PERBEDAAN GAMBARAN FAAL PARU PEKERJA PAD
PERBEDAAN GAMBARAN FAAL PARU PEKERJA PADA BAGIAN PSA
INJECTION DAN BAGIAN MANAJEMEN DI PT. X
Desy Sustriyani Hasanah, Tjipto Suwandi
Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
[email protected]
ABSTRACT
Increa sing the number of footwea r ma nufa ctures ca uses ma ny la bors ha d been recruited. There wa s a processed
of manufacture injection sole’s shoes that require chemical release agent based on isoalkanes. Workers at the
PSA Injection ha d risk of disturba nce pulmona ry function beca use exposure of isoalka nes. The objective of the
study wa s to determine differences in pulmona ry function description in the PSA Injection a nd in the
ma na gement a t PT. X. This resea rch used a cross sectiona l design. After the popula tion wa s choosen by
inclusion criteria and ca lculated the minimum sa mple size number , the subject found 16 people and 13 people in
the exposed group (PSA Injection) and the unexposed group (ma nagement). The independent va ria bles were
occupation, a ges, working life, a nd nutritiona l status. The dependent va ria bles were %FEV1 a nd %FVC. The
a na lysis done with biva riate Student t test, Chi-square, Fisher’s exact, Biserial correlation a nd Pea rson
correla tion test. Difference test showed no different between the description of %FEV1 a nd %FVC in the exposed
group (p-va lue = 0,226) and in the unexposed group (p-va lue = 0,691). The rela tionship test between a job and
%FEV1 (p-va lue = 0,219) a nd %FVC (p-va lue = 0,886) showed no correla tion. There wa s a significant
rela tionship between a ge, working life a nd nutritiona l sta tus with %FEV1 in the exposed group p-va lue = 0,001;
p-va lue = 0,000; p-va lue = 0,001. The conclusion is there a re no difference in pulmona ry function of the
exposed group and the unexposed group. Environmental testing needs to be done in th e workpla ce, specia l and
periodic hea lth checks to monitor the health of workers .
Keywords: %FEV1 , %F VC, pulmona ry function
ABSTRAK
Meningkatnya jumlah unit usaha industri sepatu di Jawa Timur menyebabkan semakin banyak tenaga kerja yang
diserap. Terdapat proses injeksi sol pada pembuatan sepatu yang membutuhkan bahan kimia relea se a gent
berbahan dasar isoalkana. Pekerja pada bagian PSA In jection berisiko mengalami gangguan faal paru karena
paparan isoalkana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan gambaran faal paru pada bagian PSA
Injection dan bagian manajemen di PT. X. Penelit ian ini menggunakan desain cross sectiona l . Terdapat dua
populasi yaitu bagian PSA sebagai kelo mpo k terpapar dan bagian manajemen sebagai kelo mpok t idak terpapar.
Setelah populasi tersebut diinklusi dan dihitung besar sampel minimal maka didapatkan jumlah sampel 16 orang
dan 13 orang pada kelompok terpapar dan kelo mpok tidak terpapar. Variabel bebas penelitian adalah pekerjaan,
usia, masa kerja, dan status gizi. Variabel terikat penelitian adalah %FEV1 dan %FVC. Analisis bivariat
menggunakan uji Student t, Chi-squa re , Fisher’s exact, koralasi Biserial, dan korelasi Pearson. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik responden secara keseluruhan sebagian besar berusia 20 -30 tahun (68,9%),
masa kerjanya 1-10 tahun (82,7%), status gizinya tergolong normal (58,6%), dan faal parunya normal (93,1%).
Uji perbedaan menunjukkan tidak ada beda antara gambaran %FEV1 maupun %FVC pada kelo mpok terpapar
(p-va lue = 0,226) dan pada kelompok tidak terpapar (p-va lue = 0,691). Uji hubungan antara pekerjaan dengan
%FEV1 (p-va lue = 0,677) dan %FVC (P-va lue = 0,226) tidak menunjukkan adanya hubungan. Terdapat
hubungan yang signifikan antara usia, masa kerja, dan status gizi dengan %FEV1 pada kelo mpok terpapar pva lue = 0,001; p-va lue = 0,000; dan p-va lue = 0,001. Kesimpulannya adalah tidak terdapat perbedaan gambaran
faal paru baik pada kelo mpok terpapar maupun pada kelompok tidak terpapar. Perlu dilakukan pengujian
lingkungan di tempat kerja serta pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus untuk memantau kesehatan pekerja.
Kata kunci: %FEV1, %FVC, faal paru
PENDAHULUAN
Salah satu industri di Indonesia yang
tetap
bertahan
meskipun
pernah
mengalami krisis moneter tahun 1997-
1998 adalah industri sepatu (footwear
manufacture), karena jahitan sepatu buatan
Indonesia lebih rapi. Jumlah unit usaha
industri sepatu di Jawa Timur dengan
kategori industri kecil, sedang, maupun
besar mengalami peningkatan. Pada tahun
2009 jumlah unit usaha industri sepatu
hanya sebesar 21.616 unit usaha, namun
pada tahun 2012 telah mencapai 28.161
unit usaha. Peningkatan jumlah unit usaha
mampu meningkatkan jumlah pekerja yang
direkrutnya, karena industri sepatu
merupakan industri yang padat karya.
Jumlah tenaga kerja pada tahun 2009
masih sebesar 81.828 orang dan pada tahun
2012 sudah mencapai 107.306 orang
(Prasetyo, 2013).
PT. X merupakan salah satu usaha di
bidang pembuatan sepatu kulit mulai dari
ukuran anak sampai orang dewasa. Salah
satu proses yang dilakukan pada bagian
produksi yaitu menginjeksi sol pada sepatu
ke dalam cetakan (mould) atau yang
dinamakan Injection. Pada bagian Injection
terdapat pekerjaan yang disebut spraying
release agent baik yang dilakukan oleh
robot spray maupun yang dilakukan
manual oleh operator PSA. Pekerja pada
bagian PSA Injection bisa terpapar release
agent yang berbahan dasar Isoalkana dua
kali lipat karena letak robot spray yang
sangat dekat dengan pekerja bagian PSA
Injection. TLV (Threshold Limit Value)
Isoalkana sebesar 200 ml/m3 atau 1000
mg/m3 . Penggunaan release agent yang
melebihi
TLV dapat
mengganggu
pernafasan khususnya paru pekerja pada
bagian PSA (Anonim, 2003).
Selama ini belum terdapat data hasil
pemeriksaan khusus pada paru pekerja
bagian PSA Injection. Untuk mengetahui
kondisi faal paru pekerja di bagian PSA
Injection akibat pekerjaannya yang sering
terpapar release agent , maka diperlukan
juga pekerja bagian lain yang tidak
terpapar release agent . Selain itu, kondisi
faal paru pekerja juga dipengaruhi oleh
faktor lain, yaitu karakteristik pekerja
meliputi usia, masa kerja, dan status gizi
turut mempengaruhi kondisi faal paru
pekerja pada bagian PSA Injection di PT.
X.
Tujuan utama penelitian ini adalah
untuk menganalisis perbedaan gambaran
faal paru pekerja pada bagian PSA
Injection dan bagian Manajemen di PT. X.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
observasional dengan desain cross
sectional serta di analisis menggunakan uji
statistik menggunakan software SPSS 16
dan Lisrel 5.84. Penelitian ini dilakukan di
PT. X yang bertempat di Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur. Waktu penelitian
terhitung sejak pembuatan proposal sampai
pembuatan laporan akhir yaitu bulan AprilAgustus
2013,
sedangkan
waktu
pengambilan data dilakukan pada bulan
Juni-Juli 2013.
Populasi penelitian ini adalah seluruh
pekerja bagian PSA Injection dan
manajemen di PT. X yang memenuhi
kriteria inklusi yaitu: berjenis kelamin lakilaki, berusia ≤40 tahun, tidak merokok,
sehat jasmani termasuk tidak mempunyai
riwayat penyakit paru (Tuberkulosis, asma,
dan Bronchitis), dan bersedia menjadi
responden. Terdapat 16 orang dari
kelompok terpapar (bagian PSA Injection)
dan 13 orang dari kelompok tidak terpapar
(bagian manajemen). Penghitungan sampel
menggunakan rumus Lameshow (Hidayat,
2010) berikut:
Keterangan:
n = perkiraan besar sampel
N = perkiraan besar populasi
z = nilai standar normal untuk α = 0,05
(1,96)
p = perkiraan proporsi (50% = 0,5)
q = 1 – p = (100% - 50% = 0,5)
d = tingkat kesalahan yang dipilih (0,1)
Besar sampel minimal yang didapat
adalah sebesar 14 orang dari kelompok
terpapar dan 12 orang dari kelompok tidak
terpapar.
Hasil
tersebut
kemudian
ditambah 10% untuk mengantisipasi
kesalahan dalam pengambilan sampel,
sehingga hasil yang didapat menjadi 16
orang dan 13 orang pada kelompok
terpapar dan kelompok tidak terpapar.
Variabel penelitian adalah %FEV1
dan %FVC sebagai variabel terikat,
karakteristik individu meliputi usia, masa
kerja, dan status gizi merupakan variabel
bebas.
Pengumpulan
data
primer
menggunakan kuesioner untuk mengetahui
karakteristik individu dan alat spirometer
merk Spirolab III ver. 2.7 yang digunakan
untuk memeriksa faal paru responden.
Data
sekunder
digunakan
untuk
mengetahui gambaran umum PT. X.
Teknik analisis data secara univariat
dengan menyajikan tabel distribusi
frekuensi dan analisis secara bivariat
dengan menggunakan uji student t, uji chisquare, Fisher’s Exact test, dan korelasi
Pearson menggunakan SPSS 16, serta uji
korelasi biserial menggunakan Lisrel 5.84.
HASIL
Gambaran Umum PT. X
PT. X merupakan salah satu
perusahaan pembuat alas kaki termasuk
sepatu dan sandal yang bertempat di
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Terdapat
lebih dari 6000 orang karyawan yang
dipekerjakan untuk memproduksi alas kaki
yang berkualitas. Proses produksi sepatu
pada PT. X mulanya adalah menyiapkan
material yang dibutuhkan untuk membuat
sepatu seperti kulit, benang, lem, dan
lainnya. Material tersebut sudah tersimpan
dalam war ehouse yang pekerjanya terdapat
sekitar 125 orang. Tahap selanjutnya yaitu
memproduksi kap atau bagian atas sepatu
(upper ). Terdapat sekitar 4674 orang
karyawan yang turut membuat upper di
PT. X dan didominasi oleh jenis kelamin
perempuan. Kemudian upper tersebut bisa
langsung diekspor maupun didistribusikan
ke bagian fullshoe yaitu proses dimana
upper atau sepatu yang setengah jadi
tersebut di lanjutkan menjadi sepatu jadi
melalui proses injection yaitu proses
pelekatan sol dengan upper . Pada proses
injection terdapat sekitar 487 orang pekerja
yang tersebar dalam 18 bagian proses
injection. Hanya terdapat 41 orang
karyawan yang bertugas sebagai operator
PSA di injection yang semuanya berjenis
kelamin laki- laki. Proses selanjutnya
adalah finishing dimana sepatu tersebut
diperindah serta diberi aksesoris. Terdapat
sekitar 600 orang dan mayoritas berjenis
kelamin perempuan yang bekerja di bagian
finishing. Sepatu yang sudah jadi
kemudian di packing untuk didistribusikan
ke bagian PDC (Production Distribution
Centre). Terdapat sekitar 78 orang yang
bekerja di bagian PDC. Disamping itu
terdapat bagian manajemen, engineer ing,
dan lainnya yang tersebar dalam
departemen
yang
turut
membantu
(support) kegiatan produksi di PT. X.
Distribusi Frekuensi Responden
Distribusi
frekuensi
responden
meliputi usia, masa kerja, status gizi, dan
hasil faal paru terlihat dalam Tabel 1
berikut:
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden
Kelompok
Variabel
Usia (tahun)
20-30
31-40
Masa Kerja
(tahun)
1-10
11-20
Status Gizi
Normal
Tidak
Normal
Faal Paru
Normal
Obstruksi
Restriksi
Jumlah
Terpapar
Tidak
terpapar
Frek Perse
n
Jml.
Frek
Perse
n
15
1
93,8%
6,3%
5
8
38,5%
61,5%
20
9
15
1
93,8%
6,3%
9
4
69,2%
30,8%
24
5
10
6
62,5%
37,5%
7
6
53,8%
46,2%
17
12
15
1
0
16
93,8%
6,2%
0%
100%
12
1
0
13
92,3%
7,7%
0%
100%
27
2
0
29
Pada variabel usia di kelompok
terpapar didominasi oleh kelompok usia
20-30 tahun (93,8%), sedangkan pada
kelompok tidak terpapar didominasi oleh
kelompok umur 31-40 tahun (61,5%). Uji
beda menggunakan Fisher’s Exact
menunjukkan adanya perbedaan usia
diantara kedua kelompok (p-value =
0,003). Sedangkan pada variabel masa
kerja di kelompok terpapar dan pada
kelompok tidak terpapar didominasi oleh
kelompok masa kerja 1-10 tahun (93,8%
dan 69,2%). Uji beda menggunakan
Fisher’s Exact menunjukkan tidak adanya
perbedaan masa kerja diantara kedua
kelompok (p-value = 0,144). Pada variabel
status gizi di kelompok terpapar dan pada
kelompok tidak terpapar didominasi oleh
kelompok status gizi normal (62,5% dan
53,8%). Uji beda menggunakan Chisquare
menunjukkan tidak
adanya
perbedaan status gizi diantara kedua
kelompok (p-value = 0,927). Sedangkan
pada variabel faal paru di kelompok
terpapar dan pada kelompok tidak terpapar
didominasi oleh faal paru normal (93,8%
dan 92,3%). Pada kedua kelompok tidak
terdapat responden yang mengalami
gangguan restriksi.
Analisis Perbedaan
Hasil analisis perbedaan gambaran
%FEV1 dan %FVC pada kelompok
terpapar dan kelompok tidak terpapar
terlihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2 Perbedaan Gambaran %FEV1 dan
%FVC pada Kelompok Terpapar
dan Kelompok Tidak Terpapar
%FEV1
Kel.
Terpapar
Jumlah
Rata –
rata
pva lue
95%
CI
16
85,144
Kel.
Tidak
Terpapar
13
83,754
%FVC
Kel.
Terpapar
16
135,531
Kel.
Tidak
Terpapar
13
126,538
0,226
0,691
-5,9053 – 23,8909
-5,7990 – 8,5788
Hasil analisis perbedaan dengan
menggunakan uji student t menunjukkan
tidak ada beda gambaran faal paru pada
kedua kelompok dengan p-value sebesar
0,226 dan 0,691. Rata-rata nilai %FEV1
pada kelompok terpapar adalah 85,144
sedangkan pada kelompok tidak terpapar
adalah 83,754. Rata-rata nilai %FVC pada
kelompok terpapar adalah 135,531 dan
126,538 pada kelompok tidak terpapar.
Analisis Hubungan
Hasil analisis hubungan antara
karakteristik individu dengan %FEV1 dan
%FVC pada kelompok terpapar dan
kelompok tidak terpapar pada tabel 3.
Tabel 3 Hubungan antara Karakteristik
Individu dengan %FEV1 dan
%FVC pada Kelompok Terpapar
dan Kelompok Tidak Terpapar
Var.
Inde
pend
en
Peke
rjaan
Var.
Inde
pend
en
Usia
Masa
Kerja
Statu
s gizi
% FEV1
% FVC
p-value
Correlatio
n
p-value
Correlatio
n
0,219
-0,155
0,886
-0,291
Kel ompok Terpapar
% FEV1
pCor
val rela
ue
tion
0,0
01
0,7
55
0,0
00
0,8
30
0,0
0,1
01
86
% FVC
pCor
val
rela
ue
tion
0,5
59
0,1
58
0,3
33
0,2
59
0,3
0,5
04
81
Kel ompok Ti dak
Terpapar
% FEV1
% FVC
pCor
pCor
val
rela val
rela
ue
tion
ue
tion
0,5
0,1
0,2
0,3
14
99
05
76
0,6
64
0,1
33
0,3
36
0,2
90
0,5
96
0,5
80
0,4
45
0,2
85
Pada
variabel
pekerjaan
menunjukkan tidak terdapat hubungan
antara pekerjaan dengan %FEV1 (p-value =
0,219) dan %FVC (p-value = 0,886). Pada
variabel usia menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara usia dengan %FEV1 pada
kelompok terpapar, hal ini ditunjukkan
oleh p-value sebesar 0,001 dengan nilai
korelasi Pearson -0,755. Pada variabel
masa kerja menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara masa kerja dengan
%FEV1 pada kelompok terpapar, hal ini
ditunjukkan oleh p-value sebesar 0,000
dengan nilai korelasi pearson -0,830. Pada
variabel status gizi menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara status gizi
dengan %FEV1 pada kelompok terpapar
(bagian PSA Injection), hal ini ditunjukkan
oleh p-value seebsar 0,001 dengan nilai
korelasi 0,186.
PEMBAHASAN
Distribusi Frekuensi Responden
Usia pada kedua kelompok yang
mayoritas
berkebalikan
ditunjukkan
dengan adanya perbedaan saat diuji
menggunakan Fisher’s exact test. Hal ini
dikarenakan kelompok terpapar merupakan
bagian produksi dan pada akhir-akhir ini
sering dilakukan rekruitmen pekerja untuk
bagian produksi dengan kriteria pendidikan
minimal adalah SMA sehingga pekerja
pada kelompok terpapar didominasi oleh
usia muda.
Masa kerja pada kedua kelompok
didominasi oleh masa kerja 1-10 tahun
ditunjukkan
oleh
uji
perbedaan
menggunakan uji Fisher’s Exact yang
hasilnya menunjukkan tidak adanya
perbedaan distribusi masa kerja antara
kelompok terpapar dan kelompok tidak
terpapar. Pemeriksaan kesehatan berkala
semestinya dilakukan pada semua tenaga
kerja
minimal satu tahun sekali
(PERMENAKERTRANS
No.
2/Men/1980). Distribusi frekuensi status
gizi yang hampir seimbang pada kedua
kelompok ditunjukkan oleh hasil uji
perbedaan distribusi menggunakan uji chisquare yaitu tidak terdapat perbedaan
antara status gizi dengan kelompok
terpapar dan kelompok tidak terpapar.
Pada kelompok terpapar satu orang
yang mengalami obstruksi tersebut berusia
40 tahun, masa kerjanya 18 tahun, tinggi
badannya 164 cm, berat badan 59 kg, dan
berstatus gizi normal. Sedangkan pada
kelompok tidak terpapar satu orang
responden yang mengalami obstruksi
tersebut berusia 30 tahun, masa kerjanya
delapan tahun, tinggi badannya 166 cm,
berat badannya 72 kg, dan berstatus gizi
overweight .
Seseorang
dianggap
mengalami gangguan obstruksi bila nilai
FEV1 kurang dari 75% dan dianggap
mengalami gangguan restriksi bila nilai
FVC kurang dari 80% (Alsagaff dan
Mukty, 2009).
Analisis Perbedaan
Tidak adanya perbedaan %FEV1
maupun %FVC pada kedua kelompok
dikarenakan pada tiap-tiap pekerjaan atau
kelompok terdapat satu orang responden
yang mempunyai faal paru tidak normal.
Hal ini bisa terjadi karena pihak
perusahaan sudah memberi alat pelindung
diri pernafasan pada kelompok terpapar
yaitu pada bagian PSA Injection, sehingga
kemungkinan
kadar
release
agent
Isoalkana yang masuk ke dalam saluran
pernafasan pada pekerja di bagian PSA
Injection dapat berkurang. Selain itu,
perusahaan
juga
telah
melakukan
pengendalian berupa pemasangan loca l
exhaust di area kerja kelompok terpapar
sehingga kadar release agent isoalkana
yang terinhalasi dapat berkurang. Rotasi
pekerjaan pun telah dilakukan sebagai
bentuk wujud pengendalian administrasi
agar pekerja tidak terlalu lama terpapar
bahan kimia yang sama dalam waktu yang
lama. Kemungkinan lain adalah di area
kerja kelompok terpapar, yaitu pada bagian
PSA, kadar isoalkana yang terhirup kurang
mempengaruhi faal parunya atau kadar
isoalkana yang terhirup belum melebihi
TLV yaitu 200 ml/m3 . Tidak bisa
dipungkiri bahwa daya tahan tubuh
seseorang juga dapat mempengaruhi
gangguan faal paru pada orang tersebut.
Sehingga hasil faal paru setiap orang bisa
berbeda meskipun dengan karakteristik
individu yang relatif sama.
Analisis Hubungan
Tidak terdapatnya hubungan antara
pekerjaan PSA Injection (kelompok
terpapar) dan pekerjaan manajemen
(kelompok tidak terpapar) dengan nilai
%FEV1 maupun %FVC menunjukkan baik
pada pekerjaan sebagai operator PSA
Injection maupun sebagai manajemen
tidak ada hubungannya dengan hasil faal
paru yang meliputi nilai %FEV1 maupun
%FVC.
Terdapat hubungan yang erat antara
usia dengan %FEV1 pada kelompok
terpapar ditunjukkan oleh nilai korelasi
Pearson sebesar -0,755 dan menunjukkan
bahwa semakin tinggi usia maka semakin
rendah nilai %FEV1. Hal ini sesuai dengan
teori yang menyebutkan bahwa semakin
tua usia seseorang maka semakin rendah
hasil faal parunya, hal ini sesuai dengan
konsep elastisitas paru (WHO, 1995).
Semakin meningkatnya usia seseorang
maka semakin rentan terhadap penyakit,
termasuk gangguan saluran pernafasan.
Hasil penelitian Setiawan (2010) juga
menerangkan bahwa usia berpengaruh
terhadap nilai %FEV1 .
Terdapat hubungan yang sangat
erat antara masa kerja dengan %FEV1 pada
kelompok terpapar ditunjukkan oleh nilai
korelasi Pearson sebesar -0,830 dan
menunjukkan bahwa semakin tinggi atau
lama masa kerja seseorang maka semakin
rendah nilai %FEV1. Hasil penelitian
Setiawan (2010) pada pekerja pengasapan
ikan menyebutkan bahwa masa kerja
berpengaruh terhadap hasil faal paru
khususnya %FEV1 . Menurut Suma’mur
(2009), semakin lama seseorang bekerja
maka semakin sering orang tersebut
terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh
lingkungan kerja tersebut. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Budiono
(2007) yang menjelaskan bahwa adanya
hubungan antara masa kerja dengan
gangguan fungsi paru, dengan p-value =
0,0005. Penelitian Budiono tersebut
menyebutkan bahwa pekerja yang telah
bekerja lebih dari 10 tahun mempunyai
risiko hampir 15 kali lebih besar untuk
mengalami gangguan faal paru daripada
pekerja yang masa kerjanya kurang dari 10
tahun. Rentang waktu yang lama
mengindikasikan bahwa gangguan faal
paru ini termasuk efek kronis dari paparan
bahan kimia
Terdapat hubungan yang sangat
tidak erat antara status gizi dengan %FEV1
ditunjukkan oleh nilai korelasi biserial
0,186. Hal ini sejalan dengan penelitian
Budiono (2007) yang menyatakan bahwa
ada hubungan dengan status gizi dengan
gangguan faal paru, dengan p-value =
0,0001. Menurut Alsagaff dan Mukty
(2009), terjadinya obesitas dapat menjadi
masalah pada bronkitis kronis, otot
pernafasan harus bekerja lebih keras
sehingga diafragma terdorong ke atas dan
menekan paru bagian bawah. Hal ini
mengakibatkan
terjadinya
gangguan
keseimbangan ventilasi perfusi karena paru
bagian bawah tetap mendapatkan aliran
darah. Menyeimbangkan antara jumlah
asupan gizi dengan aktivitas atau pekerjaan
dapat digunakan untuk IMT seseorang,
karena terjadinya ketidaknormalan pada
IMT atau status gizi dapat memperburuk
faal paru.
Tidak adanya hubungan pada
%FVC pada kelompok terpapar karena
tidak terdapat ketidaknormalan pada
kelompok terpapar sehingga bisa dikatakan
bahwa semakin muda maupun semakin tua
usia, semakin lama maupun masih sebentar
masa kerjanya, serta normal maupun tidak
normal status gizinya seseorang tidak ada
hubungannya dengan semakin tinggi atau
semakin rendahnya hasil %FVC.
Pada kelompok tidak terpapar tidak
terdapat hubungan antara usia, masa kerja,
dan status gizi dengan nilai %FEV1
maupun pada nilai %FVC. Keadaan
demikian
kemungkinan
dikarenakan
kelompok tidak terpapar masih relatif
normal faal parunya sehingga laju
penurunan faal paru tidak secepat pada
kelompok terpapar.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Gambaran karakteristik responde n
meliputi usia, masa kerja, dan status
gizi:
a. Usia responden didominasi oleh
usia 20-30 tahun dengan rata-rata
usia adalah 28 tahun. Terdapat
perbedaan usia antar kelompok.
b. Masa kerja responden didominasi
oleh masa kerja antara 1-10 tahun
dengan rata-rata masa kerja 5
tahun. Tidak ada beda masa kerja
antar kelompok.
c. Status gizi responden didominasi
oleh status gizi normal. Tidak ada
beda status gizi antar kelompok.
2. Gambaran faal paru responde n
sebagian besar dalam kategori normal,
hanya terdapat satu orang pada tiap-
3.
4.
5.
tiap kelompok yang mengalami
gangguan faal paru berupa ganggua n
obstruksi.
Analisis perbedaan gambaran faal par u
pada kelompok terpapar dan kelompok
tidak terpapar menunjukkan tidak
adanya perbedaan antar kelompok
baik pada ketegori %FEV1 (p-value =
0,226) maupun pada kategori %FVC
(p-value = 0,691).
Analisis hubungan antara pekerjaa n
dengan hasil faal paru (%FEV1 dan
%FVC) menunjukkan tidak adanya
hubungan antara pekerjaan sebaga i
PSA Injection (kelompok terpapar)
maupun
sebagai
manajeme n
(kelompok tidak terpapar) denga n
hasil %FEV1 (p-value = 0,219)
maupun dengan hasil %FVC (p-value
= 0,886).
Analisis hubungan antara karakteristik
individu dengan hasil faal par u
(%FEV1 dan %FVC) meliputi
hubungan antara usia dengan %FEV1
dan %FVC, masa kerja denga n
%FEV1 dan %FVC, dan status gizi
dengan %FEV1 dan %FVC:
a. Analisis hubungan antara usia
dengan %FEV1 terdapat hubungan
pada kelompok terpapar (p-value =
0,001) dengan korelasi -0,755,
sedangkan pada kelompok tidak
terpapar serta pada hubungan antara
usia dengan %FVC tidak terdapat
hubungan.
b. Analisis hubungan antara masa
kerja dengan %FEV1 terdapat
hubungan pada kelmpok terpapar
(p-value = 0,000) dengan korelasi 0,830, sedangkan pada kelompok
tidak terpapar serta pada hubungan
antara masa kerja dengan %FVC
tidak terdapat hubungan.
c. Analisis hubungan antara status gizi
dengan %FEV1 terdapat hubungan
pada kelompok terpapar (p-value =
0,001) dengan korelasi 0,186, pada
kelompok tidak terpapar serta pada
hubungan antara status gizi dengan
%FVC tidak terdapat hubungan.
Saran
1. Bagi PT. X:
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan
secara berkala serta melakukan
pemeriksaan kesehatan khusus
untuk memantau kondisi kesehatan
para pekerja.
b. Melakukan pengujian lingkungan,
khususnya kadar Isoalkana pada
bagian PSA Injection untuk
memantau kondisi lingkungan
sehingga tidak merugikan pekerja
maupun orang lain yang berada di
tempat tersebut.
c. Menyesuikan
alat
pelindung
pernafasan untuk setiap jenis
paparan yang terdapat pada tempat
kerja.
d. Melakukan pemeriksaan rutin pada
local exhaust , khususnya pada area
kerja PSA Injection.
e. Melakukan pengendalian secara
administratif
yaitu
melakukan
rotasi pekerjaan maksimal 5 tahun
pada seorang pekerja.
2. Bagi pekerja pada bagian PSA
Injection:
a. Menggunakan masker yang sesuai
setiap berada pada tempat kerja
maupun
pada
tempat
yang
sekiranya terdapat bahaya bahan
kimia dan debu.
b. Menjaga pola hidup sehat dengan
mengkonsumsi makanan seimbang,
cukup
istirahat, serta cukup
olahraga,
khususnya
olahraga
senam
dan
renang
untuk
meningkatkan kapasitas paru.
c. Bersedia dirotasi ke bagian atau ke
pekerjaan yang lain (yang tidak
terpapar relea se agent ).
3. Bagi pekerja pada bagian manajemen:
a. Menjaga pola hidup sehat dengan
mengkonsumsi makanan seimbang,
cukup
istirahat, serta cukup
olahraga,
khususnya
olahraga
senam
dan
renang
untuk
meningkatkan kapasitas paru.
b. Menggunakan masker yang sesuai
setiap berada pada tempat yang
4.
sekiranya terdapat bahaya bahan
kimia dan debu.
Bagi peneliti lain:
Perlu dilakukan penelitian pengujia n
berapa kadar bahan kimia isoalkana
yang terhirup agar bisa diketahui
apakah hasil faal paru pekerja
dipengaruhi oleh kadar isoalkana yang
terhirup.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2003). Material Safety Data
Sheet Gorapur RT 17-2B.
Alsagaff, Hood dan Abdul Mukty. 2009.
Dasar – dasa r Ilmu Penyakit Paru .
Surabaya. Airlangga University
Press.
Budiono, Irwan. 2007. Faktor Risiko
Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Pengecatan Mobil (Studi pada
Bengkel Pengecatan Mobil di Kota
Semarang).
Tesis.
Semarang:
Universitas
Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/17854/1/IR
WAN_BUDIONO.pdf (Sitasi 5 Juni
2013).
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2010. Metode
Penelitian Kesehatan Paradigma
Kuantitatif. Surabaya. Health Books
Publishing.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
RI
No.
Per02/MEN/1980 tentang Pemer iksaan
Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan
Keselamatan
Kerja .
Setiawan, Adi. 2010. Beberapa Faktor
yang Mempengaruhi Kapasitas
Fungsi Paru Pengrajin Pengasapan
Ikan di Kenjeran. Skripsi. Surabaya:
Universitas Airlangga.
Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan
Kesehatan
Kerja
(Hiperkes).
Jakarta: Sagung Seto.
WHO. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat
Kerja . Alih bahasa: Joko Suyono.
Jakarta: EGC.
INJECTION DAN BAGIAN MANAJEMEN DI PT. X
Desy Sustriyani Hasanah, Tjipto Suwandi
Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
[email protected]
ABSTRACT
Increa sing the number of footwea r ma nufa ctures ca uses ma ny la bors ha d been recruited. There wa s a processed
of manufacture injection sole’s shoes that require chemical release agent based on isoalkanes. Workers at the
PSA Injection ha d risk of disturba nce pulmona ry function beca use exposure of isoalka nes. The objective of the
study wa s to determine differences in pulmona ry function description in the PSA Injection a nd in the
ma na gement a t PT. X. This resea rch used a cross sectiona l design. After the popula tion wa s choosen by
inclusion criteria and ca lculated the minimum sa mple size number , the subject found 16 people and 13 people in
the exposed group (PSA Injection) and the unexposed group (ma nagement). The independent va ria bles were
occupation, a ges, working life, a nd nutritiona l status. The dependent va ria bles were %FEV1 a nd %FVC. The
a na lysis done with biva riate Student t test, Chi-square, Fisher’s exact, Biserial correlation a nd Pea rson
correla tion test. Difference test showed no different between the description of %FEV1 a nd %FVC in the exposed
group (p-va lue = 0,226) and in the unexposed group (p-va lue = 0,691). The rela tionship test between a job and
%FEV1 (p-va lue = 0,219) a nd %FVC (p-va lue = 0,886) showed no correla tion. There wa s a significant
rela tionship between a ge, working life a nd nutritiona l sta tus with %FEV1 in the exposed group p-va lue = 0,001;
p-va lue = 0,000; p-va lue = 0,001. The conclusion is there a re no difference in pulmona ry function of the
exposed group and the unexposed group. Environmental testing needs to be done in th e workpla ce, specia l and
periodic hea lth checks to monitor the health of workers .
Keywords: %FEV1 , %F VC, pulmona ry function
ABSTRAK
Meningkatnya jumlah unit usaha industri sepatu di Jawa Timur menyebabkan semakin banyak tenaga kerja yang
diserap. Terdapat proses injeksi sol pada pembuatan sepatu yang membutuhkan bahan kimia relea se a gent
berbahan dasar isoalkana. Pekerja pada bagian PSA In jection berisiko mengalami gangguan faal paru karena
paparan isoalkana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan gambaran faal paru pada bagian PSA
Injection dan bagian manajemen di PT. X. Penelit ian ini menggunakan desain cross sectiona l . Terdapat dua
populasi yaitu bagian PSA sebagai kelo mpo k terpapar dan bagian manajemen sebagai kelo mpok t idak terpapar.
Setelah populasi tersebut diinklusi dan dihitung besar sampel minimal maka didapatkan jumlah sampel 16 orang
dan 13 orang pada kelompok terpapar dan kelo mpok tidak terpapar. Variabel bebas penelitian adalah pekerjaan,
usia, masa kerja, dan status gizi. Variabel terikat penelitian adalah %FEV1 dan %FVC. Analisis bivariat
menggunakan uji Student t, Chi-squa re , Fisher’s exact, koralasi Biserial, dan korelasi Pearson. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik responden secara keseluruhan sebagian besar berusia 20 -30 tahun (68,9%),
masa kerjanya 1-10 tahun (82,7%), status gizinya tergolong normal (58,6%), dan faal parunya normal (93,1%).
Uji perbedaan menunjukkan tidak ada beda antara gambaran %FEV1 maupun %FVC pada kelo mpok terpapar
(p-va lue = 0,226) dan pada kelompok tidak terpapar (p-va lue = 0,691). Uji hubungan antara pekerjaan dengan
%FEV1 (p-va lue = 0,677) dan %FVC (P-va lue = 0,226) tidak menunjukkan adanya hubungan. Terdapat
hubungan yang signifikan antara usia, masa kerja, dan status gizi dengan %FEV1 pada kelo mpok terpapar pva lue = 0,001; p-va lue = 0,000; dan p-va lue = 0,001. Kesimpulannya adalah tidak terdapat perbedaan gambaran
faal paru baik pada kelo mpok terpapar maupun pada kelompok tidak terpapar. Perlu dilakukan pengujian
lingkungan di tempat kerja serta pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus untuk memantau kesehatan pekerja.
Kata kunci: %FEV1, %FVC, faal paru
PENDAHULUAN
Salah satu industri di Indonesia yang
tetap
bertahan
meskipun
pernah
mengalami krisis moneter tahun 1997-
1998 adalah industri sepatu (footwear
manufacture), karena jahitan sepatu buatan
Indonesia lebih rapi. Jumlah unit usaha
industri sepatu di Jawa Timur dengan
kategori industri kecil, sedang, maupun
besar mengalami peningkatan. Pada tahun
2009 jumlah unit usaha industri sepatu
hanya sebesar 21.616 unit usaha, namun
pada tahun 2012 telah mencapai 28.161
unit usaha. Peningkatan jumlah unit usaha
mampu meningkatkan jumlah pekerja yang
direkrutnya, karena industri sepatu
merupakan industri yang padat karya.
Jumlah tenaga kerja pada tahun 2009
masih sebesar 81.828 orang dan pada tahun
2012 sudah mencapai 107.306 orang
(Prasetyo, 2013).
PT. X merupakan salah satu usaha di
bidang pembuatan sepatu kulit mulai dari
ukuran anak sampai orang dewasa. Salah
satu proses yang dilakukan pada bagian
produksi yaitu menginjeksi sol pada sepatu
ke dalam cetakan (mould) atau yang
dinamakan Injection. Pada bagian Injection
terdapat pekerjaan yang disebut spraying
release agent baik yang dilakukan oleh
robot spray maupun yang dilakukan
manual oleh operator PSA. Pekerja pada
bagian PSA Injection bisa terpapar release
agent yang berbahan dasar Isoalkana dua
kali lipat karena letak robot spray yang
sangat dekat dengan pekerja bagian PSA
Injection. TLV (Threshold Limit Value)
Isoalkana sebesar 200 ml/m3 atau 1000
mg/m3 . Penggunaan release agent yang
melebihi
TLV dapat
mengganggu
pernafasan khususnya paru pekerja pada
bagian PSA (Anonim, 2003).
Selama ini belum terdapat data hasil
pemeriksaan khusus pada paru pekerja
bagian PSA Injection. Untuk mengetahui
kondisi faal paru pekerja di bagian PSA
Injection akibat pekerjaannya yang sering
terpapar release agent , maka diperlukan
juga pekerja bagian lain yang tidak
terpapar release agent . Selain itu, kondisi
faal paru pekerja juga dipengaruhi oleh
faktor lain, yaitu karakteristik pekerja
meliputi usia, masa kerja, dan status gizi
turut mempengaruhi kondisi faal paru
pekerja pada bagian PSA Injection di PT.
X.
Tujuan utama penelitian ini adalah
untuk menganalisis perbedaan gambaran
faal paru pekerja pada bagian PSA
Injection dan bagian Manajemen di PT. X.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
observasional dengan desain cross
sectional serta di analisis menggunakan uji
statistik menggunakan software SPSS 16
dan Lisrel 5.84. Penelitian ini dilakukan di
PT. X yang bertempat di Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur. Waktu penelitian
terhitung sejak pembuatan proposal sampai
pembuatan laporan akhir yaitu bulan AprilAgustus
2013,
sedangkan
waktu
pengambilan data dilakukan pada bulan
Juni-Juli 2013.
Populasi penelitian ini adalah seluruh
pekerja bagian PSA Injection dan
manajemen di PT. X yang memenuhi
kriteria inklusi yaitu: berjenis kelamin lakilaki, berusia ≤40 tahun, tidak merokok,
sehat jasmani termasuk tidak mempunyai
riwayat penyakit paru (Tuberkulosis, asma,
dan Bronchitis), dan bersedia menjadi
responden. Terdapat 16 orang dari
kelompok terpapar (bagian PSA Injection)
dan 13 orang dari kelompok tidak terpapar
(bagian manajemen). Penghitungan sampel
menggunakan rumus Lameshow (Hidayat,
2010) berikut:
Keterangan:
n = perkiraan besar sampel
N = perkiraan besar populasi
z = nilai standar normal untuk α = 0,05
(1,96)
p = perkiraan proporsi (50% = 0,5)
q = 1 – p = (100% - 50% = 0,5)
d = tingkat kesalahan yang dipilih (0,1)
Besar sampel minimal yang didapat
adalah sebesar 14 orang dari kelompok
terpapar dan 12 orang dari kelompok tidak
terpapar.
Hasil
tersebut
kemudian
ditambah 10% untuk mengantisipasi
kesalahan dalam pengambilan sampel,
sehingga hasil yang didapat menjadi 16
orang dan 13 orang pada kelompok
terpapar dan kelompok tidak terpapar.
Variabel penelitian adalah %FEV1
dan %FVC sebagai variabel terikat,
karakteristik individu meliputi usia, masa
kerja, dan status gizi merupakan variabel
bebas.
Pengumpulan
data
primer
menggunakan kuesioner untuk mengetahui
karakteristik individu dan alat spirometer
merk Spirolab III ver. 2.7 yang digunakan
untuk memeriksa faal paru responden.
Data
sekunder
digunakan
untuk
mengetahui gambaran umum PT. X.
Teknik analisis data secara univariat
dengan menyajikan tabel distribusi
frekuensi dan analisis secara bivariat
dengan menggunakan uji student t, uji chisquare, Fisher’s Exact test, dan korelasi
Pearson menggunakan SPSS 16, serta uji
korelasi biserial menggunakan Lisrel 5.84.
HASIL
Gambaran Umum PT. X
PT. X merupakan salah satu
perusahaan pembuat alas kaki termasuk
sepatu dan sandal yang bertempat di
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Terdapat
lebih dari 6000 orang karyawan yang
dipekerjakan untuk memproduksi alas kaki
yang berkualitas. Proses produksi sepatu
pada PT. X mulanya adalah menyiapkan
material yang dibutuhkan untuk membuat
sepatu seperti kulit, benang, lem, dan
lainnya. Material tersebut sudah tersimpan
dalam war ehouse yang pekerjanya terdapat
sekitar 125 orang. Tahap selanjutnya yaitu
memproduksi kap atau bagian atas sepatu
(upper ). Terdapat sekitar 4674 orang
karyawan yang turut membuat upper di
PT. X dan didominasi oleh jenis kelamin
perempuan. Kemudian upper tersebut bisa
langsung diekspor maupun didistribusikan
ke bagian fullshoe yaitu proses dimana
upper atau sepatu yang setengah jadi
tersebut di lanjutkan menjadi sepatu jadi
melalui proses injection yaitu proses
pelekatan sol dengan upper . Pada proses
injection terdapat sekitar 487 orang pekerja
yang tersebar dalam 18 bagian proses
injection. Hanya terdapat 41 orang
karyawan yang bertugas sebagai operator
PSA di injection yang semuanya berjenis
kelamin laki- laki. Proses selanjutnya
adalah finishing dimana sepatu tersebut
diperindah serta diberi aksesoris. Terdapat
sekitar 600 orang dan mayoritas berjenis
kelamin perempuan yang bekerja di bagian
finishing. Sepatu yang sudah jadi
kemudian di packing untuk didistribusikan
ke bagian PDC (Production Distribution
Centre). Terdapat sekitar 78 orang yang
bekerja di bagian PDC. Disamping itu
terdapat bagian manajemen, engineer ing,
dan lainnya yang tersebar dalam
departemen
yang
turut
membantu
(support) kegiatan produksi di PT. X.
Distribusi Frekuensi Responden
Distribusi
frekuensi
responden
meliputi usia, masa kerja, status gizi, dan
hasil faal paru terlihat dalam Tabel 1
berikut:
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden
Kelompok
Variabel
Usia (tahun)
20-30
31-40
Masa Kerja
(tahun)
1-10
11-20
Status Gizi
Normal
Tidak
Normal
Faal Paru
Normal
Obstruksi
Restriksi
Jumlah
Terpapar
Tidak
terpapar
Frek Perse
n
Jml.
Frek
Perse
n
15
1
93,8%
6,3%
5
8
38,5%
61,5%
20
9
15
1
93,8%
6,3%
9
4
69,2%
30,8%
24
5
10
6
62,5%
37,5%
7
6
53,8%
46,2%
17
12
15
1
0
16
93,8%
6,2%
0%
100%
12
1
0
13
92,3%
7,7%
0%
100%
27
2
0
29
Pada variabel usia di kelompok
terpapar didominasi oleh kelompok usia
20-30 tahun (93,8%), sedangkan pada
kelompok tidak terpapar didominasi oleh
kelompok umur 31-40 tahun (61,5%). Uji
beda menggunakan Fisher’s Exact
menunjukkan adanya perbedaan usia
diantara kedua kelompok (p-value =
0,003). Sedangkan pada variabel masa
kerja di kelompok terpapar dan pada
kelompok tidak terpapar didominasi oleh
kelompok masa kerja 1-10 tahun (93,8%
dan 69,2%). Uji beda menggunakan
Fisher’s Exact menunjukkan tidak adanya
perbedaan masa kerja diantara kedua
kelompok (p-value = 0,144). Pada variabel
status gizi di kelompok terpapar dan pada
kelompok tidak terpapar didominasi oleh
kelompok status gizi normal (62,5% dan
53,8%). Uji beda menggunakan Chisquare
menunjukkan tidak
adanya
perbedaan status gizi diantara kedua
kelompok (p-value = 0,927). Sedangkan
pada variabel faal paru di kelompok
terpapar dan pada kelompok tidak terpapar
didominasi oleh faal paru normal (93,8%
dan 92,3%). Pada kedua kelompok tidak
terdapat responden yang mengalami
gangguan restriksi.
Analisis Perbedaan
Hasil analisis perbedaan gambaran
%FEV1 dan %FVC pada kelompok
terpapar dan kelompok tidak terpapar
terlihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2 Perbedaan Gambaran %FEV1 dan
%FVC pada Kelompok Terpapar
dan Kelompok Tidak Terpapar
%FEV1
Kel.
Terpapar
Jumlah
Rata –
rata
pva lue
95%
CI
16
85,144
Kel.
Tidak
Terpapar
13
83,754
%FVC
Kel.
Terpapar
16
135,531
Kel.
Tidak
Terpapar
13
126,538
0,226
0,691
-5,9053 – 23,8909
-5,7990 – 8,5788
Hasil analisis perbedaan dengan
menggunakan uji student t menunjukkan
tidak ada beda gambaran faal paru pada
kedua kelompok dengan p-value sebesar
0,226 dan 0,691. Rata-rata nilai %FEV1
pada kelompok terpapar adalah 85,144
sedangkan pada kelompok tidak terpapar
adalah 83,754. Rata-rata nilai %FVC pada
kelompok terpapar adalah 135,531 dan
126,538 pada kelompok tidak terpapar.
Analisis Hubungan
Hasil analisis hubungan antara
karakteristik individu dengan %FEV1 dan
%FVC pada kelompok terpapar dan
kelompok tidak terpapar pada tabel 3.
Tabel 3 Hubungan antara Karakteristik
Individu dengan %FEV1 dan
%FVC pada Kelompok Terpapar
dan Kelompok Tidak Terpapar
Var.
Inde
pend
en
Peke
rjaan
Var.
Inde
pend
en
Usia
Masa
Kerja
Statu
s gizi
% FEV1
% FVC
p-value
Correlatio
n
p-value
Correlatio
n
0,219
-0,155
0,886
-0,291
Kel ompok Terpapar
% FEV1
pCor
val rela
ue
tion
0,0
01
0,7
55
0,0
00
0,8
30
0,0
0,1
01
86
% FVC
pCor
val
rela
ue
tion
0,5
59
0,1
58
0,3
33
0,2
59
0,3
0,5
04
81
Kel ompok Ti dak
Terpapar
% FEV1
% FVC
pCor
pCor
val
rela val
rela
ue
tion
ue
tion
0,5
0,1
0,2
0,3
14
99
05
76
0,6
64
0,1
33
0,3
36
0,2
90
0,5
96
0,5
80
0,4
45
0,2
85
Pada
variabel
pekerjaan
menunjukkan tidak terdapat hubungan
antara pekerjaan dengan %FEV1 (p-value =
0,219) dan %FVC (p-value = 0,886). Pada
variabel usia menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara usia dengan %FEV1 pada
kelompok terpapar, hal ini ditunjukkan
oleh p-value sebesar 0,001 dengan nilai
korelasi Pearson -0,755. Pada variabel
masa kerja menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara masa kerja dengan
%FEV1 pada kelompok terpapar, hal ini
ditunjukkan oleh p-value sebesar 0,000
dengan nilai korelasi pearson -0,830. Pada
variabel status gizi menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara status gizi
dengan %FEV1 pada kelompok terpapar
(bagian PSA Injection), hal ini ditunjukkan
oleh p-value seebsar 0,001 dengan nilai
korelasi 0,186.
PEMBAHASAN
Distribusi Frekuensi Responden
Usia pada kedua kelompok yang
mayoritas
berkebalikan
ditunjukkan
dengan adanya perbedaan saat diuji
menggunakan Fisher’s exact test. Hal ini
dikarenakan kelompok terpapar merupakan
bagian produksi dan pada akhir-akhir ini
sering dilakukan rekruitmen pekerja untuk
bagian produksi dengan kriteria pendidikan
minimal adalah SMA sehingga pekerja
pada kelompok terpapar didominasi oleh
usia muda.
Masa kerja pada kedua kelompok
didominasi oleh masa kerja 1-10 tahun
ditunjukkan
oleh
uji
perbedaan
menggunakan uji Fisher’s Exact yang
hasilnya menunjukkan tidak adanya
perbedaan distribusi masa kerja antara
kelompok terpapar dan kelompok tidak
terpapar. Pemeriksaan kesehatan berkala
semestinya dilakukan pada semua tenaga
kerja
minimal satu tahun sekali
(PERMENAKERTRANS
No.
2/Men/1980). Distribusi frekuensi status
gizi yang hampir seimbang pada kedua
kelompok ditunjukkan oleh hasil uji
perbedaan distribusi menggunakan uji chisquare yaitu tidak terdapat perbedaan
antara status gizi dengan kelompok
terpapar dan kelompok tidak terpapar.
Pada kelompok terpapar satu orang
yang mengalami obstruksi tersebut berusia
40 tahun, masa kerjanya 18 tahun, tinggi
badannya 164 cm, berat badan 59 kg, dan
berstatus gizi normal. Sedangkan pada
kelompok tidak terpapar satu orang
responden yang mengalami obstruksi
tersebut berusia 30 tahun, masa kerjanya
delapan tahun, tinggi badannya 166 cm,
berat badannya 72 kg, dan berstatus gizi
overweight .
Seseorang
dianggap
mengalami gangguan obstruksi bila nilai
FEV1 kurang dari 75% dan dianggap
mengalami gangguan restriksi bila nilai
FVC kurang dari 80% (Alsagaff dan
Mukty, 2009).
Analisis Perbedaan
Tidak adanya perbedaan %FEV1
maupun %FVC pada kedua kelompok
dikarenakan pada tiap-tiap pekerjaan atau
kelompok terdapat satu orang responden
yang mempunyai faal paru tidak normal.
Hal ini bisa terjadi karena pihak
perusahaan sudah memberi alat pelindung
diri pernafasan pada kelompok terpapar
yaitu pada bagian PSA Injection, sehingga
kemungkinan
kadar
release
agent
Isoalkana yang masuk ke dalam saluran
pernafasan pada pekerja di bagian PSA
Injection dapat berkurang. Selain itu,
perusahaan
juga
telah
melakukan
pengendalian berupa pemasangan loca l
exhaust di area kerja kelompok terpapar
sehingga kadar release agent isoalkana
yang terinhalasi dapat berkurang. Rotasi
pekerjaan pun telah dilakukan sebagai
bentuk wujud pengendalian administrasi
agar pekerja tidak terlalu lama terpapar
bahan kimia yang sama dalam waktu yang
lama. Kemungkinan lain adalah di area
kerja kelompok terpapar, yaitu pada bagian
PSA, kadar isoalkana yang terhirup kurang
mempengaruhi faal parunya atau kadar
isoalkana yang terhirup belum melebihi
TLV yaitu 200 ml/m3 . Tidak bisa
dipungkiri bahwa daya tahan tubuh
seseorang juga dapat mempengaruhi
gangguan faal paru pada orang tersebut.
Sehingga hasil faal paru setiap orang bisa
berbeda meskipun dengan karakteristik
individu yang relatif sama.
Analisis Hubungan
Tidak terdapatnya hubungan antara
pekerjaan PSA Injection (kelompok
terpapar) dan pekerjaan manajemen
(kelompok tidak terpapar) dengan nilai
%FEV1 maupun %FVC menunjukkan baik
pada pekerjaan sebagai operator PSA
Injection maupun sebagai manajemen
tidak ada hubungannya dengan hasil faal
paru yang meliputi nilai %FEV1 maupun
%FVC.
Terdapat hubungan yang erat antara
usia dengan %FEV1 pada kelompok
terpapar ditunjukkan oleh nilai korelasi
Pearson sebesar -0,755 dan menunjukkan
bahwa semakin tinggi usia maka semakin
rendah nilai %FEV1. Hal ini sesuai dengan
teori yang menyebutkan bahwa semakin
tua usia seseorang maka semakin rendah
hasil faal parunya, hal ini sesuai dengan
konsep elastisitas paru (WHO, 1995).
Semakin meningkatnya usia seseorang
maka semakin rentan terhadap penyakit,
termasuk gangguan saluran pernafasan.
Hasil penelitian Setiawan (2010) juga
menerangkan bahwa usia berpengaruh
terhadap nilai %FEV1 .
Terdapat hubungan yang sangat
erat antara masa kerja dengan %FEV1 pada
kelompok terpapar ditunjukkan oleh nilai
korelasi Pearson sebesar -0,830 dan
menunjukkan bahwa semakin tinggi atau
lama masa kerja seseorang maka semakin
rendah nilai %FEV1. Hasil penelitian
Setiawan (2010) pada pekerja pengasapan
ikan menyebutkan bahwa masa kerja
berpengaruh terhadap hasil faal paru
khususnya %FEV1 . Menurut Suma’mur
(2009), semakin lama seseorang bekerja
maka semakin sering orang tersebut
terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh
lingkungan kerja tersebut. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Budiono
(2007) yang menjelaskan bahwa adanya
hubungan antara masa kerja dengan
gangguan fungsi paru, dengan p-value =
0,0005. Penelitian Budiono tersebut
menyebutkan bahwa pekerja yang telah
bekerja lebih dari 10 tahun mempunyai
risiko hampir 15 kali lebih besar untuk
mengalami gangguan faal paru daripada
pekerja yang masa kerjanya kurang dari 10
tahun. Rentang waktu yang lama
mengindikasikan bahwa gangguan faal
paru ini termasuk efek kronis dari paparan
bahan kimia
Terdapat hubungan yang sangat
tidak erat antara status gizi dengan %FEV1
ditunjukkan oleh nilai korelasi biserial
0,186. Hal ini sejalan dengan penelitian
Budiono (2007) yang menyatakan bahwa
ada hubungan dengan status gizi dengan
gangguan faal paru, dengan p-value =
0,0001. Menurut Alsagaff dan Mukty
(2009), terjadinya obesitas dapat menjadi
masalah pada bronkitis kronis, otot
pernafasan harus bekerja lebih keras
sehingga diafragma terdorong ke atas dan
menekan paru bagian bawah. Hal ini
mengakibatkan
terjadinya
gangguan
keseimbangan ventilasi perfusi karena paru
bagian bawah tetap mendapatkan aliran
darah. Menyeimbangkan antara jumlah
asupan gizi dengan aktivitas atau pekerjaan
dapat digunakan untuk IMT seseorang,
karena terjadinya ketidaknormalan pada
IMT atau status gizi dapat memperburuk
faal paru.
Tidak adanya hubungan pada
%FVC pada kelompok terpapar karena
tidak terdapat ketidaknormalan pada
kelompok terpapar sehingga bisa dikatakan
bahwa semakin muda maupun semakin tua
usia, semakin lama maupun masih sebentar
masa kerjanya, serta normal maupun tidak
normal status gizinya seseorang tidak ada
hubungannya dengan semakin tinggi atau
semakin rendahnya hasil %FVC.
Pada kelompok tidak terpapar tidak
terdapat hubungan antara usia, masa kerja,
dan status gizi dengan nilai %FEV1
maupun pada nilai %FVC. Keadaan
demikian
kemungkinan
dikarenakan
kelompok tidak terpapar masih relatif
normal faal parunya sehingga laju
penurunan faal paru tidak secepat pada
kelompok terpapar.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Gambaran karakteristik responde n
meliputi usia, masa kerja, dan status
gizi:
a. Usia responden didominasi oleh
usia 20-30 tahun dengan rata-rata
usia adalah 28 tahun. Terdapat
perbedaan usia antar kelompok.
b. Masa kerja responden didominasi
oleh masa kerja antara 1-10 tahun
dengan rata-rata masa kerja 5
tahun. Tidak ada beda masa kerja
antar kelompok.
c. Status gizi responden didominasi
oleh status gizi normal. Tidak ada
beda status gizi antar kelompok.
2. Gambaran faal paru responde n
sebagian besar dalam kategori normal,
hanya terdapat satu orang pada tiap-
3.
4.
5.
tiap kelompok yang mengalami
gangguan faal paru berupa ganggua n
obstruksi.
Analisis perbedaan gambaran faal par u
pada kelompok terpapar dan kelompok
tidak terpapar menunjukkan tidak
adanya perbedaan antar kelompok
baik pada ketegori %FEV1 (p-value =
0,226) maupun pada kategori %FVC
(p-value = 0,691).
Analisis hubungan antara pekerjaa n
dengan hasil faal paru (%FEV1 dan
%FVC) menunjukkan tidak adanya
hubungan antara pekerjaan sebaga i
PSA Injection (kelompok terpapar)
maupun
sebagai
manajeme n
(kelompok tidak terpapar) denga n
hasil %FEV1 (p-value = 0,219)
maupun dengan hasil %FVC (p-value
= 0,886).
Analisis hubungan antara karakteristik
individu dengan hasil faal par u
(%FEV1 dan %FVC) meliputi
hubungan antara usia dengan %FEV1
dan %FVC, masa kerja denga n
%FEV1 dan %FVC, dan status gizi
dengan %FEV1 dan %FVC:
a. Analisis hubungan antara usia
dengan %FEV1 terdapat hubungan
pada kelompok terpapar (p-value =
0,001) dengan korelasi -0,755,
sedangkan pada kelompok tidak
terpapar serta pada hubungan antara
usia dengan %FVC tidak terdapat
hubungan.
b. Analisis hubungan antara masa
kerja dengan %FEV1 terdapat
hubungan pada kelmpok terpapar
(p-value = 0,000) dengan korelasi 0,830, sedangkan pada kelompok
tidak terpapar serta pada hubungan
antara masa kerja dengan %FVC
tidak terdapat hubungan.
c. Analisis hubungan antara status gizi
dengan %FEV1 terdapat hubungan
pada kelompok terpapar (p-value =
0,001) dengan korelasi 0,186, pada
kelompok tidak terpapar serta pada
hubungan antara status gizi dengan
%FVC tidak terdapat hubungan.
Saran
1. Bagi PT. X:
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan
secara berkala serta melakukan
pemeriksaan kesehatan khusus
untuk memantau kondisi kesehatan
para pekerja.
b. Melakukan pengujian lingkungan,
khususnya kadar Isoalkana pada
bagian PSA Injection untuk
memantau kondisi lingkungan
sehingga tidak merugikan pekerja
maupun orang lain yang berada di
tempat tersebut.
c. Menyesuikan
alat
pelindung
pernafasan untuk setiap jenis
paparan yang terdapat pada tempat
kerja.
d. Melakukan pemeriksaan rutin pada
local exhaust , khususnya pada area
kerja PSA Injection.
e. Melakukan pengendalian secara
administratif
yaitu
melakukan
rotasi pekerjaan maksimal 5 tahun
pada seorang pekerja.
2. Bagi pekerja pada bagian PSA
Injection:
a. Menggunakan masker yang sesuai
setiap berada pada tempat kerja
maupun
pada
tempat
yang
sekiranya terdapat bahaya bahan
kimia dan debu.
b. Menjaga pola hidup sehat dengan
mengkonsumsi makanan seimbang,
cukup
istirahat, serta cukup
olahraga,
khususnya
olahraga
senam
dan
renang
untuk
meningkatkan kapasitas paru.
c. Bersedia dirotasi ke bagian atau ke
pekerjaan yang lain (yang tidak
terpapar relea se agent ).
3. Bagi pekerja pada bagian manajemen:
a. Menjaga pola hidup sehat dengan
mengkonsumsi makanan seimbang,
cukup
istirahat, serta cukup
olahraga,
khususnya
olahraga
senam
dan
renang
untuk
meningkatkan kapasitas paru.
b. Menggunakan masker yang sesuai
setiap berada pada tempat yang
4.
sekiranya terdapat bahaya bahan
kimia dan debu.
Bagi peneliti lain:
Perlu dilakukan penelitian pengujia n
berapa kadar bahan kimia isoalkana
yang terhirup agar bisa diketahui
apakah hasil faal paru pekerja
dipengaruhi oleh kadar isoalkana yang
terhirup.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2003). Material Safety Data
Sheet Gorapur RT 17-2B.
Alsagaff, Hood dan Abdul Mukty. 2009.
Dasar – dasa r Ilmu Penyakit Paru .
Surabaya. Airlangga University
Press.
Budiono, Irwan. 2007. Faktor Risiko
Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Pengecatan Mobil (Studi pada
Bengkel Pengecatan Mobil di Kota
Semarang).
Tesis.
Semarang:
Universitas
Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/17854/1/IR
WAN_BUDIONO.pdf (Sitasi 5 Juni
2013).
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2010. Metode
Penelitian Kesehatan Paradigma
Kuantitatif. Surabaya. Health Books
Publishing.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
RI
No.
Per02/MEN/1980 tentang Pemer iksaan
Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan
Keselamatan
Kerja .
Setiawan, Adi. 2010. Beberapa Faktor
yang Mempengaruhi Kapasitas
Fungsi Paru Pengrajin Pengasapan
Ikan di Kenjeran. Skripsi. Surabaya:
Universitas Airlangga.
Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan
Kesehatan
Kerja
(Hiperkes).
Jakarta: Sagung Seto.
WHO. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat
Kerja . Alih bahasa: Joko Suyono.
Jakarta: EGC.