IUS CONSTITUENDUM KEWENANGAN DAN FUNGSI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam
penyelengaraan suatu negara, konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang
lazim disebut undang-undang dasar dan dapat pula tidak tertulis, undang – undang
dasar menempati tata urutan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam
negara, dalam konteks institusi negara, konstitusi bermakna permakluman
tertinggi yang menetapkan antara lain pemegang kedaulatan tertinggi, sturktur
negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan kekuasaan legislatit, kekuasaan
peradilan dan berbagai lembaga negara serta hak-hak rakyat.1
Dalam penyusunan undang-undang dasar, nilai-nilai dan norma dasar yang
hidup dalam masyrakat dan dalam praktek penyelengaraan negara turut
mempengaruhi perumusan pada naskah dengan demikian suasana kebatinan yang
menjadi latar belakang filosofi, sosiologis, politis dan histori perumusan yuridis
suatu ketentuan undang-undang dasar perlu dipahami dengan seksama, untuk
dapat mengerti dengan sebaik-baiknya ketentuan yang terdapat pada pasal –pasal
undang-undang dasar.2
Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi dan paling fundamental
sifatnya karena merupakan sumber legitimasi atau landasan otoritas bentuk –
1 Pimpinan MPR dan Tim kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, Empat Pilar Kehidupan

berbangsa dan bernegara (Jakarta, Sekretariat Jendral MPR RI, 2014 ) hal.117
2 Ibid Hal.118

1

bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainya, sesuai dengan prinsip
hukum yang berlaku univeral agar peraturan yang tingkatanya berada di bawah
undang-undang dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan itu tidak boleh
bertantangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut .
Pengaturan sedemikian rupa menjadikan dinamika kekuasaan dalam
proses penyelengaraan pemerintahan dan negara dapat dibatasi dan dikendalikan
sebagaimana mestinya, dengan demikian paham konstitusionalisme dalam suatu
negara merupakan konsep yang seharusnya ada .
Paham konstitusionalisme berawal dari dipergunakanya konstitusi sebagai
hukum dalam penyelengaraan negara, konstitusionalisme mengatur pelaksanaan
rule of law (supremasi hukum) dalam hubungan individu dengan pemerintahan.
Konstitusionalisme menghadirkan situasi yang dapat memupuk rasa aman, karena
adanya pembatasan terhadap wewenang pemerintah yang telah di tentukan
terlebih dahulu,


konstitusionalisme mengemban the limited state (negara

terbatas), agar penyelengaraan negara dan pemerintahan tidak sewenag-wenang
dan hal di maksud dinyatakan serta di atur secara tegas dalam pasal- pasal
konstitusi.3
Pada prinsipnya paham konstitusionalisme adalah menyangkut prinsip
pembatasan kekuasaan, konstitusionalisme mengatur dua hubungan yang saling
berkaitan satu sama lain : pertama, hubungan antara pemerintah, dengan warga
negara dan kedua,

hubungan antar lembaga pemerintahan yang satu dengan

lembaga pemerintah lainya. karena itu biasanya isi konstitusi dimaksudkan untuk
3 Ibid Hal.119

2

mengatur tiga hal penting, yaitu menentukan pembatasan kekuasaan organ-organ
negara, mengatur hubungan antara lembaga –lembaga negara yang satu dengan
lainya dan


mengatur hubungan kekuasaan antara lembaga –lembaga negara

dengan warga negara .4 Konstitusi atau verfasung itu sendiri, menurut Thomas
Paine bahwa:5
A.constitution is a thing antecedent to a goverment and a goverment is
only the creature of a constitution”. (Konstitusi itu mendahului pemerintahan
karena pemerintahan itu justru dibentuk berdasarkan konstitusi).
Era reformasi memberikan harapan bagi terjadinya perubahan menuju
penyelengaraan negara yang lebih demokratis, transparan dan memiliki
akintabilitas tinggi serta terwujudnya good governance dan adanya kebebasan
berpendapat,

semuanya itu diharapakan makin mendekatkan bangsa pada

pencapaian tujuan nasional sebagaimana terdapat dalam pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk itu gerakan
reformasi diharapkan mampu mendorong perubahan mental Bangsa Indonesi,
baik pemimpin maupun rakyat, sehingga mampu menjadi bangsa yang menganut
dan menunjung tinggi nilai–nilai kebenaran, keadilan kejujuran, tangungjawab,
persamaan, serta persaudaraan .6

Perkembangan tuntutan perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 itu menjadi kebutuhan bersama Bangsa
Indonesia, selanjutnya tuntunan itu diwujudkan secara komperhensif, bertahap,
4 Ibid Hal.120
5 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada,
2014),Hal-16
6 Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, Panduan Pemasyarakatn
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan MPR RI edisi
revisi, (Jakarta, Sekretariat Jendral MPR RI, 2014 ) hal.5

3

dan sistematis dalam empat kali perubahan Undang –Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pada empat sidang MPR sejak taahun 1999
samapai dengan 2002 .
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 yang
dilakukan oleh MPR RI, selain merupakan perwujudan tuntutan reformasi, juga
sejalan dengan pidato Ir. Soekarno, ketua panitia penyusunan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rapat panitia persiapan
kemerdekaan Indonesia ( PPKI ) tangal 18 Agustus 1945.pada kesempatan itu ia

menyatakan antara lain :7
“Bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar kita, bahwa barangkali
boleh dikatakan pula, inilah Revolutiiegrondwet. nanti kita membuat
undang –undang dasar yang lebih sempurna dan lengkap’’.
Suatu hal yang sangat mendasar bagi pentinganya amandemen UUD 1945
adalah tidak adanya sistim kekuasaan dengan”check and balance” terutama
terhadap kekuasaan eksekutif terhadap UUD 1945 adalah marupakan suatu
keharusan, karena hal itu akan mengantarkan bangsa Indonesia ke arah tahapan
baru melakukan penataan terhadap ketatanegaraan.
Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak
tahun 1999 dimana amandemen pertama dilakukan dengan memberikan tambahan
dan perubahan terhdap Pasal 9 UUD 1945, kemudian amandemen ke dua
dilakukan pada tahun 2000, amandemen ke tiga dilakukan pada tahun 2001, dan
amandemen ke empat dilakukan pada tanggal 10 Agustus 2002.8
7 Ibid, Hal. 7-8
8 Kaelan, Pendidikan kewarganegaraan untuk perguruan tinggi, ( Yogyakarta, Universitas Gadjah
Mada, Paradigma2016), Hal, 106-107

4


Tujuan dilakukan perubahan Undang –Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 untuk: 9
1. Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam
mencapai tujuan nasional yang terulang dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan
memperkokoh

Negara

Kesatuan

Republik

Indonesia

yang

berdasarkan Pancasila .
2. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan
kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai

dengan perkembangan paham demokrasi .
3. Menyempurnakan aturan dasar mengenai

jaminan

dan

perlindungan hak asasi manusia agar sesuai perkembangan paham
hak asasi manusia dan peradaban umat manusia yang sekaligus
merupakan syarat bagi suatu negara hukum di cita-citakan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Menyempurnakan aturan dasar penyelengaraan negara secara
demokratis dan modern, anatar lain melalui pembagian kekuasaan
yang lebih tegas, sistim saling mengawasi dan saling megimbangi
(check and balance) yang lebih ketat transparan dan pembentukan
lembaga –lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi
perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman .
5. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstutisional
dan


kewajiban

negara

mewujudkan

kesejahtraan

sosial

,

9 Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, Panduan Pemasyarakatn
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan MPR RI..., Op
cit, Hal, 12

5

mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara , menegakan
etika , moral dan solidaritas bernegara , sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara
sejahtra .
6. Melengkapi

aturan

dasar

yang

sangat

penting

dalam

penyelengaraan negara bagi eksitensi negara dan perjuangan
negara mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara
dan pemilihan umum
7. Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan

berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi , kebutuhan , serta
kepentingan bangsa dan Negara Indonesia dewasa ini sekaligus
mengakomodasi kecenderungan untuk kurun waktu yang akan
datang .
Tuntutan reformasi yang mengkehendaki agar Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebenarnya telah di awali dalam sidang
istimewa MPR yang pertama kalinya diselengarakan pada era reformasi tersebut,
MPR telah menerbitkan tiga ketetapan, ketetapan itu memang tidak secara
langsung mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, tetapi
telah menyentuh muatan Undang –Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Dewasa ini adanya semangat untuk melakukan amandemen tentu sangat
dinanti oleh seluruh elemen Bangsa Indonesia hal ini disebabkan dengan adanya
perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia maka sangat jelas
tentu akan merubah sistim ketatanegaraan Bangsa Indonesia saat ini, hal ini dapat
dilihat pada masa sebelumnya adanya perubahan undang-undang dasar

6

melahirkan lembaga baru bagi Sistim Pemerintahan Indonesia yang kita kenal

sebagai Lembaga Perwakilan, lembaga perwakilan yang di maksud adalah Dewan
Perwakilan Daerah.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Manifestasi keinginana rakyat
daerah melalui perwakilanya dalam sistim pemerintahan demokrasi, baik DPD
sebagai perwakilan maupun pemerintah daerah dan pemerintah pusat, semua itu
merupakan perwakilan rakyat dan rakyatlah yang berdaulat, sebagaimana
ditentukan “the hight law of the land”, Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945: “ Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
diLaksanakan menurut Undang-Undang Dasar ”.

10

Dalam pengertianya

Kelembagaan pada umumnya kedududkan Dewan Perwakilan Daerah merupakan
badan legislatif daerah, yang mencerminkan salah satu fungsi badan itu yaitu
Legislate atau membuat Undang-Undang.

11

Kelahiran DPD pada dasarnya didasari oleh semua pihak baik pemerintah
pusat maupun daerah untuk memperbaiki hubungan kerja dan penyaluran
kepentingan antara kedua level pemerintahan tersebut. Dalam hal ini, DPD juga
diharapkan hadir sebagai lembaga yang mampu membantu untuk mengatasi
kesenjangan antara pusat dan daerah sesuai semangat otonomi daerah yang
menjamin keadilan, demokrasi, dan jaminan keutuhan integritas wilayah
negara. Menurut Ramlan Surbakti beberapa pertimbangan Indonesia membentuk
DPD di antaranya, pertama, distribusi penduduk Indonesia menurut wilayah
10 Ria Casmi Arsa, Konstruksi Yuridis Politik Legislasi DPD Pasca Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012, Jurnal Konstitusi Volume 12 Nomor 4, Desember 2015,
Hal.756
11 Ibid, Hal. 756

7

sangat timpang dan terlampau besar terkonsentrasi di pulau Jawa; kedua, sejarah
Indonesia menunjukan aspirasi kedaerahan sangat nyata dan mempunyai basis
meteril yang sangat kuat, yaitu adanya pluralisme daerah otonom seperti daerah
istimewa dan daerah khusus. Keberadaan DPD juga memang sengaja didesain
hampir atau memang hendak menyerupai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Sebagaimana diatur dalam UUD’1945 Amandemen bahwa DPD merupakan
representasi langsung rakyat di daerah yang menjadi konstituten perwakilannya.
Tugas dan tanggung jawab DPD berkisar pada pengawasan dan pengusulan
realisasi hubungan pusat dan daerah berserta kepentingan yang ada di dalamnya
ke dalam produk perundang-undangan. Dalam hal ini, sebenarnya peran DPD
sangat strategis, karena dengan keberadaan DPD, pemerintah pusat sebenarnya
mempunyai rekan kerja yang seimbang dalam hal penyelenggaraan hubungan
pemerintah pusat dan daerah.Terlepas dari perdebatan di atas, dapat disimpulkan
bahwa tuntutan pembentukan DPD dapat dilihat sebagai salah satu usaha untuk
menghasilkan pemerintahan yang lebih demokratis mengingat beragamnya
kepentingan kondisi daerah-daerah di Indonesia. Indonesia adalah salah satu
negara di dunia yang mempunyai tingkat heterogenitas (kemajuan) yang tinggi.
Meskipun bukan merupakan satu-satunya syarat bagi tegaknya demokrasi, DPD
dianggap sebagai lembaga yang dapat mewakili kepentingan daerah-daerah secara
formal di tingkat pusat. Kehadiran lembaga ini telah membangkitkan ekspektasi
atau harapan masyarakat di daerah bahwa kepentingan daerah dan masalahmasalah yang dihadapi dapat diangkat dan diperjuangkan di tingkat nasional.12
12 Fathuddin, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Kontruksi ketatanegaraan Indonesia,
https://fathudin85.wordpress.com/2012/10/07/dewan-perwakilan-daerah-dpd-dalamkonstruksiketatanegaraan-indonesia. .Di akses tanggal 17 November 2016. Pukul 21.00. WITA.

8

Wewenang Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) harus
dimulai dari pertanyaan mengapa ketatanegaraan Republik Indonesia perlu
memiliki DPD RI, dan dimana kedudukan DPD RI dalam Sistem Ketatanegaraan
Republik Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) untuk memahami perdebatan dalam
pembentukan konstitusi negara, bentuk negara kesatuan yang dipilih sama sekali
tidak pernah bermaksud menjadikan negara yang sentralistik, namun adalah
negara kesatuan yang menerapkan politik desentralistik dengan berakar
kedaerahan. Berakar kedaerahan memiliki makna bahwa desentralisasi tidak
sekedar adanya penyerahan kewenangan dari pemerintah kepada daerah, namun
ada alasan yang lebih substansial yaitu untuk menjaga, melindungi, dan
menghormati pluralistik atau keanekaragaman daerah. Menyuarakan aspirasi
daerah memiliki makna menyuarakan keanekaragaman daerah-daerah. Daerah
akan memiliki makna hidup ber-indonesia apabila dalam keputusan nasional
terakomodasi kepentingan daerah-daerah. Dalam wadah negara Indonesia yang
sangat luas, multikultural, dan kompleks, sangat mustahil dan akan melawan akal
sehat bila keputusan nasional bisa adil, dan mensejahterakan rakyat keseluruhan
tanpa memerankan representasi daerah secara kuat. makna ini baru bisa
diwujudkan kalau sistem ketatanegaraan memiliki mekanisme konstitusional
bahwa representasi daerah memiliki kekuatan seimbang (balance) dengan
representasi politik.13

13 Septiawan Riki, Peranan DPD, http://rikiseptiawan 1809 .blogspot.co.id/2012/05/ makalahperanan-dpd.htmI, .Di akses tanggal 17 November 2016. Pukul 21.00. WITA.

9

Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dimaksudkan dalam
rangka mereformasi struktur Indonesia menjadi dua kamar (bikameral) yang
terdiri dari DPR dan DPD. Dengan struktur bikameral itu diharapkan proses
legislasi

dapat

diselenggarakan

berdasarkan

sistem

double-check

yang

memungkin representasi kepentingan seluruh rakyat secara relatif dapat
disalurkan dengan basis sosial yang lebih luas. DPR merupakan cermin
representasi politik (political representation), sedangkan DPD mencerminkan
prinsip representasi teritorial atau regional (regional representation).14
Keberadaan DPD didalam sistim parlemen telah diamanatkan didalam
Undang-undang dasar Nergara Republik Indonesia tahun 1945, yang selanjutnya
dijabarkan dalam pasal 22C dan 22D . dengan rumusan sebagai berikut :15
-

-

Pasal 22C ayat (1) : Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari
setiap provinsi melalui pemilihan umum.
Pasal 22C ayat (2): Anggota perwakilan daerah dari setiap provinsi
jumlahnya sama dan jumalah seluruh anggota Dewan Perwakilan
Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan
Perwakilan Rakyat .
Pasal 22 C ayat (3): Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya
sekali dalam setahun .
Pasal 22 C ayat (4): Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah diatur dengan undang-undang.

berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar di atas maka sangat jelas
bahwa untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah sangatlah tidak mudah,
menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah harus berasal dari provinsi yang
14 M. Solly Lubis, Suhaidi, Faisal Akbar Nasution, Penguatan Fungsi Legislasi Dewan
Perwakilan Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia (Analisis Putusan
Mahkamah Konstitusi No.92/PPU-X/2012), USU Law Journal, Vol.3.No.2 ( Agustus 2015), Hal.
163
15Lihat Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,atau yang di singkat
dengan UUD NRI Tahun 1945, Bab VII A Dewan Perwakilan Daerah Pasal 22C

10

mengutusnya, di samping itu hal yang perlu diperhatiakan di dalam menjadi
anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah proses seleksi menjadi anggota dewan
perwakilan daerah sangatlah sulit karena setiap calon anggota dewan perwakilan
daerah harus mampu meraup suara terbanyak dan diseleksi diluar partai politik
sehingga dapat dikatakan bahwa untuk menjadi anggota dewan perwakilan
tidaklah mudah. Selain itu pasal yang mengatur tentang Dewan Perwakilan
Daerah dapat dilihat pada pasal sebagai berikut :16
- Pasal 22D ayat (1): Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta pengabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainya,
serta yang berkaitan dengan perlimpahan keuangan pusat dan
daerah.
- Pasal 22D ayat (2): Dewan Perwakakilan Daerah ikut membahas
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
pengabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainya, serta yang berkaitan dengan perlimpahan
keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang
angaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undangundang yang berkaitan dengan pajak,pendidikan dan agama .
- Pasal 22D ayat (3): Dewan Perwakilan Daerah melakukan
pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : Otonomi
daerah, pembentukan, pemekaran, dan pengabungan, hubungan
pusat dan daerah pengololaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainya, pelaksanaan angaran pendapatan dan belanja
negara, pajak, pendidikan, dan agama, serta menyampaikan hasil
pengawasanya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
- Pasal 22D ayat (4): Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat
diberhentikan dari jabatanya, yang syarat –syarat dan tata caranya
diatur dalam undang-undang.
Dari uraian di atas maka dengan adanya amanat Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengakomodir dan mengatur
16 Lihat Pasal 22 D, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau yang
di singkat dengan Pasal 22 UUD NRI Tahun 1945.

11

tentang lembaga perwakilan dalam hal ini adalah Dewan Perwakilan Daerah atau
yang disingkat dengan DPD maka ini merupakan angin segar di dalam sisitim
lembaga perwakilan artinya adanaya cita untuk dapat melakukan perubahan yang
mengatur tentang kepentingan pusat dan daerah sehingga semua urusan daerah
dapat dijalankan dengan baik.
Di samping itu adanya semangat pembentukan dewan perwakilan daerah
semata-mata di maksudkan untuk mewujudakan check and belance antar lembaga
perwakilan sehingga Dewan Perwakilan Daerah saling mengawasi dan
mengimbanggi dalam urusan-urusan yang menyangkut tentang kebijakan daerah,
yang pada prinsipnya dimaksudkan agar setiap urusan daerah dapat mudah
dilaksanakan dengan baik.
Dewan perwakilan Daerah memiliki peranan yang sangat penting di dalam
sistim ketatanegaraan, adanya kedudukan sebagai lembaga perwakilan yang
berasal dari berbagai daerah sehingga hal ini dimaksudkan untuk dapat
memberikan warna baru di dalam sistim lembaga perwakilan yang secara tidak
langsung memiliki kedudukan sederajat dengan Dewan Perwakilan Rakyat,
adanya kewenangan yang diberikan dan dijamin oleh konstitusi seharusnya
Dewan Perwakilan Daerah mampu menjadi sebuah lembaga yang ideal di dalam
menjalani tugas dan tangung jawab DPD, misalnya mampu mengakomodir
kepentingan rakyat dan daerah di dalam perumusan kebijakan nasional, mampu
memperjuangkan hak-hak rakyat dan daerah sesuai dengan apa yang dijamin di
dalam konstitusi.
Melalui perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 melahirkan sebuah lembaga baru dalam struktur Ketatanegaraan
Indonesia, yakni Dewan Perwakilan Daerah. dengan kehadiran DPD dalam

12

Sisitim Perwakilan Indonesia, DPR harusnya didukung dan diperkuat oleh DPD,
di mana DPR sebagai lembaga perwakilan berdasarkan aspirasi dan paham politik
rakyat sebagai pemegang kedaulatan, sedangkan DPD merupakan lembaga untuk
meningkatkan agresi dan akomodasi

kepentingan daerah-daerah serta

keanekaragaman aspirasi daerah dalam perumusan kebijakan nasional yang
berkaitan dengan negara dan daerah-daerah, selain itu untuk mencapai percepatan
demokrasi,

pembangunana dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang

untuk mewujudkan kesejahtraan rakyat, maka dengan adanya DPD akan
memberikan sebuah sistim check and belance artinya sistim saling mengawasi dan
mengimbangi antar cabang kekuasaan negara dan antar lembaga legislatif sendiri
di dalam sistim ketatanegaraan, tetapi realita yang terjadi di dalam perkembangan
sistim lembaga perwakilan dalam hal ini DPD justru kewenangan dan fungsi
DPD sebagai penyalur keanekaragaman aspirasi daerah tidak dapat dijalankan
seutuhnya hal ini disebababkan adanya kewenangan dan fungsi DPD yang masih
sangat lemah di dalam bidang legislasi, anggaran, pengawasan dan pertimbangan,
Dari uraian di atas maka penulis melakukan penilitian dengan judul “ IUS
CONSTITUENDUM KEWENANGAN DAN FUNGSI DPD MELALUI
AMANDEMEN KE V UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945’’
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan kewenangan dan fungsi DPD RI hasil
amandemen Ke IV Tahun 1999-2002

13

2. Bagaimana Ius Constituendum kewenangan dan fungsi DPD RI melalui
amandemen ke V.
1.3 Tujuan Penilitian
1. Untuk Mengetahui dan menganalisis Pelaksanaan kewenangan dan
Fungsi DPD hasil amandemen ke IV tahun 1999-2002.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis Ius Constituendum Kewenangan
dan fungsi DPD melalui amandemen ke V.

1.4 Manfaat Penilitian
Gambaran mengenai tujuan- tujuan di atas, dapat di simpulkan bahwa
penilitian ini di harapakan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis.
1. Secara teoritis penilitian ini bermanfaat sebagai bahan pemikiran yang
dapat di jadikan sebagai sumber referensi atau evaluasi mengenai
kewenangan dan fungsi DPD hasil Amandemen ke IV Tahun 1999-2002.
2. Secara praktis penilitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi peniliti di bidang hukum,
mahasiswa dan berbagai pihak yang melakukan penilitian menyangkut Ius
Constituendum

kewenangan

dan

fungsi

DPD

terhadap

gagasan

Amandemen ke V Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia .

14

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ius Constitutum dan Ius Constituendum
Ius constitutum adalah hukum positif suatu negara, yaitu hukum yang
berlaku dalam suatu negara pada suatu saat tertentu sebagai contoh : hukum
Indonesia yang berlaku dewasa ini dinamakan Ius Constitutum, atau bersifat
hukum positif, juga dinamakan tata hukum Indonesia. Demikian pula hukum yang
berlaku sekarang, Inggris, Rusia, Jepang, dan lain-lain.

17

dalam istilah lain Ius

positum atau ius constitutum atau disebut juga ius oparatum artinya hukum yang
telah di tetapkan atau dipositifkan (positum) atau dipilih atau di tentukan
(constitutum) berlakunya sekarang (oparitum) dalam masyarakat atau wilayah
17 Soejono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Divisi Buku Perguruan Tinggi, (Jakarta,PT
RajaGrafindo Persada,2008), Hal. 163-164

15

tertentu. Ius oparatum mengandung arti bahwa hukum atau peraturan perundangundangan telah berlaku dan dilaksanakan dimasyarakat.18
Ius constituendum adalah hukum yang dicita-citakan oleh pergaulan hidup
dan negara, tetapi belum merupakan kaidah dalam bentuk undang-undang atau
berbagai ketentuan lain.19
Perbedaan keduanya didasarkan pada perkembangan sejarah tata hukum
tertentu, seperti dikatakan oleh W.L.G Lembdire bahwa hukum menerbitkan
pergaulan hidup manusia suatu tempat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu.
Ia merupakan hasil perkembangan sejarah yang terbentuk dan akan hilang. Jadi
bisa dikatakan bahwa Ius Constitutum sekarang adalah Ius Constituendum pada
masa lampau. Oleh Purnabi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto ditegaskan
bahwa perbedaan Ius Constitutum dengan Ius Constituendum merupakan suatu
abstraksi dari fakta bahwa sesunguhnya segala sesuatu merupakan suatu proses
perkembangan. 20
Demikianlah bahwa hukum pun merupakan suatu lembaga masyarakat
yang senantiasa mengalami perkembangan, sedemikian rupa, sehingga apa yang
dicita-citakan, pada saatnya terwujud menjadi kenyataan, sebaliknya yang sedang
berlaku menjadi pudar ditelan waktu karena telah tidak cocok lagi (mengalami
deskrapansi atau kesenjangan antara kaidah dan kenyataan sosial).21 Ius
constituendum dapat menjadi ius constitututm atau ius positum atau ius operatum
apabila sudah ditetapkan berlaku oleh penguasa yang berwenang, dan
pemberlakuanya memenuhi ketetntuan yang telah ditetapkan oleh hukum positif

18 Umar,Pengantar Hukum Indonesia,cetakan ketiga ,(Jakarta Timur,Sinar Grafika,2015), Hal-5
19Soejono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Divisi Buku Perguruan Tinggi....,loc.cit..,
Hal.164
20 Ibi Hal.164
21 Ibid Hal.164

16

lainya yang mengatur pemberlakuan suatu hukum(undang-undang), misalnya
perundang-undangan harus telah disahkan oleh lembaga pembuat undang-undang
dan diundangkan oleh lembaga yang berwenang.22
Adanya Ius Constitutum dan Ius Constituendum

menunjukan bahwa

masyrakat selalu mengalami perkembangan, dimasa lalu merupakan ius
constituendum, sedangkan sekarang merupakan ius constitutum, sementara itu,
yang sekarang merupakan ius constituendum di masa akan datang merupakan ius
constitutum.
Pergiliran seperti ini akan berlangsung terus, misalnya (1); undang-undang
yang ada diganti dengan undang-undang yang baru, (2); penafsiran terhadap
undang-undangyang berubah, (3); perkembangan atau perubahan pendapatpara
ahli hukum (doktrin).23
Ius constituendum adalah istilah asing atau bahasa yunani yang dimaknai
bahwa bagaimana hukum ke depan atau politik hukum (legal policy)..
Politik hukum adalah legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang
hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembutan hukum baru maupun
dengan pengantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara. Dengan
demikian politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-hukum yang akan
dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai
tujuan negaraseperti yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945.24
Definisi yang pernah dikemukakan oleh beberapa pakar lain menujukan
adanya persamaan subtantif dengan defini yang penulis kemukakan, Padmo
Wahjono mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar yang

22 Umar, Pengantar Hukum Indonesia ,,,, Loc.., cit, Hal-5
23 Addul Rachmad, Pengantar Ilmu Hukum, (Malang,jawa timur, Bayumedia Publishing,2005),
Hal.142
24 Moh.Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia edisi revisi, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2014), Hal.1

17

menentukan arah, bentuk, mapun isi hukum yang akan dibentuk, di dalam tulisan
yang lain Padmo Wahjono memperjelas definisi tersebut dengan mangatakan
bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelengaraan negara tentang apa yang
dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu yang didalamnya mencakup
pembentukan, penerapan, dan penegakan hukum, Satjipto Raharjo mendefinisikan
politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk
mencapai suatu tujuan sosial dengan hukum tertentu di dalam masyarakat yang
cakupanya meliputi jawaban atas beberapa pertanyaan mendasar, yaitu, 1) tujuan
apa yang hendak dicapai melalui sistim yang ada, 2) cara-cara apa dan yang mana
yang dirasa paling baik untuk dipakai dalam mencapai tujuan tersebut, 3) kapan
waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu diubah, 4) dapatkah
sesuatu pola yang baku dan mapan dirumuskan untuk membantu dalam
memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan
tersebut dengan baik.25
Berbagai pengertian atau definisi tersebut mempunyai subtansi makna
yang sama dengan definisi yang penulis kemukakan yakni bahwa politik hukum
itu merupakan legal policy tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak
diberlakukan untuk mencapai tujuan negara. Di sini hukum diposisikan sebagai
alat untuk mencapai tujuan negara, terkait dengan ini Sunaryati Hartono pernah
mengemukakan tentang Hukum sebagai alat, sehingga secara praktis politik
hukum juga merupakan alat atau sarana dan langkah yang dapat digunakan oleh
pemerintah untuk menciptakan sistim hukum nasional guna mencapai cita-cita
bangsa dan tujuan negara. Politik hukum itu ada yang bersifat permanen atau
25 Ibid, Hal.1-2

18

jangka panjang dan ada yang bersifat priodik, yang sifatnya permanena misalnya
pemberlakuan prinsip pengujian yudisial, ekonomi kerakyatan, keseimbangan
antaa kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, penganti hukum-hukum
penigalan kolonial dengan hukum-hukum nasional, penguasaaan sumberdaya
alam oleh negara, kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan sebagainya, di sini
terlihat bahwa beberapa prinsip yang dimuat di dalam UUD sekaligus berlaku
sebagai politik hukum, adapun yang bersifat priodik adalah politik hukum yang
dibuat sesuai dengan perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode
tertentu baik yang akan memberlakukan maupun yang akan mencabut, misalnya,
pada periode 1973-1978 ada politik hukum untuk melakukan kodifikasi dan
unifikasi dalam bidang0bidang hukum tertentu, pada periode 1983-1988 ada
politik hukum untuk membentuk peradilan Tata Usaha Negara, dan pada periode
2004-2009 ada lebih dari 250 rencana pembuatan UU yang di catumkan di dalam
Legislasi Nasional(Proglenas).26
Politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilakanakan secara
nasional oleh pemerintah indonesia yang meliputi: pertama, pembangunan hukum
yang berintikan pembuatan dan pembaharuan terhadap materi-materi hukum agar
dapat sesuai dengan kebutuhan; kedua, pelaksanaan ketentuan hukum nyang telah
ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum.
Dari pengertian tersebut terlihat politik hukum mencakup proses pembuatan dan
pelaksanaan hukum yang dapat menunjukan sifat dan ke arah mana hukum akan
dibangun dan ditegakan. 27
2.2
Tinajuan Kewenangan dan Fungsi
26 Ibid, Hal. 3
27 Ibid, Hal. 17

19

Kewenangan berasal dari kata wewenang dalalm Kamus Besar Bahasa
Indonesia Wewenang memilki pengertian: hak dan kekuasaan untuk bertindak,
sedangakan Kewenangan adalah:

hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk

melakukan sesuatu.28
Mengenai wewenang itu, H.D. stout mengatakan bahwa :
“Bevogdheid is een begrip uit het bestuurlijke organisatierecht, wat kan
worden omschreven als het geheel van regels dat betrekking heeft op de
verkrijging en uitoefening van bestuursrechtelijke bevoegdheden door
publiekrechtelijke rechtssubjecten in het bestuursrechttelijike rechysverkeer”
(wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan,
yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenan dengan
persoalan dan pengunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di
dalam hukum publik). Lebih lanjut H.D.Stout, dengan menyentir pendapat
Goorden, mengatakan bahwa wewenang adalah:
“het gehel van rechten en plichten dat hetzij expliciet door de wetger aan
publiekrechtelijke rechtssubjecten is toegekend”,
(keseluruhan hak dan kewajiban yang secara eksplisit diberikan oleh
pembuat undang-undang kepada subjek hukum publik).29
Menurut Bagir Manan, Wewenang dalam bahasa hukum tidak sama
dengan kekuasaan (macht), kekuasaan hanya mengambarkan hak untuk berbuat
atau tidak berbuat, dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban
(rechten en plichten). Dalam kaitanya dengan otonomi hak megandung pengertian
kekuasaan

untuk

mengatur

sendiri

(zelfregen)

dan

mengelola

sendiri

(zelfbesturen), sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk
menyelengarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertikal berarti kekuasaan
28 Kamus Besar Bahasa Indonesia, http:/kbbi.web.id/wewenang, di akses 26 Maret-2017, Pukul
17.50
29 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara edisi revisi, (Jakarta, PT.Raja Grafindo, 2014),
Hal.98

20

untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan negara
secara keseluruhan.30
Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas
(legaliteitsbeginsel atau het beginsel van bestuur), maka berdasarkan prinsip ini
bersifat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundangundangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan
perundang-undangan. Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu: Atribusi, Delegasi,
dan Mandat. Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat ini H.D. VanWijk/ Willem
Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut31
a. Attributie: toekenning van een bestruursbevoegheid door een
weetgever aan een bestuursorgan, (atribusi adalah pemberian
wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada
pemerintah).
b. Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het ene bestruursorgan
aaan een ander, (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan
dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainya)
c. Mandat: een bestruursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem
uitoefenen door een ander, (mandat terjadi ketika organ pemerintahan
mengizinkan kewenanganya dijalankan oleh organ lain atas namanya).

30 Ibid, Hal.99
31 Ibid, Hal. 101-102

21

Berdasarkan keterangan di atas tersebut, tampak bahwa wewenang yang
diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundangundangan, dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan
secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan perundangundangan, dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan
wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada, dengan
tangungjawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan
sepenhnya berada pada penerima wewenang (atributaris), pada delegasi tidak
ada penciptaan wewnang, yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat
yang satu kepada pejabat yang lainya. Tangung jawab yuridis tidak lagi pada
pemberi delegasi, sementara pada mandat, penerima mandat (mandataris) hanya
bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (mandans).32
Pemberian kewenangan kepada administrasi negara untuk bertindak atas
inisiatif

itu lazim dikenal dengan istilah Freis Emersen atau discretionary

power, suatu istilah yang di dalamnya mengandung kewajiban dan kekuasaan
yang luas, kewajiban adalah tindakan yang harus dilakukan dan kekuasaan yang
luas, Kewajiban adalah tindakan yang harus dilakukan, sedangkan kekuasaan
yang luas itu menyiratkan adanya kebebasan memilih, melakukan atau tidak
melakukan tindakan. Menurut E.Utrecht, kekuasaan administrasi negara dalam
bidang legislasi ini meliputi; pertama, kewenangan untuk membuat undang
peraturan atas inisiatif sendiri, terutama dalam mengahadapi soal-soal genting
yang belum ada peraturanya, tanpa bergantung pada pembuat undang-undang32 Ibid, Hal.105

22

undnag puasat, kedua, kekuasaan administrasi negara untuk membuat peraturan
atas dasar delegasi.33
Pengertian fungsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: jabatan
(pekerjaan) yang dilakukan.34 Dalam hukum administrasi negara fungsi lebih
melekat

pada

kedudukan

hukum

Pemerintahan,

menurut

Soehardjo

Pemerintahan sebagai organisasi bilamana kita mempelajari ketentuan-ketentuan
susunan organisasi, termasuk di dalamnya fungsi, penugasan kewenangan,
badan-badan, instansi, serta dinas-dinas pemerintahan, sebagai fungsi kita
meniliti ketentuan-ketentuan yang mengatur apa dan cara tindakan aparatur
pemerintahan sesuai dengan kewenangan masing-masing 35 Dalam perspektif
hukum publik, negara adalah Organisasi jabatan, menurut Logemann :36
“In zijn sociale verschijningsvorm is de staat organisatiie, een verband
van functies, mat functies is dan bedoeld; een omschreven werkking in verbanda
van het gehel, zij heet, met betrekking tot de staat, ambt, de staat is
ambtenorganisatie”.

(Dalam bentuk kenyataan sosialnya, negara adalah organisasi yang
berkenan dengan berbagai fungsi, yang dimaksud dengan fungsi adalah
lingkungan kerja yang terperinci dalam hubungan secara keseluruhan, fungsifungsi ini dinamakan jabatan, negara adalah organisasi jabatan).
Menurut Bagir Manan, jabatan adalah lingkungan pekerjaan yang berisi
fungsi-fungsi tertentu yang secara keseluruhan mencerminkan tujuan dan tata
33 Ibid, Hal.15
34 Kamus Besar Bahasa Indonesia, http:/kbbi.web.id/Fungsi, di akses 26 Maret-2017, Pukul 17.50
35 Ibid, Hal.31
36 Ibid, Hal-.70

23

kerja suatu organisasi, negara berisi berbagai jabatan atau lingkungan kerja tetap
dengan berbagai fungsi untuk mencapai tujuan negara.37
Di atas telah disebutkan bahwa jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap,
sementara pejabat dapat berganti-ganti, pergantian pejabat tidak mempengaruhi
kewenangan yang melekat pada jabatan.
Sesuai hasil penjabaran di atas dapat diberikan pengertian bahwa Fungsi
memiliki pengertian bahwa tindakan pejabat sesuai dengan kewenanganya, dan
pada prinsipnya fungsi dan kewenagan hampir memiliki kesamaan karna pada
dasarnya antara fungsi dan kewenangan melekat pada kedudukan dan tugas
badan atau organ negara.
2.3 Tinjauan Lembaga Negara
Secara sederhana, istilah Organ Negara atau lembaga negara dapat
dibedakan dari perkataan organ atau lembaga swasta, lembaga masyarakat, atau
yang biasa di sebut Ornop atau Organisasi Non-pemerintahan yang dalam nahasa
ingris

disebut

Non-Goverment,

Organization,

atau

Non-Govermental

Organization(NGO’s). Oleh sebab itu lembaga apa saja yang dibentuk bukan
sebagai lembaga masyarakat dapat kita sebut sebagai lembaga negara. Lembaga
negara itu dapat berada dalam ranah legislatif, eksekutif, yudikatif, ataupun yang
bersifat campuran.38
Lembaga negara bukan merupakan sebuah konsep yang secara
terminologis memiliki istilah tunggal dan seragam. Di dalam kepustakaan Inggris,
37 Ibid- Hal-71
38 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konslidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta
Timur, PT. Sinar Grafika, 2010), Hal.27

24

lembaga negara disebut dengan menggunakan istilah political institution,
sedangkan dalam terminologi bahasa Belanda terdapat istilah staat organen.39
Di Indonesia, dikenal beberapa istilah yaitu: lembaga negara, badan
negara, organ negara dan alat pelengkap negara yang tak jarang istilah itu saling
dipertukarkan satu sama lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Inodonesia( KBBI
1997), kata “Lembaga” diartikan sebagai (i) asal mula atau bakal (yang akan
menjadi sesuatu); (ii) bentuk asli (rupa, wujud); (iii) acuan, ikatan; (iv) badan atau
organisasi yang bertujuan melakukan penyelidikan keilmuan atau melakukan
suatu usaha; (v) pola perilaku yang mapan yang terdiri atas interaksi sosial yang
berstruktur.
Menurut Kamus Hukum Belanda-Indonesia, kata staatsorgan itu
diterjemahkan sebagai alat perlengkapan negara. Dalam Kamus Hukum Fockema
Andreae yang diterjamahkan oleh Saleh Adiwinata dkk., kata Organ juga diartikan
sebagai perlengkapan. Oleh karena itu, istilah Lembaga Negara, Organ Negara,
Badan Negara, dan alat Perlengkapan Negara, seringkali dipertukarkan satu sama
lain, akan tetapi menurut Natabaya, Penyususnan UUD 1945 sebelum perubahan,
cenderung konsisten mengunakan istilah Badan Negara, Bukan Lembaga Negara,
atau Organ Negara.40
Selain peristilahan Jimly mengemukakan bahwa istilah lembaga, organ,
badan, dan alat perlengkapan itu seringkali dianggap identik dan karena itu sering
saling dipertukarkan. Akan tetapi, satu sama lain sebenarnya dapat dan memang
39 Firmansyah Arifin, et.al., Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga
Negara, (Jakarta; Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, 2005), Hal. 29
40 Ibid, Hal. 27-28

25

perlu dibedakan, sehingga tidak membingungkan. Untuk memahaminya secara
tepat, maka perlu mengetahui persis apa yang dimaksud dengan kewenangan dan
fungsi. Sebagai contoh, Jimly mengemukakan misalnya di dalam Dewan
Perwakilan Rakyat ada badan kehormatan, tetapi di dalam Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi dapat dibentuk Dewan Kehormatan. Artinya, yang mana
yang lebih luas dan yang mana yang lebih sempit dari istilah dewan, badan, dan
lembaga sangat tergantung konteks pengertian yang dimaksud di dalamnya. Yang
penting untuk dibedakan apakah lembaga atau badan itu merupakan lembaga yang
dibentuk oleh dan untuk negara atau oleh dan untuk masyarakat.41
Menurut Kamus Hukum, yang ditulis oleh Andi Hamzah42, lembaga negara
diartikan sebagai badan atau organisasi kenegaraan. Sedangkan dalam kamus
Dictionary of Law, Institution diartikan sebagai (1) an organisation or society set
up for particular purpose (sebuah organisasi atau perkumpulan yang dibentuk
untuk tujuan tertentu), dan (2) building for a special purpose (bangunan yang
dibentuk untuk tujuan tertentu).43
Menurut Hans Kelsen, bahwa siapapun yang menjalankan fungsi yang
ditetapkan oleh tatanan hukum merupakan sebuah organ. Lebih lanjut dikatakan
bahwa parlemen yang menetapkan undang-undang dan warga negara yang
memilih para wakilnya melalui pemilihan umumnya sama-sama merupakan organ
dalam arti luas. Demikian pula hakim yang mengadili dan menghukum penjahat
41Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara pasca Reformasi (Jakarta;
Setjen dan Kepaniteraan MK RI, 2006), Hal. 31-32.
42Andi Hamzah, Kamus Hukum, dikutip dalam
Gunawan A. Tauda, Komisi Negara
Independen..., op.cit., Hal. 53.
43 P.H. Collin, Dictionary of Law, dikutip dalam Gunawan A. Tauda,

26

dan terpidana yang menjalankan hukuman tersebut di lembaga pemasyarakatan,
juga merupakan organ negara.44 pendek kata, dalam pengertian yang luas ini organ
negara itu identik dengan individu yang menjalankan fungsi atau jabatan Atertentu
dalam konteks kegiatan bernegara. Inilah yang disebut sebagai jabatan publik atau
pejabat umum (public offices) dan pejabat publik (publik officials).45
Selain itu, Hans Kelsen juga mengemukakan adanya pengertian organ
negara dalam arti yang sempit, yaitu pengertian organ dalam arti materil. Individu
dikatakan organ negara hanya apabila ia secara pribadi memiliki kedudukan
hukum yang tertentu.46
Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga negara atau alat-alat
kelengkapan negara selain untuk menjalankan fungsi negara, juga untuk
menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual dijelaskan oleh Sri Soemantri,
lembaga-lembaga itu hanya membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain
saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi negara, yang ia
istilahkan sebagai actual governmental mechanism.47
Setiap pembicaraan tentang organisasi negara, terdapat dua unsur pokok
yang saling berkaitan, yaitu organ, dan functie. Organ adalah bentuk atau
wadahnya, sedangkan functie a dalah isinya. Organ adalah bentuknya, sedangkan
functie adalah gerakan wadah itu sesuai mSaksud pembentukannya.

44 Dikutip dalam Jimly Asshiddiqie, Perkembangan..., op.cit., Hal. 32
45 Ibid.
46 Ibid., Hal. 32
47 Sri Soemantri, Tentang Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD 1945, dikutip dalam
Gunawan A. Tauda, Komisi Negara Independen..., op.cit., Hal. 54

27

Sesuai naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, organ-organ yang dimaksud ada yang disebut secara eksplisit namanya, dan
ada pula yang disebut secara eksplisit hanya fungsinya. Ada pula lembaga atau
organ negara yang disebut baik namanya maupun fungsi atau kewenangannya
akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah.
Harus diakui bahwa ditengah masyarakat kita masih berkembang
pemahaman yang luas bahwa pengertian lembaga negara dikaitkan dengan
cabang-cabang kekuasaan tradisional legislatif, ekselutif, dan yudikatif. Lembaga
negara dikaitkan dengan pengertian lembaga yang berada diranah kekuasaan
legislatif disebut lembaga legislatif, lembaga yang berada diranah eksekutif
disebut lembaga pemerintahan, dan yang berada diranah yudikatif disebut sebagai
lembaga pengadilan.48
Jika kita menelisik pada teori klasik, yaitu trias politica yang
dikemukakan oleh Montesquieu bahwa tercermin ada tiga lembaga kekuasaan,
yaitu lembaga legislatif (pembentuk hukum atau undang-undang negara), lembaga
eksekutif (penerapan hukum sipil), dan lembaga yudikatif (pelaksana sistem
peradilan). Namun oleh Jimly Asshiddiqie49 dikatakan bahwa teori trias politica
yang diidealkan oleh Montesquie ini jelas tidak relevan lagi dewasa ini,
mengingat tidak mungkin lagi mempertahankan bahwa ketiga organisasi tersebut
hanya berurusan secara ekslusif dengan salah satu dari ketiga fungsi kekuasaan
tersebut. Kenyataan dewasa menunjukan bahwa hubungan antar cabang

48 Jimli Asshiddiqie,Perkembangan dan Konslidasi,...., op.cit Hal.37
49 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi..., op.cit., Hal. 32-33.

28

kekuasaan itu tidak mungkin tidak saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya
bersifat sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip
check and balances.
2.4. Demokrasi dan kedaulatan rakyat
Secara etimologi, asal kata demokrasi berasal dari bahasa yaitu damos
yang artinya rakyat dan kratos artinya pemerintahan, sehingga dapat diartikan
bahwa demokrasi artinya pemerintahan rakyat. sementara itu di dalam kamus
Bahasa Indonesia (KBBI), merumuskan demokrasi adalah bentuk atau sistim
pemerintahan yang segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantara
wakilny, atau disebut juga pemerintahan rakyat, dan gagasan atau pandangan
hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang
sama bagi semua warga negara.50 Sementara itu dalam Oxford English Dictionary
di sebutkan bahwa : Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat, bentuk
pemerintahanya terletak pada kedaulatan rakyat secara menyeluruh, dan dijadikan
secara langsung oleh rakyat atau oleh pejabatyang di pilih oleh rakyat. Sedangkan
Robert Dahl menyebutkan: Demokrasi memberikan kesempatan untuk:1).
Partisipasi secara efektif, 2) secara dalam hak suara, 3) menajalankan kontrol
akhir terhadap agenda, dan 4) melibatkan orang dewasa.51
Tidak dapat dibantah lagi bahwa demokrasi merupakan asas dan sistim
yang paling baik didalam sistim politik dan ketatanegaraan. Khazanah pemikiran
dan preformansi politik di berbagai negara sampai pada satu titik temu tentang ini,
50 Abdi yuhana, Sistim Ketatanegaraan Indonesia pasca perubahan UUD 1945, (Bandung, Fokus
Media, 2013), Hal.34
51 Ibid, Hal.35

29

yaitu demokrasi adalah pilihan terbaik dari berbagai pilihan lainya. Sebuah
laporan studi yang disponsori oleh salah satu organ PBB, yakni UNESCO, pada
wal 1950-an menyebutkan bahwa tidak ada satupun tangapan yang menolak “
demokrasi” sebagai landasan dan sistim yang paling tepat dan ideal bagi semua
organisasi politik dan organisasi moderen. Studi yang melibatkan lebih dari
seratus orang sarjana barat dan timur dapat dipandang sebagai jawaban yang
sangat penting bagi studi-studi tentang demokrasi.52
Kedaulatan rakyat (popular sovereignty) dimaksudkan kekuasaan rakyat
sebagai imbangan terhadap kekuasaan penguasa tunggal atau yang berkuasa.
Dalam hal ini ditarik garis pemisah yang tajam antara rakyat yang diperintah
disatu pihak dan penguasa-penguasa masyarakat sebagai pemerintahan di lain
pihak. Yang benar berdaulat dalam hubungan ini ialah rakyat yang diperintah.53
Ajaran atau teori kedaulatan rakyat (volks-souverentiteit) ini lahir dari Jean
Jaques Rousseau sebagai kelanjutan dari filsafatnya yang bersumber dari perasaan
yang melekat pada diri manusia sebagai satu-satunya mahluk yang mempunyai
peradaban (sivilisasi). Ajaran kedaulatan rakyat berpangkal tolak dari hasil
penemuan bahwa tanpa tata tertib dan kekuasaan, manusia tidak akan hidup aman
dan pasti tidak tentram. Tanpa tata tertib manusia merupakan bintang buas (homo
homini lupus), dan kehidupan berubah menjadi perang antar umat manusia

52 Ni”Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia edisi Revisi, (kota Depok, PT.Raja Grafindo
Persada, 2005), Hal.259
53 Muh. Kusnardi dan Bintan Saragih, Ilmu Negara, dikutip dalam Ni’matul Huda, Ilmu Negara,
cetakan ketiga, ( Jakarta, Rajawali Pers, 2011), Hal. 188

30

(bellum omnium contra omnes), itulah sebabnya manusia bersepakat untuk
mendirikan negara, dan untuk itu mereka mengadakan perjanjian masyarakat.
Mengenai kedaulatan rakyat dalam kaitanya dengan contract social
(perjanjian masyarakat), terdapat dua pendapat. Pertama; kekuasaan dari rakyat
karena perjanjian masyarakat itu telah habis, sebab kekuasaan mutlak. Penguasa
itu yang berdaulat, bukan rakyat. Kedua, manusia sejak dilahirkan telah membawa
hak. Untuk menjamin hak-hak itu, maka mereka menadakan perjanjian
masyarakat untuk mendirikan negara untuk melindungi hak-hak manusia itu, jadi
kedaulatan itu tetap berada pada rakyat.54
Dalam teori Rousseau yang menjadi dasar paham “kedaulatan Rakyat”
mengajarkan, bahwa Negara bersandar atas kemauan Rakyat, demikianlah pula
halnya semua peraturan-peraturan adalah penjelmaan kemauan rakyat.55
Dalam paham kedaulatan rakyat (democracy), rakyatlah yang dianggap
sebagai pemilik dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara.56
Rakyatlah yang menentukan corak dan cara pemerintahan diselenggarakan.
Rakyatlah yang menentukan tujuan yang hendak dicapai oleh negara dan
pemerintahannya itu. Dalam praktek, sering dijumpai bahwa di negara yang
jumlah penduduknya sedikit dan ukuran wilayahnya tidak begitu luas saja pun,
kedaulatan rakyat itu tidak dapat berjalan secara penuh. Apalagi di negara-negara
54 I Gde Pantja Astawa, Memahami Ilmu Negara & Teori Negara, ( Bandung, PT.Refika
Aditama, 2009), Hal.113-114
55 C.ST.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta,Balai Pustaka, 1989),
Hal.62
56 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, cetakan
kelima (Jakart