PENGARUH PENERAPAN PRINSIP PRINSIP REINV (1)

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah
Administrasi merupakan bagian dari segala macam kehidupan, tidak

terkecuali kehidupan negara. Sudah umum diketahui bahwa secara teoritis,
administrasi secara luas adalah kerjasama dua orang atau lebih secara rasionalitas
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan,
administrasi dalam arti yang sempit adalah suatu kegiatan surat menyurat,
kegiatan tata usaha, atau segala macam kegiatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan, mengolah, menyebarkan, menyimpan, sampai mengaplikasikan
suatu data dengan tujuan bersama tertentu. Dalam hal ini, dapat kita pahami
bahwa administrasi merupakan suatu hal yang tidak bisa diam, karena sifat dari
administrasi adalah dinamis dan bergerak, dan kebutuhannya akan senantiasa
berkembang dari zaman ke zaman.
Salah satu bentuk dari Adminitrasi adalah adanya Pelayanan Publik.
Pelayanan publik merupakan sarana bagi negara untuk mencukupi berbagai

kebutuhan dalam masyarakat yang berkaitan dengan masalah administrasi.
Pelayanan publik lah yang menjadi salah satu penghubung antara pemerintah
dengan rakyatnya. Artinya, pelayanan publik sebagai bagian dari administrasi juga
merupakan hal yang dinamis, yang kebutuhannya tidak bisa dibekukan untuk
diam pada satu masa.
Indonesia, yang pada masa setelah tahun 1998 tengah menikmati arus
deras demokrasi sebagai bagian dari reformasi Indonesia, pelayanan publik pun
1

2

menjadi salah satu yang ter-reformasi kan. Pembaharuan hukum dan undangundang sebagai bagian dari semangat reformasi tersebut, menjadi salah satu
pendekatan dalam mereformasi pelayanan publik. Kondisi ini selaras dengan
adanya prinsip Good Governance sebagai syarat terpenuhinya berbagai aspirasi
dan kebutuhan masyarakat, dimana salah satu perhatian utamanya adalah
“Penegakan hukum”
Perkembangan hukum positif Indonesia yang telah mengamanatkan
pengaturan otonomi daerah pada Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah, dan pengaturan tentang Pelayanan Publik pada UndangUndang No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, menjadi bagian dari
perkembangan pelayanan publik selama ini. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No

25 Tahun 2009, menjelaskan bahwa: “Pelayanan publik adalah kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau penyelenggara pelayanan publik”
Hal tersebut sejalan dengan tujuan pembentukan Pemerintahan Daerah
sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (3) UU No 32 Tahun 2004 menjelaskan
bahwa: “Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan
otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan
Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan
umum, dan daya saing daerah”
Maka dapat dipahami bahwa tujuan dibentuknya otonomi daerah salah
satunya adalah untuk meningkatkan pelayanan umum. Sudah menjadi kewajiban

3

setiap pemerintahan daerah untuk memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat
sesuai dengan amanat undang-undang tersebut, tidak terkecuali Kota Serang
Provinsi Banten. Sebagai pemekaran dari Kabupaten Serang dan sekaligus sebagai
daerah otonom, Kota Serang pun berkewajiban untuk melaksanakan pelayanan
publik di berbagai Instansi publik yang sentral akan kebutuhan masyarakat, tidak

terkecuali untuk Kantor Kecamatan Serang Kota Serang sebagai salah satu
instansi pelayanan publik.
Kebutuhan

pelayanan

publik

lebih

dinamis

perkembangannya

dibandingkan dengan hanya mengikuti perkembangan hukum normatif. Salah satu
paradigma baru yang berkembang dalam keilmuan pelayanan publik adalah
lahirnya paradigma “New Public Management” (NPM). Sebagai bagian dari
paradigma tersebut adalah lahirnya pula pemikiran Reinventing Government
dengan prinsip-prinsip mewirausahakan sektor publik dan merubah penyelenggara
pelayanan publik dari “Abdi Negara” menjadi “Abdi Masyarakat”. Pertanyaan

baru muncul, mengapa akhirnya harus “Mewirausahakan” sektor publik?
Kenyataan yang ironis, bahwa pada saat ini sektor swasta lebih dirasa
sanggup memberikan pelayanan prima dibandingkan dengan sektor publik.
Apalagi dengan mentalitas yang sangat melekat pada pelayanan publik saat ini
yaitu “Kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah?”. Tentu ini merupakan
cambukan yang keras bagi perkembangan pelayanan publik kedepan.
Sudah banyak fakta dan contoh yang terungkap, bahwa pelayanan di
Kantor Kecamatan mulai dari pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk
(KTP), Kartu Keluarga (KK), Akta Kelahiran, dan pelayanan administrasi

4

kependudukan lainnya ataupun keperluan perizinan tertentu yang harus melalui
kantor kecamatan selalu dirasakan kekurangannya. Mulai dari prosedur pelayanan
yang bertele-tele, oknum petugas yang enggan sekali mengarahkan penerima
pelayanan, ongkos pelayanan yang sangat mahal dan tidak wajar, pelayanan yang
tidak ramah, hasil pelayanan yang mesti ditunggu lama, sampai terkadang ada
beberapa oknum petugas yang “pilih kasih” dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Semua ini adalah indikasi bahwa sektor publik belum bisa
memberikan pelayanan prima atau Service Excellence kepada masyarakat.

Pelayanan Prima atau Service Excellence merupakan pelayanan yang
terbaik, pelayanan itu menjadi prima manakala Instansi yang memberikan
pelayanan itu dapat memuaskan pihak yang dilayani atau pelanggannya. Jadi yang
dimaksud pelayanan prima disini adalah Pelayanan yang sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh pelanggan. Inilah konsep pelayanan ideal dengan orientasi
menjadikan publik sebagai “Konsumen” yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat akan pelayanan yang semakin berkembang dan semakin beragam.
Pelayanan inilah yang seharusnya menjadi standar bagi setiap instansi-instansi
penyelenggara

pelayanan

publik

dalam

memberikan

pelayanan


kepada

masyarakat, terutama pada instansi Kecamatan Serang Kota Serang yang sangat
strategis perannya dalam melayani kebutuhan masyarakat yang beragam, dari
mulai kebutuhan administratif dan sebagainya.
Berkaca dari perkembangan pelayanan publik selama ini, dimana 14 tahun
lebih reformasi pelayanan publik berjalan, tapi belum memenuhi keinginan yang
diinginkan masyarakat. Penggunaan “Penegakan Hukum” ataupun “Hukuman”

5

dalam pelayanan publik selama ini ternyata bukanlah satu-satunya pendekatan
yang sempurna untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih prima dan
menjadikan

penyelenggara

pelayanan

publik


betul-betul

sebagai

“Abdi

Masyarakat”. Maka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang kini tidak hanya
ingin di layani, meningkatkan pelayanan prima atau service excellence dengan
pendekatan baru merupakan hal yang harus dikembangkan.
Dengan kesamaan orientasi antara reinventing government dan service
excellence yang sama-sama berorientasi pada pemberian pelayanan maksimal dan
menjadikan publik sebagai “Konsumen” yang harus diberi kepuasan, maka
pendekatan penerapan prinsip reinventing government menjadi pendekatan yang
dinilai tepat untuk “mewirausahakan” dan meningkatkan peran Kecamatan Serang
Kota Serang terutama dalam mewujudkan peningkatan pelayanan prima. Namun,
masih terdapat sejumlah kendala berkaitan dengan penerapan prinsip reinventing
government untuk meningkatkan service excellence.
Hal tersebut dapat penulis uraikan dalam beberapa gejala masalah yang
berakibat pada perwujudan pelayanan prima di Instansi publik, sebagai berikut:

1. Penyelenggara pelayanan publik terlalu berfikir normatif dengan hanya
mengikuti standar yang ditetapkan undang-undang tanpa berfikir inovatif,
sehingga perkembangan pelayanan publik kurang maksimal.
2. Kurangnya kesungguhan hati dan produktivitas para penyelenggara pelayanan
publik sebagai “Abdi Masyarakat” dalam memberikan pelayanan publik dan
hanya memenuhi tuntutan pekerjaan atau “Abdi Negara” yang memenuhi
kebutuhan birokrasi saja, sehingga berakibat kurangnya daya saing yang
dimiliki penyelenggara pelayanan publik.

6

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melaksanakan
penelitian mengenai penerapan prinsip mewirausahakan birokrasi yang baik untuk
meningkatkan pelayanan prima di instansi publik, maka dalam menyusun skripsi
ini penulis memutuskan untuk mengambil judul:
“PENGARUH

PENERAPAN

PRINSIP-PRINSIP


REINVENTING

GOVERNMENT TERHADAP PENINGKATAN SERVICE EXCELLENCE
DI KANTOR KECAMATAN SERANG KOTA SERANG”
1.2

Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil pengamatan selama melakukan pra penelitian, penulis

dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana penerapan prinsip-prinsip reinventing government terhadap
peningkatan service excellence pada Kantor Kecamatan Serang Kota
Serang
1.2.2 Seberapa

besar

pengaruh


penerapan

prinsip-prinsip

reinventing

government terhadap peningkatan service excellence pada Kantor
Kecamatan Serang Kota Serang?
1.2.3 Seberapa

besar

signifikansi

penerapan

prinsip-prinsip

reinventing


government terhadap peningkatan service excellence pada Kantor
Kecamatan Serang Kota Serang?

1.3

Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

7

Berdasarkan perumusan identifikasi masalah yang ada, maka yang menjadi
tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui penerapan prinsip-prinsip reinventing government
terhadap peningkatan service excellence pada Kantor Kecamatan Serang Kota
Serang
2. Mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan prinsip-prinsip reinventing
government terhadap peningkatan service excellence di Kantor Kecamatan
Serang Kota Serang.
3. Ingin mengetahui seberapa besar signifikansi penerapan prinsip-prinsip
reinventing government terhadap peningkatan service excellence di Kantor
Kecamatan Serang Kota Serang.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Dari judul penelitian Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Reinventing
Government Terhadap Peningkatan Service Excellence di Kantor Kecamatan
Serang Kota Serang. Penulis berharap dapat memberikan manfaat dari penelitian
yang dilakukan. Ada dua manfaat yang mungkin didapat dari hasil penelitian ini,
yaitu:
1. Teoritis
Kegunaan penelitian secara teoritis, penulis mengharapkan bahwa hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbang saran untuk pengembangan
teori-teori mengenai Konsep Reinventing Government atau Mewirausahakan
Birokrasi dan mengenai peningkatan Service Excellence atau Pelayanan Prima
sebagai fokus penelitian ini, yang merupakan salah satu perkembangan ilmu
Manajemen Pelayanan Publik sebagai bagian dari dinamika ilmu Administrasi

8

Negara. Dimana dalam penelitian ini yang menjadi lokus adalah pada Kantor
Kecamatan Serang Kota Serang.
2. Praktis
Adapun kegunaan praktis dari penelitian ini adalah:
a. Dapat memberikan sumbang saran bagi Kepala Kecamatan Serang Kota
Serang, khususnya dalam hal meningkatkan kualitas pelayanan publik.
b. Dapat menambah dan memperluas wawasan ilmu pengetahuan penulis
mengenai konsep reinventing government dan service excellence sebagai
bagian dari perkembangan ilmu Manajemen Pelayanan Publik bidang
Adminitrasi Negara.
c. Dapat memberikan sumbang saran berupa referensi bagi pembaca yang
berminat, untuk penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam.
1.4

Anggapan Dasar dan Hipotesis

1.4.1 Anggapan Dasar
Sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Kaelan, M.S., dalam bukunya
Pendidikan Pancasila, menyatakan bahwa pengetahuan ilmiah harus memenuhi
syarat-syarat ilmiah sebagai berikut:
1. Berobjek
2. Bermetode
3. Bersistem
4. Universal, (2008:16-17)
Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam melaksanakan penelitian harus
bermetode yaitu seperangkat cara atau sistem pendekatan dalam rangka
pembahasan sehingga perlu ditetapkan anggapan dasar sebagai landasan berpijak

9

untuk menganalisis permasalahan kemudian dapat dijadikan pedoman dalam
penyelesaian gejala masalah yang terdapat dalam penyusunan skripsi ini. Dalam
menetapkan anggapan dasar penulis uraikan secara sistematis mulai dari
Pengertian dan Konsepsi Reinventing Government, Pengertian Pelayanan Publik,
dan Pengertian serta Konsepsi Service Excellence di bawah ini.
1. Pengertian dan Konsepsi Reinventing Government
Kata Reinventing Government apabila diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, artinya adalah “Mewirausahakan Pemerintah”. Maka konsepsi
Reinventing Government terdiri dari kata “Mewirausahakan” dan “Pemerintah”.
a. Pengertian Wirausaha
Secara etimologis, wirausaha berasal dari kata “wira” dan “usaha”. Dari
Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat dipahami bahwa wira berarti “pejuang”,
atau “keberanian”. Sementara usaha dapat dipahami sebagai “kegiatan dengan
mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud;
pekerjaan (perbuatan, prakarsa, ikhtiar, daya upaya) untuk mencapai sesuatu”.
Maka dari pemahaman ini, dapat dipahami bahwa wirausaha adalah suatu
rangkaian kegiatan dengan mengerahkan seluruh sumber daya yang dimiliki
secara gagah berani untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sejalan dengan pemahaman ini, Hendro dalam bukunya Dasar-dasar
Kewirausahaan: Panduan Bagi Mahasiswa untuk Mengenal, memahami, dan
Memasuki Dunia Bisnis, menjelaskan bahwa:
Wirausaha melakukan sebuah proses yang disebut creative
destruction untuk menghasilkan suatu nilai tambah (added
value) guna menghasilkan nilai yang lebih tinggi. Untuk itu
keterampilan wirausaha (entrepreneurial skill) berintikan
kreativitas. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa The core of
enterpreneural skill is creativity. (2011: 29)

10

Maka dapat dipahami bahwa wirausaha tidak hanya berkaitan dengan
bisnis saja, tapi juga menyangkut suatu usaha maksimal untuk menghasilkan
sesuatu nilai yang lebih tinggi melalui suatu upaya-upaya yang kreativ dan
inovatif.
b. Pengertian Government / Pemerintah
Pemahaman mengenai Government atau pemerintah, secara etimologis
dijelaskan oleh Dr. Djokosantoso Moeljono dalam bukunya Lead!: Galang
Gagas Tantangan SDM, Kepemimpinan, dan Perilaku Organisasi, bahwa:
Pemerintah adalah sebuah nama dalam Bahasa Indonesia
yang diserap dari bahasa Eropa, yaitu bestuur dalam Bahasa
Belanda yang berarti pengurus, dengan aktornya disebut
besturder yang dapat berarti pengemudi, dan aparatnya
disebut bestursamblenaar yang berarti pamong praja.
Pemerintah dalam bahasa Indonesia juga berasal dari bahasa
Inggris government yang menurut kamus Oxford berarti the
system by which a state or community is governed, atau
menurut thefreedictionary.com sebagai the act or process of
governing, especially the control and administration of
public policy in a political unit. Jadi, kata dasarnya adalah
“govern” yang berasal dari bahasa Latin guberno, yang
artinya mengemudikan, memimpin, membimbing, mengatur,
mengurus, mengendalikan dan seterusnya.(2006: 103)
Dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa Pemerintah atau
Government, adalah suatu kesatuan atau sistem yang memiliki fungsi umum untuk
mengemudikan, memimpin, membimbing, mengatur, mengurus, mengendalikan
dan lain sebagainya yang berkaitan dengan urusan-urusan publik untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.
c. Pengertian Reinventing Government
Dari penjelasan sebelumnya, maka dapat kita pahami bahwa pemerintah
wirausaha, atau reinventing government adalah suatu sistem pemerintah yang

11

digerakkan dengan secara maksimal menghasilkan nilai lebih dengan semangat
kreatif, inovatif dan dengan orientasi dekat dengan pelanggan (masyarakat)
melalui pendekatan-pendekatan baru demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Prof. Dr. Buchari Alma dalam
bukunya Kewirausahaan, yang menjelaskan konsepsi pemerintah wirausaha
sebagai berikut:
Pemerintah wirausaha ini berpijak pada pengertian wirausaha
yang dikemukakan oleh Jean B. Say: sekitar tahun 1800
wirausaha adalah memindahkan berbagai sumber ekonomi
dari suatu wilayah dengan produktivitas rendah ke wilayah
dengan produktivitas lebih tinggi dan hasil yang lebih besar.
Dengan kata lain, seorang wirausahawan menggunakan
sumber daya dengan cara baru untuk memaksimalkan
produktivitas dan efektivitas (2011: 29)
Pemerintah

wirausaha

akan

mendekatkan

diri

pada

pelanggan

(masyarakat) dan pada kepuasan masyarakat. Hal ini menjadikan pola-pola
pelayanan publik yang berbeda, dimana sebelumnya para birokrat memposisikan
diri sebagai “Abdi Negara” menjadi “Abdi Masyarakat”. Seperti yang dijelaskan
oleh Prof. Dr. Buchari Alma dalam buku Kewirausahaan, yang menjelaskan:
Pemerintah wirausaha yang berorientasi pada pelanggan akan
mendorong karyawan bertanggung jawab dan berperilaku
yang fokus terhadap kepuasan pelanggan, berusaha
mendepolitisasi, tidak melibatkan pandangan politik tertentu
dalam memberikan layanan, merangsang lebih banyak
inovasi, memberi kesempatan memilih alteratif bagi
pelanggan, dsb (2011: 31)
Pendapat yang sejalan adalah dari salah satu Walikota Indianapolis,
Amerika Serikat yakni Willam Hudnut yang dijelaskan dalam buku karya David
Osborne dan Ted Gaebler yaitu Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasi

12

Semangat Wirausaha Ke Dalam Sektor Publik. Dalam pidato tahun 1986
menjelaskan konsepsi pemerintah wirausaha.
Pemerintah wirausaha bersedia meninggalkan program dan
metode lama. Ia bersifat inovatif, imajinatif, dan kreatif, serta
berani mengambil resiko. Ia juga mengubah beberapa fungsi
kota menjadi sarana penghasil uang ketimbang penguras
anggaran, menjauhkan diri dari alternatif tradisional yang
hanya memberikan sistem penopang hidup. Ia bekerja sama
dengan sektor swasta, menggunakan pengertian bisnis yang
mendalam, menswastakan diri, mendirikan berbagai
perusahaan dan mengadakan berbagai usaha yang
menghasilkan laba. Ia berorientasi pasar, memusatkan pada
ukuran kinerja, memberi penghargaan terhadap jasa. Ia pun
mengatakan, “Mari kita selesaikan pekerjaan ini,” dan tidak
takut untuk memimpikan hal-hal besar. (2000: 20)
Adapun

yang

menjadi

prinsip-prinsip

reinventing

government

sebagaimana dikemukakan David Osborne dan Ted Gaebler, dalam bukunya
Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasi Semangat Wirausaha Ke Dalam
Sektor Publik yang penulis tetapkan sebagai tolak ukur penelitian ini adalah:
1). Pemerintahan
katalis:
mengarahkan
ketimbang
mengayuh.
2). Pemerintahan milik masyarakat: memberi wewenang
ketimbang melayani.
3). Pemerintahan yang kompetitif: menyuntikkan persaingan
ke dalam pemberian pelayanan
4). Pemerintahan yang digerakkan oleh misi: mengubah
organisasi yang digerakkan oleh peraturan.
5). Pemerintahan yang berorientasi hasil: membiayai hasil,
bukan masukkan.
6). Pemerintahan berorientasi pelanggan: memenuhi
kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi.
7). Pemerintahan wirausaha: menghasilkan ketimbang
membelanjakan.
8). Pemerintahan antisipatif: mencegah daripada mengobati.
9). Pemerintahan desentralisasi.
10).Pemerintahan
berorientasi
pasar:
mendongkrak
perubahan melalui pasar. (2000)

13

Selanjutnya dari tolak ukur tersebut di atas akan dikembangkan sesuai
dengan keberadaan dan kebutuhan pelayanan publik yang harus dilaksanakan oleh
Kantor Kecamatan Serang Kota Serang, kemudian akan disusun angket /
kuesioner penelitian.
Sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang di atas, bahwa penelitian
ini mengungkap dua variabel yaitu prinsip-prinsip reinventing government dan
peningkatan service excellence. Bila prinsip-prinsip reinventing government dapat
diterapkan dengan baik sesuai dengan konsepsi yang ada, maka diharapkan dapat
meningkatkan service excellence atau pelayanan prima.
2. Pengertian Pelayanan Publik
Untuk dapat memahami service excellence atau pelayanan prima, maka
terlebih dahulu penulis paparkan konsepsi serta pengertian dari pelayanan publik.
Pelayanan Publik terdiri dari dua kata, yakni “Pelayanan” dan “Publik”.
a. Pengertian Pelayanan
Menurut Kolter dalam buku karya Prof. Dr. Lijian Poltak Sinambela
yaitu Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, dan Implementasi,
menjelaskan bahwa “pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan
dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun
hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik”. (2011:4).
Selanjutnya Gronroos dalam buku karya Ratminto yakni Manajemen
Pelayanan: Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan
Standar Pelayanan Minimal, menjelaskan arti pelayanan yang lebih rinci, bahwa:

14

Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas
yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang
terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen
dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh
perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk
memecahkan permasalahan konsumen / pelanggan (2013: 2)
Dari pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa pelayanan adalah
suatu kegiatan yang dapat menghubungkan konsumen (dalam hal ini masyarakat /
publik) dengan karyawan (dalam hal ini negara sebagai penyelenggara pelayanan
publik) demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan konsumen yang beragam, mulai
dari pelayanan barang jasa, kebutuhan administratif, dan sebagainya.
b. Pengertian Publik.
Publik pada dasarnya berasal dari bahasa Inggris “public” yang berarti
umum, rakyat umum, orang banyak dan rakyat. H. George Frederickson dalam
buku karya Harbani Pasolong yakni Teori Administrasi Publik, menjelaskan
konsep publik dalam lima perspektif, yaitu:
1).
2).
3).
4).
5).

Publik sebagai kelompok kepentingan
Publik sebagai pemilih yang rasional
Publik sebagai perwakilan kepentingan masyarakat
Publik sebagai konsumen
Publik sebagai warga negara (2011: 7)

Maka dalam hal pelayanan publik, dapat dipahami bahwa perspektif
publik yang dimaksud adalah publik sebagai konsumen, yaitu konsumen
sebenarnya tidak terdiri dari individu-individu yang tidak berhubungan satu sama
lain, namun dalam jumlah yang cukup besar mereka menimbulkan tuntutan
pelayanan birokrasi.
c. Pengertian Pelayanan Publik

15

Menurut Sinambela dalam buku karya Harbani Pasolong yakni Teori
Administrasi Publik, pelayanan publik adalah “setiap kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang
menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan
meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik” (2011: 128).
Selanjutnya menurut Agung Kurniawan di dalam buku yang sama,
mengatakan bahwa “pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani)
keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah di tetapkan.”
3. Pengertian Pelayanan Prima atau Service Excellence
Dijelaskan oleh Drs. Sutopo, MPA dalam buku Pelayanan Prima: Modul
Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Golongan III, Pelayanan prima merupakan
terjemahan dari istilah “Service Excellence” yang secara harfiah berarti pelayanan
yang sangat baik atau terbaik, karena sesuai dengan standar pelayanan yang
berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan. Apabila instansi
pelayanan belum memiliki standar pelayanan, maka pelayanan disebut sangat baik
atau terbaik atau akan menjadi prima, manakala dapat atau mampu memuaskan
pihak yang dilayani (pelanggan). Jadi pelayanan prima dalam hal ini sesuai
dengan harapan pelanggan. (2009: 10)
Selanjutnya Atep Adya Barata dalam bukunya Dasar-dasar Pelayanan
Prima berpendapat bahwa pelayanan prima adalah kepedulian kepada pelanggan
dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan

16

kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya, agar mereka selalu loyal kepada
organisasi / perusahaan. (2003: 27)
Dari pengertian-pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa service
excellence atau pelayanan prima adalah pemberian layanan terbaik dengan
orientasi menjadikan masyarakat sebagai “pelanggan” yang perlu untuk dipuaskan
dengan sasaran agar mereka selalu loyal dan memberikan kepercayaannya kepada
organisasi / perusahaan.
Tujuan utama dari pemberian service excellence adalah kepuasan
masyarakat. Seperti yang dijelaskan oleh Drs. Sutopo, MPA bahwa tujuan
pelayanan prima adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan
memuaskan pelanggan atau masyarakat serta memberikan fokus pelayanan
kepada pelanggan. Dari pengertian ini, maka penulis beranggapan bahwa untuk
mengukur mutu atau kualitas pelayanan prima adalah dengan melihat tercapai
atau tidaknya tujuan tersebut, yang dalam hal ini tujuan tersebut adalah kepuasan
pelanggan.
Untuk mengukur peningkatan service excellence, penulis menggunakan
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sesuai yang diatur dalam KEPMENPAN No.
KEP/25/M.PAN/2/2004 Tentang “Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan
Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah”, yang penulis tetapkan sebagai
tolak ukur penelitian. Adapun 14 indikator tersebut adalah:
1).
2).
3).
4).
5).
6).

Prosedur pelayanan
Persyaratan Pelayanan
Kejelasan petugas pelayanan
Kedisiplinan petugas pelayanan
Tanggung jawab petugas pelayanan
Kemampuan petugas pelayanan

17

7). Kecepatan pelayanan
8). Keadilan mendapatkan pelayanan
9). Kesopanan dan keramahan petugas
10).Kewajaran biaya pelayanan
11). Kepastian biaya pelayanan
12).Kepastian jadwal pelayanan
13).Kenyamanan lingkungan
14).Keamanan Pelayanan
Dengan memperhatikan konsep-konsep yang di dapat dari berbagai
sumber di atas, maka untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian ini,
penulis menetapkan kerangka berfikir penelitian sebagai berikut;

VARIABEL X:

PROSES

Prinsip-Prinsip Reinventing
Government
1)
2)

INPUT:
Data hasil
dari
Kuesioner
dan Teori

FEEDBACK

1.
2.

Pemerintahan katalis
Pemerintahan milik
masyarakat
3) Pemerintahan yang
kompetitif
4) Pemerintahan yang
digerakkan oleh misi
5) Pemerintahan yang
berorientasi hasil
6) Pemerintahan berorientasi
pelanggan
7) Pemerintahan wirausaha
8) Pemerintahan antisipatif
9) Pemerintahan
desentralisasi.
10) Pemerintahan berorientasi
pasar

OUTCOMS

Penyelenggaraan pemerintah dapat
dilaksanakan berdasarkan prinsipprinsip reinventing government
Pelayanan
Prima
atau
Service
Excelence dapat meningkat sesuai
dengan indikator Kepuasan Masyarakat

VARIABEL Y:
Service Excellence
Menggunakan 14 Indikator IKM
berdasarkan KEPMENPAN No.
KEP/25/M.PAN/2/2004
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)

Prosedur pelayanan
Persyaratan Pelayanan
Kejelasan petugas pelayanan
Kedisiplinan petugas pelayanan
Tanggung
jawab
petugas
pelayanan
Kemampuan petugas pelayanan
Kecepatan pelayanan
Keadilan
mendapatkan
pelayanan
Kesopanan dan keramahan
petugas
Kewajaran biaya pelayanan
Kepastian biaya pelayanan
Kepastian jadwal pelayanan
OUTPUT
Kenyamanan lingkungan
Keamanan Pelayanan PEMBUKTIAN HIPOTESIS
Pengaruh Penerapan PrinsipPrinsip Reinventing Government
Terhadap Peningkatan Service
Excellence

18

Gambar 1, Kerangka Berpikir Penelitian
Selanjutnya, berdasarkan data informasi serta penjelasan-penjelasan dari
berbagai sumber yang penulis jadikan referensi, maka dapat dikemukakan
anggapan dasar sebagai berikut:
a. Pengertian Reinventing Government, adalah suatu paradigma sistem
pemerintah baru yang digerakkan dengan secara maksimal menghasilkan
nilai lebih dengan semangat kreatif, inovatif dan dengan orientasi dekat
dengan pelanggan, dan memposisikan ulang penyelenggara pelayanan
publik sebagai “Abdi Masyarakat” melalui pendekatan-pendekatan baru
demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan sehingga mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.
b. Prinsip-prinsip Reinventing Government merupakan tolok ukur dalam
menganalisis penelitian.
c. Pengertian pelayanan publik adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan
yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan
menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk
secara fisik.
d. Pengertian pelayanan prima atau service excellence adalah kepedulian
kepada

pelanggan

dengan

memberikan

layanan

terbaik

untuk

memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan
kepuasannya, agar mereka selalu loyal kepada organisasi / perusahaan.
e. Agar penerapan reinventing government dapat memberikan pengaruh
terhadap peningkatan service excellence, maka penerapan reinventing

19

government harus diterapkan menyeluruh berdasarkan prinsip-prinsip
yang sudah ditentukan
1.4.2

Hipotesis
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, penulis memiliki

hipotesis sebagai berikut:
1) “Diduga Terdapat Pengaruh yang Signifikan antara Penerapan
Prinsip-Prinsip Reinventing Government Terhadap dan Peningkatan
Service Excellence pada Kantor Kecamatan Serang Kota Serang.”
2) Hipotesis Statistik
Ho≤0

: Artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
Penerapan

Prinsip-Prinsip

Reinventing

Government

Terhadap dan Peningkatan Service Excellence pada
Kantor Kecamatan Serang Kota Serang
Ho>0

: Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara
Penerapan

Prinsip-Prinsip

Reinventing

Government

Terhadap dan Peningkatan Service Excellence pada
Kantor Kecamatan Serang Kota Serang
Untuk memudahkan dalam pengukuran variabel penelitian, penulis
menguraikan definisi operasional sebagai berikut:
a) Pengaruh

Penerapan

Prinsip-Prinsip

Reinventing

Government

sebagai variabel bebas dapat dioperasionalkan sebagai berikut:

20

1) Pemerintah yang mengarahkan dapat mendukung efisiensi, efektivitas,
persamaan, pertanggungjawaban dan fleksibilitas. (Pemerintahan Katalis)
2) Pemerintah dapat memberdayakan masyarakat dalam birokrasi dengan
memberikan wewenang untuk mengawasi kinerja pegawai. (Pemerintahan
Milik Masyarakat)
3) Pemerintah harus memiliki jasa, pelayanan, kinerja dan harga yang
memiliki kualitas daya saing baik. (Pemerintahan Kompetitif)
4) Pemerintah harus bergerak secara kreatif dan inovatif berdasarkan misi
instansi / organisasi nya. (Pemerintahan yang Digerakkan Oleh Misi)
5) Pemerintah harus bisa memberikan insentif untuk badan-badan tertentu
demi meningkatkan hasil. (Pemeritahan Berorientasi Pada Hasil)
6) Pemerintah melayani masyarakat seperti “pelanggan”. (Pemerintah
Berorientasi Pelanggan)
7) Dalam hal pelayanan publik, pemerintah melayani masyarakat sebagai
“Abdi Masyarakat”, bukan “Abdi Negara” (Pemerintah Berorientasi
Pelanggan)
8) Dalam hal pelayanan publik, pemerintah harus bisa memberikan kepuasan
kepada publik. (Pemerintah Berorientasi Pelanggan)
9) Dalam hal pelayanan publik, pemerintah harus bisa memenuhi kebutuhan
masyarakat. (Pemerintah Berorientasi Pelanggan)

21

10) Pemerintah harus bisa meminimalisir belanja dan memaksimalkan
penghasilan. (Pemerintah Wirausaha)
11) Pemerintah harus berfikir antisipatif dengan mencegah datangnya
permasalahan. (Pemerintahan Antisipatif)
12) Pemerintah harus mempersiapkan diri menghadapi tantangan kedepan.
(Pemerintahan Antisipatif)
13) Pemerintah bisa meningkatkan partisipasi dalam setiap program melalui
kerjasama dengan pihak lainnya. (Pemerintahan Desentralisasi)
14) Pemerintah bisa mendongkrak pertumbuhan melalui pendekatan pasar.
(Pemerintah Berorientasi Pasar)
b) Peningkatan

Service

Excellence

sebagai

variabel

terikat

di

operasionalkan ke dalam aspek-aspek:
1) Alur pelayanan yang diberikan kepada masyarakat harus mudah dan
sederhana. (Prosedur Pelayanan)
2) Petugas harus memiliki prinsip “Kalau bisa dipermudah, kenapa
dipersulit?” (Prosedur Pelayanan)
3) Persyaratan pelayanan baik teknis maupun administratif harus jelas, sesuai
dengan jenis pelayanan dan tidak membebani masyarakat. (Persyaratan
Pelayanan)

22

4) Petugas

pelayanan

harus

jelas

keberadaan,

nama,

jabatan,

dan

kewenangannya dalam memberikan pelayanan. (Kejelasan petugas
pelayanan)
5) Petugas Pelayanan harus tepat waktu baik saat mulai bekerja maupun
dalam memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat. (kedisiplinan petugas
pelayanan)
6) Petugas harus memiliki tanggungjawab dalam menyelesaikan pelayanan.
(Tanggungjawab petugas pelayanan)
7) Petugas pelayanan harus ahli dan terampil dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. (Kemampuan petugas pelayanan)
8) Petugas menyelesaikan pelayanan dalam waktu yang sudah ditentukan.
(Kecepatan pelayanan)
9) Pelayanan harus diperoleh semua orang, tidak membedakan golongan /
status masyarakat yang dilayani. (Keadilan mendapatkan pelayanan)
10) Petugas pelayanan bisa menunjukkan sikap yang sopan. (kesopanan dan
keramahan petugas)
11) Petugas harus bisa menahan amarah dalam menghadapi masyarakat.
(kesopanan dan keramahan petugas)
12) Pelayanan harus terjangkau biaya pelayanannya. (Kewajaran biaya
pelayanan)

23

13) Biaya pelayanan yang dibayarkan harus sesuai dengan biaya pelayanan
yang telah ditetapkan. (Kepastian biaya pelayanan)
14) Waktu pelayanan harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
(Kepastian jadwal pelayanan)
15) Sarana dan Prasarana pelayanan harus bisa memberikan rasa nyaman
kepada penerima pelayanan. (Kenyamanan Lingkungan)
16) Pelayanan harus menjamin tingkat keamanan, sehingga masyarakat dapat
merasa tenang. (Keamanan Pelayanan)
1.5 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
1.5.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan
kuantitatif / asosiatif kausal yaitu suatu cara penelitian dengan mengumpulkan
pendapat dari para responden yang dianggap representatif guna mengungkapkan
hubungan kausal antara Penerapan Prinsip-Prinsip Reinventing Government
dengan peningkatan Service Excellence pada Kantor Kecamatan Serang Kota
Serang.
1.5.2 Teknik Pengumpulan Data
Terdapat beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis
dalam melaksanakan penelitian ini adalah:

24

1. Studi Kepustakaan (Library Research), adalah penelitian yang dilakukan
dengan mempelajari dan membaca buku literatur yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti.
2. Penelitian Lapangan (Field Research), adalah penelitian yang dilakukan
secara langsung kepada objek penelitian.
a. Observasi Partisipatif, yaitu mengadakan penelitian dan pencatatan
secara langsung semua aktivitas objek penelitian sesuai hasil yang
diperoleh,

dan

penulis

terlibat

langsung

dalam

pelaksanaan

kegiatannya;
b. Interview, yaitu melakukan wawancara langsung dengan pejabat dalam
objek penelitian yang memiliki wewenang dalam memberikam
informasi yang dibutuhkan.
c. Angket, yaitu merupakan suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara menyebarkan sejumlah daftar pertanyaan atau
pernyataan untuk mendapatkan jawaban dari responden.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan Angket tertutup, yaitu daftar
pertanyaan tertulis yang telah disediakan alternatif jawabannya dan selanjutnya
dibagikan kepada responden, untuk memperoleh tanggapan secara objektif.
1.6 Populasi, Teknik Sampling, Uji Validitas dan Reliabilitas
1.6.1 Populasi
Yang menjadi anggota populasi dalam penelitian ini seluruh pegawai
negeri sipil (PNS) sebanyak 18 Orang pada wilayah kerja Kantor Kecamatan
Serang Kota Serang, Pekerja Magang di Kantor Kecamatan Serang sebanyak 25

25

Orang dan masyarakat umum sebagai penerima pelayanan Kantor Kecamatan
Serang yang diambil secara accidental dan acak yang penulis batasi sebanyak 25
orang. Adapun keseluruhan jumlah populasi adalah sebanyak 68 Orang.
1.6.2

Teknik Sampling
Teknik

sampling

adalah

merupakan

teknik

pengambilan

sampel

(Sugiyono, 2004:73). Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan untuk
mengambil sampel dari populasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan kerja
Kantor Kecamatan Serang Kota Serang penulis menggunakan Non Probability
Sampling, yaitu teknik sampling yang tidak atau kurang memberikan peluang
yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel. Adapun pendekatan yang digunakan adalah dengan pendekatan Total
Sampling atau Sensus, yaitu pengambilan sampel bila semua anggota populasi
dijadikan sebagai sampel. Maka, sampel yang akan diteliti dari populasi Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dilingkungan kerja Kantor Kecamatan Serang Kota adalah
sebanyak 68 orang.
Selanjutnya, teknik sampling yang digunakan untuk mengambil sampel
dari masyarakat sebagai penerima pelayanan Kantor Kecamatan Serang penulis
menggunakan Non Probability Sampling, yaitu teknik sampling yang tidak atau
kurang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampel. Adapun pendekatan yang digunakan adalah
dengan pendekatan Akcidental Sampling atau Sampling Aksidental, yaitu teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja dalam populasi yang
secara kebetulan bertemu dengan penelilti dapat digunakan sebagai sampel sesuai

26

dengan target populasi atau sasaran populasi. Adapun dalam penelitian ini, target
populasi atau sasaran populasi untuk masyarakat sebagai penerima pelayanan
Kantor Kecamatan Serang, penulis tetapkan sebanyak 25 Orang.
Adapun jumlah populasi yang penulis tetapkan secara rinci dapat terlihat
dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1.1
Populasi dan Sampel
No

Uraian

Populasi

Perhitungan

1
Camat
1
2
Sekertaris Camat (Sekmat)
1
3
Staf Camat
4
4
Kasi Camat
5
5
Kepala Bagian (Kabag)
3
6
Pelaksana
4
7
Pekerja Magang
25
7
Masyarakat Penerima Pelayanan
25
(Aksidental)
Jumlah
68
Sumber: Kantor Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014

Sampel
1
1
4
5
3
4
25
25
68

1.6.3 Uji Validitas
Dalam penelitian ini penulis melakukan perhitungan untuk menguji tingkat
validitas atau kelayakan kuesioner yang disebarkan kepada para responden. Untuk
mengetahui apakah setiap butir dalam instrumen itu valid atau tidak, dapat
diketahui dengan cara mengkoreksi skor butir-butir pertanyaan (sebagai variabel
X) dengan skor total (Sebagai Variabel Y). Dimana dalam uji validitas ini
dilakukan suatu perbandingan antara r hitung dan r tabel. Adapun rumus r hitung
adalah dengan menggunakan rumus “product moment” menurut Simamora (2004:
180) sebagai berikut:

27

Dimana

: r = korelasi product moment
n = jumlah responden
x = skor butir pertanyaan
y = skor total

1.6.4 Uji Reliabilitas
Dalam melaksanakan uji reliabilitas penulis menggunakan teknik belah
ganjil genap dimana peneliti mengelompokkan skor butir bernomor ganjil sebagai
bahan pertama dan kelompok skor butir bernomor genap sebagai bahan kedua.
Adapun rumus yang digunakan menurut Umar (2002: 188) adalah menggunakan
rumus Spearman-Brown, yaitu:

Dimana

: r11 = koefisien reliabilitas internal seluruh item
rb = korelasi product moment antara belahan

Setelah diperoleh angka reliabilitas, selanjutnya dilakukan uji korelasi
dengan membandingkan hasil perhitungan reliabilitas atau “r” hitung dengan “r”

28

tabel product moment. Bila “r” hitung lebih besar dari “r” tabel, maka dapat
disimpulkan bahwa instrumen kuesioner yang dilakukan adalah reliabel.

1.7

Teknik Pengolahan dan Analisa Data
1.7.1 Teknik Pengolahan
Kegiatan yang dilakukan dalam mendesain angket penelitian / menentukan

skala pengukuran terhadap variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian yang
harus disesuaikan dengan teknik analisis yang digunakan. Dalam penelitian ini
skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert. Menurut Sugiyono
(2003:86) skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur disebarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan. Jawaban setiap
instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai tingkatan dari sangat
positif sampai dengan negatif. Jawaban atas pertanyaan yang diajukan bervariasi
dan penulis menetapkan nilai pertanyaan:
Tabel 1.2
Tabel Skor Kriteria Jawaban
Pertanyaan
Sangat Setuju (SS)
Setuju (S)
Kurang Setuju (KS)
Tidak Setuju (TS)
Sangat Tidak Setuju (STS)
Sugiyono : 2007: 94-95

Skor
5
4
3
2
1

29

Selanjutnya penulis menganalisis data dan menginterpretasikan faktorfaktor yang diperoleh dalam penelitian dan menyesuaikan dengan teori yang
mendukung penelitian secara kuantitatif untuk menghitung tingkat Service
Excellence, penulis akan mengumpulkan data yang diperoleh melalui kuesioner
kemudian dianalisis.
Penulis mengumpulkan dan mengolah data yang diperoleh dari kuesioner
dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap penilaian berdasarkan skala
likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang (Sugiyono, 2003:86). Bobot penelitian skala
likert tersebut di dalam tabel. Selanjutnya dicari rata-rata dari setiap jawaban
responden, untuk memudahkan penilaian, maka dibuat interval sebagai berikut:
Tabel 1.3
Tabel Interval Koefisien
Interval Koefisien
0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Sugiyono : (2003)

Tingkat Hubungan
Sangat Rendah
Rendah
Cukup Kuat
Kuat
Sangat Kuat

1.7.2 Analisa Data
Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan analisis data yang bertujuan
untuk menguji kebenaran hipotesis dengan mengetahui hubungan positif antara
kedua variabel, dengan menggunakan perhitungan korelasi dari Rank Sprearman
(rs). Korelasi Rank Spearman ini merupakan ukuran asosiasi yang menuntut
kedua variabel diukur dalam skala ordinal. Menurut Umar (2002:205), apabila

30

terdapat dua data atau lebih angkanya sama, maka digunakan rumus rank
spearman sebagai berikut:

Dengan ketentuan sebagai berikut:

: di2 = Selisih antara variabel X dan variabel Y
n = Banyaknya pasangan data
T = Faktor koreksi untuk variabel X dan Y
t = Banyak data yang bernilai sama
rs = Koefisien korelasi
Jika didalam observasi tersebut tidak terdapat angka yang sama atau
Dimana

kembar, maka menggunakan rumus:

Harga rs selalu bergerak dari -1 sampai +1. Bila rs = +1 berarti hubungan
antara variabel X dan variabel Y sangat kuat atau cukup kuat dan mempunyai
hubungan yang positif. Sedangkan jika rs = -1 berarti hubungan antara variabel X

31

dan variabel Y sangat kuat atau cukup kuat dan mempunyai hubungan yang
negatif.
Untuk mengetahui seberapa besar derajat hubungan antara variabel X dan
variabel Y, diperlukan taksiran yang dijelaskan dengan menggunakan batasanbatasan sebagai berikut:
Tabel 1.4
Koefisien Korelasi
Interval Koefisien

Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Sugiyono : (2003)

Sangat Rendah
Rendah
Cukup Kuat
Kuat
Sangat Kuat

1.7.3 Pengujian Hipotesis
Hal yang paling utama dan terakhir adalah melaksanakan uji hipotesis
diperlukan untuk menguji apakah penerapan prinsip-prinsip reinventing
government memiliki pengaruh terhadap peningkatan service excellence di Kantor
Kecamatan Serang Kota Serang. Langkah-langkah perhitungan yang signifikan
dengan koefisien korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut:
1. Menentukan Ho dan Ha
Ho≤0

: Artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
Penerapan

Prinsip-Prinsip

Reinventing

Government

Terhadap dan Peningkatan Service Excellence pada
Kantor Kecamatan Serang Kota Serang

32

Ho>0

: Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara
Penerapan

Prinsip-Prinsip

Reinventing

Government

Terhadap dan Peningkatan Service Excellence pada
Kantor Kecamatan Serang Kota Serang
2. Menentukan taraf signifikan
Dalam menentukan taraf signifikansi, penulis mengambil interval
keyakinan sebesar 95% sehingga tingkat kesalahan (α) sebesar 5% dan derajat
kebebasan (dk) dengan rumus : dk = n-2. Adapun rumus dimaksud adalah:

(Sudjana, Metode Statistik, 1991: 382)
Dimana

: rs = Koefisien Korelasi Spearman
N = Banyaknya sampel
t = Distribusi Student

Selanjutnya membandingkan t tabel terhadap t hitung dengan kriteria:
1) t hitung ≤ t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak.
2) t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.
1.8

Lokasi dan Lamanya Penelitian
Lokasi yang penulis jadikan objek penelitian adalah penelitian adalah pada

Kantor Kecamatan Serang Kota Serang Provinsi Banten yang beralamat di jalan
Warung Jaud No. 84 - Telp. (0254) 201162, Kota Serang. Adapun lamanya
penelitian yang dilakukan mulai dari bulan Juli sampai dengan bulan Oktober
2014 atau ± 60 Hari, dengan tetapkan rincian sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan

33

a. Konsultasi dan Pengajuan Judul
b. Studi Kepustakaan
c. Penyusunan Usulan Penelitian
d. Seminar Usulan Penelitian
e. Perbaikan Usulan Penelitian
f. Persiapan alat-alat pengumpulan data
g. Pengurusan ijin penelitian
2. Penyebaran dan Penarikan Angket
3. Pengolahan Data
4. Analisa Data
5. Tahap Pembuatan Laporan
6. Pra Sidang
7. Sidang Skripsi
8. Perbaikan dan Penyempurnaan Skripsi
9. Penjilidan
JUMLAH

: 1 Hari
: 10 Hari
: 6 Hari
: 1 Hari
: 2 Hari
: 10 Hari
: 3 Hari
: 15 Hari
: 15 Hari
: 15 Hari
: 4 Hari
: 1 Hari
: 1 Hari
: 4 Hari
: 2 Hari
: 90 Hari

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Manajemen Pelayanan Publik
Untuk dapat memahami variabel prinsip-prinsip reinventing government
dan variabel service excellence, maka terlebih dahulu harus dipahami konsep
Manajemen Pelayanan Publik. Manajemen Pelayanan Publik setidaknya terdiri
dari 3 unsur, yaitu “Manajemen”, “Pelayanan”, dan “Publik”.
2.1.1

Pengertian Manajemen

Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang
memiliki arti "seni melaksanakan dan mengatur." Kata manajemen juga mungkin
berasal dari bahasa Italia (1561) maneggiare yang berarti "mengendalikan,"
terutama dalam konteks mengendalikan kuda, yang berasal dari bahasa latin
manus yang berarti "tangan". Bahasa Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa

34

Inggris management menjadi ménagement, yang memiliki arti “seni melaksanakan
dan mengatur”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Manajemen diartikan
sebagai “penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran”. Maka
secara etimologis, dapat dipahami bahwa manajemen adalah serangkaian ilmu dan
seni melaksanakan, mengatur, mengendalikan penggunaan sumber daya secara
efektif untuk mencapai sasaran tertentu.
Definisi ini sejalan dengan pengertian oleh Stoner dan Wankel dalam
buku karya Hasanuddin Rahman Daeng Naja yaitu Manajemen Fit & Proper
Test

menjelaskan

bahwa

“Manajemen

adalah

proses

merencanakan,

mengorganisasikan, memimpin, mengendalikan
usaha-usaha anggota organisasi
35
dan proses penggunaan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan
organisasi yang sudah ditetapkan” (2004: 2). Selain itu, dalam buku yang sama
Terry menjelaskan “Manajemen adalah proses tertentu yang terdiri dari kegiatan
merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan sumber daya manusia dan
sumber daya lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (2004: 2)
Adapun Manullang dalam buku karya Ratminto yaitu Manajemen
Pelayanan: Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan
Standar Pelayanan Minimal, berpendapat bahwa manajemen adalah “Seni dan
ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan
daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu.” (2013: 1). Sementara itu Gibson, Donelly & Ivancevich dalam
buku yang sama berpendapat bahwa manajemen adalah “Suatu proses yang
dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk mengkoordinasikan berbagai

35

aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang tidak bisa dicapai apabila satu
individu bertindak sendiri.” (2013: 2)
Kemudian, Harbani Pasolong dalam bukunya Teori Administrasi Publik
menjelaskan bahwa:
Manajemen dapat dijelaskan dari dua sudut pandang, yaitu sebagai
proses penyelenggaraan berbagai kegiatan dalam rangka penerapan
tujuan dan sebagai kemampuan atau keterampilan orang yang
menduduki jabatan manajerial untuk memperoleh sesuatu hasil
dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang
lain. Dengan demikian manajemen berfungsi sebagai inti dari
administrasi karena manajemen adalah merupakan alat
pelaksanaan administrasi. (2011: 6)
Selanjutnya, untuk dapat lebih memahami pengeritan manajemen, Ricky
Griffin dalam bukunya Manajemen berpendapat bahwa:
Manajemen adalah serangkaian aktivitas (termasuk perencanaan
dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya
organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan maksud
untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif. (2004:
27)
Dari pengertian-pengertian ahli di atas, maka dapat dipahami bahwa
Manajemen adalah suatu ilmu dan suatu seni mengenai serangkaian aktivitas
manajerial seperti perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian,
kepemimpinan,

menggerakkan,

dan

pengendalian

yang

diarahkan

pada

penggunaan sumber-sumber daya organisasi dan unsur-unsur manajemen seperti
man, money, material, method, machine, dan market secara terintegrasi dengan
maksud untuk mencapai tujuan atau sasaran organisasi yang telah ditetapkan
bersama sebelumnya secara efektif dan efisien.

36

Mengenai rangkaian-rangkaian proses serta aktivitas dalam manajemen,
maka perlu memahami proses manajemen. Hasanuddin Rahman Daeng Naja
dalam bukunya Manajemen Fit & Proper Test menjelaskan proses manajemen
terdiri dari:
1. Goal Setting: atau penetapan tujuan merupakan tahapan paling
awal dari suatu proses manajemen. Tujuan merupakan misi
sasaran yang ingin dicapai oleh suatu organisasi di masa yang
akan datang dan manajer petugas mengarahkan jalannya
organisasi untuk mencapai tujuan tersebut. Efektivitas
pencapaian tujuan tersebut, selain ditentukan oleh kemampuan
manajemen, juga ditentukan oleh sifat-sifat dari tujuan itu
sendiri.
2. Planning: atau perencanaan merupakan proses pemilihan
informasi dan pembuatan asumsi-asumsi mengenai keadaan di
masa yang akan datang untuk merumuskan kegiatan-kegiatan
yang perlu dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
3. Staffing: adalah proses manajemen yang berkenaan dengan
pengerahan (recruitment), penempatan, pelatihan dan
pengembangan tenaga kerja dalam organisasi. Pada dasarnya
prinsip dari tahapan proses manajemen ini adalah
menempatkan orang sesuai pada tempat yang sesuai dan pada
saat yang tepat (right people, right position. Right time).
4. Directing: adalah usaha untuk memobilisasi sumber-sumber
daya yang dimiliki oleh organisasi agar dapat bergerak dalam
satu kesatuan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
5. Supervising: didefinisikan sebagai interaksi