rezim partai politik sebagai bentukan pa

Rezim Politik Multi Partai Bentukan Partisipatory
Governance Dan Network Power Indonesia
Abstrak
Banyaknya partai politik di Indonesia menandakan banyaknya perbedaan pendapat dan kepentingan di
Indonesia, bentukan sistem pemerintahan dengan banyak parpol ini juga menghambat dan memperlama
pembuatan suatu keputusan. Dikarenakan suatu keputusan harus sesuai dengan kepentingan masing-masing
partai politik yang memiliki tujuan berbeda, andai saja tujuan semua partai politik adalah untuk memajukan
Indonesia maka logikanya tidak akan ada banyak partai politik dikarnakan partai politik merupakan
gambaran dari keinginan sekelompok orang yang berkuasa atau memiliki kekuasaan. Di Indonesia multi
partai merupakan suatu bentukan dari partisipatori governance, namun apakah dengan multi partai bisa
membuat percepatan pembangunan dan percepatan kemajuan bangsa? Pertanyaan yang muncul lainnya
adalah apakah yang diutamakan partai politik adalah seluruh bangsa Indonesia atau bangsa Indonesia sesuai
golongan dan kepentingan mereka masing-masing dan merupakan gambaran dari pembangunan rezim
masing-masing partai politik?

Pendahuluan
Perkembangan sistem pemerintahan di Indonesia sangat beragam dimulai dari 1955, walaupun sudah
merdeka sejak 1945, pemilu sebagai syarat negara demokrasi baru bisa dilaksanakan Indonesia sepuluh
tahun kemudian. Pemilu sebenarnya sudah direncanakan tahun 1946 namun tidak terlaksananya Pemilu
pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak
disebabkan 2 (dua) hal :

1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu.
2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik
yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih
mengancam.
Dalam masa tersebut pemerintah masih disibukan dengan masalah konsolidasi dalam dan luar negeri.
Setelah dinilai siap pada tahun 1955 dimulailah pemilu di Indonesia sampai saat ini. Berdasarkan jumlah
partai yang mengikuti pemilihan umum dapat dilihat inkonsistensi dalam pemilu di Indonesia, berdasarkan
sumber yang didapat dari wikipedia dari tahun ke tahun terdapat perbedaan jumlah partai yang mengikuti
pemilu,
Tabel 1 jumlah partai politik dipemilu Indonesia

Tahun

Jumlah

1955

tidak terbatas

HENDRO MULIARTO (25411021)


1

1971

10

1977-1997 3

1999

48

2004

24

2009

38


2014

12

Sumber : Wikipedia
Dari tabel diatas dapat dilihat perbedaan jumlah partai ditiap periode pemilu di Indonesia, banyaknya partai
di Indonesia mengidentifikasikan keberagaman di Indonesia, baik keberagaman suku, ras, dan kepentingan.
Walaupun partai dipandang sebagai bentuk dari partisipasi partisipasi masyarakat dalam pemerintahan,
penyalur dan penampung aspirasi masyarakat dalam pemerintahan, namun ketidak konsistenan jumlah
partai menandakan kepentingan yang berubah-ubah per periode pemilu di Indonesia. Selain banyak
kepentingan kelompok, kecenderungan bangsa Indonesia yang tidak mau mengambil nilai atau titik ekstrim
dalam suatu keputusan juga menjadi suatu penyebab terbentuknya banyak partai.
Keunikan kondisi partai politik di Indonesia adalah sekarang ini partai politik diisi oleh orang-orang yang
awalnya satu partai, hal ini mengindentifikasikan bahwa partai bergantung pada seorang atau sebagian
orang, jika kelompok tersebut tidak berhasil berkuasa di partai politik tertentu maka mereka akan pindah
atau membentuk suatau partai politik yang baru, hal ini menjelaskan keberagaman kepentingan di
Indonesia. Keberagaman kepentingan ini mendorong timbulnya keinginan suatu kelompok unutk membuat
rezim sendiri agar bisa memenuhi kepentingan sendiri dan menghambat kepentingan kelompok lain, tidak
jarang ada dua atau lebih partai politik atau kelompok yang bersiteru dikarnakan berbeda kepentingan

dalam pemerintahan Indonesia, dan saat ini makin terlihat jelas dengan pemberitaan media dimana-mana.
Dengan berpijak pada demokrasi, pembentukan partai politik yang berbasiskan kepentingan sebagian
kelompok dianggap wajar sebagai media penyaluran aspirasi, namun dewasa ini makin terlihat jelas siapa
dan apa yang dibela oleh partai-partai politik tersebut. Saat ini partai politik lebih cendrung pada
sekelompok orang tanpa memperhatikan nasip seluruh bangsa Indonesia, sehingga bentukan partisipasi
model ini dapat dianggap hanya menguntungkan sebagian pihak, dengan menguasai pemerintahan, partai
politik yang berkuasa dapat menjalankan kebijakan dan memutuskan suatu persoalan berdasarkan
kepentingan partai tersebut.
Namun ketidak sanggupan suatu partai politik menguasai pemerintahan sendiri membuat partai tersebut
harus berkualisi dengan partai lain yang memiliki kepentingan paling dekat dengan partai tersebut atau
merupakan partai kuat dengan banyak pendukung. Keadaan ini mempersulit pembentukan rezim suatu
partai dikarnakan kepentingan partai tersebut bisa saja berseberangan dengan partai kualisinya, sehingga
HENDRO MULIARTO (25411021)

2

menghadirkan kebingungan dalam pangambilan keputusan di pemerintahan sehingga menjadikan
pemerintahan berjalan tidak efektif dan banyak terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan. Dan
dengan pergeseran konsep goverment dan governance pengambilan keputusan semakin melibatkan banyak
pihak yang membuat banyak kepentingan masuk dan ketidakefektifan dalam pemerintahan.


Tinjauan pustaka
Negara Indonesia merupakan negara demokratis dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar,
menjalankan sistem presidensial dan pemerintahannya dipilih melalui pemilu. Pemerintah di Indonesia
dipilih melalui pemilu dengan kata lain merupakan pilihan masyarat yang merupakan gambaran dari
partisipatory governance. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, pemerintah memiliki arti sistem
menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau
bagian-bagiannya. perkembangan pemikiran saat ini mengakibatkan perpindahan dari goverment ke
governance yang mengakibatkan pembatasan kekuasaan pemerintah.
UN-ESCAP (2003) mendefenisikan govenance sebagai proses pengambilan keputusan dimana keputusan
tersebut dijalankan atau tidak. Sedangkan defenisi governance dari para ahli antara lain
“Governance” merujuk kepada perkembangan gaya pemerintahan dalam batas-batas antara sektor
publik dan privat dimana batasan tersebut menjadi buyar. (Rhodes, 1996; Stoker, 1997).
Konsep “governance” merujuk kepada pembentukan struktur atau pemerintahan yang tidak bisa dipaksakan
dari luar, tetapi merupakan hasil interaksi multiplisitas dari pemerintahan dan satu sama lain dengan aktor
lainnya (Kooiman dan Van Vliet, 1993)
Dalam perkembangannya ada pengalihan makna: mengacu pada sebuah proses baru memerintah
(governing), atau kondisi yang berubah dari aturan yang ditawarkan, atau metode baru dimana
masyarakat diperintah (Rhodes, 1996).
Untuk menduga kehadiran governance tanpa government adalah dengan memahami fungsi-fungsi yang

harus dilakukan dalam sistem manusia yang berkelanjutan (Rosenau,1992) :
Governance sebagai cara di mana kekuasaan dilaksanakan dalam pengelolaan sumber daya ekonomi dan
sosial suatu negara, terutama dengan pandangan untuk pembangunan (World Bank, 1992)
Maksud Governance sebagai teori dan subyek studi: untuk mengenali saling ketergantungan antara sektor
publik, privat, dan sektor volunter di negara-negara berkembang (Stoker, 1997)
Governance: satu set alat manajerial baru, untuk mencapai tingkat efisiensi yang lebih baik dalam pelayanan
publik (Stoker, 1997)
Dengan pengalihan dari goverment ke governance maka akan lebih banyak pihak yang terlibat dalam proses
pengambilan keputusan sehingga pemerintah tidak bisa lagi membuat keputusan atau kebijakan atas dasar
kemauan pemerintah.
Selain defenisi governance yang berkembang berkembang juga Five Propositions of Governance yaitu
propoesi yang menunjukkan sejumlah pertimbangan aspek governance, antara lain
1) Governance mengacu pada seperangkat lembaga dan aktor yang tidak hanya diambil dari dalam
tetapi juga di luar pemerintah.

HENDRO MULIARTO (25411021)

3

2) Governance mengidentifikasi ketidakjelasan batasan dan tanggung jawab untuk mengatasi

masalah sosial dan ekonomi.
3) Governance mengidentifikasi ketergantungan kekuasaan yang terlibat dalam hubungan antara
lembaga-lembaga yang terlibat dalam tindakan kolektif .
4) Governance adalah tentang jejaring antar aktor yang mengatur dirinya sendiri secara otonom
5) Governance mengakui kapasitas untuk mendapatkan sesuatu dikerjakan yang mana tidak
tergantung pada kekuatan pemerintahan untuk memerintah atau menggunakan kewenangannya.
Pemerintah mampu menggunakan alat dan teknik baru untuk mengarahkan dan membimbing.
Bertolak belakang dengan governance yang memperhitungkan berbagai pihak dalam pengambilan
keputusan, arah politik yang diinginkan sebagian kelompok penguasa adalah rezim. Rezim diartikan
sebagai kelompok informal namun relatif stabil dengan akses ke sumber daya kelembagaan yang
memungkinkan mereka untuk memiliki peran yang berkelanjutan dalam pengambilan keputusan
pemerintahan (Stone, 1989)
Dengan terbentuknya suatu rezim maka penguasa bisa dengan mudah mengatur kebijakan dan
mengarahkan kebijakan ke kepentingan sendiri atau kelompok. Dengan membuat susunan institusi-institusi
yang didesain untuk menjalankan collective control, mempengaruhi masyarakat & ekonomi yang menjadi
tanggung jawabnya, rezim bisa dengan mudah mengambil keuntungan dari segala kondisi dan sesuatu yang
terjadi.
Di Indonesia pada masa pemilu tampak dengan jelas rezim yang dibentuk oleh satu partai, dari tabel hasil
pemilu perperiode dapat dilihat dengan jelas partai yang menguasai pemerintahan lebih dari 10 tahun
Tabel 2 Pemenang Pemilu Perperiode


Tahun Pemenang

Tempat kedua

Tempat ketiga

Partai
politik

Jumlah
kursi (dalam
persen)

Partai
politik

Jumlah
kursi (dalam
persen)


Partai
politik

Jumlah
kursi (dalam
persen)

1955

PNI

57 (22.17%)

Masyumi

57 (22.17%)

NU


45 (17.51%)

1971

Golkar

360 (65.55%)

NU

56 (21.79%)

Parmusi

24 (9.33%)

1977

Golkar


232 (64.44%)

PPP

99 (38.52%)

PDI

29 (8.05%)

1982

Golkar

242 (67.22%)

PPP

94 (26.11%)

PDI

24 (6.66%)

HENDRO MULIARTO (25411021)

4

Tahun Pemenang

Tempat kedua

Tempat ketiga

Partai
politik

Jumlah
kursi (dalam
persen)

Partai
politik

Jumlah
kursi (dalam
persen)

Partai
politik

Jumlah
kursi (dalam
persen)

1987

Golkar

299 (74.75%)

PPP

61 (15.25%)

PDI

40 (10%)

1992

Golkar

282 (70.5%)

PPP

62 (15.5%)

PDI

56 (14%)

1997

Golkar

325 (76.47%)

PPP

89 (22.25%)

PDI

11 (2.75%)

1999

PDIP

153 (33.12%)

Golkar

120 (25.97%)

PPP

58 (12.55%)

2004

Golkar

128 (23.27%)

PDIP

109 (19.82%)

PPP

58 (10.55%)

2009

Demokrat

150 (26.79%)

Golkar

107 (19.11%)

PDIP

95 (16.96%)

2014

PDIP

109 (19.5%)

Golkar

91 (16.3%)

Gerindra

73 (13%)

Sumber : Wikipedia
Dikarenakan kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat merupakan hak
asasi manusia yang diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang terdapat pada pasal 28, maka timbul banyak kelompok-kelompok politik yang berbasiskan
kepentingan masing-masing kelompok yang ber potensi menjadi rezim-rezim baru. Namun keadaan ini
lebih rumit lagi dikarenakan, Indonesia menganut multipartai dimana setiap golongan dalam masyarakat
cenderung memelihara keterikatan dengan asal-usul budayanya dan memperjuangkan kepentingan melalui
wadah politik tersendiri. (Surbakti 2010: 161), sehingga partai pemenang pemilu belum tentu bisa
mengendalikan pemerintahan sendiri sehingga memerlukan kualisi dengan partai lain.
Tujuan dibentuknya multi partai sebenarnya adalah untuk memfasilitasi masyarakat indonesia yang
beragam, Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik mendefinisikan bahwa Partai Politik
adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan partai politik yang dianggap sebagai bentukan aspirasi masyarakat atau bentukan dari partisipatory
governance.
HENDRO MULIARTO (25411021)

5

Partisipatory governance adalah bentukan pemerintahan dengan basis keinginan masyarakat, sehingga
diharapkan dapat menjawab kebutuhan dan menjadikan masyarakt terlibat dalam kebijakan tersebut, salah
satunya dengan melakukan partisipasi politik. Partisipasi politik merupakan aktifitas masyarakat yang
bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik dilakukan orang dalam
posisinya sebagai warga Negara, bukan politikus atau pegawai negeri.Partisipasi politik ini pun bersifat
sukarela dan bukan dimobilisasi oleh Negaramaupun partai yang berkuasa (Basri, 2011: 97). B. Guy Peters,
1996, membahas berbagai bentukan tata pemerintahan termasuk participatory governance
Tabel 3 Visi Negara dan Tata Pemerintahan Model pemerintahan (B. Guy Peters 1996)

Market
Government

Participative

Flexible

Deregulated

Government

Government

Government

Principle
Diagnosis

Monopoly

Hierarchy

Permanence

Internal
Regulation

Structure

Decentralization

Flatter
Organization

Virtual
Organization

No
particular
recommedation

Management

Pay
for
performance;
other
privetsector techniques

TQM; teams

Managing
temporary
personnel

Greater
managerial
freedom

Policymaking

Internal markets;
market incentive

Consultation;
negociation

Expemimentation

Entrepreneurial
government

Public Interest

Low cost

Involvement;
consultation

Low
cost;
coordination

Creativity;
activism

Politik .. .Dapat didefinisikan secara sederhana sebagai kegiatan dimana kepentingan yang berbeda dalam
suatu unit penguasa yang didamaikan dengan memberikan mereka bagian dari kekuasaan sebanding
dengan kepentingan mereka untuk kesejahteraan dan kelangsungan hidup seluruh masyarakat
(Crick,1982)

Miriam Budiarjo (1988:52) Mengatakan bahwa yang diartikan dengan Kekuatan- kekuatan politik adalah
bisa masuk dalam pengertian Individual maupun dalam pengertian kelembagaan. Dalam pengertian yang
bersifat individual, kekuatan-kekuatan politik tidak lain adalah aktor-aktor politik atau orang-orang yang
memainkan peranan dalam kehidupan politik. Orang-orang ini terdiri dari pribadi- pribadi yang hendak
HENDRO MULIARTO (25411021)

6

mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik. Dan secara kelembagaan di sini kekuatan politik
sebagai lembaga atau organisasi ataupun bentuk lain yang melembaga dan bertujuan untuk mempengaruhi
proses pengambilan keputusan dalam sistem politik.
Baktiar Efffendi (2000: 197) : Mengemukakan bahwa kekuatan-kekuatan politik adalah segala sesuatu yang
berperan dan berpengaruh serta terlibat secara aktif didalam dunia politik. Beliau juga membagi kekuatan
politik menjadi dua sub bagian besar, yakni kekuatan politik formal dan kekuatan politik non-formal.
Dengan menguasai politik dan membuat rezim, kelompok-kelompok yang berkepentingan tersebut
mangambil berbagai macam keuntungan dari kebijakan dan sumber daya yang berhasil mereka dapatkan,
hal ini yangditakutkan terjadi lagi di Indonesia dimana sebagian besar masyarakat masih belum berpolitik
dengan baik sehingga fungsi kontrolnyapun tidak berjalan dengan optimal.

Masalah
Perkembangan dari orde lama ke orde baru dan runtuhnya orde baru menimbulkan berbagai macam
kekuatan politik, sejalan dengan perubahan dari goverment ke governence yang menandakan pemerintah
tidak lagi memegang peran penuh dalam pengambilan kebijakan. Pengambilan kebijakan saat ini
dipengaruhi berbagai macam partisipan, diantaranya
1.
2.
3.
4.

Mahasiswa dan angkatan muda
Golongan cendikiawan
Partai politik
Pengusaha

Pergeseran dari goverment ke governance menyebabkan peran pemerintah tidak lagi sekuat dulu, dan
runtuhnya orde baru menyebabkan munculnya banyak partai sehingga persaingan menguasai pemerintahan
menjadi semakin ketat dan komplit. Perkembangan politik menunjukan bahwa kebanyakan partai politik
dikuasai atau ditenggarai oleh pengusaha yang memiliki kepentingan sendiri yang berkaitan dengan
pemerintah sehingga sangat terpengaruh kebijakan pemerintah. Dengan banyaknya persaingan cara paling
aman dan cepat untuk mendapatkan keuntungan dari kebijakan pemerintah adalah dengan membuat sendiri
kebujakan yang menguntungkan pihak tertentu, dengan kata lain terun sebagai pengambil keputusan
sehingga kebijakan yang dibuat selalu bisa diatur sejalan dengan kepentingan yang dimiliki.
Dengan gambaran keuntungan yang besar banyak yang pemilik kepentingan yang asalnya bukan politikus
menjadi politikus dadakan sehingga membuat kebijakan yang dihasilkan tidak berdasarkan kepentingan
masyarakat secara luas dan tidak berpolitik dengan baik. Hal ini manyebabkan sistem multi partai di
Indonesia menjadi contoh partisipatory governance yang buruk. Sistem multi partai dianggap sebagai
representatif kehadiran partisipasi masyarakat dalam politik, namun apakah sistem multi partai mampu
merepresentasikan keinginan semua masyarakat tanpa pengecualian atau hanya representasi dari keinginan
sebagian kelompok yang berkuasa?

Pembahasan
Partisipatory govenance adalah bentukan tata pemerintahan dengan berbagai pihak yang dapat
mempengaruhi keputusan, Indonesia disaat rezim orde baru runtuh menunjukan fenomena participatory
yang sangat besar, dimana banyak masyarakat yang awalnya tidak terlibat dalam politik menjadi ikut
terlibat dalam politik, meskipun kemampuan dan ilmu berpolitik masih buruk. Fenomena ini dianggap
seperti lepasnya kekangan akan politik yang terjadi pada masa orde baru. Adalah hal yang baik jika
masyarakat terlibat dalam semua proses pengambilan keputusan, namun fenomena yang terjadi di Indonesia
HENDRO MULIARTO (25411021)

7

mengindikasikan adanya beberapa kelompok yang memiliki kepentingan sendiri dan mengatasnamakan
partisipasi politik untuk meraup keuntungan pribadi.
Salah satu kelemahan sistem partisipatory governance adalah sistem ini sangat rentan dengan pemanfaatan
network power dan monopoli. Hal ini berarti kelompok-kelompok tertentu bisa saja menguasai semua
sumberdaya dan mengatur kebijakan berdasarkan kepentingan kelompok. Di Indonesia fenomena ini dapat
dilihat dari sistem multi partai, sistem ini mengarahkan Indonesia pada politik yang semberaut dan
kepentingan kelompok yang saling berbenturan sehingga tidak memperhatikan lagi kepentingan rakyat
Indonesia sendiri. Padahal ada enam prinsip administrasi public yang seharusnya dimainkan perannya oleh
pemerintah yang berkuasa, yaitu


Civil service yang tidak berpolitik



Hierarki dan aturan



Permanen dan stabilitas



Civil service yang terlembaga



Peraturan internal



Persamaan

Namun kesetiaan pada partai dan kelompok mengalahkan kesetiaan pada rakyat sehingga menghambat
kemajuan bangsa.untuk memperbaiki sistem participatory governance di Indonesia diperlukan tinjauan
ulang unuk desain kelembagaan yang meningkatkan keefektifan participatory governance
1. Devolution : mewujudkan tata kelola partisipatif diperlukan reorganisasi aparatur melalui
penyerahan kewenangan politik kepada unit/lembaga lokal yang memiliki otoritas publik
2. Centralized Supervision and Coordination : Meskipun memiliki berbagai otoritas, bukan berarti
unit/lembaga lokal sepenuhnya otonom, namun tetap bertanggungjawab dan akuntabel terhadap
lembaga diatasnya. Kantor pusat bertanggungjawab untuk memperkuat lembaga lokal melalui
koordinasi, distribusi sumberdaya, konsultasi/ bimbingan teknis, difusi inovasi, dll (coordinated
decentralization).
3. State-Centered, not voluntaristic : Berupaya untuk merubah mekanisme kekuasaan pemerintah
menjadi deliberative-democratic yang dimobiliasi di tingkat grassroot secara permanen .
Transformasi ini merupakan cara untuk menginstitusionalisasikan partisipasi dari masyarakat biasa
Adapun kelebihan dan kekurangan sistem multi partai di Indonesia yang dapat di identifikasi adalah,
Kelebihan sistem multi partai ini adalah:
1.
2.
3.
4.

Sebagai bentukan dari praktek demokrasi berbangsa dan bernegara yang baik
Sekumpulan rakyat bisa menyalurkan aspirasi melalui partai atau membuat partai sendiri
Rakyat bebas bersuara melalui partai politik masing-masing ataupun secara individu
Terbentuknya oposisi sebagai bentukan pengawasan penguasa

Kekurangan sistem multi partai antra lain
1. Persaingan antar partai politik menjadi tidak sehat
2. Saling menjatuhkan antar dan inter partai dalam rangka perebutan kekuasaaan
HENDRO MULIARTO (25411021)

8

3. Hambatan dalam kinerja kepemerintahan semakin besar
4. Partai politik yang haus akan kekuasaan cendrung melakukan politik kotor dengan uang dll.
5. Perpecahan antar dan inter partai sering terjadi, kader dari masing-masing partai bisa berpindahpindah jika kepentingannya tidak bisa diakomodasi partai atau tidak mendapatkan kekuasaan di
partai tersebut
6. Pemerintah tidak lagi setia pada rakyak melainkan pada partai dan isu mempertahankan kekuasaaan
7. Menimbulkan konflik SARA
8. Akibat kekuatan antar partai yang tidak terlalu jauh, maka cendrung ada politik bagi-bagi
kekuasaan
9. Bagan pemerintahan menjadi semakin gemuk dan tidak efisien.
10. Biaya politik yang dikeluarkan semakin besar dengan adanya banyak partai, contohnya untuk
pemilu, semakin banyak partai yang mengikuti pemilu semakin banyak dana yang dikeluatkan
untuk pemilu.
11. Menimbulkan fenomena golput akibat kebingungan akan pilihan partai dan kepentingnannya
12. Pencitraan partai politik mengakibatkan banyak uang yang diinvestasikan kepada hal yang tidak
ada sangkutannya dengan kesejahteraan rakyatcontohnya sticker, baliho, spanduk, bendera dan
iklan politik.
Sistem multi partai sebenarnya merupakan sistem yang baik jika masyarakat bisa membedakan kepentingan
partai dan kepentingan bangsa dan tentunya lebih mengutamakandan setia pada kepentingan bangsa. Sistem
ini membuat pengambilan aspirasi dari masyarakat menjadi lebih besar dan luas tapi juga membuat sistem
tersebut menjadi tidak efektif dengan semakin banyaknya informasi yang diolah dan dan semakin besarnya
distorsi informasi. Oleh karna itu hierarki yang hampir datar diperlukan dalam sistem ini, terlebih lagi
pengawasan pada sistem ini haruslah lebih ditingkatkan mengingat banyak pihak bisa mengekspolitasi
kekuasaan dan menciptakan rezim untuk kepentingannya.

Kesimpulan
Dikarenakan dasar pancasila dan demokrasi yang dianut Indonesia maka Indonesia tidak cocok dengan
sistem satu partai, namun tidak efektif juga dengan jumlah partai yang berubah-ubah, sehingga diperlukan
pembatasan jumlah partai yang ada di Indonesia.
Sebagai media penghubung antara masyarakat dan negara seharusnya partai bertindak berdasarkan
kepentingan bangsa dan negara bukan berdasarkan kepentingan sekelompok orang atau pemenuhan hasrat
berkuasa dan pembentukan rezim-rezim baru.
Dengan banyaknya partai politik dengan berbagai kepentingannya diperlukan golongan mahasiswa dan
golongan muda, cendikiawan yang menjaga agar segala kebijakan yang diambil pemerintah adalah pro
rakyat dan bukan merupakan kebijakan yang dibuat untuk kepentingan golongan atau kelompok tertentu.
Tambahan satu partai lagi untuk saat ini adalah partai media sosial, dimana pendapat masyarakat sangat
dipengaruhi oleh informasi yang dibaca

Daftar Bacaan
David E. Booher and Judith E. Innes (2002). Network Power in Collaborative Planning.

HENDRO MULIARTO (25411021)

9

Frank Moulaert and Katy Cabaret (2006). Planning, Networks and Power Relations: is Democratic Planning
UnderCapitalism Possible.
Hamilton, David K. Regimes and Regional Governance;Roosevelt University.
http://wikipedia.com
http://www.kpu.go.id/
Osborne, S. P. 2010. The New Public Governance? : Emerging Perspectives On The Theory. Routledge.
New York.
Peters, B. Guy. 1996. The Future of Governing: Four Emerging Models. University Press of Kansas. United
States of America.
Stone, Clarence N.Urban Regimes and The capacity To Govern : A Political Economy Approch.
University Of Maryland;College Park.

HENDRO MULIARTO (25411021)

10