Perbandingan EfektivitasAlbendazole 400 mg tiga hari berturut dan satu hari terhadap trichuriasis

(1)

TESIS

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ALBENDAZOLE 400 mg TIGA HARI BERTURUT DAN SATU HARI TERHADAP TRICHURIASIS

VIVIANNA 087103026/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

Judul Penelitian

:

Perbandingan EfektivitasAlbendazole

400 mg tiga hari berturut dan satu

hari terhadap trichuriasis

Nama Mahasiswa

:

Vivianna

Nomor Induk Mahasiswa :

087103026

Program Magister

:

Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi

:

Kesehatan Anak

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K)

Anggota

Dr. Muhammad Ali, SpA(K)

Ketua Program Magister

Ketua TKP-PPDS


(3)

Tanggal lulus : 26 Januari 2012

Telah diuji pada

Tanggal: 26 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua: Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,

MSc (CTM), SpA(K) ………

Anggota: 1. dr. Muhammad Ali, SpA(K ……… 2. dr. Endang H. Ganie, DTM&H, SpPar(K) ……… 3. Prof. Dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) ……… 4. dr. Sri Sofyani, SpA(K) ………


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, SpA(K), Msc (CTM) dan dr. Muhammad Ali, SpA(K),yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU saat penelitian ini dilaksanakan, dan selaku


(5)

Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU saat penyusunan tesis ini, yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

3. dr. Hj. Melda Deliana, Sp.A(K), sebagai Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Anak FK-USU saat penelitian ini dilaksanakan, dan selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU saat penyusunan tesis ini, yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

4. dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan pelaksanaan penelitian ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan dan RS. dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini. 6. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu

saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, Desy, Bang Han, Nelly, Arida, Bang Fadli, Bang Wiji, Bang Irfan, Johan, Bang Dermawan, Willy, Josephine. Terimakasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.

7. Kak Rani, selaku laboran, yang membimbing serta membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

8. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.


(6)

Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya Udin dan Sui Tjin atas pengertian serta dukungan yang sangat besar, terima kasih karena selalu mendo’akan saya dan memberikan bantuan moril dan materil. Begitu juga Kepada suami tercinta saya, dr. Poniman, terima kasih atas dukungan dan pengertian yang begitu besar selama penelitian dan penyusunan tesis ini. Doa dan dorongan yang tak terkira selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 09 Januari 2012


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan Tesis

ii

Ucapan Terima Kasih

iv

Daftar Isi

vii

Daftar Tabel

ix

Daftar Gambar

x

Daftar Singkatan dan Lambang

xi

Abstrak

xiii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1

1.2. Perumusan Masalah

3

1.3. Hipotesis

3

1.4. Tujuan Penelitian

3

1.4.1. Tujuan Umum

3

1.4.2. Tujuan Khusus

3

1.5. Manfaat Penelitian

4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Trichuris trichiura

5

2.1.1 Epidemiologi

6

2.1.2 Manifestasi Klinis

7

2.1.3 Diagnosis

7

2.1.4 Penatalaksanaan

9

2.2 Albendazole

10

2.2.1 Farmakokinetik

10

2.2.2 Efek Samping

11

2.2.3 Efikasi

11

2.3 Kerangka Konseptual

15

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain

16

3.2. Tempat dan Waktu

16

3.3. Populasi dan Sampel

16

3.4. Perkiraan Besar Sampel

16

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

17

3.5.1. Kriteria Inklusi

17

3.5.2. Kriteria Eksklusi

18

3.6. Persetujuan /

Informed Consent

18

3.7. Etika Penelitian

18


(8)

3.9. Identifikasi Variabel

20

3.10. Definisi Operasional

20

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

21

BAB 4. HASIL PENELITIAN

22

BAB 5. PEMBAHASAN

28

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

35

6.2. Saran

35

Ringkasan

36

Daftar Pustaka

40

Lampiran

1.

Personil Penelitian

44

2. Biaya Penelitian

44

3. Jadwal Penelitian

45

4.

Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua

46

5. Persetujuan Setelah Penjelasan

48

6. Formulir Sekolah

49

7.

Formulir Murid

50

8.

Lembar Kuesioner

51

9.

Teknik Hapusan Tebal Kato-Katz

56

10. Tabel Randomisasi

59

11. Persetujuan Komite Etik

60

12. Peta dan Deskripsi Lokasi Penelitian

61

13. Master Data

62

14. Riwayat Hidup

70


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Infeksi parasit yang bisa diterapi dengan albendazole

10

Tabel 4.1. Karakteristik dasar responden penelitian

23

Tabel 4.2. Perbedaan jumlah

egg per gram

(

epg

) telur

T.trichiura

di antara kedua kelompok pada hari pengamatan ke 7,

14, 21, dan 28

24

Tabel 4.3. Angka kesembuhan (

cure rate

)

trichuriasis

pada hari

ke 7, 14, 21, dan 28

25

Tabel 4.4. Perbedaan angka kesembuhan

trichuriasis

pada hari ke

7 dan 14 di antara kedua kelompok berdasarkan

intensitas infeksi

26

Tabel 4.5. Angka penurunan telur (

egg reduction rate

)

trichuriasis

pada hari ke 7, 14, 21, dan 28

27


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Siklus hidup

Trichuris trichiura

6

Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian

15

Gambar 4.1. Profil penelitian

22

Gambar 4.2. Rerata jumlah

epg T.trichiura

pada hari pengamatan

ke 7, 14, 21, dan 28

25


(11)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

WHO

:

World Health Organization

STH

:

soil-transmitted helminth

T. trichiura

:

Trichuris trichiura

epg

:

egg per gram

:

kumulatif

n

:

jumlah responden

AIDS

:

Acquired Immunodeficiency Disease Syndrome

PPC

:

Partnership for Parasite Control

z

α

:

Deviat baku normal untuk

α

z

β

:

Deviat baku normal untuk

β

<

:

Lebih kecil dari

α

:

Kesalahan tipe I

β

:

Kesalahan tipe II

P

:

Besarnya peluang untuk hasil yang diobservasi

bila hipotesis nol benar

IK

:

interval kepercayaan


(12)

BB

:

berat badan

TB

:

tinggi badan

ARR

:

absolute reduction rate


(13)

ABSTRAK

Latar belakang. Trichuris trichiura

adalah salah satu jenis

soil-transmitted

helmitnhs

yang paling banyak menginfeksi anak usia sekolah. Albendazole

dosis tunggal menunjukkan angka kesembuhan dan penurunan telur yang

bervariasi. Beberapa penelitian mendapatkan regimen albendazole dosid

berulang memberikan efektivitas yang lebih baik.

Tujuan.

Untuk membandingkan efektivitas pemberian albendazole 400 mg 3

hari berturut dan satu hari terhadap

trichuriasis

.

Metode.

Uji klinis terbuka terhadap anak-anak usia sekolah dasar dilakukan

selama Mei dan Juni 2010, di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

Sampel tinja diperiksa menggunakan metode

Kato-Katz

sebelum dan

sesudah hari ke 7, 14, 21, dan 28 pemberian obat. Kelompok I mendapatkan

terapi albendazole 400 mg selama 3 hari berturut dan kelompok II

mendapatkan albendazole 400 mg satu hari. Uji

Chi-square

dan

Wilcoxon

rank sum

digunakan untuk membandingkan angka kesembuhan dan

penurunan telur diantara kedua kelompok.

Hasil.

Penelitian ini melibatkan 260 subjek (kelompok I n= 118, kelompok II

n= 142). Prevalensi

trichuriasis

didapatkan sebesar 54.6% dengan 70.6%

diantaranya berupa infeksi campuran dengan

Ascaris lumbricoides

. Angka

kesembuhan albendazole 400 mg 3 hari berturut secara stastistik lebih tinggi

pada hari ke 7 dan 14 (83.9% dan 64.8%, P=0.0001 di hari ke 7, 96.6% dan

88.7%, P=0.013 di hari ke 14). Derajat intensitas infeksi berhubungan dengan

efektivitas regimen yang digunakan, regimen 3 hari berturut memberikan

angka kesembuhan yang lebih tinggi pada trichuriasis derajat sedang (50%

dan 11.1%, P=0.001). Angka penurunan telur di hari ke 7 dan 14 juga lebih

tinggi pada kelompok I ( 96.8% dan 83.7%, P=0.001 pada hari ke 7, 99.7%

dan 96.3%, P=0.041 pada hari ke 14).

Kesimpulan.

Albendazole 400 mg tiga hari berturut dan satu hari,

menunjukkan efektivitas yang tinggi terhadap infeksi

T. trichiura

. Perbedaan

intensitas infeksi akan mempengaruhi efektivitas. Pada

trichuriasis

derajat

sedang, pemberian regimen albendazole 400 mg 3 hari berturut lebih efektif

daripada albendazole 400 mg satu hari, akan tetapi tidak ada perbedaan

efektivitas untuk

trichuriasis

intensitas ringan.


(14)

ABSTRACT

Background.

Trichuris trichiura

is one of the most common soil-transmitted

helminths that infected school age children. Single dose albendazole showed

wide variation in of cure and egg reduction rate. Some studies found repeated

dose of albendazole would increase its effectiveness.

Objective.

To

determine the effectiveness of 400 mg albendazole three

consecutive days compare to 400 mg albendazole single dose against

trichiuriasis

.

Methods.

A randomized, open trial was conducted in May and June 2009

among elementary school children at Karo Municipal, North Sumatera

Province. Stool samples were collected before treatment and on day 7,14, 21,

and 28 after treatment using the Kato Katz method.

Group I received 400 mg

albendazole three consecutive days and group II received 400 mg

albendazole single dose. Cure rate and egg reduction rate were compared

using Chi-square and Wilcoxon rak sum test respectively.

Result.

Two hundred and sixty subjects enrolled in this study (group I n= 118,

group II n=142). The prevalence of trichuriasis

was 54.7% which 70.6% of

them were co-infected with Ascaris lumbricoides. Cure rate of 400 mg

albendazole three consecutive days was statistically significant higher on day

7 and 14 (83.9% and 64.8%, P=0.0001; 96.6% and 88.7%, P=0.013,

respectively). Intensity of infection is correlated with the effectiveness of the

regimen used, where longer regimen gave higher cure rate on moderate

trichuriasis (50% and 11.1%, P=0.001). On day 7 and 14, egg reduction rates

was also statistically better in group I compared to group II (96.8% and

83.7%, P=0.001; 99.7% and 96.3%, P=0.041, respectively).

Conclusion.

Both regimens have high effectiveness against trichuriasis.

Effectiveness is depended on the intensity of infection. On moderate

infection, 400 mg albendazole three consecutive days is more effective than

single dose regimen. While in light infection, both regimen are equally

effective.


(15)

ABSTRAK

Latar belakang. Trichuris trichiura

adalah salah satu jenis

soil-transmitted

helmitnhs

yang paling banyak menginfeksi anak usia sekolah. Albendazole

dosis tunggal menunjukkan angka kesembuhan dan penurunan telur yang

bervariasi. Beberapa penelitian mendapatkan regimen albendazole dosid

berulang memberikan efektivitas yang lebih baik.

Tujuan.

Untuk membandingkan efektivitas pemberian albendazole 400 mg 3

hari berturut dan satu hari terhadap

trichuriasis

.

Metode.

Uji klinis terbuka terhadap anak-anak usia sekolah dasar dilakukan

selama Mei dan Juni 2010, di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

Sampel tinja diperiksa menggunakan metode

Kato-Katz

sebelum dan

sesudah hari ke 7, 14, 21, dan 28 pemberian obat. Kelompok I mendapatkan

terapi albendazole 400 mg selama 3 hari berturut dan kelompok II

mendapatkan albendazole 400 mg satu hari. Uji

Chi-square

dan

Wilcoxon

rank sum

digunakan untuk membandingkan angka kesembuhan dan

penurunan telur diantara kedua kelompok.

Hasil.

Penelitian ini melibatkan 260 subjek (kelompok I n= 118, kelompok II

n= 142). Prevalensi

trichuriasis

didapatkan sebesar 54.6% dengan 70.6%

diantaranya berupa infeksi campuran dengan

Ascaris lumbricoides

. Angka

kesembuhan albendazole 400 mg 3 hari berturut secara stastistik lebih tinggi

pada hari ke 7 dan 14 (83.9% dan 64.8%, P=0.0001 di hari ke 7, 96.6% dan

88.7%, P=0.013 di hari ke 14). Derajat intensitas infeksi berhubungan dengan

efektivitas regimen yang digunakan, regimen 3 hari berturut memberikan

angka kesembuhan yang lebih tinggi pada trichuriasis derajat sedang (50%

dan 11.1%, P=0.001). Angka penurunan telur di hari ke 7 dan 14 juga lebih

tinggi pada kelompok I ( 96.8% dan 83.7%, P=0.001 pada hari ke 7, 99.7%

dan 96.3%, P=0.041 pada hari ke 14).

Kesimpulan.

Albendazole 400 mg tiga hari berturut dan satu hari,

menunjukkan efektivitas yang tinggi terhadap infeksi

T. trichiura

. Perbedaan

intensitas infeksi akan mempengaruhi efektivitas. Pada

trichuriasis

derajat

sedang, pemberian regimen albendazole 400 mg 3 hari berturut lebih efektif

daripada albendazole 400 mg satu hari, akan tetapi tidak ada perbedaan

efektivitas untuk

trichuriasis

intensitas ringan.


(16)

ABSTRACT

Background.

Trichuris trichiura

is one of the most common soil-transmitted

helminths that infected school age children. Single dose albendazole showed

wide variation in of cure and egg reduction rate. Some studies found repeated

dose of albendazole would increase its effectiveness.

Objective.

To

determine the effectiveness of 400 mg albendazole three

consecutive days compare to 400 mg albendazole single dose against

trichiuriasis

.

Methods.

A randomized, open trial was conducted in May and June 2009

among elementary school children at Karo Municipal, North Sumatera

Province. Stool samples were collected before treatment and on day 7,14, 21,

and 28 after treatment using the Kato Katz method.

Group I received 400 mg

albendazole three consecutive days and group II received 400 mg

albendazole single dose. Cure rate and egg reduction rate were compared

using Chi-square and Wilcoxon rak sum test respectively.

Result.

Two hundred and sixty subjects enrolled in this study (group I n= 118,

group II n=142). The prevalence of trichuriasis

was 54.7% which 70.6% of

them were co-infected with Ascaris lumbricoides. Cure rate of 400 mg

albendazole three consecutive days was statistically significant higher on day

7 and 14 (83.9% and 64.8%, P=0.0001; 96.6% and 88.7%, P=0.013,

respectively). Intensity of infection is correlated with the effectiveness of the

regimen used, where longer regimen gave higher cure rate on moderate

trichuriasis (50% and 11.1%, P=0.001). On day 7 and 14, egg reduction rates

was also statistically better in group I compared to group II (96.8% and

83.7%, P=0.001; 99.7% and 96.3%, P=0.041, respectively).

Conclusion.

Both regimens have high effectiveness against trichuriasis.

Effectiveness is depended on the intensity of infection. On moderate

infection, 400 mg albendazole three consecutive days is more effective than

single dose regimen. While in light infection, both regimen are equally

effective.


(17)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kecacingan diderita oleh lebih dari dua milyar orang di seluruh dunia, tiga ratus juta di antaranya menderita penyakit yang berat, dan setengah dari angka tersebut merupakan anak usia sekolah. Pada tahun 1999, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 40% penyakit tropis selain malaria disebabkan oleh infeksi cacing. Dua milyar di antaranya merupakan penderita soil-transmitted helminth

(STH), dengan delapan ratus juta di antaranya merupakan anak usia sekolah. Iklim tropis Indonesia sangat cocok untuk infeksi STH.

1

2

Ada beberapa spesies cacing yang mempunyai prevalensi tinggi dan tersebar luas. Infeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura memiliki prevalensi lebih dari 70%. Untuk Sumatera Utara angka prevalensi T. trichiura didapati sampai dengan 78.6%.

Infeksi T. trichiura sebagai salah satu STH terbanyak membahayakan kesehatan anak dengan mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan kognitif, status besi, dan mengganggu respon imun anak yang terinfeksi.

3

1,3-6

Kontrol angka kesakitan terhadap STH merupakan hal yang sangat penting.

1

Salah satu program WHO dalam mengatasi kecacingan adalah dengan pemberian tablet antihelmintik secara periodik yang dilakukan melalui program kesehatan sekolah di daerah endemis. Intervensi ini dilakukan di seluruh dunia dalam rangka mencapai target 75% anak usia sekolah secara global di tahun 2010.1,5,7


(18)

Albendazole merupakan salah satu antihelmintik yang direkomendasikan WHO untuk pengobatan STH termasuk T.trichiura.5,4,6,8 Dosis albendazole yang sekarang direkomendasikan adalah 400 mg dosis tunggal. Akan tetapi pemberian albendazole dengan dosis ini menunjukkan angka kesembuhan yang bervariasi mulai dari 8% sampai 93.48%,9 dan angka penurunan telur sebesar 0% sampai 89.7%.

Hasil meta analisis menunjukkan pemberian albendazole dosis tunggal 400 mg hanya memberikan angka kesembuhan trichuriasis yang rendah.

5

5

Beberapa penelitian mendapatkan efektivitas albendazole yang lebih tinggi dengan cara meningkatkan jumlah dosis yang diberikan terutama dengan teknik pemberian regimen lebih dari satu hari.10 Data yang ada menunjukkan peningkatan dosis yang diberikan secara dosis tunggal tidak selalu meningkatkan efektivitas karena sifat kerja antihelmintik yang tergantung lama waktu kontak.

Salah satu regimen yang diajukan adalah dengan memberikan albendazole dosis 400 mg selama 3 hari berturut-turut.

11

10

Suatu penelitian di Afrika mendapatkan angka kesembuhan sebesar 67% bila albendazolediberikan selama 3 hari dibanding 23% bila dosis tunggal. Angka penurunan telur juga lebih baik yaitu 99.7% dibanding 96.8%.12


(19)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu diketahui bagaimana efektivitas pemberian albendazole 400 mg selama 3 hari berturut dalam mengatasi infeksi T. Trichiura?

1.3 Hipotesis

Pemberian albendazole 400 mg selama tiga hari berturut lebih efektif mengatasi infeksi T.trichiura dibandingkan dengan pemberian albendazole 400 mg selama satu hari

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas pemberian albendazole 400 mg 3 hari berturut dan satu hari.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui prevalensi infeksi T. trichiura pada anak usia sekolah di lokasi penelitian.

2. Untuk mengetahui angka kesembuhan T. trichiura dengan pemberian albendazole 400 mg selama 3 hari berturut dan satu hari.


(20)

3. Untuk mengetahui angka penurunan telur T. trichiura dengan pemberian albendazole 400 mg selama 3 hari berturut dan satu hari.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Untuk mendapatkan regimen pemberian albendazole yang lebih efektif untuk mengatasi infeksi T. trichiura

2. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi ilmah dalam penanganan infeksi T. trichiura dan akan bermanfaat untuk meningkatkan upaya peningkatan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan anak.

3. Membantu program Departemen Kesehatan khususnya Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam memberantas penyakit menular terutama kecacingan.

4. Membantu program WHO dalam pemberian antihelmintik yang tepat untuk mencapai target 75% anak usia sekolah secara global pada tahun 2010.


(21)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trichuris trichiura

Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang hidup di sekum dan kolon ascending manusia. Pejamu utama T.trichiura adalah manusia yang terinfeksi bila menelan telur yang mengandung larva.13,14 Cacing dewasa jantan berukuran 30 sampai 45 mm, sedangkan ukuran cacing dewasa betina 35 sampai 50 mm.15 Bagian anterior yang berbentuk seperti cambuk dari cacing dewasa terbenam di dalam dinding usus, dan bagian posterior berada bebas di lumen usus.13,15 Cacing betina dewasa akan mulai bertelur dalam 60 sampai 70 hari setelah terinfeksi dan bisa memproduksi 3000 sampai 20.000 telur setiap hari.

Siklus hidup T. trichiura dimulai dari tertelannya telur Trichuris yang infektif. Telur tersebut akan menetas di usus halus dan mengeluarkan larva. Larva kemudian berkembang di mukosa usus halus dan menjadi dewasa di sekum. Cacing dewasa betina akan mulai bertelur dalam 60 sampai 70 hari setelah infeksi. Telur yang belum berlarva akan keluar bersama dengan tinja dan menjadi infektif di tanah dalam 10 sampai 14 hari. Telur yang infekif ini yang selanjutnya menjadi sumber penularan bagi manusia lain.

15

14-16


(22)

Gambar 2.1. Siklus hidup Trichuris Trichiura

2.1.1 Epidemiologi

16

Berdasarkan data dari WHO pada tahun 2005, jumlah anak usia sekolah di Indonesia ada sebanyak 41 568 000 anak dengan seluruhnya dianggap mempunyai risiko untuk terinfeksi STH.17 Di seluruh dunia didapati 795 juta orang terinfeksi

T.trichiura dan sebanyak 86 juta di antaranya merupakan anak di bawah usia 5 tahun.

Faktor lingkungan mempunyai pengaruh penting dalam proses transmisi dan iklim tropis Indonesia sangat menguntungkan bagi perkembangan STH. Akan tetapi adanya perbedaan ekologi di antara daerah Indonesia sendiri menyebabkan ada perbedaan prevalensi infeksi.

4,18

18

Prevalensi infeksi T.trichiura terendah di Nusa Tenggara Timur yaitu sebesar 1% sedangkan prevalensi tertinggi di Jakarta Utara dengan angka 79.64%.2 Untuk Sumatera Utara angka prevalensi T.trichiura didapati sampai dengan 78.6%.3


(23)

Umur yang paling rentan untuk mendapat infeksi T.trichiura adalah 5 sampai 15 tahun.13,14 Infeksi terjadi setelah tertelan telur infektif dari kontaminasi tangan, makanan (sayuran atau buah yang dipupuk dengan tinja manusia), atau minunan. Transmisi juga bisa secara tidak langsung yakni melalui lalat atau serangga lain.13

2.1.2 Manifestasi klinis

Kebanyakan penderita hanya membawa jumlah cacing yang sedikit dan tidak menunjukkan gejala.13 Manifestasi klinis yang bisa muncul termasuk disentri kronik,

tenesmus, pucat dan gangguan nutrisi lainnya, gagal tumbuh, gangguan perkembangan dan kognitif. Pada infeksi berat bisa terjadi prolapsus recti.13-16,19

2.1.3 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya telur atau cacing dewasa di tinja.13-16 Metode yang direkomendasikan ialah pemeriksaan sampel tinja dengan teknik hapusan tebal kuantitatif Kato-Katz. Metode ini dapat mengukur jumlah telur per gram tinja.20,21

Untuk mengetahui intensitas infeksi pada setiap individu ialah dengan cara menghitung jumlah telur per gram tinja. Dengan metode Kato-Katz, penghitungan

egg per gram (epg) didapat dengan mengalikan jumlah telur yang dihitung dengan faktor multiplikasi. Faktor ini bervariasi tergantung dari luas hapusan yang digunakan. WHO merekomendasikan hapusan yang menampung 41,7 mg tinja,


(24)

dimana dengan faktor multiplikasinya ialah 24. Intensitas infeksi pada tingkat komunitas dapat dilihat dari :

-

Mean

epg

21

-

Derajat intensitas

Rerata (mean) epg dapat dihitung dengan arithmetic mean :

Arithmetic mean = n Σepg

epg adalah jumlah dari epg setiap individu dibagi dengan jumlah orang yang diperiksa (n).

Atau dengan geometric mean :

Geometric mean = exp Σ log (epg+1) n

- 1

log (epg + 1) adalah jumlah dari logaritma setiap individu. Nilai 1 ditambahkan karena logaritma tidak bisa dihitung bila epg nilainya nol.

WHO menetapkan derajat intensitas infeksi sebagai berikut .

Derajat ringan : 1 – 999 epg

21

Derajat sedang : 1000 – 9999 epg

Derajat berat : >10.000 epg

Pada daerah dengan derajat intensitas infeksi yang rendah, pemeriksaan sampel tunggal bisa tidak mendeteksi adanya telur cacing di tinja. Penelitian melaporkan peningkatan sensitivitas teknik pemeriksaan Kato-Katz bila sampel tinja


(25)

diperiksa tiga hari berturut-turut yaitu sensitivitas pemeriksaan tiga sampel sebesar 95.1% dibanding 63.4% bila dilakukan pemeriksaan sampel tunggal.22

2.1.4 Penatalaksanaan

Obat pilihan untuk pengobatan T. trichiura :

1. Mebendazole 100 mg, dua kali sehari selama tiga hari berturut-turut. Dosis tunggal 500 mg biasa diberikan pada pengobatan massal.

13-16,19,23

2. Albendazole 400 mg dosis tunggal untuk anak di atas usia 2 tahun. Untuk anak usia 1 sampai 2 tahun diberikan setengahnya.

Perbaikan sanitasi dan kebersihan pribadi / lingkungan seperti penyediaan toilet, cuci tangan, pemakaian alas kaki, dan mengkonsumsi makanan yang matang juga diperlukan untuk mencegah terjadinya pencemaran tanah oleh tinja manusia yang terinfeksi dengan cacing. Ini penting untuk mencegah transmisi lebih lanjut.13,14,19

2.2 Albendazole

Albendazole adalah antihelmintik golongan benzimidazole dengan nama kimia

methyl [5-(propylthio)-1 H-benzimidazol-2-yl] carbamate. Albendazole termasuk antihelmintik dengan spektrum luas, yang efektif terhadap berbagai cacing intestinal dan infeksi cacing jaringan.10,24 ( Tabel 2.1 )


(26)

Tabel 2.1. Infeksi parasit yang bisa diterapi dengan albendazole

Penyakit

24

Terapi lini pertama Pilihan terapi lainnya Microsporidiosis pada AIDS Albendazole

Giardiasis Tinidazole, metronidazole Albendazole, mepacrine, furazolidine

Ascariasis, enterobiasis, infeksi cacing tambang

Albendazole, mebendazole Piperazine, pyrantel

Trichuriasis Mebendazole Albendazole

Strongyloidiasis Ivermectin Albendazole, thiabendazole Penyakit kista hidatit Albendazole, pembedahan Mebendazole, praziquantel Penyakit alveolar hydatid Albendazole, pembedahan Mebendazole

Neurocycticercosis Albendazole, praziquantel, pembedahan

Efek antihelmintik albendazole terutama intraintestinal dan bisa bekerja sebagai larvasidal, ovisidal, dan vermisidal. Albendazole bekerja dengan cara menghalangi polimerisasi tubulin dan pengambilan glukosa oleh sel parasit. Kekurangan energi yang terjadi inilah yang selanjutnya akan membunuh cacing.24 Albendazole tersedia dalam bentuk tablet kunyah 200 dan 400 mg, serta sediaan sirup.20


(27)

2.2.1 Farmakokinetik

Setelah pemberian per oral, albendazole langsung bekerja sebagai antihelmintik di saluran cerna. bila diberikan dalam dosis tinggi, sejumlah albendazole diserap dan dimetabolisir menjadi albendazole sulphoxide yang aktif terhadap parasit jaringan.24

2.2.2 Efek samping

Berikut ini adalah efek samping yang mungkin muncul pada pemberian albendazole termasuk nyeri abdomen yang paling sering dikeluhkan. Diare, mual, muntah, pusing, gatal-gatal dan/atau ruam kulit bisa dijumpai. Efek samping yang jarang dijumpai termasuk nyeri tulang, protenuria, dan penurunan eritrosit.10

2.2.3 Efikasi

WHO pada tahun 2001 membentuk Partners for Parasites Control (PPC) yang bertujuan mengatasi infeksi STH dan schistosomiasis di seluruh dunia. Pada tahun yang sama WHO bersama PPC memulai kampanye anti cacing di seluruh dunia dan obat yang direkomendasikan adalah albendazole 400 mg dan mebendazole 500 mg.6,7

Meta-analisis pada tahun 2008 mendapatkan keefektivan albendazole 400 mg dosis tunggal terhadap T. trichura hanya sebesar 28% dengan angka penurunan Akan tetapi terdapat kekhawatiran pemberian antihelmintik skala besar bisa menyebabkan timbul dan tersebarnya nematoda yang resisten.


(28)

telur yang bervariasi dari 0% sampai 89.7%. Peneliti menyimpulkan bahwa regimen pengobatan T. trichura dengan albendazole 400 mg dosis tunggal tidak memuaskan. Bahkan risiko untuk tetap menderita trichuriasis setelah mendapat terapi ini hanya berkurang 28%.

Sedangkan systematic review tahun 2007 melaporkan albendazole 400 mg dosis tunggal mampu menurunkan prevalensi T.trichura dari 51.9% menjadi 31.9%. Pada penelitian ini disimpulkan albendazole memuaskan karena dengan pemberian satu jenis obat bisa menjangkau lebih dari satu jenis cacing.

5

Penelitian tentang keefektifan albendazole 400 mg dosis tunggal di Uganda hanya mendapatkan angka penyembuhan yang dicapai sebesar 8% dan angka penurunan telur geometrik sebesar 89%. Pada studi ini juga diperlihatkan bahwa telur kembali ditemukan pada semua anak pada hari ke 14 pemantauan dengan jumlah yang telur lebih banyak secara bermakna.

25

Suatu studi lain di RRC melaporkan efektivitas albendazole dosis tunggal yang juga rendah terhadap T.trichura dengan angka kesembuhan 11.7%.

9

26

Penelitian di Kenya juga melaporkan angka kesembuhan dan penurunan telur yang rendah yaitu 18.2% dan 24.5%.27

Penelitian lain di Afrika Selatan yang menggunakan albendazole 400 mg, mendapatkan angka kesembuhan sebesar 12.7% dengan sekali pengobatan dan 33.3% setelah pengobatan kedua dengan jarak enam bulan. Peneliti ini juga menyarankan perlunya pertimbangan untuk mencari pengobatan alternatif untuk T. trichura.

28


(29)

Penelitian di Sumatera Utara pada tahun 1995 mendapatkan angka kesembuhan sampai dengan 93.48% dan angka penurunan telur sebesar 99.69%.

Beberapa penelitian terakhir yang mandapatkan angka kesembuhan maupun angka penurunan telur yang tidak memuaskan. Hal ini diperkirakan akibat sudah mulai munculnya parasit yang resisten terhadap obat ini. Ini dikarenakan luasnya pemakaian albendazole pada pengobatan masal di berbagai negara beberapa tahun terakhir.

3

Ada beberapa peneliti yang mendapatkan bahwa pemberian albendazole dengan dosis lebih tinggi dan regimen yang lebih panjang seperti pengulangan dua atau tiga hari akan memberikan efektivitas yang lebih baik.

29

10,28

Data pada hewan menunjukkan peningkatan efektivitas akan didapatkan dengan memperlama durasi pemberian antihelmintik karena sifat kerja antihelmintik yang tergantung pada lama kontak obat dengan parasit.

Suatu uji klinis acak yang dilakukan di Thailand pada tahun 2001 juga mendapatkan angka kesembuhan dan penurunan telur yang lebih baik bila albendazole diberikan 400 mg selama 3 hari berturut-turut.

30

31

Peneliti yang sama kembali melakukan uji klinis yang lebih besar untuk membandingkan pemberian albendazole 3, 5 dan 7 hari berturut-turut, dan mendapatkan angka kesembuhan dan penurunan telur yang semakin baik sebanding dengan lama pemberian albendazole.

Penelitian sebelumnya di Bangladesh juga membuktikan pemberian albendazole 400 mg selama 3 hari memberikan hasil yang lebih baik yaitu angka


(30)

kesembuhan sebesar 80% dibanding 30% bila albendazole diberikan dengan dosis tunggal.

Di Sumatera Utara sendiri juga sudah terdapat penelitian yang menggunakan regimen ini. Angka kesembuhan dan penurunan telur yang didapatkan juga lebih baik pada regimen albendazole 3 hari.

33

Suatu uji klinis acak tersamar ganda yang membandingkan pemberian albendazole 400 mg selama satu, dua, dan tiga hari berturut-turut mendapatkan angka kesembuhan yang lebih tinggi sebanding dengan lama pemberian obat, yaitu 23% dalam satu hari pemberian, 56% dua hari, dan 67% tiga hari. Peningkatan angka penurunan telur juga memberikan hasil yang sama yaitu 96.8% dengan satu hari pemberian, 99.3% dua hari, dan 99.7% tiga hari.

34

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut di atas, pemberian albendazole 400 mg selama 3 hari berturut-turut akan menunjukkan efektivitas yang lebih baik dan bermakna bila diberikan pada penderita trichuriasis berat.

12


(31)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Desain

Penelitian ini merupakan uji klinis acak terbuka yang membandingkan efek pemberian albendazole 400 mg selama 3 hari berturut dan satu hari terhadap penderita trichuriasis dengan melihat angka kesembuhan dan penurunan telur.

3.2 Tempat dan waktu

Penelitian dilakukan terhadap anak usia sekolah dasar di 3 sekolah dasar Kecamatan Kabanjahe dan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Sumatera Utara selama bulan Mei dan Juni 2010

3.3 Populasi dan sampel

Populasi target adalah anak sekolah dasar yang menderita trichuriasis. Populasi terjangkau adalah anak sekolah dasar di tempat penelitian yang menderita

trichuriasis. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4 Perkiraan besar sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi independen, yaitu :

n

36

1 = n2 = (Zα√2PQ + Zβ√P1Q1 + P2Q2 )

(P

2 1 – P2)2


(32)

n1 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok A

n2 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok B α = kesalahan tipe I = 0,05 → Tingkat kepercayaan 95% Zα = nilai baku normal = 1,96

β = kesalahan tipe II = 0,2 → Power (kekuatan penelitian) 80% Zβ = 0,842

P1 = angka kesembuhan penderita trichuriasis dengan regimen A = 72%

Q

5

1 = 1 – P1 =

P

0,28

2 =

Q

angka kesembuhan penderita trichuriasis dengan regimen B = 87%

2 = 1 – P2

P = P

= 0,13

1+P2

2

= 0,795 Q = 1 – P = 0,205

Dengan menggunakan rumus di atas didapat jumlah sampel untuk masing-masing kelompok sebanyak 112 orang.

3.5 Kriteria inklusi dan eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Murid SD kelas I sampai VI

2. Dari hasil pemeriksaan Kato-Katz didapati telur T. trichiura (+) 3. Selama periode penelitian tidak mengkonsumsi antihelmintik lainnya 4. Tidak mengkonsumsi antihelmintik selama 1 bulan sebelum penelitian 5. Orang tua bersedia mengisi informed consent.


(33)

3.5.2. Kriteria Eksklusi 1.Menolak minum obat

2.Tidak bersedia mengembalikan pot yang berisi tinja untuk pemeriksaan Kato- Katz setelah mendapat pengobatan

3. Anak yang sedang menderita diare

3.6 Persetujuan/informed consent

Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu untuk pemberian antihelmintik pada penderita

trichuriasis.

3.7 Etika penellitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8 Cara Kerja dan Alur Penelitian

1. Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuesioner

2. Pot tinja yang sudah diberi nomor dibagikan kepada anak-anak yang telah dipilih secara acak

3. Tinja yang terkumpul diperiksa dengan metode pemeriksaan Kato-Katz

4. Penderita yang tinjanya dijumpai telur T.trichiura, dibagi secara acak dengan menggunakan randomisasi sederhana memakai table random ke dalam dua kelompok yaitu kelompok I dan kelompok II


(34)

5. Kelompok I yaitu anak yang mendapat terapi albendazole 400 mg dosis tunggal selama 3 hari berturut-turut dengan pemberian obat dilakukan oleh peneliti langsung kepada anak tersebut.

6. Kelompok II yaitu anak yang mendapat terapi albendazole 400 mg dosis tunggal selama satu hari dengan pemberian obat dilakukan oleh peneliti langsung kepada anak tersebut.

7. Tinja anak-anak kelompok I diperiksa pada hari ke-7, 14, 21, dan 28 setelah pemberian obat apakah masih dijumpai telur cacing T.trichiura

8. Tinja anak-anak kelompok II diperiksa pada hari ke-7, 14, 21, dan 28 setelah pemberian obat apakah masih dijumpai telur cacing T.trichiura

9. Dicatat efek samping dari obat, yang timbul saat penelitian. Alur Penelitian

Albendazole 400 mg selama 3 hari

berturut

Albendazole 400 mg selama

satu hari

Pemeriksaan Kato Katz

Telur T. trichiura (-)

Populasi terjangkau yang memenuhi

kriteria inklusi

Perbandingan angka kesembuhan infeksi T. trichiura

Pemeriksaan Kato Katz

Telur T. trichiura (+)

Telur T. trichiura (+)

Telur T. trichiura (-)


(35)

3.9 Identifikasi Variabel

Variabel bebas skala

Regimen Antihelmintik nominal dikotom Variabel tergantung skala

Kesembuhan infeksi T.trichiura nominal dikotom Intensitas infeksi T.trichiura ordinal

3.10 Definisi Operasional

1. Infeksi T. trichiura disebutkan bila dijumpai telur T. trichiura pada tinja dengan pemeriksaan mikroskopis dengan teknik hapusan tebal kuantitatif Kato-Katz.

2. Telur T.trichiura adalah sebagai berikut :

3. Intensitas infeksi T. trichiura dibagi sebagai berikut :21

Cacing Ringan Sedang Berat

Trichuris trichiura 1 – 999 epg 1 000 – 9 999 epg > 10 000 epg


(36)

- Sembuh jika tidak ditemukan telur dalam tinja penderita yang

sebelumnya telah diberikan albendazole dosis 400 mg 3 hari

berturut

dan satu hari.

- Penurunan jumlah telur jika dijumpai jumlah telur dari awal

pemeriksaan jumlahnya berkurang.

3.11 Pengolahan dan analisis data

Analisis data dilakukan dengan prinsip intention to treat. Keefektifan kedua jenis regimen albendazole dinilai dengan menggunakan angka kesembuhan dan angka penurunan telur sebelum dan sesudah pemberian masing-masing regimen albendazole. Uji chi-square digunakan untuk melihat hubungan dosis albendazole yang diberikan dengan angka kesembuhan. Uji Wilcoxon rank sum digunakan untuk melihat penurunan intensitas infeksi dengan dosis albendazole di antara kedua kelompok sampel. Perbandingan angka kesembuhan dan penurunan telur juga dianalisis berdasarkan intensitas infeksi. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak SPSS versi 14.0 dengan tingkat kemaknaan P < 0.05 dan interval kepercayaan (IK) 95%.


(37)

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil penelitian

Penelitian dilaksanakan di 3 sekolah dasar di Kecamatan Kabanjahe dan Simpang Empat, Kabupaten Karo yang berjarak + 80 km dari kota Medan selama bulan Mei dan Juni 2010. Di kedua lokasi tersebut, diperiksa 475 anak, diantaranya 41 anak tidak mengembalikan pot, dan sisanya sebanyak 434 anak diperiksa terhadap adanya infeksi T. trichiura. Dari hasil pemeriksaan tinja didapat 279 anak yang menderita kecacingan, dan 260 diantaranya positif menderita infeksi T. trichiura, yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu masing-masing terdiri dari 142 anak yang mendapatkan pengobatan albendazole 400 mg satu hari dan 118 anak mendapat pengobatan albendazole 400 mg tiga hari berturut. Profil penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.

475 anak yang masuk dalam skrining infeksi Trichuris trichiura

260 anak terinfeksi

41 anak tidak mengembalikan pot untuk pemeriksaan tinja 434 anak diperiksa dengan


(38)

Prevalensi kecacingan di Kabupaten Karo didapatkan sebesar 58.7%, sedangkan prevalensi infeksi T. trichiura didapatkan sebesar 54.7%. Kebanyakan anak menderita infeksi campuran antara T. trichiura dengan A. Lumbricoides dengan prevalensi 70.6%. Infeksi T. trichiura tunggal hanya didapati pada 22.6% anak dan infeksi tunggal A. lumbricoides sebesar 6.8%.

Tabel 4.1. Karakteristik dasar responden penelitian

Karakteristik

Albendazole 400 mg 3 hari berturut

Albendazole 400 mg satu hari

Total Total

(n=118) (n= 142)

Jenis Kelamin

(rasio laki-laki/perempuan) 60 / 58 61 / 81 Usia (tahun), mean (SD) 9.3 (1.55) 9.4 (1.64) Berat Badan, kg, mean (SD) 23.9 (3.80) 24.7 (5.53) Tinggi Badan, cm, mean (SD) 124.9 (2.48) 124.3 (20.10) BB/TB, mean (SD) 95.4 (9.27) 94.9 (10.50)

Prevalensi trichuriasis (%) 100 100

Intensitas Infeksi, n (%)

Ringan 105 (89) 133 (93.7)

Sedang 13 (11) 9 (6.3)

Berat 0 (0) 0 (0)

Infeksi Campuran

A. lumbricoides dan 86 (72.9) 111 (78.2) T. trichiura


(39)

Dari karakteristik dasar responden penelitian kedua kelompok sebelum intervensi tidak berbeda, dengan rerata usia 9 tahun dan status gizi baik. Intensitas infeksi Trichuris trichiura di kedua kelompok dominan derajat intensitas ringan yaitu 93.7% di kelompok albendazole400 mg satu hari dan 89% di kelompok albendazole 400 mg selama 3 hari berturut. Kedua kelompok juga menunjukkan angka infeksi campuran yang tinggi sebesar 72.9% dan 78.2% untuk kelompok I dan II.

Tabel 4.2. Perbedaan jumlah egg per gram (epg) telur T. trichiura diantara kedua kelompok pada hari pengamatan ke 7, 14, 21, dan 28

Epg telur

T.trichiura Mean (SD)

Albendazole 400 mg 3 hari berturut

Albendazole 400 mg satu hari

P

Total Total IK 95%

(n=118) (n= 142)

Hari ke 7 11.8 (32.42) 37.2 (71.44) 11.37; 39.40 0.0001 Hari ke 14 2.2 (13.31) 7.8 (26.59) 0.24; 10.84 0.041 Hari ke 21 1.4 (11.01) 5.9 (26.07) -0.26; 9.25 0.082 Hari ke 28 2.6 (24.37) 5.6 (24.37) -2.24; 8.10 0.265

Setelah pemberian intervensi dijumpai perbedaan jumlah rerata epg T.trichiura di antara kedua kelompok pada hari ke 7 dan 14 dengan P < 0.05. Namun, tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada hari pengamatan hari ke 21 dan 28.


(40)

Gambar 4.2. Rerata jumlah epgT.trichiura pada hari pengamatan ke 7, 14, 21, dan 28

Kedua kelompok menunjukkan penurunan rerata epg telur T. trichiura

terbesar pada hari pengamatan ke 7 dan 14.

Table 4.3. Angka kesembuhan (cure rate) trichuriasis pada hari ke 7, 14, 21, dan 28

Angka Kesembuhan, % (SD)

Albendazole 400 mg 3 hari berturut

Albendazole 400 mg

1 hari IK 95% P Total Total

(n=118) (n= 142)

Setelah terapi

Hari ke 7 83.9 (36.91) 64.8 (47.93) -29.48; -8.74 0.0001 Hari ke 14 96.6 (18.17) 88.7 (31.73) -14.07; -1.68 0.013 Hari ke 21 98.3 (12.96) 93.8 (24.45) -9.32; 0.035 0.052 Hari ke 28 96.6 (18.17) 92.9 (25.68) -9.03; 1.72 0.182

0 10 20 30 40 50 60

hari ke-7 hari ke-14 hari ke-21 hari ke-28

e pg T. t ri chi ur a Waktu pengamatan

Albendazole 400 mg satu hari

Albendazole 400 mg 3 hari berturut


(41)

Dari tabel 4.3 diketahui bahwa kedua regimen memberikan angka kesembuhan tertinggi pada hari ke 21 yaitu 98.3% pada kelompok 1 dan 93.8% pada kelompok 2. Perbedaan angka kesembuhan di antara kedua regimen terlihat pada pengamatan hari ke 7 (P = 0.0001) dan 14 (P = 0.013). Absolute risk reduction (ARR) penggunaan regimen albendazole 400 mg selama 3 hari berturut didapati sebesar 0.191 pada pengamatan hari ke 7 dengan number needed to treat (NNT) ialah sebesar 5. Pada pengamatan hari ke 14, ARR didapati sebesar 0.079 sehingga angka NNT sebesar 12.

Tabel 4.4. Perbedaan angka kesembuhan trichuriasis hari ke 7 dan 14 diantara kedua kelompok berdasarkan intensitas infeksi

Intensitas Infeksi

Angka Kesembuhan

P Albendazole

400 mg 3 hari berturut

Albendazole 400 mg satu hari

IK 95% Hari ke 7

Ringan 75.6 (43.02) 68.4 (48.66) -29.48; 8.74 0.317 Sedang 50 (51.18) 11.1 (33.33) 7.43; 55.32 0.001

Hari ke 14

Ringan 93.7 (24.35) 90.9 (28.76) -14.07; -1.68 0.035 Sedang 77.3 (42.89) 55.6 (52.71) 45.43; 87.23 0.025


(42)

Dari tabel 4.4 terlihat bahwa pengobatan dengan regimen albendazole 400 mg 3 hari berturut memberikan angka kesembuhan yang lebih baik anak yang terinfeksi T.trichiura dengan derajat sedang sedangkan untuk anak yang terinfeksi ringan, tidak didapati perbedaan angka kesembuhan di antara kedua regimen pengobatan.

Tabel 4.5. Angka penurunan telur (egg reduction rate) trichuriasis pada hari ke 7, 14, 21, dan 28

Angka penurunan telur, %, (SD)

Albendazole 400 mg 3 hari berturut

Albendazole 400 mg

1 hari IK 95% P Total Total

(n=118) (n= 142)

Setelah terapi

Hari ke 7 96.8(11.61) 83.7 (43.33) -20.63; -5.67 0.001* Hari ke 14 99.7 (2.23) 96.3 (19.26) -6.57; -0.13 0.041* Hari ke 21 99.8 (1.73) 98.7 (7.29) -2.40; 0.10 0.072 Hari ke 28 99.5 (3.26) 98.4 (8.94) -2.72; 0.47 0.165

Dari tabel 4.5 diketahui bahwa kedua regimen memberikan angka penurunan telur tertinggi pada hari ke 21 yaitu 99.8% pada kelompok 1 dan 98.7% pada kelompok 2. Perbedaan angka penurunan telur di antara kedua regimen terlihat pada pengamatan hari ke 7 dan 14 (P < 0.05).

Pada penelitian ini tidak didapati efek samping pemberian obat, baik di kelompok albendazole 400 mg 3 hari berturut dan albendazole 400 mg satu hari.


(43)

BAB 5. PEMBAHASAN

Penelitian ini mendapatkan prevalensi kecacingan di Kabupaten Karo

sebesar 58.7%, dengan 54.7% diantaranya merupakan infeksi

T. trichiura

.

Infeksi

T. trichiura

yang ditemukan sebagian besar merupakan infeksi

campuran dengan

A. lumbricoides

dengan prevalensi sebesar 70.6%. Infeksi

T. trichiura

tunggal hanya didapati pada 22.6% anak dan infeksi tunggal

A.

lumbricoides

sebesar 6.8%.

Kecacingan akibat infeksi nematoda masih merupakan masalah

kesehatan publik penting di Indonesia.

37

Iklim yang tropis menjadikan

Indonesia daerah dengan tingkat infeksi STH yang tetap tinggi.

2,38

A.

lumbricoides

,

T. trichiura

, dan

N. americanus

merupakan jenis cacing yang

paling sering ditemukan. Survei epidemiologis yang dilakukan antara tahun

2005 mendapatkan prevalensi infeksi STH lebih dari 50% untuk anak usia

sekolah.

Prevalensi

trichuriasis

di Sumatera Utara sendiri pada tahun 1995

didapatkan 78.6%.

17

3

Di Kabupaten Karo, tempat penelitian ini dilakukan, pada

tahun 2002 dilaporkan angka prevalensi

trichuriasis

sebesar 40.4% dan

41.3% merupakan infeksi campuran.

37

Di tempat yang sama pada tahun

2008 dilaporkan angka infeksi campuran antara

T. trichuira

dan

A.

lumbricoides

sebesar 60.3%.

39


(44)

Letak Kabupaten Karo yang berada di 600 sampai 1400 m di atas

permukaan laut dengan suhu permukaan tanah berkisar antara 17 sampai 28

derajat Celcius sesuai untuk perkembangan

T. trichiura

. Cacing ini terutama

memberikan angka prevalensi yang tinggi pada ketinggiaan 800 sampai 1400

m di atas permukaan laut.

38

Suhu permukaan tanah yang optimal untuk

perkembangan

T. trichiura

berkisar antara 15 sampai 37 derajat Celcius.

38,40

Angka infeksi campuran juga dominan didapati pada penelitian ini.

Saat ini semakin banyak penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa secara

umum penderita kecacingan cenderung terinfeksi oleh lebih dari satu jenis

cacing. Data yang ada menunjukkan angka infeksi campuran akan meningkat

bila prevalensi

trichuriasis

lebih dari 50%. Sekitar 32% penderita kecacingan

dikatakan terinfeksi oleh 2 jenis cacing dan 18% oleh 3 jenis cacing secara

bersamaan.

Kondisi lingkungan yang optimal untuk perkembangan STH terutama

T.

trichiura

menjadikan lokasi penelitian tetap menunjukkan angka prevalensi

yang tetap tinggi selama beberapa kali pemeriksaan.

41

Anak penderita

trichuriasis

dengan derajat intensitas ringan

merupakan kelompok yang terbesar (89% di kelompok 1 dan 93.7% di

kelompok 2). Penderita

trichuriasis

derajat berat tidak dijumpai pada data

kami. Perbedaan jumlah beban cacing (

worm burden

) diantara penderita

kecacingan adalah salah satu ciri khas infeksi kecacingan.

42

Distribusi beban


(45)

di suatu komunitas, sebagian besar penderita hanya terinfeksi oleh

beberapa/sedikit parasit dan sebagian kecil sisanya terinfeksi oleh sejumlah

besar parasit.

Kecacingan mengganggu tumbuh kembang anak dengan timbulnya

malnutrisi, gangguan pada proses belajar, dan kehadiran di sekolah.

40-43

43

Malnutrisi bisa terjadi akibat cacing yang hidup dari isi saluran cerna

penderita secara langsung, gangguan pencernaan dan absorpsi akibat

adanya parasit serta akibat proses peradangan kronis yang mengganggu

nafsu makan anak.

41

Kejadian malnutrisi biasanya terjadi pada kelompok

anak kecacingan dengan derajat sedang atau berat.

44

Beban cacing

merupakan indikator utama timbulnya morbiditas infeksi cacing termasuk

trichuriasis

. Faktor lain yang berpengaruh adalah durasi infeksi cacing yang

telah terjadi, akan tetapi parameter ini sulit diketahui.

Penelitian ini mendapatkan status gizi baik untuk kedua kelompok

sampel yang diteliti. Penelitian kecacingan di lokasi yang sama pada tahun

2008 juga mendapatkan status gizi baik pada sebagian besar sampel yang

diteliti.

41

39

Penatalaksanaan

trichuriasis

secara umum lebih sulit daripada infeksi

STH lainnya.

Status gizi baik pada sampel penelitian ini diterangkan oleh

rendahnya beban cacing yang tercermin dari derajat intensitas

trichuriasis

yang diderita.

45

Albendazole dosis tunggal dikatakan tidak efektif pada


(46)

mencapai kesembuhan parasitologi penuh pada sebagian kasus.

44

Albendazole juga menunjukkan efektivitas yang tinggi pada penelitian

yang juga dilakukan di Sumatera Utara tahun 1995. Albendazole

400 mg

dosis tunggal yang dipakai memberikan angka kesembuhan dan penurunan

telur masing-masing sebesar 93.48% dan 99.69% terhadap

trichuriasis

.

Kedua

regimen memberikan angka kesembuhan

trichuriasis

yang tinggi yaitu 98.3%

pada kelompok yang mendapat albendazole 400 mg 3 hari berturut dan

93.7% pada kelompok albendazole 400 mg satu hari (tabel 4.3). Angka

penurunan telur juga didapatkan tinggi sebesar 99.83% pada kelompok 1 dan

98.68% pada kelompok 2 (tabel 4.5). Pada penelitian ini, anak penderita

trichuriasis

derajat sedang, pemberian albendazole 400 mg 3 hari berturut

memberikan efektivitas yang lebih baik (tabel 4.4).

3

Data

dari negara lain antara lain: di Peru, albendazole dosis tunggal memberikan

angka kesembuhan 58% dan angka penurunan telur sebesar 98.4% terhadap

trichuriasis

.

47

Penelitian di Nigeria pada tahun 2002 melaporkan penurunan

tingkat prevalensi dari 84% menjadi 41.7%,

48

peneliti yang sama pada tahun

2007 kembali melaporkan angka penurunan telur sebesar 56.1%.

49

Systematic review

tahun 2007 masih merekomendasikan pemberian

albendazole dosis tunggal untuk penanganan semua jenis infeksi STH

.

25

Albendazole 400 mg dosis tunggal dilaporkan WHO masih memberikan

angka penurunan telur yang cukup baik sebesar 80%.

11

Efektivitas masih

dikatakan baik bila angka penurunan telur tinggi tanpa disertai angka


(47)

kesembuhan yang tinggi. Angka penurunan telur dianggap cukup karena

menunjukkan penurunan beban cacing sehingga transmisi menjadi lebih

jarang.

Secara umum, efektivitas antihelmintik sangat tergantung kepada

derajat intensitas infeksi dan hubungan ini paling jelas terlihat pada

trichuriasis

. Pada

trichuriasis

derajat ringan, albendazole dosis tunggal

secara umum masih efektif.

50

10

Angka kesembuhan

trichuriasis

akan semakin

menurun jika intensitas infeksi yang dihadapi semakin berat.

10,11

Tempat

hidup cacing

T. trichiura

di sekum menjadikan cacing ini lebih resisten

terhadap antihelmintik yang diberikan.

10

Peningkatkan efektivitas akan

didapatkan dengan memperlama waktu kontak obat dengan parasit dengan

cara pengulangan dosis antihelmintik.

30

Efektivitas albendazole terhadap

trichuriasis

dilaporkan meningkat

setelah dilakukan stratifikasi intensitas infeksi. Kasus dengan intensitas

infeksi sedang dan berat yang paling sering menurunkan angka kesembuhan

dan penurunan telur dalam uji klinis albendazole dosis tunggal.

Pada penelitian ini tidak didapatkan

penderita

trichuriasis

intensitas berat. Akan tetapi, hasil penelitian ini

mendapatkan perbedaan angka kesembuhan di antara kedua regimen paling

jelas pada kelompok penderita

trichuriasis

intensitas sedang.

10

Hasil

penelitian di Thailand juga melaporkan efektivitas regimen albendazole dosis

berulang meningkat bila penilaian distratifikasi berdasarkan intensitas

infeksi.

32


(48)

Pada pengamatan jumlah telur setelah dilakukan pengobatan, peneliti

mendapatkan peningkatan kembali jumah telur

T. trichiura

yang ditemukan

pada kedua kelompok pengobatan (tabel 4.2 dan gambar 4.2). Hasil ini

sejalan dengan hasil penelitian di Bangladesh pada tahun 1994.

Peneliti

mendapatkan jumlah telur

T. trichiura

kembali meningkat pada hari

pemantauan ke 10.

33

Penelitian di Uganda juga mendapatkan peningkatan

kembali jumlah telur setelah pengamatan diperpanjang. Jumlah telur per

gram tinja didapatkan 3 kali lebih tinggi pada hari ke 14 bila dibandingkan

dengan pengamatan di hari ke 7.

9

Waktu pengamatan setelah pemberian

antihelmintik yang dianjurkan WHO idealnya adalah 10 sampai 14 hari.

Interval pengamatan yang lebih lama akan memberikan angka efektivitas

yang lebih rendah karena terjadi maturasi dari cacing-cacing yang masih

berada di stadium

immature

. Pemberian antihelmintik tidak ikut membunuh

cacing stadium

immature

yang ada sehingga telur akan kembali dihasilkan

setelah cacing matur.

11

Peningkatan kembali jumlah telur yang diamati ini

juga mengindikasikan albendazole mungkin bisa menghambat produksi telur

T. trichiura

, akan tetapi inhibisi ini hanya bersifat sementara dan hilang dalam

2 minggu.

Pada penelitian ini tidak didapati efek samping pemberian obat, baik di

kelompok albendazole 400 mg 3 hari berturut dan albendazole 400 mg satu

hari. Efek samping pemberian albendazole adalah sangat jarang, hanya

gejala gastrointestinal (termasuk nyeri epigastrial, diare, muntah secara


(49)

keseluruhan) yang menunjukkan kejadian sekitar 1%. Pada penggunaan

albendazole dosis tunggal, suatu

systematic review

hanya mendapatkan

kejadian efek samping sebesar 0.14%.

10

Penelitian di Thailand yang

menggunakan albendazole sampai dengan 7 hari berturut hanya melaporkan

keseluruhan kejadian efek samping sebesar 2.9%.

Dari penelitian ini masih dijumpai beberapa kekurangan antara lain

pemberian terapi pada penelitian ini tidak dilakukan

blinding

, sehingga ada

kemungkinan terjadinya bias dalam pengukuran dan interpretasi hasil

penelitian. Diagnostik

trichuriasis

di penelitian ini juga hanya melalui

pemeriksaan

Kato-Katz

tunggal. Akurasi pemeriksaan

Kato-Katz

dalam

mendeteksi infeksi STH sangat dipengaruhi variasi ekskresi telur cacing dari

hari ke hari berikutnya. Beberapa peneliti menyarankan pemeriksaan

beberapa spesimen untuk meningkatkan akurasi metode ini.

32


(50)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Penelitian ini menyimpulkan bahwa kedua regimen, albendazole 400 mg tiga

hari berturut dan satu hari, menunjukkan efektivitas yang tinggi terhadap

infeksi

T. trichiura

. Perbedaan intensitas infeksi akan mempengaruhi

efektivitas. Pada

trichuriasis

derajat sedang, pemberian regimen albendazole

400 mg 3 hari berturut lebih efektif daripada albendazole 400 mg satu hari,

akan tetapi tidak ada perbedaan efektivitas untuk

trichuriasis

intensitas

ringan.

6.2. SARAN

Untuk penatalaksaan kasus

trichuriasis

dalam praktek sehari-hari, dianjurkan

melakukan pemeriksaan tinja sebelum memulai terapi untuk menentukan

derajat intensitas infeksi sehingga bisa dipilih regimen albendazole yang

terbaik. Regimen albendazole 400 mg 3 hari berturut diberikan untuk kasus

trichuriasis

derajat sedang atau berat.

Diharapkan kepada pemerintah Kabupaten Kabupaten Karo

khususnya Dinas Kesehatan untuk melakukan pengobatan infeksi

helminthiasis secara berkala ke sekolah-sekolah dasar mengingat prevalensi

infeksi kecacingan didapati lebih dari 50% pada anak usia sekolah.


(51)

Penyuluhan mengenai cara pencegahan kecacingan juga diharapkan dapat

diselenggarakan secara rutin.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Action against worm. Issue I. 2003. Diunduh dari:

2. Margono SS. Important Human Helminthiasis in Indonesia. Dalam: Crompton DWT, Montresor A, Nesheim MC, Savioli L, penyunting. Controlling disease due to helminth infections. Geneva: WHO; 2003. h.3-14

3. Dewayani BS, Situmeang R, Sembiring T, Hamid ED, Pasaribu S, Lubis CP. Albendazole pada soil-transmitted helminthiasis. USU 2004.

Diunduh dari :

2009

4. Albonico M, Allen H, Chitsulo L, Engels D, Gabrielli AF, Savioli L. Controlling soil-transmitted helminthiasis in pre-school-age children through preventive chemotherapy. PloS Negl Trop Dis. 2008;2:1-11

5. Keiser J, Utzinger J. Efficacy of currrent drugs against soil-transmitted helminth infections, systematic review and meta-analysis. JAMA. 2008;299:1937-48

6. World Health Organization. Action against worms. Issue 8. 2007. Diunduh dari:

7. Asamoa-Baah A. Deworming for health and development. Dalam : Report of third global meeting of the partners for parasite control. Geneva: WHO;2004.h.2-27. 8. Albonico M. Treatment of soil-transmitted helminth infection : prescribing

information for disease control. Dalam: Crompton DWT, Montresor A, Nesheim MC, Savioli L, penyunting. Controlling disease due to helminth infections. Geneva: WHO; 2003. h.109-126

9. Olsen A, Namwanje H, Nejsum P, Roepstroff A, Thamborg SM. Albendazole and mebendazole have low efficacy against Trichuris trichiura in school-age children in Kabale District, Uganda. Trans R Soc Trop Med Hyg. 2009:1-4

10. Horton J. Albendazole: a review of anthelminthic efficacy and safety in

humans. Parasitology. 2000;121:113–32.

11. Vercruysse J, Albonico M, Behnke J, Kotze A, McCarthy J, Prichard R,

von Samson-Himmelstjerna G, Engels D, Montresor A. Monitoring

antihelminthics efficacy for soil-transmitted helminthes (STH).

Geneva:WHO;2008

12. Adams VJ, Lombard CJ, Dhansay MA, Markus MB, Fincham JE. Eficacy of albendazole against the whipworm Trichuria trichiura : a randomised, controlled trial. SAMJ. 2004;94:972-6

13. Dent AE, Kazura JW. Trichuriasis (Trichuris trichiura). Dalam : Berhman RE, Kleigman RM, Jenson HB, penyunting. Nelsons textbook of pediatrics. Edisi 13. Philadelphia: Saunders;2007.h.1499-1500

14. Pasaribu S, Lubis CP. Trichuriasis (Infeksi cacing cambuk). Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Edisi 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;2008.h.376-9


(53)

15. Donkor KA, Lundberg S. Trichuris trichiura. Diunduh dari :

16. Trichuriasis. Dalam: Pickering LK, Baker CJ, Long SS, McMillan JA, penyunting. Red book: 2006 report of the committee on infectious disease. Edisi 27. American Academy of Pediatrics; 2006. h.674-5

17. World Health Organization. Schistosomiasis and soil transmitted helminths

country profile: Indonesia. Diunduh dari :

Agustus 2009

18. Brooker S, Clements AC, Bundy DA. Global epidemiology, ecology and

control of soil-transmitted helminth infections. Adv Parasitol.

2006;62:221-61.

19. Jong E. Intestinal parasites. Prim Care Clin Office Pract.2002;29:857-77

20. Henderson RH. Essential epidemiology. Dalam: Report of the WHO

informal consultation on the use of chemotherapy for the control of

morbidity due to soil-transmitted nematodes in humans. Geneva: WHO;

1996. h.12-22.

21. Montresor A, Crompton DWT, Hall A, Bundy DAP, Savioli L. Dalam:

Guidelines for the evaluation of soil-transmitted helminthiasis and

schistosomiasis at community level. Geneva: WHO; 1998. h.3 – 49.

22. Knopp S, Mgeni AF, Khamis S, Steinmann P, Stothard JR, Rollison D, Marti H, Utzinger J. Diagnosis of soil-transmitted helminths in the era of preventive chemotherapy: effect of multiple stool sampling and use of different daignostic techniques. PloS Negl Trop Dis. 2008;2:e331

23. Moon TD, Oberhelman RA. Antiparasitic therapy in children. Pediatr Clin N Am. 2005;52:917-48

24. Venkatesan P. Albendazole. J Antimicrob Chemother. 1998;41:145-7

25. Reddy M, Gill SS, Kalkar SR, Wu W, Anderson PJ, Rochon PA. Oral drug therapy for multiple neglected tropical diseases, a systematic review. JAMA. 2007;298:1911-1924

26. Steinmann P, Zhou XN, Du ZW, Jiang JY, Xiao SH, Wu ZX, Zhou H, Utzinger J. Tribendimidine and albendazole for treating soil-transmitted helminthes, Strongyloides strecoralis and Taenia spp.: open label randomized trial. PloS Negl Trop Dis. 2008;2:e322

27. Kihara JH, Muhoho N, Njomo D, Mwobobia IK, Josyline K, Mitsui Y, Awazawa T, Amano T, Mwandawiro C. Drug efficacy of praziquantel and albendazole in school children in Mwea Division, Central Province, Kenya. Acta Trop. 2007;102:165-71

28. Saathoff E, Olsen A, Kvalsvig JD, Appleton CC. Patterns of geohelminth infection, impact of albendazole treatment and re-infection after treatment in schoolchildren fram rural Kwazulu-Natal/South-Afrika. BMC Infect Dis. 2004;4:27-38

29. Bennett AB, Anderson TJC, Barker GC, Micheal E, Bundy DAP. Sequence

variation in the Trichuris trichiura β-tubulin locus: implications for the


(54)

30. Vercruysse J. Pharmacology, Chemotherapeutics: Antihelmintics. Dalam : Kahn CM, penyunting. The Merck Veterinary Manual. Merck & Co Inc;2005.h.2111-2125

31. Sirivichayakul C, Pojjaroen-anant C, Wisetsing P, Chanthavanich P, Praevanit R, Limkittikul K, Pengsaa K. A comparative trial of albendazole alone versus combination of albendazole and praziquantel for treatment of Trichuris trichiura infection. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2001;32:297-301

32. Sirivichayakul C, Pojjaroen-anant C, Wisetsing P, Praevant R, Chanthavanich P, Limkittikul K. The effectiveness of 3, 5 or 7 days of albendazole for the treatment of Trichuris trichiura infection. Ann Trop Med Parasitol. 2003;97:847-53

33. Hall A, Nahar Q. Albendazole and infections with Ascaris lumbricoides and Trichuris trichiura in children in Bangladesh. Trans R Soc Trop Med Hyg. 1994;88:110-2

34. Yunus R. Keefektivan albendazole pemberian sekali sehari selama 1, 2 dan 3 hari dalam menanggulangi infeksi Trichuris trichiura pada anak sekolah dasar di kecamatan Medan Tembung [ tesis ]. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2008.

35. Nascimento-Carvahlo CMC, Gesteira MF, Azul-Neto L, Andrade MQ.

Prolonged treatment with albendazole for massive trichuriasis infection.

Pediatr Infect Dis J. 2004;23:1070

36. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH.

Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting.

Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto; 2008.

h.302-30

37. Anggraini R, Dimyati D, Lubis B, Pasaribu S, Lubis CP. Association

between soil-transmitted helminthiasis and hemoglobin concentration in

primary school children. Paediatr Indonesiana. 2005;45:24-30

38. Hotez PJ, de Silva N, Brooker S, Bethony J. Soil transmitted helminth

infection: the nature, causes and burden of the condition. Working Paper

No.3, Disease Control Priorities Project. Maryland: Fogarty International

Center, National Institutes of Health; 2003

39. Lubis IND. Pengaruh albendazole dan mebendazole pada sterilitas telur

Ascaris lumbricoides. [tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2009

40. Brooker S, Singhasivanon P, Waikagul J, Supavej S, Kojima S, Takeuchi

T

,

et al. Mapping soil-transmitted helminths in Southeast Asia and

implications for parasite control. Southeast Asian J Trop Med Public

Health. 2003;34:24-36

41. Hall A, Hewitt G, Tuffrey V, de Silva N. A review and meta-analysis of the

impact of intestinal worms on child growth and nutrition. Maternal and

Child Nutr. 2008;4:118-236

42. Hotez P, Brindley PJ, Bethony JM, King CH, Pearce EJ, Jacobson J.

Helminth infections: the great neglected tropical diseases. J Clin

Investigation. 2008;118:1311-21

43. Awasthi S, Bundy DAP, Savioli L. Helminthic infections. Br Med J.

2003;327:431-3


(55)

44. Stephenson LS, Holland CV, Cooper ES. The public significance of

Trichuris trichiura. Parasitol. 2000;121:S73-95

45. Intestinal nematode infections. Dalam: Strickland CT, penyunting. Hunter’s

Tropical Medicine and Emerging Infectious Diseases. Edisi ke-8.

Phildelphia: Saunders, 2000. h.722-4

46. Bethony J, Brooker S, Albonico M, Geiger SM, Loukas A, Diemert D, et al.

Soil-transmitted helminth infections: ascariasis, trichuriasis, and

hookworm. Lancet. 2006;367:1521-32

47. Ortiz JJ, Chegne NL, Gargala G, Favennec L. Comparative clinical studies

of nitazoxanide, albendazole and praziquantel in the treatment of

ascariasis, trichuriasis and hymenolepiasis in children from Peru. Trans R

Soc Trop Med Hyg. 2002;96:193-6

48. Oyewole F, Ariyo F, Sanyaolu A, Oyibo WA, Fawey T, Monye P, et al.

Intestinal helminthiasis and their control with albendazole among primary

school children in riverine communities of Ondo State, Nigeria. Southeast

Asian J Trop Med Public Health. 2002;33:214-7

49. Oyewole F, Ariyo F, Oyibo WA, Sanyaolu A, Fawey T, Monye P et al.

Helminthic reduction with albendazole among school chidren in riverine

communities of Nigeria. J Rural Trop Public Health. 2007;6:6-10

50. Horton J. The efficacy of antihelminthics: past, present, future. Dalam: Crompton DWT, Montresor A, Nesheim MC, Savioli L, penyunting. Controlling disease due to helminth infections. Geneva: WHO; 2003. h.143-55

51. Tarafder MR, Carabin H, Joseph L, Balolong Jr E, Olveda R, McGarvey

ST. Estimating the sensitivity and specificity of Kato-Katz stool

examination technique for detection of hookworms, Ascaris lumbricoides

and Trichuris trichiura infections in humans in the absence of a ‘gold

standard’. Int J Parasitol. 2010;40:399-404


(56)

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian

1.

Ketua Penelitian

Nama

:

dr. Vivianna

Jabatan

:

Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak

FK-USU/RSHAM

2. Anggota Penelitian

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpAK

2. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpAK

3. dr. Muhammad Ali,SpAK

4. dr. Nelly Simarmata

5. dr. Desy Aswira Nasution

2. Biaya Penelitian

1. Bahan / perlengkapan

: Rp. 10.000.000

2. Transportasi / Akomodasi

: Rp. 3.000.000

3. Penyusunan / penggandaan

: Rp. 2.000.000

4. Seminar hasil penelitian

: Rp. 6.000.000


(57)

3. Jadwal Penelitian

WAKTU

KEGIATAN

APRIL 2010

MEI 2010

JUNI 2010

JULI 2010

Persiapan

Pelaksanaan

Penyusunan laporan Pengiriman Laporan


(58)

4. Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua

Bapak/Ibu Yth,

Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul:

“PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ALBENDAZOLE 400 mg 3 HARI BERTURUT DAN 1 HARI TERHADAP TRICHURIASIS”

yang menyangkut masalah infeksi kecacingan pada anak. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, diketahui bahwa infeksi kecacingan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan maupun perkembangan anak. Infeksi kecacingan tidak saja meningkatkan angka kesakitan, tetapi juga menyebabkan malnutrisi dan mengganggu kemampuan belajar pada anak.

Angka kejadian infeksi kecacingan di daerah tropis dan subtropis sangat tinggi, dimana angka kejadian di Sumatera Utara sendiri mencapai 50%. Infeksi kecacingan yang paling sering ialah infeksi oleh Trichuris trichiura, Ascaris lumbricoides dan cacing tambang.

Pencegahan dan pengobatan infeksi kecacingan terdiri dari perbaikan sanitasi, edukasi mengenai higienitas dan pengobatan. Pengobatan yang paling baik pada saat ini ialah dengan pemberian obat albendazole ataupun mebendazole, yang akan memberi angka kesembuhan hampir mencapai 100%. Obat ini diketahui tidak hanya membunuh cacing, tetapi juga larva dan telur. Sehingga pengobatan dengan obat tersebut tidak hanya menyembuhkan penderita tetapi juga mencegah terjadinya penularan infeksi cacing melalui tanah. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, hampir tidak pernah dilaporkan efek samping setelah pemberian obat tersebut. Efek samping yang dapat terjadi ialah ketidaknyamanan pada perut, yang dapat dihindari dengan pemberian makan sebelum mengkonsumsi obat. Pemberian pengobatan pada penelitian ini tidak dikutip biaya sedikitpun.

Bapak/Ibu Yth. Anak dari bapak/ibu akan dijadikan sukarelawan dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya, anak dari bapak/ibu akan menjalani prosedur penelitian sebagai berikut :


(59)

1. Pada hari 1, anak bapak/ibu akan dibagikan pot kosong sebagai tempat menampung tinja dari anak bapak/ibu

2. Pada hari 2, pot tersebut akan dikumpulkan dan diperiksa terhadap infeksi kecacingan

3. Pada hari 3, anak bapak/ibu yang didapati terinfeksi oleh cacing maka akan diberi pengobatan dengan albendazole dosis tunggal selama 1 atau 3 hari, setelah sebelumnya telah diberikan snack terlebih dahulu. Pada anak bapak/ibu yang memang positif menderita infeksi kecacingan, maka akan dibagikan kembali pot kosong pada hari ke-6 maupun 8 untuk menampung tinja sebagai pemantauan terhadap efek pengobatan tersebut

Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi anak bapak/ibu sekalian. Namun, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini, bapak/ibu dapat menghubungi dr. Vivianna (HP. 081361596944) untuk mendapat pertolongan.

Kerjasama bapak/ibu sangat diharapkan dalam penelitian ini. Bila masih ada hal-hal yang belum jelas menyangkut penelitian ini, setiap saat dapat ditanyakan kepada peneliti : dr. Vivianna.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan bapak/ibu bersedia mengisi lembar persetujuan turut serta terhadap anak bapak/ibu dalam penelitian yang telah disiapkan.

Medan, 2010

Peneliti,


(60)

5.

Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P Alamat : ... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pengobatan kecacingan terhadap anak saya :

Nama : ... Umur ... tahun Alamat Rumah : ... Alamat Sekolah : ...

yang tujuan, sifat, dan perlunya pengobatan tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya. Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

... , ... 2010 Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

dr. Vivianna ...

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ... ... 2. ... ...


(61)

6. Survei Infeksi

Trichuris trichiura

Formulir Sekolah

Nama Sekolah :

Kecamatan :

Kota :

Total formulir yang diperoleh : dari no. sampai no.

I. Komposisi

Total murid sekolah : Jumlah kelas : Jumlah guru :

II. Sumber Air

Apakah tersedia sumber air di sekolah? Ya / Tidak Tipe sumber air :

Apakah sumber air dekat dengan sekolah? Ya / Tidak Tipe sumber air :

III. Sanitasi

Tersedianya toilet di lingkungan sekolah Ya / Tidak

Kondisi :

IV. Kesehatan

Unit kesehatan terdekat : Tipe Jarak km

V. Terapi


(62)

7. Survei Infeksi

Trichuris trichiura

Formulir Murid

I. Data Pribadi

No. Nama Sekolah

Nama : Kelas :

Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan Usia : tahun bulan Tangal Lahir :

BB : kg; TB : cm

Status nutrisi : Obese / Overweight / Normoweight / Mild malnutrition/ Moderate malnutrition / Severe malnutrition

II. Data Parasit

Pemeriksaan

Feses Telur/slide

Telur/gram (epg)

Intensitas Sedang /

Berat

Intensitas Sedang / Berat

Ya Tidak

Trichuris trichiura 1 000-9 999

epg > 10 000 epg Parasit lain


(63)

8. Lembar Kuesioner

Nomor urut pengambilan tinja

:………

Nomor kode pengobatan

:………

Sekolah Dasar

:………

Kelas

:………

Desa

:………

Kecamatan

:………

Tanggal

:………

Pewawancara

:………

Nama Lengkap

:

………

I. DATA PRIBADI

Jenis Kelamin

: LK / PR

Umur

:

...tahun...bulan

Anak ke

:


(64)

Alamat

:

Desa………Kecamatan...

Pekerjaan orangtua

: ( ) petani

( ) wiraswasta

( ) pegawai negeri

( ) lain-lain

Penghasilan orangtua

: Rp.

………/bulan

Tingkat pendidikan orangtua

: ayah

ibu

( ) ( ) Tidak sekolah

( ) ( ) Sekolah dasar

( ) ( ) SLTP

( ) ( ) SLTA

( ) ( ) Perguruan tinggi

BB

:………..kg

TB

:………..cm

Status nutrisi

: obese / overweight / normoweight / mild malnutrition /

moderate malnutirtion / severe malnutrition

1. Apakah anak ada makan obat cacing dalam satu bulan terakhir?

II. ANAMNESE

A. Ya

B. Tidak


(1)

7. Lapisi tinja yang tertinggal dengan kertas cellophane

8. Tekan slide ke permukaan yang rata agar tinja rata dan menyebar

9. Perataan yang baik jika dapat membaca kertas koran dibalik hapusan

tinja

10. Bacalah slide dengan mikroskop (10 x 10 dan 10 x 40)

11. Hitung jumlah telur di seluruh slide

12. Catat jumlah telur untuk setiap spesies

C.

Cara Menghitung :

1. Bila X= jumlah telur per slide

2. Maka, NEPG = X kali 24 (NEPG =

number of egg per

gram

)

D.

Interpretasi (NEPG)

Trichuris trichiura

Ringan

: 1-999


(2)

(3)

(4)

Kabupaten karo:

Terletak diantara 2 0 55'-3 0 19' LU dan 97 0 55'-98 0 38' BT, dengan

ketinggian 600 sampai 1.400 meter di atas permukaan laut dan suhu

permukaan tanah 15 – 28

0

Terdiri dari 13 Kecamatan, 14 Kelurahan dan 248 desa

C

Luas wilayah 2.127,25 Km 2 atau 212.725 Ha

Jumlah penduduk 289.250 jiwa.


(5)

BIODATA PENULIS UTAMA

Nama Lengkap : dr. Vivianna

Tempat dan Tanggal Lahir : Hamparan Perak, 20 September 1982

Alamat : Taman Binjai Indah Blok H 11, Binjai

Sumatera Utara, Indonesia

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Wahidin Sudirohusodo Medan,

tamat

tahun 1994

Sekolah Menengah Pertama : SLTP Wahidin Sudirohusodo Medan,

tamat

tahun 1997

Sekolah Menengah Umum : SMU Sutomo 1 Medan, tamat tahun

2000

Dokter Umum : Fakultas Kedokteran USU Medan, tamat

tahun 2005

RIWAYAT PEKERJAAN :

- Dokter IGD Rumah Sakit Umum Martha Friska ( 2006 – 2008 )

- Dokter jaga Klinik Rotary Club Medan Deli ( 2006 – 2008 )

PERTEMUAN ILMIAH / PELATIHAN

1. Simposium New Trend in Management of Pediatric Problems 2008, di Medan 14 – 18 Januari 2008.

2. Scientific Meeting “Cow Milk Allergy: New Insight, Patophysiology, and Clinical Perspective” di Medan, 17 Januari 2008.


(6)

3. Scientific Meeting “What doctor’s should know: Update on Diarrhoea management. What is new? & Albendazole as a treatment of intestinal helmenthiasis” di Medan, 17 Januari 2008, sebagai peserta.

4. Lunch Symposia “Pentingnya Kenyamanan Saluran Cerna Bagi Bayi” di Medan, 18 Januari 2008, sebagai peserta.

5. Advanced Pediatric Resuscitation Course di Medan, 19 – 20 Januari 2008, sebagai peserta.

6. Evidence-based Medicine Workshop di Medan, 12 – 13 Maret 2011, sebagai peserta.

PENELITIAN

1. Perbandingan efektivitas albendazole 400 mg tiga hari berturut dan satu hari terhadap trichuriasis

ORGANISASI