MIGAS DAN MINERBA DI INDONESIA
PEREDARAN MIGAS DA MINERBA DI INDONESIA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:
EKONOMI MONETER
Dosen pengampuh
Rachmat Aldy Purnomo ME.MSI
Di Susun oleh:
Muhammad Ali Abdul Rozak
(16420561)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN
TAHUN 2017
MIGAS DAN MINERBA DI INDONESIA
BAB I
A.PENDAHULUAN
Pendapatan dari sektor migas masih menjadi salah satu andalan pendapatan
pemerintah. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), target lifting
migas selalu tertera. Pada dasarnya, berapa migas yang dapat diproduksi bergantung
pada ketersediaan cadangan. Ketika cadangan ada, maka bisa diproduksi. Ketika ingin
meningkatkan produksi migas, maka harus dilihat remaining reserves. Cadangan yang
belum terambil itu harus dipelajari secara detail untuk menentukan teknologi atau
metode pengambilannya seperti apa. Harus dicari jalan yang paling efisien dari teknik
pengambilan cadangan migas tersebut.
Dari sisi produksi, perawatan atau maintenance fasilitas produksi menjadi kunci
sehingga unplanned shutdown dapat ditekan serendah-rendahnya. Yang terjadi pada
2016 dan akan berlanjut pada 2017 adalah pendekatan maintenance produksi menjadi
semakin baik. Kalau maintenance dilakukan dengan baik maka unplanned shutdown
menurun. Jadi, maintenance yang menentukan. Ketika maintenance direncanakan
dengan baik dan back up dipersiapkan, maka performance pasti tinggi. Pada akhirnya,
angka produksi dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Untuk dapat memenuhi target pencapaian lifting migas, pengembangan sumber
daya manusia juga terus dilakukan agar selalu adaptif dengan perubahan yang terjadi di
lapangan.
Sejak dulu Indonesia adalah negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya, dan
hal inilah yang mengundang banyak pihak datang ke Indonesia untuk mencari
keuntungan. Salah satu hal yang menarik perhatian adalah kekayaan alam Indonesia di
bidang pertambangan, sehingga banyak perusahaan asing maupun dalam negeri yang
telah menanamkan investasinya di bidang ini. Dengan banyaknya jumlah pemain dan
besarnya keuntungan yang dapat diperoleh, peran pemerintah dalam menetapkan
peraturan diperlukan guna mempertahankan hak dan meningkatkan keuntungan negara.
Salah satu peraturan yang dikeluarkan pemerintah untuk menjalankan perannya adalah
Undang-Undang Minerba (Mineral dan Batubara) Nomor 4 tahun 2009.
B.PEMBAHASAN
1.MIGAS DI INDONESIA
Asa dari efisiensi hulu migas
Tak mau berpuas dengan pencapaian target lifting 2016, SKK Migas tetap tancap
gas menggelar efisiensi. Bahkan tahun 2017 ini tagline “Efisiensi Hulu Migas” menjadi
target utama agar efisiensi melekat dalam SKK Migas. Efisiensi tidak sekedar di satu
titik, tetapi juga diterapkan pada pembenahan infrastruktur bisnis secara keseluruhan
seperti perizinan, operasional, hingga produksi.
Hal itu diungkapkan Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi ketika berbincang
dengan BUMI awal Januari lalu. “Infrastruktur bisnis yang lebih efisien sudah dapat
dilaksanakan sepenuhnya pada 2017,” jelas Amien. Efisiensi dapat dilihat ke operasi
hulu migas, ketika Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) membutuhkan sub
kontraktor maka biaya lain-lain yang tidak ada hubungannya dengan business to
business dapat dihilangkan sehingga efisiensi terjadi. Sejumlah langkah lain pada 2016
terkait efisiensi dapat terlihat dalam renegosiasi ulang dengan Kontraktor KKS agar
dapat memberi fleksibilitas harga sehingga dapat menjaga keekonomian proyek yang
telah direncanakan.
Langkah lainnya adalah melakukan perubahan skenario operasi lapangan yang lebih
sederhana dengan beberapa opsi efisiensi operasi seperti biaya proyek dan workshop
peralatan. Contoh dari kegiatan ini adalah perawatan kompresor (overhaul) dan
Electronic Submersible
Pump (ESP) di PetroChina Bermuda dilakukan di tempat
workshop sendiri. Langkah efisiensi lainnya adalah kolaborasi dengan Kontraktor KKS
sekitar seperti sharing penggunaan material dan peralatan, serta sharing ketika ada
surplus item dan material yang dimiliki. SKK Migas telah menyediakan informasi
berbasis web untuk surplus item dan material sehingga sharing pemakaian workover
barge antara Kontraktor KKS PHE WMO dengan Pertamina Asset 4 dengan mudah
terjadi.
Dari sisi perizinan, semangat efisiensi juga menyeruak. Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan pada 2017 nanti izin usaha migas akan
dibuat seluruhnya online. Dua izin di sektor hulu dan sisanya untuk sektor hilir. Di
sektor hulu hanya memerlukan izin survei dan izin pemanfaatan data migas. Sedangkan
di sektor hilir, ada empat izin, yakni izin usaha pengolahan, usaha penyimpanan, usaha
pengangkutan, dan usaha niaga.
Cost Recovery vs Gross Split
SKK Migas tetap mengawasi efisiensi cost recovery atau biaya operasi migas yang
dapat dikembalikan tahun 2017, agar tidak membengkak. Tahun ini cost recovery dalam
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar US$10,4 miliar, atau
meningkat dari APBN-P 2016 sebesar US$8 miliar. Sementara realisasi cost recovery
tahun 2016 membengkak menjadi US$ 13,1 miliar dari jumlah yang sudah dianggarkan.
Saat ini, uji coba peningkatan (produksi) dengan cost recovery lebih efisien.
Skema gross split sedang disiapkan pemerintah untuk kontrak baru migas. Konsep
skema ini masih anyar dan butuh pematangan konsep karena Indonesia adalah negara
pertama yang akan menjalankan skema ini. Di samping itu besaran variabel dasar dan
pendukung butuh simulasi model ekonomi sehingga nanti akan berbeda untuk tiap
lapangan migas. Tujuan dari gross split ini adalah efisiensi tanpa ada lagi penggantian
biaya operasi (cost recovery) seperti pada skema production sharing contract (PSC).
Tujuan bagi hasil gross split ini adalah mendorong efisiensi pengelolaan biaya,
mempercepat dan mengefektifkan eksplorasi dan eksploitasi serta mendorong
pengembangan dan penguatan industri dalam negeri.
Blok ONWJ (Offshore North West Java) akan menjadi blok minyak dan gas bumi
(migas) pertama yang menerapkan skema gross split. Ini sejalan dengan terbitnya aturan
mengenai skema baru kerja sama pengelolaan migas tersebut. Pertamina bisa melakukan
jual beli hak kelola dengan kontraktor lain. Bahkan, mitra lamanya yakni Kufpec dan
PT Energi Mega Persada Tbk dapat berpartisipasi. Tapi, mekanisme mesti sesuai dengan
proses bisnis yang wajar.
Dengan skema itu, pemerintah memberi hak kelola Blok ONWJ sebesar 10 persen
ke Pemerintah Daerah Jawa Barat. Hak kelola untuk daerah tersebut diambil dari 100
persen hak kelola yang dimiliki Pertamina di Blok ONWJ. Pemberian hak kelola kepada
pemerintah daerah ini sejalan dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016
tentang ketentuan penawaran hak kelola atau participating interest (PI) 10 persen pada
wilayah kerja migas. Dalam aturan ini, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) juga
mendapatkan talangan dana dari kontraktor untuk mendapatkan hak kelola migas.
Ladang baru harapan baru dari migas untuk kemajuan perekonomian
Bukan perkara mudah bisa melampaui target lifting migas sesuai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 atau target dari Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM). Tapi, bukan sesuatu yang tidak mungkin karena dengan
sejumlah langkah, nyatanya setelah 12 tahun pun pada 2016, target lifting migas
terlampaui. Harapannya, pada 2017 angka lifting migas dapat melampaui target
Kementerian ESDM sebesar 825.000 barel per hari (bph).
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Masalah yang terjadi
karena perusahaan yang berminat untuk eksplorasi sedikit. Faktor utama rendahnya
minat investasi migas karena harga minyak yang rendah. Logikanya, perusahaan enggan
melakukan melakukan eksplorasi karena harga minyak yang rendah. Tapi tetap saja yang
yang datang ke Indonesia dan mereka rupanya berpikir out of box kalau harga minyak
rendah, biaya rig rendah dan biaya seismik juga rendah. Kalau ada lapangan yang dijual,
harga jualnya dapat dipastikan rendah. Karena perusahaan punya dana, dan dananya
bukan dari migas, bisa digunakan untuk pembelian. Jadi saat sekarang adalah masa yang
tepat untuk investasi dan berharap ketika harga minyak membaik perusahaanperusahaan yang notabene bukan perusahaan migas itu bisa memperoleh keuntungan.
Sejumlah Kontraktor KKS menunjukkan komitmennya dalam pemenuhan target
lifting 2017. Seperti dilakukan Pertamina EP -anak perusahaan PT Pertamina (Persero)ketika melakukan pengeboran 2 sumur migas baru di awal 2017.
Sumur pertama yang dibor adalah sumur eksplorasi Puspa 03 atau PPA-003 di
Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi dan sumur kedua adalah sumur pengembangan
OGN-A5 di Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Aktivitas pemboran di 2
lokasi ini merupakan wujud komitmen dalam mendukung ketahanan energi Indonesia.
Di satu sisi melalui pengeboran eksplorasi mencari cadangan migas, sementara
pengeboran pengembangan untuk mendukung pemenuhan target produksi minyak PT
Pertamina EP sebesar 83.865 barel per hari dan gas sebesar 1,042 juta kaki kubik per
hari.
Langkah pengeboran yang dilakukan Pertamina EP itu selanjutnya akan diikuti oleh
Kontraktor KKS untuk meningkatkan produksi migas agar target lifting APBN 2017
dapat terpenuhi. Ladang minyak anyar pun akan memberi harapan baru bagi industri
hulu migas nasional ke depan.
SUMBERDAYA MINERBA DI INDONESIA
Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara memiliki peranan penting
dalam memberikan nilai tambah secara nyata pada pertumbuhan ekonomi nasional dan
pembangunan daerah secara berkelanjutan. Namun, pemberlakuan undang-undang ini
menuai pro-kontra dari beberapa pihak khususnya pihak pekerja tambang dan pemilik
usaha terkait dengan risiko yang dapat dihadapi setelah undang-undang ini
diimplementasikan.
Risiko yang pasti akan dihadapi perusahaan adalah risiko regulasi dikarenakan
perubahan regulasi yang ada akan berdampak pada perubahan aktivitas perusahaan.
Pelarangan ekspor bahan mentah membuat perusahaan harus menambah proses produksi
dan pengadaan smelter untuk menunjang proses produksi selanjutnya. Selain itu, dengan
adanya pelarangan dan kewajiban tersebut, perusahaan juga akan menghadapi risiko
stratejik yang muncul akibat keputusan bisnis yang merugikan atau pelaksanaan yang
tidak tepat dan berujung pada pendapatan atau modal.
Dalam hal ini, tingkat pendapatan menurun akibat pelarangan ekspor dan keharusan
untuk penyediaan fasilitas smelter. Apabila perusahaan tidak memenuhi pengadaan
smelter hingga batas waktu yang diberikan pemerintah, yakni tahun 2014, pemerintah
akan melakukan penutupan perusahaan.
Risiko lain yang dapat dihadapi oleh perusahaan yaitu risiko kehilangan pangsa
pasar yang selama ini telah menampung supply barang mentah yang dikirim perusahaanperusahaan Indonesia. Dengan penetapan peraturan ini, perusahaan perlu mencari
pangsa pasar baru untuk produk mereka.
Para pekerja tambang juga menghadapi risiko dari pemberlakuan Undang-Undang
Minerba ini, yakni risiko kehilangan pekerjaan akibat adanya pemutusan hubungan kerja
(PHK) oleh pihak perusahaan dan kehilangan sumber pendapatannya. Hingga 19 Januari
2014, perusahaan pertambangan telah memutus hubungan kerja buruhnya dan sekitar
2.700 buruh tambang telah terkena dampak ini. Secara keseluruhan, Indonesia pun dapat
menghadapi risiko keuangan akibat pelarangan ekspor bahan mentah ini. Penurunan
angka ekspor diperkirakan akan terjadi selama satu tahun sampai dengan 1,5 tahun
pasca-penetapan Undang-Undang Minerba, namun hal ini tetap perlu dilakukan untuk
menekan defisit neraca perdagangan Indonesia kedepannya.
Penetapan Undang-Undang Minerba ini memang diharapkan dapat memberi
kontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia secara nasional dan untuk
mengurangi eksploitasi berlebih pada lingkungan (akibat harga produk yang terlalu
rendah). Namun di sisi lain, penetapan peraturan ini membawa risiko-risiko yang diatas.
Untuk memitigasi terjadinya risiko tersebut, perusahaan dapat mencari investor untuk
pembangunan smelter sehingga perusahaan dapat memenuhi peraturan pemerintah tanpa
terbelit masalah biaya.
Perusahaan juga dapat mengambil tindakan untuk merumahkan sementara para
buruh tambang selama pendapatan perusahaan menurun, sehingga para buruh tambang
tidak perlu kehilangan sumber pendapatan secara permanen.
Jakarta - Pasca berakhirnya relaksasi ekspor konsentrat (mineral yang sudah diolah
tetapi belum sampai tahap pemurnian) per 11 Januari 2017, pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017), Peraturan Menteri ESDM
Nomor 5 Tahun 2017 (Permen ESDM 5/2017), dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6
Tahun 2017 (Permen ESDM 6/2017).
Aturan baru pemerintah ini dikritik, ada yang menilai kebijakan baru sebagai
langkah mundur. Sebab bukan hanya konsentrat saja yang bisa ekspor, aturan-aturan
baru ini membuka kembali keran ekspor beberapa komoditas mineral mentah (ore) yang
sebelumnya ditutup pada 11 Januari 2014.
Permen ESDM 5/2017 membuka peluang ekspor bijih nikel dengan kadar di bawah
1,7 persen (kadar rendah) dan bauksit yang telah dicuci (washed bauxite) dengan kadar
A12O3 lebih dari 42 persen, yang tidak terserap oleh smelter (fasilitas pengolahan dan
pemurnian mineral) di dalam negeri.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:
EKONOMI MONETER
Dosen pengampuh
Rachmat Aldy Purnomo ME.MSI
Di Susun oleh:
Muhammad Ali Abdul Rozak
(16420561)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN
TAHUN 2017
MIGAS DAN MINERBA DI INDONESIA
BAB I
A.PENDAHULUAN
Pendapatan dari sektor migas masih menjadi salah satu andalan pendapatan
pemerintah. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), target lifting
migas selalu tertera. Pada dasarnya, berapa migas yang dapat diproduksi bergantung
pada ketersediaan cadangan. Ketika cadangan ada, maka bisa diproduksi. Ketika ingin
meningkatkan produksi migas, maka harus dilihat remaining reserves. Cadangan yang
belum terambil itu harus dipelajari secara detail untuk menentukan teknologi atau
metode pengambilannya seperti apa. Harus dicari jalan yang paling efisien dari teknik
pengambilan cadangan migas tersebut.
Dari sisi produksi, perawatan atau maintenance fasilitas produksi menjadi kunci
sehingga unplanned shutdown dapat ditekan serendah-rendahnya. Yang terjadi pada
2016 dan akan berlanjut pada 2017 adalah pendekatan maintenance produksi menjadi
semakin baik. Kalau maintenance dilakukan dengan baik maka unplanned shutdown
menurun. Jadi, maintenance yang menentukan. Ketika maintenance direncanakan
dengan baik dan back up dipersiapkan, maka performance pasti tinggi. Pada akhirnya,
angka produksi dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Untuk dapat memenuhi target pencapaian lifting migas, pengembangan sumber
daya manusia juga terus dilakukan agar selalu adaptif dengan perubahan yang terjadi di
lapangan.
Sejak dulu Indonesia adalah negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya, dan
hal inilah yang mengundang banyak pihak datang ke Indonesia untuk mencari
keuntungan. Salah satu hal yang menarik perhatian adalah kekayaan alam Indonesia di
bidang pertambangan, sehingga banyak perusahaan asing maupun dalam negeri yang
telah menanamkan investasinya di bidang ini. Dengan banyaknya jumlah pemain dan
besarnya keuntungan yang dapat diperoleh, peran pemerintah dalam menetapkan
peraturan diperlukan guna mempertahankan hak dan meningkatkan keuntungan negara.
Salah satu peraturan yang dikeluarkan pemerintah untuk menjalankan perannya adalah
Undang-Undang Minerba (Mineral dan Batubara) Nomor 4 tahun 2009.
B.PEMBAHASAN
1.MIGAS DI INDONESIA
Asa dari efisiensi hulu migas
Tak mau berpuas dengan pencapaian target lifting 2016, SKK Migas tetap tancap
gas menggelar efisiensi. Bahkan tahun 2017 ini tagline “Efisiensi Hulu Migas” menjadi
target utama agar efisiensi melekat dalam SKK Migas. Efisiensi tidak sekedar di satu
titik, tetapi juga diterapkan pada pembenahan infrastruktur bisnis secara keseluruhan
seperti perizinan, operasional, hingga produksi.
Hal itu diungkapkan Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi ketika berbincang
dengan BUMI awal Januari lalu. “Infrastruktur bisnis yang lebih efisien sudah dapat
dilaksanakan sepenuhnya pada 2017,” jelas Amien. Efisiensi dapat dilihat ke operasi
hulu migas, ketika Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) membutuhkan sub
kontraktor maka biaya lain-lain yang tidak ada hubungannya dengan business to
business dapat dihilangkan sehingga efisiensi terjadi. Sejumlah langkah lain pada 2016
terkait efisiensi dapat terlihat dalam renegosiasi ulang dengan Kontraktor KKS agar
dapat memberi fleksibilitas harga sehingga dapat menjaga keekonomian proyek yang
telah direncanakan.
Langkah lainnya adalah melakukan perubahan skenario operasi lapangan yang lebih
sederhana dengan beberapa opsi efisiensi operasi seperti biaya proyek dan workshop
peralatan. Contoh dari kegiatan ini adalah perawatan kompresor (overhaul) dan
Electronic Submersible
Pump (ESP) di PetroChina Bermuda dilakukan di tempat
workshop sendiri. Langkah efisiensi lainnya adalah kolaborasi dengan Kontraktor KKS
sekitar seperti sharing penggunaan material dan peralatan, serta sharing ketika ada
surplus item dan material yang dimiliki. SKK Migas telah menyediakan informasi
berbasis web untuk surplus item dan material sehingga sharing pemakaian workover
barge antara Kontraktor KKS PHE WMO dengan Pertamina Asset 4 dengan mudah
terjadi.
Dari sisi perizinan, semangat efisiensi juga menyeruak. Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan pada 2017 nanti izin usaha migas akan
dibuat seluruhnya online. Dua izin di sektor hulu dan sisanya untuk sektor hilir. Di
sektor hulu hanya memerlukan izin survei dan izin pemanfaatan data migas. Sedangkan
di sektor hilir, ada empat izin, yakni izin usaha pengolahan, usaha penyimpanan, usaha
pengangkutan, dan usaha niaga.
Cost Recovery vs Gross Split
SKK Migas tetap mengawasi efisiensi cost recovery atau biaya operasi migas yang
dapat dikembalikan tahun 2017, agar tidak membengkak. Tahun ini cost recovery dalam
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar US$10,4 miliar, atau
meningkat dari APBN-P 2016 sebesar US$8 miliar. Sementara realisasi cost recovery
tahun 2016 membengkak menjadi US$ 13,1 miliar dari jumlah yang sudah dianggarkan.
Saat ini, uji coba peningkatan (produksi) dengan cost recovery lebih efisien.
Skema gross split sedang disiapkan pemerintah untuk kontrak baru migas. Konsep
skema ini masih anyar dan butuh pematangan konsep karena Indonesia adalah negara
pertama yang akan menjalankan skema ini. Di samping itu besaran variabel dasar dan
pendukung butuh simulasi model ekonomi sehingga nanti akan berbeda untuk tiap
lapangan migas. Tujuan dari gross split ini adalah efisiensi tanpa ada lagi penggantian
biaya operasi (cost recovery) seperti pada skema production sharing contract (PSC).
Tujuan bagi hasil gross split ini adalah mendorong efisiensi pengelolaan biaya,
mempercepat dan mengefektifkan eksplorasi dan eksploitasi serta mendorong
pengembangan dan penguatan industri dalam negeri.
Blok ONWJ (Offshore North West Java) akan menjadi blok minyak dan gas bumi
(migas) pertama yang menerapkan skema gross split. Ini sejalan dengan terbitnya aturan
mengenai skema baru kerja sama pengelolaan migas tersebut. Pertamina bisa melakukan
jual beli hak kelola dengan kontraktor lain. Bahkan, mitra lamanya yakni Kufpec dan
PT Energi Mega Persada Tbk dapat berpartisipasi. Tapi, mekanisme mesti sesuai dengan
proses bisnis yang wajar.
Dengan skema itu, pemerintah memberi hak kelola Blok ONWJ sebesar 10 persen
ke Pemerintah Daerah Jawa Barat. Hak kelola untuk daerah tersebut diambil dari 100
persen hak kelola yang dimiliki Pertamina di Blok ONWJ. Pemberian hak kelola kepada
pemerintah daerah ini sejalan dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016
tentang ketentuan penawaran hak kelola atau participating interest (PI) 10 persen pada
wilayah kerja migas. Dalam aturan ini, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) juga
mendapatkan talangan dana dari kontraktor untuk mendapatkan hak kelola migas.
Ladang baru harapan baru dari migas untuk kemajuan perekonomian
Bukan perkara mudah bisa melampaui target lifting migas sesuai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 atau target dari Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM). Tapi, bukan sesuatu yang tidak mungkin karena dengan
sejumlah langkah, nyatanya setelah 12 tahun pun pada 2016, target lifting migas
terlampaui. Harapannya, pada 2017 angka lifting migas dapat melampaui target
Kementerian ESDM sebesar 825.000 barel per hari (bph).
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Masalah yang terjadi
karena perusahaan yang berminat untuk eksplorasi sedikit. Faktor utama rendahnya
minat investasi migas karena harga minyak yang rendah. Logikanya, perusahaan enggan
melakukan melakukan eksplorasi karena harga minyak yang rendah. Tapi tetap saja yang
yang datang ke Indonesia dan mereka rupanya berpikir out of box kalau harga minyak
rendah, biaya rig rendah dan biaya seismik juga rendah. Kalau ada lapangan yang dijual,
harga jualnya dapat dipastikan rendah. Karena perusahaan punya dana, dan dananya
bukan dari migas, bisa digunakan untuk pembelian. Jadi saat sekarang adalah masa yang
tepat untuk investasi dan berharap ketika harga minyak membaik perusahaanperusahaan yang notabene bukan perusahaan migas itu bisa memperoleh keuntungan.
Sejumlah Kontraktor KKS menunjukkan komitmennya dalam pemenuhan target
lifting 2017. Seperti dilakukan Pertamina EP -anak perusahaan PT Pertamina (Persero)ketika melakukan pengeboran 2 sumur migas baru di awal 2017.
Sumur pertama yang dibor adalah sumur eksplorasi Puspa 03 atau PPA-003 di
Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi dan sumur kedua adalah sumur pengembangan
OGN-A5 di Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Aktivitas pemboran di 2
lokasi ini merupakan wujud komitmen dalam mendukung ketahanan energi Indonesia.
Di satu sisi melalui pengeboran eksplorasi mencari cadangan migas, sementara
pengeboran pengembangan untuk mendukung pemenuhan target produksi minyak PT
Pertamina EP sebesar 83.865 barel per hari dan gas sebesar 1,042 juta kaki kubik per
hari.
Langkah pengeboran yang dilakukan Pertamina EP itu selanjutnya akan diikuti oleh
Kontraktor KKS untuk meningkatkan produksi migas agar target lifting APBN 2017
dapat terpenuhi. Ladang minyak anyar pun akan memberi harapan baru bagi industri
hulu migas nasional ke depan.
SUMBERDAYA MINERBA DI INDONESIA
Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara memiliki peranan penting
dalam memberikan nilai tambah secara nyata pada pertumbuhan ekonomi nasional dan
pembangunan daerah secara berkelanjutan. Namun, pemberlakuan undang-undang ini
menuai pro-kontra dari beberapa pihak khususnya pihak pekerja tambang dan pemilik
usaha terkait dengan risiko yang dapat dihadapi setelah undang-undang ini
diimplementasikan.
Risiko yang pasti akan dihadapi perusahaan adalah risiko regulasi dikarenakan
perubahan regulasi yang ada akan berdampak pada perubahan aktivitas perusahaan.
Pelarangan ekspor bahan mentah membuat perusahaan harus menambah proses produksi
dan pengadaan smelter untuk menunjang proses produksi selanjutnya. Selain itu, dengan
adanya pelarangan dan kewajiban tersebut, perusahaan juga akan menghadapi risiko
stratejik yang muncul akibat keputusan bisnis yang merugikan atau pelaksanaan yang
tidak tepat dan berujung pada pendapatan atau modal.
Dalam hal ini, tingkat pendapatan menurun akibat pelarangan ekspor dan keharusan
untuk penyediaan fasilitas smelter. Apabila perusahaan tidak memenuhi pengadaan
smelter hingga batas waktu yang diberikan pemerintah, yakni tahun 2014, pemerintah
akan melakukan penutupan perusahaan.
Risiko lain yang dapat dihadapi oleh perusahaan yaitu risiko kehilangan pangsa
pasar yang selama ini telah menampung supply barang mentah yang dikirim perusahaanperusahaan Indonesia. Dengan penetapan peraturan ini, perusahaan perlu mencari
pangsa pasar baru untuk produk mereka.
Para pekerja tambang juga menghadapi risiko dari pemberlakuan Undang-Undang
Minerba ini, yakni risiko kehilangan pekerjaan akibat adanya pemutusan hubungan kerja
(PHK) oleh pihak perusahaan dan kehilangan sumber pendapatannya. Hingga 19 Januari
2014, perusahaan pertambangan telah memutus hubungan kerja buruhnya dan sekitar
2.700 buruh tambang telah terkena dampak ini. Secara keseluruhan, Indonesia pun dapat
menghadapi risiko keuangan akibat pelarangan ekspor bahan mentah ini. Penurunan
angka ekspor diperkirakan akan terjadi selama satu tahun sampai dengan 1,5 tahun
pasca-penetapan Undang-Undang Minerba, namun hal ini tetap perlu dilakukan untuk
menekan defisit neraca perdagangan Indonesia kedepannya.
Penetapan Undang-Undang Minerba ini memang diharapkan dapat memberi
kontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia secara nasional dan untuk
mengurangi eksploitasi berlebih pada lingkungan (akibat harga produk yang terlalu
rendah). Namun di sisi lain, penetapan peraturan ini membawa risiko-risiko yang diatas.
Untuk memitigasi terjadinya risiko tersebut, perusahaan dapat mencari investor untuk
pembangunan smelter sehingga perusahaan dapat memenuhi peraturan pemerintah tanpa
terbelit masalah biaya.
Perusahaan juga dapat mengambil tindakan untuk merumahkan sementara para
buruh tambang selama pendapatan perusahaan menurun, sehingga para buruh tambang
tidak perlu kehilangan sumber pendapatan secara permanen.
Jakarta - Pasca berakhirnya relaksasi ekspor konsentrat (mineral yang sudah diolah
tetapi belum sampai tahap pemurnian) per 11 Januari 2017, pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017), Peraturan Menteri ESDM
Nomor 5 Tahun 2017 (Permen ESDM 5/2017), dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6
Tahun 2017 (Permen ESDM 6/2017).
Aturan baru pemerintah ini dikritik, ada yang menilai kebijakan baru sebagai
langkah mundur. Sebab bukan hanya konsentrat saja yang bisa ekspor, aturan-aturan
baru ini membuka kembali keran ekspor beberapa komoditas mineral mentah (ore) yang
sebelumnya ditutup pada 11 Januari 2014.
Permen ESDM 5/2017 membuka peluang ekspor bijih nikel dengan kadar di bawah
1,7 persen (kadar rendah) dan bauksit yang telah dicuci (washed bauxite) dengan kadar
A12O3 lebih dari 42 persen, yang tidak terserap oleh smelter (fasilitas pengolahan dan
pemurnian mineral) di dalam negeri.