DPRD DI ERA OTONOMI DAERAH Studi Kasus T

JURNAL
DPRD DI ERA OTONOMI DAERAH (Studi Kasus Terhadap
Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD Kabupaten Malang Periode 2009 2014 Dalam Penyusunan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Publik)

AGUNG PRIANTO
Mahasiswa Ilmu Politik, FISIP UB

ABSTRAK
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk melihat DPRD Kabupaten
Malang dalam menyelesaikan permasalahan yang ada pada sistem
penyelenggaraan pelayanan publik yang dinilai buruk dimasyarakat. Sehingga
tuntutan tersebut mengharuskan pemerintah daerah Kabupaten Malang
membentuk perda tentang Penyelenggaraan pelayanan publik, sesuai dengan
aturan otonomi daerah yang berlaku.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
undang-undang yang berlaku. Maka dengan adanya otonomi daerah tersebut
pemerintah DPRD kabupaten Malang bertujuan untuk memajukan
kesejahteraan masyarakat dengan membentuk perda tentang penyelenggaraan
pelayanan publik.

Pada pembahasan tentang otonomi daerah dan DPRD, menjelaskan
hubungan keduanya dari awal kemerdekaan hingga era reformasi. Dengan
menggunakan landasan peraturan undang-undang yang berlaku agar jelas
terlihat fungsi DPRD dalam otonomi daerah. Juga ditambahkan tentang Teori
kebijakan publik sebagai teori utama untuk mendukung peran masyarakat
terhadap pemerintah untuk memajukan demokrasi yang ideal.
Tipe penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
untuk memperlihatkan secara jelas tentang penyusunan yang dilakukan oleh
DPRD Kabupaten Malang serta menganalisis hal tersebut untuk mendapatkan
hasil penelitian yang akurat.

1

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Pelaksanaan Fungsi Legislasi
DPRD Kabupaten Malang dalam penyusunan perda tentang penyelenggaraan
pelayanan publik telah berjalan sesuai dengan rencana awal sehingga tidak
menemui permasalahan. Yaitu mulai tahap perancanaan sampai dengan tahap
penyebarluasan. Sehingga hal ini menjadikan perda tentang penyelenggaraan
pelayanan publik bisa diterima oleh masyarakat. Hal ini juga tidak terlepas dari
adanya prosedur yang dijalankan oleh DPRD Kabupaten Malang dalam

menyusun perda tersebut, yaitu dengan mengikut sertakan masyarakat dan
tokoh ahli.
Kata Kunci : Otonomi Daerah, Fungsi Legislasi DPRD, Perda Pelayanan
Publik

ABSTRACT
This skripsi is intended to look at the Malang district legislature in
solving the existing problems in the public service delivery system that is rated
poor in the community. So that these demands require local governments
establish regulations Malang on public service delivery, in accordance with the
applicable rules of regional autonomy.
Regional autonomy is the right, authority and obligation to regulate the
area and manage his own household in accordance with the rules applicable
laws. So with the autonomy of the local government of Malang regency aims to
promote the public welfare by establishing regulations on public service
delivery.
In the discussion of regional autonomy and parliament, explaining the
relationship of independence until the early reform era. By using the regulatory
framework applicable laws that Parliament functions in a clearly visible
regional autonomy. Also added about public policy theory as the main theory to

support the role of the public against the government to advance the ideal of
democracy.
This type of research used in this study is to demonstrate clearly
descriptive of the preparation is done by Parliament Malang and analyze it to
obtain an accurate research results.
The results showed that the implementation of legislation Function Malang
district legislature in drafting regulations on the administration of public
services has been going according to plan early so as not to encounter
problems. Ie from stage to stage perancanaan dissemination. So this makes the
regulation of public services can be accepted by society. It is also not separated

2

from the procedures carried out by the Malang district legislature in drafting
these regulations, namely by including community leaders and experts.
Keywords: Regional Autonomy, Function Parliament Legislation,
Regulation of Public Services

3


Latar Belakang Masalah
Otonomi daerah di Indonesia telah mengalami dinamika yang besar dari
tahun-ketahun semenjak

masa pemerintahan dari orde lama hingga era

reformasi. Perkembangan tersebut tidak terlepas dari adanya masalah yang dulu
dihadapi bangsa Indonesia, demi mewujudkan pemerintahan yang baik dengan
sistem demokrasi.
Apabila melihat secara singkat dari mana otonomi daerah lahir, “bahwa
pemikiran tentang otonomi daerah telah ada sejak awal Negara Indonesia
dibentuk, yaitu pada, Undang-Undang No. 1 Tahun 1945”.1 Pada saat itu sistem
otonomi daerah tidak begitu diterapkan karena masih menggunakan sistem
pemerintah terpusat dan penetaan dari daerah kedaerah. Kemudian berlanjut
pada tahun 1974, kembali mengusung tema yang sama yaitu otonomi daerah
untuk

dikembangkan

dan


diterapkan

dengan

sebaik-baiknya.

Dalam

penerapannya, otonomi daerah tidak bisa menjawab tantangan pada waktu itu,
sehingga gagal. Maka dengan kegagalan selama bertahun-tahun dan tetap
dipakai oleh bangsa Indonesia selama 30 tahun lamanya, menimbulkan
perlawanan dari masyarakat untuk berubah. Sehingga pada tahun 1999, kembali
menjelaskan, “otonomi daerah dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999”.2
Agar bisa menjawab tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia untuk tetap
menjadi Negara demokrasi, sesuai dengan keinginan rakyat. Dari tahun 1999,
1

Winarna Surya Adisubrata, 1999, Otonomi Daerah Di Era Reformasi, UPP AMP YKPN:
Yogyakarta, hal. 2

2
Ibid, hal. 12

4

otonomi daerah memiliki peranan penting dalam sejarah Indonesia, bahkan
menjadikan awal baru dalam otonomi daerah sebagai wacana yang jauh lebih
jelas dan bisa diterapkan dengan baik.
Berakhirnya pemerintahan orde baru, berbagai perubahan yang besar
dalam perundang-undangan. Salah satunya adalah dibentuknya undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang sangat berbeda
dengan prinsip undang-undang sebelumnya, menurut Winarna,
“Perbandingan undang-undang No. 5 Tahun 1974 dengan
undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999diantaranya, dalam
undang-undang No. 5 Tahun 1974, disebutkan bahwa
pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi
daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting
kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat melalui prakarsanya sendiri”3 .

Kemudian

pada

prinsipnya

yang

menekankan

asas

desentralisasi

dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini
diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi,
karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga

dilaksanakan

dengan

prinsip-prinsip

demokrasi yang juga memperhatikan

keanekaragaman daerah

3

Winarna Surya Adisubrata, Op. Cit, hal. 21

5

Undang-undang 22 tahun 1999, sangat berdampak besar terhadap
pemerintahan Negara Indonesia. Terutama pada pemerintah daerah terhadap
efisiensi dan efektifitas kinerjanya. Serta memunculkan beberapa kemajuan
terhadap pemerintah daerah, terutama pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD).

Bahwa

DPRD

merupakan

mitra

kerja

Kepala

Daerah

(gubernur/bupati/wali kota).
Undang-udang tahun 1999, dipandang banyak kekurangan dan dianggap
gagal dalam menjawab tantangan otonomi daerah karena banyak memunculkan
permasalahan seperti, penolakan kebijakan pemerintah dengan cara demonstrai

besar-besaran dan berujung pada kekerasan. sehingga lahirlah UU Nomor 32
tahun 2004 . Sejak diberlakukannya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada
DPRD, karena dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum Kepala
Daerah dan wakil Kepala Daerah.
Dalam Undang-undang Negara Republik Indonesia No.32 tahun 2004
disebutkan bahwa DPRD memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Legislasi, berkaitan dengan pembentukan Peraturan Daerah
2. Anggaran, kewenangan dalam hal anggaran daerah (APBD)
3. Pengawasan, kewenangan mengontrol pelaksanaan Perda dan
peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah
DPRD Kabupaten Malang sebagai bagian dari daerah otonom di negara
ini, juga harus mematuhi aturan hukum yang ada untuk pelaksanaan otonomi

6

daerah. Untuk mewujudkan otonomi daerah, DPRD Kabupaten Malang harus
membenahi keadaan yang ada menjadi lebih baik lagi.
Salah satu wujud fungsi legislasi DPRD Kabupaten Malang adalah
pembuatan Peraturan Daerah (Perda), dan salah satu Perda yang banyak disorot

oleh media massa adalah Perda pelayanan publik. Sesuai dengan bagian umum
pada Perda tentang penyelenggaraan pelayanan publik disebutkan bahwa,
“pelayanan publik merupakan salah satu alasan dan tujuan
dibentuknya negara, dengan demikian negara sebagai pemegang
mandat dari rakyat bertanggungjawab untuk menyelenggarakan
pelayanan publik sebagai usaha pemenuhan hak-hak dasar
rakyat. Dalam hal ini, posisi negara adalah sebagai pelayan
rakyat (publik servant) dan pemberi layanan. Sementara, rakyat
memiliki hak atas pelayanan publik untuk terlibat dalam
pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik”. 4
Dari penjelasan diatas menjadi dasar utama atau alasan untuk membuat
Perda tentang penyelenggaraan pelayanan publik. Namun pada kenyataannya
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat, dinilai sangat
tidak memuaskan. Seperti yang diberitakan di tempo.com, dikatakan oleh
Koordinator Badan Pekerja MCW Mohammad Didit Sholeh, "Pelayanan publik
di Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang selama ini masih buruk,"5 .
Hal tersebut merupakan penilaian dari organisisi masyarakat yang menuntut
pembaruan

untuk

pelayanan

publik

di

Kabupaten

Malang.

Mereka

4

Lihat bagian umum perda DPRD Kabupaten Malang No. 5 Tahun 2012 tentang
penyelenggaraan pelayanan publik.
5
Tempo,2011, ͞Pelayanan Publik di Malang dan Batu Masih Buruk͟,
http://www.tempo.co/read/news/2011/04/13/180327169/Pelayanan-Publik-di-Malang-danBatu-Masih-Buruk, diakses 7 Desember 2013

7

menyampaikan pada saat unjuk rasa yang diikuti oleh 30 aktivis Malang
Coruption Wacth (MCW), tepatnya di Alun-alun Kota Malang pada 31 April
2011.
MCW juga melakukan survey bersama dengan Masyarakat Peduli
Pelayanan Publik (MP3) dengan menggunakan 1000 responden, menyebutkan
bahwa 66 persen pelayanan publik di Malang tidak memuaskan. Salah satu alas
an kenapa pelayanan publik di Malang tidak memuaskan adalah karena kualitas
birokrat. Berikut kutipan pernyataan Didit, “Birokrat yang dianggap terbuka
terhadap informasi hanya sebesar 19 persen, sementara sisanya 81 persen tidak
bisa

memberikan

informasi yang dibutuhkan masyarakat”6 .

Hal tersebut

merupakan bukti nyata bahwa pelayanan publik di Malang sangat tidak
memuaskan.
Dari data diatas disebutkan dengan jelas bahwa pelayanan publik di
Kabupaten Malang masih tidak sesuai dengan harapan. Sehingga perlu
diadakan perbaikan agar nantinya bisa lebih baik lagi. Pada penjelasan diatas
juga dipertegas dari data yang dituliskan pada penjelasan umum Perda tentang
penyelenggaraan pelayanan publik.

6

Ibid.

8

Kerangka Teori
Otonomi daerah selalu dikaitkan dengan desentralisasi, pada masa orde
baru otonomi daerah bisa dikatakan wujud dari desentralisasi. Namun otonomi
daerah ini memiliki arti yang berbeda dengan desentralisasi tersebut. Seperti
diungkapkan oleh Gie (1968a),
“istilah desentralisasi dimunculkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) setelah berakhirnya kekuasaan
Jepang. Istilah ini muncul dalam rancangan Mr. Yamin yang
menyebutkan bahwa Negara Rakyat Indonesia menjalankan
pembagian pekerjaan Negara atas dasar desentralisasi atau
dekonsentrasi yang tidak mengenal federalisme atau perpecahan
Negara”.7
Dalam hal itu Mr. Yamin, membagi sistem pemerintahan menjadi pemerintah
atasan untuk pusat dan pemerintah bawahannya untuk desa dan setingkatnya.
Untuk

bagian

desentralisasi

diantaranya
oleh

Mr.

disebut
Yamin,

sebagai
dalam

pemerintah

konsepnya

tengah.

konsep

dirumuskan

dengan

sederhana, karena masalah yang dihadapi pada waktu itu masih belum tampak
jelas. Atau bisa dikatakan masih menjadi wacana yang belum direalisasikan.
Arah menuju otonomi daerah memang memiliki perkembangan dari
awal hingga saat ini, maka alangkah lebih baiknya memulai pengkajian itu
diawali dari dasar pembuatan tersebut. Bahwa,
“Pembahasan mengenai sistem pemerintahan ini semakin luas
dalam UUDS 1950 yang menjadi landasan pelaksanaan Otonomi
Daerah.
Pembahasan lebih tertuju pada pembentukan
7

Arifin Sihombing, Maret 2009, ͞Peranan DPRD Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah͟, Jurnal
Governance Opinion, (http://uda.ac.id/jurnal/files/maret%202009.pdf), diakses 13 Oktober
2013.

9

“badan/organisasi ketataNegaraan yang mandiri”. Otonomi
(autonomy) disini diartikan sebagai “hak mengurus rumah tangga
sendiri” bagi satu Daerah”.8
Sehingga otonomi daerah memang sebuah keharusan untuk diterapkan,
karena UUDS 1950, memiliki fungi dari isi tersebut sangat rasional dan
mendukung kemajuan. Karena dengan adanya kemandirian organisasi pada
pemerintah pusat maupun daerah nantinya akan terbentuk pola pemerintahan
yang dinamis. Artinya dari pemerintah daerah berjalan dengan memanfaatkan
apa

yang

ada

untuk

dipergunakan

dan

dimanfaatkan sehingga daerah

menunjang kemajuannya sendiri, sedangkan dipusat akan menjadikan kemajuan
itu untuk diterapkan disemua daerah di seluruh Indonesia.
Sejak pertama kali ditetapkanya UUD 1945 dalam pasal 18, merupakan
awal dari dasar tentang pemerintah daerah. Dasar tentang pemerintah daerah
lahir karena adanya budaya bangsa Indonesia yang sangat beragam, serta
wilayah Indonesia yang terbagi dalam pulau-pulau yang banyak jumlahnya.
Sehingga akan sulit pemerintah pusat dalam mengontrol secara langsung
terhadap pemerintah daerah pada waktu itu.
Semua Undang-Undang yang telah dibuat oleh pemerintah mengenai
Pemerintah

daerah,

pemerintah

daerah

perkembangannya

tidak

lain

dalam

sejak

awal

adalah

Otonomi

untuk

menjelaskan

daerah

kemerdekaan

secara

hingg

era

antara peran

rinci.

Memang

reformasi,

terus

mengalami berbagai macam dinamika atau perubahan agar bisa menjawab
8

Ibid.

10

tantangan yang ada. Sehinga pembahasan

dipersingkat pada reflaksi peren

DRPD dalam otonomi daerah dengan melihat Undang-Undang yang pernah
dibuat di Indonesia.
Dalam, “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal
18 ayat (1) menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, Kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah, yang diatur dengan undang-undang”.

9

Pada UUD tersebut menjadi

dasar untuk menyelenggarakan pemerintah daerah. Kemudian dari situ akan
berkembang pada Undang-Undang tentang pemerintah daerah, yang akan
memberikan kejelasan dari pemerintah daerah.
Inti dari refleksi peran DPRD sebenarnya terletak pada Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004. Karena terdapat kelengkapan dan efisiensi yang tinggi
peranannya. Sehingga penjelasan diatas sebenarnya perlu ditingkatkan lagi agar
Negara Indonesia bisa jauh lebih maju. Serta semua konsep tentang otonomi
daerah nantinya bisa menjawab kemajuan bangsa Indonesia, tidak hanya
sebagai wacana yang lambat untuk diterapkan oleh pemerintah, termasuk
DPRD itu sendiri.

9

Sunarno Danusastro, oktober 1012, ͞Penyusunan Program Legislasi Daerah yang Partisipatif͟.
Jurnal Konstitusi, Volume 9, Nomor 4,
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/public/content/infoumum/ejurnal/pdf/ejurnal_Desem
ber.pdf, diakses 14 oktober 2013

11

Metode Penelitian
Jenis penelitian menggunakan,

“penelitian deskriptif yaitu penelitian

yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang
berdasarkan data-data,
menginterpretasikan”10 .

jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan
Penelitian

deskriptif,

“bertujuan

untuk

penecahan

masalah secara sistematis dan aktual mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat
populasi”11 . Sehingga dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif tersebut,
nantinya bisa menggambarkan secara jelas tentang penyusunan dan pengawasan
yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Malang dalam penyusunan Perda
tentang penyelenggaraan pelayanan publik.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan
kualitatif. “pendekatan kualitatif adalah satu model penelitian humanistik, yang
menempatkan manusia sebagai subyek utama dalam peristiwa sosial atau
budaya”12 .

Dengan

menggunakan

jenis

penelitian

deskriptif

dan

dikombinasikan dengan pendekatan kualitatif maka penelitian ini nantinya
mampu untuk lebih rinci dalam menguraikan tentang fokus permasalahan untuk
mendapatkan kepastian hasil penelitian.

10

Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, 1997, Metodologi penelitian, Bumi Aksara: Jakarta,
hal.44
11
Ibid.
12

Maman Abdurrahman dan Sambas Ali Muhidin, 2011, Pa ndua n Pra ktis Mema ha m
Penelitia n , Bandung: CV. Pustaka Setia, hal. 9

12

Fokus penelitian yang menjadi titik pangkal dari penelitian ini adalah
Bagaimana Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD Kabupaten Malang dalam
penyusunan Perda tentang penyelenggaraan pelayanan publik?
Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Malang,
tepatnya di Kota Kepanjen, Provinsi Jawa Timur. Sumber data yang ada dalam
penelitian ini adalah yang menyangkut sumber data yang dapat memberikan
informasi berkaitan dengan permasalahan yang sedang dikaji oleh peneliti.
Jenis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu:

Data primer adalah

data yang dikumpulkan atau diperoleh peneliti secara langsung dari sumbernya,
yaitu dengan cara wawancara. Data Sekunder adalah data yang secara tidak
langsung dapat memberikan informasi dan pendukung kepada peneliti dimana
data tersebut merupakan hasil kegiatan orang lain, hal ini berarti peneliti tidak
mengusahakan sendiri pengumpulannya secara langsung, sumber data sekunder
ini antara lain berupa dokumen-dokumen, catatan-catatan, laporan serta arsip
yang berada pada Kantor DPRD dan Kantor Sekretariat DPRD

Kabupaten

Malang yang berhubungan dengan fokus penelitian. Termasuk media massa.

13

Hasil Penelitian
Dalam ere reformasi ini, DPRD telah memiliki fungsi yang jelas dan
teratur dengan baik, yaitu memiliki fungsi menentukan kebijakan dan membuat
Peraturan Daerah atau undang-undang. Maka fungsi tersebut yang dinamakan
fungsi legislasi DPRD yang kemudian nantinya akan memulai beberapa proses
untuk penyusunan rancangan Peraturan Daerah, juga membahas rancangan
Peraturan Daerah sampai dengan disahkannya Perda tersebut.
Maka dalam penyusunan Peraturan Daerah nomor 5 tahun 2012 tentang
penyelenggaraan

pelayanan publik, nantinya akan membahas tentang dari awal

pembentukan Perda sampai dengan pengesahan Perda tersebut. Untuk itu
pembahasan ini akan menitik beratkan pada mekanisme dari penyusunan yang
dilakukan oleh DPRD Kabupaten

Malang dalam menyusun Perda tersebut.

Yang mana dalam proses penyusunan Perda terdiri dari beberapa tahapantahapan untuk menjelaskan secara rinci tentang pembuatan Perda. Hal ini
dilakukan agar terdapat kejelasan yang pasti dari penyusuan itu sendiri.
Mekanisme

penyusuan

Peraturan

Daerah

selalu

diawali

tentang

darimana asal Perda tersebut berawal. Yang artinya dalam produk hukum yaitu
berupa peraturan deaerah, yakni ada dua kemungkinan tentang usulan Perda.
Yang pertama, yaitu Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) berasal dari usulan
pihak pemerintah daerah, dalam penjelasan ini artinya Kepala Daerah yang
diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 25 huruf b yang

14

mengatur mengenai tugas dan wewenang Kepala Daerah yaitu mengejukan
randangan Perda.
Selanjutnya, yang kedua bahwa rancangan Perda berasal dari pihak
DPRD. Dalam hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 pasal
42 huruf a yang menyatakan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang
membentuk Perda yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapatkan
persetujuan bersama. Selain itu pula dalam pasal 44 ayat (1) huruf a juga
disebutkan bahwa anggota DPRD mempunyai hak untuk mengajukan Raperda.
Untuk penyusunan peraturan daerah tentang penyelengaraan pelayanan
publik, bisa dikatakan merupakan salah satu wujud untuk melaksanakan fungsi
DPRD dalam menjalankan fungsi legislasi sesuai dengan Undang-undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Bahwa Raperda tentang
penyelenggaraan pelayanan publik, adalah perda yang diajukan oeh DPRD
kepada pemerintah daerah, yang mana masih terdapat banyak lagi perda yang
dibuat pada tahun tersebut sesuai dengan agenda DPRD untuk terus
meningkatkan kinerjanya.
Sehingga dalam hal ini, tentu sangat berpengaruh terhadap penyusunan
perda tentang penyelenggaraan publik bila pada saat penyusunan tersebut
DPRD Kabupaten Malang menyusun lebih banyak perda maka sudah tentu
perda yang dibuat akan memakan waktu yang lama. Akan tetapi bila dilakukan
dengan kerja keras dan semangat yang tinggi maka penyelesaian untuk
membuat perda akan dilakukan sesingkat mungkin.

15

Maka dalam mekanisme penyusunan Perda,

terdapat serangkaian

langkah utama yang dilakukan agar Perda tentang penyelenggaraan pelayanan
pubik dapat dirumuskan dengan baik serta dalam pelaksanaannya dapat efektif,
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh DPRD dan masyarkat umum. Sehingga
langkah atau tahapan dalam penyusunan Perda meliputi tahap perencanaan
Raperda, tahap perancangan Raperda, tahap pembahasan Raperda, tahap
penetapan Raperda, tahap pengundangan dan tahap penyebarluasan Perda.
Bila melihat secara ringkas tentang bagaimana penyusunan Perda
tentang penyelenggaraan pelayanan publik ini, sesuai dengan penjelasan Wakil
Ketua Pansus pembentukan Perda tentang penyelenggaraan pelayanan publik,
“Penyusunan ini, karena ini DPRD sebagai mitra dari pada
pemerintah daerah, maka DPRD membuat suatu analisis yaitu
adanya naskah akademik, lalu itu kita bicarakan bersama dengan
pihak pemerintah daerah lalu masing-masing membentuk tim,
lalu itu dijadikan suatu draf setelah itu baru masuk pada langkahlangkah sesuai dengan aturan yang ada, sama-sama membentuk
Perda.”13 .
Dalam membuat suatu analisis yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten
Malang, tentunya membutuhkan beberapa bukti dari permasalah pelayanan
publik di Kabupaten Malang. Bukti tersebut yaitu seperti pelanggararan dan
penyelewangan pelayanan publik serta ukuran SPM yang selama ini digunakan
belum maksimal.

Langkah ini bila dikaitkan dengan pengolahan proses

kebijakan dengan bentuk rasional adalah langkah yang tepat.

13

H. M. Afandi Munir, penyusunan dan pengawasan perda tentang penyelenggaraan
pelayanan publik, Kabupaten Malang, 30 Januari 2014

16

Bahwa bentuk rasional dalam pengolahan kebijakan diawali dengan
mengidentifikasi

permasalahan

seperti yang

disebutkan

diatas.

Kemudian

menetapkan dan menyusuan tujuan-tujuan, sampai pada memilih alternatif
terbaik. Hal ini, bila dicocokkan dengan apa yang dikatakan oleh Wakil Ketua
Pansus bahwa,
“kami dalam melakukan suatu Perda, itu sebelum Perda itu di
sahkan, ini kita meneliti mengadakan suatu kajian dengan tim
ahli, itu seperti dari beberapa Universitas itu memiliki keahlian
di bidang studi lalu setelah itu kita akan adakan semacam uji
publik, uji publik dimasyarakat, masukannya bagaimana?, baru
setelah itu diadakan penyelasaran kalau memang sudah fix, dari
biro hukum, dari ini fix baru ini bisa di Perdakan. Dengan
harapan dengan adanya Perda ini bisa aplikatif”14 .
Bentuk rasional ini, tentunya sangat mengandalkan peran perencana
yang mumpuni atau professional. Untuk itu maka DPRD juga mengikut
sertakan para ahli dari akademik untuk ikut dalam penyusunan Perda adalah
tindakan untuk mengikut sertakan tokoh yang mumpuni. Dengan harapan Perda
yang dibuat nantinya bisa aplikatif atau menghasilkan alternatif terbaik. Bahwa
pilihan yang logis atau rasional merupakan pilihan yang harus diambil dalam
menentukan alternatif terbaik. Sehingga DPRD Kabupaten Malang yang telah
mengikut sertakan para ahli dari tokoh akademik adalah pilihan yang sangat
logis dan rasional.
Bahwa dalam penyusunan Perda tentang penyelenggaraan pelayanan
publik ini, juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Pansus bahwa beliau juga
14

H. M. Afandi Munir, penyusunan dan pengawasan perda tentang penyelenggaraan
pelayanan publik, Kabupaten Malang, 30 Januari 2014

17

melakukan semacam uji publik. Tindakan melakukan uji publik ini adalah
untuk

mengidentifikasi dari aletrenatif dari kebijakan yang dibuat, untuk

meramalkan konsekuensi-konsekuensi dari setiap alternatif. Adanya uji publik
ini bertujuan untuk

mendapatkan respon dari masyarakat.

Maka tentu

masyarakat akan memberikan respon terhadap kebijakan atau peraturan tersebut
dengan berbagai macam respon. Dengan respon tersebut maka akan diketahui
tentang seberapa besar masyakat setuju dengan Perda yang akan dibuat yaitu
Perda tentang penyelenggaraan pelayanan publik.
Bila sudah diketahui bahwa respon dari masyarakat itu bisa dikatakan
sudah cukup baik maka pemerintah DPRD Kabupaten Malang akan melakukan
langkah selanjutnya yaitu mengesahkan Perda tersebut untuk diterapakan dan
dilaksanakan

bersama.

Dengan

tujuan

mengesahkan

Perda adalah agar

pemerintahan yang ada di Kabupaten Malang bisa lebih maju dan terus
berkembang sesuai dengan harapan semua masyarakat.
Sebagai pelengkap dalam analisis ini, maka perlu dikaitkan dengan
konsep kebijakan oleh Solihin Abdul Wahab yaitu tentang peran penting dari
pemerintah sebagai pembuat kebijakan Negara agar lebih memperhatikan
masyarakat. Juga tentang hasil akhir yang harus dicapai oleh pembuat kebijakan
beserta

tujuannya.

Maka

bila

melihat

penjelasan

diatas

yaitu

tentang

penyusunan Perda tentang penyelenggaraan pelayanan publik beserta dengan
langkah-langkahnya.

Bila

dihubungkan

Almarhum Solihin Abdul Wahab

dengan

konsep

sudah mencakup

kebijakan

lingkup

oleh

yang beliau

18

tuliskan. Karena batatasan yang dibuat dalam kebijakan publik pada dasarnya
adalah untuk kesejahteraan masyarakat secara umum, bukan pada kepentingan
kelompok.
Walaupun Perda yang telah dibuat oleh pemerintah DPRD Kabupaten
Malang ini telah sesuai dengan rencana dan bisa dikatakan telah diterima oleh
banyak kalangan di masyarakat, akan tetapi tidak semua kalangan masyarakat
itu menerima dengan sepenuhnya. Berikut penjelasan dari Wakil Ketua Pansus,
“Saya kira tidak mungkin, sekian seratus persen masyakat itu itu
bisa menerima seratus persen juga tidak mungkin, tapi karena
kita ini berbasis pada kepentingan umum maka kepentingan
umum maka kita akomodasi, ya mungkin masih ada satu, dua.
Kemudian masih ada kemauan katakanlah ada kepentingankepentingan yang mereka inginkan. Tapi secara umum saya kira
tidak ada itu, karena semuanya itu memang untuk publik, jadi
masyarakat secara umum sangat diuntungkan dengan adanya
Perda itu”.15
Dari penejelasan yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Pasus, bisa
dikatakan

penilaian

dari

masyarakat

secara

umum

tentang

Perda

penyelenggaraan pelayanan publik. Bahwa respon dari masyarakat, sesuai
dengan penjelasan diatas adalah cukup baik. Sedangkan pihak yang tidak setuju
dengan Perda bisa dikatakan hampir tidak ada karena bila ditinjau kembali dari
tujuan dibentuknya Perda adalah untuk kepentingan bersama sehingga sudah
pasti bahwa masyarakat memang sangat diuntungkan dengan adanya Perda
tentang penyelenggaraan pelayanan publik ini.

15

H. M. Afandi Munir, penyusunan dan pengawasan perda tentang penyelenggaraan
pelayanan publik, Kabupaten Malang, 30 Januari 2014

19

Kesimpulan
Fungsi lenglasi DPRD Kabupaten Malang dalam menyusun Perda
Nomor 5 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan pelayanan publik, dalam
penyusunannya telah melalui beberapa tahapan-tahapan sesuai dengan aturan
yang

ada.

Bahwa

Dalam

perencanaan

pembuatan

Raperda

tentang

penyelenggaraan pelayanan publik, berasal dari masyarakat yang kemudian
oleh

DPRD

Kabupaten

Malang

berinisiatif membentuk

Raperda

untuk

memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Selanjutnya bahwa DPRD
Kabupaten Malang adalah yang pertama kali mengusulkan Perda, telah
melakukan fungsinya dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang ada untuk
merancang Raperda tentang penyelenggaraan pelayanan publik.
DPRD Kabupaten Malang telah melakukan tugasnya dengan baik yaitu
mengajukan Raperda kepada Pemerintah Daerah untuk saling bekerjasama
membentuk

Perda.

penyelenggaraan

Selanjutnya

pelayanan

pada

publik,

penyebarluasan

hanya

dilakukan

Raperda
kepada

tentang

Pemerintah

Daerah. Kemudian diadakan pembahasan, yang dilakukan sesuai dengan
peraturan undang-undang yang ada yaitu pada undang-undang nomor 32 tahun
2004

serta

berdasarkan

tata

tertip

DPRD kabupaten Malang.

Dalam

pembahasan ini, dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap pembahasan di
internal DPRD Kabupaten Malang dengan mengikutsertakan tokoh akademik
dan masyarakat, serta tahapan kedua yaitu pada pengesahan rapat Paripurna
pada 1 Agustus 2012.

20

Setelah tahap pembahasan selesai dilakukan, maka selanjutnya yaitu
penetapan Raperda. Yang mana dalam hal tersebut telah dilakukan dengan baik
yaitu sebelum tenggang waktu habis yaitu 30 hari, Bupati Malang telah
menandatangani Perda tentang penyelenggaraan pelayanan publik. Kemudian
oleh Sekretaris Daerah, Perda tentang penyelenggaraan pelayanan publik
disahkan pada 15 Agustus 2012. Setelah Perda diundangkan maka dilakukan
Penyebarluasan yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten Malang melalui media
masa maupun internet. Dalam media masa, misalnya pada Koran jawa pos,
memo arema dan lainnya. Untuk di internet sendiri yaitu melalui website
DPRD Kabupaten Malang.
Untuk

analisis

Fungsi legislasi DPRD Kabupaten Malang dalam

penyusunan Perda tentang penyelenggaraan pelayanan publik, bahwa bila
meninjau pada teori bentuk rasional, telah sesuai dengan urutannya yaitu mulai
mengidentifikasi
Sehingga

permasalahan

didalamnya

juga

sampai
melibatkan

dengan

memilih

alternatif

terbaik.

tokoh ahli yang mumpuni untuk

membuat Perda tentang penyelenggaraan pelayanan publik agar bisa diterima
oleh masyarakat, juga melibatkan masyarakat sendiri untuk ikut berpartisipasi.
Hal ini menandakan bahwa penyusunan yang dilakukan oleh DPRD dilakukan
dengan pertimbangan yang matang untuk mencapai tujuan bersama. Sehingga
bila dicocokkan dengan pengolahan kebijakan dalam bentuk rasional adalah hal
yang tepat. Karena pada intinya penyusunan itu bisa diterima oleh semua
kalangan masyarakat dan tidak merugikan sebagian pihak.

21

Daftar Pustaka
Dari Buku :
Abdurrahman, Maman dan Sambas Ali Muhidin. 2011. Panduan Praktis
Memaham Penelitian. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Adisubrata, Winarna Surya. 1999. Otonomi Daerah Di Era Reformasi. UPP
AMP YKPN: Yogyakarta.
Chalid, Pheni. 2005. Otonomi Daerah : Masalah, pemberdayaan, dan Konflik .
jakarta : Kemitraan, 2005.
Fermana,Surya. 2009. Kebijakan Publik, Sebuah tinjauan Filosofis . Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
Moeloeng, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Narbuko, Cholid dan H. Abu Achmadi, 1997. Metodologi penelitian . Bumi
Aksara: Jakarta
Sujamto. 1993. Persepektif Otonomi Daerah . Rineka Cipta : Jakarta.
Tahir, Arifin. 2011. Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah . Jakarta : PT. Pustaka Indonesia Press.
Dari Jurnal Internet :
Danusastro, Sunarno.Oktober 1012, Penyusunan Program Legislasi Daerah
yang Partisipatif. Jurnal Konstitusi, Volume 9, Nomor 4,
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/publik/content/infoumum/ejurnal
/pdf/ejurnal_Desember.pdf. Diakses pada : 14 oktober 2013
Sihombing, Arifin. Maret 2009, Peranan DPRD Dalam Pelaksanaan Otonomi
Daerah. Jurnal Governance Opinion.
http://uda.ac.id/jurnal/files/maret%202009.pdf. Diakses pada : 13
Oktober 2013.
Santo, M. Agus. Oktober 2011. Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan . Jurnal Hukum No.4 Vol.8,
http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%2520Hukum/12%2520M.%25
20Agus%2520S.pdf. Diakses pada :13 oktober 2013

22

Dari Artikel Internet :
Pemerintah Kabupaten Malang, 2012. Visi dan Misi.
http://www.malangkab.go.id/konten-16.html. Diakses pada:12 Februari
2014.
DPRD Kabupaten Malang, 2012. Visi dan Misi, dari:
http://dprd.malangkab.go.id/konten-16.html. Diakses pada : 28 Agustus
2013
Dinas KOMINFO Kota malang, 2013. Materi TIKI Pemkot Malang .
http://mediacenter.malangkota.go.id/download/Materi%20DiklatBimtek-Sosialisasi/2013-0226_Seminar&Workshop%20OSS/materi%20STIKI/OSS%20Pemkot%2
0Malang/Impress/Jadi.ppt. Diakses pada : 1 september 2013
Tempo, 2011 . Pelayanan Publik di Malang dan Batu Masih Buruk.
http://www.tempo.co/read/news/2011/04/13/180327169/PelayananPublik-di-Malang-dan-Batu-Masih-Buruk. Diakses pada: 2 Desember
2013.
Dari Undang-undang :
Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 5 Tahun 1974
Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999
Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004.
Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 tentang Kedudukan MPR, DPR. DPD,
DPRD
Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 5 tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan pelayanan publik
Dari Dokumen Pemerintah DPRD Kabupaten Malang :
Risalah Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Malang
Acara Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Tentang
:Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Tahun 2012

23

Wawancara :
Wawancara Dengan H. M. Afandi Munir, selaku anggota DPRD Kabupaten
Malang periode 2009-2014 yang merupakan wakil ketua pansus dalam
pembentukan perda tentang penyelenggaraan pelayanan publik, pada
Tanggal 30 Januari 2014.

24