SOSIOLOGI PEDESAAN DAN PERKOTAAN perbedaan

SOSIOLOGI PEDESAAN DAN PERKOTAAN
Kecamatan Sliyeg: Kasus Konflik Tawuran antara Desa Tugu dan Desa Gadingan,
Segeran, Singaraja, Sudimampir Kecamatan Sliyeg
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas uts mata kuliah Sosiologi Pedesaan dan Perkotaan
Dosen Pembimbing : Cut Dhien Nourwahida, MA

Disusun Oleh

Nadiya Sahlatul Kholik

1113015000091
Kelas IV – B

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015

BAB I


PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Perkelahian antar Desa merupakan suatu tingkah laku yang tidak pantas dan
tingkah laku itu merupakan penyimpangan dari tingkah laku seorang. Perkelahian yang
dilakukan secara massal dari kedua belah pihak yang berlainan Desa atau kampung dan
dalam perkelahian itu tidak hanya menggunakan tangan kosong tetapi juga menggunakan
senjata

tajam

dan benda keras. Melihat dari benda atau alat yang digunakan dalam

perkelahian itu maka sudah dapat diduga akibat yang ditimbulkan dari perkelahian itu antara
lain luka yang dialami mereka yang ikut serta dalam perkelahian antar Desa tersebut. Masalah
konflik di pedesaan tidak dapat dipisahkan dari faktor internal: kepentingan individu
atau kelompok aspek kekuasaan, ekonomi dan nilai serta lemahnya sumberdaya manusia dan
modal sosial. Aspek kepentingan kekusaan realitasnya tampak pada konflik pilkades dan
ketersinggungan harga diri sehingga muncul konflik antar pemuda yang merembet ke
seluruh warga. Konflik nilai terkait dengan budaya kesenian hiburan (selesai panen) pada
hajatan sebagai rangkaian dari


sistem kehidupan bertani. Faktor ekternal: lemahnya aparat

keamanan dan organisasi sosial kemasyarakatan dalam mengintegrasikan masyarakat dan
memelihara pranata atau tradisi dan modal sosial, sehingga terjebak pada peristiwa konflik.

2. Rumusan Masalah


Apa dasar-dasar konflik atau akar masalah konflik yang terjadi pada masyarakat
pedesaan sehingga menimbulkan kerusuhan sosial antar warga masyarakat, antar
kampung atau antar desa?



Sejauhmana potensi nilai sosial budaya perdamaian penyelesaian konflik termasuk
modal sosialnya yang ada dalam masyarakat?

3. Tujuan



Untuk

mengetahui

faktor-faktor

apa

sajakah

penyebab

timbulnya perkelahian

antar warga Desa


Untuk mengetahui bagaimana penangulangan dan penyelesaian konflik di Desa


BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian konflik menurut para ahli
De Dreu dan Gelfand (2008) menyatakan bahwa conflict as a process that begins when an
individual or group perceives differences and opposition between itself and another individual or
group about interests and resources, beliefs, values, or practices that matter to. Dari definisi
tersebut tampak bahwa konflik merupakan proses yang mulai ketika individu atau kelompok
mempersepsi terjadinya perbedaan atau opisisi antara dirinya dengan individu atau kelompok
lain mengenai minat dan sumber daya, keyakinan, nilai atau paktik-praktik lainnya.
Robbins (2001) menyebut konflik sebagai a process in which an effort is purposely made
by A to offset the efforts of B by some form of blocking that will result in frustrating B in
attaining his or her goals or furthering his or her interests. Dalam definisi ini tampak bahwa
konflik dapat terjadi ketika usaha suatu kelompok dihambat oleh kelompok lain sehingga
kelompok ini mengalami frustrasi.
Kondalkar (2007) yang mengutip pendapat Thomas menyatakan bahwa konflik sebagai
process that begins when one party perceives that another party has negatively affected
something that the first party cares about. Proses konflik bermula ketika satu partai mempersepsi
bahwa partai lain memiliki afeksi (perasaan) negatif.
Kondalkar (2007) juga melanjutkan bahwa conflict “as a disagreement between two or

more individuals or groups, with each individual or group trying to gain acceptance of its views
or objective over others. Dari pendapat ini Kondalkar melihat bahwa konfil merupakan
ketidaksetujuan (disagreement) antara dua atau lebih individu atau kelompok yang mana masingmasing individu atau kelompok tersebut mencoba untuk bisa diterima pandangannya atau
tujuannya oleh individu atau keompok lain.
Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu hasil

persepsi individu ataupun kelompok yang masing-masing kelompok merasa berbeda dan
perdebaan ini menyebabkan adanya pertentangan dalam ide ataupun kepentingan, sehingga
perbedaan ini menyebabkan terhambatnya keinginan atau tujuan pihak individu atau kelompok
lain.
 Teori Konflik
Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional. Pemikiran yang
paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx. Pada
tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak. Teori konflik menyediakan alternatif
terhadap teori struktural fungsional.
Pada saat itu Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan
perjuangannya.Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan
bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik
modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam
suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam

proses produksi. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (false
consiousness) dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan apa
adanya tetap terjaga. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong
terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar
telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.
Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan antitesis dari
teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan
dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori
konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan.
Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau keteganganketegangan. Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan dalam
masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang berbeda-beda. Otoritas
yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan subordinasi. Perbedaan antara
superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan konflik karena adanya perbedaan kepentingan.
Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial.
Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu
terjadi pada titik ekulibrium, teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya

konflik-konflik kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai
sebuah kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan
sehingga terciptalah suatu konsensus.

Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan “paksaan”. Maksudnya, keteraturan
yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan (koersi). Oleh karena itu, teori
konflik lekat hubungannya dengan dominasi, koersi, dan power. Terdapat dua tokoh sosiologi
modern yang berorientasi serta menjadi dasar pemikiran pada teori konflik, yaitu Lewis A. Coser
dan Ralf Dahrendorf.
Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser
Sejarah Awal
Selama lebih dari dua puluh tahun Lewis A. Coser tetap terikat pada model sosiologi
dengan tertumpu kepada struktur sosial. Pada saat yang sama dia menunjukkan bahwa model
tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik sosial. Berbeda dengan beberapa ahli sosiologi
yang menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda (teori fungsionalis dan teori konflik),
coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan tersebut.
Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering mengacuhkan analisis konflik sosial, mereka
melihatnya konflik sebagai penyakit bagi kelompok sosial. Coser memilih untuk menunjukkan
berbagai sumbangan konflik yang secara potensial positif yaitu membentuk serta
mempertahankan struktur suatu kelompok tertentu. Coser mengembangkan perspektif konflik
karya ahli sosiologi Jerman George Simmel.
Seperti halnya Simmel, Coser tidak mencoba menghasilkan teori menyeluruh yang
mencakup seluruh fenomena sosial. Karena ia yakin bahwa setiap usaha untuk menghasilkan
suatu teori sosial menyeluruh yang mencakup seluruh fenomena sosial adalah premature (sesuatu

yang sia- sia. Memang Simmel tidak pernah menghasilkan risalat sebesar Emile Durkheim, Max
Weber atau Karl Marx. Namun, Simmel mempertahankan pendapatnya bahwa sosiologi bekerja
untuk menyempurnakan dan mengembangkan bentuk- bentuk atau konsep- konsep sosiologi di
mana isi dunia empiris dapat ditempatkan. Penjelasan tentang teori knflik Simmel sebagai

berikut:


Simmel memandang pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam
masyarakat. Struktur sosial dilihatnya sebagai gejala yang mencakup pelbagai proses
asosiatif dan disosiatif yang tidak mungkin terpisah- pisahkan, namun dapat dibedakan
dalam analisis.



Menurut Simmel konflik tunduk pada perubahan. Coser mengembangkan proposisi dan
memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi- kondisi di mana
konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan
memperlemah kerangka masyarakat.


Inti Pemikiran
Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan,
penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis
batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali
identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.
Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang
sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum
tradisional (yang memepertahankan praktik- praktik ajaran katolik pra- Konsili Vatican II) dan
gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan
wanita). Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat
identitas kelompok Negara Arab dan Israel.
Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan
permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan
semakin menajam. Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme khusus yang
dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katup
penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau
struktur

 Macam-Macam Konflik
1. Konflik antara individu dengan individu

Konflik antar individu adalah pertentangan yang terjadi antara dua orang akibat perbedaan
kepentingan, nilai-nilai, atau pandangan hidup. Misalnya: konflik yang terjadi antara sahabat
atau konflik antara tetangga.
Di masyarakat seringkali terjadi, dua orang yang sejak awal perkenalan sudah tidasaling
menyuk. Permulaan yang buruk itu akan menimbulkan rasa saling membenci dan permusuhan.
Makian diucapkan, penghinaan dilontarkan, dan seterusnya sampai mungkin timbul suatu
perkelahian fisik. Apabila perkalihan dapat direrai, mak seolah-olah kedua-duanya untuk
sementara tidak berhadapan muka.Proses ini dinamakan Akomodasi. Konflik antar individu yang
di akhiri saling memaafkan akan membuat persahabatan menjadi erat. Sebaiknya, bila masing –
masing tidak mau mengalah, mungkin saja akan timbul perkelahian untuk saling memusuhkan.
2. Konflik antara Kelompok Dengan Konflik
Konflik antara kelompok dengan kelompok adalah pertentangan yang terjadi antara dua
kelompok yang saling bertentangan karena perbedaan nilai-nilai, pandangan, atau kepentingan.
Sebagai contoh, Konflik antara dua kelompok pelajar SMK. Konflik antar kelompok ini bila
tidak segera di atasi dapat menimbulkan perkelahian missal.
3. Konflik antar Ras
Konflik antar Ras adalah pertentangan antara dua ras akibat perbedaan nilai-nilai dan
kepentingan. Contohnya, Konflik antara masyarakat Sunda dengan masyarakat keturunan
Tionghoa ( Cina ).
Sumber Konflik ternyata tidak hanya terletak pada perbedaan ciri-ciri badaniah, tetapi

juga pebedaan nilai-nilai, paham politik, pandangan hidup, ideology, atau kepentingan. Apabila
salah satu ras merupakan golongan masyarakat mayoritas yang memegang kekuasaan, maka
akan terjadi kolonialisasi atau penjajahan.
4. Konflik antar Kelas social
Konflik antarkelas social adalah pertentangan yang terjadi antara dua kelas social yang
berbeda. Sebagai contoh, konflik antar buruh dan majikan, konflik antar orang kaya dengan

orang miskin. Konflik antar kelas social ini seringkali dalam bentuk gerakan masa, yaitu gerakan
perusakan barang-barang milik umum. O;eh karena itu, konflik antarkelas social ini harus segera
diatasi agar tidak meluas menjadi kerusuhan social yang mengancam disintegrasi social.
5. Konflik antarelite politik
Konflik antarelite adalah pertentangan yang terjadi antar dua elite politik akibat
perbedaan kepentingan atau pandangan politik. Misalnya, pertentangan antara pihak yan
berkuasa dengan pihak oposisi, konflik antara tokoh Demokrat dengan tokoh PDIP dan
sebagainya. Konflik antarelite politik seringkali menimbulkan ketegangan dan kekacauan pada
masyarakat lapisan bawah. Konflik ini bila tidak segera diatasi dapat mengganggu jalannya roda
pemerintahan dan proses pembangunan.
 Faktor-faktor Penyebab Konflik
Soejono Soekanto mengemukakan 4 faktor penyebab terjadinya konflik yaitu :


perbedaan antarindividu,



perbedaan kebudayaan ,



perbedaan kepentingan dan



perubahan sosial.

Perbedaan antarindividu
Merupakan perbedaan yang menyangkut perasaan, pendirian, atau ide yang berkaitan dengan
harga diri, kebanggan, dan identitas seseorang.
Sebagai contoh anda ingin suasana belajar tenang tetapi teman anda ingin belajar sambil
bernyanyi, karena menurut teman anda itu sangat mundukung. Kemudian timbul amarah dalam
diri anda. Sehingga terjadi konflik.
Perbedaan Kebudayaan
Kepribadian seseorang dibentuk oleh keluarga dan masyarakat . tidak semua masyarakat
memiliki nilai-nilai dan norma yang sama. Apa yang dianggap baik oleh satu masyarakat belum
tentu baik oleh masyarakat lainnya.

Interaksi sosial antarindividu atau kelompok dengan pola kebudayaan yang berlawanan dapat
menimbulkan rasa amarah dan benci sehingga berakibat konflik.
Perbedaan Kepentingan
Setiap kelompok maupun individu memiliki kepentingan yang berbeda pula. Perbedaan
kepentingan itu dapat menimbulkan konflik diantara mereka.
Perubahan Sosial
Perubahan yang terlalu cepat yang terjadi pada suatu masyarakat dapat mengganggu
keseimbangan sistem nilai dan norma yang berlaku, akibatnya konflik dapat terjadi karena
adanya ketidaksesuaian antara harapan individu dengan masyarakat.
Sebagai contoh kaum muda ingin merombak pola perilaku tradisi masyarakatny, sedangkan
kaum tua ingin mempertahankan tradisi dari nenek moyangnya. Maka akan timbulah konflik
diantara mereka.
 Bentuk – bentuk penyelesaian Konflik
Kita sebagai manusia pastinya tidak pernah luput dari suatu permasalahan konflik atau
pertentangan. Maka itu, tanpa kita semua sadari bahwa konflik atau pertentangan termasuk
dalam akomodasi. Akomodasi adalah suatu interaksi sosial yang dilakukan antara individu
maupun kelompok yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu pertentangan atau konflik. Ada
beberapa macam bentuk akomodasi, berikut ini adalah penjelasan singkatnya:


Arbitrase

Arbitrase merupakan suatu pengendalian atau penyelesaian konflik yang menunjuk pihak ketiga
untuk memutuskan konflik atau pertentangan tersebut. Dalam bentuk ini, pihak yang bertikai
berusaha untuk mencari pihak ketiga untuk mengendalikan konflik tersebut.


Mediasi

Mediasi merupakan penyelesaian konflik yang dilakukan melalui suatu jasa perantara yang
bersikap netral. Pada mediasi, terdapat pihak yang berusaha untuk mempertemukan pihak-pihak
yang bertikai antara dua belah pihak.


Koersi

Koersi merupakan pengendalian konflik yang dilakukan dengan tindakan kekerasan. Sehingga,
konflik tersebut tidak diselesaikan dengan cara damai tetapi dengan cara keras. Misalkan konflik

antara masyarakat atas dan bawah yang saling bertikai dan pada akhirnya segerombolan
masyarakat lain berusaha untuk melakukan tindakan anarkhis di antara salah satu anggota
masyarakat tersebut misalnya dengan cara memukuli salah satu anggota masyarakatnya.


Konsiliasi

Konsiliasi merupakan suatu pengendalian konflik dengan cara melalui lembaga tertentu. Pada
bentuk ini, lembaga tertentu melakukan persetujuan pada kedua pihak yang bertikai sehingga
tidak terulang kembali konflik tersebut. Misalkan, telah terjadi konflik pada ketua RT daerah
Petukangan dengan ketua RT daerah Tangerang mereka berdua saling bertutur kata dengan cara
mengakui dirinya sendiri siapa yang paling hebat diantara mereka berdua. Karena saling
mengakui kehebatannya itu dan tidak mau kalah, maka timbul lah konflik diantara mereka
berdua. Kemudian, untuk diselesaikannya, lembaga masyarakat meminta persetujuannya dari
kedua pihak yang bertikai tadi agar konflik dapat reda. Lembaga masyarakat itulah yang disebut
lembaga tertentu.


Ajudikasi

Ajudikasi merupakan suatu pengendalian konflik yang diselesaikan dengan cara pengadilan atau
diselesaikan di pengadilan. Pada bentuk ini, telah terjadi konflik yang terjadi antara dua belah
pihak, kemudian pihak tersebut memilih untuk menyelesaikan konfliknya di pengadilan.
Misalkan, Pak Ahmad dan Pak Ridwan sedang berbincang - bincang tentang masalah pekerjaan
yang sedang dijalaninya. Kemudian, telah terjadi tidak persetujuan antara Pak Ahmad dan Pak
Ridwan dalam bertutur kata, sehingga timbul lah konflik maka mereka berdua memutuskan
untuk meredakan konflik tersebut di pengadilan.


Kompromi

Kompromi merupakan suatu persetujuan yang dilakukan dengan cara perdamaian untuk saling
bersama-sama mengurangi tuntutan. Misalkan, Pedagang mie ayam melakukan protes terhadap
pedagang gado-gado bahwa penghasilan yang di dapat oleh pedagang gado-gado lebih banyak
dari pada pedagang mie ayam. Di karenakan yang paling laku terjual adalah pedagang gadogado. Sehingga, pedagang mie ayam tidak setuju melihat hal itu, kemudian kedua pedagang
tersebut saling marah-marahan dalam berbicara. Pada akhirnya, salah satu warga yang sedang
membeli, melakukan persetujuan diantara mereka dengan cara damai untuk menyelesaikan
masalah tersebut dan berusaha untuk saling mengurangi tuntutannya diantara mereka berdua.



Toleransi

Toleransi merupakan suatu sikap saling menghargai perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam
masyarakat.Dalam bentuk ini, masyarakat harus saling menghargai satu sama lainnya. Apa yang
dianutnya, apa yang dipercayainya, dan sebagainya. Sebagai contoh, Pekerja kantoran selama ini
telah berteman baik dengan seorang yang beragama Islam. Pada suatu saat ia di PHK dan
terpaksa mencari pekerjaan baru. Setelah ia mendapatkan pekerjaan baru tersebut, tak lama ia
saling akrab dan sudah mulai terbiasa berinterkasi dengan teman-teman barunya. Pada suatu
ketika ia mendapatkan teman dekat, lama kelamaan mereka menjadi bersahabat. Pada saat hari
raya Natal ia berjalan-jalan dengan keluarga di pagi hari, tak lama diperjalanan ia melihat
sahabatnya itu ingin memasuki gereja. Ia mulai tau bahwa sahabatnya bergama non muslim yaitu
beragama Kristen. Disitu ia mempertemukan sahabatnya dan saling menyapa. Itulah yang
disebut toleransi, jadi kita harus menghargai perbedaan dalam masyarakat. Kita boleh bergaul
antara berbeda agama tetapi, kita tidak boleh ikut campur dalam urusan agama karena hukumnya
musyrik.


Stalamete

Stalamete merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya kekuatan yang seimbang di
antara kedua pihak yang bertikai. Sehingga, pertikaian tersebut terhenti pada titik tertentu.

2. Analisis Hubungan Teori Konflik dan Kasus di Desa
Kecamatan Sliyeg: Kasus Konflik Tawuran antara Desa Tugu

dan Desa Gadingan,

Segeran, Singaraja, Sudimampir Kecamatan Sliyeg.
Kronologis konfliknya sebagai berikut:
Seseorang warga Tugu kebetulan istri mudanya di desa Mekar Gadingan
menyelenggarakan hajatan sunatan dan acara lebaran yang disertai acara pesta
“minum”. Entah bagaimana mulainya, tiba-tiba seorang warga Tugu kepalanya terkena
pukulan botol minuman. Rasa solidaritas yang tinggi terhadap korban, maka warga
Tugu menyerang pemuda warga Mekar Gadingan. Demikian halnya desa Gadingan
yang sebelumnya masih satu desa dengan Mekar Gadingan melibatkan diri membantu
warga Mekar Gadingan, Mekar Gadingan juga dibantu warga Sudimampir yang
semula pernah konflik dengan warga desa Tugu. Sejak peristiwa tersebut terjadilah

beberapa gelombang tawuran. Warga desa Tugu juga terlibat tawuran dengan desa
yang berada di perbatasannya (di sekelilinginya) seperti dengan desa Segeran,
Sudimampir dan Timpuh. Konflik tawuran disertai dengan senjata golok, bata, dan
bom molotov bahkan karena dendam sampai jalan pun diputus dengan menggali parit.
Warga Mekargading yang menjadi korban tawuran nekad merusak jalan diperbatasan
kedua desa, merupakan jalan alternative penghubung Karangampel Jatibarang.
Pengrusakan sebagai bentuk protes atas pembakaran dan penjarahan 25 rumah milik
warga Mekargading oleh warga Tugu.
Upaya damai telah dilakukan beberapa kali dengan cara musyawarah antar
tokoh masyarakat dan aparat desa BPD, LPM, Kuwu dan para pemuda. Sebagai
simbol damai diperbatasan dipancangkan bendera putih. Namun hal ini juga
kurang berhasil karena tawuran terjadi lagi. Bahkan sempat pula didamaikan di
depan DPRD dengan disaksikan pihak kepolisian, tokoh masyarakat, aparat desa yang
bersangkutan dan Forum Silaturahmi Masyarakat) sebagai LSM setempat.

Penyebab Konflik : Konflik yang terjadi antar warga pada umumnya dimulai dari
interaksi antar dua kelompok pemuda di tempat hiburan. Konflik yang terjadi umumnya
“difasilitasi” oleh adanya acara hiburan penyelenggaraan hajat. Konflik ini bermula ketika
ada salah satu warga Tugu yang kepalanya terluka terkena pukulan botol minuman Tak terima
ada salah satu warganya terkena pukulan botol, maka warga Tugu menyerang warga Mekar
Gading. Dan konflik pun berkepanjangan hingga menjadi masalah yang cukup rumit. Jika
diamati dari kasus di atas, bahwa sebenarnya kejadian tersebut bukanlah kejadian yang
merugikan semua pihak, karena mungkin saja ada kesalahpahaman yang terjadi sehingga
korban terkena pukulan botol minuman, karena pada saat itu warga tengah asik berpesta
“minuman” yang membuat mereka tidak dalam keadaan sadar sepenuhnya. Namun berdalih
rasa solidaritas antar sesama warga, maka emosi warga Tugu pun tidak terkontrol untuk
melakukan penyerangan. Dan pada akhirnya tawuran pun tidak dapat dihindari. Dalam hal
kasus tersebut

kita dapat melihat bagaimana jalan penyelesaian yang diambil guna

mengurangi konflik, yaitu dengan cara konsiliasi, dimana lembaga-lembaga desa menjadi
pihak ketiga untuk melerai konflik yang ada.
Dari penjabaran diatas kita sudah bisa melihat adanya hubungan teori konflik dengan
kasus tersebut. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya berada

pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah mengalami konflikkonflik atau ketegangan-ketegangan. Tidak mengenal itu desa tetagga atau bukan, hal sepele
maupun hal yang besar sekalipun, jika suatu keadaan mengaharuskan perpecahan maka
perselisihanpun tidak dapat terelakkan. Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu
agar terciptanya perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan
sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, teori konflik melihat perubahan
sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu,
masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada
negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
o konflik adalah suatu hasil persepsi individu ataupun kelompok yang masing-masing
kelompok merasa berbeda dan perdebaan ini menyebabkan adanya pertentangan dalam
ide ataupun kepentingan, sehingga perbedaan ini menyebabkan terhambatnya keinginan
atau tujuan pihak individu atau kelompok lain.
o teori konflik adalah any theory or collection of theories that emphasizes the role of
conflict, especially between groups and classes, in human societies (beberapa teori atau
sekumpulan teori yang menjelaskan tentang peranan konflik, terutama antara kelompokkelompok dan kelas-kelas dalam kehidupan sosial masyarakat).
o Macam-Macam Konflik : (1) Konflik antara individu dengan individu, (2) Konflik antara
Kelompok Dengan Konflik, (3) Konflik antar Ras, (4) Konflik antar kelas sosial, (5)
Konflik antar elite politik.
o Faktor-faktor Penyebab Konflik, Soejono Soekanto mengemukakan 4 faktor penyebab
terjadinya konflik yaitu : perbedaan antarindividu, perbedaan kebudayaan, perbedaan
kepentingan dan perubahan sosial.
o Bentuk-bentuk penyelesaian konflik : Arbitrasi, Mediasi, Koersi, Konsoliasi, Kompromi,
Ajudikasi, Toleransi, stalemate
o Teori konflik merupakan antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural
fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat
pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam
masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat
manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan.
Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan dalam
masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang berbeda-beda

DAFTAR PUSTAKA

https://khangujangthea.wordpress.com/2012/04/03/teori-konflik/
http://sinausosiologi.blogspot.com/2012/06/teori-konflik.html
http://utamasovia.blogspot.com/2013/11/faktor-penyebab-konflik.html
http://novitakusumawardanii.blogspot.com/2013/02/faktor-faktor-penyebabkonflik.html
https://ayutifanikartika.wordpress.com/2013/05/27/1-konflik-menurut-karl-marxteori-teori-sosial-yang-menekankan-beberapa/
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/Dasar-dasar-Konflik-DanModel-Resolusi-Konflik.pdf