PERAN MEDIA TELEVISI DALAM MEMBENTUK KAR

PERAN MEDIA TELEVISI DALAM MEMBENTUK KARAKTER
BANGSA

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

Seminar PPkn
Yang dibina oleh Bapak Drs.Miranu Triantoro. M.Pd

Oleh
Nahrowi

2013111009

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA BLITAR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Maret 2016

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan keharibaan Allah SWT, berkat bimbingan dan
kemudahan yang Allah anugerahkan kepada penulis sehingga mendapat kesempatan
untuk menyelesaikan makalah dengan judul “PERAN MEDIA TELEVISI DALAM
MEMBENTUK KARAKTER BANGSA ”.
Penulisan makalah ini dapat kami selesaikan dengan tepat waktu atas bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Dra. Hj. Karyati, M.Si selaku Ketua STKIP PGRI Blitar;
2. Bapak Drs. Miranu Triantoro. M.Pd selaku Kaprodi PPKn; dan selaku dosen
pembimbing Matakuliah Seminar PPkn;
3. Seluruh rekan-rekan mahasiswa prodi PKn STKIP PGRI Blitar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang dapat dijadikan masukan dalam menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang
telah tersajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Blitar, Maret 2016

Penyusun


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...............................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................5
1.3 Tujuan........................................................................................5
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Media Televisi...........................................................................6
2.2 Karakter Bangsa........................................................................7
2.3 Peran media Televisi dalam Membentuk Karakter Bangsa.......8
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan..............................................................................10
3.2 Saran........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................12

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Memasuki abad ke-21 peradaban manusia semakin modern ditandai dengan
semakain majunya teknologi.Seperti misalnya dalam bidang komunikasi atau media
masa, salah satu media masa elektronik sudah populerdan sangat efektif dalam
menyampaikan pesan atau informasi adalah televisi. Dalam berbagai program televise
mampu memberikan informasi, hiburan, pendidikan dan lain sebagainya. Acara-acara
yang disajikan dikemas sedemikian rupa untuk menarik penontonya.
Dalam era kebebasan bermedia, dimana banyak bermunculan media-media atau
stasiun televise menyajikan berbagai macam program-program tayangan. Misalnya
program music, berita, hingga sinetron maupun talk show.Bisa dikatakan keseluruhan
program-program yang ditanyangkan tersebut ditujukan hanya untuk menghibur
semata, tanpa ada fungsi edukasi di dalamnya. Namun dengan adanya kebebasan
bermedia pada akhirnya berdampak pada kurang terkontrolnya program-program
televise yang ditayangkan. Salah satunya adalah sinetron.Banyak sinetron yang tanyang
namun terkadang senitron tersebut seringkali megesampingkan pesan moral atau nilainilai edukasinya.
Saat ini pengaruh televisi telah menembus lapisan kedua pertahanan diri
individu yaitu menembus perilaku, sikap dan sedang menuju kearah penghancuran lapis
terakhir yaitu pandangan, presepsi, moral, kepribadian, dan budaya umat manusia..
masyrakat yang awalnya hidup dalam struktur kultural, seakan tak berdaya menghadapi
pengaruh televisi. Salah satunya melalui tayangan sinetron , sinetron memiliki gejalagejala yang membahayakan bagi remaja karena


akan menjadikan otak pasif,

melumpuhkan kemampuan berpikir kritis, dan merusak kecerdasan otak sebelah
kanan. Apalagi sinetron pada saat ini cenderung memperlihatkancerita-cerita fiktif yang
tidak sama dengan rialita atau kehidupan nyata. Kebanyakan juga tema dari sinetron
bukan mengenai edukasi melainkan lebih cenderung masalah percintaan, bahkan
tidak jarang pula menampilkan adegan-adegan berbau porno. Tindakan-tindakan yang
sering dilakukan oleh para remaja yakni gaya hidup seperti berpenampilan gelamor,
pergaulan bebas yang identik dengan seks bebas, serta gaya-gaya berbicara yang
tidak sesuai dengan kaidah yang baik.

Salah satu contoh akibat dari buruknya sinetron kekerasan terhadap perilaku
anak yaitu Muhammad Arif, umur 11, siswa kelas 5 di salah satu SD Di Kabupaten
Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi terpaksa dioperasi di RS Theresia Kota Jambi
karena tulang bahu bagian kiri lepas akibat diplintir dan dibanting teman sekolahnya,
meniru adegan kekerasan pada sinetron (Media Indonesia, 1/12). Kejadian ini akibat
pengaruh tayangan televisi yang mempertontonkan adegan berbahaya dengan unsur
kekerasan, yang membuat anak-anak berimajinasi seakan-akan menjadi kuat dan
tangguh seperti idolanya saat melakukan tindak kekerasan terhadap temannya. Resiko

dan dampak akan kejadian terhadap tubuh mereka tidak akan pernah terlintas karena
kurang daya tangkap akibat masih kurangnya pemikiran-pemikiran yang baik sebatas
usianya.
Atas dasar itu kami selaku penulis termotivasi untuk menulis makalah kami
yang berjudul “PERAN MEDIA TELEVISI DALAM MEMBENTUK KARAKTER
BANGSA” yang akan kami bahas lebih mendalam pada makalah kami.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diuraikan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Pengertian Media Massa Televisi?
2. Apa pengertian karakter bangsa?
3. Bagaimana Peran Media dalam membentuk karakter bangsa?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat diuraikan tujuan penulisan makalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian media massa televisi
2. Mengetahui pengertian karakter bangsa
3. Mengetahui peran media massa dalam membentuk karakter bangsa.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Media Televisi
2.1.1. Pengertian Televisi
Tidak dapat dipungkiri saat ini bahwa media masa televisi telah menjadi media
yang fenomenal sekaligus media terpopuler, Keberadaan televisi sudah menjadi bagian
yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sebuah rumah
baru serasa tidak lengkap jika belum ada televisi, hal tersebut tidak hanya berlaku pada
masyarakat perkotaan,yang mayoritas secara ekonomi terbilang mampu, melainkan
masyarakat plosok-plosok desa bahkan rumah-rumah liar yang berada dipinggir-pinggir
sungai perkotaan ataupun dibawah jembatan layang.
Istilah televisi menurut (Sofiah, 1993: 47) yang dikutip oleh Eka Alkhajar dalam
artikelnya yang berjudul Televisi dan Energi Bangsa, televisi merupakan suatu kata
yang berasal dari gabungan kata tele dalam bahasa Yunani yang berarti jauh dan vision,
artinya melihat/memandang. Jadi secara harfiah, televisi berarti memandang dari jauh.,
televisi ialah memandang peristiwa dari jauh dalam waktu yang bersamaan.
Sifat media massa (televisi) yang serempak dimanfaatkan untuk membuat orang
secara bersamaan menaruh perhatian kepada pesan yang disampaikan komunikator.
Selain sifat media yang cepat memungkinkan pesan dapat disampaikan kepada begitu
banyak orang dalam waktu yang cepat, daya tarik televisi juga demikian besar, sehingga
pola-pola kehidupan rutinitas manusia sebelum muncul televisi, berubah total sama
sekali. Inilah yang membuat media televisi menggunakan panutan baru atau the new

religius bagi kehidupan manusia. Tidak menonton televisi, sama dengan makhluk buta
yang hidup dalam tempurung. Itu artinya bahwa keberadaan televisi dan pengaruhnya
sanagat membawa perubahan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat.
2.1.2. Perkembangan media televisi di Indonesia
Realitas pertumbuhan dunia pertelevisian yang sedemikian cepat dan maraknya
dari media ini setidaknya dapat kita lihat dari sejarah munculnya televisi di Indonesia..
Menurut (Ishadi, 1999) yang dikutip oleh Eka Alkhajar, TVRI merupakan stasiun
televisi pertama yang dimiliki negeri ini. Pada awal kelahirannya tahun 1962 jumlah
pesawat televisi di Jakarta hanya berjumlah 10.000 buah. Tujuh tahun kemudian
jumlahnya meningkat menjadi 65.000 buah. Pada akhir Maret 1972 jumlah pesawat

televisi di Indonesia ada 212.580 buah, sampai tahun 1984 berjumlah 7.132.462 buah.
Hanya dalam kurun waktu 12 tahun jumlah pesawat televisi di Indonesia meningkat
sampai hampir 34 kali lipat.
Indonesia memasuki babak baru dalam dunia pertelevisian sebagaimana
disinggung diatas pada 1962, ketika Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games, yaitu
dengan didirikannya TVRI pada tanggal 24 Agustus 1962. Hanya dengan menggunakan
satu pemancar yang dipasang di kompleks senayan, TVRI melakukan peliputan Asian
Games yang dapat dinikmati oleh penduduk Jakarta. Dimana pada awal
penyelenggaraannya, jangkauan penyiaran TVRI masih terbatas di Jakarta dan

sekitarnya. Dan dikarenakan masih terbatasnya berbagai pendukung teknis, masa
penyiarannya pun hanya sekitar dua jam per hari dan ekstra setengah jam pada malam
minggu. Indonesia adalah negara ke-4 di Asia yang memiliki televisi setelah Jepang,
Filipina dan Thailand. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan sekali lagi bahwa sejak
inilah Indonesia mulai memasuki babakan baru dalam memanfaatkan media televisi
(Alkhajar, 2009).
Apalagi semenjak dikeluarkannya SK Menteri Penerangan No.111 Tahun 1990,
industri dan bisnis televisi berubah menjadi demikian maraknya. Awalnya adalah tahun
1987/1988 ketika RCTI diizinkan siaran untuk pertama kalinya dengan menggunakan
dekoder (decoder), yang kemudian diikuti oleh SCTV (1989), TPI (1991), ANTV
(1993) dan Indosiar (1994). Kini dapat kita lihat betapa deras perkembangannya bahkan
untuk saluran siaran pun, hingga tahun 2005 terdapat 10 stasiun televisi swasta dan
tidak kurang dari 30 stasiun televisi lokal. Melihat realitas tersebut maka dapat
dikatakan bahwa masyarakat Indonesia telah mengalami masa bulan madu dengan
televisi dimana pertumbuhan televisi terjadi demikian maraknya setelah 25 tahun lebih
hanya memiliki satu stasiun televisi, yakni TVRI.
2.2 Karakter Bangsa
Karakter secara etimologi berasal dari bahasa Yunani dari kata kasairo yang
berarti format dasar atau sidik. Dalam istilah ini karakter adalah given atau sesauatu
yang sudah diberikan sebagai kodratnya yang sudah ada dari sananya. Namun istilah

karakter sebenarnya mengandung ambiguitas, ada dua interprestasi tentang istilah
karakter tersebut, yang pertama sebagai suatu kondisi yang sudah ada begitu saja atau
yang sudah diberikan begitu saja. Karakter yang demikian ini disebut sebagai suatu
yang telah ada atau kodrati (given). Dan yang kedua adalah karakter sebagai suatu

tingkat kekuatan yang mana seorang individu mampu menguasai kondisi tersebut.
Karakter yang demikian ini disebutnya sebagai sebuah proses pembentukan individu
yang dikehendaki (willed). Karakter dapat disebut juga sebagai watak, yaitu sifat yang
mempengaruhi segenap perilaku dan tabiat manusia yang bersifat tetap, sehingga
menajdi ke-khasan atau ciri khusus yang membedakan orang satu orang dengan orang
yang lainnya.
Sedangkan karakter bangsa merupakan ciri khas dan sikap suatu bangsa yang
tercermin dalam tingkah laku dan pribadi warga suatu negara. Sikap tersebut dapat
dipengaruhi oleh kodrati atau sesuatu yang sudah ada dari sananya (given), dan dapat
pula dipengaruhi oleh suatu proses yang diusahakan oleh negara atau pemerintah
(willed) demi kemajuan Bangsa dan Negaranya. Oleh karena itu suatu karakter bangsa
sangat dipengaruhi political will Negara atau pemerintah yang berkuasa saat itu. Sebab
karakter bangsa tidak hanya given atau sesuatu yang telah ada, melainkan willed atau
sesuatu yang dapat dibangun sesuai dengan visi-misi suatu negara.
Para


pakar

di

Balitbang

menginvetarisasi 18 karakter

Pusat

Kurikulum

Kemendikbud

berhasil

yang harus menjadi acuan para pendidikan secara

nasional. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa

bersumber dari nilai-nilai Agama, Pancasila, Budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional,
yang kemudian diidentifikasi menjadi 18 karakter bangsa: religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangansaan, cinta tanah air, cinta prestasi, bersahabat/komuniatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab.
Kemajuan teknologi yang tidak dapat terbendung lagi, terutama dalam bidang
media komunikasi massa khususnya televisi, peran televisi sangatlah strategis sebagai
alat informasi bahkan sebagai pemandu masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah
atau penguasa untuk mempengaruhi bahkan dapat membentuk karakter bangsa sesuai
apa yang dikehendaki. Itu artinya televisi dapat berpenagruh atau memiliki dampak
yang positif maupun negatif jika tidak bisa memanfaatkannya dengan baik dan benar.
2.3 Peran media massa dalam membentuk karakter bangsa
Banyak media televisi saat ini sudah tayang 24 jam penuh baik televisi swasta,
berlangganan, ataupun komunitas dengan berbagai program acara yang meliputi hampir
seluruh aspek kehidupan manusia, begitu menarik dan banyak menyita perhatian
manusia dari semua kalangan, tanpa pandang usia, status, dan jenis kelamin. Tidak

dapat dipungkiri bahwa peran media televisi semakin besar, peranannya sembagai
media

komunikasi

audio-visual

sangat

luarbiasa

dibandingkan

media-media

komunikasi yang lainnya.
karena itu sangatlah menarik bilamana kita cermati bagaimana peran media
televisi dalam membentuk karakter bangsa, dari berbagai literatur peran media televisi
disebutkan ada dua peran, yaitu peran yang membawa kearah negatif dan kearah positif
dalam pembentukan karakter bangsa. Berikut peran media televisi;
1. Social Surveilance.
Media televisi, akan senantiasa merujuk pada upaya penyebaran informasi dan
interpretasi subjektif mungkin mengenai peristiwa yang terjadi, dengan maksud agar
dapat dilakukan kontrol sosial sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
dalam lingkungan masyarakat bersangkutan. Misalnya berita mengenai merebaknya
wabah DBD yang disebabkan oleh nyamuk, informasi dapat disebar luaskan agar
dampak wabah tersebut dapat dilakukan pencegahan preventif.
2. Social Correlation.
Peran korelasi sosial tersebut, akan terjadi upaya penyebaran informasi yang
dapat menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya.
Begitupun antara pandangan – pandangan yang berbeda, agar tercapai konsensus sosial.
Sejalan dengan pendapat Japarudin (2013 : 02), televisi dapat menajdi alat propaganda
dan mempenagruhi sikap, serta opini publik melalui acara siaran yang ditayangkan.
Pengaruh televisi sangat signifikan dalam penyebaran informasi terhadap perilaku dan
sikap orang yang menontonya. Berita, sinetron, film dan lain sebagainya dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku masyrakat.
3. Socialization
Pada peran ini, media televisi selalu merujukan peranya dalam upaya pewarisan
nilai-nilai luhur dari satu generasi ke generasi selanjutnya, atau dari satu kelompok ke
kelompok lainnya. George Gomstock berpendapat bahwa televisi telah menjadi faktor
yang tak terelakkan dan tak terpisahkan dalam membentuk diri kita dan akan seperti apa
diri kita nanti (Pitriawanti, 2010 : 04). Karena seringnya waktu yang digunakan
menonton televisi maka akan semakin kuat pula pengaruh yang diberikan televisi
terhadap mereka termasuk dalam upaya pewarisan nilai-nilai luhur dalam suatu bangsa.
Itu artinya konten yang ada dalam acara televisi secara langsung atau tidak langsung
mampu membentuk dan mempengaruhi karakter bangsa.
4. Learning

Pada peran ini, media televisi memiliki fungsi sebagai sarana belajar dan
menyebar luaskan nilai-nilai yang terdapat pada pendidikan karakter. Dengan tayangan
acara televisi yang baik dan mendidik. Pengaruh tayangan televisi sangat besar bagi
konsumen media televisi. Salah satu elemen masyarakat yang rentan pada pengaruh
tayangan televisi adalah anak-anak dan remaja. Mereka adalah kelompok usia yang
mempunyai daya imitasi cukup tinggi. Mereka cenderung mempunyai rasa ingin tahu
yang besar. Salah satunya terhadap objek tayangan televisi. (Rahmat Kriyantono, 2007)
Secara psikologis, remaja mempunyai kecenderungan untuk melakukan
peniruan (imitasi) terhadap tayangan-tayangan di televisi. Dikhawatirkan, semakin
sering seseorang menonton televisi akan mempengaruhi pola pikir maupun pola
tindaknya. Hal ini diperkuat oleh Teori Peluru yang menganggap tayangan media
mempunyai kekuatan luar biasa dalam mempengaruhi khalayak. Tayangan yang berbau
kekerasan, klenik, pornografi seyogyanya tidak dipertontonkan secara bebas.
5. Entertainment.
Dari penelitian terhadap 260 anak-anak sekolah dasar di Jakarta, Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) membuktikan, televisi ternyata mediam yang
banyak ditonton dengan alasan paling menghibur. Dari kenyataan ini menunjukkan
bahwa anak-anak tidak mungkin diisolasi dari tayangan televise
Dan tentu alasan Agar tidak membosankan, media televisi perlu juga
menyajikan hiburan kepada khalayaknya. Hanya saja, fungsi hiburan ini sudah terlalu
dominan mewarnai siaran televisi kita, sehingga keempat peran atau fungsi lainnya,
seolah telah terlupakan.Untuk itu, fungsi hiburan haruslah ditata agar seimbang dengan
empat peran lainnya.
Sejatinya, kelima peran medi televisi tersebut bersinergi dan sinkron dalam
rangka menyajikan tontonan yang sehat. Sebab, hanya dengan tontonan yang sehat
sajalah yang nantinya dapat melahirkan generasi yang sehat. Generasi yang memiliki
karakter bangsa. Dalam hal inilah, kesadaran masyarakat dunia pada umumnya dan
Indonesia secara khusus perlu bertekad dan berkomitmen untuk mengupayakan agar ke
depan jangan lagi mau membiarkan diri dan keluarganya didikte oleh siaran televisi
yang tidak mendidik dan bahkan merusak pembangunan karakter bangsa bagi
masyarakat (warga negara) dalam pembangunan bangsa ke depan.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Peran media televisi dalam
mentransformasikan nilai-nilai kebangsaan merupakan suatu yang sudah seharusnya
dan media kita sesungguhnya sudah dan terus melakukannya. Persoalan yang ada,

media cukup kesulitan mengangkat nilai-nilai kebangsaan dalam bentuk nyata karena
tidak atau belum menemukan nara sumber, tokoh atau fakta-fakta yang dapat atau
benar-benar layak menjadi ikon, panutan dalam mentransformasikan nilai-nilai
kebangsaan yang relevan dengan kondisi kehidupan saat ini.
Media televisi dalam pembangunan karakter bangsa, haruslah berlandas pada
perspektif budaya Indonesia yang meletakkan landasannya dalam kerangka negara
kesatuan,

dengan

keanekaragaman

budaya

yang

memiliki

nilai-nilai

luhur,

kebijaksanaan dan pengetahuan lokal yang arif dan bijaksana (local wisdom and local
knowledge). Media televisi di Indonesia harus mampu menggali dan menjadikannya
sebagai norma acuan atau tolok ukur di dalam melakukan penyiarannya.

BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan.
Istilah televisi merupakan suatu kata yang berasal dari gabungan kata tele dalam
bahasa Yunani yang berarti jauh dan vision, artinya melihat/memandang. Jadi secara
harfiah, televisi berarti memandang dari jauh., televisi ialah memandang peristiwa dari
jauh dalam waktu yang bersamaan. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan
budaya dan karakter bangsa bersumber dari nilai-nilai Agama, Pancasila, Budaya dan
Tujuan Pendidikan Nasional, yang kemudian diidentifikasi menjadi 18 karakter bangsa:
religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangansaan, cinta tanah air, cinta prestasi, bersahabat/komuniatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab.
Media televisi mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membangun
masyarakat yang memiliki karakter karena perannya yang sangat potensial untuk
mengangkat opini publik sekaligus sebagai wadah berdialog antar lapisan masyarakat.
Terkait dengan isu keragaman budaya (multikulturalisme), peran media massa seperti
pisau bermata dua, berperan positif sekaligus juga berperan negatif. Peran positif media
massa berupa: (1) kontribusi dalam menyebarluaskan dan memperkuat kesepahaman
antarwarga; (2) pemahaman terhadap adanya kemajemukan sehingga melahirkan
penghargaan terhadap budaya lain; (3) sebagai ajang publik dalam mengaktualisasikan
aspirasi yang beragam; (4) sebagai alat kontrol publik masyarakat dalam
mengendalikan seseorang, kelompok, golongan, atau lembaga dari perbutan sewenangwenang, (5) meningkatkan kesadaran terhadap persoalan sosial, politik, dan lain-lain di
lingkungannya
3.2 Saran.
Sebagai masyrakat yang selalu bersinggungan dan tida pernah lepas dari media
massa, sebaiknya kita bisa memamnfaatkan media tersebut dengan baik dan mampu
menaggulangi pengaruh-pengaruh negatif yang dibawa. Lewat peran-peran media masa
semoga kita dapat memanfaatkan media massa tersebut dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Fahmi, Alatas. 1997. Bersama Televisi Merenda Wajah Bangsa: Yayasan Pengkaji

Komunikasi Masa depan. Jakarta.
Mulyana, Dedy. 2001. Mediator, Membangun Televisi Publik. Volume 02, No 02.
Nada. Eka. Oktober 2014. Univ. Sebelas Maret Surakarta, Televisi dan Energi Bangsa.
Volume VI, No 03.
Ngamaken, Stephanus Binus Univ. April 2014. Pentingnya pendidikan karakter,
Volume V, No 01
Pritriawanti, Arista. 2010. Pengaruh Intensitas Menonton Televisi dan Komunikasi

Orang Tua – Anak terhadap Kedisiplinan Anak dalam Mentaati Waktu
Belajar. Skripsi, Semarang: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Univ.
Diponegoro Semarang.
Wiro, Dono. 2006. Matikan TV-Mu: PT. Resist Book. Yogyakarta