PROYEK AKHIR PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN E

PROYEK AKHIR PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN EXCESS DELAY KANAL RADIO PROPAGASI DALAM RUANG PADA KONDISI RUANG BERBEDA

Catur Ady Susanto NRP. 7203 030 020

Dosen Pembimbing :

Ir. Nur Adi Siswandari, MT NIP. 132 093 220

Hani’ah Mahmudah,ST NIP. 132 297 803

JURUSAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA

S U R A B A Y A 2006

PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN EXCESS DELAY KANAL RADIO PROPAGASI DALAM RUANG PADA KONDISI RUANG YANG BERBEDA

Oleh: CATUR ADY SUSANTO

7203.030.011 Proyek Akhir ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md.) di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Disetujui oleh

Tim Penguji Proyek Akhir : Dosen Pembimbing :

1. Ir. Budi Aswoyo, MT. 1. Ir. Nur Adi Siswandari, MT. NIP. 131.843.379

NIP. 132.093.220

2. Ir. Yoedy Moegiharto, MT. 2. Hani’ah Mahmudah, ST. NIP. 131.651.259

NIP. 132.297.803

3. I Gede Puja Astawa, ST, MT. NIP. 132.102.837

Mengetahui Ketua Jurusan Telekomunikasi

Drs. Miftahul Huda, MT. NIP. 132.055.257

ABSTRAK

Propagasi gelombang radio pada dasarnya merupakan bagian terpenting yang berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah komunikasi. Berdasarkan dari jenisnya, propagasi gelombang radio dapat dibedakan menjadi dua, yaitu propagasi dalam ruang (indoor propagation) dan propagasi luar ruang (outdoor propagation). Untuk propagasi dalam ruang, baru mendapatkan kejelasan (titik terang) setelah berhasil ditemukannya cara penentuan pemodelan kanal melalui tanggapan impuls.

Berdasarkan tanggapan impuls yang diperoleh dapat diketahui beberapa parameter yang bisa digunakan untuk menentukan karakteristik kanal nirkabel. Untuk itu pada proyek akhir ini, telah dibahas tentang pengukuran dan pengolahan excess delay kanal radio propagasi dalam ruang (indoor propagation) untuk kondisi ruang yang berbeda. Untuk pengambilan data dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa pemancar dan penerima yang disebut network analyzer (NA).

Data hasil pengukuran berupa fungsi transfer kanal nirkabel dalam domain frekuensi, untuk mendapatkan tanggapan impuls memerlukan proses pengolahan data menggunakan inverse fast fourier transform (IFFT), dari tanggapan impuls yang diperoleh dapat diketahui excess delay kanal. Hasil dari proyek akhir ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh kondisi ruang terhadap excess delay kanal berupa distribusi excess delay, sehingga komponen lintasan jamak (multipath) dapat diamati.

Kata kunci : propagasi, excess delay, network analyzer, multipath.

ABSTRACT

Radiowave propagation basically represent part of primal having an effect on to efficacy a communication. Based on the type, radiowave propagation can be differred become two, that is indoor propagation and outdoor propagation. For indoor propagation, we will get the clarity after succeeding finding the way of channel model through impulse response.

Based on the impulse response obtained therefore will knowable some parameter which can be used to determine wireless channel characteristic. That’s why at this final project, have been studied about processing excess delay propagation radio channel and measurement indoor propagation for the different space condition. For the measurement have done by using equipments in the form of receiver and transmitter which is called network analyzer (NA).

The result of measurement is the function transfer channel of wireless in frequency domain, to get the impulse response it’s need data processing by using inverse fast fourier transform (IFFT), from the impulse response obtained knowable of excess delay channel. The result from this final project expected can give the information about the influence condition of room to excess delay of channel such as excess delay distribution, because that the plural trajectory component which called multipath can be perceived.

Keyword : propagation, excess delay, network analyzer, multipath

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proyek akhir, dengan judul :

“Pengukuran dan Pengolahan Excess Delay Kanal Radio Propagasi Dalam Ruang Pada Kondisi Ruang Berbeda”

Dalam menyelesaikan proyek akhir ini, penulis mengacu pada teori yang pernah penulis dapatkan serta bimbingan dari dosen pembimbing proyek akhir, dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya proyek akhir ini.

Proyek akhir ini digunakan sebagai salah satu syarat akademis untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md.) di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya . – . Institut Teknologi Sepuluh Nopember (PENS-ITS) Surabaya.

Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan buku proyek akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Penulis berharap agar buku ini dapat memberikan sumbangan yang berarti dan semoga dapat memberikan manfaat bagi para mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS-ITS) pada khususnya serta dapat memberikan nilai lebih bagi para pembaca pada umumnya.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi masukan sehingga buku ini dapat disusun.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, Agustus 2006

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proyek akhir serta penulisan buku proyek akhir ini, dan juga tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dengan segala ketulusan serta kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Titon Dutono, M.Eng selaku Direktur PENS-ITS Surabaya

2. Bapak Drs. Miftahul Huda, MT selaku Ketua Jurusan Teknologi Telekomunikasi PENS-ITS Surabaya.

3. Ibu Ir. Nur Adi Siswandari, MT dan Ibu Hani’ah Mahmudah, ST selaku dosen pembimbing proyek akhir yang selalu memberikan teori beserta penjelasan-penjelasannya.

4. Ibu Ir. Wahyu Catur, MT, Ibu Okkie Puspitorini, ST dan Ibu Ari Wijayanti, ST atas saran serta dukungannya.

5. Bapak Ir. Yoedy Moegiharto, MT, Bapak Ir. Budi Aswoyo, MT dan Bapak I Gede Puja Astawa, ST selaku Dosen Penguji.

6. Ibu Tambah Soenarto yang selalu sabar dalam mengasuh putra dan putrinya walaupun sendirian (single parent), Mbak Endah yang sering penulis mintai tolong untuk membuatkan masakan, Mas Tatok dan Mas Indra terima kasih atas segalanya.

7. Bapak Ir. Gigih Prabowo, MT, selaku Dosen PENS-ITS Surabaya, yang senantiasa memberikan semangat serta dorongan kepada penulis baik moral maupun spiritual.

8. Bapak Ir. Hariyanto Soeroso, MT, selaku Dosen PPNS-ITS Surabaya, yang selalu memberikan semangat serta dorongan kepada penulis baik moral maupun spiritual.

9. Seluruh keluarga besar kelas 3 Telkom A yang sering saling mengingatkan dan memberi semangat satu dengan yang lainnya.

10. Semua Dosen PENS-ITS dari semua Jurusan.

11. Seluruh staff dan karyawan PENS-ITS yang sabar melayani segala permintaan dan keluhan kami sebagai mahasiswa.

12. Rekan-rekan mahasiswa serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi yang cukup pesat, semakin banyak pula sistim komunikasi dalam ruang yang menggunakan sistim komunikasi nirkabel (wireless communication system). Bagian terpenting dalam komunikasi nirkabel adalah propagasi gelombang. Jika ditinjau dari jenisnya, propagasi gelombang radio dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu propagasi dalam ruang (indoor propagation) dan propagasi luar ruang (outdoor propagation).

Adanya suatu fenomena dalam membangun sistim komunikasi nirkabel tersebut, diantaranya adalah karena terdapat lintasan jamak (multipath) yang disebabkan oleh adanya refleksi, difraksi dan scattering pada saat sinyal informasi ditransmisikan ke udara (dalam ruang). Karena adanya lintasan jamak tersebut sehingga sinyal informasi yang dikirim dari Transmitter (Tx) ke Receiver (Rx) akan diterima secara berurutan dengan level daya yang berbeda serta memiliki delay waktu yang berbeda pula. Kanal propagasi dalam ruang, dapat diketahui melalui tanggapan impuls.

Karena dari tanggapan impuls inilah dapat diketahui beberapa parameter yang bisa digunakan untuk menentukan karakteristik kanal nirkabel. Maka, kemungkinan terjadinya penumpukan data yang diterima dengan data yang dikirimkan kemudian sangat besar, dimana dapat mengakibatkan terjadinya Intersymbol Interference (ISI). Oleh karena itulah diperlukan analisa excess delay dari masing-masing tanggapan impuls kanal.

Untuk itu pada proyek akhir ini, membahas tentang pengukuran dan pengolahan excess delay kanal radio propagasi dalam ruang (indoor propagation) untuk kondisi ruang yang berbeda.

Untuk pengambilan data atau pengukuran, dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa network analyzer (NA) beserta 2 buah antena yang berfungsi sebagai pemancar dan penerima. Antena yang digunakan adalah antena yang mempunyai pola radiasi omnidirectional agar dapat memancarkan serta menerima sinyal dari segala arah, sehingga komponen lintasan jamak dapat diketahui.

Untuk propagasi dalam ruang, pengaruh lintasan jamak juga tergantung berdasarkan kondisi ruang sehingga ruangan dengan kondisi Untuk propagasi dalam ruang, pengaruh lintasan jamak juga tergantung berdasarkan kondisi ruang sehingga ruangan dengan kondisi

Data hasil pengukuran berupa fungsi transfer kanal nirkabel dalam domain frekuensi, untuk mendapatkan tanggapan impuls memerlukan proses pengolahan data menggunakan algoritma inverse fast fourier transform (IFFT). Melalui tanggapan impuls yang diperoleh kemudian dapat diketahui maximum excess delay kanal. Sedangkan hasil dari proyek akhir ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh kondisi ruang terhadap excess delay kanal berupa distribusi excess delay.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Untuk menganalisa kanal komunikasi nirkabel, salah satunya adalah dengan menganalisa excess delay. Sampel data yang diambil adalah data pada kondisi ruang yang berbeda antara ruang satu dengan yang lain, misalkan ruang pertama hanya terdapat perabot yang terbuat dari logam, sedangkan ruang kedua kebanyakan dari kayu, maka data yang dihasilkan akan berbeda.

Masalah yang ditangani dari penelitan proyek akhir ini adalah hanya menganalisa suatu kanal wireless untuk propagasi indoor pada beberapa ruang dengan kondisi yang bervariasi dari tiap-tiap ruangan untuk mendapatkan data statistik delay, berupa maximum excess delay.

1.3 BATASAN MASALAH

Permasalahan yang harus diselesaikan pada proyek akhir ini dibatasi pada beberapa hal sebagai berikut :

• Melakukan pengukuran dari tiap-tiap ruangan dengan kondisi

ruangan yang berbeda untuk mendapatkan data excess delay yang diperoleh dari fungsi transfer kanal H(f).

• Membuat program aplikasi untuk mengolah data excess delay dari fungsi transfer kanal H(f).

• Menganalisa kanal komunikasi nirkabel dalam ruang, berdasarkan data pengukuran serta membandingkan dengan

beberapa data dari ruang yang lain dan membuat kesimpulan.

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan dari proyek akhir ini yaitu meneliti kanal sistim komunikasi nirkabel untuk mendapatkan informasi kecepatan pengiriman serta penerimaan data.

Hasil dari proyek akhir ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memodelkan suatu kanal komunikasi nirkabel pada suatu ruangan untuk mendapatkan trasfer data yang maksimum tanpa equalisasi.

1.5 METODOLOGI

Dalam menyelesaikan proyek akhir ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

• Mempelajari konsep tentang multipath. • Mempelajari teknik pengolahan sinyal digital dari domain

frekuensi menjadi domain waktu menggunakan IFFT (Inverse Fast Fourier Transform).

• Membuat program untuk melakukan penghitungan dan pengolahan data dari hasil pengukuran sampai menjadi informasi

excess delay dan memvisualisasikannya dalam bentuk grafik. • Menganalisa dan menyimpulkan hasil simulasi, serta memberi

saran bila proyek akhir ini diaplikasikan ke sistim yang nyata. • Menyusun buku laporan proyek akhir.

1.6 SISTIMATIKA PEMBAHASAN

Buku laporan proyek akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, pada masing-masing bab berkaitan satu sama lain, yaitu : BAB 1 : memberikan latar belakang tentang permasalahan, tujuan, masalah dan batasan masalah yang dibahas dalam proyek akhir ini.

BAB 2 : memberikan dasar teori untuk menunjang penyelesaian masalah dalam proyek akhir ini. Teori dasar yang diberikan meliputi : propagasi free space, refleksi, difraksi, scattering dan teori mengenai lintasan jamak serta perhitungan maximum excess delay melalui respon impuls kanal.

BAB 3 : berisi mengenai cara bagaimana melakukan pengukuran

sampai mendapatkan data hasil pengukuran, beserta pengolahan datanya hingga menjadi informasi excess delay.

BAB 4 : berisi tentang hasil perhitungan dan pengolahan data serta analisa hasil perhitungan, pengolahan data.

BAB 5 : memberi kesimpulan tentang hasil yang telah diperoleh dan saran yang layak dilakukan bila proyek akhir ini dilanjutkan.

BAB 2 DASAR TEORI

2.1 TEORI UMUM

Dalam menyelesaikan permasalahan yang ada pada proyek akhir ini, dibutuhkan teori dasar yang dipergunakan untuk mengukur, mengolah serta menganalisa data sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. Teori dasar tersebut meliputi . : propagasi gelombang radio dalam ruang, lintasan jamak (perhitungan maximum excess delay yang diperoleh dari tanggapan impuls kanal), rugi-rugi lintasan dan teori mengenai Matlab.

2.2 PROPAGASI

Dalam sistim komunikasi nirkabel, propagasi gelombang radio adalah tahapan dasar yang harus dipelajari terlebih dahulu. Karena propagasi gelombang radio dalam ruang (indoor propagation) merupakan suatu fenomena dalam perancangan komunikasi nirkabel. Pada sistim propagasi gelombang dapat dikatakan ideal apabila suatu gelombang radio yang dipancarkan dari pemancar, dapat diterima secara langsung oleh penerima tanpa ada komponen sinyal lain yang mengikuti, yang biasa diakibatkan karena sinyal dari pemancar yang terpantulkan. Hal ini dapat tercapai bila dilakukan pada suatu tempat yang sangat luas tanpa ada media yang memantulkan sinyal yang dipancarkan, sehingga sinyal yang diterima hanya melalui single path atau direct path.

Pada kehidupan nyata bentuk propagasi free space hampir tidak dapat diwujudkan, dan hanya sebagai referensi perhitungan untuk sistim komunikasi nirkabel yang sebenarnya. Untuk sistim komunikasi nirkabel yang sebenarnya tidak dapat dihindari dari adanya refleksi, difraksi, dan scattering.

2.2.1 Free space

Propagasi free space (ruang bebas) terjadi bila antara pemancar dan penerima tidak terdapat penghalang berupa apapun. Salah satu contoh proses komunikasi yang mengalami propagasi ruang bebas (free space) antara lain, komunikasi satelit serta komunikasi gelombang mikro LOS (Microwave Line of Sight). Propagasi free space dibutuhkan Propagasi free space (ruang bebas) terjadi bila antara pemancar dan penerima tidak terdapat penghalang berupa apapun. Salah satu contoh proses komunikasi yang mengalami propagasi ruang bebas (free space) antara lain, komunikasi satelit serta komunikasi gelombang mikro LOS (Microwave Line of Sight). Propagasi free space dibutuhkan

2.2.2 Refleksi

Refleksi atau pemantulan terjadi pada saat suatu sinyal/ gelombang elektromagnetik berbenturan dengan suatu permukaan dari suatu obyek yang mana memiliki dimensi relatif lebih besar jika dibandingkan dengan panjang gelombang dari sinyal/gelombang yang dipancarkan tersebut. seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1 . [4]. Refleksi/pemantulan terjadi pada permukaan dari suatu dinding, lantai dan bangunan/gedung.

Gambar 2.1 Refleksi

2.2.3 Difraksi

Difraksi terjadi jika kanal antara pemancar dan penerima terhalangi oleh suatu permukaan yang tidak teratur dan tajam atau tepi dari suatu permukaan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2. Pada komunikasi nirkabel yang menggunakan frekuensi tinggi, diffraksi terlihat seperti refleksi bergatung dari geometri objek tersebut misalkan, amplitudo, fase dan polarisasi.[4]

Gambar 2.2 Difraksi

2.2.4 Scattering

Scattering terjadi dikarenakan saat perambatan sinyal terhalang oleh media yang mempunyai ukuran dimensi relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan panjang gelombang yang dikirim dari pemancar. Scattering dihasilkan oleh permukaan yang kasar, objek yang berukuran kecil serta benda-benda lainnya. [4]

Sinyal yang dikirimkan oleh pemancar (Tx) ke penerima (Rx) pada ruang bebas akan mengalami peristiwa yang telah disebabkan oleh fenomena tersebut. Sehingga sinyal yang diterima oleh penerima, baik dari satu lintasan (singlepath) maupun lintasan jamak (multipath) akan memiliki level daya, fase serta delay waktu yang berbeda-beda.

2.3 LINTASAN JAMAK (MULTIPATH)

Pada propagasi gelombang radio terdapat tiga mekanisme dasar antara lain . : refleksi, difraksi dan scattering, dimana ketiga mekanisme tersebut yang akan menyebabkan terjadinya lintasan jamak (multipath). Multipath merupakan hal yang sedapat mungkin dihindari pada sistim komunikasi nirkabel, karena multipath dapat memberikan pengaruh pada sistim komunikasi nirkabel. Adanya lintasan jamak tersebut, dapat mengakibatkan sinyal informasi yang dikirim dari pemancar (Tx) ke penerima (Rx) akan diterima secara berurutan dengan level daya dan fase yang berbeda disertai delay waktu yang berbeda pula.

Dikarenakan adanya lintasan jamak, maka komponen sinyal yang diterima pada sisi penerima (Rx) ada yang berupa sinyal yang datangnya secara direct path yaitu sinyal yang dalam perambatannya langsung ke arah penerima dan ada pula yang berupa sinyal indirect path yaitu sinyal Dikarenakan adanya lintasan jamak, maka komponen sinyal yang diterima pada sisi penerima (Rx) ada yang berupa sinyal yang datangnya secara direct path yaitu sinyal yang dalam perambatannya langsung ke arah penerima dan ada pula yang berupa sinyal indirect path yaitu sinyal

Salah satu dari fenomena dari adanya lintasan jamak adalah terjadinya pelemahan sinyal yang diterima pada sisi receiver yang diakibatkan karena adanya perbedaan fase sinyal. Terjadinya perbedaan fase ini dimungkinkan karena sinyal yang mangalami refleksi akan mengalamai pergeseran fase.

Pada Gambar 2.3, sinyal yang diterima oleh antena penerima terdiri dari dua jenis, yaitu . : sinyal yang diterima secara langsung (direct path) dan sinyal yang diterima setelah dipengaruhi beberapa mekanisme tersebut/tidak secara langsung (indirect path).

Gambar 2.3 Multipath

MAXIMUM EXCESS DELAY

Maximum excess delay adalah rentang delay, waktu antara munculnya impuls pertama sampai impuls terakhir dari tanggapan impuls kanal. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

Maximum Excess Delay = τ (max) − τ ( 1 ) (2-1)

2.4 RUGI-RUGI LINTASAN

Bila dibedakan berdasarkan jenis lintasannya, propagasi gelombang radio dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu, lintasan line of sight (LOS) dan lintasan non line of sight (NLOS). Kedua lintasan tersebut akan mengalami rugi-rugi daya yang dikarenakan besar sinyal yang diterima oleh antena penerima merupakan penjumlah vektor dari masing-masing sinyal pada lintasan jamak yang berbeda. Oleh karena itu, proses penjumlahan vektor yang saling menguatkan ataupun saling melemahkan kemungkinan besar akan terjadi.

Pada propagasi gelombang radio dalam ruang, rugi-rugi lintasan secara umum dapat disebabkan karena adanya pantulan serta redaman dari dinding, peralatan, lantai serta atap. Sehingga total path loss, secara matematis dapat dituliskan seperti pada persamaan (2-2).

PL ( dB ) = P t ( dB ) − P r ( dB ) + G t ( dB ) + G r ( dB ) (2-2) Dimana,

P L = simbol path loss P t = daya pancar P r = daya terima

G t = penguatan antena Tx

G r = penguatan antena Rx

Dan bila diasumsikan lintasannya ideal (tidak ada komponen lintasan jamak) dalam ruang bebas, maka path loss dapat dituliskan seperti pada persamaan (2-3).

4 PL d π ES d ( ) t = 10 log = 10 n log 10 ⎛ ⎞

⎟ (2-3)

⎝ λ ⎠ n = 2 Dimana,

d = jarak antara Tx dengan Rx n = 2 untuk kondisi ideal (tanpa lintasan jamak) [1][6]

2.5 PROSES IFFT

Sedangkan pada tahap ini, dilakukan suatu pekerjaan yaitu membuat program untuk mengolah data yang diperoleh dari hasil pengukuran. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran adalah suatu besaran dalam domain frekuensi yaitu {H(f)} dan diolah menjadi besaran dalam domain waktu {h(t)} dengan menggunakan metode IFFT (Inverse Fast Fourier Transform).

Dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

a k j e θ i δ ( τ − τ k ) ∑ (2-4)

2.6 ANTENA

2.6.1 Antena Disccone

Antena disccone dibentuk oleh sebuah cone (kerucut) dan disc (lempeng datar). Disc terikat pada tengah (ujung) konduktor yang terhubung dengan jalur kabel coaxial, dan tegak lurus pada sumbunya. Cone pada sumbunya terhubung dengan kabel coaxial. Gambar dari antena disccone seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Antena disccone termasuk antena dipole, yang memiliki persamaan yang sama mengenai panjang gelombang yakni sebesar

l > λ . Antena ini memiliki pola radiasi omnidirectional dan polarisasi vertikal. [6] Pada umumnya impedansi dan variasi dari ukuran antena discone dipengaruhi oleh nilai frekuensi dari gelombang. Berdasarkan rumus

λ = f , akan didapatkan panjang gelombangnya yang akan menentukan ukuran dari antena discone.[6]

Gambar 2.4 Antena Discone

2.6.2 Pola Radiasi Antena

Pola radiasi antena adalah pernyataan secara grafis, yang menggambarkan sifat radiasi suatu antena pada medan jauh sebagai

fungsi arah. Berdasarkan pola radiasi dari suatu antena, maka dapat diperoleh parameter – parameter yang lain yaitu :

1. Side Lobe Level (SLL) adalah perbandingan (rasio) antara harga peak dari side lobe terbesar dengan harga maksimum dari main lobenya.

2. Half Power Beam Width adalah lebar sudut yang memisahkan dua titik pada main beam dari suatu pola radiasi, di mana daya pada kedua titik tersebut adalah sama dengan setengah dari harga maksimumnya.

3. Front to Back Ratio (F/B Ratio), adalah perbandingan daya pada arah maksimum dari main beam dengan daya dari side lobe yang arahnya berlawanan (180 o )dari arah main beam- nya.[7]

2.6.3 Polarisasi

Polarisasi antena ditentukan oleh arah medan listrik (E) gelombang yang dipancarkan oleh antena terhadap bidang permukaan bumi/tanah. Bila suatu gelombang elektromagnetik yang dipancarkan suatu antena mempunyai medan listrik yang sejajar dengan permukaan bumi maka antena tersebut memiliki polarisasi horizontal, sebaliknya bila suatu gelombang elektromagnet yang dipancarkan suatu antena mempunyai medan listrik yang tegak lurus dengan permukaan bumi maka antena tersebut dikatakan berpolarisasi horizontal.

2.6.4 Gain Antena

Penguatan (gain) adalah penguatan daya radiasi yang diberikan oleh antena (riil) pada arah tertentu dibanding dengan antena isotropis. Cara menghitung gain antena seperti persamaan 2-5.[6]

Dalam skala logaritmis

G ( dB ) = P t ( dBm ) − P s ( dBm ) + G ( dB ) (2-5)

Dalam skala linier

G t t = × G s (2-6) P s

----- Halaman ini sengaja dikosongkan -----

BAB 3 PENGUKURAN DAN DATA HASIL PENGUKURAN

3.1 SET-UP PENGUKURAN

Pada penelitian untuk proyek akhir ini, pengukuran dilakukan di dalam ruang (Lab. Microwave) dengan posisi antena pemancar (Tx) dan antena penerima (Rx) berubah-ubah dengan menggunakan bantuan Network Analyzer yang telah dihubungkan dengan komputer (Personal Computer/PC) melalui GPIB Card. Pada penelitian ini digunakan frekuensi tengah yaitu 1700 MHz dengan bandwidth 200 MHz. Network Analyzer digunakan untuk mengambil sampel data transfer function kanal radio dalam ruang.

Pengukuran dilakukan dengan cara menghubungkan antena pemancar pada port 1 dan antena penerima pada port 2 pada Network Analyzer, dengan menggunakan kabel coaxial (RG-58). Pada pengukuran ini, antena diletakkan + 1 meter diatas tanah dengan jarak antara antena pemancar dengan antena penerima (link propagasi) minimal 10 λ .

Bila frekuensi tengah yang digunakan adalah f = 1,7 GHz, maka . :

c 8 3 × λ 10 = = 9 = 0 , 17 m (3-1)

f 1 , 7 × 10

Dimana :

λ = panjang gelombang

c = kecepatan cahaya = ( 3 × 10 8 ) m s

f = frekuensi kerja

= ( 1 , 7 10 × 9 ) MHz

Bila diketahui λ = 0,17 m, maka jarak antara antena pemancar dengan antena penerima minimal 1,7 meter. Namun dalam pengukuran pada penelitian ini jarak yang digunakan adalah 3 m.

3.2 PERALATAN YANG DIGUNAKAN

Berdasarkan gambar set-up pengukuran, seperti ilustrasi yang ditunjukkan pada Gambar 3.1, terdapat beberapa peralatan yang digunakan antara lain Network Analyzer (NA), 2 buah antena dan kabel penghubung.

Gambar 3.1 Set-Up Peralatan Pengukuran

3.2.1 Network Analyzer

Network Analyzer adalah suatu peralatan yang terdiri dari beberapa sistem yang terintegrasi satu sama lain, sehingga peralatan ini dapat digunakan untuk pengukuran sistem yang komplek. NA yang digunakan pada saat melakukan pengukuran adalah NA dengan tipe HP . 8753 ES, yang mempunyai sumber gelombang dengan frekuensi antara 0,3 . – 6.000 . MHz.

Selama melakukan pengukuran, peralatan dapat dikontrol dengan komputer melalui GPIB Card yang dipasang pada komputer. Untuk menghubungkan peralatan (NA) dengan GPIB Card digunakan kabel paralel. Fungsi dari NA yaitu digunakan untuk mengukur suatu sistim yang belum diketahui karakteristiknya. Foto Network Analyzer beserta komputer yang digunakan untuk pengukuran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Network Analyzer dan Komputer

3.2.2 Antena Pemancar dan Penerima

Pada saat melakukan pengkuran digunakan 2 buah antena, dimana untuk masing-masing antena berfungsi sebagai pemancar dan penerima. Penggunaan antena ini berdasarkan frekuensi yang digunakan pada saat pengukuran. Pada penelitian ini digunakan antena discone dengan frekuensi kerja 1.700 MHz dengan lebar bandwith 200 MHz maka range frekuensi yang digunakan adalah 1.600 . MHz sampai dengan 1.800 MHz. Antena ini memiliki pola radiasi omnidirectional. Foto antena discone yang digunakan pada saat pengukuran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3

Gambar 3.3 Antena Disccone Yang Digunakan Pada Saat Pengukuran

3.2.3 Kabel Penghubung

Agar antena dapat digunakan, maka harus dihubungkan dengan NA. Untuk menghubungkan masing-masing antena ini digunakan kabel coaxial tipe RG-58, dengan panjang masing-masing kabel 10 meter. Dimana kabel ini memiliki redaman sebesar 17 dB/100 feet pada frekuensi 1 GHz, dengan impedansi 50 Ω . Foto kabel yang digunakan pada saat melakukan pengukuran seperti yang ditunjukkan pada Gambar . 3.4.

Gambar 3.4 Kabel Penghubung (coaxial cable type RG-58)

Foto dari ketiga peralatan yang sudah terintegrasi, seperti ditunjukkan pada gambar . 3.5.

Gambar 3.5 Peralatan Yang Digunakan

3.3 SET-UP RUANG PENGUKURAN

Pengukuran pada penelitian ini dilakukan dalam ruang Lab. . Microwave dengan 3 (tiga) kondisi berbeda. Ketiga kondisi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kondisi Normal Pada kondisi yang pertama ini, pengukuran dilakukan dalam ruangan (Lab. Microwave) pada kondisi seperti apa adanya. Dimana terdapat meja, rak peralatan beserta beberapa peralatan lain, tanpa ada tambahan material apapun, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.6.

Gambar 3.6 Foto Ruang Pengukuran Pada Kondisi Normal

2. Triplek Untuk kondisi kedua ini, pengukuran dilakukan masih didalam Lab. . Microwave seperti halnya yang dilakukan pada pengukuran untuk kondisi pertama, namun terdapat sedikit perbedaan. Perbedaan tersebut adalah bila pada kondisi pertama, ruang tersebut berada pada kondisi apa adanya (normal), sedangkan pada kondisi kedua ini, pada ruangan tersebut di kondisikan berdinding triplek, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7 dan foto kondisi ruang pengukurannya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.8.

Gambar 3.7 Set-Up Ruang Pengukuran Pada Kondisi Triplek

Gambar 3.8 Foto Ruang Pengukuran Pada Kondisi Triplek

3. Tembaga Sedangkan pada kondisi ketiga, pada ruangan tersebut di kondisikan berdinding tembaga, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.9 dan foto kondisi ruang pengukurannya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.10.

Gambar 3.9 Set-Up Ruang Pengukuran Pada Kondisi Tembaga

Gambar 3.10 Foto Ruang Pengukuran Pada Kondisi Tembaga

3.4 PENGUKURAN

Untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan NA, ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan, yaitu kalibrasi, inisialisasi dan pemilihan parameter yang akan digunakan. Sebab dengan parameter inilah dapat diketahui beberapa besaran yang terukur pada penerima dari NA tersebut.

Sebelum memulai untuk melakukan pengukuran, terlebih dahulu harus dilakukan kalibrasi pada NA. Prosedur ini dilakukan agar dapat mengurangi akibat dari redaman kabel. Setelah dilakukan kalibrasi, proses berikutnya adalah proses inisialisasi, dimana berfungsi untuk penentuan jenis parameter yang digunakan serta pemilihan jumlah sampling pengukuran.

3.4.1 Kalibrasi

Kalibrasi perlu dilakukan untuk mengetahui besarnya redaman kabel sebelum dilakukan pengukuran, dengan demikian akan dapat mengurangi akibat redaman tersebut. Langkah-langkah dalam melakukan kalibrasi pada Network Analyzer, adalah sebagai berikut :

1. Tekan preset untuk all memory clear

2. Tekan tombol Meas (S- Parameter)

3. Tekan start (pilih mulai dengan menekan angka pada blok entry)

4. Tekan stop (pilih mulai dengan menekan angka pada blok entry)

5. Tekan AVG

IF BW

30Hz (IF Bandwidth 30Hz)

6. Tekan tombol power

10 dBm (test port power)

7. Tekan tombol sweep set up number of point 401

8. Tekan tombol call calibrates menu respon thru

9. Tekan tombol save / recall.

10. Tekan tombol save state recall state

3.4.2 Inisialisasi

Inisialisasi dapat dilakukan melalui software interface pada komputer, agar software dapat sesuai (match) dengan kalibrasi alat yang telah dilakukan pada tahapan sebelumnya. Beberapa hal yang harus dilakukan pada saat melakukan inisialisasi antara lain :

o Number of Point : 401 o Frekuensi start : 1600 MHz o Frekuensi stop : 1800 MHz

o Jenis parameter

: S21

o Lokasi penyimpanan data o Nama file

Berikut sedikit uraian mengenai beberapa hal yang dilakukan pada tahap inisialisasi,

1. Range Frekuensi Pada penelitian ini range frekuensi yang digunakan adalah 1,6 GHz sampai dengan 1,8 GHz dengan frekuensi kerja 1,7 . GHz, maka bandwith yang dimiliki adalah sebesar 200 . MHz.

2. Jumlah Sampling Jumlah sampling yang digunakan pada penelitian ini untuk sekali pengukuran adalah 401 points.

3. Jenis Parameter Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah S21.

4. Lokasi Penyimpanan Data Tempat penyimpanan data pengukuran. Agar tidak mengalami kerancuan dan lebih mudah dalam mencari file data pengukuran, maka harus dibuat folder baru.

5. Nama File Dalam pengukuran ini, pemberian nama file disesuaikan dengan titik-titik yang sudah di plot terlebih dahulu, sesuai dengan gambar skenario pengukuran.

Gambar 3.11 Tampilan Software InterfaceYang Digunakan

Pada Saat Pengukuran

3.4.3 Pelaksanaan Pengukuran

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran di Lab. Microwave dengan kondisi apa adanya (normal) tanpa ada tambahan material lain. Setelah melakukan berbagai tahapan seperti diatas maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengukuran. Untuk kondisi pertama ini dapat disebut sebagai kondisi 1. Pengukuran kali ini antena diletakkan pada ketinggian + 1 meter diatas tanah. Dengan jarak link propagasi

minimal 10 λ, namun pada pengukuran ini jarak yang digunakan adalah sejauh 3 meter. Kontrol pada peralatan ini dilakukan dengan software interface pada komputer yang terhubung melalui GPIB Card. Terdapat 3 posisi pada pengukuran yang dilakukan dalam Lab.Microwave. Untuk posisi pertama, antena Tx dan Rx diletakkan sejajar dengan dinding, posisi kedua antena Tx dan Rx diletakkan tegak lurus dinding dan untuk posisi yang ketiga antena Tx dan Rx diletakkan pada tengah ruangan. Pengambilan sampel/data dilakukan sebanyak 25 kali untuk 1 kondisi ruangan dengan berbagai macam posisi secara random (acak) yang selanjutnya disebut sebagai sampel ruang. Seperti ilustrasi yang ditunjukkan pada Gambar 3.12 dan Gambar 3.13.

Gambar 3.12 Skema Ruangan JJ-305

Gambar 3.13 Posisi Antena Tx Dan Rx Pada Saat Pengukuran (Skenario Ruang Pengukuran)

Jadi jumlah data dari hasil pengukuran pada 3 kondisi ruang berbeda adalah sebanyak 75 data, dimana pada masing-masing data terdapat 401 sampel data dan pada masing-masing data terdiri atas 3 parameter antara lain frekuensi, magnitudo H(f) dan phase θ. Perlakuan seperti diatas dilakukan sebanyak 3 kali untuk ketiga kondisi yang berbeda, namun untuk posisi/letak antena tetap (sama).

3.5 DATA HASIL PENGUKURAN

Berdasarkan data hasil pengukuran diperoleh fungsi transfer dari

tanggapan impuls kanal radio dalam domain frekuensi yaitu H . ch . (f).

H . ch . (f) merupakan besaran vektor yang terdiri dari magnitudo dan phase, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.14, dan dalam bentuk komplek dapat ditulis seperti persamaan (3-2).

ch ( f ) = H ( f ) • e θ (3-2) Dimana :

H (f ) = magnitudo (dB) θ = fase (derajat)

Grafik Magnitudo terhadap Frekuensi (Hasil Pengukuran) -45 ) -50 o (dB ud it

M agn -55 -60 1600 1620 1640 1660 1680 1700 1720 1740 1760 1780 1800 Grafik Phase terhadap Frekuensi (Hasil Pengukuran) 200 Frequency (MHz) ) at 100 eraj d

h as P -100

-200 1600 1620 1640 1660 1680 1700 1720 1740 1760 1780 1800 Frequency (MHz)

Gambar 3.14 Besar Magnitudo Dan Phase, Fungsi Transfer Kanal Domain Frekuensi

BAB 4 ANALISA DATA HASIL PENGUKURAN

4.1 TANGGAPAN IMPULS

Setelah mendapatkan data hasil pengukuran, maka data tersebut diolah dengan menggunakan teori IFFT (Inverse Fast Fourier Transform) agar diperoleh tanggapan impuls. Pada kasus ini fungsi transfer dalam domain frekuensi H(f) yang merupakan hasil pengukuran diubah ke dalam domain waktu yang berbentuk tanggapan impuls. Sebelum dilakukan proses IFFT, fungsi transfer dalam domain frekuensi H(f)harus dikalikan dengan Window Hamming W(f) terlebih dahulu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Hal tersebut dilakukan agar didalam melakukan proses IFFT dapat dibatasi sesuai dengan besar bandwidth dari Window Hamming. Dalam penelitian pada proyek akhir ini digunakan Window Hamming, karena Window Hamming memiliki main lobe yang cukup besar sebesar -43 dB dengan resolusi waktu yang kecil.

Window Hamming Dalam Domain Frekuensi

Frekuensi (MHz)

Gambar 4.1 Window Hamming

0 Window Time Resolution, W(t)

Waktu (nano second)

Gambar 4.2 Hasil IFFT Window Dalam Domain Waktu

(Resolusi Window)

Setelah dilakukan proses diatas, langkah berikutnya adalah data hasil pengukuran di anti-log kan agar diperoleh H(f) dalam skala linier, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3, kemudian dikalikan dengan Window Hamming W(f). Gambar hasil perkalian tersebut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4. Hasil perkalian tersebut merupakan suatu fungsi transfer estimasi H estimasi . (f), yang kemudian di proses dengan menggunakan metode IFFT agar didapatkan fungsi transfer dalam domain waktu, dan secara matematis dapat di rumuskan sebagai berikut, seperti pada persamaan (4-1).

H estimasi () f = H ch () f • W () f (4-1)

Secara matematis W () f adalah dapat dituliskan seperti pada

persamaan 4-2.

0 , W 54 ⎧ − 0 , 46 cos ( 2 π f ) f 1 ≤ f ≤ f 2 (4-2)

ham = ⎨

⎩ 0 f lainnya

Gambar 4.3 Fungsi Transfer |H(f)| Linier

Gambar 4.4 Hasil Perkalian |H(f)| Linier Dengan W(f)

Transformasi dari domain frekuensi ke domain waktu dilakukan dengan menggunakan teori IFFT untuk mendapatkan tanggapan impuls kanal estimasi, seperti yang ditunjukkan pada persamaan (4-3).

h j 2 estimasi f ( τ ) = H ch ( f ) ⋅ W ( f ) ⋅ e π df (4-3)

H ch ( f ) ⋅ W f j 2 ( f ) ⋅ e π df

= h ch ( τ ) ∗ w ( τ )

Setelah dilakukan proses IFFT dengan menggunakan program matlab, maka akan didapatkan suatu hasil yang merupakan tanggapan impuls estimasi yang ternormalisasi h est . ( τ), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6. Dimana untuk Gambar 4.5 terlihat bahwa impuls yang pertama datang pada delay waktu + . 115 nano second. Adanya delay tersebut dikarenakan delay lintasan pada kabel coaxial (dengan type RG-58) yang digunakan pada saat melakukan pengukuran yang berfungsi untuk menghubungkan dari antena Tx dengan port1 (pemancar) dan antena Rx dihubungkan dengan port2 (penerima) pada Network Analyzer. Selain itu jarak udara (propagation link) antara antena Tx dengan Rx juga mempengaruhi/menyebabkan terdapatnya delay.

Berdasarkan data pengukuran, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi delay datangnya respon impuls yang pertama pada lintasan jamak antara lain :

Frekuensi kerja pada pengukuran = f =1700 MHz Panjang kabel penghubung antara port1 dengan Tx = l 1 =10

meter

Panjang kabel penghubung antara port2 dengan Rx = l 2 =10

meter

Jarak Tx dengan Rx (Link Propagasi) = d =3 meter

Tanggapan Impuls Dalam Domain Waktu (Sebelum Kalibrasi Delay)

Excess Delay (ns)

Gambar 4.5 Tanggapan Impuls Sebelum Kalibrasi Delay

1 Tanggapan Impuls Dalam Domain Waktu (Setelah Kalibrasi Delay)

Excess Delay (ns) Gambar 4.6 Tanggapan Impuls Setelah Kalibrasi Delay

Besar delay yang diakibatkan lintasan ini dapat dihitung dengan persamaan (4-4) seperti yang dituliskan di bawah ini.

c 8 3 ⋅ λ 10

= = = 0 , 1765 m (4-4)

f 1 , 7 ⋅ 9 10

Δ τ 1 = ⎛ l 1 + l 2 ⎞ ⎛+ d λ ⎞

c ⎜⎜⎝ ⎟ vf c + × ⎜ ⎟⎟⎠ ⎝ ⎠ = ⎛ 10 + 10 ⎞ ⎛ 3 + ( 0 , 1765 ) ⎞

= 114,93 nano sec ond

4.2 PROSES BINNING

Proses berikutnya yaitu proses binning. Dimana data tanggapan impuls dalam domain waktu yang sudah dikalibrasi yang memiliki level di atas -40 . dB akan di-binning yaitu dengan cara data di-threshold pada level -40 . dB, data yang berada di bawah -40 . dB tidak diikutsertakan (dihilangkan). Penggunaan threshold sebesar -40 . dB ini berdasarkan pemilihan window yang dipakai pada proses awal (windowing). Batasan ambang harus lebih besar dari amplitudo maksimum dari window side lobe. Karena window hamming mempunyai amplitudo maksimum dari window side lobe sebesar -43 . dB maka pemilihan threshold ditentukan sebesar -40 . dB.

Proses bining dilakukan dengan cara membagi excess delay tanggapan impuls dengan resolusi window, setiap satu resolusi window mengandung satu komponen lintasan jamak. Proses ini dinamakan sebagai proses binning dan persamaan matematisnya dapat dituliskan seperti pada persamaan (4-5).

h ( τ ) (4-5)

dengan N merupakan jumlah komponen lintasan jamak dalam satu resolusi waktu dari Window Hamming. Proses thresholding dilakukan dalam skala logaritmis. Sedangkan untuk proses binning dilakukan pada amplitudo impuls dalam skala linier. Proses binning beserta impuls hasil binning, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8.

Proses Binning

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Excess Delay (ns) 200

Gambar 4.7 Proses Binning

Tanggapan Impuls Hasil Proses Bining (h τ 1 )

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Excess Delay (ns) Gambar 4.8 Hasil Tanggapan Impuls h( τ)

4.3 MAXIMUM EXCESS DELAY

Dalam proyek akhir ini, digunakan 3 kondisi ruangan yang berbeda. Perbedaan ke-3 kondisi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kondisi normal.

2. Kondisi penambahan dinding dengan menggunakan material triplek.

3. Kondisi penambahan dinding dengan menggunakan material tembaga.

Berdasarkan Gambar 4.7 dapat diketahui jumlah komponen multipath, excess delay dan daya yang diterima, sehingga maximum excess delay dapat dihitung berdasarkan persamaan (4-6).

Maximum Excess Delay = τ max − τ 1 (4-6) Dimana,

τ max = waktu munculnya impuls yang terakhir τ 1 = waktu munculnya impuls yang pertama

Maximum excess delay yaitu delay waktu antara waktu munculnya impuls pertama sampai dengan impuls yang terakhir dari masing-masing tanggapan impuls. Dimana maximum excess delay adalah salah satu parameter statistik yang dapat digunakan untuk menyatakan kondisi suatu kanal dalam ruang berdasarkan analisa dari banyaknya komponen lintasan jamak serta jarak propagasi.

Bila suatu ruang terdapat banyak lintasan jamak, maka maximum excess delay dari respon impuls semakin besar. Begitu juga jika suatu lintasan dengan jarak propagasi yang jauh, akan dapat menyebabkan terjadinya kompnen lintasan jamak dengan maximum excess delay yang besar pula [1]. Komponen lintasan jamak dari masing-masing kondisi ruang dari sejumlah data pengukuran akan ditampilkan secara berturut- turut pada tabel 4-1, 4-2 dan tabel 4-3. Distribusi maximum excess delay dari 3 sampel kondisi ruang yang diambil pada masing-masing ruang pengukuran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.9, 4.10 dan Gambar 4.11.

Tabel 4-1 Data Maximum Excess Delay dengan Kondisi Normal

Maximum Maximum Sampel

Sampel ke -

Excess Delay

Excess Delay (s)

ke -

(s)

1 1.2500E-07 26 1.8900E-06

2 1.0000E-07 27 1.3000E-07

3 1.3000E-07 28 1.4500E-07

4 1.4500E-07 29 1.4000E-07

5 1.6600E-06 30 1.3500E-07

6 1.3000E-07 31 1.5000E-07

7 1.4000E-07 32 1.7000E-07

8 1.2150E-06 33 1.5000E-07

9 1.7000E-07 34 1.6500E-07

10 1.2000E-07 35 1.8500E-07

11 1.3000E-07 36 1.8000E-07

12 1.3000E-07 37 1.8900E-06

13 1.5450E-06 38 1.8500E-06

14 1.4800E-06 39 1.0000E-07

15 1.4500E-07 40 1.0500E-07

16 1.5000E-07 41 1.8850E-06

17 1.2000E-07 42 1.8050E-06

18 1.4000E-07 43 9.9000E-07

19 1.1150E-06 44 1.5950E-06

20 1.5500E-07 45 1.6500E-07

21 1.5000E-07 46 1.9000E-07

22 1.7100E-06 47 1.8800E-06

23 1.6000E-07 48 1.8700E-06

24 1.6500E-07 49 1.0000E-07

25 1.8650E-06 50 1.0000E-07

Tabel 4-2 Data Maximum Excess Delay dengan Kondisi Triplek

Maximum Maximum Sampel

Sampel ke -

Excess Delay ke - Excess Delay (s)

10 9.5000E-08 35 1.6000E-07

11 1.0850E-06 36 1.5500E-07

12 1.5350E-06 37 1.2500E-07

13 1.0500E-07 38 1.2500E-07

14 1.8500E-07 39 1.2500E-07

15 1.4500E-07 40 1.6500E-07

16 1.5000E-07 41 1.5500E-07

17 1.1500E-07 42 1.5000E-07

18 1.0000E-07 43 1.6500E-07

19 1.0500E-07 44 1.2500E-07

20 9.5000E-08 45 1.0500E-07

21 1.3000E-07 46 1.2500E-07

22 1.5500E-07 47 1.8500E-07

23 1.1500E-07 48 1.6500E-07

24 1.5500E-07 49 1.8000E-07

25 1.2500E-07 50 1.8000E-07

Tabel 4-3 Data Komponen Multipath dengan Kondisi Tembaga

Maximum Maximum Sampel

Sampel ke -

Excess Delay

Excess Delay (s)

10 1.8900E-06 35 1.8850E-06

11 1.2500E-07 36 1.4000E-07

12 1.2500E-07 37 1.8800E-06

13 1.0500E-07 38 1.8800E-06

14 1.0000E-07 39 1.7550E-06

15 1.8750E-06 40 1.3550E-06

16 1.8600E-06 41 1.2000E-07

17 1.1000E-07 42 1.2500E-07

18 1.0000E-07 43 1.8900E-06

19 1.0000E-07 44 1.7450E-06

20 1.0500E-07 45 6.5000E-08

21 1.8800E-06 46 1.6750E-06

22 1.8850E-06 47 9.5000E-08

23 1.1500E-07 48 1.0500E-07

24 1.1000E-07 49 1.0000E-07

25 1.8150E-06 50 1.4000E-07

Berikut Distribusi Maximum Delay tanggapan impuls untuk ketiga kondisi tersebut.

Distribusi Maximum Delay Untuk Kondisi Normal

Maximum Excess Delay (ns)

Gambar 4.9 Distribusi Maximum Delay Tanggapan Impuls Untuk Kondisi Normal

Distribusi Maximum Delay Untuk Kondisi Triplek

Maximum Excess Delay (ns)

Gambar 4.10 Distribusi Maximum Delay Tanggapan Impuls Untuk Kondisi Triplek

Distribusi Maximum Delay Untuk Kondisi Tembaga

Maximum Excess Delay (ns)

Gambar 4.11 Distribusi Maximum Delay Tanggapan Impuls Untuk Kondisi Tembaga

Berdasarkan data dari tabel 4-1 s/d tabel 4-3 dan Gambar 4.9 s/d Gambar 4.11, pada kondisi normal jumlah sampel terbanyak mempunyai maximum excess delay sebesar 130 ns, dan pada kondisi dengan penambahan triplek jumlah sampel terbanyak mempunyai maximum excess delay sebesar 105 ns, sedangkan pada kondisi dengan penambahan tembaga jumlah sampel terbanyak mempunyai maximum excess delay sebesar 140 ns. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi ruang normal memiliki komponen multipath yang lebih sedikit daripada kondisi ruangan dengan penambahan material tembaga. Sedangkan pada kondisi ruang dengan penambahan material triplek menunjukkan bahwa terdapat komponen multipath paling sedikit diantara ketiga kondisi ruang tersebut. Distribusi maximum excess delay pada kondisi normal memiliki nilai agak besar dikarenakan pada kondisi normal banyak terdapat rak peralatan yang terbuat dari logam

Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa suatu ruangan dimana terdapat material/bahan yang terbuat dari logam atau tembaga memiliki nilai maximum excess delay lebih besar. Sedangkan pada ruangan dimana memiliki material/bahan yang terbuat dari non logam memiliki nilai maximum excess delay yang kecil. Hal ini dikarenakan bahan yang terbuat dari logam memiliki koefisien refleksi lebih besar dari pada bahan yang terbuat dari non logam. Sebab logam memiliki sifat yang dapat memantulkan gelombang elektromagnetik.

4.4 HASIL YANG DICAPAI DARI GUI (Graphic User Interface)

Untuk pengolahan serta perhitungan data dan pembuatan GUI (Grafik User Interface) pada proyek akhir ini, dibutuhkan bantuan suatu program yang biasa disebut Matlab (Matrix Laboratory). Pada pengolahan data kali ini program Matlab yang digunakan adalah Matlab v6.5. Agar mudah dalam pembuatan GUI dapat digunakan bantuan GUIDE (GUI Development Environment) dalam perancangannya.. Berikut adalah tampilan pada GUI.

Gambar 4.12 Tampilan Awal (Splash) Pada Program GUI

Gambar 4.13 Tampilan Program Utama Pada Program GUI

Gambar 4.14 Tampilan Ploting Magnitudo Terhadap Frekuensi

Pada GUI Untuk Kondisi Normal Dengan Ketiga Distribusi

Gambar 4.15 Tampilan Ploting Phase Terhadap Frekuensi Pada

GUI Untuk Kondisi Normal Dengan Ketiga Distribusi

Gambar 4.16 Tampilan Ploting Fungsi Transfer H(f) Normalisasi

Pada GUI Untuk Kondisi Normal Dengan Ketiga Distribusi

Gambar 4.17 Proses Binning Untuk Kondisi Normal Dengan Ketiga Distribusi

Gambar 4.18 Maximum Excess Delay Untuk Kondisi Normal Dengan Ketiga Distribusi

Gambar 4.19 Distribusi Maximum Excess Delay Untuk Kondisi

Normal

Gambar 4.20 Distribusi Maximum Excess Delay Untuk Kondisi Dengan Penambahan Triplek

Gambar 4.21 Distribusi Maximum Excess Delay Untuk

KondisDengan Penambahan Tembaga

----- Halaman ini sengaja dikosongkan -----

BAB 5 PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil pengukuran, perhitungan serta analisa yang telah dilakukan pada proyek akhir ini, dapat disimpulkan bahwa : Pada kondisi normal, sampel data yang terbanyak mempunyai excess delay sebesar 130 . ns. Pada kondisi triplek, sampel data yang terbanyak mempunyai excess delay sebesar 105 . ns. Pada kondisi tembaga, sampel data yang terbanyak mempunyai excess delay sebesar 140 . ns. Dalam hal ini, untuk kondisi normal dengan kondisi tembaga nilai maximum excess delay tidak terpaut jauh dikarenakan pada kondisi normal banyak terdapat rak peralatan yang terbuat dari logam. Bila suatu ruangan banyak terdapat material/bahan yang memiliki koefisien refleksi lebih besar, maka komponen lintasan jamak semakin banyak pula.

5.2 SARAN

Proyek akhir ini dapat dikembangkan lebih lanjut, dan terdapat beberapa saran, antara lain : Dalam proyek akhir selanjutnya dapat dilakukan pengukuran pada lintasan NLOS (Non Line of Sight). Untuk proyek akhir selanjutnya dapat dilakukan pengukuran outdoor.

----- Halaman ini sengaja dikosongkan -----

DAFTAR PUSTAKA

[1] Siswandari Nur Adi, “Analisa Korelasi Spatial Propagasi Kanal Radio 1,7 GHz Dalam Ruang Menggunakan Antena Array Planar Sintetis”, IES 2003,EEPIS-ITS Surabaya, April 2003.

[2] Sen M. Kuo, Woon-Seng Gan, “Digital Signal Processors Architectures, Implementations, and Applications”, Prentice Hall, International Edition, 2005.

[3] H. Hashemi, “Impulse Response Modeling of Indoor Radio Propagation Channels”, IEEE Journal on Selected Areas in Communications, September 1993.

[4] Rapaport Theodore S., “Wireless Communication – Principle & Practice”, IEEE Press, pp 71-131, 1996.

[5] Patrick Marchand, O. Thomas Holland, “Graphics and GUI with MATLAB”, Chapman & Hall/CRC, Third Edition, 2003.

[6] Nur Adi Siswandari, ”Buku petunjuk Pengukuran Gain Antena”, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, 2006

[7] Nur Adi Siswandari, ”Buku petunjuk Pengukuran Pola Radiasi”, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, 2006

LAMPIRAN A

TABEL DATA HASIL PENGUKURAN Sampel

Frekuensi Magnitudo Fase ke -

1 1600 -53.215 -167.29

11 1605 -52.072 -10.422

12 1605.5 -51.721 -30.809

13 1606 -51.752 -50.232

14 1606.5 -51.752 -70.336

15 1607 -51.311 -90.539

16 1607.5 -51.004 -110.16

17 1608 -51.219 -130.16

18 1608.5 -50.604 -147.2

19 1609 -50.811 -170.3

29 1614 -50.049 -18.916

30 1614.5 -50.123 -39.988

Sampel

Fase ke -

Frekuensi Magnitudo

(MHz) (dB) (derajat)

31 1615 -50.012 -61.771

32 1615.5 -50.146 -81.398

33 1616 -50.234 -101.28

34 1616.5 -50.133 -122.1

35 1617 -50.211 -141.36

36 1617.5 -49.861 -161.52

46 1622.5 -49.264 -4.746

47 1623 -49.326 -25.898

48 1623.5 -49.178 -46.766

49 1624 -49.223 -66.812

50 1624.5 -49.275 -89.645

51 1625 -49.35 -111.46

52 1625.5 -49.305 -132.34

53 1626 -49.461 -152.65

54 1626.5 -49.822 -173.28

55 1627 -50.057 165.81

56 1627.5 -50.02 144.09

57 1628 -50.271 125.07

58 1628.5 -50.314 105.69

59 1629 -50.33 85.105

60 1629.5 -50.807 64.516

Sampel Frekuensi Magnitudo Fase ke -

64 1631.5 -50.498 -14.832

65 1632 -50.383 -34.68

66 1632.5 -50.523 -55.992

67 1633 -50.338 -76.355

68 1633.5 -50.891 -98.289

69 1634 -50.568 -117.71

70 1634.5 -50.672 -138.64

71 1635 -50.74 -158.48

72 1635.5 -51.02 -179.84

82 1640.5 -52.799 -15.769

83 1641 -52.463 -31.93

84 1641.5 -52.412 -51.686

85 1642 -52.443 -71.43

86 1642.5 -52.447 -91.273

87 1643 -52.312 -111.34

88 1643.5 -52.707 -129.32

89 1644 -52.594 -150.65

90 1644.5 -52.33 -169.06

Sampel

Fase ke -

Frekuensi Magnitudo

(MHz) (dB) (derajat)