PENGARUH PENCANTUMAN LABEL HALAL TERHADA

JUDUL : PENGARUH PENCANTUMAN LABEL HALAL TERHADAP
PERILAKU PEMBELIAN PRODUK BAHAN PANGAN OLEH
MASYARAKAT MUSLIM
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam islam umat muslim diwajibkan mengkonsumsi makanan dan
minuman yang halal, karena setiap makanan dan minuman yang kita konsumsi
akan mendarah daging dalam tubuh dan menjadi sumber energi yang penting
untuk kehidupan. Ketidakinginan masyarakat muslim untuk mengonsumsi
produk-produk haram akan meningkatkan kejelian dalam proses pemilihan
produk.
Kehalalan sebagai parameter utama dalam proses pemilihan produk.
Ketentuan ini membuat keterbatasan pada produk-produk makanan dan
minuman untuk memasuki pasar umat muslim. Memastikan makanan dan
minuman yang dikonsumsi halal menjadi tanggung jawab bagi setiap
muslim.untuk mempermudah memngetahui makanan dan minuman yang
dikonsumsi halal, maka dapat dilihat dari label halal yang tercantum pada
kemasan minuman tersebut. Label pada produk pangan hal yang sangat penting
untuk diperhatikan.
Label halal adalah pemberian tanda halal atau bukti tertulis sebagai
jaminan produk yang halal dengan tulisan Halal dalam huruf Arab, huruf latin
dan nomor kode dari Menteri yang dikeluarkan atas dasar pemeriksaan halal dari

lembaga pemeriksa halal yang dibentuk oleh MUI, fatwa halal dari MUI,
sertifikat halal dari MUI sebagai jaminan yang sah bahwa produk yang dimaksud

1

adalah halal di konsumsi serta di gunakan oleh masyarakat sesuai dengan
ketentuan syari’ah. Label halal mempunyai tujuan untuk memenuhi tuntutan
pasar (konsumen) secara umum.
Produk makanan dan minuman yang memiliki kualitas terbaik dan
mampu membuat konsumen percaya selain itu rasa aman saat mengkonsumsinya
menjadi pertimbangan bagi konsumen dalam membeli produk. Seperti yang
banyak diketahui saat ini banyak sekali para pedagang curang yang
mencampurkan bahan-bahan yang tidak halal bahkan tidak layak untuk
dikonsumsi, tetapi demi meraih keuntungan yang besar produk yang tidak halal
bahkan tidak layak untuk dikonsumsi tersebut tetap saja diproduksi dan disebar
luaskan di masyarakat. Hal ini memicu kekhawatiran sebagian masyarakat
khususnya umat muslim untuk mengkonsumsi berbagai makanan dan minuman
yang beredar dipasaran saat ini.
Konsumen Islam cenderung memilih produk yang telah dinyatakan halal
dibandingkan dengan produk yang belum dinyatakan halal oleh lembaga

berwenang (Sumarwan, 2012).
Seperti yang diterangkan oleh Sandi, Marsudi, dan Rahmawanto (2011)
keterangan tentang halal pada produk yang dijual terutama di Indonesia
mempunyai arti yang sangat penting dan dimaksudkan untuk melindungi
masyarakat

yang

beragama

Islam

agar

terhindar

dari

melakukan


pengkonsumsian pangan yang tidak halal (haram).
Untuk mempermudah mengetahui makanan ataupun minuman yang di
konsumsi halal khususnya makanan ataupun minuman dalam kemasan maka

2

dapat dilihat dari label halal yang tercantum pada kemasan makanan ataupun
minuman tersebut.
Label adalah suatu alat penyampai informasi tentang produk yang
tercantum pada kemasan. Selain memberikan informasi mengenai nama produk,
label juga memberikan informasi daftar bahan yang terkandung dalam produk,
berat bersih, daya tahan, nilai ataupun kegunaan produk serta keterangan tentang
halal. Labelisasi atau labeling yang dimaksud dalam penulisan ini adalah proses
pencantuman label halal atas makanan dalam kemasan yang dilakukan oleh
lembaga yang berwenang (Departemen Kesehatan, dalam hal ini ditangani oleh
Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Balai POM)).
Sebagaimana Menurut Ferrinadewi (2012), salah satu cara pemasar
membedakan produknya dengan pesaing adalah dengan menyediakan atribut
produk yang unik, oleh karena itu penting bagi pemasar untuk mengetahui sejauh
manakah atribut produknya mampu menghantarkan kebutuhan psikologi yang

diharapkan konsumen.
Dari sisi produsen sertifikat halal mempunyai peran antara lain;
1) Sebagai

pertanggungjawaban

produsen

kepada

konsumen

muslim, mengingat masalah halal merupakan bagian dari prinsip
hidup muslim,
2) Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen,
3) Meningkatkan citra dan daya saing perusahaan, dan
4) Sebagai alat pemasaran serta untuk memperluas area pemasaran.
Pengertian halal menurut Departemen agama yang dimuat dalam

3


KEPMENAG RI No. 518 Tahun 2013 Tentang pemeriksaan dan
Penerapan Pangan halal adalah: “ tidak mengandung unsur atau
bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan
pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat Islam.”
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih jelas serta
disertai bukti ilmiah menganai bagaimana pengaruh label halal dan harga terhadap
keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk tertentu, perlu dilakukan
penelitian ilmiah. Untuk itu, akan dilakukan penelitian dengan menjadikan masyarakat
Kabupaten Kepulauan Meranti sebagai studied Population, karena Masyarakat
Kabupaten Kepulauan Meranti dapat memahami dan mempertimbangkan tentang
hukum yang berlaku mengenai labelissi halal dan pengaruh harga produk tersebut. Atas
dasar latar belakang tersebut maka penelitian akan melakukan penelitian dengan judul
“PENGARUH PENCANTUMAN LABEL HALAL TERHADAP PERILAKU
PEMBELIAN BAHAN PANGAN OLEH MASYARAKAT MUSLIM”.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang ada dapat kita tarik beberapa permasalahan yang
terjadi, Antara lain:
1. Bagaimana tanggapan responde tentang pencantuman label halal di setiap

produk bahan pangan ?
2. Bagaimana tanggapan responde tentang daya tarik dari pencantuman
label halal di berbagai bahan pangan?

4

3. Seberapa besar pengaruh pencantuman label halal terhadap daya tarik dan
minat beli secara parsial maupun simultan?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Untuk mengetahui tanggapan responden tentang pencantuman
label halal disetiap Produk Pangan.
2. Untuk mengetahui tanggapan responden tentang daya tarik
terhadap label halal disetiap bahan Pangan.
3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh pencantuman label halal
terhadap daya tarik dan minat beli konsumen di setiap Produk
Pangan.
4. Untuk mengetahui persepsi dan korelasi label halal terhadap
keputusan pembelian kosumen pada setiap bahan pangan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Penulis
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman penulis
tentang persepsi konsumen terhadap kriteria makanan dan
minuman halal serta sertifikat halalnya.
2. Bagi masyarakat umum
Penulisan skripsi ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
kepada masyarakat luas bahwa dalam menghadapi masalah
kecurangan yang dilakukan oleh produsen dibidang kuliner dan
sebagai konsumen yang cerdas adalah dengan membeli produk

5

yang ada jaminan kehalalannya agar bukan saja mematuhi aturan
agama tetapi juga tidak resah terhadap apa yang dikonsumsi.
3. Akademis
Dengan penelitian ini penulis mengharapkan dapat berguna untuk
mengangkat kepermukaan tentang pentingnya sertifikat halal pada
jaman global ini. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat pula
bagi seluruh akademis khusunya sebagai bahan informasi dan
bahan penelitian tentang persepsi, makanan halal, dan sertifikat

halal.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I

: PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.

BAB II

: TELAAH PUSTAKA
Bab ini membahas tentang konsep teoritis, kerangka pemikiran,
hipotesis dan Variabel penelitian.

BAB III

: METODE PENELITIAN
Bab ini akan membahas tentang lokasi penelitian, jenis dan
sumber data, Operasional Variabel, Populasi dan Sampel,

metode pengumpulan data dan analisa data.

BAB IV

: GAMBARAN UMUM PENELITIAN

6

Bab ini membahas tentang sejarah singkat tempat penelitian,
struktur organisasi dan aktivitas dan tempat penelitian.
BAB V

: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas tentang hasil penelitian yang telah
dilakukan.

BAB VI

: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran untuk

penelitian

sebagai

langkah

yang

dapat

diambil

untuk

kedepannya.
E. TELAAH PUSTAKA
Labelisasi atau labeling yang dimaksud dalam penulisan ini adalah proses
pencantuman label halal atas makanan dan minuman dalam kemasan yang
dilakukan oleh lembaga yang berwenang (Departemen Kesehatan, dalam hal ini
ditangani oleh Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Balai POM)).

“Hadirnya Undang-Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Pangan
mempunyai fungsi penting dalam tata pengaturan pangan di Indonesia,
diantaranya: Pertama, memberikan landasan hukum atau legalitas bagi
pengelolan kebijakan pangan itu sendiri secara umum. Kedua, melegalisasi hakhak dan kewajiban pihak yang berkepentingan dalam penyediaan pangan, salah
satunya konsumen”. (Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram, Al-Mawardi
Prima, Jakarta, 2014, hal.153). Sehingga pada akhirnya kepentingan konsumen
memiliki landasan hukum, agar kepentingannya terlindungi secara hukum.

7

Keberadaan Undang-Undang tentang Pangan ini dilengkapi dengan
kehadiran Undang-Undang No. 8 Tahun 2014 tentang Perlindungan Konsumen,
Pasal 4 (a) disebutkan: “hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Pasal ini menunjukkan, bahwa setiap konsumen, termasuk konsumen
muslim yang merupakan mayoritas konsumen di Indonesia, berhak untuk
mendapatkan barang yang nyaman dikonsumsi olehnya. Salah satu pengertian
nyaman bagi konsumen muslim adalah bahwa barang tersebut tidak bertentangan
dengan kaidah agamanya, alias halal.
Ketentuan dalam Islam telah menjelaskan bahwa masalah halal dan
haram, termasuk dalam hal makanan tidak terbatas pada masalah regulasi
semata, melainkan terkait dengan hubungan transendental antara hamba dengan
Tuhannya. Apabila seorang muslim memakan makanan yang diharamkan oleh
syara’, maka perilaku tersebut dapat mengganggu tali silaturahim-nya dengan
Allah.
Kehalalan suatu produk makanan sangat begitu penting, oleh karena itu
regulasi maupun lembaga yang mengatur tentang masalah tersebut harus
dilaksanakan secara konsekuen, agar regulasi dan lembaga tersebut diharapkan
mampu memberi kenyamanan kepada konsumen, khususnya yang beragama
Islam, agar tidak ada keraguan mengenai kehalalan produk makanan yang
dikonsumsinya.
2.1. Labelisasi Halal
2.1.1. Pengertian Label

8

suatu produk disamping diberi merek, kemasan juga harus diberi label.
Menurut Gitosudarno (2012;1990) label halal adalah bagian dari sebuah produk
yang berupa keterangan/penjelasan mengenai barang tersebut atau penjualnya.
Label merupakan suatu bagian dari sebuah produk yang membawa informasi
verbal tentang produk atau tentang penjualannya.
Angipora (2013,154) mengatakan bahwa label pada dasarnya dapat
merupakan bagian dari sebuah kemasan (pembungkus) atau dapat merupakan
etikat lapas yang ditempelkan pada produk. Dengan demikian, sudah sewajarnya
kalau antara kemasan, merek dan label dapat terjalin satu hubungan yang erat
sekali.
Menurut Stanton dan William (2013:282) label adalah bagian sebuah
produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau tentang penjualnya.
Sebuah label bisa merupakan bagian dari kemasan atau pula etiket (tanda
pengenal) yang dicantumkan pada produk
Gitosudarmo (2012;199) dalam bukunya menjalaskan bahwa ada
beberapa hal terkait dengan label, seperti fungsi label dan beberapa macam label.
Berkut penjelasannya:
Fungsi label, yaitu :
a. Label mengidentifikasi produk atau merek.
Contoh : nama Bintang menggolongkan produk
b. Label berfungsi menggolongkan produk.
Contoh : buah persik dalam kaleng diberi label golongan A, B, C.
menjelaskan beberapa hal mengenai produk yaitu siapa yang

9

membuat, dimana dibuat, kapan dibuat, apa isinya, bagaimana
cara menggunakan dengan aman.
c. Sebagai alat promosi
Label dapat dibedakan tiga macam yaitu:
a) Brand Label (Label Merek)
Brand Label adalah label yang semata – mata sebagai Brand

(merek)
Contoh : pada tepi kain tertera tulisan TETERON, TETREX
b) Grade Label (Label Mutu)
Grade Label adalah label yang menunjukkan tingkatan mutu

(kualitas) tertentu dari suatu produk. Contoh : pada oli kendaraan
dengan brand name MESRAN ada yang memakai tambahan kata
SUPER. Tambahan kata SUPER disini adalah grade label. Jadi
super menunjukkan tingkatan mutu.
c) Descriptive Label / Imformative Label (Label Deskriptif)
Descriptive Label adalah label yang menggambarkan tentang cara

penggunaan, formula atau kandungan isi, pemeliharaan, hasil
kerja, dari suatu produk dan sebagainya.

2.1.2. Pengertian halal
Menurut LPPOM MUI (lembaga Pengkajian pangan, obat, dan, kosmetik
Majlis ulama Indonesia), yang dimaksud dengan produk halal adalah produk
yang memenuhi syarat kehalalan sesuai syari’at islam (www.wikipedia.org).

10

Syarat kehalalan produk tersebut meliputi :
a. Tidak mengandung babi dan bahan – bahan yang berasal dari
babi
b. Tidak mengandung bahan – bahan yang diharamkn seperti, bahan
yang berasal dari organ manusia, darah , dan kotoran – kotoran
c. Semua bahan yang berassal dari hewan yang disembelih dengan
syariat islam
d. Semua tempat penyimpanan tempat penjualan pengolahan dan
tranpotasinya tidak boleh digunakan untuk babi; jika pernah
digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya
terlebih dahulu debersihkan dengan tata cara yang diatur menurut
syariat.
2.1.3. Pengertian Labelisasi Halal
Label
keterangan/penjelasan

adalah

bagian

mengenai

dari
barang

sebuah

produk

tersebut

atau

yang

berupa

penjualnya

(Gitosudarmo,2012:199). Sedangkan yang dimaksud dengan produk halal
menurut LPPOM MUI (lembaga Pengkajian pangan, obat , dan Kosmetik Majlis
Ulama Indonesia), adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai
syari’at islam. Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
labelisasi halal adalah pencantuman keterangan/penjelasan halal pada kemasan
sebuah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat islam.
Labelisasi halal merupakan salah satu poin penting didalam penelitian
ini. Menurut Rangkuti (2012:8), Labelisasi halal adalah pencantuman tulisan

11

atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk
yang dimaksud berstatus sebagai produk halal. Label halal sebuah produk dapat
dicantumkan pada sebuah kemasan apabila produk tersebut telah mendapatkan
sertifikat halal oleh BPPOM MUI.
Sertifikasi dan Labelisasi halal bertujuan untuk memberikan kepastian
hukum dan perlindungan terhadap konsumen, serta meningkatkan pendapatan
Nasional. Tiga sasaran utama yang ingin dicapai adalah:
a. Menguntungkan konsumen dengan memberikan perlindungan dan
kepastian hukum
b. Menguntungkan produsen dengan peningkatan daya saing dan omset
produksi dalam penjualan.
c. Menguntungkan pemerintah dengan mendapatkan tambahan pemasukan
terhadap kas Negara

Indikator labelisasi halal menurut Mahwiyah (2012:48) ada tiga, yaitu
pengetahuan, kepercayaan, dan penilaian terhadap labelisai halal. Berikut ini
adalah arti dari masing – masing indikator diatas berdasarkan KBBI (Kamus
Besar Bahasa Indonesia) dan Wikipedia:
1. Pengetahuan, merupakan informasi atau maklumat yang diketahui atau
disadari oleh seseorang. Pengetahuan adalah informasi yang telah
dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki ; yang
lantas melekat dibenak seseorang.

12

2. Kepercayaan, merupakan suatu keadaan psikologis pada saat seseorang
menganggap suatu premis benar. Atau dapat juga berarti anggapan atau
keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata.
3. Penilaian terhadap labelisasi halal, merupakan proses, cara, perbuatan
menilai, pemberian nilai yang diberikan terhadap labelisasi halal.

2.1.4 Proses Labelisasi Halal
ada beberapa proses yang harus dilalui oleh para pemasar yang ingin
mendapatkan keterangan halal untuk produk yang diproduksinya. Tetapi sebelum
mendapatkan keterangan halal. Sebuah produk yang diproduksi oleh sebuah
perusahaan harus terlebih dahulu memperoleh sertifikat halal dari lembaga
pengkajian pangan Obat – Obatan dan Kosmetik Majlis Ulama Indonesia tau
sering disebut dengan LPPOM MUI.
Untuk memperoleh sertifkat halal, maka LPPOM MUI memberikan
ketentuan

bagi

perusahaan,

seperti

yang

terdapat

pada

situs

(www.riau1.kemenag.go.id).
Ketentuan aadalah sebagi berikut :
a. Sebelum produsen mengajukan sertifikat halal terlebih dahulu harus
mempersiapkan Sistem Jaminan Halal. Penjelasan rinci tentang Sistem
jaminan Halal dapat merujuk kepada buku Panduan Penyusunan Sistem
jaminan Halal yang dikeluarkan oleh LP POM MUI.

13

b. Berkewajiban mengangkat secara resmi seorang atau tim Auditor Halal
Internal (AHI) yang bertanggung jawab dalam menjamin pelaksanaan
produksi halal
c. Berkewajiban

menandatangani

kesedian

untuk

diinspeksi

secara

mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya oleh LPPOM MUI.
d. Nenbuat laporan berkala setiap 6 bulan tentang pelaksanaan Sistem
Jaminan Halal.

Setelah semua ketentuan diatas telah dipenuhi, maka produsen dapat
lanjut ke proses produser yang harus dijalani adalah sebagai berikut :
a. Pertama – tama produsen yang menginginkan permohonan sertifikat
halal mendaftarkan ke secretariat LPPOM MUI
b. Setiap produsen yang mengajukan permohonan sertifikat halal bagi
produknya, harus mengisi borang yang telah disediakan. Borang tersebut
berisi informasi tentang data perusahaan, jenis dan nama produk serta
bahan – bahan yang digunakan.
c. Borang yang sudah diisi beserta dokumen pendukungnya dikembalikan
ke secretariat LPPOM MUI untuk diperiksa kelengkapannya, dan bila
belum memadai perusahaan harus melengkapi sesuai dengan ketentuan.
d. LPPOM MUI akan memberitahukan perusahaan mengenai jadwal audit.
Tim Auditor LPPOM MUI akan melakukan pemeriksaan/audit kelokasi
produsen danpada saar audit, perusahaan harus dalam keadaan
memproduksi produk yang disertifikasi.

14

e. Hasil pemeriksaan/audit dan hasil labolatorium (bila diperlukan)
dievaluasi dalam rapat Auditor LPPOM MUI. Hasil audit yang belum
memenuhi persyaratan diberitahukan kepada perusahaan melalui audit
memorandum. Jika telah memenuhi persyaratan. Auditor akan membuat
laporan hasil audit guna diajukan pada sidang komisi fatwa MUI untuk
diputuskan status kehalalannya.
f. Laporan hasil audit disampaikan oleh pengurus LPPOM MUI dalam
sidang Komisi Fatwa Mui pada waktu yang telah ditentukan.
g. Sidang komisi Fatwa Mui dapat menolak laporan hasil audit jika
dianggap belum memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan, dan
hasilnya akan disampaikan kepada produsen pemohon sertifikasi halal.
h. Sertifikasi halal dikeluarkan oleh Majlis Ulama Indonesia setelah
ditetapkan status kehalalannya oleh Komisi Fatwa MUI.
i. Sertifikat halal berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal penetapan
fatwa
j. Tiga bulan sebelum berlaku sertifikat halal berakhir, produsen harus
mengujukan perpanjangan sertifikat halal sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan LPPOM MUI.

Kemudian dilakukan tata cara pemeriksaan (Audit) mulai dari manajmen,
bahan – bahan baku, dll. Pemeriksaan (Audit) produk halal mencakup :
a. Manajemen produsen dalm menjamin kehalalan produk (Sistem Jaminan
Halal).

15

b. Pemeriksaan dokumen – dokumen spesifikasi yang menjelaskan asal –
usul bahan, komposisi dan proses pembuatannya dn/atau ssertifikat halal
pendukungnya, dokumen pengadaan dan penyimpanan bahan, formula
produksi serta dokumen pelaksanaan produksi halal secara keseluruhan.
c. Observasi lapangan yang mencakup proses produksi secara keseluruhan
mulai dari penerimaan bahan, produksi, pengemasan dan penggudangan
serta penyajian untuk restoran/Catering/outlet.
d. Keabshan dokumen dan kesesuaian secara fisik untuk setiap bahan harus
terpenuhi.
e. Pengambilan contoh dilakukan untuk bahan yang dinilai perlu

Setelah semua proses dilalui dan dinyatakan kehalalannya, maka
sertifikat halal dapat dikeluarkan. Proses selanjutnyaadalah pencantuman tabel
halal di kemasan produk yang yang dinyatakan halal. Pencantuman label halal
inilah yang sering kita dengar dengan sebutan labelisasi halal.
Bagi perusahaan yang ingin mendaftarkan sertifikasi Halal ke LPPOM
MUI, baik industri pengolahan (pangan, obat, kosmetik), rumah potong Hewan
(RPH), restoran/catering, maupun industry jasa (distributor, warehouse,
transporter, retailer ) harus memenuhi persyaratan sertifikasi halal yang tertuang
dalam buku HAS 23000 (Kebijakan, Prosedur, dan Kriteria).
2.2 keputusan Pembelian
2.2.1 Pengertian Keputusan Pembelian

16

Keputusn pembelian merupakan salah satu bagian dalam tahap-tahap proses
pembelian konsumen. Sebelum membahas tahap – tahap tersebut dan untuk memberikan
gmbaran mengenai keputusan pembelian, maka akan dikemukakan terlebih dahulu
definisi mengenai keputusan pembelian menurut para ahli.
Schiffman dn kanuk (2012) dalam sumarwan (2012:289) mendefinisikan bahwa
suatu keputusan sebagai pemelihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternative.
Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan
alternative. Artinya bahwa seseorang dalam membuat keputusan, haruslah tersedia
beberapa alternative pilihan. Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada
bagaimana proses dlm pengambilan keputusan tersebut.
Menurut Setiadi (2012:413), pengambilan keputusan konsumen (consumer
decision making) adalah suatu proses pengintegrasian yang mengkombinasikan

pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternative dan memilih salah
satu dintaranya. Hasil dari proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan (choice) yang
disajikan secara kognitif sebagai keinginan berprilaku.
Dari beberapa definisi yang dijelaskan oleh para ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa keputusan pembelian merupakan sebuah proses yang dijalani
oleh konsumen untuk melakukan kegiatan pembelian salah satu produk diantara
berbagai macam alternatif pilihan yang ada.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Dalam
Keputusan Pembelian

17

Lamb, et al. (2012:201-202) mengatakan bahwa proses pengambilan keputusan
konsumen tidak bisa terjadi dengan sendirinya, sebaliknya malah kebudayaan, sosial,
individu dan psikologis secara kuat mempengaruhi proses keputusan tersebut. Mereka
memiliki pengaruh dari waktu konsumen menerima rangsangan melalui perilaku pasca
pembelian. Faktor budaya yang termasuk di dalamnya adalah budaya dan nilai, subbudaya dan kelas sosial, secara luas mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen.
Faktor sosial menunjukkanb interaksi sosial antara konsumen dan mempengaruhi
sekelompok orang, seperti pada referensi kelompok, opini para pemimpin dan para
anggota keluarga. Faktor individu termasuk jenis kelamin, umur, keluarga, dan daur
hidup keluarga (family life cycle stage), pribadi, konsep hidup, dan gaya hidup adalah
unik pada setiap individu dan memerankan aturan utama pada produk dan jasa yang
diinginkan konsumen. Faktor psikologis menentukan bagaimana menerima dan
berinteraksi dengan lingkungannya dan pengaruh pada keputusan yang akan diambil
oleh konsumen yang di dalamnya terdiri dari persepsi, motivasi, pembelajaran,
keyakinan, dan sikap. Gambar 2.1 akan meringkas pengaruh-pengaruh tersebut.

18

Gambar
2.1
Faktor yang mempengaruhi Proses Pengambilan Keputusan
Konsumen

Faktor Budaya
Budaya dan nilai
Sub budaya Kelas
sosial
Faktor Sosial
Kelompok acuan
Pemimpin opini
Keluarga

Proses
Pengambilan
Keputusan
Konsumen

Faktor Individual
Tahap siklus hidup
usaha dan keluarga
Kepribadian, konsep
diri, dan gaya hidup
Faktor Psikologi
Persepsi Motivasi
Pembelajaran
Kepercayaan dalam
sikap

Sumber : Lamb, et al. (2012:201-202)

19

Membeli atau
Tidak membeli

Berikut ini adalah penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
proses pengambilan keputusan konsumen menurut Sunarto (2012:83-96).
a. Faktor Budaya
Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial merupakan hal yang sangat penting
dalam perilaku pembelian.
-

Budaya
Budayamerupakan penentu perilaku yang paling mendasar. Anakanak mendapatkan kumpulan nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari
keluarganya serta lembaga-lembaga penting lain.

-

Sub-budaya
Masing-masing budaya terdiri dari sub-budaya yang lebih kecil
yang lebih memberikan banyak ciri-ciri dan sosialisasi khusus bagi
anggota-anggotanya.

Sub-budaya

terdiri

dari

kebangsaan,

agama,

kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak sub-budaya yang membentuk
segmen pasar penting, dan pemasar sering merancang produk dan program
pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
-

Kelas Sosial
Sedangkan kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif
homogen dan permanen, yang tersusun secara hierarkis dan yang
anggotanya menganut nilai-nilai, minat, dan perilaku yang serupa. Kelas
sosial berbeda dalam hal busana, cara berbicara, preferensi rekreasi, dan
memiliki banyak ciri-ciri lain.

20

b. Faktor Sosial
Selain faktor budaya, perilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh faktorfaktor seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial.
-

Kelompok acuan
Kelompok acuan seseorang terdiri dari semua kelompok yang
memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau
perilaku seseorang.
Orang sangat dipengaruhi oleh kelompok acuan mereka sekurangkurangnya melalui tiga jalur. Kelompok acuan menghadapkan seseorang
pada perilaku dan gaya hidup baru. Kelompok acuan juga mempengaruhi
perilaku dan konsep pribadi seseorang. Dan kelompok acuan menciptakan
tekanan

untuk

mengikuti

kebiasaan

kelompok

yang

mungkin

mempengaruhi pilihan produk dan merek aktual seseorang.
-

Keluarga
Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling
penting dalam masyarakat, dan ia telah menjadi obyek penelitian yang
luas. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling
berpengaruh. Kita dapat membedakan antara dua keluarga dalam
kehidupan pembeli. Keluarga orientasi terdiri dari orang tua dan saudara
kandung seseorang. Dari orang tua seseorang mendapatkan orientasi atas.

-

Peran dan status
Seseorang berpartisipasi ke dalam banyak kelompok keluarga,
klub, dan organisasi. Kedudukan dan orang itu di masing-masing

21

kelompok dapat ditentukan berdasarakan peran dan status. Peran meliputi
kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing
peran menghasilkan status.

c. Faktor Pribadi
Keputusan

pembeli

juga

dipengaruhi

oleh

karakteristik

pribadi.

Karakteristik meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, dan lingkungan,
gaya hidup, serta kepribadian.
-

Usia dan Tahap Siklus Hidup
Orang pembeli barang dan jasa berbeda sepanjang hidupnya.
Mereka makan makanan bayi selama tahun-tahun awal hidupnya, banyak
ragam makanan selama tahun-tahun pertumbuhan dan kedewasaan, serta
diet khusus selama tahun-tahun berikutnya. Selera orang terhadap pakaian,
perabot, dan rekreasi juga berhubungan dengan usia.
Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga. Sembilan
tahap siklus hidup keluarga, bersama dengan situasi keuangan dan minat
produk yang berbeda-beda untuk masing-masing kelompok. Pemasar
sering memilih kelompok-kelompok berdasarkan siklus hidup sebagai
pasar sasaran mereka.

-

Pekerjaan dan Lingkungan Ekonomi
Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya.
Pekerja kerah biru akan membeli pakaian kerja, sepatu kerja, dan kotak
makan siang. Direktur perusahaan akan membeli pakaian yang mahal dan

22

perjalanan dengan pesawat udara. Pemasar berusaha mengidentifikasikan
kelompok profesi yang memiliki minat di atas rata-rata atas produk dan
jasa mereka. Perusahaan bahkan dapat mengkhususkan produknya untuk
kelompok profesi tertentu.
-

Gaya Hidup
Orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan
pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya
hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam
aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan
diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya.

-

Kepribadian
Masing-masing orang memiliki kepribadian yang berbeda yang
mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian adalah karakteristik
psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan
tanggapan

yang

relatif

konsisten

dan

bertahan

lama

terhadap

lingkungannya.

d. Faktor Psikologi
Pilihan pembelian banyak kebutuhan oleh empat faktor psikologi utamamotivasi, persepsi, pembelajaran serta keyakinan dan pendirian.
-

Motivasi
Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Suatu
kebutuhan akan menjadi motif jika ia didorong hingga mencapai tingkat

23

intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan yang cukup mendorong
seseorang untuk bertindak.
Para psikolog telah mengembangkan teori-teori motivasi manusia.
Tiga teori yang paling terkenal-teori Sigmund Freud, Abraham Maslow,
dan Frederick Herzberg-mempunyai implikasi yang berbeda terhadap
analisis konsumen dan strategis pemasaran.
-

Persepsi
Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk
memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan masukan-masukan
informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti.
Kata kunci dalam definisi persepsi adalah individu. Seseorang
mungkin menganggap wiraniaga yang berbicara dengan cepat sebagai
seorang yang agresif dan tidak jujur; yang lain mungkin menganggap
orang yang sama sebagai seseorang yang pintar dan suka membantu.
Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas obyek yang sama karena
tiga proses persepsi: perhatian selektif, distorsi selektif, dan ingatan
selektif.

-

Pembelajaran
Saat

orang

bertindak,

mereka

bertambah

pengetahuannya.

Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari
pengalaman.
Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil dari belajar. Ahli
teori pembelajaran yakni bahwa pembelajaran dihasilkan melalui

24

perpaduan kerja antara dorongan, rangsangan, petunjuk, tanggapan, dan
penguatan.
-

Keyakinan dan sikap
Melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan
sikap. Keduanya kemudian mempengaruhi perilaku pembelian mereka.
Keyakinan (belief) adalah gambaran pemikiran yang dianut
seseorang tentang suatu hal. Sikap (attitude) adalah evaluasi, perasaan
emosional, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu obyek
atau gagasan.

2.2.3

Tahap-Tahap Proses Pembelian Konsumen
Kotler dan Keller (2009:184-186) dalam bukunya mengatakan bahwa

proses psikologis dasar memainkan peranan penting dalam memahami bagaimana
konsumen benar-benar membuat keputusan pembelian mereka. Periset pemasaran
telah mengembangkan “model tingkat” proses keputusan pembelian (lihat gambar
2.2), konsumen melalui lima tahap : pengenalan masalah, pencarian informasi,
evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Jelas,
proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dan mempunyai
konsekuensi dalam waktu lama setelahnya.
Konsumen tidak selalu melalui lima tahap pembelian produk itu
seluruhnya. Mereka mungkin melewatkan atau membalik beberapa tahap. Model
pada tabel memberikan kerangka referensi yang baik, karena model itu

25

menangkap kisaran penuh pertimbangan yang muncul ketika konsumen
menghadapi pembelian baru yang memerlukan keterlibatan tinggi.
a. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari suatu masalah atau
kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Dengan
rangsangan internal, salah satu dari kebutuhan normal seseorang naik ke tingkat
maksimum dan menjadi dorongan; atau kebutuhan bisa timbul akibat rangsangan
eksternal.

b. Pencarian Informasi
Ternyata, konsumen sering mencari jumlah informasi yang terbatas.
Survei memperlihatkan bahwa untuk barang tahan lama, setengah dari semua
konsumen hanya melihat satu toko, dan hanya 30% yang melihat lebih dari satu
merek peralatan. Kita dapat membedakan antara dua tingkat keterlibatan dengan
pencarian. Keadaan pencarian yang lebih rendah disebut perhatian tajam. Pada
tingkat ini seseorang hanya menjadi lebih reseptif terhadap informasi tentang
sebuah produk. Pada tingkat berikutnya, seseorang dapat memasuki pencarian
informasi aktif: mencari bahan bacaan, menelepon teman, melakukan kegiatan
online, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tersebut.

Sumber informasi utama di mana konsumen dibagi menjadi empat
kelompok:
-

Pribadi: Keluarga, teman, tetangga, dan rekan.

26

-

Komersial: Iklan, situs Web, wiraniaga, penyalur, kemasan, dan
tampilan.

-

Publik: Media massa, organisasi pemeringkat konsumen.

-

Eksperimental: Penanganan, pemeriksaan, dan penggunaan produk.

Jumlah dan pengaruh relatif dari sumber-sumber ini bervariasi dengan
kategori produk dan karakteristik pembeli. Secara umum, konsumen menerima
informasi terpenting tentang sebuah produk dari komersial. Meskipun demikian,
informasi yang paling efektif sering berasal dari sumber pribadi atau sumber
publik yang merupakan otoritas independen.
Setiap sumber informasi melaksanakan fungsi yang berbeda dalam
mempengaruhi keputusan pembelian. Sumber komersial biasanya melaksanakan
fungsi informasi, sementara sumber pribadi melaksanakan fungsi legitimasi atau
evaluasi.

c. Evaluasi Alternatif
Tidak ada proses tunggal yang digunakan oleh semua konsumen, atau oleh
seorang konsumen dalam semua situasi pembelian. Ada beberapa proses, dan
sebagian besar model terbaru melihat konsumen membentuk sebagian besar
penilaian secara sadar dan rasional.
Beberapa konsep dasar yang akan membantu kita memahami proses
evaluasi: Pertama, konsumen berusaha memuaskan sebuah kebutuhan. Kedua,
konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen melihat

27

masing-masing produk sebagai sekelompok atribut dengan berbagai kemampuan
untuk menghantarkan manfaat yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan ini.

d. Keputusan Pembelian
Lamb, et al. (2001:193) mengatakan bahwa sejalan dengan evaluasi atas
sejumlah alternatif-alternatif tadi, maka konsumen dapat memutuskan apakah
produk akan dibeli atau diputuskan untuk tidak dibeli sama sekali. Jika konsumen
memutuskan untuk melakukan pembelian, maka langkah berikutnya dalam proses
adalah melakukan evaluasi terhadap produk tersebut setelah dibeli.

e. Perilaku Pascapembelian
Kotler dan Keller (2014:190) mengatakan bahwa setelah pembelian,
konsumen

mungkin

mengalami

konflik

dikarenakan

melihat

fitur

mengkhawatirkan tertentu atau mendengar hal-hal menyenangkan tentang merek
lain dan waspada terhadap informasi yang mendukung keputusannya. Komunikasi
pemasaran seharusnya memasok keyakinan dan evaluasi yang memperkuat
pilihan konsumen dan membantunya merasa nyaman tentang merek tersebut.
Karena itu tugas pemasar tidak berakhir dengan pembelian. Pemasar harus
mengamati kepuasan pascapembelian, tindakan pascapembelian, dan penggunaan
produk pascapembelian.

28

Gambar 2.2
Model Lima Tahap Proses Pembelian Konsum en

Sumber : Kotler dan Keller (2014:190)

2.2.4 Model Perilaku Pembelian Konsumen
Menurut Simamora (2013:31-33), sebelumnya telah dibahas tentang tahaptahap proses pembelian konsumen. Pada tahap itu belum menggambarkan
perilaku konsumen secara utuh. Kalau kita bicara sistem input-proses-output, apa
yang disajikan pada gambar 2.2 baru proses. Input da output baru tampak dalam
model perilaku konsumen secara utuh.
Banyak model yang dikembangkan oleh para ahli tentang model perilaku
konsumen, mulai dari yang paling sederhana sampai lengkap. Dapat dilihat pada
Gambar 2.3 , mewakili model sederhana. Model perilaku pembeliian konsumen ini
merupakan hasil dari rangsangan (stimuli) yang berasal dari luar dirinya, yang
diolah dalam diri konsumen. Model ini pula yang memberikan istilah kotak hitam

29

(black box) untuk proses pengambilan keputusan dan faktor-faktor internal yang
mempengaruhinya.
Gambar 2.3
Model Perilaku Pembelian Konsumen

Sumber : Simamora (2013:31-33)

2.2.5 Peran Individu Dalam Keputusan Pembelian
Pada saat yang bersamaan seseorang dapat memerankan beragam peran
yang dapat dilakukannya pada suatu proses pembelian.Peran pembelian yang
dapat dilakukan seorang individu dapat terbagi menjadi lima peran.
Sunarto (2014:97) mengatakan bahwa kita dapat membedakan lima peran
yang dimainkan orang dalam keputusan pembelian :
a. Pencetus: Seseorang yang pertama kali mengusulkan gagasan untuk
membeli suatu produk atau jasa.
b. Pemberi

pengaruh:

Seseorang

mempengaruhi keputusan.

30

yang

pandangan

atau

sarannya

c. Pengambil keputusan: Seseorang yang mengambil keputusan untuk setiap
komponen

keputusan

pembelian-apakah

membeli,

tidak

membeli,

bagaimana membeli, dan di mana akan membeli.
d. Pembeli: Orang yang melakukan pembelian yang sesungguhnya.
e. Pemakai: Seseorang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau
jasa.
Amir (2013:67) dalam bukunya mendiskusikan peran-peran yang
dimainkan individu dalam proses pembelian yaitu seperti inisiator, pemberi
pengaruh, pengambil keputusan, pembeli, atau pengguna.
Peran inisiator terjadi ketika orang mencetuskan keinginan untuk membeli
sebuah barang. Sementara itu, pemberi pengaruh mendorong seseorang untuk
segera membeli atau tidak membeli sebuah barang. Anggota keluarga, seperti
kakak, orang tua, dapat menjadi pemberi pengaruh yang kuat untuk kebutuhan
seorang mahasiswa. Pengambil keputusan biasanya banyak diambil oleh orang
yang sedang “punya kuasa”. Misalnya, seorang anak (sebagai inisiator) bisa
merayu ibunya (untuk bertindak sebagai influencer ) agar sang ayah memutuskan
membelikannya sebuah alat musikyang ia idam-idamkan.

2.3 Pengaruh Labelisasi Halal terhadap Keputusan Pembelian
Mayoritas penduduk di Indonesia adalah perempuan yang umumnya
menganut agama Islam.Perempuan muslim membutuhkankepastian tentang
kehalalan produk pangan, minuman, obat, kosmetika, produk rekayasa genetik,

31

dan barang gunaan lain, atau yang sering disebut produk halal yang beredar di
Indonesia.
Di Indonesia pemerintah membuat suatu kebijakan untuk melindungi para
konsumennya yaitu melalui suatu lembaga khusus yaitu LPPOM MUI (Lembaga
Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia).
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama
Indonesia atau yang disingkat LPPOM MUI adalah lembaga yang bertugas untuk
meneliti, mengkaji, menganalisa dan memutuskan apakah produk-produk baik
pangan dan turunannya, obat-obatan dan kosmetika apakah aman dikonsumsi baik
dari sisi kesehatan dan dari sisi agama Islam yakni halal atau boleh dan baik untuk
dikonsumsi bagi umat Muslim khususnya di wilayah Indonesia, selain itu
memberikan rekomendasi, merumuskan ketentuan dan bimbingan kepada
masyarakat (www.wikipedia.org).
Menurut Rangkuti (2014:8), labelisasi halal adalah pencantuman tulisan
atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk
yang dimaksud berstatus sebagai produk halal. Produk tersebut harus sesuai
syariat Islam.
Menurut LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetik
Majelis Ulama Indonesia), yang dimaksud dengan produk halal adalah produk
yang memenuhi syarat kehalalan sesuai syari’at islam (www.wikipedia.org).
Syarat kehalalan produk tersebut meliputi:
a. Tidak mengandung babi dan bahan bahan yang berasal dari babi

32

b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan yang
berasal dari organ manusia, darah, dan kotoran-kotoran.
c. Semua bahan yang berasal dari hewan yang disembelih dengan syariat
Islam.
d. Semua tempat penyimpanan tempat penjualan pengolahan dan
transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi; jika pernah
digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih
dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat.
Schiffman dan Kanuk (2012) dalam Sumarwan (2014:289) mendefinisikan
bahwa suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih
pilihan alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia
harus memiliki pilihan alternatif. Artinya bahwa seseorang dalam membuat
keputusan, haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan. Keputusan untuk
membeli dapat mengarah kepada bagaimana proses dalam pengambilan keputusan
tersebut.
Dengan adanya label halal yang tercantum pada kemasan produk, maka
secara langsung akan memberikan pengaruh bagi konsumen untuk menggunakan
produk tersebut. Munculnya rasa aman dan nyaman dalam mengkonsumsi produk
akan membuat seseorang melakukan keputusan pembelian.

33

Berdasarkan uraian tersebut, maka dibuat kerangka teori sebagai berikut :
Gambar 2.4
Kerangka Teori

Keputusan Pembelian
(Y)

Labelisasi Halal (X)
Sumber :
Rangkuti (2014:8) dan Sumarwan (2014:289)

F. PENELITIAN TERDAHULU

Ada beberapa penelitian terdahulu yang telah melakukan penelitian
berhubungan dengan labelisasi halal dan keputusan pembelian. Beberapa
penelitian terdahulu yang memiliki hubungan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Zuliana Rofiqoh (2012), merupakan mahasiswa dari Institut Agama Islam
Negeri Walisongo Semarang dengan skripsi yangberjudul “Pengaruh
Labelisasi Halal Terhadap Keputusan Konsumen Membeli Produk Mie
Instant Indofood (Studi Kasus Pada Mahasiswa Jurusan Muamalah Dan
Ahwal Al-Syakhsiyyah Semester VIII IAIN Walisongo Semarang). Dari
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa labelisasi halal berpengaruh
positif terhadap keputusan konsumen dalam membeli produk mie instan
indofood. Nilai t hitung adalah4,087, sedangkan nilaii t tabel adalah
2,00575 yang lebih kecil dibanding dengan thitung. Artinya, ada pengaruh
signifikan antara variabel labelisasi halal (X)terh adap keputusan
konsumen (Y). Sedangkan dari hasil analisis koefisiendeterminasi

34

diperoleh nilai sebesar 0,240, ini artinya bahwa variasi perubahan
variabel keputusan konsumen (Y) dipengaruhi oleh perubahan
variabel bebas labelisasi

halal

(X)

sebesar

24%.

Sedangkan

sisanya 76% dipengaruhi oleh faktorlain diluar penelitian ini.
2. Ramadhan Rangkuti (2013), merupakan mahasiswa dari Universitas
Sumatera Utara dengan skripsi yang berjudul “Pengaruh Labelisasi
Halal terhadap Keputusan Pembelian Produk Makanan dalam
Kemasan (snack merek Chitato) Pada Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Muhamadiyah Sumatera Utara”. Dari hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa

labelisasi

halal

berpengaruh

signifikan

dengan nilai signifikan
0,000

akan

tetapi

memiliki

kontribusi

yang

kecil

karena

menghasilkan nilai R square 0,221 atau 22,1 %.
3.

Mahwiyah (2012), merupakan mahasiswa dari Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan skripsi yang berjudul
“Pengaruh

Labelisasi

Halal Terhadap

Keputusan

Pembelian

Konsumen (Studi Pada Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Jakarta)”.Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa labelisasi halal
berpengaruh secara signifikan sebesar
54.7 %, hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang sedang

35

antara labelisasi halal terhadap keputusan pembelian konsumen.
G. HIPOTESIS
Hipotesis adalah dugaan sementara atau jawaban sementara terhadap
permasalahan penelitian yang diperoleh dari teori atau preposisi yang di
gunakan oleh peneliti. Berdasarkan latar belakang masalah serta kerangka
pemikiran yang telah disampaikan diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah :
1. Hipotesis kerja (Ha), label halal berpengaruh secara signifikan
terhadap keputusan membeli konsumen di daerah Kabupaten
kepulauan meranti, melalui Merk, kemasan dan harga
2. Hepotesis Nol(H0), lbel halal tidak berpeengaruh secara
signifikan terhadap keputusan membeli Konsumen di daerah
kabupaten kepulauan meranti, melalui Merk, kemasan dan
harga.

H. VARIABEL PENELITIAN
Variable penelitian ini terdiri dari dua variable independen (bebas) dan
satu variable dependen (terikat). Variable yang digunakan pada penelitian ini
adalah Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
dependen pencantuman label halal dan variabel independen minat beli.
Variabel Pencantuman Label Halal memiliki indikator, yaitu: Proses
pembuatan, Bahan baku utama, Bahan pembantu, Efek. Diukur dengan Skala
36

Likert, dengan skor 1-5. Dimana semakin tinggi angka skor menunjukkan
semakin yakin konsumen tentang kehalalan produk. Sedangkan, variabel
minat beli memiliki indikator yaitu: Perhatian, Kepercayaan, Minat, Tindakan.
Di ukur dengan Skala Likert, dengan skor 1-5. Dimana semakin tinggi angka
skor menunjukkan semakin yakin konsumen untuk melakukan keputusan
pembelian.

I. KERANGKA FIKIR PENILITIAN
Penelitian ini mengawali kerangka berfikir dari kebutuhan makhluk
hidup yang paling dasar dalam menjaga keberlangsungan hidupnya, yaitu
kebutuhan pangan. Perubahan pola hidup masyarakat yang semakin modern,
manusia semakin sibuk dengan pekerjaannya. Masyarakat dituntut selalu
cepat dalam beraktifitas sehingga cenderung memilih hal yang praktis. Produk
pangan kemasan dapat menjadi salah satu alternatif untuk memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat karena produk pangan kemasan dapat langsung
dikonsumsi dan mudah dalam memasaknya. Oleh karena itu produk pangan
kemasan harus senantiasa tersedia, aman, bergizi, dan beragam dengan harga
yang terjangkau oleh daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.
Salah satu yang menjadi acuan penting lainnya adalah terjaminnya kehalalan
suatu produk pangan kemasan, mengingat mayoritas penduduk kota
Selatpanjang adalah Muslim yang diwajibkan untuk mengonsumsi pangan
halal dan thayyib. Label halal yang diperoleh setelah melalui proses sertifikasi
37

oleh LPPOM MUI menjadi satu-satunya indikator bahwa suatu produk
pangan tersebut halal dan baik dikonsumsi untuk masyarakat Muslim. Namun,
baru 34.502 produk kemasan yang telah bersertifikat halal dari 276.573
produk yang beredar di Indonesia. Ibu rumah tangga memiliki peran penting
dalam penyedia makanan dan pengambilan keputusan konsumsi pangan
dalam keluarga. Menurut Sajogyo (2012) menyatakan bahwa istri lebih
mengetahui kebutuhan pokok dalam rumah tangga dibanding suami, sehingga
istri akan mendapatkan kepercayaan dari suaminya dalam membuat keputusan
untuk membelanjakan semua kebutuhan pokok yang dibutuhkan sehari-hari.
Konsumen berhak memilih pangan yang baik untuk dikonsumsi. Dalam
penelitian ini akan dilihat pengaruh dari kepatuhan halal, pengetahuan halal,
halal awareness, motivasi, pendapatan rumah tangga, dan pengeluaran

konsumsi sebagai faktor independen terhadap preferensi konsumen (memilih
atau tidak memilih produk pangan kemasan berlabel halal MUI) sebagai
faktor dependen yang akan dianalisis menggunakan metode regresi logistik.
Adapun kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada gambar 2.5

38

Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran

39

J. METODE PENELITIAN
1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana penelitian dilakukan.
Penelitian ini dilakukan pada Masyarakat Kabupaten Kepulauan
Meranti di Kota Selatpanjang Riau.
2. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer sebagai data utama
dan data sekunder sebagai data pendukung. Pengumpulan data primer
diperoleh melalui pengisian kuesioner yang diajukan kepada
responden yaitu Masyarakat Muslim Kota Selatpanjang. Kuesioner
dibagikan kepada Masyarkat di Kota Selatpanjang yang beragama
Islam dengan cara disebar secara langsung melalui wawancara
maupun dalam jaringan (online) menggunakan email dan aplikasi
kuesioner online. Data sekunder didapatkan dari literatur-literatur yang
relevan seperti skripsi, jurnal, buku, dan dari instansi seperti Badan
Pusat Statistik (BPS), Undang-Undang Republik Indonesia, dan
Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta sumber lainnya yang dapat
membantu ketersediaan data untuk menunjang penulisan skripsi.
3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat Kabupaten
Kepulauan Meranti Kota Selatpanjan Riau.yang beragama islam. Oleh

40

karena jumlah populasi tidak diketahui maka pengambilan jumlah
sampel dilakukan dengan menggunakan rumus (Supramono, 2012:62):
Dimana

:
n = Jumlah Sampel
Zα = Nilai standard normal yang besarnya tergantung α
Bila α = 0,05 Z = 1,96
Bila α = 0,01 Z = 1,67
p = estimasi proporsi populasi
q = 1-p
d = penyimpangan yang ditolerir.

Peneliti memperoleh n (jumlah sampel) yang besar dan nilai p belum
diketahui maka dapat digunakan p = 0.5.
4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode
survei yang dilakukan dengan cara menyebar kuesioner dan
wawancara kepada ibu rumah tangga Muslim di Kota Selatpanjang
Riau. Metode yang digunakan untuk pengambilan sample dalam
penelitian ini adalah non-probability dengan teknik purposive
sampling, yaitu teknik penarikan sample yang dilakukan berdasarkan

karakteristik yang ditetapkan terhadap elemen populasi target yang
disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian (Tanjung dan Devi

41

2013). Pertimbangan tersebut adalah Masyarakat yang beragama
Islam, mengetahui label halal MUI, dan domisili di Kota Selatpanjang.
Jumlah sample dalam penelitian ini adalah 90 responden Masyarakat
Muslim yang tersebar di Kota Selatpanjang. Jumlah ini sudah
mewakili populasi karena Masyarkat Muslim kota Selatpanjang
memiliki keragaman populasi yang tinggi, konsumen sudah teregulasi
dengan peraturan yang sama, dan sudah sesuai dengan teori
pengambilan sample. Berdasarkan teori Gay et al (2012) yang
menyatakan bahwa untuk studi korelasi, setidaknya dibutuhkan 30
responden yang diperlukan untuk menentukan ada atau tidaknya suatu
hubungan.
5. Defenisi Oprasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
dependen pencantuman label halal dan variabel independen minat beli.
Variabel Pencantuman Label Halal memiliki indikator, yaitu: Proses
pembuatan, Bahan baku utama, Bahan pembantu, Efek. Diukur dengan
Skala Likert, dengan skor 1-5. Dimana semakin tinggi angka skor
menunjukkan semakin yakin konsumen tentang kehalalan produk.
Sedangkan, variabel minat beli memiliki indikator yaitu: Perhatian,
Kepercayaan, Minat, Tindakan. Di ukur dengan Skala Likert, dengan
skor 1-5. Dimana semakin tinggi angka skor menunjukkan semakin
yakin konsumen untuk melakukan keputusan pembelian.
42

6. Analisa Data
Data hasil wawancara diolah dan dianalisis. Metode analisis
data menggunakan analisis deskriptif dan regresi logistik. Analisis
desktiptif digunakan untuk menganalisis karakteristik responden.
Regresi logistik digunakan untuk mengana