KEANGGOTAAN UMUM DAN EFEKTIFITAS CORPORA

KEANGGOTAAN UMUM DAN EFEKTIFITAS CORPORATE GOVERNANCE:
BUKTI DARI AUDIT DAN KOMITE KOMPENSASI
Pendahuluan
Literatur ini telah intensif mengeksplorasi biaya dan manfaat dari direktur umum di
sebuah perusahaan (misalnya, Ferris, Jagannathan, & Pritchard, 2003; Loderer & Peyer,
2002). Namun, terdapat beberapa bukti relatif mengenai efektivitas keanggotaan umum pada
beberapa komite dalam sebuah perusahaan. Menurut kode etik dan prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan, direktur independen tidak seharusnya menduduki jabatan sebagai principal board
committees secara bersamaan (Higgs, 2003). Mendelegasikan fungsi board yang berbeda
kepada komite yang berbeda merupakan pemisahan tugas dan fungsi dan sangat dianjurkan
sebagai mekanisme yang cocok untuk meningkatkan tata kelola perusahaan (Kesner,
1988;Leptospira & Bender, 2004). Namun, dari 1500 perusahaan S&P, lebih dari setengahnya
memiliki direktur yang bertugas di beberapa komite antara tahun 2004 dan 2008.
Penelitian ini mengevaluasi apakah keanggotaan umum merupakan suatu skema
pengawasan yang efektif. Dengan meneliti faktor-faktor ekonomi dan efektivitas terkait
dengan direksi umum di komite kompensasi dan komite audit (selanjutnya disebut
"keanggotaan umum"). Penelitian fokus pada komite audit yang bertugas mengawasi proses
pelaporan keuangan, dan komite kompensasi yang bertugas sebagai pengaturan dan
pemantauan gaji eksekutif, karena kedua komite tersebut harus seluruhnya terdiri dari
direktur independen bagi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa saham AS (NYSE,
NASDAQ). Selain itu, keputusan struktur kompensasi berhubungan langsung dengan risiko

yang akan ditanggung oleh komite audit. Koordinasi antara komite audit dan komite
kompensasi sangat penting (Hermanson, Tompkins, Veliyath&Ye, 2012; Moody Investors
Service, 2006). Meskipun banyak studi meneliti karakteristik khusus dari komite audit dan
komite kompensasi secara terpisah, tetapi sangat sedikit studi menyelidiki interaksi antara
komite .
Di satu sisi, keanggotaan umum dapat menurunkan efektivitas direktur independen
sebagai pengawas perusahaan karena direksi dengan keanggotaan umum dapat menjadi
overcommitted dan mungkin mengelak tanggung jawab mereka sebagai pengawas (Ferris et
al., 2003; Laux&Laux, 2009). Individu yang menjadi keanggotaan umum memiliki sedikit
waktu untuk menjalankan tugasnya disetiap komite (Ferris et al., 2003). Selain itu,
keanggotaan umum yang ditangani oleh orang yang sama dapat membahayakan keputusan
komite kompensasi dan keputusan optimal komite audit. Misalnya, direktur dengan

keanggotaan umum memiliki insentif untuk mengurangi tanggung jawab monitoring sebagai
komite audit dengan merancang kompensasi berbasis insentif rendah ( Laux & Laux, 2009).
Di sisi lain, keanggotaan umum dapat bermanfaat karena memungkinkan director
memperoleh pengetahuan yang berbeda dari komite lain (Chandar, Chang, & Zheng, 2008;
Zheng & Cullinan, 2010), yang dapat memfasilitasi koordinasi antara komite kompensasi dan
komite audit (Hermanson et al., 2012; Moody Investors Service, 2006). Sebagai kompensasi
berbasis insentif dapat meningkatkan insentif eksekutif untuk mengelola pendapatan,

sementara koordinasi antara komite audit dan komite kompensasi dapat berkontribusi untuk
meningkatkan efektivitas perusahaan.
Pertanyaan empiris penelitian ini, apakah keanggotaan umum dapat mewakili tata
kelola perusahaan yang efektif. Untuk mengurai dua kemungkinan, penelitian ini menguji
hubungan antara keputusan keanggotaan umum perusahaan dengan permintaan perusahaan
untuk koordinasi antara kedua komite dan kekuatan indikator tata kelola perusahaan. Jika
keanggotaan umum adalah skema yang efektif, diberharap terdapat hubungan positif antara
permintaan koordinasi dengan indikator tata kelola yang baik. Dengan menggunakan
perusahaan di Standard & Poor (S&P) indeks 1.500 pada tahun fiskal 2004-2008, bukan
untuk menemukan bukti bahwa keputusan keanggotaan umum dimaksudkan untuk mengatasi
konflik antara komite audit dan komite kompensasi. Sebaliknya,ditemukan bahwa perusahaan
dengan tata kelola yang lemah, kemungkinan memiliki keanggotaan umum.
Kami juga menemukan bahwa keanggotaan umum digunakan untuk mengkompensasi
keterbatasan sumber daya yang melekat dalam perusahaan. Lebih tepatnya, kemungkinan
keanggotaan umum berhubungan positif dengan kendala keuangan perusahaan yang diukur
dengan ketidakpastian pendapatan dan risiko distress. Hal ini juga berhubungan positif
dengan ukuran komite, dan berhubungan negatif dengan kesibukan direktur independen.
Sedangkan hasil mencerminkan bahwa terdapat kesulitan merekrut direktur independen yang
berkualitas untuk perusahaan dengan kondisi keuangan yang lemah karena mengancam
reputasi direksi (Yermack, 2004).

Untuk lebih mengeksplorasi apakah keanggotaan umum mengarah ke tata kelola
perusahaan yang efektif, penelitian ini menyelidiki dan membandingkan efektivitas komite
audit yang diukur dengan kualitas laba, dan efektivitas komite kompensasi diukur dengan
sensitivitas pay-performance dari kompensasi CEO, Di perusahaan-perusahaan dengan dan
tanpa keanggotaan umum. Setelah mempertimbangkan endogenitas keanggotaan umum,
ditemukan bahwa keanggotaan umum berhubungan negatif dengan kualitas laba perusahaan
dan sensitivitas pay-performance dari kompensasi CEO. Temuan ini mengkonfirmasi bahwa

keanggotaan umum tidak mendukung tata kelola yang efektif, konsisten dengan argumen
teoritis sebelumnya yang mendukung adanya pemisahan tugas dewan komite.
Jurnal ini memberikan beberapa kontribusi, Pertama, studi ini memberikan kontribusi
kepada literatur yang terbatas mengenai keanggotaan umum dengan menyelidiki faktor-faktor
dan efektivitas terkait dengan keputusan keanggotaan umum. Kedua, penelitian ini adalah
penelitian pertama yang menguji secara empiris teori Laux dan Laux (2009) dan memberikan
bukti empiris bahwa keanggotaan umum menyebabkan sensitivitas pay-performance lebih
rendah serta kualitas laba yang lebih rendah. Ketiga, berkontribusi untuk literatur tentang
komite audit, komite kompensasi, dan struktur dewan dengan menunjukkan bahwa
keanggotaan umum bukan merupakan praktek tata kelola yang efektif.
Tinjauan Pustaka dan Hipotesis
Pada bagian ini meninjau literatur yang berkaitan dengan karakteristik dan sistem

komite, menjelaskan dua kemungkinan terkait dengan efektivitas keanggotaan umum, dan
pembentukan hipotesis.
Literature Review
Karakteristik Board. Literatur sebelumnya telah meneliti bagaimana karakteristik
dewan komite yang berhubungan dengan fungsi dewan komite dan kinerja perusahaan. Salah
satu aliran penelitian (Jensen, 1993; Lipton & Lorsch, 1992; Yermack, 1996) berpendapat
bahwa ukuran dewan komite yang lebih kecil akan lebih efektif dan mengarah pada kinerja
perusahaan yang lebih baik daripada ukuran dewan komite yang lebih besar. Pengambilan
keputusan akan lebih efisien karena koordinasi dewan komite kecil hanya membutuhkan
sedikit usaha. Namun, menurut hasil penelitian lainnya, dewan komite yang lebih kecil tidak
memiliki basis pengetahuan yang cukup untuk memenuhi peran penasehat board (Coles et
al.,2005) dan memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk mendistribusikan tugas
pemantauan direksi (Anderson, Mansi&Reeb, 2004). Dewan komite yang kecil merugikan
karena mengorbankan spesialisasi tugas komite (Klein, 2002a). Dari beberapa bukti
menunjukkan bahwa biaya dan manfaat dari sebuah ukuran dewan komite tergantung pada
fungsi sistem komite. Tanpa mengetahui karakteristik komite dan tugas untuk masing-masing
direktur, sulit untuk mengetahui efek dari ukuran dewan komite.
Sistem komite. Pembentukan komite dewan telah sangat dianjurkan sebagai
mekanisme yang cocok untuk meningkatkan tata kelola perusahaan dengan mendelegasikan
tugas-tugas tertentu dari dewan komite utama untuk kelompok yang lebih kecil (Kesner,

1988; Leptospira & Bender, 2004). Meskipun dewan komite perusahaan sering bertemu

secara keseluruhan untuk membahas isu-isu kunci dan vote pada berbagai hal, tapi
kebanyakan pengambilan keputusan berlangsung dalam kelompok-kelompok kecil atau
komite (Bacon & Brown, 1973;Lorsch&MacIver, 1989). Dewan komite telah menjadi bagian
integral dari mekanisme corporate governance (Vance, 1983; Waldo, 1985).
Penelitian sebelumnya telah meneliti karakteristik yang terkait dengan pembentukan
komite dan keanggotaan komite. Sementara penelitian ini menekankan pada manfaat dari
memiliki komite yang efektif dan anggota komite berkualitas tinggi, perhatian yang besar
diletakkan pada karakteristik dua komite, yaitu: komite audit dan komite kompensasi.
Efektivitas komite audit berhubungan positif dengan persentase direktur independen,
persentase anggota komite audit yang ahli keuangan, dan frekuensi pertemuan komite audit
(Bedard, Chtourou&Courteau,2004; Xie, Davidson&DaDalt,2003). Perusahaan-perusahaan
yang memiliki komite audit lebih efektif, mengurangi tindakan manajemen laba dan kualitas
pelaporan keuangan akan lebih tinggi (Abbott, Parker, & Peters, 2004; Agrawal & Chadha,
2005; Carcello & Neal, 2003; Karamanou & Vafeas, 2005; Klein, 2002b). Sementara itu,
perusahaan yang mempunyai anggota yang lebih independen dalam komite kompensasi,
komite kompensasi yang lebih besar, dan skema kepemilikan saham direktur dengan desain
kompensasi yang lebih tinggi yang akan meningkatkan sensitivitas pay-performance dari
CEO kompensasi (misalnya, Conyon & Peck, 1998; Mishra & Nielsen, 2000; Ozerturk, 2005,

Sun & Cahan, 2009).
Penelitian sebelumnya mendokumentasikan serangkaian karakteristik yang terkait
dengan efektivitas komite audit dan komite kompensasi. Sangat sedikit studi mengeksplorasi
interaksi antara komite dan bagaimana efek fungsi keanggotaan umum kedua komite.
Keanggotaan umum
Keanggotaan umum sebagai skema yang efektif. Keanggotaan umum dapat
bermanfaat bagi pemegang saham karena dua alasan. Pertama, direksi dengan keanggotaan
umum dapat menerapkan pengetahuan yang dipelajari dari komite audit (komite kompensasi)
untuk peran pengawasan mereka dalam komite kompensasi (komite audit). Dengan demikian
Efek spillover pengetahuan dapat membantu meningkatkan pemantauan proses pelaporan
keuangan (Chandar et al.,2008) dan membantu merancang skema kompensasi yang akan
mengurangi insentif manajer untuk misreporting (Zheng & Cullinan, 2010).
Kedua, peningkatan sensitivitas pay-performance yang dapat memberikan kontribusi
jika ada pendapatan salah saji yang mungkin terjadi (Bergstresser & Philippon, 2006; Cheng
& Warfield, 2005;Efendi, 2007; Jiang, 2010). Tujuan komite kompensasi dapat bertentangan
dengan orang-orang komite audit. Konflik ini menciptakan permintaan keanggotaan umum

untuk menyelaraskan tujuan yang berbeda. Hermanson et al. (2012) menemukan bahwa
koordinasi dengan komite audit membantu komite kompensasi memahami risiko salah saji
akuntansi yang potensial diciptakan oleh insentif kompensasi. Komite Kompensasi perlu

memahami apa yang dianggap komite audit sebagai risiko utama pelaporan keuangan, dan
komite audit juga harus memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang insentif eksekutif
sehingga mereka menyadari motivasi manajer dalam pelaporan (Moody Investors Service,
2006). Dengan demikian, direksi dengan keanggotaan umum dapat menyelaraskan perbedaan
tujuan dari komite audit dan komite kompensasi dan melakukan pengawasan yang konsisten
dengan keputusan dewan keseluruhan ( Haunschild & Beckman, 1998; Mizruchi, 1996).
Keanggotaan umum dapat menjadi skema tata kelola yang tidak efektif. Higgs (2003)
mengatakan bahwa seorang direktur tidak boleh diberikan terlalu banyak pengaruh dan harus
dihindari untuk melayani di beberapa komite dalam satu waktu. Keanggotaan umum bisa
mehabiskan waktu dan usaha direksi yang dikhususkan untuk masing-masing komite. Jika
direksi tidak punya banyak waktu untuk melakukan tugas masing-masing komite, efektivitas
pengawasan akan berkurang (Ferris et al., 2003; Jiraporn, Singh, & Lee, 2009). Studi empiris
cenderung menunjukkan bahwa perusahaan dengan dewan direksi yang sibuk memiliki tata
kelola perusahaan yang lebih lemah dan kinerja operasi yang lebih rendah (Core, Holthausen
& Larcker, 1999; fich & Shivdasani, 2006).
Selain itu, biaya potensial dari keanggotaan umum adalah bahwa individu yang
melayani di dua komite mungkin tidak mau menanggung beban kerja tambahan. Laux dan
Laux (2009) berpendapat bahwa ketika anggota komite kompensasi juga menjabat sebagai
komite audit, dia akan khawatir tentang peningkatan tugas pengawasan yang dihasilkan dari
model kompensasi yang akan mengurangi penggunaan kompensasi insentif. Argumen ini

menunjukkan bahwa direksi dengan keanggotaan umum melalaikan tanggung jawab mereka
dalam pemantauan komite audit (komite kompensasi) dengan mengorbankan tujuan dari
komite kompensasi (komite audit).
Singkatnya, apakah keanggotaan umum dapat menjadi skema pengawasan yang
efektif atau masih membingungkan. Untuk mengurai dua kemungkinan, kita menguji apakah
keanggotaan umum dikaitkan dengan permintaan untuk menyelaraskan tujuan antara komite
audit dan komite kompensasi dan indikator tata kelola perusahaan.
Pengembangan Hipotesis: Penentu Keanggotaan Umum
Permintaan Koordinasi antara komite Audit dan Komite Kompensasi. Seperti resensi
di atas, jika keanggotaan umum adalah skema pengawasan yang efektif, diharapkan bahwa
keputusan tersebut diambil untuk mengurangi tujuan yang saling bertentangan antara komite

audit dan komite kompensasi. Penelitian ini menggunakan dua proxy untuk permintaan
koordinasi antara komite.
Pertama, diperkirakan bahwa perusahaan-perusahaan yang menyajikan kembali
pendapatan di masa lalu memiliki konflik tujuan antara komite kompensasi dan komite audit.
Penyajian kembali laporan keuangan sering melibatkan kelalaian akuntansi atau salah saji
dalam laporan keuangan periode sebelumnya. Jadi perusahaan melakukan penyajian kembali
cenderung memiliki permintaan yang tinggi untuk menyelaraskan tujuan yang saling
bertentangan antara komite audit dan komite kompensasi. Dinyatakan dalam hipotesis

berikut:
Hipotesis 1: Jika keanggotaan umum antara komite audit dan komite kompensasi adalah
skema pengawasan yang efektif, keanggotaan umum berhubungan positif dengan penyajian
kembali kejadian masa lalu.
Kedua, kumpulan penelitian telah mendokumentasikan bahwa kebebasan dasar
kompensasi memberikan manajer lebih banyak insentif, kemudian secara positif terkait
dengan manajemen laba (Bergstresser & Philippon, 2006; Luka bakar & Kedia, 2006; Cheng
& Warfield, 2005; Jiang et al. 2010). Jika keanggotaan umum dapat memfasilitasi koordinasi
antara komite kompensasi dan komite audit, diharap bahwa perusahaan yang persentase
kebebasan dasar kompensasi yang lebih tinggi akan memilih keanggotaan umum. Dinyatakan
dalam hipotesis berikut:
Hipotesis 2: Jika keanggotaan umum antara audit dan komite kompensasi adalah skema
pengawasan yang efektif, keanggotaan umum berhubungan positif dengan proporsi
kebebasan dasar kompensasi.
Tata Kelola Perusahaan. Perusahaan dengan tata kelola perusahaan yang baik
cenderung untuk memilih keanggotaan umum jika mereka percaya keanggotaan umum
memberikan kontrol yang efektif. Di sisi lain, jika keanggotaan umum bukan merupakan
kontrol yang efektif, maka keanggotaan umum lebih berkaitan terhadap perusahaan dengan
tata kelola yang buruk. Penelitian ini menguji tiga indikator tata kelola, yaitu: kekuatan CEO,
kekuatan kreditur, dan kepemilikan institusional.

Pertama, beberapa studi menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan akan lemah
ketika CEO memiliki kekuatan lebih terhadap dewan direksi (inti et al., 1999). Penelitian
sebelumnya, mengukur kekuatan CEO menggunakan dualitas CEO dan kepemilikan CEO
(Core et al,. 1999; Goyal & Park, 2002; Bukit & Phan, 1991; Shleifer & Vishny, 1989). Jika
CEO juga berfungsi sebagai ketua dewan, CEO tidak independen terhadap manajemen
puncak, dengan demikian dewan tidak dapat melakukan pengawasan yang efektif terhadap

tindakan manajemen (Lipton & Lorsch, 1992). Semakin lama masa jabatan CEO, CEO lebih
cenderung mendapatkan banyak kekuatan untuk mendominasi dewan direksi (Hermalin &
Weisbach, 1998). Jadi, dengan menggunakan dualitas CEO dan kepemilikan CEO sebagai
proxy untuk kekuatan CEO, diharapkan jika keanggotaan umum berkontribusi efektif (tidak
efektif) dalam pengawasan, CEO bertenaga tinggi kurang (lebih) cenderung untuk
menciptakan keanggotaan umum, yang nantinya akan mengarah ke hubungan negatif (positif)
antara keanggotaan umum dan kekuasaan CEO. Dinyatakan dalam hipotesis berikut:
Hipotesis 3a: Jika keanggotaan umum antara komite audit dan komite kompensasi adalah
skema pengawasan yang efektif, keanggotaan umum berhubungan negatif dengan kekuatan
CEO.
Hipotesis 3b: Jika keanggotaan umum antara komite audit dan komite kompensasi adalah
skema monitoring yang tidak efektif, keanggotaan umum berhubungan positif dengan
kekuatan CEO.

Kedua, penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kreditur dapat memantau integritas
laporan keuangan perusahaan dengan mensyaratkan adanya skema pengawasan yang efektif
(Klein, 2002a). McConaughy dan Mishra (1996) menemukan bahwa perusahaan
meningkatkan sensitivitas pay-performance kompensasi CEO bila kekuatan kreditur tinggi.
Pendapat tersebut didukung oleh Khan dan Watts (2009) bahwa kreditur berperan penting
dalam pengawasan. Jika kreditur percaya keanggotaan umum meningkatkan efektivitas
dewan, kemungkinan keanggotaan umum akan meningkat karena pengawasan kreditur
meningkat. Dengan menggunakan leverage sebagai proxy pengaruh kreditur, diharapkan
kekuatan kreditur dapat mempengaruhi keputusan untuk mempekerjakan keanggotaan umum,
yang mengarah ke hipotesis berikut:
Hipotesis 4a: Jika keanggotaan umum antara komite audit dan komite kompensasi adalah
skema pengawasan yang efektif, keanggotaan umum berhubungan positif dengan kekuatan
kreditur perusahaan.
Hipotesis 4b: Jika keanggotaan umum antara komite audit dan komite kompensasi adalah
skema pengawasan yang tidak efektif, keanggotaan umum berhubungan negatif dengan
kekuatan kreditur perusahaan.
Ketiga, investor institusional memiliki insentif yang kuat untuk memantau kinerja
manajemen (McConnell & Servaes, 1990). Perusahaan dengan kepemilikan institusional
yang lebih tinggi dianggap memiliki sensitivitas pay-performance yang lebih tinggi dari CEO
kompensasi (Almazan, Hartzell, & Starks, 2005; Hartzell & Starks, 2003) dan kualitas laba
yang lebih baik (Velury & Jenkins, 2006). Jadi, terkait dengan keanggotaan umum, akan

dianggap efektif bagi perusahaan jika perusahaan memiliki investor institutional yang lebih
tinggi. Oleh karena itu, dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 5a: Jika keanggotaan umum antara komite audit dan komite kompensasi adalah
skema pengawasan yang efektif, keanggotaan umum berhubungan positif dengan
kepemilikan institusional suatu perusahaan.
Hipotesis 5b: Jika keanggotaan umum antara komite audit dan komite kompensasi adalah
skema pengawasan yang tidak efektif, keanggotaan umum berhubungan negatif dengan
kepemilikan institusional suatu perusahaan.
Desain penelitian
a. Model empiris
Dalam penelitian ini digunakan model Probit:

dimana:
COMMON

= bernilai 1 jika terdapat direktur biasa yang juga menduduki komite audit dan

komite kompensasi; bernilai 0 jika tidak
RES

= bernilai 1 jika perusahaan menyajikan kembali labanya dalam 5 tahun terakhir;
bernilai 0 jika tidak

OPTION

= Proporsi kompensasi berbasis opsi saham dibandingkan dengan total

kompensasi untuk CEO
DUAL = bernilai 1 jika CEO juga menduduki dewan direktur; bernilai 0 jika tidak
TENURE
LEV

= lama waktu (dalam tahun) CEO menduduki jabatannya

= total utang dibagi dengan total aktiva

INST = persentase saham biasa yang dimiliki investor lembaga
Adapun variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
EAR_VOL

= standar deviasi laba dalam 5 tahun terakhir

it )=α 0 +β
1 RES it +β 2 OPTION it +β 3 DUALit +β 4 TENURE it +
LOSS = bernilai 1 PROB(COMMON
jika perusahaan mengalami
kerugian

DISTRESS

= bernilai 1 jika perusahaan mengalami krisis, diukur dengan nilai Z
13

Terkait keterbatasan
jikait +direktur
merangkap
jabatan, maka variabel lain yang
β 5 LEV itkomite
+ β 6 INST
∑ β 7 CONTROL
it +ε it
i=7

digunakan adalah ukuran komite audit (AUSIZE), ukuran komite kompensasi (COSIZE), dan
persentasi dewan direktur independen (IND).

b. Data dan sample
Sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6.955 perusahaan antara tahun 2004
s.d 2008 yang disediakan antara lain oleh ExecuComp, sebelum dikurangi 325 observasi yang
tidak memenuhi persyaratan.
Hasil Penelitian
a. Statistika deskriptif
Hal yang perlu digarisbawahi adalah 64,5% sample perusahaan di Amerika mempunyai
direktur biasa yang merangkap jabatan sebagai komite audit dan kompensasi dan 64,4%
direktur adalah independen.
b. Faktor-faktor yang memengaruhi kenggotaan biasa
Hasil-hasil penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Keanggotaan biasa tidak mempunyai hubungan dengan terjadinya penyajian kembali
laba dan proporsi kompensasi berbasis opsi
2. CEO yang berpengaruh terhadap dewan direktur biasanya merangkap jabatan sebagai
komite audit atau kompensasi dan merupakan manifestasi mekanisme tata pamong
yang tidak efektif.
3. Perusahaan yang mempunyai tata pamong yang buruk (kekuatan CEO besar,
pengawasan kreditor lemah, dan kepemilikan institusi kecil) biasanya terdapat
keanggotaan biasa.
4. Kehadiran keanggotaan biasa menunjukkan tata pamong yang baik, tidak terkait
permintaan koordinasi.
Analisis Tambahan
Hubungan antara Common Membership dan Kualitas Komite Kompensasi
Pada table 2 (hal.86) menyarankan bahwa common membership tidak dipekerjakan
untuk mengurangi konflik dari manajemen laba berdasarkan insentif, tapi merupakan
konsekuensi dari tata kelola yang buruk. Hal ini yang membuat penulis memperkirakan
bahwa efektifitas dari komite kompensasi lebih rendah pada perusahaan dengan common
membership. Penulis mengukur kualitas komite kompensasi menggunakan sensitivitas dari
kompensasi CEO terhadap kinerja akuntansi dan saham.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas pembayaran kinerja dari kompensasi
tunai CEO berhubungan negatif dengan keberadaan common membership. Hal ini menunjukkan bahwa common membership mengurangi kualitas dari fungsi komite kompensasi.

Hubungan antara Common Membership dan Kualitas Komite Audit
Hipotesis awal penulis mengenai hal ini adalah common membership secara negatif
mempengaruhi fungsi komite audit diukur dengan kualitas laba. Penulis menggunakan
ukuran kualitas akrual yang dikembangkan oleh Dechow dan Dichev (2002) yang dimodifikasi oleh McNichols (2002) dan Francis, LaFond, Olsson, dan Schipper (2005) sebagai
pengukur utama dari kualitas laba.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan dengan keberadaan common membership memiliki kualitas laba yang lebih rendah. Hasil ini memperkuat hipotesis bahwa
common membership berkaitan dengan tata kelola yang tidak efektif dan menurunkan
kualitas keputusan komite audit.
Kesimpulan
Penelitian ini merupakan salah satu penelitian awal yang mengajukan argument
teoritis untuk menunjukkan bukti empiris terkait faktor yang menentukan common
membership. Bukti empiris menunjukkan bahwa sumber daya perusahaan memainkan
peranan penting dalam keputusan menerapkan common membership. Struktur tata kelola
yang buruk ikut berkontribusi terhadap praktek common membership.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Penggunaan perusahaan Amerika sebagai sampel. Amerika Serikat merupakan negara
yang terkenal dengan aturan yang ketat, sehingga penelitian selanjutnya dapat mengambil
sampel dari negara dengan aturan yang tidak terlalu ketat, terutama mengenai persyaratan
tata kelola terkait komposisi komite.
2. Penelitian ini berfokus pada common membership antara audit dan komite kompensasi.
Praktek antara common membership dan komite lainnya bisa dijadikan penelitian lebih
lanjut.
3. Hasil penelitian merupakan subjek atas ketahanan dari dua pengukuran yang menangkap
permintaan untuk koordinasi sebagai satu keuntungan dari common membership.
Penelitian selanjutnya dapat mencoba desain riset untuk mensahkan apakah kos masih
lebih besar dari manfaat diterapkannya common membership.
4. Penelitian ini menggunakan hubungan linear dalam meneliti keuntungan dari common
membership, sementara bisa saja efeknya dalam bentuk non-linear.
Hasil penelitian ini juga memberi sedikit penjelasan atas praktek dewan (board).
Pertama, perusahaan yang ingin memperkuat praktek kompensasi atau meningkatkan kualitas

pelaporan keuangan harus memeriksa ulang struktur komite mereka untuk memastikan pemisahan tugas yang cocok. Kedua, selain komposisi dewan, indepensi dan keahlian komisaris
merupakan hal penting terkait efektifitas tata kelola. Terakhir, efek dari dewan yang kecil terhadap kinerja perusahaan harus ditafsirkan secara hati-hati, karena dewan yang lebih kecil
mungkin meningkatkan efisiensi dari proses pembuatan keputusan tapi juga bisa meningkatkan permintaan untuk common membership yang mengorbankan spesialisasi dari tugas
komite.