AML BAB XI SISTEM PENGENDALIAN STRATEJIK

BAB XI
SISTEM PENGENDALIAN STRATEJIK - PENEKANAN PADA
PENGENDALIAN KEUANGAN

I. JENIS-JENIS PUSAT PERTANGGUNG JAWABAN
Konsep sistem pengendalian manajemen ini membagi departemen-departemen yang ada dalam
perusahaan menjadi pusat-pusat pertanggung jawaban (responsibility Centers). Setiap responsibility
centers diberikan wewenang untuk melakukan pengambilan keputusan, dan efektivitas dari keputusan
yang diambil akan dievaluasi berdasarkan hasil-hasil keuangan yang dicapai.
Empat jenis responsibility Centers, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Cost Center (Bagian yang bertanggungjawab terhadap Biaya)
Revenue Center (Bagian yang bertanggungjawab terhadap Pendapatan)
Profit Center (Bagian yang bertanggungjawab terhadap Laba)
Investment Center (Bagian yang bertanggungjawab terhadap Laba dan Investasi)

1. COST CENTER

Cost center dapat dibagi menjadi 2 bagian:
1. Engineered cost center
Hubungan antara input dan output dapat dikuantifisir. Contoh Engineered cost center adalah
Departemen Produksi.
2. Discretionary cost senter
Hubungan antara input dan output yang sulit dikuantifisir. Contoh Discretionary cost senter
adalah Departemen riset dan pengembangan, departemen pemasaran, departemen akuntansi,
departemen sumber daya manusia, dsb.
Analisis Pertanggungjawaban Cost Center
Analisis Pertanggungjawaban untuk Engineered Costdilakukan dengan menggunakan biaya
standar. Standar yang dibuat adalah standar kuantitas dan standar harga per unit. Analisis biaya standar
untuk biaya variabel seperti bahan mentah langsung adalah sebagai berikut:
1. Analisis Varians untuk biaya Variabel – Biaya Bahan Mentah Langsung
Biaya bahan mentah langsung merupakan biaya variabel, artinya semakin banyak unit yang
diproduksi maka semakin banyak pula jumlah bahan mentah langsung yang dipakai. Akibatnya,
analisis varians untuk biaya bahan mentah langsung tidak dapat dilakukan dengan jumlah unit
produksi yang berbeda, tapi harus dilakukan dengan mempergunakan unit produksi yang sama.

Varian harga (Price Variance) = (Harga beli aktual bahan mentah langsung per unit – Harga beli
bahan mentah langsung per unit standar) X Total aktual unit bahan mentah langsung yang

dibeli/dipakai

Jika dalam rumus tersebut yang dipakai adalah total unit bahan mentah yang dibeli, maka nama
variannya adalah varians harga beli (Purchase price variance), namun bila yang dipakai adalah unit yang
dipergunakan, maka varians tersebut dinamakan dengan varian harga penggunaan (Usage price
variance)
Varian Penggunaan (Quantity Variance) = (Jumlah aktual bahan mentah langsung yang
dipergunakan – Jumlah bahan mentah langsung yang seharusnya dipergunakan sesuai standar) X
Harga standar per unit bahan mentah langsung.
2. Analisis Varians Biaya Buruh Langsung – Biaya Tetap
Analisis varians penggunaan buruh langsung dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Direct Labor Volume Variance – Varians ini muncul karena adanya perbedaan antara jumlah unit
produksi yang dianggarkan untuk diproduksi dengan unit yang benar-benar diproduksi.
Dalam hal ini, perusahaan menganggarkan untuk membuat 20.000 unit kursi dengan total jam
buruh langsung sebanyak 500.000 menit. Kenyataannya, perusahaan memproduksi 20.500 unit
kursi , sehingga memerlukan 512.500 menit sesuai dengan standar yang ditetapkan. Selisih
menit produksi inilah yang dinamakan dengan Direct Labor Volume Variance.
2. Dicert Labor Efficiency variance – Varians ini mengukur antara menit yang benar-benar dipakai
untuk memproduksi barang dengan menit yang seharusnya dipakai berdasarkan standar.
Contohnya, perusahaan ternyata menggunakan 514.000 menit untuk memproduksi 20.500 unit

kursi, sedangkan waktu sesuai standar adalah 512.500 menit, sehingga terjadi ketidak efisienan
sebesar 1.500 menit.
3. Direct Labor Idle Capacity Variance – Varians ini mengukur selisih antara kapasitas praktikal
buruhlangsung yang dimiliki perusahaan dengan kapasitas yang benar-benar terpakai. Selisih ini
mencerminkan kapasitas menganggur yang sebenarnya terdapat dalam perusahaan.
3. Analisis Varians Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik sebenarnya masuk dalam kategori biaya discreationary, karena tidak
adanya hubungan yang dapat dikuantifisir antara input dan output yang dihasilkan.
Misalkan, biaya pemeliharaan mesin yang dikeluarkan perusahaan ternyanta 10,8% lebih tinggi
dari anggaran. Hal tersebut belum tentu menunjukkan bahwa biaya pemeliharaan tersebut tidak
efisien. Bagian pemeliharaan bisa saja beragumentasi bahwa unit aktual yang diproduksi lebih besar
dari yang dianggarkan, sehingga biaya pemeliharaan aktual melebihi yang dianggarkan. Selama
kelebihan biaya pemeliharaan sudah disetujui oleh tingkat yang berwenang, maka hal tersebut tidak
akan menjadi masalah. Yang harus difokuskan adalah, apakah jumlah biaya pemeliharaan tersebut
benar-benar dapat efektif mencapai tolak ukur yang berkaitan dengan pemeliharaan tersebut, misalkan
tidak ada breakdown mesin.

2. REVENUE CENTER
Departemen yang diperlakukan sebagai revenue center bertanggungjawab terhadap pendapatan
yang diperoleh departemen tersebut. Namun, departemen tersebut juga bertanggungjawab terhadap

biaya-biaya yang dikeluarkannya. Misalkan departemen pemasaran dan penjualan bukan hanya
bertanggungjawab terhadap pendaptan yang dihasilkan,namun juga bertanggungjawab terhadap biaya
yang dikeluarkannya.
Evaluasi terhadap keberhasilan dari sebuah pusat pendapatan (revenue center) dapat dilakukan
dengan Konsep Sales Variance Anaysis, dengan skema sebagai berikut:
VARIANS
ANGGARAN
STATIS

VARIANS
ANGGARAN
FLEKSIBEL

VARIANS
HARGA JUAL

VARIANS
BIAYA
VARIABEL


VARIANS
VOLUME
PENJUALAN

VARIANS
BAURAN
PENJUALAN

VARIANS
PANGSA
PASAR

VARIANS
KUANTITAS

VARIANS
BESAR PASAR

3. PROFIT CENTER
Penilaian kinerja manajer yang mengepalai sebuah profit center, akan didasarkan pada tingkat

keuntungan yang diperoleh bagian tersebut. Ada 4 jenis profit, yaitu marjin kontribusi, controllable
margin, divisional margin, dan net profit.
Marjin kontribusi berasal dari perhitungan pendapatan dikurangi biaya variabel. Pendekatan ini
kurang tepat dipakai untuk menilai kinerja dari manajer profit center, karena masih terdapat banyak
biaya, diluar biaya variabel, yang masih dibawah kendali dari manajer yang bersangkutan.
Penilaian kinerja dari seorang manajer profit center, sebaiknya dilakukan berdasarkan controllable
marjin, sedangkan divisional marjin lebih dipergunakan untuk mengevaluasi kelayakan dari cabang
tersebut, apakah sebaiknya tetap dibuka ataukah ditutup.

4. INVESTMENT CENTER
Analisis pertanggungjawaban untuk investment center dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
1. Return On Investment/ROI (Tingkat Pengembalian atas Investasi)
Rumus ROI = Laba / Ttotal investasi

Pengukuran ini ingin melihat berapa besarnya tingkat pengembalian (return) yang
diperoleh terhadap investasi yang dilakukan leh perusahaan. Karena ROI pada investment
center dipergunakan untuk menilai kinerja, maka definisi investasi yang sebaiknya dipakai
adalah Total aset yang dikelola dalam investment center tersebut. Sedangkan definisi laba yang
dipakai adalah laba operasi dan bukan laba bersih.
Laba bersih tidak disarankan untuk dipakai, karena dalam perhitungan laba bersih

termasuk unsur-unsur pendapatan atau biaya yang bukan berasal dari kegiatan operasional
perusahaan, misalkan keuntungan karena penjualan aset tetap.
2. Residual Income
Residual income mengukur besarnya kelebihan keuntungan perusahaan diatas yang
dipersyaratkan.
Residual Income = Laba Operasi – (Tingkat Pengembalian yang Disyaratkan X Total Aset)
Tingkat pengembalian yang disyaratkan adalah tingkat pengembalian minimal yang
dipersyaratkan perusahaan untuk investasi dalam aset-aset perusahaan. Misalkan tingkat
pengembalian yang dipersyaratkan adalah 15%, maka dengan menggunakan rumusan ini,
diperoleh besarnya residual income perusahan adalah Rp13.020.000 – (15% X Rp57.560.000) =
Rp4.376.000
Residual Income yang positif berarti perusahaan dapat memperoleh laba operasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan minimal persyaratan yang ditentukan.
Model residual income ini dapat mengatasi masalah pertama yang terdapat dalam ROI, yaitu
mengenai masalah investasi baru dalam pusat investasi.
3. Economic Value Added
Konsep dasar Economic value added memiliki kesamaan dengan konsep residual income, yaitu
mengukur berapa kelebihan laba diats jumlah minimal yang dikehendaki perusahaan.
Economic Value Added = Net Operating Profit After Tax – {Weighted Average Cost of Capital
(Total Aset – Non Interest Bearing Liabilities)}

Keterangan:
Net Operating Profit After Tax adalah Laba Operasi setelah dikurangi dengan pajak
Weighted Average Cost of Capital (WACC) adalah rata-rata tertimbang dari biaya permodalan
perusahaan.
Non Interest Bearing Liabilities adalah Utang perusahaan yang tidak memiliki biaya, seperti
utang gaji, utang dagang, dan akrual lainnya.
Rumus dari WACC yaitu:
WACC = {Utang/ (Utang + Ekuitas) X (1 – Tingkat Pajak) X (Biaya Utang)} + {Ekuitas/ (Utang +
Ekuitas) X Biaya Ekuitas}

II. TRANSFER PRICING
Transfer Pricing merupakan suatu metode penentuan harga apabila terjadi penjualan antar divisi
yang terdapat dalam satu perusahaan.
Kegunaan dari transfer pricing adalah untuk melakukan pengukuran kinerja dari sebuah
responsibility center.
Penentuan transfer pricing harus memenuhi 3 kriteria, yaitu:
1. Penilaian kinerja yang akurat, hal ini berarti harga yang ditentukan tersebut tidak boleh
menguntungkan satu divisi tapi merugikan divisi lainnya.
2. Keselarasan tujuan (goal congruence), hal ini berarti harga yang ditentukan harus dapat
memaksimal keuntungan perusahaan secara keseluruhan.

3. Otonomi atau kebebasan divisi dalam mengambil keputusan, hal ini berarti setiap divisi yang
terlibat dalam transaksi berhak untuk memutuskan menerima atau menolak tawaran tersebut
tanpa campur tangan dari kantor pusat.
Penentuan harga transfer yang terbaik adalah dengan mempergunakan pendekatan Opportunity cost.
Dalam pendekatan ini, harga transfer dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Harga transfer minimum, dilihat dari sudut pandang divisi penjual, dimana divisi penjual
menentukan minimal harga transfer yang bisa diterima agar trasaksi dapat terlaksana.
Harga Trasfer Minimum = Biaya variabel + Opportunity cost
2. Harga transfer maksimum, dilihat dari sudut pandang divisi pembeli, dimana divisi pembelil
menentukan besarnya harga transfer maksimal yang bisa diterima agar trasaksi dapat terlaksana.
Harga Trasfer Maksimum = Harga Pasar (Harga beli divisi tersebut dari luar perusahaan)