BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Perubahan Struktural - Analisis Transformasi Struktural Perekonomian di Kota Pematang Siantar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Perubahan Struktural

  Teori-teori perubahan struktural (struktural change theory) memusatkan perhatiannya pada mekanisme yang akan memungkinkan negara- negara terbelakang untuk mentransformasikan struktur perekonomian dalam negeri mereka dari perekonomian pertanian subsisten tradisional yang hanya mampu mencukupi keperluan sendiri ke perekonomian yang lebih modern, lebih berorientasi ke kehidupan perkotaan, dan lebih bervariasi, serta memiliki sektor industri manufaktur dan jasa-jasa yang tangguh (Todaro, 2000).

2.1.1.1. Teori W. Arthur Lewis

  Teori Lewis membahas proses pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami kelebihan penawaran tenaga kerja. Menurut model yang diajukan oleh Lewis, perekonomian yang terbelakang terdiri dari dua sektor :

  1) Sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan nol. Ini merupkan situasi yang memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi “surplus” tenaga kerja sebagai suatu fakta bahwa sebagian tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor pertanian dan sektor itu tidak akan kehilangan outputnya sedikit pun.

  2) Sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten.

  Perhatian utama dari model Lewis ini diarahkan pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja di sektor yang modern. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan kerja tersebut dimungkinkan oleh adanya perluasan output pada sektor modern tersebut. Total Produk (Manufaktur) Total Produk (Manufaktur) TP M =f(L M ,K,t) K

  3 > K 2 > K

1 TP A =f(L A ,K,t)

  TP

  3 TP M (K 3 )

  TP M (K

  2 )

  TP

  2 T TP A (K)

  TP M (K

  

1 )

  O’T/O’L =A

  A

  TP

  1 LM Q LA

  Q Upah riil AP LA (MP) (MP LA )

  MP

  LA

  W F L G H S A (K )

  A D

  3

  3 D 2 (K 2 ) AP LA

  D (K )

  1

  1

  0 L

  1 L

  2 L

  3 A

  0 L Jumlah Tenaga Kerja (Q ) Jumlah Tenaga Kerja (Q )

LM LA

  a.Sektor Modern (Industri) b.Sektor Tradisional (Pertanian)

  Sumber : M.L. Jhingan (2008)

Gambar 2.1 Model Pertumbuhan Sektor Modern dalam Perekonomian Dua Sektor yang Mengalami Surplus Tenaga Kerja Hasil Rumusan Lewis

2.1.1.2 Teori Hollis B. Chenery

  Teori Chenery mengidentifikasikan karakteristik-karakteristik yang sekiranya berpengaruh besar terhadap keberhasilan proses pembangunan.

  Faktor-faktor yang didapatinya penting antara lain adalah kelancaran transisi dari perekonomian agraris ke perekonomian industri; kesinambungan akumulasi modal fisik dan manusia; perubahan jenis permintaan konsumen dari produk kebutuhan pokok ke berbagai macam barang dan jasa; para pencari kerja dari daerah-daerah pertanian di pedesaan dan kota-kota kecil; serta pengurangan jumlah anggota dalam setiap keluarga dan kenaikan populasi pada umumnya (Todaro, 2000).

  Analisis teori Pattern of Development menjelaskan perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi dari negara berkembang yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Peningkatan peran sektor industri dalam perekonomian sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita yang berhubungan sangat erat dengan akumulasi capital dan peningkatan sumber daya (Human Capital).

  a) Dilihat dari Permintaan Domestik Apabila dilihat dari permintaan domestik akan terjadi penurunan permintaan terhadap konsumsi bahan makanan karena dikompensasikan oleh peningkatan permintaan terhadap barang- barang non kebutuhan pangan, peningkatan investasi, dan peningkatan anggaran belanja pemerintah yang mengalami peningkatan dalam struktur GNP yang ada. Di sektor perdagangan internasional terjadi juga perubahan yaitu peningkatan nilai ekspor dan impor.

  Sepanjang perubahan struktural ini berlangsung terjadi peningkatan pangsa ekspor komoditas hasil produksi sektor industri dan penurunan pangsa sektor yang sama pada sisi impor.

  b) Dilihat dari Tenaga Kerja Apabila dilihat dari sisi tenaga kerja ini akan terjadi proses perpindahan perkotaan, meski pergeseran ini masih tertinggal (lag) dibandingkan proses perubahan struktural itu sendiri. Dengan keberadaan lag inilah maka sektor pertanian akan berperan penting dalam peningkatan penyediaan tenaga kerja, baik dari awal maupun akhir dari proses tranformasi perubahan struktural tersebut.

  Secara umum negara-negara yang memiliki tingkat populasi tinggi yang pada dasarnya menggambarkan tingkat permintaan potensial yang tinggi, cenderung untuk mendirikan industri yang bersifat substitusi impor. Artinya mereka memproduksi sendiri barang-barang yang dulunya impor untuk kemudian dijual di pasaran dalam negeri. Sebaliknya negara-negara dengan jumlah penduduk yang relatif kecil, cenderung akan mengembangkan industri yang berorientasi ke pasar internasional. Teori perubahan struktural menjelaskan bahwa percepatan dan pola transformasi struktural yang terdaji pada suatu negara dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang saling berkaitan satu dengan yang lain.

  Dari pengamatan “Chenery dan Syrquin” di peroleh pola yang sistematik bahwa dalam tahap awal pembangunan ekonomi sektor pertanian sangat menonjol, kemudian dengan semakin tingginya Produk Nasional Bruto (PNB) peran pertanian akan semakin menurun. Sedangkan pangsa industri dan jasa-jasa semakin meningkat, landasan dari terjadinya perubahan dengan arah seperti di atas diawali dengan kesenjangan produktivitas marginal dari sumber daya yang dipakai di sektor pertanian dan industri (Sirojuzilam dan Kasyful

  Sumber : Tulus Tambunan (2001)

Gambar 2.2 Perubahan Struktur Ekonomi dalam Proses Pembangunan Ekonomi

  Secara lengkap faktor-faktor yang dianalisis oleh Chenery dan Syrquin untuk menunjukkan perubahan-perubahan dalam struktur ekonomi dalam proses pembangunan, dan cara-cara yang digunakan untuk menunjukkan corak perubahan tersebut, dikemukakan dalam tabel 2.1.

  Dengan melihat perubahan nilai-nilainya dan dinyatakan sebagai persentase dari Produk Domestik Bruto (GDP).

  d.

  b.

  c.

  d.

  5.

  a.

  b.

  c.

  6.

  II. Proses Alokasi Sumber Daya 4.

  a.

  b.

  c.

  d.

  Struktur permintaan domestik.

  Pembentukan modal domestik bruto Konsumsi rumah tangga Konsumsi pemerintah Konsumsi atas bahan makanan Struktur produksi.

  Produksi sektor primer Produksi sektor industri Produksi perusahaan utilities Produksi sektor jasa Struktur perdagangan.

  Ekspor Ekspor bahan mentah Ekspor barang-barang industri Impor

  a.

  Dengan melihat perubahan nilai-nilainya dan dinyatakan sebagai persentase dari Produk Domestik Bruto (GDP).

  a.

  b.

  I. Proses Akumulasi 1.

  a.

  b.

  c.

  2.

  Pengeluaran untuk pendidikan Tingkat pemasukan anak-anak ke sekolah dasar dan sekolah menengah

  3.

  

Ekonomi dalam Proses Pembangunan

  a.

Tabel 2.1 Cara-cara yang Digunakan untuk Menunjukkan Corak Perubahan Struktur

  Pembentukan modal.

  Tabungan domestik bruto Pembentukan modal domestik bruto Aliran masuk modal (di luar impor barang dan jasa)

  Pendapatan pemerintah.

  Pendapatan pemerintah Pendapatan dari pajak Pendidikan.

  Faktor-faktor yang Dianalisis Cara-Cara Yang Digunakan Untuk Menunjukkan Perubahan yang Terjadi

  • Dengan menunjukkan perubahan persentase GDP untuk pendidikan.

  b.

  • Dengan menunjukkan perubahan persentase anak- anak yang bersekolah di sekolah dasar dan sekolah menengah.

Tabel 2.1 (Lanjutan)

  a.

  Pembangunan terdiri dari pengalokasian kembali surplus tenaga kerja di bidang pertanian, yang sumbangannya terhadap ouput adalah nol atau dapat diabaikan,

  Teori Fei-Ranis berkenaan dengan suatu negara terbelakang yang kelebihan buruh disertai perekonomian yang miskin sumberdaya, di mana sebagian besar penduduk bergerak di bidang pertanian di tengah pengangguran hebat dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Ekonomi pertaniannya mandeg. Kebanyakan orang bergerak di lapangan pertanian tradisional. Bidang-bidang nonpertanian memang ada, tetapi tidak begitu banyak mempergunakan modal. Disitu juga ada sektor industri yang aktif dan dinamis.

  Sumber : Sadono Sukirno (2006)

  Dengan melihat perubahan jumlahnya dan dinyatakan sebagai persentase dari keseluruhan jumlah tenaga kerja. Dengan melihat perubahan jumlahnya dan dinyatakan sebagai persentase dari keseluruhan jumlah penduduk Dengan melihat perubahan persentase Produk Nasional Bruto (GNP) yang diterima oleh masing-masing golongan pendapatan tersebut.

  Penduduk daerah urban Transisi demografis. Tingkat kelahiran Tingkat kematian Distribusi pendapatan. Bagian dari 20 persen penduduk yang menerima pendapatan paling tinggi Bagian dari 40 persen penduduk yang menerima pendapatan paling rendah

  Dalam sektor primer Dalam sektor industri Dalam sektor jasa Urbanisasi.

  Alokasi tenaga kerja.

  b.

  10.

  Faktor-faktor yang Dianalisis Cara-Cara Yang Digunakan Untuk Menunjukkan Perubahan yang Terjadi

  b.

  a.

  9.

  8.

  c.

  b.

  a.

  III. Proses Demografis dan Distribusi 7.

2.1.1.3 Teori John Fei dan Gustav Ranis

  ke sektor industri dimana mereka menjadi produktif dengan upah yang sama dengan upah di bidang pertanian.

  Di dalam mengemukakan teori pembangunan ekonominya, Fei dan Ranis membuat asumsi berikut: 1.

  Ada ekonomi dua muka yang terbagi dalam sektor pertanian tradisional yang mandeg, dan sektor industri yang aktif.

  2. Output sektor pertanian adalah fungsi dari tanah dan buruh saja.

  Di sektor pertanian tidak ada akumulasi modal selain dalam bentuk penggarapan tanah kembali (reklamasi).

  4. Persediaan atau penawaran tanah bersifat tetap.

  5. Kegiatan pertanian ditandai dengan hasil (return to scale) yang tetap dengan buruh sebagai faktor variabel.

  6. Diasumsikan bahwa produktivitas marginal buruh adalah nol. Jika penduduk melampaui jumlah di mana produktivitas marginal buruhnya nol, buruh dapat dialihkan ke sektor industri tanpa mengurangi keluaran (output) pertanian.

  7. Output sektor industri adalah fungsi dari modal dan buruh saja. Tanah tidak mempunyai peranan sebagai faktor produksi.

  8. Pertumbuhan penduduk dianggap sebagai fenomena eksogen.

  9. Upah nyata di sektor industri dianggap tetap dan sama dengan tingkat pendapatan nyata (sebelumnya) sektor pertanian. Mereka menyebutnya upah institusional.

10. Pekerja di masing-masing sektor hanya mengkonsumsikan produk-produk pertanian.

  Berdasarkan asumsi ini, Fei dan Ranis menelaah pembangunan ekonomi surplus-buruh menjadi tiga tahap. Pada tahap pertama, para penganggur tersamar, yang tidak menambah output pertanian, dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama. Pada tahap kedua, pekerja pertanian menambah keluaran pertanian tetapi memproduksi lebih kecil dari dialihkan ke sektor industri. Jika migrasi para pekerja ini berlangsung terus, akan dicapai suatu titik di mana pekerja pertanian menghasilkan ouput yang sama dengan upah institusional. Ini mengawali tahap ketiga yang menandai akhir tahap tinggal landas dan awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan lebih besar daripada perolehan upah institusional. Di dalam tahap ini kelebihan buruh sudah terserap dan sektor pertanian berangkat menjadi komersial (Jhingan, 2008).

2.1.1.4. Teori Isard

  Isard (1960) dalam Sirojuzilam dan Kasyful Mahalli (2010) memberikan suatu pola pergeseran struktur ekonomi dearah dalam penyerapan tenaga kerja. Pola yang dikembangkannya adalah perbandingan perubahan tenaga kerja daerah dengan perubahan tenaga kerja daerah yang lebih luas.

  Pola tersebut disesuaikan menjadi suatu grafik sebagai berikut : Perubahan Tenaga Perbandingan Perusahaan Kerja Daerah Tenaga Kerja Daerah Dengan Nasional

  Y 1000

  Perubahan Tenaga

  100 X

  Kerja Nasional Sumber : Sirojuzilam dan Kasyful Mahalli (2010)

Gambar 2.3 Pertumbuhan Relatif Sektor-sektor

2.1.2. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah

  Pembangunan ekonomi daerah pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu daerah meningkat dalam jangka panjang (Arsyad, 1999).

  Menurut Blakely (1989), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut.

  Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Dimana, kesemuanya ini mempunyai tujuan utama yaitu untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah (Arsyad, 1999).

  Pembangunan ekonomi oleh beberapa ekonom dibedakan pengertiannya dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi diartikan sebagai :

  Peningkatan pendapatan per kapita masyarakat, yaitu tingkat pertambahan PDRB/GNP pada suatu tingkat tertentu adalah melebihi tingkat pertambahan penduduk.

  b) Perkembangan PDRB/GNP yang berlakudalam suatu daerah/negara diikuti oleh perombakan dan modernisasi struktur ekonominya.

  Ada 2 kondisi yang mempengaruhi proses perencanaan pembangunan daerah yaitu : a)

  Tekanan yang berasal dari lingkungan dalam negeri maupun luar negeri yang mempengaruhi kebutuhan daerah dalam proses pembangunan perekonomiannya.

  b) Kenyataan bahwa perekonomian daerah dalam suatu negara dipengaruhi oleh setiap sektor secara berbeda-beda (Kuncoro, 2004).

2.1.2.1. Teori Ekonomi Neo Klasik

  Pada teori ini terdapat hubungan antara tingkat pertumbuhan suatu negara dengan perbedaaan kemakmuran daerah (regional disparity) pada negara yang bersangkutan. Pada saat proses pembangunan baru dimulai

  (negara yang sedang berkembang), tingkat perbedaan kemakmuran antar wilayah cenderung menurun (convergence). Hal ini disebabkan pada negara yang sedang berkembang lalu lintas modal masih lancar sehingga proses penyesuaian ke arah tingkat keseimbangan pertumbuhan belum dapat terjadi (Sirojuzilam dan Kasyful Mahalli, 2010).

  2.1.2.2. Teori Basis Ekonomi

  Menurut teori basis ekonomi, pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah tersebut, sehingga perekonomian wilayah dibagi menjadi sektor basis atau basis ekspor dan sektor non basis. Sektor basis yang mengekspor produksinya keluar wilayah disebut basis ekonomi. Apabila permintaan dari luar wilayah terhadap sektor basis meningkat, maka sektor basis tersebut berkembang, dan pada gilirannya dapat membangkitkan pertumbuhan dan perkembangan sektor-sektor non basis didalam wilayah yang bersangkutan, sehingga akhirnya mengakibatkan berkembangnya wilayah yang bersangkutan (Sirojuzilam dan Kasyful Mahalli, 2010).

  2.1.2.3. Teori Tempat Sentral

  Teori tempat sentral (central place teory) menganggap bahwa ada hirarki tempat (hirarchy of place). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya. Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.

  2.1.2.4. Teori Kausasif Kumulatif (Cummulative Causation)

  Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dari teori kausasif kumulatif (cumulative causation). Kekuatan- kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antara daerah maju dan terbelakang. Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibanding daerah lain (Arsyad, 1999).

  2.1.2.5. Teori Lokasi

  dengan tata ruang dari kegiatan ekonomi. Hal ini selalu dikaitkan pula dengan alokasi geografis dari sumber daya yang terbatas yang pada gilirannya akan berpengaruh dan berdampak terhadap lokasi berbagai aktivitas baik ekonomi maupun sosial.

  Berbagai penelitian teori lokasi oleh para ahli telah banyak dilakukan untuk memberikan suatu konsentrasi dan yang berhubungan dengan pengetahuan umum tentang lokasi industri. Dalam perkembangannya teori geografi berhubungan dengan beberapa masalah tentang tata letak permukiman, penyebaran, keterkaitan ruang dan lokasi dari kegiatan ekonomi yang pada akhirnya berhubungan erat dengan teori lokasi (Sirojuzilam dan Kasyful Mahalli, 2010).

  2.1.2.6. Teori Model Daya Tarik

  Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialis melalui pemberian subsidi dan insentif (Arsyad, 1999).

2.1.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah

  2.1.3.1. Adam Smith

  Menurut Adam Smith ada dua aspek utama dari pertumbuhan ekonomi, yaitu pertumbuhan output (GDP) total, dan pertumbuhan penduduk (Boediono, 1981).

  Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan ekonomi menjadi 5 masa bercocok taman, masa berdagangan, dan tahap masa industri.

  Menurut teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional kemasyarakat modern yang kapitalis. Dalam prosesnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin terpacu dengan adanya sistem pembagian kerja antar pelaku ekonomi. Adam Smith memandang pekerja sebagai salah satu input bagi proses produksi, pembagian tenaga kerja merupakan titik sentral pembahasan dalam teori ini, dalam upaya peningkatan produktifitas kerja.

  Dalam pembangunan ekonomi modal memegang peranan penting (Hasani, 2010).

  2.1.3.2. Whilt Whitman Rostow

  W.W. Rostow memakai pendekatan sejarah dalam menjelaskan proses perkembangan ekonomi. Ia membedakan adanya lima tahap pertumbuhan ekonomi yaitu (1) masyarakat tradisional, (2) prasyarat untuk tinggal landas, (3) tinggal landas, (4) dewasa (maturity), dan (5) masa konsumsi massal (Jhingan, 2008).

  2.1.3.3. Friedrich List

  Menurut List, sistem liberalisme yang laissez-faire dapat menjamin alokasi sumber daya secara optimal. Perkembangan ekonomi sebenarnya tergantung pada peranan pemerintah, organisasi swasta dan lingkungan kebudayaan. Perkembangan ekonomi hanya akan terjadi, menurut List, jika dalam masyarakat ada kebebasan dalam organisasi politik dan kebebasan perorangan. primitif, beternak, pertanian, pertanian dan industri pengolahan (manufaktur), dan akhirnya pertanian, industri pengolahan dan perdagangan. Pendekatan List dalam menentukan tahap-tahap perkembangan ekonomi tersebut berdasarkan pada “cara produksinya”nya.

  2.1.3.4. Bruno Hilderbrand

  Hilderbrand mengatakan bahwa perkembangan ekonomi bukan didasarkan pada “cara produksi” ataupun “cara konsumsi”, tetapi pada “ cara distribusi” yang digunakan. Oleh karena itu ia mengemukakan 3 sistem distribusi yaitu perekonomian barter (natura), perekonomian uang, dan perekonomian kredit.

  2.1.3.5. Karl Bucher

  Menurut Bucher, perkembangan ekonomi melalui 3 tahap yaitu produksi untuk kebutuhan sendiri (subsisten), perekonomian kota dimana pertukaran sudah meluas, dan perekonomian nasional dimana peran pedagang menjadi semakin penting.

2.1.3.6. Harrod Domar

  Menurut teori ini, setiap perekonomian harus mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menambah ataupun mengganti barang-barang modal (gedung, alat-alat, bahan baku) yang telah aus atau rusak. Namun untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan netto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock) (Todaro, 2000).

  Malthus tidak menganggap proses pembangunan ekonomi terjadi dengan sendirinya. Malahan proses pembangunan ekonomi memerlukan berbagai usaha yang konsisten di pihak rakyat. Dia tidak memberikan gambaran adanya gerakan menuju keadaan stasioner tetapi menekankan bahwa perekonomian mengalami kemerosotan beberapa kali sebelum mencapai tingkat tertinggi dari pembangunan. Jadi menurut Malthus proses pembangunan adalah suatu proses naik-turunnya aktivitas ekonomi lebih daripada sekedar lancar tidaknya aktivitas ekonomi.

  Menurut Malthus pertumbuhan penduduk saja tidak cukup untuk berlangsungnya pembangunan ekonomi. Malahan, pertumbuhan penduduk adalah akibat dari proses pembangunan (Jhingan, 2008).

2.1.4. Ukuran Pertumbuhan Ekonomi Daerah

  Ukuran-ukuran mengenai keterkaitan ekonomi pada dasarnya menggambarkan hubungan antara perekonomian daerah dengan lingkungan sekitarnya. Analisis shift share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan stuktur ekonomi daerah dibanding perekonomian nasional. Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain yaitu:

  a) Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan sektor yang sama diperekonomian yang dijadikan acuan.

  b) Pergeser proposional mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau besar dijadikan acuan. Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri- industri lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan acuan.

  c) Pergeseran diferensial membantu kita dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran diferensial dari suatu industri adalah positif, maka industri tersebut lebih tinggi daya saingnya ketimbang industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan (Arsyad, 1999).

2.1.5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

  Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah/propinsi dalam suatu periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga yang berlaku atau atas dasar harga konstan. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam satu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.

  PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahunnya. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur pertambahan ekonomi dari tahun ke tahun.

  2.1.5.1. Pengertian PDRB

  Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Atau apabila ditinjau dari segi pendapatan merupakan jumlah dari pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk di wilayah tersebut yang ikut serta dalam proses produksi dalam jangka waktu tertentu.

  2.1.5.2. Metode Penghitungan PDRB

  Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung PDRB, yaitu :

  1. Metode Langsung Penghitungan didasarkan sepenuhnya pada data daerah, hasil penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Pemakaian metode ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan. a. Pendekatan Produksi PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di suatu wilayah/region dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB adalah Nilai Produksi Bruto (NPB/Output) dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi.

  b. Pendekatan Pendapatan faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah/region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tak langsung neto.

  c. Pendekatan Pengeluaran PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori dan ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor), di dalam suatu wilayah/region dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang dipakai.

  2. Metode Tidak Langsung / Alokasi Penghitungan dengan menggunakan metode ini merupakan penghitungan nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Indikator yang digunakan adalah indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktifitas kegiatan ekonomi tersebut. pada data yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain, karena metode langsung akan mendorong peningkatan kualitas data daerah, sedang metode tidak langsung akan merupakan koreksi dalam menghitung dalam pembanding bagi data daerah.

2.1.5.3. Penghitungan Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan

  1. Penghitungan Atas Dasar Harga Berlaku Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh NTB atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan.

  NTB atas dasar harga berlaku yang didapat dari pengurangan NPB/Output dengan biaya antara masing-masing dinilai atas dasar harga berlaku. NTB menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi yang dihasilkan dan tingkat perubahan harga dari masing-masing kegiatan subsektor dan sektor. Mengingat sifat barang dan jasa yang dihasilkan oleh setiap sektor, maka penilaian NPB/Output dilakukan sebagai berikut : a.

  Sektor primer yang produksinya bisa diperoleh secara langsung dari alam seperti pertanian, pertambangan dan penggalian, pertama kali dicari kuantum produksi dengan satuan standar yang biasa digunakan. Setelah itu ditentukan kualitas dari jenis barang yang dihasilkan.

  b.

  Sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, listrik, gas sektor primer. Data yang diperlukan adalah kuantum produksi yang dihasilkan serta harga produsen masing-masing kegiatan, subsektor, dan sektor yang bersangkutan.

  c.

  Sektor tersier yang secara umum produksinya berupa jasa seperti sektor perdagangan, restoran dan hotel, pengangkutan dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan lainnya, sewa rumah dan jasa perusahaan serta pemerintah dan jasa-jasa, untuk penghitungan kuantum produksinya dilakukan dengan mencari indikator produksi yang sesuai dengan masing-masing kegiatan, subsektor, sektor. Pemilihan indikator produksi didasarkan pada karakteristik jasa yang dihasilkan serta disesuaikan dengan data penunjang lainnya yang tersedia.

  2. Penghitungan Atas Dasar Harga Konstan Penghitungan atas dasar harga konstan pengertiannya sama dengan atas dasar harga berlaku, tetapi penilaiannya dilakukan dengan harga suatu tahun dasar tertentu. NTB atas dasar harga konstan menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi saja. Pengaruh perubahan harga telah dihilangkan dengan cara menilai dengan harga suatu tahun dasar tertentu.

  Penghitungan atas dasar harga konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau sektoral. Juga untuk melihat perubahan struktur perekonomian suatu daerah dari tahun ke tahun.

  Pada dasarnya dikenal empat cara penghitungan nilai tambah atas dasar harga konstan. Masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut : Dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing- masing tahun dengan harga pada tahun dasar. Hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan. Selanjutnya nilai tambah atas dasar harga konstan, diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara atas dasar harga konstan.

  b. Ekstrapolasi Nilai tambah masing-masing tahun atas tahun dasar harga konstan diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan subsektor, dan sektor yang dihitung.

  Ekstrapolasi juga dapat dilakukan terhadap output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan.

  c. Deflasi Nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara membagi hasil nilai tambah atas dasar berlaku masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga konsumen (IHK), indeks harga perdagangan besar (IHPB) dan sebagainya, tergantung mana yang lebih cocok. keadaan dimana nilai tambah atas harga berlaku justru diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks harga tersebut.

  d. Deflasi Berganda Dalam deflasi berganda yang dideflasi adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk perhitungan output atas dasar harga konstan adalah IHK atau IHPB sesuai cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar.

2.1.6. Ketenagakerjaan

2.1.6.1. Definisi Tenaga Kerja

  Tenaga kerja adalah penduduk yamg berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara satu dengan yang lain.

  Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia adalah minimum 15 tahun, tanpa batas umur maksimum. Tenaga kerja (manpower) dibagi pula ke dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja (laborforce) dan bukan angkatan kerja.

  Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia yang bekerja, atau yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari

  Selanjutnya, angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua subsektor yaitu kelompok pekerja dan penganggur. Yang dimaksud pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan, dan memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. Adapun yang dimaksud penganggur adalah orang yang tidak mempinyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan masih mencari pekerjaan (Hasani, 2010).

2.1.6.2. Tenaga Kerja di Negara Sedang Berkembang (NSB)

  Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran di NSB menjadi semakin serius. Tingkat pengangguran terbuka terbuka di perkotaan hanya menunjukkan aspek – aspek yang tampak saja dari masalah kesempatan kerja di NSB yang bagaikan ujung sebuah gunung es. Tenaga kerja yang tidak bekerja bekerja secara penuh mempunyai berbagai bentuk, termasuk berbagai bentuk dan underemployment di NSB sangat jarang, tetapi dari hasil studi ditunjukkan bahwa sekitar 30 persen dari penduduk perkotaan di NSB bisa dikatkan tidak bekerja secara penuh ( underutilitized ). Untuk itu dalam mengurangi masalah ketenagakerjaan yang dihadapi NSB perlu adanya solusi yaitu, memberikan upah yang memadai dan menyediakan kesempatan- kesempatan kerja bagi kelompok masyarakat miskin. Oleh karena itu, peningkatan kesempatan kerja merupakan unsur yang paling esensial dalam (Arsyad, 1999).

2.1.7. Analisis Shift Share

  Analisis Shift Share dalam Hasani (2010) adalah analisis yang bertujuan untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional).

  Teknik analisis shift share ini membagi pertumbuhan sebagai perubahan (D) suatu variabel wilayah, seperti tenaga kerja, nilai tambah, pendapatan atau output, selama kurun waktu tertentu menjadi pengaruh- pengaruh : pertumbuhan nasional (N), industri mix/bauran industri (M), dan keunggulan kompetitif ( C ).

  Bentuk umum persamaan dari analisis shift share dan komponen- komponennya adalah :

  D ij = N ij + M ij + C ij

2.2. Penelitian Terdahulu

  Pada bagian ini memuat tentang penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya yang mendasari pemikiran penulis dan menjadi pertimbangan dalam penyusunan skripsi ini, adapun penelitian-penelitian tersebut adalah :

  a) Penelitian Irman I.P. Simanjuntak (2010) tentang Analisis Transformasi

  

Struktural Perekonomian Sumatera Utara (Skripsi Program Studi

  Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara). Penelitian ini metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/OLS). Adapun kesimpulan dari penelitian tersebut adalah peranan sektor pertanian sangat besar terhadap struktur perekonomian Sumatera Utara meskipun jumlah kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Sumatera Utara semakin menurun persentasenya dari tahun 1983 sebanyak 30,25 persen dari total PDRB dan menjadi 25,05 persen pada tahun 2008.

  Peranan Sektor Industri berperan besar terhadap PDRB Sumatera Utara dengan jumlah kontribusi sektor industri yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan sektor industri sangat pesat meskipun pada tahun 1983-1988 sektor industri masih menjadi sektor ketiga penyumbang PDRB, namun sejak tahun 1989-2008 kontribusi sektor industri sangat besar hingga menjadi sektor kedua terbanyak memberikan kontribusi terhadap struktur perekonomian.

  Sektor Jasa memberikan peranan yang sangat signifikan terhadap struktur perekonomian Sumatera Utara sejak tahun 1983-2008. Terbukti dengan sektor jasa tetap menjadi sektor utama dan terbesar dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Sumatera Utara.

  Penyerapan tenaga kerja oleh masing-masing sektor tidak tergantung dengan besarnya jumlah kontribusi masing-masing sektor. kerja sejak tahun 1983-2008, diikuti oleh sektor jasa dan terakhir sektor industri. Hal ini disebabkan pada umumnya masyarakat Sumatera Utara lebih banyak bekerja di sektor pertanian dan pada dasarnya sektor pertanian lebih banyak menggunakan tenaga manusia dibandingkan dengan penggunaan teknologi. Tenaga kerja sektor industri lebih banyak menggunakan teknologi dibandingkan tenaga manusia sehingga tenaga kerja yang bekerja di sektor industri lebih sedikit dari sektor lainnya. Berbeda dengan sektor jasa yang menggabungkan penggunaan teknologi dan tenaga kerja manusia sehingga terjadi peningkatan terhadap jumlah tenaga kerja sektor jasa.

  Sumatera Utara telah mengalami transformasi (perubahan ) struktural yaitu dari sektor pertanian (primer) ke sektor jasa (tersier) yang menjadi sektor utama dalam struktur perekonomian. Hal ini dapat dilihat dengan sumbangan (kontribusi) masing-masing sektor terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Sumatera Utara. b) Penelitian Akrom Hasani (2010) tentang Analisis Struktur Perekonomian

  

Berdasarkan Pendekatan Shift Share di Provinsi Jawa Tengah Periode

Tahun 2003 – 2008 (Skripsi Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi

  Pembangunan, Universitas Diponegoro). Penelitian ini menggunakan pendekatan teknik perencanaan pembangunan analisis Shift Share.

  Adapun kesimpulan dari penelitian tersebut adalah komponen jumlah dari analisis shift share menunjukkan bahwa sektor industri yang diikuti sektor perdagangan sebesar 13,25 % dan sektor jasa sebesar 11,19 % sedangkan sektor pertanian menunjukkan nilai negatif sebesar 57,67 % artinya bahwa telah terjadi pergeseran dalam penyerapan tenaga kerja di provinsi Jawa Tengah.

  Komponen jumlah dari analisis shift share menunjukkan nilai positif semua dari 4 sektor tersebut, sektor industri yang paling banyak dalam memberikan konstribusi terhadap PDRB di provinsi Jawa Tengah sebesar 40,9 % diikuti sektor perdagangan sebesar 23,33 % dan sektor pertanian sebesar 22,97 % kemudian sektor jasa sebesar 12,8 %. Artinya bahwa telah terjadi pergeseran sektor perekonomian dari sektor perekonomian tradisional ke sektor perekonomian modern.

  Pergeseran struktur ekonomi di provinsi Jawa Tengah dari struktur ekonomi pertanian ke struktur ekonomi industri tetapi belum bergeser ke sektor ekonomi perdagangan dan jasa. Pergeseran ini diikuti dengan pergeseran penyerapan tenaga kerja dan konstribusi terhadap PDRB dari sektor pertanian ke sektor industri di provinsi Jawa Tengah.

  c) Penelitian Diena Fadhilah (2010) tentang Analisis Perubahan Struktur

  

Ekonomi Di Propinsi Sumatera Utara (Tesis Pasca Sarjana Program

  Studi Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara). Penelitian ini menggunakan pendekatan laju pertumbuhan ekonomi dan teknik analisis kuantitatif. Adapun kesimpulan dari penelitian tersebut adalah perubahan struktur ekonomi yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara ekonomi di Propinsi Sumatera Utara terjadi pada dua periode yaitu antara tahun 1994 sampai dengan 1997 dan antara tahun 2000 sampai tahun 2008. Pada dua periode tersebut, sektor primer terlihat sedikit menurun kontribusinya dibandingkan sektor sekunder dan tertier. Selebihnya pada periode lainnya sektor primer masih memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian Propinsi Sumatera Utara.

  Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa peranan sektor tertier dan sekunder akan semakin besar dalam penciptaan produksi nasional, akan tetapi peranan sektor tertier dan sekunder tersebut akan semakin kecil dalam menampung tenaga kerja apabila perekonomian tersebut semakin bertambah maju (temuan ini bertentangan dengan teori Lewis “Perekonomian Dua Sektor”).

  Selama kurun waktu penelitian, berdasarkan hasil perhitungan LQ, yang termasuk sektor yang berpotensi adalah sektor pertanian, pengangkutan, perdagangan, dengan nilai LQ diatas 1. d) Penelitian Rita Dwiastuti (2004) tentang Analisis Perubahan Struktur

  

Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Klaten (Skripsi

  Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor). Penelitian ini menggunakan pendekatan teknik perencanaan pembangunan analisis Shift Share. Adapun kesimpulan dari penelitian tersebut adalah pada Kabupaten Klaten terjadi perubahan struktur ekonomi. Perubahan struktur ekonomi Kabupaten Klaten tersebut meskipun masih besar kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Sedangkan nilai kontribusi yang disumbangkan oleh sektor sekunder dan sektor tersier semakin meningkat.

  Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah telah membawa pengaruh positif terhadap perubahan PDRB Kabupaten Klaten. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya PDRB Kabupaten Klaten. Bauran industri dan keunggulan kompetitif mempunyai pengaruh yang negatif terhadap perubahan PDRB Kabupaten Klaten.

  Sektor-sektor yang mengalami keunggulan kompetitif telah dapat meningkatkan PDRB selama periode analisis, tetapi pengaruh spesialisasi berakibat pada penurunan PDRB Kabupaten Klaten.

  Pada Kabupaten Klaten ada 4 sektor yang merupakan sektor basis yaitu; sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan dan jasa perushaan, sektor jasa-jasa serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.

  Adapun perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan antara lain sebagai berikut :

  1. Pada penelitian sebelumnya, sektor ekonomi yang digunakan pada analisis shift share dibedakan menjadi 4 sektor yaitu sektor pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Pada penelitian ini, sektor ekonomi yang digunakan pada analisis shift share dibedakan menjadi 3 sektor yaitu sektor primer (pertanian), sektor sekunder

  2. Pada penelitian sebelumnya, perbandingan daerah yang digunakan pada analisis shift share adalah antara wilayah nasional dengan wilayah provinsi. Pada penelitian ini, perbandingan daerah yang digunakan pada analisis shift share adalah wilayah provinsi yaitu provinsi Sumatera Utara dengan wilayah Kabupaten/Kota yaitu Kota Pematang Siantar.

2.3. Kerangka Konseptual

  Struktur Perekonomian Kota Pematang Siantar Transformasi Struktural Pendekatan Sektor-sektor : 1.

  Sektor Primer (Pertanian) Sektor Sekunder (Industri) 3. Sektor Tersier (Jasa)

  Pergeseran Penyerapan dan Kontribusi : 1.

  Tenaga Kerja 2. PDRB

Dokumen yang terkait

Analisis Transformasi Struktural Perekonomian di Kota Pematang Siantar

9 133 95

Analisis Transformasi Struktural Perekonomian Sumatera Utara

5 48 126

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Investasi - Analisis Investasi Ekonomi Sektor Unggulan Kota Medan

0 20 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Bank - Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pada Bank BUMN yang Terdaftar diBursa Efek Indonesia

0 1 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Bank - Analisis Manfaat Rasio Keuangan dalam Memprediksi Financial Distress Pada Perbankan (2007-2012)

0 1 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Modal Kerja - Pengaruh Penggunaan Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Bank - Persepsi Masyarakat Terhadap Kinerja Perbankan di Kota Medan

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Konsep pajak - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Medan

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Profitabilitas - Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Profitabilitas Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah - Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah Terhadap Perekonomian Wilayah Bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur Dan Kabupaten Aceh Tamiang)

0 0 28