FENOMENA BABY BOOM DAN DAMPAKNYA BAGI PE

FENOMENA BABY BOOM DAN DAMPAKNYA BAGI PERKEMBANGAN MEDIA
TELEVISI DI AMERIKA SERIKAT 1950-1964
Oleh Alfathan Wira Saputra (1406576370)

Abstrak
Fenomena baby boom merupakan fenomena yang terjadi di dunia pada masa pasca
Perang Dunia II. Baby boom merupakan fenomena peningkatan jumlah kelahiran yang terjadi
setelah Perang Dunia II selesai. Ledakan penduduk ini terjadi di berbagai negara, salah
satunya adalah Amerika Serikat. Baby boom di Amerika Serikat dipicu karena tingkat
pernikahan di Amerika Serikat meningkat pesat. Para prajurit yang kembali dari perang
kemudian hidup menjadi warga sipil yang makmur dan membentuk keluarga. Alhasil jumlah
peningkatan kelahiran di Amerika Serikat pun meningkat. Fenomena baby boom ini
menimbulkan dampak bagi berbagai sektor, salah satunya adalah perkembangan industri
media hiburan televisi. Media televisi menjadi sarana hiburan bagi keluarga di Amerika
Serikat. Namun tayangan televisi berpengaruh bagi tumbuh kembang anak disana. Televisi
berefek kepada kultur kecanduan menonton televisi dan konsumerisme. Metode yang
digunakan adalah metode sejarah yang terdiri dari tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi. Penelitian ini bertujuan untuk memahami apa itu fenomena baby boom dan
pengaruhnya bagi perkembangan media hiburan televisi di Amerika Serikat.
Kata kunci: baby boom, konsumerisme, program televisi


A. Pendahuluan
Amerika Serikat mengalami kondisi yang menguntungkan pasca Perang Dunia II.
Setelah mengalahkan Jepang di perang pasifik, Amerika Serikat menjadi negara yang
diperhitungkan dan disegani di dunia. Amerika Serikat memperoleh kesuksesan terutama
dari bidang ekonomi. Kesuksesan yang diraih pun berimbas pada taraf hidup
masyarakatnya. Para prajurit yang selesai mengemban tugasnya di medan perang kembali
ke tempat asalnya masing-masing. Bertemu kembali dengan keluarga masing-masing dan
membangun rumah tangga yang utuh setelah selesai menjalankan tugas negara. Alhasil
tingkat kelahiran penduduk di Amerika Serikat meningkat drastis. Inilah yang disebut
dengan fenomena “baby boom” atau ledakan penduduk yang terjadi pasca Perang Dunia
II.
1

Baby boom merupakan sebuah periode di kehidupan masyarakat Amerika Serikat
yang berlangsung sekitar tahun 1945 hingga 1964. Pada periode baby boom ini bayi yang
lahir berjumlah sekitar … juta. Tingkat kelahiran di periode baby boom ini jauh lebih
banyak dibanding ketika masa Great Depression tahun 1929 dan ketika masa Perang
Dunia II tahun 1942 hingga tahun 1945. Periode baby boom ini menghasilkan generasi
baby boomers yang menjadi generasi emas bagi Amerika. Banyak anak-anak yang lahir di
masa baby boom sekarang menjadi pemimpin pemerintahan, pengusaha hebat, ilmuwan,

dan lainnya. Hal ini tidak terlepas dari usaha pembangunan sumber daya manusia yang
dibangun oleh Amerika Serikat untuk anak-anak generasi baby boomers saat itu.
B. Masalah Penelitian
Fenomena Baby Boom atau ledakan kelahiran penduduk yang terjadi di Amerika
Serikat pasca Perang Dunia II tidak terjadi begitu saja. Seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya bahwa Baby Boom terjadi karena pertumbuhan ekonomi setelah Amerika
Serikat memenangkan Perang Dunia II. Peningkatan kelahiran inipun berdampak
terhadap beberapa sektor kehidupan, dari ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya. Salah satu
perkembangan yang terjadi akibat fenomena baby boom adalah media televisi.
Berdasarkan permasalahan ini maka penulis akan memaparkan rumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana penyebab terjadinya baby boom di Amerika Serikat?
2. Bagaimana perkembangan media televisi di era baby boom?
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yang terdiri dari empat tahap yaitu
tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Tahap pertama merupakan tahap
heuristik yaitu pencarian dan pengumpulan sumber-sumber sejarah. Sumber yang
digunakan adalah sumber sekunder dan sumber pendukung seperti jurnal maupun situssitus luar berbahasa Inggris. Sumber sekunder disini adalah buku Garis Besar Sejarah
Amerika yang diterbitkan oleh Departemen Luar Negeri AS. Selain itu penulis juga
menggunakan buku karya Norman L. Rosenberg dan Emily S. Rosenberg yang berjudul
In Our Times. Sementara untuk sumber-sumber pendukung digunakan adalah berasal dari

jurnal internasional yang terkait dengan masalah baby boom dan perkembangan media
televisi di Amerika. Jurnal-jurnal tersebut diperoleh dari situs jstor.org dan Oxford (..).
Kemudian penulis juga mencari referensi dari situs-situs yang menyediakan tulisan
tentang baby boom dan perkembangan media televisi di Amerika Serikat.
Tahap yang kedua merupakan kritik. Kritik menjadi sangat penting dalam
menyaring informasi yang penulis dapatkan dari berbagai sumber dalam proses Heuristik.
Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan fakta yang berkaitan dengan
2

fenomena baby boom di Amerika Serikat. Pada tahap ini, penulis melakukan pengujian
atas sumber-sumber yang ditemukan. Dengan menguji dan membandingkan semua
sumber yang diperoleh, diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih akurat. Jenis
kritik yang digunakan pada tahapan ini merupakan kritik intern, yaitu dengan
mempelajari keterkaitan satu sumber dengan sumber yang lain.
Tahap interpretasi dilakukan setelah menyaring berbagai informasi dari sumbersumber yang ada dan menghasilkan data-data objektif yang diperlukan untuk mendukung
penulisan. Interpretasi merupakan proses memaknai makna yang sebenarnya dari sumbersumber sejarah yang telah dinilai. Interpretasi dilakukan berdasarkan pemahaman yang
dimiliki penulis terhadap sumber-sumber yang diperoleh. Dengan demikian akan
didapatkan fakta yang memiliki tingkat kebenaran tinggi. Tahap terakhir dalam metode
penelitian ini yaitu tahap historiografi, yaitu tahap penulisan sejarah berdasarkan kaidahkaidah yang berlaku dalam ilmu sejarah. Dalam tahap ini, penulis menuliskan semua
fakta yang ada menjadi sebuah rangkaian cerita yang menarik. Oleh sebab itu, penelitian

ini bersifat deskriptif analitis.
D. Pembahasan
1. Kondisi Amerika Serikat Pasca Perang Dunia II
Amerika Serikat mengalami pertumbuhan ekonomi yang siginifikan pasca
Perang Dunia II dan kembali memperkokoh posisinya sebagai negara terkaya di
dunia. Kemenangan di Perang Dunia II dan tidak mengalami kehancuran di negaranya
sendiri membuat Amerika Serikat begitu yakin dengan masa depannya. Produk
nasional bruto, pengukuran seluruh produk dan jasa yang dihasilkan di Amerika,
melonjak dari 200.000 juta dolar pada 1940, 300.000 juta dolar pada 1950, dan
500.000 juta dolar pada 1960.1 Pertumbuhan ekonomi terjadi di berbagai sektor,
misalnya di sektor perumahan. Pembangunan perumahan meningkat karena
kemudahan memperoleh kredit bagi tentara yang kembali dari perang. Masyarakat
Amerika Serikat juga mulai keluar dari dalam kota menuju ke daerah pinggiran kota
berharap mendapatkan perumahan terjangkau bagi keluarganya. Pengembang
perumahan seperti William J. Levitt membangun komunitas baru dengan desain
rumah seragam menggunakan teknik produksi massal. Rumah buatan Levitt berupa
prafabrikasi, sebagian dirakit di pabrik, bukan di lokasi akhir dan sederhana. Metode
pembangunan rumah dari Levitt ini memotong biaya dan menjadi harapan bagi yang
ingin memiliki rumah dengan harga yang murah.
1 Garis Besar Sejarah Amerika, hal. 296


3

Kemakmuran rakyat Amerika Serikat khususnya para tentara didorong pula
oleh undang-undang G.I Bill of Rights. Undang-undang ini mendorong kepemilikan
rumah dan investasi dalam pendidikan tinggi melalui penyaluran kredit pada tingkat
bunga rendah atau bahkan tanpa uang muka. Para tentara pun kemudian menikah,
mulai membangun keluarga yang utuh, mengejar pendidikan tinggi, membeli rumah
pertama, dan tentu saja memiliki anak. Mereka hidup di masa American Dream,
dimana segala kemudahan dan kesejahteraan diraih. Setelah melewati Great
Depression tahun 1929 dan Perang Dunia yang melelahkan, rakyat Amerika Serikat
akhirnya dapat hidup makmur, memperoleh pekerjaan yang layak, dan memiliki anak
yang banyak.
2. Periode Baby Boom
Pasca Perang Dunia II terjadi lonjakan pernikahan di Amerika Serikat,
terutama bagi para tentara yang baru pulang bertugas. Terhitung ada 2,2 juta pasangan
yang menikah pada tahun 1946, ini merupakan angka tertinggi yang bertahan hingga
1970.2 Usia rata-rata pernikahan pada tahun 1950 berada pada usia muda, laki-laki
pada usia 22 tahun dan perempuan pada usia 20 tahun. Angka pernikahan yang tinggi
sudah pasti berdampak juga dengan tingkat kelahiran yang tinggi. Beberapa bulan

setelah Perang Dunia II selesai, angka kelahiran bayi berjumlah 200.000 jiwa. Namun
pada akhir tahun 1946 jumlah kelahiran bayi meningkat pesat menjadi berjumlah
350.000 jiwa. Angka kelahiran di tahun 1946 20 persen lebih banyak dibanding tahun
1945. Hal inilah yang disebut sebagai periode Baby Boom, yaitu periode dimana
jumlah kelahiran penduduk meningkat secara televis di Amerika setelah masa Perang
Dunia II.

2 https://www.khanacademy.org/humanities/us-history/postwarera/postwar-era/a/thebaby-boom

4

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, baby boom terjadi karena banyak
pasangan yang menikah, terutama kaum muda dan kemakmuran ekonomi yang
dialami oleh Amerika Sertikat. Kondisi tersebut dipicu oleh kestabilan ekonomi yang
terjadi di Amerika Serikat. Kestabilan yang dimaksud disini adalah kemudahan
lapangan pekerjaan bagi kaum pemuda di Amerika Serikat. Kebutuhan akan tenaga
kerja muda membuat para pemuda terjamin kehidupannya karena telah memperoleh
pekerjaan. Hal inilah yang membuat tingkat pernikahan menjadi meningkat. Selain
lapangan kerja yang tersedia bagi kaum muda, kebijakan pemerintah juga ikut
mempengaruhi tingkat kemakmuran di Amerika Serikat. Setelah Perang Dunia II,

pemerintah menerapkan bantuan ekonomi kepada para veteran perang. Selain itu
pemerintah juga memberikan bantuan pinjaman uang untuk kredit rumah maupun
asuransi-asuransi yang menyebabkan tingkat kemakmuran warganya meningkat. Hal
inilah yang memicu masyarakat untuk menikah karena mereka yakin kehidupan
ekonomi mereka akan terjamin.
Masyarakat Amerika Serikat yang lahir diantara tahun 1946 hingga 1964 dapat
disebut sebagai generasi Baby Boomers. Generasi Baby Boomers jika dihitung pada
saat ini usianya sekitar 51 sampai 70 tahun. Dapat dikatakan bahwa generasi ini
adalah generasi emasnya Amerika Serikat karena dari generasi ini lahir orang-orang
hebat. Mantan Presiden Bill Clinton, Barrack Obama, maupun Bill Gates adalah
nama-nama tokoh hebat yang lahir di era Baby Boom. Hal ini terjadi karena generasi
5

Baby Boom didukung oleh program pendidikan yang tersusun dengan baik dari
pemerintah. Jumlah sekolah meningkat diiringi dengan fasilitas yang memadai untuk
meningkatan kecerdasan pikiran dan fisik anak. Maka tidak mengherankan jika
penduduk Amerika Serikat khususnya yang lahir di era Baby Boom memegang
peranan penting di berbagai sektor kehidupan baik di dalam maupun luar negeri.
3. Dampak baby boom terhadap perkembangan media televisi
Fenomena baby boom di Amerika Serikat memiliki pengaruh dan dampak

terhadap kehidupan di masyarakat, mulai dari pertumbuhan sekolah, industri, hingga
pertumbuhan media hiburan, salah satunya adalah televisi. Anak-anak generasi baby
boom yang mulai tumbuh menjadi remaja mulai membutuhkan hiburan. Pada tahun
1950-an berkembanglah stasiun televisi di Amerika Serikat. Hal ini terjadi karena
anak-anak yang kembali ke rumah setelah sekolah membutuhkan hiburan. Pilihan
media hiburan saat itu adalah televisi, sehingga berkembanglah stasiun TV.
Perkembangan TV disini tidak hanya berupa perangkat kerasnya saja, namun stasiunstasiun TV juga berkembang dan beragam, misalnya seperti CBS, NBC, dan ABC.
Sebelum tahun 1950, stasiun televise belum begitu canggih. Siaran TV yang ada saat
itu masih menggunakan teknologi yang sederhana, yaitu dengan mengkonversi video
dari kamera film ke layar TV. Siaran acaranya pun masih bersifat lokal. Programprogram acara yang disiarkan misalnya program memasak, pertandingan gulat,
ataupun tayangan kartun.
Pada 1952, untuk pertama kalinya stasiun TV menyiarkan berita konvensi
Partai Republik dan Demokrat secara langsung dari Philadelpia ke seluruh penjuru
negeri. Sinyal TV menjangkau hingga ke pelosok wilayah Amerika Serikat. Hampir
semua penduduk Amerika Serikat membicarakan tayangan tersebut. Hal ini membuat
TV menjadi media massa nasional yang penting di kemudian hari. Antara tahun 1949
hingga 1969, jumlah rumah tangga di AS yang memiliki setidaknya satu set TV
meningkat dari kurang dari satu juta menjadi 44 juta. Jumlah stasiun TV komersial
naik dari 69 ke 566 stasiun TV.
Program TV di Amerika Serikat telah berdampak besar bagi budaya Amerika

dan dunia. Banyak kritikus menyebut era di tahun 1950-an sebagai Golden Age of
Television atau era emasnya TV. Satu set TV harganya mahal sehingga penonton atau
pemirsa televise umumnya dapat dikatakan memiliki kehidupan yang makmur. Ratarata harga satu set TV pada tahun 1949 dibanderol dengan harga $500 dan naik pada

6

tahun 1953 seharga $200.3 Acara-acara TV menarik ditonton bagi keluarga. Acara
komedi situasi, kuis, maupun kartun, adalah beberapa program TV yang digemari
setiap keluarga di AS. Televisi menjadi sarana rekreasi atau hiburan yang penting
karena TV dapat menyatukan seluruh anggota keluarga. Rata-rata tiap keluarga
menonton TV dapat menghabiskan waktu empat hingga lima jam perhari. Dengan
kondisi seperti itu, staisun televisi membuat program yang sesuai untuk ditonton oleh
keluarga. Program-program favorit yang digemari terutama untuk anak-anak adalah
acara The Mickey Mouse Club atau Howdy Doody Time. Untuk kalangan orangtua,
acara TV yang menjadi favorit adalah program situasi komedi seperti I Love Lucy
maupun program Father Knows Best. Acara kuis juga sangat digemari oleh keluarga
di Amerika, seperti You Bet Your Life maupun The $64,000 Question.
Kegemaran menonton TV ini ternyata memiliki dampak yang tidak langsung
terhadap sektor ekonomi. Media TV yang menjadi sarana hiburan favorit ternyata
dapat dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan untuk memasang iklan produknya di

TV. Banyak iklan produk bermunculan dan ini ternyata mempengaruhi pemirsa
terutama kalangan anak-anak dan remaja. Kehadiran televisi membuat anak-anak dan
remaja di Amerika Serikat menjadi gemar menonton televisi. Namun seiring
bermunculannya iklan di televisi membuat sifat anak-anak dan remaja menjadi
konsumerisme. Pada 1950, 5,7 juta dolar habis untuk membiayai iklan. Teknik
periklanan yang baru diperkenalkan dan mempengaruhi konsumen untuk menjadi
konsumerisme. Salah satu iklan yang menarik ditayangkan pada awal 1950 yaitu
produk coklat “M&M”. Iklan tersebut menampilkan pernyataan “M&M’s melt in
your mouth, not in your hand.” (“M&M meleleh di mulutmu, bukan di tanganmu”)
dengan penggambaran fisik di iklannya. Imbasnya pemirsa yang menyaksikan iklan
tersebut menjadi tertarik untuk membeli produk yang diiklankan di televise dan
penjualan produk pun meningkat. Dengan beragamnya iklan produk yang tayang di
televisi, muncullah pasar baru bagi penjualan produk-produk yaitu kalangan remaja.
Konsumerisme di kalangan remaja meningkat. Banyak remaja yang menghabiskan
uang jajannya untuk membeli barang-barang yang mereka lihat di iklan televisi.
E. Penutup
Perang Dunia II menimbulkan efek besar bagi peningkatan jumlah kelahiran di
berbagai negara, salah satunya Amerika Serikat. Para prajurit perang setelah menunaikan
3 http://www.dummies.com/education/history/american-history/the-impact-of-thetelevision-in-1950s-america/


7

tugasnya kemudian pulang ke negaranya dan kemudian membangun kehidupan baru
dengan menikah dan membangun keluarga. Alhasil karena tingginya pernikahan di
Amerika Serikat pasca perang membuat tingkat kelahiran bayi pun menjadi meningkat
pula. Anak-anak yang lahir di era ini disebut-sebut oleh para peneliti sebagai era emasnya
Amerika karena anak-anak yang lahir di generasi baby boom saat ini banyak yang
menjadi orang sukses, seperti Presiden Amerika Serikat Bill Clinton hingga Barrack
Obama adalah orang-orang yang lahir di era baby boom. Tidak hanya itu, orang-orang
sukses lain seperti ilmuwan maupun pengusaha yang terkenal di Amerika Serikat saat ini
juga adalah orang-orang yang lahir dan menjadi generasi baby boom. Hal ini dapat terjadi
karena anak-anak generasi baby boom mendapat perhatian lebih dari pemerintah,
terutama di bidang pendidikan. Pemerintah Amerika Serikat ingin membangun sumber
daya manusia yang baik untuk dapat menjadi negara yang unggul dan memiliki kekuatan
dibanding negara lain.
Fenomena baby boom ini mempengaruhi beberapa sektor kehidupan di Amerika
Serikat. Salah satu sektor yang berkembang akibat fenomena baby boom adalah media
televisi. Televisi berkembang pesat di tahun 1950-an, atau dapat dikatakan pada masa
dimana bayi-bayi yang lahir pasca Perang Dunia II mulai tumbuh menjadi anak-anak dan
remaja. Televisi menjadi sarana hiburan bagi anak-anak dan remaja. Terjadi peningkatan
terhadap jumlah kepemilikan televisi tiap satu keluarga Amerika. Stasiun-stasiun TV pun
bermunculan seiring meningkatnya jumlah kepemilikan TV. Acara-acara yang
ditayangkan pun beragam, mulai dari, acara situasi komedi, kuis, siaran berita, maupun
kartun anak-anak. Setiap keluarga menghabiskan waktunya 5-6 jam di depan televisi.
Fenomena ini pun dimanfaatkan oleh pengusaha-pengusaha untuk mengiklankan
produknya di televisi. Beragam produk dipromosikan lewat TV dan menimbulkan
dampak konsumerisme bagi anak-anak dan remaja. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita
semua untuk tidak membebaskan anak-anak menonton TV terlalu sering. Banyak efek
buruk yang dapat ditimbulkan bagi anak-anak akibat sering menonton TV, salah satunya
adalah keinginan yang berlebih untuk membeli barang yang diiklankan di televisi.

Television struggled to become a national mass media in the 1950s, and became a cultural
force – for better or worse – in the 60s. Before these two decades were over the three national
networks were offering programs that were alternately earth shaking, sublime and ridiculous.

8

In the 1940s, the three networks – NBC, CBS and ABC – were "networks" in name only. All
of the programming originated, live, in New York. The only way the networks had to
distribute the shows to the rest of the nation was to point a film camera at a television screen
and convert video to film. These 16mm films, known as kinescopes, were then duplicated and
shipped to the few affiliated stations for broadcast later. By necessity, most programming was
local, and cooking shows, wrestling and cartoons took up most of the broadcast day.
The networks became true networks when AT&T finished laying a system of coaxial cables
from coast to coast. Coax – the now familiar cables the run from cable TV wall outlets to
today's tuners – has enough bandwidth, or electrical carrying capacity, to transmit hundreds
or even thousands of telephone calls as well as television signals.
In 1952 for the first time, television news was able to broadcast the Republican and
Democratic conventions live from Philadelphia to the rest of the nation. The importance of
that event for rural America went beyond the fact that rural residents knew in real time that
Dwight D. Eisenhower and Adlai Stevenson were running for President against each other.
TV signals that could reach into the most remote corners of the U.S. broke down the last
vestiges of isolation in rural America.
Common national carriage of popular TV shows, news and sports events meant that there was
a shared national experience. The day after major televised events, researchers found that
almost everyone was talking about the event. They weren't saying the same things, but there
was a sense of national dialog.
The visual and aural experience together that television allowed – especially after the advent
to color TV in early 60s – meant that regional cultural differences were ironed out. A more
generalized "American" culture co-opted regional subcultures.
Television familiarized rural residents with other regions making migration even more
appealing.
Between 1949 and 1969, the number of households in the U.S. with at least one TV set rose
from less than a million to 44 million. The number of commercial TV stations rose from 69 to
566. The amount advertisers paid these TV stations and the networks rose from $58 million to
$1.5 billion.

9

Between 1959 and 1970, the percentage of households in the U.S. with at least one TV went
from 88 percent to 96 percent. By 1970, there were around 700 UHF and VHF television
stations; today there are 1,300. By 1970, TV stations and networks raked in $3.6 billion in ad
revenues; today, that figure is over $60 billion.
Television programming has had a huge impact on American and world culture. Many critics
have dubbed the 1950s as the Golden Age of Television. TV sets were expensive and so the
audience was generally affluent. Television programmers knew this and they knew that
serious dramas on Broadway were attracting this audience segment. So, the producers began
staging Broadway plays in the television studios. Later, Broadway authors, like Paddy
Chayefsky, Reggie Rose and J. P. Miller wrote plays specifically for television. Their plays –
Marty, Twelve Angry Men, and Days of Wine and Roses, respectively – all went on to be
successful movies.
As the households with TVs multiplied and spread to other segments of society, more varied
programming came in. Situation comedies and variety shows were formats that were
borrowed from radio. Former vaudeville stars like Milton Berle, Sid Caesar and Jackie
Gleason found stardom after years of toiling on the stages. Ernie Kovacs was one of the first
comedians to really understand and exploit the technology of television and became a master
of the sight gag.
During the 50s, quiz shows became popular until a scandal erupted. For three years,
producers of "The $64,000 Question" supplied an appealing contestant with the answers to
tough trivia questions to heighten the drama.
During this time, many of the genres that today's audiences are familiar with were developed
– westerns, kids' shows, situation comedies, sketch comedies, game shows, dramas, news and
sports programming.
In the 1950s and 60s, television news produced perhaps some of its finest performances.
Edward R. Murrow exposed the tactics of innuendo and unsubstantiated charges that Sen.
Joseph McCarthy used to exploit the country's fear of Communism. The televised debates
between Kennedy and Nixon were credited with giving JFK a slim election victory.
Filmed coverage of the civil rights movement and live coverage of Martin Luther King's
March on Washington brought those issues into sharp focus.

10

When President Kennedy was assassinated on Friday, November 22, 1963, most Americans
immediately turned on television sets to get the news. The networks devoted days and days of
airtime to coverage of the tragedy, the funeral and the aftermath. Many Americans (who may
have come home from church early) were watching live coverage on Sunday morning
November 24, when they saw Jack Ruby kill the alleged assassin Lee Harvey Oswald.
Later, coverage of the Vietnam War was credited with, for the first time, bringing war into the
living rooms of citizens. When CBS News anchorman Walter Cronkite editorialized against
the war, Pres. Johnson was reported to have said, "If I've lost Cronkite, I've lost the country."
Within weeks, after also learning he had lost the support of key players on Wall Street,
Johnson decided not to run for re-election.
Yet, this was also a time of abundant escapism on television. Producers added science fiction
to the mix of genres on TV, perhaps in response to the NASA space program. This era
produced some of the most enduring reruns in television history. "Star Trek" is the prime
example.
In the midst of the turmoil of the 60s, it's fascinating that some of the most popular shows
were firmly set in a rural past that was fast disappearing – if, in fact, it ever existed.
In 1960, the "Andy Griffith Show" – with its small town sheriff, his son, his deputy and a cast
of stereotypical rural characters – was the fourth most popular show on television. It stayed in
the top ten every year until it reached number one in 1967.
Then came the "Beverly Hillbillies" in 1962. The premise was simple. Farmer Jed Clampett
discovers oil on his worthless land, packs up daughter Elly May, nephew Jethro, Granny, all
their belonging and millions of dollars and moves to California – in a scene that was eerily
reminiscent of photographs of Depression-era Okies moving to California.
The show was an inspired piece of silliness, produced by Paul Henning, a Midwesterner from
Missouri who spent 30 years in Hollywood mining his rural roots. The "Beverly Hillbillies"
shot up to number one in the ratings the first two years it was on the air, and stayed in the top
fifteen for most of the rest of the decade. Critics have called the show, "equal parts Steinbeck
and absurdism, the nouveau riche-out-of-water."
Producer Henning followed that up with "Petticoat Junction" from 1963-70 and "Green
Acres" from 1965-71. Both shows proved to be almost as popular. The petticoats in the first
show belonged the blonde, brunet and redheaded daughters – Billie Jo, Bobbie Jo and Betty
11

Jo – of Kate Bradley, the proprietress of the Shady Grove Hotel. The daughters gave the
writers ample opportunity for thinly veiled farmer's daughters jokes while the hotel's isolation
created a rural milieu that didn't exist in reality anymore.
"Green Acres" went even further into silliness. One fan web site, "Memorable TV," calls the
show, "a flat-out assault on Cartesian logic, Newtonian physics, and Harvard-centrist
positivism. Lawyer Oliver Wendell Douglas (Eddie Albert) and his socialite wife Lisa (Eva
Gabor) come to Hooterville in search of the greening of America and lofty Jeffersonian
idealism. What they discover instead is a virtual parallel universe of unfettered surrealism,
rife with gifted pigs, square chicken eggs, and abiogenetic hotcakes – a universe which Lisa
intuits immediately, and by which Oliver is constantly bewildered."
Beulah Gocke InterviewWilliam Luebbe InterviewBeulah Gocke (left) was one among many
rural residents who appreciated the inspired silliness of these shows. "They poked fun at us,"
she recognizes, "but that's part of a good personality, if you can laugh at yourself."
William Luebbe (right) points out that two of his sons have gone to college and one has a
doctorate degree. The TV shows "portrayed the farmers as being backward, uneducated
[people]. But that wasn't fair to the farmers." William has only owned two television sets in
his life.
Even critics at the time recognized the curious popularity of these rural shows. "A few TV
critics," reported Newsweek in 1969, "argue that many newly affluent Americans, bewildered
by the technological '60s, see themselves as bumbling hillbillies lost in suburbia."
"Petticoat Junction" was cancelled in 1970 after the show's star, Bea Benaderet playing Kate,
died of cancer. Despite continued good ratings, the "Beverly Hillbillies" and "Green Acres"
were cancelled the next year when CBS decided it needed to attract a more youthful Baby
Boomer audience. Instead, the network began to produce such shows as "M*A*S*H," "All in
the Family" and "The Mary Tyler Moore Show."
(http://www.livinghistoryfarm.org/farminginthe50s/life_17.html)

The Impact of Television
Did television have a negative effect on America? Did it destroy the sense of community,
discourage reading, shorten attention spans, promote violence, or turn citizens into passive
12

consumers? The debate began almost immediately during the Fifties and has continued down
to the present without reaching any definitive answer. Television probably reflected rather
than influenced its audience. The majority of Americans were not interested in social ferment
during the decade. They wanted to see people on television who were like them—or like what
they hoped to be.

Certainly television had its effects. The movie industry was put on the defensive. Studios
scrambled tried to wow audiences with an experience they couldn't get on the small screen.
Cinerama, introduced in 1952, used three projectors to create an ultra-wide-screen viewing
experience. In 1953, 3-D movies enjoyed a brief vogue. Movies began to feature lavish sets
and panoramic scenes. Biblical extravaganzas became popular—The Ten Commandments in
1956 and Ben Hur in 1959 were both huge hits.

In 1961, Newton Minow, chairman of the Federal Communications Commission, said that
television had become a "vast wasteland."47 He was pointing to the endless soap operas,
unsophisticated comedies, and Westerns that appeared on the "boob tube." But because of
television, people across the country had something in common—they all watched I Love
Lucy and Ed Sullivan and Gunsmoke—and some analysts argued that this helped pull the
country together. Citizens could watch political conventions, hear presidential speeches, and
follow local sports teams without leaving their living rooms. Television helped sell the
products that kept the economy moving ahead. And above all, it entertained. People watched
it because they found it an enjoyable way to spend their time.
(http://www.shmoop.com/1950s/culture.html)
Television, too, had a powerful impact on social and economic patterns. Developed in the
1930s, it was not widely marketed until after the war. In 1946 the country had fewer than
17,000 television sets. Three years later consumers were buying 250,000 sets a month, and by
1960 three-quarters of all families owned at least one set. In the middle of the decade, the
average family watched television four to five hours a day. Popular shows for children
included Howdy Doody Time and The Mickey Mouse Club; older viewers preferred situation
comedies like I Love Lucy and Father Knows Best. Americans of all ages became exposed to
increasingly sophisticated advertisements for products said to be necessary for the good life.
13

(http://www.let.rug.nl/usa/outlines/history-1994/postwar-america/the-postwar-economy1945-1960.php)
TV was an important leisure activity, of course. Families gathered to watch the first
popular sitcoms (such as "I Love Lucy"), variety and drama shows ("Texaco Star
Theatre"), quiz shows ("You Bet Your Life"), and late in the decade, westerns
("Gunsmoke," "Wagon Train," "Have Gun-Will Travel"). Studios released many
acclaimed films, from "An American in Paris" to "Rebel Without a Cause." But TV
threatened the movie business, and studios and theaters tried to attract crowds by introducing
novelty technologies such as 3D, stereoscope and Cinemascope. While moviegoers continued
to buy tickets to watch actors such as Marlon Brando ("A Streetcar Named Desire," "On the
Waterfront") and Charlton Heston ("The Ten Commandments," "Ben-Hur"), movies lost
ground.
Readers in the 1950s enjoyed the works of Herman Wouk, James Jones, James Michener,
Frank Yerby and Norman Vincent Peale. Russian novelists Boris Pasternak and Vladimir
Nabokov also made a mark on the best-seller lists. In music, the sorts of crooners who had
success in the 1940s remained favorites in the early 1950s, with Patti Page, Nat King Cole,
Tony Bennett and Rosemary Clooney topping the charts. But by the mid-1950s, these artists
began to give way to rock 'n' roll acts such as Bill Haley and the Comets, Fats Domino and,
of course, the King, Elvis Presley.
(http://adage.com/article/75-years-of-ideas/1950s-tv-turns-america/102703/)
TV and the American family
In the 1950s, television was considered a form of family entertainment. Most American
homes only had one TV set, and many families would gather around it in the evening to
watch programs together. Recognizing this trend, the networks produced programs that
were suitable for a general audience, such as variety shows and family comedies. From
the beginning, fictional TV families have often reflected—and sometimes influenced—the
real lives of American families.
TV families of the early 1950s showed some diversity, although they did not represent all
American lifestyles. There were traditional, nuclear families composed of parents and
children, for instance, as well as childless married couples and extended families living
together under one roof. Some TV families lived in cities, while others lived in suburbs or
14

rural areas. But the only ethnic families shown on TV were recent immigrants from European
countries such as Ireland or Italy. TV programs did not feature African American or Hispanic
families until the 1970s.
By the late 1950s, the increasing popularity of situation comedies (sitcoms) started to
make TV families more alike. Most sitcoms featured white, middle-class, nuclear
families living in the suburbs. Popular programs such as The Donna Reed Show, Leave
It to Beaver, and Father KnowsBest presented idealized views of suburban families led
by a patient, hardworking father. The typical role of women in these shows was as a
stay-at-home wife and mother who cooks, cleans the house, cares for the children, and
provides constant support to her husband.
During the 1960s, as American women started to break out of traditional roles and seek
greater independence and freedom, more TV shows featured different types of families. A
number of TV families were led by single fathers, in such shows as My Three Sons, The
Andy Griffith Show, Family Affair, and Bonanza. Since divorce was not widely considered
socially acceptable at the time, though, these single fathers were almost always widowers
(husbands whose wives had died).
The 1970s was a decade of social change in the United States, with the civil rights movement
and feminist movement much in the news. (The civil rights movement sought to secure equal
rights and opportunities for African Americans, while the feminist movement sought to
secure equal rights and opportunities for women.) The portrayal of family life on television
became more diverse during this period. Some TV shows featured working-class families,
such as All in the Family, and others featured single, working women whose co-workers
served the function of a family, such as The Mary Tyler Moore Show. Landmark TV
programs such as The Jeffersons and Good Times focused on African American families for
the first time. Television also continued to provide sentimental portrayals of nuclear and
extended families in programs such as Little House on the Prairie and The Waltons.
Some of the most popular TV programs of the 1980s were prime-time soap operas about
wealthy, powerful families. Shows such as Dallas and Dynasty presented views of a
luxurious, upper-class lifestyle. But the families at the center of these dramas had all sorts of
emotional and relationship problems. During the 1990s, television programs in general began
15

featuring more dysfunctional families—from the real-life family feuds on shocking daytime
talk shows to the family conflicts on sitcoms such as Roseanne and The Simpsons. At the
same time, many cable TV channels attracted viewers by showing reruns of old shows, such
as Leave It to Beaver and The Brady Bunch, that provided a comforting view of family life in
the 1950s and 1960s.
By the 2000s, there were different cable TV channels for every member of a family. Most
American homes had at least two TV sets, so families were not as likely to watch television
together. Increasingly, the members of a family watched different shows, ones suited to their
gender, age group, and interests. Some critics argued that these television viewing patterns
had a negative impact on families. They said that separate TV viewing prevented family
members from spending time together and engaging in special activities and rituals that
created strong family bonds. In addition to reflecting family life in the United States,
therefore, television also changed it.
(http://www.encyclopedia.com/arts/news-wires-white-papers-and-books/televisions-impactamerican-society-and-culture)
Jurnal:
The baby boom and its explanation, Frank D. Bean
The American baby boom in historical perspective, Richard Easterlin
The studios move into prime time: Hollywood and the television industry in the 1950’s,
William Boddy
Website:
https://www.khanacademy.org/humanities/us-history/postwarera/postwar-era/a/the-babyboom,
http://www.encyclopedia.com/social-sciences-and-law/sociology-and-socialreform/sociology-general-terms-and-concepts/baby-boom
http://www.encyclopedia.com/arts/news-wires-white-papers-and-books/televisions-impactamerican-society-and-culture
http://adage.com/article/75-years-of-ideas/1950s-tv-turns-america/102703/

16