BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Diklat Guru Sosiologi SMA Tentang Strategi Pembelajaran Discovery-Inquiry Berbantuan CD Interaktif

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pendidikan dan Pelatihan

  Banyak faktor yang menentukan kualitas pendidikan, salah satunya adalah peranan guru. Guru berhubungan langsung dengan peserta didik, bahkan sebagai pemegang kendali pembelajaran, menentukan arah perncapaian tujuan pembelajaran. Guru juga bertugas mengelola pembelajaran peserta didik. Di tangan gurulah akan dihasilkan sumber daya manusia yang berkualitas baik secara akademis, skill, perilaku maupun sikap. Guru sebagai penentu kualitas pembelajaran yang selanjutnya akan menentukan kualitas lulusan. untuk menghasilkan peserta didik yang berkualitas diperlukan guru yang berkualitas, memiliki kompetensi dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan profesionalnya (Kunandar, 2007).

  Tuntutan keterampilan lulusan pendidikan di abad 21 adalah lulusan yang mampu berpikir kritis, memiliki kompetensi dalam pemecahan masalah, inovatif, kreatif, berkompetensi dalam

  ICT, berkomunikasi dan menguasai multi bahasa. Hal ini berdampak pada cara guru dalam menyelenggarakan pembelajaran. Pembelajaran abad 21 menuntut peserta didik mampu bersaing dan sejahtera pada abad baru, sehingga diperlukan lebih banyak belajar dan belajar dengan cara yang berbeda (teknik, metode, sarana, IT). Peserta didik menghadapi abad baru dengan resiko yang lebih banyak dan situasi yang penuh ketidakpastian, sehingga diperlukan pengetahuan yang lebih banyak dan penguasaan keterampilan yang lebih dibandingkan generasi sebelumnya. Pembelajaran yang diharapkan adalah pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. Peserta didik dikondisikan untuk mampu aktif mencari informasi. Pendidikan lebih memberikan rangsangan agar peserta didik menjadi pembelajar yang aktif (Dharma, 2009).

  Uraian tersebut menggambarkan guru memiliki peranan penting dan pemegang kunci keberhasilan mencapai tujuan kelembagaan pendidikan, karena guru adalah pengelola kegiatan belajar mengajar bagi para siswanya. Ada empat kompetensi yang perlu dikembangkan oleh guru menurut PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yaitu: kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Untuk peningkatan kompetensi tersebut diperlukan pelatihan-pelatihan.

  Pelatihan merupakan upaya untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan kinerja organisasi ( Mondy, 2008: 210). Sumber daya manusia yang unggul dan profesional akan diperoleh dari bentuk pelatihan. Program pengembangan SDM merupakan bagian penting dari organisasi untuk meningkatkan dan mengembangkan skill, knowledge dan ability individu sesuai dengan kebutuhan masa mendatang (Sutrisno, 2009: 64).

  Pelatihan merupakan usaha mendekatkan antara kemampuan karyawan/pegawai dengan apa yang dikehendaki lembaga/organisasi. Studi yang dilakukan Tall dan Hall (Sutrisno, 2009: 72) menyimpulkan bahwa dengan mengombinasikan berbagai macam faktor seperti tehnik pelatihan yang benar, persiapan dan perencanaan yang matang, serta komitmen terhadap esensi pelatihan, maka perusahaan/ lembaga dapat mencapai manfaat kompetisi yang sangat besar di dalam era globalisasi.

  Menurut Sikula dalam (Sutrisno, 2009: 72) Pelatihan juga sebagai suatu proses pendidikan jangka pendek memanfaatkan prosedur yang sistematis dan teroganisir, dimana personil non manajerial mempelajari kemampuan dan pengetahuan teknis untuk tujuan tertentu. Setiap sekolah, perlu mengadakan program pelatihan bagi guru untuk kemajuan sekolah.

  Dari uraian di atas nampak bahwa dengan adanya pelatihan yang diikuti oleh guru-guru, diharapkan guru akan lebih paham dengan dunia kerja, dapat mengembangkan kepribadiannya, penampilan kerja individu, mengembangkan karir, perilakunya menjadi efektif dan guru akan menjadi lebih berkompeten.

2.2 Manajemen Pelatihan

  Sudjana (2007: 10) mengemukakan bahwa proses kegiatan dalam manajemen pelatihan mengacu kepada dimaknai sebagai suatu proses pengarahan secara terpadu baik pikiran, kemauan, perasaan dan kecerdasan emosional untuk mewujudkan sesuatu yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses kegiatan dalam manajemen pelatihan pada dasarnya merupakan tiga fungsi, yaitu: (a) perencanaan (planning); (b) pelaksanaan (actuating); (c) evaluasi (evaluation).

2.2.1 Perencanaan

  Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan yang rasional dan sistematik dalam menetapkan keputusan, kegiatan atau langkah-lanhkah yang akan dilaksananakan untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Menurut (Siagian, 2007: 35), merupakan suatu kegiatan untuk menetapkan tujuan yang ingin dicapai beserta menetapkan strategi untuk mencapai tujuan tersebut, dengan kata lain perencanaan merupakan usaha konkretisasi langkah-langkah yang harus ditempuh yang dasar-dasarnya telah ditetapkan dalam strategi organisasi (Siagian, 2007: 35).

  Berkaitan dengan perencanaan diklat bagi guru- guru Sosiologi tentang pembelajaran discovery-inquiry berbantuan CD interaktif ini merupakan proses penyusunan rancangan diklat, yaitu menyiapkan berbagai hal mengenai berbagai hal pelatihan. Langkah yang dilakukan pada perencanaan adalah: (1) menetapkan sasaran; (2) menetapkan strategi untuk mencapai sasaran; dan (3) mengembangkan rencana kerja dengan cara memadukan dan mengkoordinasikan berbagai aktivitas menuju sasaran yang ditetapkan. Hal-hal yang dilakukan dalam perencanaan diklat yaitu: penyusunan bahan ajar dan media yang digunakan, penyusunan instrumen evaluasi proses maupun evaluasi hasil.

2.2.2 Pelaksanaan

  Pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang utama. Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan. Actuating merupakan usaha untuk menggerakkan sekelompok orang dengan terencana sehingga mencapai tujuan organisasi yang diinginkan (Terry & Rue, 2010: 168). Pada pelatihan,

  

actuating merupakan upaya menjadikan perencanaan

  menjadi kenyataan, melalui kegiatan pelatihan dalam bentuk pengarahan, transfer pengetahuan, keterampilan dan motivasi agar peserta pelatihan dapat melaksanakan kegiatan pelatihan secara optimal.

  Pelaksanaan pelatihan dilakukan dengan perencanaan dan memberikan materi tentang proses dan tahapan-tahapan pembelajaran discovery-inquiry yaitu proses pembelajaran untuk membantu peserta didik dengan menata pengalaman masa lampau yang dimilikinya dengan cara baru, misalnya melaui diskusi dan latihan, ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik memanfaatkan apa yang sudah diketahui, tetapi kurang dikembangkan. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran konstruktivisme yaitu membangun konsep yang sudah dimiliki peserta didik dengan pengalaman-pengalaman baru. Peserta didik tidak dianggap sebagai botol yang kosong dan siap diisi seperti paradigma pembelajaran sebelumnya. Proses belajarnya dirancang untuk memberikan pengetahuan baru, serta yaitu mendorong peserta didik meraih lebih jauh daripada apa yang diketahuinya, apa yang menjadi anggapannya, dan keterampilannya hingga kini. Teknik pembelajaran yang dipilih disesuaikan dengan materi pembelajaran. Tehnik yang digunakan menggunakan tehnik motivasi yaitu membangun motivasi lewat kegiatan mengajar cara: (1) menumbuhkan rasa ingin tahu, (2) menumbuhkan rasa butuh; (3) menumbuhkan rasa mampu belajar; (4) menumbuhkan rasa senang belajar; (5) menumbuhkan kemampuan menilai hasil belajar (Mujiman, 2011: 122- 127).

2.2.3 Evaluasi

  Evaluasi melalui pengawasan merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2007: 125). Hal senada dikemukan oleh Terry dan Rue (2010: 10) pengawasan adalah kegiatan mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan menentukan sebab-sebab penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan korektif bilamana diperlukan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi melalui pengawasan merupakan suatu tindakan untuk mengontrol keseuaian antara pelaksanaan dan perencanaan serta mengambil tindakan korektif jika diperlukan.

  Evaluasi yang dimaksud dalam manajemen pengembangan pembelajaran Sosiologi dengan

  

discovery-inquiry ini adalah bentuk evaluasi dalam

  rangka melakukan kontroling apakah perencanaan dan pelaksanaannya efektif dan efisien. Berkaitan dengan produk perencanaan pembelajaran meliputi RPP, bahan ajar, media CD Interaktif, instrumen evaluasi dilakukan validasi ahli yaitu melakukan diskusi interaktif dengan pakar yang memiliki kemampuan dalam bidang tersebut.

  Di saat pelaksanaan pembelajaran, dilakukan evaluasi proses yaitu melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran dan di akhir pembelajaran dilakukan evaluasi hasil untuk mengukur apakah hasil yang dicapai sudah sesuai dengan tujuan ketercapaian pembelajaran.

2.3 Model-Model Pelatihan

  Salah satu model pelatihan yang berkembang adalah model pelatihan siklus lima. Model pelatihan siklus lima tahap oleh Goad, dalam Nedler (1982: 11), siklus pelatihannya terdiri dari: (a) analisis kebutuhan pelatihan (analisyze to determine training reqruitmens). (b) desain pendekatan pelatihan (design the training

  

approach). (c) pengembangan materi pelatihan (depelov

the training materials). (d) pelaksanaan pelatihan

  (conduct the training) dan (e) evaluasi dan pemutakhiran pelatihan (evaluate and update the training). Langkah tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini

  

Analyze

Design Evaluate

  

Conduct Develop

  Gambar 2.1 Siklus Pelatihan Lima Tahap Goad dalam

  Nedler (1982: 11) Pelatihan yang ditujukan bagi orang dewasa sebagai sasaran perlu memperhatikan aspek: (1) orang dewasa belajar dengan melakukan (orang dewasa ingin dilibatkan); (2) masalah dan contoh relevan dan realistis; (3) lingkungan belajar terbaik adalah lingkungan informal; (4) tidak menerapkan sistem peringkat apapun; (5) fasilitator berperan sebagai agen pembaharuan: (6) fasilitator bertanggung jawab memfasilitasi pembelajaran; (7) variasi metode yang melahirkan gairah peserta pelatihan; (8) dampak pelatihan langsung bisa dirasakan peserta (Nedler, 1982: 41).

  Pengembangan model pelatihan lainnya dikenal dengan istilah instructional design web model (Piscurich, 2009: 13). Tahapan model ini hampir sama dengan model Goad, yang membedakannya hanya pada hubungan timbal balik antara fase yang satu dengan yang lainnya.

2.4 Pembelajaran

  Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru (Sagala, 2009:61). Kesiapan seorang guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran. Corey (Sagala, 2009:61) memandang bahw pembelajaran merupakan suatu proses di mana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu.

  Dimyati dalam Sagala (2009:62) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran merupakan suatu sistem (Sanjaya 2008: 13), oleh sebab itu, pencapaian standar proses untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat dimulai dari menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran. Pembelajar- an merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu: belajar tertuju kepada apa berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran (Jihad, 2008: 11). Knirk dan Gustafson dalam Sagala (2009:64) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi.

  Berbagai pendapat tentang pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan sauatu usaha sadar yang dilakukan oleh guru suatu melalui tahapan persiapan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar dapat mencapai tujuan pembelajaran.

  Rogers dalam Dimyati (2006: 17) mengemukakan tentang langkah-langkah pembelajaran yang perlu dilakukan oleh guru, meliputi : a) Guru memberi kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar secara tersetruktur; b) Guru dan siswa membuat kontrak belajar; c) Guru menggunakan metode inquiry, atau belajar menemukan (discovery learning); d) Guru menggunakan metode simulasi; e) Guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan dan berpartisipasi dengan kelompok lain; f) Guru bertindak sebagai fasilitator belajar; dan g) Sebaiknya guru menggunakan pengajaran berprogram, agar tercipta peluang bagi siswa untuk timbulnya kreativitas.

  Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas proses pendidikan adalah pendekatan sistem (Sanjaya, 2008: 49). Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran

  (Hamalik, 2008: 65) : 1) Rencana, merupakan penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang merupakan unsur-unsur sitem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus; 2) Kesalingtergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran; dan 3) Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem yang alami (natural). Sistem yang dibuat oleh manusia seperti : sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan, semuanya memiliki tujuan.

  Berbagai pengertian pembelajaran yang telah peneliti kemukakan di atas, maka ciri-ciri pembelajaran dapat diidentifikasikan, yaitu: 1) Pembelajaran merupakan upaya sadar dan disengaja. Tersirat di sini bahwa pembelajaran bukan kegiatan insidental tanpa persiapan. 2) Pembelajaran merupakan pemberian bantuan yang memungkinkan siswa dapat belajar. Dalam hal ini guru harus menganggap siswa sebagai individu yang mempunyai unsur-unsur dinamis yang dapat berkembang, bila disediakan kondisi yang menunjang. 3) Pembelajaran lebih menekankan pada pengaktifan siswa, karena yang belajar adalah siswa bukan guru.

  Dari konsep-konsep pemikiran yang telah disebutkan di atas maka setiap guru sebelum dan pada waktu melakukan kegitan pembelajaran di kelas harus mampu mengambil keputusan-keputusan berupa tindakan misalnya metode, teknik yang bisa diterapkan pada materi pokok, kompetensi dasar tertentu agar kegiatan pembelajaran benar-benar berjalan efektif dan siswa bisa aktif sehingga tujuan pembelajaran yang hendak dicapai bisa terwujud. Selain itu jenis media pembelajaran apa yang bisa menunjang keberhasilan tercapainya tujuan. Media pembelajaran perlu disesuaikan dengan kondisi dan materi pokok yang disampaikan agar bisa efektif dan menyenangkan.

  Segala sesuatu yang terkait dengan pengambilan keputusan yang harus dilakukan oleh guru di kelas akan selalu berhadapan dengan hasil yang akan diukur dan akan menjadi sebuah nilai akhir yang menjadi ukuran kualitas siswa selama melakukan pembelajaran. Pertimbangan pengambilan keputusan hendaknya mengarah pada hasil yang lebih baik, artinya segala tindakan yang merupakan hasil keputusan yang bisa membuat siswa memperoleh hasil yang lebih baik. Di dalam proses kegiatan pembelajaran guru akan berhadapan dengan situasi ini dan yang lebih penting adalah bagaimanakah melakukanya dan mengapa hal tersebut perlu dilakukan.

  Landasan pengetahuan yang berupa berbagai teori pendidikan dan psikologi pendidikan serta teori perkembangan sangat dibutuhkan oleh setiap guru manakala mereka akan mengambil tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh siswa. Landasan teori yang terdapat di dalamnya akan selalu melibatkan teori perencanaan, pengembangan desain pembelajaran, pemilihan metode mengajar yang bisa mewujudkan implementasi pembelajaran Sosiologi secara baik serta bagaimana evaluasi atau penilaianya.

2.5 Strategi Pembelajaran

  Sanjaya (2008: 6) menjelaskan istilah strategi digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Seorang yang berperan mengatur strategi, untuk memenangkan peperangan sebelum melakukan suatu tindakan, ia akan menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang dim.ilikinya baik dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas; misalnya kemampuan setiap personal, jumlah maupun kualitas persenjataan, motivasi pasukanya, dan lain sebagainya. Kemp dalam Sanjaya (2008: 126) mendefinisikan strategi pembelajaran sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan Siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.

  Gerlach dan Ely dalam Uno (2007:8) menjelaskan pola umum pemilihan strategi pembelajaran, kriteria pemilihan strategi pembelajaran hendaknya dilandasi prinsip efisiensi dan efektivitas dalam mencapai tujuan pembelajaran dan tingkat keterlibatan Siswa. Untuk itu, guru haruslah berpikir strategi pembelajaran manakah yang paling efektif dan efisien dapat dirumuskan? Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat diarahkan agar siswa dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran secara optimal. Suparman (2001: 167) menyatakan bahwa secara garis besar strategi pembelajaran mengandung komponen- komponen: 1) Urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan kegiatan pengajar dalam menyampaikan materi pembelajaran; 2) Metode pembelajaran, yaitu cara pengorganisasian materi pembelajaran; 3) Media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran; 4) Waktu pembelajaran, yaitu waktu yang digunakan pengajar dan peserta belajar dalam menyelesaikan proses pembelajaran

  Berdasarkan komponen-komponen yang terdapat dalam strategi pembelajaran maka strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang sistematis untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran kepada peserta belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

2.6 Pembelajaran Discovery-inquiry

  Pembelajaran dengan strategi discovery-inquiry merupakan salah satu hasil pemikiran berkaitan dengan peningkatan upaya guru dalam menjalankan proses pengajaran. Strategi ini merupakan gabungan dari dua istilah yaitu discovery dan inquiry. Panggabean (2007:50) menegaskan bahwa dalam penemuan (discovery) siswa aktif menemukan sendiri hal-hal tertentu sebagai akibat pengalaman belajar yang telah didisain oleh guru. Oleh karena itu strategi seperti ini menciptakan peluang bagi para siswa untuk menjawab pertanyaan secara luas dan sekaligus mengkontribusikan dirinya dalam mengembangkan kecintaan yang mendalam terhadap pelajaran. Sedangkan dalam strategi inquiry, siswa secara mandiri menemukan dan membangun kerangka pemahamannya berdasarkan konstruksi yang ditemukannya.

  Menurut Marimuthu (2005:6), secara konseptual discovery-inquiry merupakan sekumpulan tingkah laku untuk mendapatkan penjelasan yang masuk akal mengenai fenomena yang sedang mereka curigai. Berdasarkan konsep tersebut, discovery-inquiry merupakan strategi mengajar yang memacu sekumpulan tingkah laku siswa agar mereka dapat mendapatkan penjelasan yang masuk akal tentang konsep, prinsip dan masalah dalam materi pembelajaran. Menurut Trowbidge (Marimuthu, 2005:10) strategi discovery-inquiry meliputi operasi penyelidikan dengan melibatkan proses eksperimen, membandingkan, menduga, menyimpulkan, mengkomunikasikan dan mengidentifikasi berbagai prinsip serta konsep melalui proses berpikir.

  Menurut Sudjana (2004:154-155), strategi discovery-inquiry ini dapat dilaksanakan apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) Guru harus terampil memilih persoalan yang relevan yang diajukan kepada kelas dan sesuai dengan daya nalar siswa; 2) Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan menciptakan situasi belajar yang menyenangkan; 3) Adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup; 4) Adanya kebebasan siswa untuk berpendapat, berkarya dan berdiskusi; 5) Partisipasi siswa dalam setiap kegiatan belajar; 6) Guru tidak banyak campur tangan dan intervensi terhadap kegiatan siswa.

  Menurut Bruner (Dahar, 1998:100) penekanan pada pembelajaran discovery-inquiry telah menetapkan pengaruh pembelajaran yang membimbingnya untuk menjadi seorang konstruksionis, untuk mengatur apa yang sedang dialami dalam sebuah kegiatan, bukan hanya merancang untuk menemukan dengan cara yang teratur dan pendekatan khusus, tetapi juga untuk menghindari berbagai jenis informasi yang menyamarkan data yang selayaknya disimpan.

  Dalam pembelajaran discovery-inquiry ini, pertama kali siswa diberi masalah oleh guru dan diberikan bimbingan singkat untuk menemukan jawabannya. Diupayakan agar jawaban atau hasil akhir harus tetap ditemukan sendiri oleh siswa. Kemudian dilanjutkan dengan proses inquiry yang tahapan- tahapannya menurut Sanjaya (2008:201) sebagai berikut: 1) Orientasi. Pada tahap ini guru menjelaskan topic, tujuan dan hasil belajar. Kemudian guru menjelaskan pokok kegiatan yang dilakukan oleh siswa dan memotivasinya untuk mencapai tujuan. 2) Merumuskan masalah. Siswa merumuskan masalah sendiri, sesuai dengan konsep dan materi yang sudah jelas dan disiapkan oleh guru. 3) Mengajukan hipotesis. Siswa mengajukan jawaban sementara terhadap masalah yang mereka ajukan. 4) Mengumpulkan data, siswa mengumpulkan data untuk menjawab hipotesis dengan kemampuan berpikirnya dan menggunakan sumber-sumber yang mereka miliki. 5) Menguji hipotesis. Siswa melakukan eksperimen sebagai salah satu bentuk proses menemukan jawaban. 6) Merumuskan kesimpulan. Siswa mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

  Pembelajaran discovery-inquiry ini memungkin- kan juga berlangsungnya tiga proses yang terlibat hampir bersamaan dalam belajar sebagaimana diungkapkan Bruner (Dahar, 1998:101). Ketiga proses yang terjadi itu yaitu memperoleh informasi baru, transformasi informasi dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Informasi yang dimaksud dapat bertentangan dan menegaskan informasi pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Transformasi pengetahuan berarti siswa memerlukan pengetahuan agar sesuai dengan materi baru yang sedang dipelajari. Menguji relvansi dan ketepatan pengetahuan dengan menilai apakah cara memperlakukan pengetahuan cocok dengan tugas yang dikerjakan.

2.7 Pemanfaatan Compact Disc (CD) Interaktif Dalam Pembelajaran

  Banyak ahli, terutama ahli media mengemukakan perlu adanya pemilihan media yang tepat sebagai wahana penyalur pesan dalam proses pembelajaran. Bahkan diyakini bahwa media pandang dengar (audio visual) seperti film bingkai (slide), film dan lainnya, sangat baik digunakan untuk membantu proses komunikasi di kelas. Bahkan kecenderungannya penggunaan media audio visual dalam pembelajaran lebih cepat dan mudah diterima jika dibandingkan penjelasan dengan lisan. Dengan kata lain, seberapa jauh proses komunikasi terjadi dipengaruhi oleh faktor media yang digunakan dalam komunikasi tersebut.

  Media pembelajaran sudah dikenal sejak lama, bahkan sejak pendidikan formal itu ada. AECT (Association of Education and Comunication Tecnology) dalam Arsyad (2006:3) mendefinisikan media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyampaikan pesan atau informasi. Sedangkan Santoso (2002:3) mendefinisikan media sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.

  Gagne’ dan Briggs dalam Arsyad (2006:4) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran, yang terdiri antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer, yang mampu merangsang siswa untuk belajar. Secara umum Santosa (2002:5) memberikan rambu-rambu media pembelajaran sebagai berikut: 1) segala sesuatu (fisik) yang digunakan untuk dapat menyampaikan informasi atau pesan pembelajaran. 2) mampu merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa. 3) terciptanya bentuk-bentuk komunikasi, interaksi yang beragam dalam proses pembelajaran.

  Mengapa media perlu dalam proses pembelajaran di kelas? Diantaranya karena media mempunyai kelebihan dan kemampuan yang dapat kita manfaatkan untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang ada. Secara singkat media berguna bagi upaya untuk mengefektifkan komunikasi yang ada di kelas. Media mampu menampilkan efek suara, gambar dan gerak, sehingga pesan yang kita sampaikan lebih hidup, menarik, dan kongkrit, serta dapat memberi kesan seolah-olah siswa terlibat dalam pengalaman belajar yang ditampilkan.

  Salah satu gambaran yang banyak jadikan sebagai acuan landasan teori penggunaan media dalam pembelajaran adalah

  Dale’s Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale) seperti gambar Gambar 1 berikut.

Gambar 2.2. Kerucut Pengalaman Dale

  Kerucut pengalaman Dale ini menunjukan bahwa pengalaman langsung memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman belajar, oleh karena ia melibatkan lebih banyak indera siswa (Arsyad, 2006:11). Sedemikian pentingnya media pembelajaran sehingga Sudjana (2004:112) mengungkapkan bahwa dalam situasi belajar tertentu, yaitu siswa telah memiliki disiplin belajar yang tinggi, pengalaman belajar yang cukup dan pola pikir yang matang, maka interaksi pembelajaran bisa dilakukan secara langsung antara siswa dengan media belajar. Dalam kondisi demikian, media mampu menggantikan peran guru sebagai sumber belajar.

  Hamalik dalam Arsyad (2006:15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran mampu membangkitkan keinginan, minat, motivasi, dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media juga akan sangat membantu meningkatkan efektifitas pembelajaran.

  CD interaktif merupakan kemasan media pembelajaran yang didalamnya memuat materi dan permasalahan

  • –permasalahan Sosiologi yang dilengkapi dengan tampilan, animasi dan gambaran ilustrasi.

  Dalam rangka penerapan pengembangan sistem pembelajaran tersebut, siswa sebagai sentral kegiatan pembelajaran (instruction), sedangkan guru aktif memberi kemudahan (fasilitas) belajar siswa dan mereka berinteraksi dengan sumber

  • –sumber belajar yang dapat mempermudah proses belajarnya. Semua komponen sumber belajar baik : pesan, orang, bahan, peralatan, tehnik, dan latar (lingkungan) harus dimanfaatkan secara luas dan maksimal guna memecahkan masalah-masalah belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Dengan kata lain, pemanfaatan sumber belajar secara luas dan maksimal tersebut adalah dalam rangka menciptakan proses pembelajaran yang lebih efektif dan efisien.

  Adanya perangkat komputer dengan berbagai program animasi sangat sesuai bila komputer digunakan sebagai salah satu komponen sumber pembelajaran. Konsep dan masalah materi pembelajaran yang sebelumnya hanya dituliskan dan digambarkan dalam buku, untuk saat ini bisa ditampilkan dalam bentuk tayangan melalui media audio visual dan dikemas dalam bentuk CD interaktif. Terlebih strategi pembelajaran yang digunakan terkait dengan kehidupan nyata dan teknologi, dengan bantuan komputer dan LCD, siswa bisa langsung dibawa untuk memperhatikan permasalahan dan kejadian

  • –kejadian nyata yang terkait, bahkan mendasari munculnya suatu teori pada suatu materi pelajaran.

2.8 Kajian Penelitian yang Relevan

  Beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan pelatihan antara lain:

  1. Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap kompetensi dan kinerja pegawai di lingkungan Departemen Pertahanan RI (Saptari, 2003). Hasil penelitiannya, pendidikan dan latihan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kompetensi. Pendidikan dan latihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja.

  2. Efektivitas Pendidikan dan Pelatihan dalam meningkatkan kinerja pegawai pada Badan kepegawaian daerah kabupaten Malang (Dhita Ayu Meitaningrum, Imam Hardjanto, Siswidiyanto). Hasil penelitian, diklat sudah efektif, hal tersebut dapat dilihat dari ketepatan waktu penyelesaian tugas serta peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan keahlian yang dimiliki pegawai Badan Kepegawaian Daerah Malang setelah mengikuti diklat.

3. Hubungan Antara Pendidikan dan Pelatihan dengan

  kabupaten Luwu Utara (Ajie Saputra, H. Rosyid Thaha dan H. A Gau Kadir). Hasil penelitian kinerja pegawai dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi telah cukup baik. Diklat sangat membantu pegawai untuk memiliki kemampuan, kompetensi dan motivasi untuk meningkatkan kualitas kinerja.

2.9 Kerangka Berpikir

  Jika proses pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, maka kegiatan tersebut melibatkan beberapa subsistem. Subsistem

  • –subsistem tersebut adalah (1) siswa, (2) bahan pelajaran, (3) metode belajar mengajar, (4) alat belajar, alat peraga dan media belajar, (5) Lingkungan dan iklim belajar, (6) manajemen dan administrasi, (7). pendidik, ahli, dan nara sumber, (8) supervisor / pengawas dan (9). evaluasi dan umpan balik (Pidarta, 1997:32). Secara garis besar subsitem dibedakan menjadi tiga yaitu subsistem input, subsistem proses dan subsistem output .

  Salah satu faktor yang menentukan dalam proses pembelajaran adalah pemilihan strategi pembelajaran oleh guru. Menurut Kosasih (Solihatin, 2008: 9), pemilihan strategi dan metode yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa, ini merupakan kemampuan dan ketrampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Hal ini sesuai pendapat Jarolimalik (Solihatin, 2008:1) menyatakan bahwa ketepatan guru dalam memilih strategi dan metode pembelajaran akan siswa. Strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran dan kompetensi siswa.

  Pemanfaatan CD interaktif sebagai salah satu sumber belajar yang dirancang (learning resources by

  

design) untuk pembelajaran tertentu sebagai media

  yang diyakini mampu menciptakan pembelajaran yang lebih menyenangkan dan melibatkan aktifitas siswa. Pemanfaatan CD interaktif sebagai salah satu sumber belajar dapat dimanfaatkan bagi siswa dalam tahapan eksplorasi dalam pembelajaran untuk mengkonstruk pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. CD interaktif diperlukan oleh siswa ketika mempelajari materi kurs valuta asing dan neraca pembayaran. Hal ini cukup beralasan karena karakteristik materi ini bersifat kontekstual namun sulit bagi siswa untuk berhubungan langsung dengan kejadian nyata atau aplikasi dari materi tersebut. Oleh karena itu diperlukan pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk melakukan discovery inquiry dan salah satunya dengan bantuan CD interaktif.

  Setelah siswa mendapatkan kesempatan untuk melakukan discovery inquiry dengan bantuan CD interaktif maupun sumber-sumber lain yang relevan, perlu adanya penyatuan persepsi secara kooperatif yang dapat dituangkan dalam bentuk peta konsep sebagai media untuk melakukan diskusi di dalam kelas. Peran guru dalam pembelajaran ini lebih banyak sebagai motivator dan fasilitator dari proses diskusi. Dengan demikian diharapkan materi dapat dipelajari secara lebih mendalam dan berdampak pada ketuntasan belajar siswa.

PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT GURU SOSIOLOGI STRATEGI PEMBELAJARAN DISCOVERY-

  PELATIHAN MEN, MONEY, MATERIAL, MACHINE AN METHODS KONDISI SAAT INI Tujuan, Kebutuhan, Kurikulum, Metode, Instruktur, Sapras, &

  P Biaya Pelatihan PERANCANGAN MODEL DIKLAT Pelaksanaan Diklat A MODEL DIKLAT GURU SOSIOLOGI Evaluasi Reaksi & Dampak Pelatihan C

  Gambar 2.3 Kerangka Pikir

  Guru sebagai peran utama dalam pembelajaran meskipun bukan satu-satunya sumber belajar, namun pembelajaran, sebagai pengatur, penskenario, fasilitator sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Kemampuan guru melaksanakan pembelajaran discovery inquiry tidak lepas dari kemampuan guru menyiapkan hal-hal yang diperlukan seperti rencana pembelajaran, media CD interaktif yang akan digunakan. Oleh karena itu pelatihan bagi guru- guru Sosiologi tentang pembelajaran discovery inquiry berbantuan CD interaktif menjadi hal yang penting agar dapat meningkatkan kompetensi guru melaksanakan pembelajaran.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pengembangan Pengelolaan Laboratorium IPA di SMA Negeri 1 Boja

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pengembangan Pengelolaan Laboratorium IPA di SMA Negeri 1 Boja

0 0 39

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pengembangan Pengelolaan Laboratorium IPA di SMA Negeri 1 Boja

0 0 9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pengembangan Pengelolaan Laboratorium IPA di SMA Negeri 1 Boja

0 0 69

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pengembangan Pengelolaan Laboratorium IPA di SMA Negeri 1 Boja

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pengembangan Pengelolaan Laboratorium IPA di SMA Negeri 1 Boja

0 0 203

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Peserta Didik di MTs NU 02 Al Ma’arif Boja Kabupaten Kendal

0 0 12

BAB II TELAAH PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Peserta Didik di MTs NU 02 Al Ma’arif Boja Kabupaten Kendal

0 1 36

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Peserta Didik di MTs NU 02 Al Ma’arif Boja Kabupaten Kendal

0 0 10

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Peserta Didik di MTs NU 02 Al Ma’arif Boja Kabupaten Kendal

0 0 16