus menunggu pengerasan seperti pada beton.

  e. Paving block menghasilkan sampah konstruksi lebih sedikit dibandingkan penggunaan pelat beton.

  f. Paving block memiliki nilai estetika yang unik terutama jika didesain dengan pola dan warna yang inda g. Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada saat pengerjaan.

  h. Adanya pori-pori pada paving block meminimalisasi aliran permukaan dan memperbanyak infiltrasi dalam tanah. i. Daya serap air yang baik sekitar rumah atau tempat usaha akan menjamin ketersediaan air tanah sehingga bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari

  (Nurzal, Joni. 2013). j. Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya pun murah

   2.3.

   Bahan Penyusun Paving Block 2.3.1. Semen Portland

  Semen Portland merupakan bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Semen Portland didefinisikan sebagai semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling kerak besi (klinker) yang mengandung kalsium silikat hidrolik yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya (ASTM C-150-1985).

  Semen merupakan bahan perekat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan konstruksi sipil. Jika ditambah air akan menjadi pasta semen dan jika ditambahkan agregat halus dan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang mengeras akan menjadi beton keras. Fungsi utama semen adalah merekatkan butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara diantara butir-butir agregat (Indriyanto N, Yogie L, 2008).

  Pada dasarnya semen portland terdiri dari 4 unsur yang paling penting, yaitu: a. Trikalsium silikat (C

3 S) atau CaO.SiO

  

2

Unsur ini sifatnya hampir sama dengan sifat semen yaitu jika ditambahkan air

  akan menjadi kaku dan dalam beberapa jam saja pasta akan mengeras. C

  3 S

  menunjang kekuatan awal semen dan menimbulkan panas hidrasi kurang lebih 58 kalori/gram setelah 3 hari.

  b. Dikalsium silikat (C

2 S) atau 2CaO.SiO

  2 Pada saat penambahan air setelah reaksi yang menyebabkan pasta mengeras

  dan menimbulkan panas 12 kalori/gram setelah 3 hari. Pasta akan mengeras, perkembangan kekuatannya stabil dan lambat pada beberapa minggu kemudian mencapai kekuatan tekan akhir hampir sama dengan C S.

  3

  c. Trikalsium aluminat (C

  2 O

3 A) atau 3CaO.Al

  3 Unsur ini apabila bereaksi dengan air akan menimbulkan panas hidrasi tinggi

  yaitu 212 kalori/gram setelah 3 hari. Perkembangan kekuatan terjadi satu sampai dua hari tetapi sangat rendah.

  d. Tetrakalsium aluminoferit (C AF) atau Al O .Fe O

  4

  2

  3

  2

  3 Unsur ini saat bereaksi dengan air berlangsung sangat cepat dan pasta terbentuk dalam beberapa menit, menimbulkan panas hidrasi 68 kalori/gram.

  Warna abu-abu pada semen disebabkan oleh unsur ini.

  Silikat dan aluminat yang terkandung dalam semen portland jika bereaksi dengan air akan menjadi perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut dengan hidrasi (Neville, 1977: 10). Reaksi kimia semen bersifat exothermic dengan panas yang dihasilkan mencapai 110 kalori/gram. Akibatnya dari reaksi exothermic terjadi perbedaan temperatur yang sangat tajam sehingga mengakibatkan retak-retak kecil (microcrack) pada beton (Andoyo, 2006).

  Berdasarkan SK.SNI T-15-1971-03:2, membagi semen portland menjadi 5 jenis, yaitu :

Tabel 2.3 Klasifikasi Semen Portland Tipe Keterangan

  I Semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Biasa digunakan untuk konstruksi bangunan bertingkat tinggi, perumahan, jembatan dan jalan raya, landasan bandara, beton pratekan, bangunan irigasi.

  II Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang serta diaplikasikan pada tempat yang lebar dan luas (bendungan, dermaga, dinding penahan besar, dll).

  III Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal tinggi (cepat mengeras) dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi.

  IV Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah. Jenis ini dapat mencapai kekuaan tinggi dengan lambat dan membutuhkan pemeliharaan pengeringan lebih panjang.

  V Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat dan diaplikasikan untuk pondasi, dinding basement, terowongan, juga beton yang bersentuhan dengan tanah.

  Sumber : SNI T-15-1971-03 Jumlah kandungan semen sangat berpengaruh terhadap kuat tekan beton.

  Jika jumlah semen terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit, sehingga adukan beton sulit dipadatkan dan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan maka jumlah air juga berlebihan, sehingga beton mempunyai banyak pori dan akibatnya kuat tekan beton rendah (SNI 03-2834-1992).

2.3.2. Agregat Halus

  Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya yaitu agregat halus dan kasar. Agregat halus mempunyai ukuran dibawah 4,8 mm (British

  

Standard ) atau 4,75 mm (ASTM). Sedangkan agregat kasar mempunyai ukuran

  diatas 4,8 mm (British Standard) atau 4,75 mm (ASTM). Adapun penggolongan agregat halus berupa pasir alam, pasir olahan atau gabungan dari kedua pasir tersebut.

  Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau pasir buatan yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai butiran sebesar 4,76 mm (SNI 03-6820-2002). Sedangkan menurut ASTM C 125-92, agregat halus adalah agregat yang lolos ayakan 3/8 inch (9,5 mm) dan hampir seluruhnya lolos saringan 4,75 mm (saringan no. 4 Standar ASTM) dan tertahan ayakan no. 200.

  Agregat yang dipakai untuk campuran adukan atau mortar harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh SNI 03-6821-2002 yakni dengan modulus halus 1,5 sampai 3,8. Modulus halus butir adalah suatu indek yang dipakai untuk menjadi ukuran kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat yang tertinggal diatas suatu set ayakan dan kemudian dibagi seratus. Semakin besar nilai modulus halusnya menunjukkan bahwa makin besar butir-butir agregatnya.

  Tabel di bawah ini merupakan table zona gradasi agregat halus yang menentukan klasifikasi pasir yang telah di ayak menggunakan satu set ayakan standar (Shiever Shaker).

Tabel 2.4 Zona Gradasi Agregat Halus

  Berat Tembus Kumulatif ( % ) Lubang Ayakan Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4

  ( mm ) Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah 10 100 100 100 100 100 100 100 100

  4,8 100 90 100 90 100 90 100

  95 2,4

  95 60 100 75 100 85 100

  95 1,2

  70 30 100 55 100 75 100

  90 0,6

  34

  15

  34

  35

  79 60 100

  80 0,3

  20

  5

  30

  8

  40

  12

  50

  15 0,15

  10

  10

  10

  15 Sumber : SNI 03-6821-2002 Keterangan : Zona 1 = Pasir Kasar

  Zona 2 = Pasir Agak Kasar Zona 3 = Pasir Halus Zona 4 = Pasir Agak Halus

  Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butiran dari agregat. Bila butir- butir agregat memiliki ukuran yang sama (seragam) volume pori akan besar, sebaliknya bila ukuran butir-butirnya bervariasi maka volume porinya kecil. Hal ini karena butiran yang kecil akan mengisi pori diantara butiran yang besar, sehingga pori-porinya sedikit atau dengan kata lain kemampatannya tinggi (M.Tri Wibowo, 2007).

  Menurut SII-0052, agregat halus yang dipakai untuk campuran adukan harus memenuhi persyaratan agregat halus secara umum, yaitu sebagai berikut :

  1. Agregat halus terdiri dari butiran yang tertinggal diatas ayakan no. 200 dan terdiri dari butiran tajam dan keras dan modulus halus butirnya 1,5

  • – 3,8.

  2. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm) maksimum 5 % dari berat kering, jika kadar lumpur lebih dari 5 % maka pasir harus dicuci.

  3. Kadar zat organik yang terkandung ditentukan dengan mencampur agregat halus dengan larutan natrium sulfat (NaSO

  4 ) 3%, jika dibandingkan dengan warna standar atau pembanding tidak lebih tua dari pada warna standar.

  4. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan atau zat yang sifatnya merusak beton, termasuk yang menimbulkan karat pada tulangan (PBBI 1971).

  5. Tidak boleh menggunakan pasir laut, kecuali dengan petunjuk staff ahli karena pasir laut mengandung garam yang dapat merusak beton/baja tulangan (Andre, 2012).

2.3.3. Kapur

  Kapur telah dikenal sebagai salah satu bahan stabilisasi tanah yang baik, terutama bagi stabilisasi tanah lempung yang memiliki sifat kembang-susut yang besar. Bahan kapur adalah sebuah benda putih dan halus terbuat dari batu sedimen, membentuk bebatuan yang terdiri dari mineral kalsium. Adanya unsur

  

cation Ca+ pada kapur dapat memberikan ikatan antar partikel yang lebih besar

yang melawan sifat mengembang dari tanah.

  Batu kapur terbentuk dari kulit kerang dan batu karang yang merupakan hasil pengendapan kerangka binatang-binatang lembek yang halus dan hidup di dasar laut. Pengendapan ini berlangsung terus hingga beribu-ribu tahun dan oleh karena pergeseran dan pengangkatan dari dasar laut akhirnya muncul ke permukaan laut (Andoyo, 2006).

  Batu kapur pada umumnya bukan CaO murni akan tetapi mengandung oksida-oksida lain dalam jumlah tertentu yang merupakan pengotoran dari batuan kapur. Tabel di bawah ini menunjukkan komposisi susunan kimia kapur.

  Sumber : Andoyo, 2006

  2

  2 O → Ca(OH)

   Kapur Padam Kapur padam adalah hasil pemadaman kapur tohor dengan air dan membentuk hidrat. Reaksinya adalah: CaO + H

  2

  → CaO + CO

  3

  Komposisinya adalah sebagian besar kalsium karbonat pada suhu yang tinggi sehingga bila diberi air dapat terpadamkan membentuk hidrat, secara kimia dapat dijelaskan sebagai berikut : CaCO

  ) pada suhu sedemikian rupa sehingga jika diberi air dapat dipadamkan.

  3

   Kapur Tohor Kapur tohor adalah hasil pembakaran batu kapur atau batu alam lain (CaCO

  Berdasarkan penggunaannya kapur untuk bahan bangunan dibagi menjadi 2 macam, yaitu kapur pemutih dan kapur aduk. Kedua macam kapur tersebut bisa terdapat dalam bentuk kapur tohor maupun kapur padam (Moerdwiyono, 1998: 6). Kapur dapat diklasifikasikan seperti :

  0,5

Tabel 2.5 Komposisi Kimia Kapur No. Unsur Kimia Prosentase (%)

  3

  Fe

  2 O 3 dan Ferro

  5 Aluminium oksida Al

  2 ) 0,14 - 2,14

  4 Silikat (SiO

  3 Magnesium oksida (MgO) 21 - 31

  2 Kalsium oksida (CaO) 29,77 - 55,56

  97

  3 )

  1 Karbonat (CO

2 O

   Kapur Udara Kapur udara adalah hasil pemadaman kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah beberapa saat hanya dapat mengeras di udara karena pengikatan karbondioksida (CO 2 ).

   Kapur Hidrolis Kapur hidrolis adalah kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah beberapa saat dapat mengeras baik diudara maupun di dalam air.

   Kapur Magnesia Kapur magnesia adalah kapur yang mengandung lebih dari 5% magnesium oksida (MgO), dihitung dari contoh kapur yang dipadamkan.

  Kelebihan kapur sebagai bahan pengikat ini sangat dipengaruhi oleh sifat- sifat kapur sebagai berikut :

  1. Kapur mempunyai sifat plastik yang baik, dalam arti tidak getas.

  2. Sebagai bahan pengikat, kapur dapat mengeras dengan mudah dan cepat, sehingga memberikan kekuatan pengikat kepada dinding.

  3. Mudah dikerjakan, tanpa harus melalui proses pabrik.

  Sifat-sifat batu kapur, batu kapur mempunyai sifat yang istimewa bila dipanaskan akan berubah menjadi kapur yaitu kalsium oksida (CaO) dengan menjadi proses dekarbonasi (pengusiran CO

  2 ), hasilnya disebut kampur atau quick

lime yang dapat dihidrasi secara mudah menjadi kapur hydrant atau kalsium

  hidroksida (Ca(OH)

  2

  ). Pada proses ini air secara kimiawi bereaksi dan diikat oleh CaO menjadi Ca(OH) 2 dengan perbandingan jumlah molekul sama. Menurut Moerdwiyono (1998:7) pemakaian kapur untuk bahan bangunan dibagi dalam 2 macam, yaitu; kapur pemutih dan kapur aduk. Kapur aduk adalah kapur yang biasa digunakan dalam campuran mortar, yaitu campuran semen, kapur dan pasir. Sedangkan kapur pemutih adalah kapur yang sering digunakan untuk pengecatan atau memutihkan pekerjaan lainnya. Kedua macam kapur tersebut boleh dalam bentuk kapur tohor atau juga kapur padam (Andoyo, 2006).

  Pemanfaatan dari kapur diantaranya adalah :

  a. Bahan Bangunan, bahan bangunan yang dimaksud adalah kapur yang dipergunakan untuk plester, adukan pasangan bata, pembuatan semen trass ataupun semen merah.

  b. Bahan Penstabilan Jalan Raya, pemakaian kapur dalam bidang pemantapan fondasi jalan raya termasuk rawa yang dilaluinya. Kapur ini berfungsi untuk mengurangi plastisitas, mengurangi penyusutan dan pemuaian fondasi jalan raya.

  c. Sebagai Bahan ikat pada Beton, bila dipakai bersama-sama semen

  portland , sifatnya menjadi lebih baik dan dapat mengurangi kebutuhan semen portland.

  d. Sebagai batuan jika berbentuk batu kapur.

2.3.4. Fly Ash

  Fly ash adalah hasil dari proses pembakaran batu bara, berupa butiran halus,

  ringan, bundar, tidak porous dan bersifat pozzolanic. Fly ash dapat digunakan sebagai bahan pengganti sebagian semen (PC). Dalam pekerjaan beton, fly ash yang digunakan dapat mengganti sebagian semen optimum sebesar 20 % (Rony Ardiansyah, 2007).

  Sebenarnya abu terbang tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen, namun dengan kehadiran air dan ukurannya yang halus, oksida silika yang dikandung di dalam abu batubara akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan akan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan yang mengikat (Djiwantoro, 2001).

  Fly ash sepertinya cukup baik untuk digunakan sebagai bahan ikat karena

  bahan penyusun utamanya adalah Silikon Dioksida (SiO

  2 ), Aluminium (Al

  2 O 3 ) dan

Ferrum Oksida (Fe O ). Oksida-oksida tersebut dapat bereaksi dengan kapur

  2

  3 bebas yang dilepaskan semen ketika bereaksi dengan air.

  Dalam SK-SNI S-15-1990-F spesifikasi abu terbang atau fly ash sebagai bahan tambah untuk campran beton disebutkan ada 3 jenis, yaitu : a. Abu terbang jenis N, ialah abu terbang hasil kalsinasi dari pozzolan alam, misalnya tanah diatomite, shole, tuft, batu apung dan abu gunung merapi atau pumice.

  b. Abu terbang jenis F, ialah abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran

  o

  batu bara jenis antrasit dan bituminous pada suhu kurang lebih 1560 C.

  c. Abu terbang jenis C, ialah abu terbang hasil pembakaran batu bara jenis subbituminous dan lignit/batu bara dengan kadar karbon sekitar 60 %.

  Abu terbang jenis ini mempunyai sifat seperti semen dengan kadar kapur diatas 10 %.

  Berdasarkan jenis batu bara yang digunakan sebagai bahan bakar, abu batu bara (abu terbang/fly ash) dibagi atas 2 kelas yaitu abu terbang kelas F dan kelas C (ASTM 1986), dan yang baik untuk digunakan sebagai bahan additive untuk beton adalah abu terbang kelas F, karena mempunyai kandungan total oksida silikat (SiO

  2 ), Al

  2 O 3 dan Fe

2 O 3 yang lebih besar (min 70%) dibandingkan dengan abu terbang kelas C (Fauna Adibroto, Yelvi, 2008).

  Komposisi kimia pada abu terbang (Fly Ash) batu bara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.6 Komposisi Kimia Abu Terbang Batubara dan Semen Portland

  Prosentase Abu Terbang (%) Prosentase Semen

  No. Unsur Kimia Portland (%)

  Jenis F Jenis C Jenis N

  1 SiO

  

2 51,90 50,90 58,20 22,60

  2 Al

  2 O

3 25,80 15,70 18,40 4,30

  3 Fe

  2 O

3 6,98 5,80 9,30 2,40

  4 CaO 8,70 24,30 3,30 64,40

  5 MgO 1,80 4,60 3,90 2,10

  6 SO

  

2 0,60 3,30 1,10 2,30

  7 Na

  2 O dan K

  2 O 0,60 1,30 1,10 0,60 Sumber : Andoyo, 2006

  Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kandungan mineral Fly ash dari batu bara adalah komposisi kimia batu bara, proses pembakaran batu bara, bahan tambah yang digunakan termasuk bahan tambahan minyak untuk stabilisasi nyala api dan bahan tambahan untuk pengendalian korosi.

  Fly ash memiliki kandungan silica (SiO2) yang paling dominan sehingga

  bila dijadikan sebagai bahan pembentuk semen alternative, bersama-sama dengan kapur menghasilkan suatu material bersifat semen yaitu CaOSiO2 yang apabila diberi air dapat bereaksi hidrasi membentuk suatu masa padat (Puti Farida Marzuki, Erlangga Jogaswara, ITB).

  Fly ash berasal dari limbah industri yang sudah melalui proses pengolahan

  penghalusan dan penyaringan dari zat-zat karbon yang merusak beton dengan teknologi modern untuk mengurangi kandungan karbon, sehingga ikatan agregat dalam campuran beton akan homogen, solid dan kuat. Proses penyaringan abu batubara dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.4 Electrostatic Precipitator

  Abu batu bara dapat digunakan pada beton sebagai material terpisah atau sebagai bahan dalam campuran semen dengan tujuan untuk memperbaiki sifat- sifat beton. Fungsi abu batu bara sebagai bahan aditif dalam beton bisa sebagai pengisi (filler) yang akan menambah internal kohesi dan mengurangi porositas daerah transisi yang merupakan daerah terkecil dalam beton, sehingga beton menjadi lebih kuat. Pada umur sampai dengan 7 hari, perubahan fisik abu batu bara akan memberikan konstribusi terhadap perubahan kekuatan yang terjadi pada beton, sedangkan pada umur 7 sampai dengan 28 hari, penambahan kekuatan beton merupakan akibat dari kombinasi antara hidrasi semen dan reaksi pozzolan (Jackson, 1977).

  Seperti diketahui fly ash dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan. Berikut ini adalah penggunaan fly ash sebagai bahan bangunan : a. Baik untuk campuran agregat beton (ready mix ).

  b. Bahan campuran pembuatan genteng, beton, paving block, batako dan sebagainya.

  c. Untuk campuran mortar (adukan luluh) pasangan batu, pondasi, batu merah atau batako.

  d. Untuk campuran mortar pasangan keramik dan bangunan.

  e. Untuk campuran mortar plesteran, perataan lantai dan acian. Berikut ini adalah hasil menggunakan abu terbang untuk bahan bangunan :

  1. Mengurangi biaya material semen sehingga pembiayaan lebih hemat dan ekonomis.

  2. Mudah dalam pengerjaan, cepat kering, dan mengeras.

  3. Permukaan beton lebih rata dan halus serta kekuatan (kualitas) beton meningkat.

  4. Tahan lama dan tidak mudah rusak oleh pengaruh cuaca.

  5. Tahan terhadap rembasan air (kedap air).

  6. Melekat dengan baik pada pasangan batu pondasi, bata merah atau batako (Cony Loveta, 2013).

2.3.5. Air

  Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya proses pengerasan dalam pekerjaan beton. Air yang digunakan sebagai campuran beton adalah yang tidak mengandung senyawa-senyawa berbahaya, garam, minyak, gula atau bahan kimia lainnya (Tjokrodimuljo, 1996).

  Untuk bereaksi dengan semen, air hanya diperlukan sekitar 25% dari berat semen. Perbandingan jumlah air dengan semen yang biasa disebut Faktor Air Semen (FAS) penting untuk diperhatikan. Jika air berlebihan maka akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton.

  Menurut SK SNI S-04-1989-F, persyaratan air sebagai bahan bangunan harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Tidak mengandung lumpur atau benda tersuspensi lebih dari 2 gr/lt.

  b. Air harus bersih.

  c. Derajat keasaman (pH) normal ± 7.

  d. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual.

2.4. Metode Pembuatan Paving Block

  Metode pembuatan paving block yang biasa digunakan oleh masyarakat, dapat diklasifikasikan menjadi dua metode yaitu :

2.4.1. Metode Konvensional

  Metode ini adalah metode yang paling banyak digunakan oleh masyarakat kita dan lebih dikenal dengan metode gablokan. Pembuatan paving block cara konvensional dilakukan dengan menggunakan alat gablokan/alat pukul dengan beban pemadatan yang berpengaruh adalah tenaga orang yang mengerjakannya. Mutu beton dari paving block jenis ini tergolong dalam mutu beton kelas D (K 50 – 100).

Gambar 2.5 Alat Gablokan Metode KonvensionalGambar 2.6 Prinsip Kerja Metode Konvensional 2.4.2.

   Metode Mekanis

  Metode mekanis didalam masyarakat biasa disebut metode press. Metode ini masih jarang digunakan karena untuk pembuatan paving block dengan metode ini membutuhkan alat yang harganya relatif mahal. Metode ini biasanya digunakan oleh pabrik dengan skala industri, sedang atau besar. Pembuatan

  

paving block cara mekanis dilakukan dengan menggunakan mesin press. Mesin

press yang biasa digunakan yaitu :

  a.

   Mesin Press Vibrasi/Getar (K 150 – 250)

  Pada umumnya paving block press mesin vibrasi tergolong sebagai paving

  block dengan mutu beton kelas C

  • – B (K150 – 250). Paving block dengan mesin press vibrasi ini diproduksi dengan mesin press sistem getar dan dapat digunakan sebagai alternatif perkerasan lahan pelataran parkir.

  b.

   Mesin Press Hidrolik (K 300 – 450)

Paving block jenis ini diproduksi dengan cara dipress menggunakan mesin

  2

press hidrolik dengan kuat tekan diatas 300 kg/cm . Paving block press

  hidrolik dapat dikategorikan sebagai paving block dengan mutu beton kelas B

  • – A (K 300 – 450). Paving block jenis ini dapat digunakan untuk keperluan non struktural maupun untuk keperluan struktural yang berfungsi menahan beban berat yang dilalui di atasnya, seperti areal jalan lingkungan hingga sebagai perkerasan lahan pelataran terminal peti kemas di pelabuhan.

Gambar 2.7 Alat Pencetak Paving BlockGambar 2.8 Prinsip Kerja Metode Mekanis 2.5.

   Proses Pembuatan Paving Block 0.0.1. Pembuatan Dengan Cara Manual

  Pembuatan paving block dimulai dengan mencampur semen, air, pasir, penambahan fly ash dan kapur (pengganti sebagian semen) dan penambahan abu batu (sebagai filler) dengan komposisi tertentu. Setelah adukan homogen, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan dan dipress dengan kekuatan tekan tenaga manusia. Pembuatan cara manual ini umumnya menghasilkan mutu paving block yang rendah karena tekanan yang diberikan pada saat mengempa tidak maksimal.

0.0.2. Pembuatan Dengan Mesin

  Mencampurkan bahan material penyusun ke dalam mesin molen, kemudian di masukkan ke dalam mesin cetak paving block. Pada mesin ini dapat disetting tekanan yang akan diterima untuk menghasilkan paving dengan mutu tertentu. Umumnya pembuatan paving block dengan menggunakan mesin akan menghasilkan mutu beton yang tinggi, keseragaman dan kestabilan tekanan pada saat penempaan atau pengepressan memberikan kontribusi peningkatan mutu paving block, Meskipun demikian, komposisi material penyusun bata beton (paving block) sangat menentukan mutu produk tersebut.

2.6. Penelitian Terdahulu

  Anton Kristanto dan Salim Himawan Putra (2003), dalam skripsinya

  telah melakukan penelitian tentang pengaruh fly ash dalam pembuatan paving

  

block. Isi dari penelitian tersebut mengatakan bahwa contoh fly ash yang

  digunakan berasal dari Tjiwi Kimia. Dalam penelitian ini, formula didasarkan pada literature dari perusahaan pembuat paving PT. Focon yang menggunakan perbandingan sebagai berikut : semen : pasir : kerikil = 1 : 2,11 : 2,63. Kemudian dari penelitian ini, dilakukan variasi komposisi paving dengan perbandingan semen : pasir : kerikil : fly ash = 1 : 1,3 : 2.6 : 0,8. Komposisi terbaik dalam penelitian ini dengan perbandingan semen : pasir : kerikil : fly ash = 0,9 : 1,2 : 2,8

  2 : 0,76 dengan kuat tekan yang dihasilkan sebesar 617,40 kg/cm .

  CV. Lestari (2007), melakukan test kokoh tekan hancur pada kubus/silinder

  beton. Analisa kekuatan untuk kubus, diperoleh tegangan hancur 308,2kg/cm2 untuk komposisi Semen : pulverized fly ash : Pasir : Batu Pecah adalah 1 : 1 : 1 : 2. kemudian untuk komposisi 1 : 1,5 : 2 : 3 diperoleh tegangan hancur 312,3

  2

  kg/cm . selain itu, pada komposisi 1 : 1 : 2 : 3 diperoleh tegangan hancur sebesar

  2 350,4 kg/cm .

  Aswin Budhi Saputro (2008), dalam skripsinya melakukan penelitian

  dengan tujuan untuk meningkatkan kuat desak dan kuat tarik beton mutu tinggi dan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggantian sebagian semen dengan abu terbang yang berasal dari PLTU Cilacap terhadap mutu kuat desak dan kuat tarik beton. Penelitian yang dilakukan di Laboratorium Bahan Konstruksi Teknik (BKT), Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia ini, memakai komposisi variasi penambahan abu terbang sebanyak 0%, 20%, 25%,

  30% dan 35% dari berat semen. Benda uji yang digunakan adalah berbentuk silinder, mutu beton yang direncanakan 45 MPa yang diuji pada umur 28 hari.

  Dari penelitian ini, dihasilkan bahwa akibat penggantian sebagian semen dengan

  

Fly Ash , kuat desak dan kuat tarik beton mengalami peningkatan. Hasil yang

  paling optimum yaitu pada komposisi 1 : 2 : 3 dengan penggantian abu terbang (fly ash) sebesar 35% dari berat semen dengan kuat tekannya sebesar 55,07 Mpa dan 3,93 MPa untuk kuat tariknya. Butiran Fly Ash yang jauh lebih kecil membuat beton lebih padat karena rongga antara butiran agregat diisi oleh Fly Ash sehingga dapat memperkecil pori-pori yang ada dan memanfaatkan sifat pozzolan dari Fly

  

Ash dalam memperbaiki mutu beton. Penggunaan Fly Ash memperlihatkan dua

  pengaruh abu terbang di dalam beton yaitu sebagai agregat halus dan sebagai pozzolan. Selain itu abu terbang di dalam beton menyumbang kekuatan yang lebih baik dibanding dengan beton normal.

  Cony Loveta (2013), dalam skripsinya melakukan penelitian dengan tujuan

  untuk mengetahui nilai kuat tekan dan daya serap air dari paving block menggunakan bahan tanah lempung dengan bahan tambahan kapur dan fly ash.

  Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini yaitu tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. Variasi kadar campuran yang digunakan adalah 6%, 8%, dan 10%, perbandingan antara kapur dan fly ash adalah 1 : 1 dan dilakukan pemeraman dengan variasi waktu pemeraman 7 hari, 14 hari, dan 28 hari serta dengan perlakuan pembakaran dan tanpa pembakaran sampel paving

  . Berdasarkan hasil pengujian fisik tanah asli, USCS mengklasifikasikan

  block sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam kelompok CL.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan paving block menggunakan bahan tanah lempung dengan bahan tambahan kapur dan fly ash tidak memenuhi SNI paving block. Akan tetapi, penambahan bahan aditif tersebut dan pemeraman yang dilakukan dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanik tanah. Hal ini terbukti dengan meningkatnya berat jenis tanah campuran. Untuk nilai kuat tekan paving

  

block tanpa pembakaran dan dengan proses pembakaran paling baik ditunjukkan

pada penambahan kadar campuran 10% dengan waktu pemeraman 28 hari.

  Resti Yulianti Tahun (2013),

  yaitu “Pemanfaatan Fly Ash Sebagai Bahan Campuran Tanah dengan Kapur Untuk Perkuatan Paving Block Pasca Pembakaran Untuk Jalan Lingkungan”. Tabel 6 menunjukkan nilai kuat tekan rata-rata tanpa pembakaran dan setelah pembakaran dengan masa pemeraman selama 14 hari.

  Dari Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa penambahan kadar kapur dan fly ash berpengaruh terhadap kekuatan campuran tersebut, hal ini dapat dilihat dari nilai kuat tekan yang dihasilkan.