BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REGIONAL ANESTESIA - Perbandingan efek analgesia dan kejadian hipotensi akibat anestesia spinal pada operasi bedah sesar dengan bupivakain 0.5% hiperbarik 10 mg dan 15 mg
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 REGIONAL ANESTESIA
17,18
Regional anestesia sudah dikenal dari abad 19. Anestesi spinal
17,18
lebih aman 16-17 kali dibandingkan anestesia umum. Anastesia spinal
17,19 adalah anestesia yang paling sering digunakan pada bedah sesar.
Teknik ini adalah teknik yang sederhana yang dapat dipelajari dengan tingkat
20
keberhasilan hingga 90%. Hipotensi dan bradikardi merupakan kejadian
20,21
yang sering terjadi. August Bier yang pertama sekali memperkenalkan
22
anestesia spinal yang dilakukan heinrich quincke. Teknik yang dilakukan quincke ini dilakukan di lumbal 3 dan lumbal 4 agar tidak mengenai medulla
22
spinalis. Kemudian Bier dan Hildebrandt melakukan anestesi spinal pada 6
22
orang dengan kokain dosis kecil. Bahkan Hildebrandt sendiri pun bersedia dilakukan anestesi spinal. Keberhasilan pun didapat oleh keduannya walau pun efek samping didapati seperti hipotensi, mual, muntah, dan
23,24,25,26 PDPH.
Anestesia spinal menjadi pilihan utama pada pasien kebidanan
8,13,14
sekarang ini. Hal ini disebabkan karena efek samping yang
4,8,12,22
ditimbukannya minimal bagi ibu dan janin. Anestesia spinal pertama
22
sekali ditemukan 5 tahun sebelum orang mengenal lumbal pungsi. Dan pada tahun 1899 August Bier meneliti pengaruh anestesi spinal kokain pada ruang subarachnoid. Dia beranggapan penyuntikan kokain secara langsung dapat berefek pada spinal cord. Hal ini dibuktikannya sendiri dengan melakukan anestesi spinal pada dirinya sendiri yang dibantu oleh asistennya
22 Hildebrandt. Pada tahun 1900 Tuffer mencoba pada 63 pasien operasi
dengan histerektomi dimana pasien tidak lagi merasa sakit dan dapat
22
dilakukan histerektomi. Sedangkan Rudolph Matas menggunakan kokain
22 hydroclorida 10-20 mg yang hipotonik pada pasien-pasiennya.
Kemudian oleh Smith dan Porter mengetahui bahwa hipotensi merupakan masalah yang akan dihadapi setelah dilakukan anestesi
1,2,8 spinal. Kemudian digunakanlah prokain sebagai pengganti kokain.
Didapati bahwa hipotensi yang terjadi dikarenakan dibloknya vasomotor di daerah T2 dan T7 yang mengakibatkan paralisisnya persarafan di splanic
22
area. Diambillah kesimpulan bahwa hipotensi dapat dicegah bila diffusi obat dicephalad tidak tercapai. Maka dipakailah dektrosa agar larutan menjadi
22
hiperbarik sehingga penyebaran dari obat dapat dikontrol. Untuk mengkontrol tinggi blok agar tidak terlalu tinggi Baker menggunakan posisi
22 duduk dengan harapan penyebaran tidak terlalu tinggi.
Anestesi spinal, epidural, dan caudal dikenal dengan nama neuroaxial
22,23
block. Masing-masing teknik ini dilakukan dengan cara penyuntikan atau dengan kateter sehingga obat dapat diberikan secara intermiten atau
22
kontinus. Neuroaxial teknik sangatlah aman bila dilakukan sesuai aturan dibandingkan dengan komplikasi yang didapat bila pasien dilakukan general
8,13,14
anestesia. Salah satu keuntungan neuroaxial juga adalah manajemen nyeri setelah operasi, baik yang akut maupun kronik. Sebelum kita melakukan neuroaxial hendaknya kita mengetahui farmakologi obat yang digunakan, dosis toksik, teknik disinfeksi, dan antisipasi akan hal yang terjadi
24 sesudah dilakukan tindakan.
Penggunaan neuroaxial tekniknya dapat menurunkan angka mortalitas dan menurunkan komplikasi yang dapat terjadi seperti aspirasi, emboli paru,
4,8
masalah jantung, dan pneumonia. Pada pasien–pasien kebidanan neuroaxial sering digunakan karena dapat mengurangi mortalitas dan komplikasi yang terjadi seperti: aspirasi dan gagal intubasi bila dilakukan
4,8
general anestesia. Anestesi spinal adalah penyuntikan lokal anestesia pada L3-L4 vertebra lumbalis dengan tujuan memasukkan lokal anestesia
25
pada ruang subarachnoid sehingga mendapatkan efek analgesia. Pada pasien yang dilakukan anestesi spinal dapat terjadi efek pada sistem pembuluh darah, paru, pencernaan, kandung kemih serta endokrin dan
24 metabolik.
2.1.1 ANATOMI
Tulang belakang kita terdiri dari beberapa segmen. Diantaranya cervical (7),
22,25
thoracal (12), lumbal (5), sakral (5), coccygeal (4). Secara anatomi anestesi spinal dilakukan pada L3-L4 atau L2-L3. Hal ini dikarena daerah
22,25 lumbal adalah daerah yang paling besar jarak ligamentum intraspinosum. Hal ini memungkinkan bagi seorang dokter anestesia untuk melakukan anestesi spinal. Anestesi spinal juga dilakukan L3-L4 atau L2-L3 karena medulla spinalis menjadi jaras-jaras saraf (cauda equina) di daerah lumbal.
25 Oleh karenanya dipilih daerah lumbal untuk dilakukan anestesi spinal.
22 Gambar 2.1-1 Tulang belakang dari samping dan belakang
Ada beberapa bagian yang perlu dilalui oleh jarum spinal sebelum ke rongga
25
subarachnoid, yaitu :
1. Kulit Kulit adalah lapisan pertama yang ditembus oleh jarum
21,24,25 spinal.
2. Jaringan sub kutan Jaringan ini sangat tebal sehingga terkadang susah untuk mengindentifikasi jarak intervertebra khususnya pada orang
25 gemuk.
3. Ligamentum supraspinosum
21,24,25
Ligamentum ini bergabung dengan prosesus spinosum
4. Ligamentum interspinosum Ligamen ini tipis yang bergabung dengan ligamen antara
21,24,25
prosesus spinosum
5. Ligamentum Flavum Ligamentum ini cukup tipis yang terdiri dari jaringan elastik.
Ligamen ini berjalan secara vertikal dari lamina ke lamina, ketika jarum melewati ligamen ini akan terasa sensasi seperti
21,24,25 menembus sesuatu.
6. Ruang Epidural Ruang ini terdiri dari lemak dan pembuluh darah. Bila keluar darah dari jarum dan stilet telah dikeluarkan maka pembuluh
21,24,25 darah epidural telah pecah dan carilah tempat yang lain.
7. Dura Setelah melewati ruang epidural maka kita menembus daerah
21,24,25 dura.
8. Daerah subarachnoid Daerah ini terdiri dari saraf-saraf medulla spinalis yang di berisikan CSF. Memasukkan lokal anestesia kedalam ruang subarachnoid akan membuat lokal anestesia bergabung dengan CSF dan langsung akan memblok saraf disekelilingnya.
21,24,25
27 Gambar 2.1-2. Tulang belakang secara longitudinal dan transversal
2.1.2 FISIOLOGI
Tulang belakang manusia berkembang hingga mulai dari masa kandungan sejak trimester pertama. Tulang belakang manusia terdiri dari 2 lekukan.
Bagian cervical dan lumbal berbentuk convex dan thoracic dan sacral
27 berbentuk konvex.
Tulang belakang terdiri dari body, pedicel, lamina, prosesus
27 tranversus, dan prosesus spinosum.
27 Gambar 2.1-3. Tulang belakang dilihat dari superior dan lateral
2.1.3 INDIKASI & KONTRAINDIKASI
Indikasi Indikasi dilakukan anestesi spinal pada operasi–operasi ekstremitas bawah. Hampir semua operasi yang melibatkan ekstremitas bawah dapat dilakukan seperti operasi hernia, ginekologi, urologi, dan operasi daerah
4,24 perineum dan genitalia.
Kontraindikasi Tidak semua pasien dapat dilakukan anestesi spinal. Ada beberapa pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi spinal seperti:
4,23,24
- Alat dan sarana yang tidak lengkap
- Tidak diperbolehkan melakukan anestesi spinal bila sarana dan prasarana tidak lengkap, seperti tidak ada alat intubasi, ETT, dan obat
4,23,24 resusitasi.
4,21,22,24
- Pasien dengan gangguan hemostasis
- Pasien denga trombosit yang rendah atau pasien yang mendapat terapi antikoagulan seperti warfarin, heparin beresiko untuk terjadi perdarahan. Hal ini disebabkan karena sewaktu melakukan anestesi spinal jarum spinal menempus vena di epidural. Bila fungsi hemostasis terganggu perdarahan yang seharusnya berhenti lama berhenti atau tidak berhenti sama sekali. Hal ini menyebabkan penekanan pada
4,21,22,24 medulla spinalis.
4,21,22,24
- Pasien dengan hipovelemia
- Pasien dengan perdarahan, dehidrasi karena muntah-muntah, dan diare. Pasien harus dilakukan resusitasi sebelum dilakukan anestesi spinal. Bila tidak dapat terjadi hipotensi yang hebat yang dapat
4,21,22,24 berakibat vatal bagi pasien. 4,21,22,24
- Penolakan pasien
- Bila pasien ingin dilakukan general anestesia dibandingkan dengan regional anestesia maka dokter harus menghormati keputusan dari pasien. Kita sebagai dokter boleh menjelaskan apa keuntungan dan
4
4,21,22,24
- Pasien dibawah umur
- Walau pun regional anestesia sukses dilakukan pada anak, tetapi dibutuhkan keahlian yang lebih untuk melakukannya.
4 4,21,22,24
- Pasien dengan kelainan neurologis misalnya pasien dengan trauma kepala dengan peningkatan tekanan intrakranial kontraindikasi dilakukan spinal. Dikarenakan dengan tusukan dan penambahan volume pada ruang subarahnoid akan memperparah tekanan intrakranial pasien.
2.2. FISIOLOGI IBU HAMIL
Pada ibu hamil terjadi perubahan-perubahan. Baik dari bentuk fisik, hormonal, fungsi jantung, fungsi renal, fungsi paru, fungsi hati, dan metabolik.
Perubahan yang terjadi dikarenakan perubahan hormonal ibu.
24,25
Kita sebagai dokter harus mengetahui perubahan ini untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi pada ibu.
24,25
2.2.1 Bentuk fisik
Pada ibu hamil terjadi beberapa perubahan. Hal ini dikarenakan pengaruh hormonal dari ibu. Berat badan ibu akan naik. Pada ibu hamil biasanya yang sering berubah adalah tubuh ibu sendiri. Hal ini dikarenakan oleh faktor hormonal dan perubahan mekanik membesarnya uterus. Perlu diketahui segala hal yang menyangkut perubahan ibu agar kita dapat mengetahui efek
24,27,31 analgesia dan anestesia yang akan kita berikan.
2.2.2 Hormonal Estrogen dan progesteron dihasilkan oleh corpus leteum dan plasenta.
Hormon ini mempengaruhi dari fisiologi tubuh ibu yang hamil. Contoh progesteron mempengaruhi relaksasi otot lurik, vasodilatasi pembuluh darah, bronkodilatasi, dilatasi sistem kandung kemih, pergerakan saluran cerna
24,27-31 yang melambat, dan konstipasi.
Pada ibu hamil basal temperatur meningkat selama kehamilan. Hal ini diduga menyebabkan terjadinya proses mual muntah. Pada ibu hamil minimum alveolar konsentrasi menurun. Dan pada penggunaan lokal anestesia untuk spinal dan epidural dosisnya dapat diturunkan hal ini
24,27-31 dikarenakan progesteron dapat menguatkan konduksi blok dari saraf.
2.2.3 Mekanikal
Pada ibu hamil uterus akan membesar. Pembesaran hingga ke abdominal dijumpai pada trimester kedua. Pada kehamilan 20 minggu dijumpai
24,27-31 setentang umbilicus dan pada 36 minggu setentang xiphistemum.
2.2.4 Pembuluh darah dan Hemodinamik
Pada sistem cardiovascular dapat terjadi bradikardi dan menurunnya kontraktilitas jantung. Hal ini disebabkan level dari simpatasi yang terblok.
Hipotensi dapat terjadi akibat vasodilatasi yang terjadi pada pada pembuluh darah vena yang mengakibatkan menurunnya venus return ke jantung dan
24,27 mengurangi sistemik vascular resistence.
Curah jantung pada ibu hamil akan bertambah, diperkirakan sekitar 45% sampai 50% sebelum kehamilan. Dimana sel darah merahnya hanya 15% sampai 20%. Bahkan volume plasma akan lebih meningkat lagi yang mengakibatkan anemia pada ibu hamil. Hal ini disebut dengan anemia
24,27-31 fisiologi pada ibu hamil.
28 Tabel 2.2-1. Fisiologi anemia pada ibu hamil
Curah jantung pada ibu hamil akan meningkat. Diperkirakan sekita 45% sampai 50% bahkan akan lebih meningkat lagi pada akhir semester. Hal ini dikarenakan uterus membutuhkan blood flow yang lebih untuk bayi.
Diperkirakan sekitar 50 ml/menit darah ke uterus pada 10 minggu usia
24,27-31 kandungan dan akan meningkat hingga 850 ml/menit sewaktu aterm.
28 Tabel 2.2-2. Perubahan pembuluh darah selama kehamilan
Tahanan pembuluh darah akan menurun. Hal ini dikaranakan efek esterogen dan progesteron yang menyebabkan menurunnya tekanan darah sistolik dan diastolik yang akan mencapai puncak hingga trimester kedua dan
24,27-31 berangsur-angsur akan naik pada trimester ke tiga.
Penekanan Aorta Caval dapat terjadi pada pertengahan dari kehamilan. Hal ini dikarenakan penekanan pada aorta dan vana cava inferior.
Venus return tergantung dari collateral dari vena azigos dan ovarian. Darah ke uterus dapat berkurang akibat dari penekanan pada aorta dibandingkan
24,27-31 vena.
2.2.5 Aliran darah keginjal
akan meningkat hingga 80% pada kehamilan trimester kedua. Glomerular filtration rate dan creatinin clearence akan
24,27-31 meningkat hingga 50% selama kehamilan.
28 Tabel 2.2-3. Perubahan fungsi ginjal pada ibu hamil
2.2.6 Pada sistem pernafasan
Progesteron akan meningkatkan sensitivitas dari central pernafasan ke CO2 yang juga bertindak sebagai stimulasi pernafasan yang utama. Efek tersebut diperkuat oleh esterogen dan mengakibatkan peningkatan menit ventilasi hingga 45% sampai 50%.
Functional ressidual capacity menurun hingga 80%. Hal ini dikarenakan meningkatnya tekanan intraabdominal dan diafragma yang terdorong keatas dikarenakan pembesaran uterus. Kebutuhan oksigen ibu juga meningkat
24,27-31 hingga 35% .
Pada sistem pernafasan dapat terjadi kesusahan bernafas akibat ikut terbloknya otot-otot bantu nafas seperti intercostal dan abdominal, pasien susah untuk batuk dan membersihkan sekret dari saluran nafas. Hal yang lain dapat terjadi adalah berkurangnya kapasitas vital paru akibat otot bantu
24,27-31 nafas terblok yang berefek pada forced expirasi.
28 Tabel 2.2-4. Perubahan fungsi paru selama kehamilan
Tabel 2.2-5. Perubahan anatomi,fisologi dan hal yang didapati selama
28
kehamilan
2.2.7 Pada sistem pencernaan
Tekanan pada lower eosophageal sphinter menurun karena relaksasi dari otot polos efek dari progesteron. Tekanan intragastrik meningkat akibat pembesaran uterus. Hal ini semua dapat
24,27-31 mengakibatkan terjadinya regurgitasi dan aspirasi dari isi lambung.
28 Tabel 2.2-6. Penelitian tentang pengosongan lambung selama kehamilan
Pada sistem pencernaan dapat menyebabkan peristaltik usus meningkat, aliran darah ke hati juga menurun akibat dari menurunnya tekanan arteri rerata. Pada sistem urogenital dapat menyebabkan retensi
24,27-31 urine.
2.3. ANESTESIA REGIONAL PADA IBU HAMIL
Sekitar 4.3 juta kematian yang berhungan dengan kehamilan ibu terjadi dari periode 1979-1981. Dari tahun 1988-1990 angka kematian kehamilan ibu
22 menjadi 1.7 juta. Hal ini berhubungan dengan management anestesia.
Neuroaxial teknik sangatlah aman bila dilakukan sesuai aturan dibandingkan dengan komplikasi yang didapat bila pasien dilakukan general anestesia.
Salah satu keuntungan neuroaxial juga adalah post operatif pain management, baik yang akut maupun kronik. Sebelum kita melakukan neuroaxial hendaknya kita mengetahui farmakologi obat yang digunakan, dosis toksik, teknik disinfeksi, dan antisipasi akan hal yang terjadi sesudah
22 dilakuaan tindakan.
Penggunaan neuroaxial tekniknya dapat menurunkan angka mortalitas dan menurunkan komplikasi yang dapat terjadi seperti aspirasi, emboli paru, masalah jantung, dan pneumonia. Pada pasien–pasien kandungan neuroaxial sering digunakan karena dapat mengurangi mortalitas dan komplikasi yang terjadi seperti : aspirasi dan gagal intubasi bila dilakukan
22
general anestesia. Pada anestesi spinal dapat berdampak pada sistem pembuluh darah,pernafasan, pencernaan,saluran kemih Efek pada system pembuluh darah seperti Bradikardi, hipotensi, kontraktilitas jantung menurun merupakan efek yang terjadi pada pembuluh
24
darah. Daerah thorakolumbal Th5 – L1 (mempersarafi arteri vena dan otot polos) dipersarafi saraf simpatis blok yang terjadi pada daerah thorakolumbal menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, menyebabkan turunnya venus
24
return. Vasokontriksi terjadi pada daerah atas yang tidak terblok sebagai
24
mekanisme kompensasi. Bila kardiakacelerator terblok (Th1-Th4)
24
menyebabkan bradikardi. Pada hipotensi yang berat di pengaruhi oleh tingginya blok yang menyebabkan bradikardi, menurunnya kontraktilitas
24 jantung dan vasodilatasi pembuluh darah.
Untuk mencegah terjadinya hipotensi dapat digunakan obat seperti phenylpherin yang merupakan alfa adrenergic yang menyebabkan
24
vasokontriksi arterial, meningkatkan tahanan perifer. Atau dengan penggunaan efedrin yang merupakan beta – adrenergic yang memiliki efek meningkatkan nadi, meningkatkan kontraktilitas jantung dan vasokontriksi
24 pembulih darah. Efedrin dapat diberikan.
Efek pada sistem pernafasan dapat memblok otot-otot Bantu nafas
24
seperti otot intercostalis dan abdominalis. Maka inspirasi dan ekspirasi dapat terganggu. Anastesi spinal tidak menyebabkan henti nafas selama nervus phrenicus dari C3-C5 tidak terblok.
Pada sistem pencernaan berupa terbloknya saraf simpatis di daerah thorakolumbal padasistem pencernaan menyebabkan meningkatkan motilitas pergerakan usus. Peristaltic pun akan meningkat. Hal ini berbeda darisistem
24 yang lain.
Pada sistem kandung kemih, terbloknya simpatis dan parasimpatis pada daerah sacrum menyebabkan retensi urin pada saluran kandung kemih.
Hal ini bila di biarkan berlam dapat membahayakan untuk saluran kemih.
24 Pemasangan kateter adalah salah satu cara penanganannya. Anestesi spinal dilakukan di L1 pada anak dan L3 pada dewasa untuk menghindari trauma medulla spinalis. Anestesi spinal memiliki efek blok autonom,sensoris dan motorik. Blok outonom (simpatis dan parasimpatis). Efek anestesi spinal pada bagian posterior bertanggung jawab terhadap somatic (sensasi tonus, sensasi sakit) dan sensasi visceral. Pada bagian anterior bertanggung jawab pada efferent motorik dan autonomic. Blok sensoris termasuk somatik (sakit dan tonus otot dan visceral). Blok motoris
24
(relaksasi otot skeletal). Pada daerah lumbal dominan saraf simpatis. Efek simpatis dapat diketahui melalui rangsangan suhu. Blok sensoris dapat diketahui melalui rangsangan sakit atau benda tumpul (pin prick). Sedangkan
24 blok motorik dapat diketahui melalui bromage.
2.4. ANESTESI SPINAL PADA IBU HAMIL
Anestesia spinal pertama sekali ditemukan 5 tahun sebelum orang mengenal lumbal pungsi. Adalah Corning pada tahun 1885 yang melakukan spinal yang tanpa disengaja. Adalah Heinrich Quincke yang pertama sekali melakukan lumbal pungsi, dimana lumba pungsi ini dipakai sebagai salah satu terapi
22,23,28 pada hydrocepalus.
Dan pada tahun 1899 August Bier meneliti pengaruh intrathecal kokain pada ruang subarachnoid. Dia beranggapan penyuntikan kokain secara langsung dapat berefek pada spinal cord. Hal ini dibuktikannya sendiri dengan melakukan spinal pada dirinya sendiri yang dibantu oleh asistennya
.22,23 Hildebrandt.
Anestesi spinal adalah penyuntikan lokal anestesia pada L3-L4 vertebra lumbalis dengan tujuan memasukkan lokal anestesia pada ruang subarachnoid sehingga mendapatkan efek analgesia. Pada pasien yang dilakukan anestesi spinal dapat terjadi efek pada sistem pembuluh darah,
22,28 paru, sistem pencernaan, saluran kemih serta endokrin dan metabolik.
Pada anestesi spinal blok yang diharapkan lebih tinggi dari Th 10 untuk
29 menjamin rasa nyeri tidak terjadi.
29 Gambar 2.4-1. Dermatom uterus
25 Tabel 2.4-1. Ketinggian blok yang perlu dicapai dalam prosedur operasi.
Anestesia spinal menjadi pilihan utama pada pasien kebidanan sekarang ini. Hal ini disebabkan karena efek samping yang ditimbulkannya
22,28
minimal bagi ibu dan janin. Anestesia regional dengan spinal banyak dilakukan pada pasien ibu hamil dengan bedah sesar. Hal ini dipilih karena mudah, ekonomis, cepat, aspirasi pneumoni lebih sedikit serta efek samping pada ibu dan anak lebih sedikit dibandingkan dengan general anestesia.
Pada Anestesi spinal ini juga dapat terjadi Postdural Puncture headache,
23,28,32 hipotensi, dan blok yang tinggi.
Anestesia spinal dan neuroaxial blok pada pasien kebidanan memerlukan dosis yang akurat karena pada perubahan dosis yang sedikit saja dapat meningkatkan efek samping. Oleh karenanya dilakukan penelitian untuk mendapatkan dosis yang tepat untuk intrathecal anestesia pada ibu hamil.
33 Tabel 2.4-2. Karakteristik dari sel saraf perifer
33 Gambar 2.4-2. Sel saraf bermyelin
Ketika obat anestesi lokal di suntikkan keruangan subarachnoid maka obat anestesi lokal akan menghambat konduksi impuls hampir disetiap saraf yang terkena. Untuk beberapa saraf ada yang mudah terblok dan ada yang
25
sukar terblok. Ada 3 klas saraf : motorik, sensorik dan otonom. Saraf autonom dan sensorik yang terblok terlebihan kemudian diikuti oleh otonom.
Saraf motorik bertanggung jawab akan kontraksi dari otot, dan bila di blok otot-otot akan relaksasi. Saraf sensoris bertanggung jawab sensasi sentuh sakit. Sedangkan saraf otonom bertanggung jawab atas dilatasi dari
25
pembuluh darah, nadi,pergerakan usus.Sel saraf di klasifikasikan berdasarkan ukuran dan diameter myelin. Menurut Basser dan Erlanger ukuran saraf yang kecil dan tidak bermielin lebih mudah terblok dibandingkan yang tidak bermyelin dan ukuran yang besar. Akan tetapi konsep tersebut salah ternyata serabut saraf yang besar dan bermyelin lebih gampang terblok dibandingkan yang tidak. Hal ini juga
21
yang menentukan kenapa sensoris lebih cepat terblok. Efek anestesi lokal di pengaruhi oleh ukuran sel,myelin,konsentrasi dan durasi dari kontak. Saraf spinal terdiri dari berbagai tipe ada yang kecil dan besar. Ada pula yang bermyelin dan tidak. Pada daerah Th1 ke L2 terdiri dari sel saraf b kecil dan
24 bermyelin.
Penggunaan stimulator saraf dapat mengetahui secara pasti apakah saraf tersebut sudah terblok atau tidak. Bila blok sudah didaerah cepalad kekuatan motorik pun sudah dipengaruhi olehanestesi lokal. Untuk mengetahui sampai sejauh mana obatanestesi lokal sudah mempengaruhi
34
motorik biasanya digunakan skala bromage. Pinprick merupakan salah satu cara mengetahui blok sensoris.dan sensasi terhadap dingin dapat juga digunakan. Blok sensoris lebih dulu terjadi dari blok motoris. Hal ini berhubungan dengan C, A beta, A gama. Sensasi dingin dapat dilakukan
34 dengan alcohol, etyl chlorida dan es.
34 Tabel 2.4-3. Pengukuran kekuatan motorik
3 Gambar 2.4-3. Aliran posisi dari ruang subarachnoid
Dosis adalah massa dari obat yang diberikan keruang subarachnoid
21
yang mempengaruhi onset, durasi dan penyebaran anestesi. Sangatlah sulit untuk memisahkan ketiga hal ini tanpa mempengaruhi salah satu diantaranya. Penelitian mengatakan meninggikan dosis akan meningkatkan penyebaran dari obat. Mengubah dosis akan mengubah konsetrasi dan volumenya. Pada ibu hamil banyak perubahan fisiologis yang dapat meningkatkan efek dari lokal anestesia. Diantaranya tulang belakang yang lordosis membantu penyebaran darianestesi lokal. Perubahan dari densitas
CSF pada ibu hamil, tekanan intra abdominal yang meningkat pada ibu hamil,
34 pengaruh progesterone yang meningkatkan sensitifitas saraf.
Bila dosis anestesi ditinggikan maka kepuasan dan durasi anestesi
21
meningkat. Dosis anestesi lokal meruoakan suatu bentuk volum dan
21
konsentrasi yang sukar untuk di pisahkan. Dosisanestesi lokal tidak berhubungan dengan lama dan penyebaran. Pada dosis 10 mg dan 15 mg
21
memiliki lama dan penyebaran yang hampir sama .
21 Lokal anestesi dipengaruhi oleh :
1. Kelarutan dalam lemak Kelarutan dalam lemak menentukan potensi anestesi lokal. Hampir 90 % dari axolema adalah lipid. Semakin larut dalam lipid maka kekuatan blok
21
semakin besar .
2. Ikatan protein Ikatan protein mempengaruhi lama kerja. Sekitar 10 % dari membran sel saraf adalah protein. Bilaanestesi lokal memiliki ikatan protein yang kuat makan dapat menembus axolema dan mengikat ke membran protein lebih
21
lama . 3. pKa pKa merupakan konsentrasi zat yang terionisasi tidak terionisasi. Semakin
21 mendekati pH yang fisiologis onset obat semakin cepat .
4. Intrinsik aktif vasodilator Intrinsic aktif vasodilatasi adalah berapa banyak obat yang di absorbsi oleh saraf dan berapa banyak yang di absorbsi ke pembuluh darah. Hal
21
ini menentukan potensi dan durasi.Lama kerja suatu lokal anestesi tergantung pada kelarutan dalam lemak. Semakin larut dalam lemak maka semakin lama obat itu dapat
24
betahan dialiran darah. Kecepatan kerja suatu obat tergantung pada banyak faktor termasuk kelarutan dalam lemak, tergantung juga pada bentuk yang tidak terionisasi larut lemak dan bentuk ionisasi yang larut air yang
24
digambarkan dengan pKa. Anestesi lokal yang pH nya mendekati pH fisiologis mempunyai konsentrasi basa non ionisasi tinggi yang mana dapat langsung melewati membran sel saraf dan mempunyai waktu kerja yang
24
cepat . Potensi (kekuatan anestesi lokal) berhubungan dengan kelarutan pada lemak. Didefenisikan sebagai kemampuan molekul anestesi lokal untuk menembus membran sel dalam lingkungan hidrofobik (sukar larut dalam
24 air).
CSF merupakan cairan yang isotonis hampir sama seperti cairan di intestisial. Densitas, grafitas, dan barisitas merupakan hal yang harus diketahui. Densitas adalah perbandingan massa dari substansi dengan volume. Grafitas perbandingan densitas substansi dengan standar. Barisitas adalah sama dengan gravitas tetapi rasio densitas anestesi lokal dan CSF pada suhu 37 derajat celcius. Densitas CSF pada pria dan wanita berbeda. Antara wanita hamil dan tidak juga berbeda. Karena perbedaan ini
34 pergerakan partikel pun berbeda.
Tidak semua sel saraf dapat diblok oleh anestesi lokal. Sensitivitas blok dipengaruhi oleh diameter axonal, derajat mielinisasi, serta banyak
24
faktor lain seperti fisiologis dan anatomis. Hampir seluruh anestesi lokal memblok pintu saluran natrium dari dalam sel. Menghalangi masuknya natrium sehingga tidak terjadi depolarisasi agar konduksi sel menjadi lemah, berkurangnya potensial aksi, ambang rangsang berkurang hingga tidak
24 terjadi lagi suatu konduksi.
Barisitas pertama sekali diteliti oleh Barker hampir 100 tahun yang lalu. Baker secara sistematik mencari faktor apa saja yang mempengaruhi penyebaran spinal. Melalui model saluran yang berbentuk tulang belakang dan cairan yang mirip CSF. Menemukan grafitasi dan cekungan dari tulang belakang dapat mempengaruhi penyebaran obatanestesi lokal. Rata-rata densitas dari CSF adalah 1,0003 g/ liter. Bila barisitas dibawah 0,999 g/ liter dikatakan hipobarik dan sebaliknya bila barisitas diatas 1,001 dikatakan hiperbarik. Hiperbarik lebih disukai dalam penggunaannya karena dapat di prediksikan ketinggian bloknya karena dipengaruhi oleh gravitasi, sedangkan
34 isobarik agak lebih sukar untuk diatur bloknya .
Densitas merupakan berat dalam gram dalam 1 ml larutan pada suhu
21
tertentu . Barisitas merupakan perbandingan densitas antaraanestesi lokal
21
pada suhu tertentu dengan CSF pada suhu tertentu . Spesifik gravity merupakan perbandingan dari densitas larutan pada suhu tertentu dengan
21 densitas air pada suhu yang sama.
32 Tabel 2.4-4. Faktor yang mempengaruhi tinggi blok
Pada ibu hamil banyak perubahan fisiologis yang dapat meningkatkan efek dari lokal anestesia. Diantaranya tulang belakang yang lordosis membantu penyebaran dari anestesi lokal. Perubahan dari densitas CSF pada ibu hamil, tekanan intra abdominal yang meningkat pada ibu hamil,
35
pengaruh progesterone yang meningkatkan sensifitas saraf . Ketika obat anestesi lokal di suntikkan keruangan subarachnoid maka obat anestesi lokal akan mengahambat konduksi impuls hampir disetiap saraf yang dia kenai.
25 Untuk beberapa saraf ada yang mudah terblok dan ada yang susah terblok .
Ada 3 klas saraf : motorik, sensorik dan otonom. Biasanya autonom dan sensorik yang terblok terlebihan kemudian diikuti oleh otonom. Saraf motorik bertanggung jawab akan kontraksi dari otot, dan bila diblok otot-otot akan realax. Saraf sensoris bertanggung jawab sensasi sentuh sakit. Sedangkan saraf otonom bertanggung jawab atas dilatasi dari pembuluh darah, nadi,
25 pergerakan usus .
ALAT ANESTESI SPINAL
25 Gambar 2.4-4. Macam tipe jarum spinal
2.4.1 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN ANESTESI SPINAL
Keuntungan Anestesi spinal
- Harga relatif murah dibandingkan denga General Anestesia atau pun
21,23,28 Epidural Anestesia .
- Kepuasan pasien terpenuhi karena pasien dapat langsung melakukan aktivitas setelah beberapa jam
23,25,28
- Pada pasien denga gangguan paru anestesi spinal tidak menimbulkanefek yang bermakna kecuali terjadi high blok .
- Jalan nafas pasien tidak menjadi konser utama karena pasien dapat bernafas sendiri, sehingga masalah obstuksi dan aspirasi dapat di kesampingkan 23,25,28,29-.
23,25,28,29
- Pada pasien dengan penyakit diabetes kita tidak perlu takut pasien tidak sadar karena hipoglikemia atau pun hiperglikemia. Karena pasien sadar dan bila terjadi penurunan kesadaran kita langsung bias intervensi .
21,23,25
- Otot pada ekstemitas bawah sangatlah relax hal ini disebabkan oleh complete motor blok .
23,25,28,29
- Dapat meningkatkan splanic blood flow akibat vasodilatasi yang terjadi. Hal ini dapat menguntungkan bagi operasi sambung usus .
23,25,28
- Efek dari visceral tone dimana setelah selesai operasi fungsi pencernaan akan kembali normal setelah efek obat habis .
23,25,28
23,25,28
- Emboli dan thrombosis jarang terjadi pada anestesi spinal .
23,25,28
23,25,28
- Teknik yang digunakan simple .
- Cepat dalam melakukan induksi
21,23,24
- Pasien sadar
21,24
- Kemungkinan bayi terkena pengaruh obat sangat minimal Kerugian Anestesi spinal
Dalam penggunaan anestesi spinal ruang dura susah dicari. Seorang anestesia haruslah memiliki teknik yang benar dalam melakukan tindakan anestesia. Bila anestesi spinal tidak dapat dilakukan maka teknik lain akan
21,24 digunakan,hal ini dapat merugikan pasien dan dokter anestesia sendiri.
Hipotensi yang timbul akibat anestesi spinal. Seorang anestesia haruslah bisa menanggulangi akibat hipotensi yang terjadi dengan melakukan rehidrasi terlebih dahulu dan monitoring ketat. Mual muntah akibat
21,24 hipotensi yang terganggu.
Terkadang ada beberapa pasien yang tidak cocok untuk dilakukan anestesia dikaranakan ketakutan atau kecemasan pada pasien bila dia tetap sadar sewaktu dilakukan operasi. Hal ini meharuskan kita memberi penenang
23,25 dimana setelah pemberiannya kita harus menjaga jalan nafas pasien.
Infeksi yang dapat mungkin terjadi akibat melakukan anestesi spinal. Seperti meningitis. Hal ini dikarena masalah sterilitas alat dan teknik
23,25 melakukan anestesi spinal.
2.4.2 TEKNIK ANESTESIA
Teknik anestesi spinal telah dilakukan mulai dari abad 18. Tujuan dari anestesi spinal memasukkan obat lokal anestesia keruang subarachnoid.
Sebelum jarum masuk keruang subarachnoid jarum anestesi spinal harus melewati kutis, subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural , baru sampai keruang
25,28,31
subarachnoid. Dalam melakukan dibutuhkan cara dan keahlian. Posisi pasien sebelum dilakukan spinal bisa left lateral decubitus,atau right lateral dekubitus, atau sitting position. Posisi pasien menekuk kedua kaki keperut
21,25,28,31 dan mengekstensikan kepala kedepan .
Hal ini dilakukan agar tulang belakang L3-L4 posisinya terekspos sehingga jarum spinal dapat masuk kerongga subarachnoid tanpa terkena oleh tulang belakang. Posisi ini juga memungkingkan ekstensi dari tulang belakang sehingga jarum spinocan dapat masuk ke ruang subarachnoid.
Teknik disinfeksi janganlah dilupakan karena dapat menimbulkan infeksi post
25,28,31 operasi bila tidak dilakuakn dengan benar .
Dalam melakukan anestersi spinal ada 3 cara. Cara duduk, miring atau pun telungkup. Cara penyuntikan ada 2 amcam pendekatan. Cara midline dan paramedian. Midline adalah penyuntikan jarum spinal diantara 2 prosesus spinosum pada L3-4. Sedangkan cara paramedian dilakukan bila ada kesulitan spinal seperti kiposisi,arthritis. Penyuntikan dilakukan 2 cm arah
24 lateral inferior dari prosesus spinosum .
2.4.3 MONITORING
Monitoring dalam melakukan anestesi spinal sangat penting. Banyak hal yang bias terjadi dalam melakukan spinal anesthesi ini. Seperti hipotensi, mual muntah, bradikardi, sesak nafas, semua hal ini dapat terjadi. Karenanya perlu monitoring dan tindakan segera untuk mengatasinya. Seperti preload cairan 500-1500 sebelum melakukan spinal, ganjal panggul, mengotrol blok yang tidak terlalu tinggi karena dapat menyebabkan vasodiltasi yang berlebihan, melakukan head up posisi. Hal ini dapat digunakan untuk menghindari hipotensi pada pasien. Atau penggunaan obat efedrin,
23,25 phenylepherin, epinefrin dapat digunakan untuk mencegah hipotensi .
Untuk mencegah mual muntah dapat dilakukan premedikasi terlebih dahulu seperti pemberian ranitidine atau ondanstron dan menjaga MAP pasien > 65 mmHg agar tidak tercetus rangsangan muntah. Pemberian suflas atropin atau scopolamine dapat diberikan untuk menaggulangi bradikardi
23,25 pada pasein akibat sudah terbloknya kardiak akselator .
2.4.4 VASOPRESSOR
Banyak vasopresor yang dapat digunaka untuk mencegah hipotensi pada spinal anesthesi. Diantaranya phenylephrin, efedrin, methoxamin, metahraminol, epinefrin, atau norepinefrin. Kesemuanya dapat mencegah hipotensi. Tetapi yang sering digunakan adalah efedrin atau
21,22,24,25,27 phenylephrin . Efedrin masih menjadi pilihan. Hal ini disebabkan efedrin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer, meningkatkan cardiac out put, meningkatkan laju jantung dan memaksa otot jantung untuk berkontraksi. Efedrin aman buat ibu hamil dan tidak mengurangi darah ke plasenta. Dosis dapat diberikan 2.5- 6 mg sesuai dengan hemodinamik
25,27 pasien dan dapat dilakukan pengulangan setelah 15 menit .
Methoxamine dapat digunakan untuk mencegah hipotensi dengan cara vasokontriksi. Hati-hati dalam penggunaannya karena dapat mengakibatkan takikardi. Dosis intravena dapat diberikan 2 mg intravena
25,27 atau 5-20 mg intramuscular .
Phenylephrin merupakan suatu vasokonstriksi perifer hampir sama seperti efedrin. Dosis dapat diberikan 1-5 mg. Onsetnya sekitar 2 menit setelah disuntukkan dan memiliki durasi yang yang lama hingga 20-60
25,27 menit .
Epinefrin dapat digunakan sebagai obat mencegah hipotensi. Bila obat yang lain tidak dapat menaikkan tekanan darah maka epinefrin dapat digunakan. Akan tetapi penggunaannya dengan pengenceran 1: 10.000
25,27 dengan pemberian dosis 50 mikro perkali .
Norepinefrin merupakan vasokonstriktor yang hemat. Dalam satu ampul (2mg) diencerkan menjadi 100 ml dan dosisnya dapat diberikan 2-3
25,27 ml/ menit atau 0,04-0,06 mikrogram tergantung hemodinamik pasien .
2.4.5 TINGGI BLOK DAN FAKTOR LAIN
Banyak hal yang dapat mempengaruhi pemnyebaran obat lokal anestesia di CSF, diantaranya adalah :
21,24,25,33
- Barisitas lokal anestesia
21,24,25,33
- Posisi pasien
21,24,25,33
- Konsetrasi dan jumlah volum yang disuntikkan
21,24,25,33
- Posisi penyuntikan
21,24,25,33
- Kecepatan penyuntikan
- Dalam melakukan tindakan spinal banyak faktor yang mempengaruhi seperti : baricitas, temperatur, posisi, tepat injeksi,
21,24,25,33 umur, berat badan, tinggi, kehamilan.
Sebelum pasien dilakukan anestesi spinal haruslah dilakukan pemberitahuan terlebih dahulu mengenai cara, posisi, tempat tusukan, dan efek yang di timbulkan dari pemberian obat tersebut.
Pemberian cairan juga dilakukan sebelum melakukan anestesi spinal karena anestesi spinal sendiri menyebabkan vasodilatasi. Cairan kristaloid
21 dapat diberikan 10-20 ml/kg sebelum dilakukan anestesi spinal.
2.4.6 KOMPLIKASI DARI ANESTESI SPINAL
Hipotensi merupakan efek samping dari anestesi spinal. Blok simpatis yang terjadi akan menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah meyebabkan tahan vascular perifer menurun yang mengakitbatkan turunnya tekanan darah dan terjadinya hipotensi. Pada ibu hamil tekanan darah dapat menyebabkan mual, muntah yang membuat pasien merasa tidak nyaman dan meningkatkan terjadinya resiko aspirasi. Hipotensi juga dapat
21,24 mempengaruhi uteroplasenta sehingga oksigenasi ke bayi terganggu .
Obat anestesi lokal dapat membahayakan toksisitas sel saraf mau pun pembuluh darah. Gejala yang timbul pertama kali adalah toksisitas saraf.
Gejala eksitatory seperti agitasi,lemah,gelisah dapat di jumpai. Bahkan pada kasus yang berat dapat terjadi depresi sistem saraf pusat, lidah kelu, keajang
24
tonik klonik, Gejala selanjutnya dapat berupa toksisitas pada pembuluh
24 darah. Aritmia, VT, VF bradikardi dapat terjadi.
Sakit kepala merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi. Ditandai dengan rasa pusing bila berdiri atau menggerakkan kepala dan berkurang bila berbaring. Terkadang di ikuti oleh rasa kaku pada leher.
Terkadang diikuti juga oleh muntah dan perasaan berputar. Hal ini disebabkan oleh terus keluarnya CSF dari lubang yang tempat dilakukan spinal, mengakibatkan adanya tarikan pada meningen dan menimbulkan rasa sakit. Hal ini dapat diobati denga cara tidur terlentang, hidarasi yang cukup, banyak minum, konsumsi paracetamol, aspirin atau kodein. Bila sakit masih belum hilang epidural blood patch dapat dilakukan dengan cara
23,25,29 menyuntikkan 15-20 ml darah pasien ke ruang epidural. Retensi urin dapat terjadi pasca anestesi spinal. Hal ini dikarenakan sistem saraf sutonomik adalah yang paling lama terblok yang dapat mengakibatkan retensi urin. Oleh karenanya pemasangan kateter dilakukan
23,25,29 agar blader pasien tidak sakit akibat urin yang tidak bias keluar.
Gangguan neurologis dapat terjadi walau pun jarang terjadi. Seperti meningitis, arachnoiditis, transverse myelitis, atau cauda equina sindrom.
Kerusakan pembuluh darah vena di ruang epidural dapat terjadi yang menyebabkan hematom dan dapat menekan spinal cord. Kelainan neurologis dapat terjadi tergantung dimana tempat terjadinya hematom. Bahkan dalam kasus lain anterior spinal artery sindrom dapat terjadi. Ini terjadi pada pasien usia tua yang lama mengalami hipotensi yang mengakibatkan paralisis
23,25,29 daerah extremitas bawah.
PDPH merupakan komplikasi yang tak jarang kita temuai pada pasien
24
yang dillakukan anestesi spinal. Hal ini terjadi karena robeknya dura alibat
24
masuknya jarum spinal ke ruang sub arachnoid sehingga CSF bocor. Hal ini ditandai dengan nyeri kepala yang berkurang karena perubahan posisi
24
dari duduk atau berdiri kemudian berbaring. Sakit kepala yang dirasakan biasanya didaerah frontal atau retrorbita, atau occipital yang menjalar ke leher. Sakit dapat terjadi 12-72 jam bah kan hingga 7 hari. PDPH ini
21,22,24 berhubungan dengan ukuran dan tipe jarum.
Meningitis dan arachnoiditid disebabkan oleh kontaminasi dari alat atau larutan yang disuntikkan. Disinfeksi dan prinsip sterilitas mutlak dilakukan untuk mencegah infeksi ini. Penggunaan alcohol dan povidine iodine serta menggunakan prinsip dan bahan yang steril mutlak dilakukan.
21,24 Klinis nya dapat berupa gejala neurologis.
TNS (transient neurologic sindrom) merupakan sakit pada daerah belakang tanpa ada gangguan sensoris dan motoris dan alan menghilang
24 beberapa hari kemudian. TNS biasa terjadi pada pemberian lidokain.
2.5 ANESTESIA LOKAL
2.5.1 Pembagian Anestesia Lokal
Lokal anestesia merupakan obat yang digunakan dalam melakukan anestesi
24 spinal. Secara garis besar lokal anestesia di bagi menjadi 2 golongan. 24,25,27-29
Golongan ester dan golongan amida. Golongan amida dapat berupa bupivakain, lidokain, ropivacain. Sedangkan golongan ester seperti procain jarang digunakan lagi karena dapat menyebabkan reaksi anafilaktik dan
24,25
dapat menimbulkan Transien Neurological Symptom. Lokal anestesia terdiri dari group lipophilik (cincin benze) terpisah dari hydrophilic group dan golongan intermediat (aminda atau ester). Lokal anestesia merupakan basa
23-25
lemah. Potensi suatu lokal anestesia berhubungan dengan kelarutan dalam lemak, kemampuan lokal anestesia memasuki daerah yang
24 hidrofobik.
2.5.2 Sejarah Lokal Anestesia
Albert Nieman adalah orang yang pertama yang menemukan alkaloid dan menamakannya kokain. Kokain adalah lokal anestesia yang pertama yang
22 dibuat dari daun kokain dapat diberikan topical dan sistemik.
Pada tahun 1884, Carl Koller seorang dokter bedah yang pertama sekali menggunakan kokain sebagai obat anestesia pada operasi mata.
Bahkan digunakan untuk menganestesia hidung, trachea, mulut, uretra. Desember 1884, William Halsted dan Richard Hall menggunakan kokain untuk memblok daerah wajah dan lengan. Akan tetapi penggunaan kokain dapat menyebabkan kecanduan sehingga memiliki efek samping yang tidak
22 disukai.
Pada tahun 1900 Heinrich Braun menggunakan epineprin untuk memperlama kerja lokal anestesia. Braun juga yang pertama menggunakan
22 prokain dengan stovocain untuk mengurangi toksisitas dari kokain.
2.5.3 Jenis Anestesia Lokal
Lokal anestesi untuk spinal anethesi ada 3 pilihan. Ada yang hipobarik, isobarikm, dan hiperbarik. Hipobarik jarang digunakan sedangkan yang sering digunakan adalah hiperbarik. Karena hiperbarik dipengaruhi oleh gravitasi ketinggian blok dapat diatur sedemikian rupa agar sesuai dermatom yang dikehendaki dokter anestesi. Sedangkan lokal anestesi yang isobarik tidak dipengaruhi oleh gravitasi sehingga sulit untuk mengatur ketinggian blok. Pada penggunaannya lokal anestesia yang isobarik sering ditambahkan
25
dextrose 5% sehingga bisa menjadi hiperbarik. Ada hal yang perlu diperhatikan pada lokal anestesia yaitu: berat molekul, lipophilik, protein
21 binding, potensi, durasi of action, toksisitas.
2.5.4 Macam Anestesia Lokal
Bupivakain (marcain) 0.5 % havy (hiperbarik) adalah obat lokal anestesi yang paling sering digunakan dan yang baik digunakan. Plain bupivakain juga dering digunakan. Pada penggunaannya bupivakain tahan hingga 2-3 jam penggunaan. Bupivakain merupakan obat lokal anestesia yang memiliki onset yang cepat dan durasi yang panjang. Obat ini banyak diguanakan pada operasi dengan ekstremitas bawah, blok perifer, epidural, dan spinal. Lama
25,31
kerjanya bisa hingga 3-10 jam. Pada golongan bupivakain sering digunakan karena durasi yang lama, potensi yang kuat serta blok sensorik dan motorik yang kuat. Bupivakain memiliki isomer R dan S masing-masing isomer mempengaruhi terhadap neuro dan cardio toksisitas. Bupivakain adalah lokal anestesia yang sering digunakan pada bedah sesar. Lokal anestesia bekerja dengan cara menurunkan permeabilitas dari membran sel saraf sehingga tidak terbentuk action potensial. Lokal anestesia langsung
25,31 berikatan pada receptor natrium mengahambat terjadinya potensial aksi.
Chloroprokain memiliki onset yang cepat dan durasi yang capat dan toksisitas yang kurang. Dihidrolisis oleh plasma esterase 4 kali lebih cepat dari prokain. Biasa digunakan pada epidural anestesia untuk