BAB I DAN BAB 5

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan modal yang sangat penting dalam proses
pembangunan. Melalui dunia pendidikan kualitas yang dimiliki oleh seseorang
tentunya akan lebih meningkat tidak hanya dari segi intelektual saja tetapi juga
melatih emosional dan spiritual. Secara tidak langsung seseorang yang memiliki
pendidikan yang tinggi dengan sendirinya akan mengangkat drajat orang tersebut
di dalam lapisan masyarakat. Begitu pentingnya dunia pendidikan ini di berbagai
kalangan masyarakat luas, khususnya Indonesia.Indonesia adalah negara yang
berhasil merdeka karena salah satu faktornya yakni pendidikan. Pendidikan
mampu membawa bangsa ini lepas dari belenggu penjajahan yang bertahan
ratusan tahun lamanya. Pendidikan di Indonesia memang mengalami situasi yang
terus berkembang. Hal ini dapat kita lihat melalui perkembangan kurikulum yang
berlaku di Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga saat ini.
Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa
Matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik,
Matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan
dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih
berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Sementara Reys,

dkk. (1984) mengatakan bahwa Matematika adalah telaah tentang pola dan
hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.

1

Berdasarkan pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa ciri yang sangat penting
dalam Matematika adalah disiplin berpikir yang didasarkan pada berpikir logis,
konsisten, inovatif dan kreatif.
Matematika

berfungsi

mengembangkan

kemampuan

menghitung,

mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus Matematika yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan geometri, aljabar, peluang

dan

statistik,

kalkulus

dan

trigonometri.

Matematika

juga

berfungsi

mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model
Matematika yang dapat berupa kalimat Matematika dan persamaan Matematika,
diagram, grafik atau tabel.
Berdasarkan hasil ulangan harian yang dilakukan guru di kelas X.1 SMA

Negeri 2

Babat Supat nilai Matematika selalu rendah sehingga guru harus

mengubah strategi belajar agar nilai tersebut dapat mencapai nilai yang
diharapkan. Hal ini penulis buktikan pada saat penulis memberikan ulangan
harian siswa pada semester ganjil. Rendahnya hasil belajar Matematika dapat
diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain ketidakmampuan guru menggunakan
srategi/pendekatan yang lebih cocok daam mengajarkan konsep sehingga
menyebabkan kesulitan bagi siswa-siswa dalam memahami konsep Matematika.
Setelah dicoba dengan berbagai metode ternyata kemampuan siswa dalam
memahami konsep Matematika tidak seperti yang diharapkan. Berdasarkan
kondisi yang demikian maka perlu dikembangkan model pembelajaran yang dapat
meningkatkan hasil belajar mereka, mengerti, berpartisipasi aktif, bekerja
memecahkan

masalah,

menemukan


sesuatu

2

untuk

dirinya

dan

saling

mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya serta dapat membantu temanteman yang rendah prestasinya. Hal ini dapat diwujudkan secara intensif dengan
menerapkan suatu model pembelajaran yang tepat, yaitu dengan diterapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stay (TSTS).
Model TSTS “Dua tinggal dua tamu” dikembangkan oleh Spencer Kagan
1992 dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered
Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi
kepada kelompok lain. Kelebihan dalam model TSTS kecenderungan belajar siswa

menjadi lebih bermakna, lebih berorientasi pada keaktifan, siswa akan berani
mengungkapkan pendapatnya, menambah kekompakan dan rasa percaya diri
siswa. Oleh karena itu penulis tertarik meneliti dengan judul “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Siswa Kelas X.1 SMA Negeri 2
Babat Supat”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini
yaitu, “bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe Two Stay
Two Stray (TSTS) dalam meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas X.1
SMA Negeri 2 Babat Supat?”.

3

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan
hasil belajar Matematika siswa kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat dengan
diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS).


D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk
meningkatkan proses pembelajaran di SMA Negeri 2 Babat Supat.
b. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam
melakukan penelitian yang sejenis.
c. Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam
membuat kebijakan tentang peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah,
melalui pelatihan bagi guru tentang media pembelajaran untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
d. Bagi siswa, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan keaktifan dalam
proses pembelajaran dengan mempergunakan media pembelajaran benda
asli, karena suasana pembelajaran menyenangkan, motivasi belajar siswa
meningkat, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar
siswa.

BAB II
4

KAJIAN PUSTAKA


A. Kajian Teori
1. Tinjauan Tentang Belajar
Dalam proses pembelajaran terjadi dua peristiwa yaitu belajar dan
mengajar. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Belajar mengarah pada apa yang harus dilakukan siswa
sebagai subjek yang menerina pelajaran, sedangkan mengajar mengarah pada apa
yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.
Belajar secara umum dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku
akibat interaksi individu dengan lingkungan, sebagaimana dikemukakan oleh
Hamalik (2004:20) bahwa “Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
individu melalui interaksi dengan lingkungan”.
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku yang bersifat internal (datang dari dalam diri) sebagai
hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya, guna untuk memenuhi
kebutuhan hidup, baik fisik maupun mental spiritual. Proses perubahan perilaku
itu ada yang disengaja, direncanakan dan ada yang terjadi karena proses
kematangan. Proses yang disengaja dan direncanakan itulah yang disebut dengan
proses belajra. Perubahan-perubahan tingkah laku tersebut dapat dilihat dari
perubahan-perubahan pengetahuan, keterampilan, kecakapan, kebiasaan sikap dan

perilaku.

5

Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses membuat orang belajar, dari
tidak mengenal sesuatu menjadikan orang itu mengenal. Tujuannya adalah
membantu orang belajar, atau manipulasi lingkungan sehingga member
kemudahan bagi orang yang belajar. Menurut Depdiknas (2004:6), bahwa
“Pembelajaran juga didefenisikan sebagai suatu rangkaian kejadian, peristiwa,
kondisi yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi pelajar, sehingga
proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah”.
Disini siswa dianggap sebagai subjek yang berkembang melalui
pengalaman belajar, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator
belajar siswa, artinya guru dianggap sebagai penggerak proses belajar yang
bersifat eksternal (pengaruh dari luar diri siswa). Untuk dapat melaksanakan tugas
mengajar dengan baik, guru diharapkan memiliki kemampuan professional seperti
mengelola kelas, memotivasi siswa dalam proses pembelajaran, dan pemilihan
model pembelajaran yang tepat sehingga menjadikan siswa aktif dalam proses
pembelajaran yang sedang berlangsung.


2. Hakikat Pembelajaran Matematika
Mengetahui Matematika adalah melakukan Matematika. Dalam belajar
Matematika perlu untuk menciptakan situasi-situasi di mana siswa dapat aktif,
kreatif dan responsif secara fisik pada sekitar. Untuk belajar Matematika siswa
harus membangunnya untuk diri mereka. hanya dapat dilakukan dengan
eksplorasi,

membenarkan,

menggambarkan,

mendiskusikan,

menguraikan,

menyelidiki, dan pemecahan masalah (Countryman, 1992: 2). Selanjutnya Goldin

6

(Sri Wardhani, 2004: 6) Matematika dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam

pembelajaran Matematika, pengetahuan Matematika harus dibangun oleh siswa.
Pembelajaran Matematika menjadi lebih efektif jika guru memfasilitasi siswa
menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran
bermakna.
Dalam pembelajaran Matematika, konsep yang akan dikonstruksi siswa
sebaiknya dikaitkan dengan konteks nyata yang dikenal siswa dan konsep yang
dikonstruksi

siswa

ditemukan

sendiri

oleh

siswa.

Menurut


Freudental

(Gravemeijer, 1994: 20) Matematika merupakan aktivitas insani (human
activities) dan pembelajaran Matematika merupakan proses penemuan kembali.
Ditambahkan oleh de Lange (Sutarto Hadi, 2005: 19) proses penemuan kembali
tersebut harus dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia
real. Masalah konteks nyata (Gravemeijer,1994: 123) merupakan bagian inti dan
dijadikan starting point dalam pembelajaran Matematika. Konstruksi pengetahuan
Matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam
proses yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided
reinvention).
Pembelajaran Matematika sebaik dimulai dari masalah yang kontekstual.
Sutarto Hadi (2006: 10) menyatakan bahwa masalah kontekstual dapat digali dari:
(1) situasi personal siswa, yaitu yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari
siswa, (2) situasi sekolah/akademik, yaitu berkaitan dengan kehidupan akademik
di sekolah dan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran siswa, (3) situasi
masyarakat, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat

7

sekitar siswa tinggal, dan (4) situasi saintifik/matematik, yaitu yang berkenaan
dengan sains atau Matematika itu sendiri.
Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar Matematika,
Freudenthal (Van den Heuvel, 1996: 11) menyebutkan dua jenis matematisasi,
yaitu

matematisasi

horizontal

dan

vertikal

dengan

penjelasan

sebagai

berikut “Horizontal mathematization involves going from the world of life into
the world of symbol, while vertical mathematization means moving within the
world of symbol”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa matematisasi
horizontal meliputi proses transformasi masalah nyata/sehari-hari ke dalam bentuk
simbol, sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi dalam
lingkup simbol Matematika itu sendiri.
Gravemeijer (1994: 93) mengemukakan bahwa dalam proses matematisasi
horizontal, siswa belajar mematematisasi masalah-masalah kontekstual. Pada
mulanya siswa akan memecahkan masalah secara informal (menggunakan bahasa
mereka sendiri). Kemudian setelah beberapa waktu dengan proses pemecahan
masalah yang serupa (melalui simplifikasi dan formalisasi), siswa akan
menggunakan bahasa yang lebih formal dan diakhiri dengan proses siswa akan
menemukan suatu algoritma. Proses yang dilalui siswa sampai menemukan
algoritma disebut matematisasi vertikal.
Menurut Sutarto Hadi (2005: 21) dalam matematisasi horizontal, siswa
mulai dari masalah-masalah kontekstual mencoba menguraikan dengan bahasa
dan simbol yang dibuat sendiri oleh siswa, kemudian menyelesaikan masalah
kontekstual tersebut. Dalam proses ini, setiap siswa dapat menggunakan cara

8

mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan siswa yang lain, sedangkan dalam
matematisasi vertikal, siswa juga mulai dari masalah-masalah kontekstual, tetapi
dalam jangka panjang siswa dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat
digunakan untuk meyelesaiakan masalah-masalah sejenis secara langsung, tanpa
menggunakan

bantuan

konteks.

Contoh

matematisasi

horizontal

adalah

pengidentifikasian, perumusan, dan pemvisualisasian masalah dengan cara-cara
yang berbeda oleh siswa. Contoh matematisasi vertikal adalah presentasi
hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan model
Matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model
Matematika dan penggeneralisasian.
Zulkardi (2006: 6) menyatakan pembelajaran seharusnya tidak diawali
dengan sistem formal, melainkan diawali dengan fenomena di mana konsep
tersebut muncul dalam kenyataan sebagai sumber formasi konsep. Menurut de
Lange (1987: 2) proses pengembangan konsep-konsep dan ide-ide Matematika
berawal dari dunia nyata dan pada akhirnya merefleksikan hasil-hasil yang
diperoleh dalam Matematika kembali ke dunia nyata.
Berdasarkan uraian di atas maka secara umum Hakekat Pembelajaran
Matematika sebagai berikut:


Matematika pelajaran tentang suatu pola/ susunan dan hubungan



Matematika adalah cara berfikir



Matematika adalah bahasa



Matematika adalah suatu alat



Matematika adalah suatu seni

9

3. Hasil Belajar Matematika
Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar.
Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi
lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada
hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut
Poerwodarminto (1991: 768), Hasil belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan,
dikerjakan), dalam hal ini Hasil belajar merupakan hasil pekerjaan, hasil
penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta perjuangan
yang membutuhkan pikiran.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa hasil belajar yang
dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah
siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat
diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk
mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan
oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru
dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sejalan dengan hasil belajar, maka dapat diartikan bahwa hasil belajar
Matematika
langsung/aktif

adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara
seluruh

potensi

yang

dimilikinya

baik

aspek

kognitif

(pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar
mengajar Matematika .

10

4. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
yang menekankan kerja sama antara siswa dalam kelompok, dengan saling
mendiskusikan suatu konsep antara siswa dengan temannya akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep tersebut. Pembelajaran kooperatif bercirikan
siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen berdasarkan
perbedaan kemampuan akedemik, jenis kelamin dan etnis dengan jumlah anggota
kelompok dalam satu kelompok terdiri atas empat sampai enam orang.
Ciri pembelajaran kooperatif adalah siswa belajar dalam kelompokkelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda, dalam menyelesaikan
tugas kelompok setiap anggota kelompok saling bekerja sama dan membantu
untuk memahami suatu materi pembelajaran. Pembelajaran kooperatif mengajak
siswa untuk belajar saling menghargai antar dan sesama, mencoba untuk saling
memberi pengetahuan, mencoba mendapatkan sendiri hasil dari demonstrasi dan
diskusinya.
Johnson dalam Nur (2008:8) mengemukakan lima unsur dasar yang
terdapat dalam struktur pembelajaran kooperatif, yaitu : ”1) saling ketergantungan
positif, 2) tanggung jawab perorangan, 3) tatap muka, 4) komunikasi antar
anggota, dan 5) evaluasi proses kelompok”.
Pembagian siswa dalam pengajaran kelompok kecil menurut Joice dalam
Dimyati dan Mudjiono (2002:166), ada beberapa manfaatnya yaitu :
a. Memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
secara rasional.

11

b. Mengembangkan sikap sosial dan semangat gotong
royong dalam kehidupan.
c. Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar
sehingga tipa kelompok merasa diri sebagai bagian
kelompok yang bertanggung jawab.
d. Mengembangkan
kemampuan,
kepemimpinan,
keterampilan pada tiap anggota kelompok dalam
pemecahan kelompok.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari
keterampilan-keterampilan

khusus

yang

disebut

keterampilan

kooperatif.

Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan
tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan
komunikasi antar anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan
membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan berlangsung.
Dengan

demikian

melalui

pembelajaran

kooperatif

siswa

dapat

memperoleh keterampilan berlatih disiplin, tanggung jawab dan saling
menghormati, serta dengan sendirinya siswa akan aktif dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran kooperatif ini banyak jenisnya dan diharapkan
kepada guru untuk dapat memilih tipe atau model yang cocok pada bidang studi
yang akan di ajarkan kepada siswa.
Ada beberapa variasi model pembelajaran kooperatif menurut Lufri
(2006:51) yaitu : ”1) Student Teams Achievement Division (STAD), 2) Jigsaw, 3)
Group Investigation (GI), 4) Think-Pair-Share dan 5) Numbered-Head-Together
6) Two Stay Two Stray (TSTS).

12

Pemilihan model pembelajaran yang tepat sangat penting dalam proses
pembelajaran karena tidak semua materi pelajaran cocok pada satu model
pembelajaran. Penulis tertarik memilih model pembelajaran Kooperatif tipe Two
Stay Two Stray (TSTS). Selain merupakan salah satu model pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana, juga model TSTS ini cocok untuk mata
pelajaran Matematika mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, seperti
yang dikemukan oleh Nur (2008:53) bahwa ”TSTS telah digunakan dalam
berbagai macam mata pelajaran dari Matematika, Bahasa dan Ilmu-Imu Sosial
mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi”.

4. Model Two Stay Two Stray (TSTS)
a. Pengertian Model Two Stay Two Stray
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan
pertama kali oleh Spencer Kagan (1990). Dengan struktur kelompok kooperatif
seperti Two Stay Two Stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap
kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.
Adapaun struktur kelompok model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay
Two Stray adalah sebagai berikut:
 Heterogen
Setiap kelompok terdiri dari siswa dengan latar belakang beragam,
baik kemampuan akademis, jenis kelamin, maupun status sosial.
 Jumlah Siswa

13

Jumlah siswa di dalam sebuah kelompok koperatif tipe ini terdiri
atas 4 – 5 orang siswa
 Siapa Tinggal, Siapa Berpencar?
Di dalam kelompok siswa akan menentukan siapa yang akan
tinggal (stay) dan siapa yang akan berpencar (Stray)
b. Langkah-langkah Two Stay Two Stray
Adapun langkah-langkah pelaksanaan / implementasi Model Pembelajaran
Kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut:
1. Pembagian kelompok. Pada langkah ini guru membagi siswa dalam
kelompok-kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 4 sampai 5
siswa.
2. Pemberian tugas. Di langkah kedua ini guru memberikan sub pokok
bahasan tertentu atau tugas-tugas tertentu kepada setiap kelompok untuk
dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.
3. Diskusi: Siswa mengerjakan tugas. Pada kegiatan ini siswa-siswa di
dalam setiap kelompok bekerja sama untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh guru.
4. Tinggal atau berpencar? Setelah setiap kelompok selesai mengerjakan
tugas yang diberikan maka setiap kelompok menentukan 2 anggota yang
akan stay (tinggal) dan 2 anggota yang akan Stray (berpencar) ke
kelompok lain.

14

Struktur kelompok model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray
5. Berbagi. Pada langkah kelima ini, semua siswa saling berbagi apa yang
telah mereka kerjakan untuk menyelesaikan tugas dari guru (catatan: siswa
pada langkah ini saling menjelaskan, presentasi, bertanya, dan melakukan
konfirmasi, lalu mencatat apa-apa yang didapatnya dari kelompok lain).
Dua anggota kelompok yang tinggal di dalam kelompok bertugas
membagi informasi dan hasil kerja mereka kepada 2 orang tamu dari
kelompok lain yang akan berkunjung ke kelompok mereka.
6. Diskusi kelompok. Tahap selanjutnya adalah semua anggota kelompok
kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka
temukan dari kelompok lain.

15

7. Diskusi kelas. Setiap kelompok kemudian membandingkan dan
membahas hasil pekerjaan mereka semua dalam sebuah diskusi kelas
dengan fasilitasi oleh guru.
c. Kelebihan dan Kelemahan Two Stay Two Stray
Adapun kelebihan-kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two
Stay Two Stray adalah sebagai berikut:
 Implementasi
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dapat
diimplementasikan untuk berbagai kelas atau tingkatan usia.
 Belajar Bermakna
Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna memberikan
kesempatan terhadap siswa untuk membentuk konsep secara mandiri
dengan cara-cara mereka sendiri dan melalui metode-metode pemecahan
masalah.
 Siswa Aktif
Implementasi model pembelajaran kooperatif ini tentu saja dapat membuat
siswa aktif. Bila siswa belum terbiasa, memang pembelajaran serasa
macet, tetapi bila telah beberapa kali dilaksanakan maka jalannya akan
lebih mulus, karena setiap siswa mempunyai hasil dan tanggung jawab
masing-masing untuk kelompoknya.

 Meningkatkan Motivasi Belajar

16

Dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray ini guru dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, karena setiap
siswa mempunyai tanggung jawab belajar, baik untuk dirinya sendiri
maupun kelompoknya. Hal ini tampak sekali pada saat mereka saling
bertukar informasi.
 Bertukar Informasi
Saat siswa berpencar, maka setiap anggota kelompok akan saling bertukar
informasi dengan kelompok lain. Setiap kelompok akan mendapatkan
informasi sekaligus dari dua kelompok yang berbeda (karena dua orang
yang berpencar pergi ke kelompok yang berbeda), begitupun bagi siswa
yang tinggal, juga akan mendapatkan informasi dari 2 tamu yang datang
dari 2 kelompok yang berbeda. (Perhatikan gambar skema struktur
kelompok model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray di atas
agar pertukaran informasi terbentuk dari banyak arah).
 Hasil Belajar dan Daya Ingat
Karena semua siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, dan semua anggota
kelompok diharuskan melaporkan hasil-hasil kunjungannya ke kelompok
lain (bagi siswa yang berpencar/ Stray) dan hasil-hasil yang diperoleh saat
kunjungan tamu di kelompok mereka (bagi siswa yang tinggal / stay),
maka dapat memberikan efek peningkatan hasil belajar dan daya ingat.
 Kreativitas
Siswa yang tinggal di dalam kelompok (stay) mempunyai kesempatan
untuk meningkatkan kreativitas, misalnya berkaitan dengan bagaimana

17

cara mereke menyajikan hasil kerja kelompok mereka kepada tamu
(anggota kelompok lain) yang berkunjung ke kelompoknya.

 Melatih Berpikir Kritis
Dengan membandingkan hasil pekerjaan kelompoknya dengan pekerjaan
kelompok lain, guru berarti telah memberikan kesempatan kepada siswa
untuk meningkatkan kemapuan berpikir kritis, di mana mereka akan
mencoba mencermati pekerjaan orang lain dan pekerjaan kelompoknya.
 Memudahkan Guru
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dapat membantu
guru dalam pencapaian pembelajaran, karena langkah pembelajaran
kooperatif mudah diterapkan di sekolah dan dengan bantuan siswa-siswa
guru mendapat tambahan tenaga berupa tutor sebaya saat seorang anggota
kelompok bertukar informasi, mengkonfirmasi, presentasi, dan bertanya
kepada anggota kelompok lainnya.
Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah:
a. Membutuhkan waktu yang lama
b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan
tenaga)
d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model TSTS, maka
sebelum pembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk

18

kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan
kemampuan akademis. Berdasarkan sisi jenis kelamin, dalam satu kelompk harus
ada siswa laki-laki dan perempuannya. Jika berdasarkan kemampuan akademis
maka dalam satu kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis
tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok
kemampuan akademis kurang. Pembentukan kelompok heterogen memberikan
kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan
pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan
akademis tinggi yang diharapkan bisa membantu anggota kelompok yang lain.

B. Penelitian Yang Relevan
Arif, Bahrul. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay
Two Stray (TSTS) untuk Meningkatkan Aspek Kognitif dan Aspek Afktif
SiswaKelas VII D SMP Negeri 1 Singosari. Model pembelajaran Two Stay Two
Stray (TSTS) dapat meningkatkan aspek kognitif dan aspek afektif siswa dengan
cara memberikan suasana belajar diskusi yang menyenangkan, kesempatan
kepada siswa untuk belajar aktif melakukan pertukaran informasi dan materi
dengan sesama teman, menyampaikan gagasan kepada teman, menyampaikan
jawaban dan pertanyaan terhadap permasalahan diskusi, serta membutuhkan
kerjasama dalam kelompok.
Zainahar Hutapea, 2015 . Penerapan Model Pembelajaran Two Stay Two
Stray Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ekonomi Di SMA Swasta
Parulian 2 Medan Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian ini bertujuan untuk

19

mengetahui peningkatan hasil belajar ekonomi siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Two Stay Two Stray di kelas X IPS SMA Swasta Parulian 2 Medan.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang
dilakukan dalam 2 siklus. Subjek penelitian ini adalah kelas X IPS dengan jumlah
siswa 40 orang dan objeknya adalah model pembelajaran Two Stay Two Stray.
Teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan tes dan observasi. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa
terjadi peningkatan yang signifikan dari hasil belajar siswa dengan menggunakan
model pembelajaran Two Stay Two Stray. Pada siklus I ketuntasan belajar secara
individual diperoleh 27 orang atau 67,5% yang memperoleh nilai minimal 75.
Dan pada siklus II ketuntasan belajar secara individual diperoleh 35 orang atau
87,5% yang memperoleh nilai minimal 75. Dengan demikian terjadi peningkatan
hasil belajar sebesar 20% secara individu. Dapat disimpulkan bahwa penerapan
model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat meningkatkan hasil belajar
ekonomi siswa kelas X IPS di SMA Swasta Parulian 2 Medan Tahun Pelajaran
2014/2015. Hal ini terlihat dari peningkatan hasil belajar ekonomi siswa yang
signifikan dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Berarti
model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat dijadikan sebagai alternatif dalam
pembelajaran ekonomi.
Ni Wayan Sri Mahyuni, 2015. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap Hasil Belajar Kimia Kelas
XI IPA SMA Negeri 1 Selemadeg ditinjau dari Gaya Berpikir. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

20

TSTS terhadap hasil belajar kimia ditinjau dari gaya berpikir. Penelitian
dilaksanakan di SMA Negeri 1 Selemadeg dengan desain eksperimen post-test
only control group faktorial 2x2. Dari subyek 120 orang siswa kelas XI IPA,
semuanya sebagai responden kelompok eksperimen dan kontrol melalui teknik
random sampling. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan konvensional
sebagai variabel bebas, gaya berpikir sebagai variabel moderator dan hasil belajar
kimia sebagai variabel terikat. Test gaya berpikir dan tes hasil belajar sebagai
instrumen pengumpulan data. Data dianalisis dengan ANAVA dua jalur dan uji
Tukey.

C. Kerangka Berpikir
Pengaruh pemberian tindakan kelas melalui pembelajran kooperatif
tipe TSTS terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Matematika dapat
dilihat pada bagan kerangka konseptual berikut ini :

PBM

Sebelum diberi tindakan melalui
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay
Two Stray hasil belajar siswa rendah

Diberi tindakan melalui pembelajaran
Kooperatif tipe Stay two Stray

Hasil belajar siswa meningkat
21

Skema 2.1 Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan
hasil belajar Matematika siswa kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat.

22

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian tindakan kelas (PTK)
atau disenut juga dengan Clasroom Action Research. Menurut Santyasa
(2007:5) PTK merupakan “Prosedur penelitian di kelas yang dirancang untuk
menanggulangi masalah nyata yang dialami guru berkaitan dengan siswa di
kelas itu”.

B. Setting Penelitian
1. Tempat Dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat,
yaitu pada semester Genap tahun pelajaran 2014/2015 selama 3 bulan yaitu
pada Januari-Maret tahun 2015.
2. Subjek penelitian
Subjek penelitian yaitu siswa kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat
yang berjumlah 34 siswa. Pihak yang terlibat yaitu penulis sebagai guru kelas
yang mengajar di kelas X.1 pada mata pelajaran Matematika pada pokok
bahasan memahami pernyataan dalam matematika dan ingkaran atau
negasinya, dan ditambah satu orang guru yang berfungsi sebagai kolaborator

23

(melakukan pengamatan perkembangan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam
lembar observasi).

C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua (2) siklus yang masing-masing
siklus terdiri dari 2 kali pertemuan. Setiap siklus dilakukan langkah-langakah
kegiatan mulai dari perencanaan (planning), tindakan (action), observasi
(observation) dan diakhiri dengan refleksi (reflection).
a. Perencanaan
1) Menentukan jadwal penelitian
2) Menetapkan materi yang akan disampaikan kepada siswa dengan
menggunakan pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS
3) Mempersiapkan perangkat pembelajaran yaitu Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
4) Mempersiapkan pembagian kelompok siswa
5) Mempersiapkan tes formatif hasil belajar siswa
b. Tindakan
1) Pendahuluan
a. Guru mengecek kehadiran siswa
b. Guru memotivasi agar siswa berminat belajar
c. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran
d. Guru menjelaskan materi pelajaran
2) Kegiatan inti

24

1. Pembagian kelompok. Pada langkah ini guru membagi siswa dalam
kelompok-kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 5 siswa.
2. Pemberian tugas. Di langkah kedua ini guru memberikan sub
pokok bahasan tertentu atau tugas-tugas tertentu kepada setiap
kelompok

untuk

dibahas

bersama-sama

dengan

anggota

kelompoknya masing-masing.
3. Diskusi: Siswa mengerjakan tugas. Pada kegiatan ini siswa-siswa
di dalam setiap kelompok bekerja sama untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru.
4. Tinggal atau berpencar? Setelah setiap kelompok selesai
mengerjakan tugas yang diberikan maka setiap kelompok
menentukan 2 anggota yang akan stay (tinggal) dan 2 anggota yang
akan Stray (berpencar) ke kelompok lain.
5. Berbagi. Pada langkah kelima ini, semua siswa saling berbagi apa
yang telah mereka kerjakan untuk menyelesaikan tugas dari guru
(catatan: siswa pada langkah ini saling menjelaskan, presentasi,
bertanya, dan melakukan konfirmasi, lalu mencatat apa-apa yang
didapatnya dari kelompok lain). Dua anggota kelompok yang
tinggal di dalam kelompok bertugas membagi informasi dan hasil
kerja mereka kepada 2 orang tamu dari kelompok lain yang akan
berkunjung ke kelompok mereka.

25

6. Diskusi kelompok. Tahap selanjutnya adalah semua anggota
kelompok kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa
yang mereka temukan dari kelompok lain.
7. Diskusi kelas. Setiap kelompok kemudian membandingkan dan
membahas hasil pekerjaan mereka semua dalam sebuah diskusi
kelas dengan fasilitasi oleh guru secara bersama-sama.
3) Penutup
a. Guru memberikan kuis secara individu setelah materi selesai
b. Guru memberikan tugas rumah (PR) yang berhubungan dengan
pembelajaran yang telah dipelajari dan membuat rangkuman
materi.
c. Observasi
Observasi terhadap proses pembelajaran berlangsung dilakukan
oleh peneliti dan dibantu oleh seorang observer.
d. Refleksi
Tahap ini merupakan suatu upaya untuk mengkaji apa yang telah
terjadi, yang telah dihasilkan, apa yang belum dihasilkan, dan apa yang
belum tuntas dari langkah atau upaya yang telah dilakukan. Dengan kata
lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan
pencapaian tujuan, yang kemudian dilakukan perenungan. Hasil
perenungan tersebut dijadikan acuan dalam pelaksanaan siklus II.
Penelitian yang dilakukan dikatakan berhasil apabila aktivitas yang
diamati menunjukkan peningkatan.

26

D. Alat Pengumpul Data
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan maka digunakan alat
pengumpul data sebagai berikut :
1. Lembaran observasi
Lembaran observasi digunakan untuk mencatat segala bentuk perilaku
siswa pada saat tindakan diberikan.
2. Tes hasil belajar
Tes dilaksanakan antara lain dalam bentuk :
-

Pre test, yaitu tes yang dilaksanakan sebelum diberikan perlakuan
terhadap siswa dalam proses pembelajaran.

-

Kuis, yaitu tes yang dilaksanakan pada akhir setiap proses
pembelajaran.

-

Ulangan harian, yaitu tes yang digunakan setelah seluruh proses
pembelajaran selesai dilaksanakan pada dua (2) siklus tersebut.

E. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan
pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat
menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh

27

dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga
untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta
aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan
siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara
memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:
1.

Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang

selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga
diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
X 

Dengan

2.

X
N
:X

= Nilai rata-rata

ΣX

= Jumlah semua nilai siswa

ΣN

= Jumlah siswa

Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara

klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar di kelas X.1 SMA
Negeri 2 Babat Supat, yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai
skor 75% atau nilai 75, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut
terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 75%.
Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

28

P

 Siswa. yang.tuntas.belajar x100%
 Siswa
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penjelasan Per Siklus
Bedasarkan penelitian tindakan kelas yang penulis lakukan pada siswa
kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat Tahun pelajaran 2014/2015 yang
terdiri dari 2 siklus, setiap siklus dilakukan dua kali pertemuan.

B. Paparan Hasil Analisis
1. Siklus I
a. Perencanaan
Sebelum masuk ke dalam kelas, peneliti terlebih dahulu menyusun
perencanaan. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi :
1) Menentukan jadwal penelitian
2) Menetapkan materi yang akan disampaikan kepada siswa dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS
3) Mempersiapkan perangkat pembelajaran yaitu Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
4) Mempersiapkan pembagian kelompok siswa
5) Mempersiapkan Tes Formatif Siklus I

29

b. Pelaksanaan Tindakan
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 Januari 2015
1) Pendahuluan
 Guru mengkondisikan kelas.
 Guru mengucapkan salam pembuka/doa dan memeriksa kehadiran
siswa. religius
 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang
akan dicapai
 Apersepsi:
o mengenai pernyataan dalam matematika dan ingkaran atau
negasinya
 Motivasi:
o Pengenalan materi yang akan dipelajari
2) Kegiatan inti
1. Siswa memperhatikan penjelasan tentang memahami pernyataan dalam
matematika dan ingkaran atau negasinya
2. Pembagian kelompok. Pada langkah ini guru membagi siswa dalam
kelompok-kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 5 siswa dan
6 kelompok.

30

3. Pemberian tugas. Di langkah kedua ini guru memberikan sub pokok
bahasan cara memahami pernyataan dalam matematika dan ingkaran
atau negasinya
4. kepada setiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota
kelompoknya masing-masing .
5.

Diskusi: Siswa mengerjakan tugas. Pada kegiatan ini siswa-siswa di
dalam setiap kelompok bekerja sama untuk memahami pernyataan
dalam matematika dan ingkaran atau negasinya .

6. tugas yang diberikan oleh guru.
7. Tinggal atau berpencar? Setelah setiap kelompok selesai mengerjakan
tugas yang diberikan maka setiap kelompok menentukan 2 anggota
yang akan stay (tinggal) dan 2 anggota yang akan Stray (berpencar) ke
kelompok lain.
8. Berbagi. Pada langkah kelima ini, semua siswa saling berbagi apa yang
telah mereka kerjakan untuk menyelesaikan tugas dari guru (catatan:
siswa pada langkah ini saling menjelaskan, presentasi, bertanya, dan
melakukan konfirmasi, lalu mencatat apa-apa yang didapatnya dari
kelompok lain). Dua anggota kelompok yang tinggal di dalam
kelompok bertugas membagi informasi dan hasil kerja mereka kepada
2 orang tamu dari kelompok lain yang akan berkunjung ke kelompok
mereka.

31

9. Diskusi kelompok. Tahap selanjutnya adalah semua anggota kelompok
kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka
temukan dari kelompok lain.
10. Diskusi kelas. Setiap kelompok kemudian membandingkan dan
membahas hasil pekerjaan mereka semua dalam sebuah diskusi kelas
dengan fasilitasi oleh guru.n secara bersama-sama.

3) Penutup
a. Guru memberikan kuis secara individu setelah materi selesai
b. Guru memberikan tugas rumah (PR) yang berhubungan dengan
pembelajaran yang telah dipelajari dan membuat rangkuman
materi.
c. Observasi
Pada bagian Observasi, dilakukan perekaman data yang meliputi proses
dan hasil dari pelaksanan kegiatan. Berdasarkan hasil pengamatan selama proses
belajar mengajar berlangsung diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Pada Model TSTS ini tampak siswa terlihat canggung atau tidak percaya
diri ketika akan menjadi “tamu” dikelompok lain.
b. Siswa belum berani tampil mempresentasikan hasil diskusinya.
c. siswa belum cukup untuk saling berbagi apa yang telah mereka kerjakan
untuk menyelesaikan tugas dari guru
d. Guru diharapkan tetap mempertahankan kebiasaan tidak mendominasi
pembelajaran, terutama di awal pembelajaran.

32

Setelah pembelajaran pada siklus I selesai seluruhnya, dilanjutkan
dengan ulangan (tes) untuk melihat kemajuan hasil belajar siswa setelah
dilakukan tindakan perbaikan. Hasil yang diperoleh dari ulangan (tes) dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3. Nilai Tes Formatif Pada Siklus I
No.
Urut
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Nilai

Keterangan

70
70
80
50
75
80
70
75
70
70
75
75
78
85
80
55
55

Tidak Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tidak Tuntas

No.
Urut
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Nilai

Keterangan

80
75
70
78
78
78
80
78
78
80
90
80
80
80
80
70
70

Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tidak Tuntas

Jumlah Nilai =

2538

Jumlah Nilai Maksimal Ideal =

3400

Rata-Rata Nilai Tercapai =

74,65

Keterangan:
Jumlah siswa yang belum tuntas ═
Jumlah siswa yang tuntas ═
KKM Klasikal=

11
23
Belum Tuntas

Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Pada Siklus I
No.
1.
2.

Uraian

Hasil Siklus I

Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar

33

74,65
23

3.

Persentase ketuntasan belajar

67,65

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan
pembelajaran dengan Model Two Stay Two Stray diperoleh nilai rata-rata tes
formatif siswa adalah 74.65 dan ketuntasan belajar mencapai 67.65% atau baru
ada 23 siswa dari 34 siswa yang telah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena
siswa yang memperoleh nilai ≥75 hanya sebesar 63.33% lebih kecil dari
persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%
Tabel 4.3 Ketuntasan Hasil Belajar Siklus I
No
1
2

Ketuntasan
Tuntas
tidak tuntas

Jumlah
23
11
34

Persen
67.65%
32.35%

Tabel di atas menunjukkan sebanyak 23 orang atau sebesar 67.65% siswa
kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat yang tuntas untuk mata pelajaran
Matematika sedangkan sisanya sebanyak 11 orang atau sebesar 32.35% belum
tuntas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini:

34

Gambar 4.1
d. Refleksi
Setelah melakukan observasi, maka pada kegiatan siklus I dengan
menggunakan tipe pembelajaran model TSTS beberapa kelemahan atau hambatan
yang harus diatasi dalam siklus berikutnya diidentifikasi sebagai berikut :
a. Kurangnya sikap terbuka siswa untuk saling berbagi
b. Kurangnya minat siswa untuk bertanya tentang materi yang belum
dimengerti.
c. Kurangnya keberanian siswa dalam menanggapi pertanyaan yang
diberikan oleh siswa kelompok lain.
d. Efesiensi waktu ketika melaksanakan diskusi masih kurang sehingga
waktu yang ada dirasa tidak cukup untuk melakukan kegiatan
pembelajaran.

35

e. Menyuruh siswa belajar di rumah untuk membahas materi yang akan
didiskusikan untuk pertemuan berikutnya.

2. Siklus II
a. Perencanaan
Sebelum masuk ke dalam kelas, peneliti terlebih dahulu menyusun
perencanaan. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi :
1) Menentukan jadwal penelitian
2) Menetapkan materi yang akan disampaikan kepada siswa dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS
3) Mempersiapkan perangkat pembelajaran yaitu Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
4) Mempersiapkan pembagian kelompok siswa
5) Mempersiapkan Tes Formatif Siklus II

b. Pelaksanaan Tindakan
Penelitian siklus II ini dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2015
1) Pendahuluan
 Guru mengkondisikan kelas.
 Guru mengucapkan salam pembuka/doa dan memeriksa kehadiran siswa.
religius
 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan
dicapai

36

 Apersepsi:
Menentukan nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk dan
pernyataan berkuantor.
 Motivasi:
o Pengenalan materi yang akan dipelajari
2) Kegiatan inti
1. Siswa memperhatikan penjelasan tentang menentukan nilai kebenaran
dari suatu pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor.
2. Pembagian kelompok. Pada langkah ini guru membagi siswa dalam
kelompok-kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 5 siswa dan
6 kelompok.
3. Pemberian tugas. Di langkah kedua ini guru memberikan sub pokok
bahasan menentukan nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk
dan pernyataan berkuantor.
4.

kepada setiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota
kelompoknya masing-masing .

5. Diskusi: Siswa mengerjakan tugas. Pada kegiatan ini siswa-siswa di
dalam setiap kelompok bekerja sama untuk menentukan nilai
kebenaran dari suatu pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor.
6. tugas yang diberikan oleh guru.
7. Tinggal atau berpencar? Setelah setiap kelompok selesai mengerjakan
tugas yang diberikan maka setiap kelompok menentukan 2 anggota

37

yang akan stay (tinggal) dan 2 anggota yang akan Stray (berpencar) ke
kelompok lain.
8. Berbagi. Pada langkah kelima ini, semua siswa saling berbagi apa yang
telah mereka kerjakan untuk menyelesaikan tugas dari guru (catatan:
siswa pada langkah ini saling menjelaskan, presentasi, bertanya, dan
melakukan konfirmasi, lalu mencatat apa-apa yang didapatnya dari
kelompok lain). Dua anggota kelompok yang tinggal di dalam
kelompok bertugas membagi informasi dan hasil kerja mereka kepada
2 orang tamu dari kelompok lain yang akan berkunjung ke kelompok
mereka.
9. Diskusi kelompok. Tahap selanjutnya adalah semua anggota kelompok
kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka
temukan dari kelompok lain.
10. Diskusi kelas. Setiap kelompok kemudian membandingkan dan
membahas hasil pekerjaan mereka semua dalam sebuah diskusi kelas
dengan fasilitasi oleh guru.n secara bersama-sama.
3) Penutup
a. Guru memberikan kuis secara individu setelah materi selesai
b. Guru memberikan tugas rumah (PR) yang berhubungan dengan
pembelajaran yang telah dipelajari dan membuat rangkuman
materi.

38

c. Observasi
Berdasarkan

hasil

pengamatan

selama

proses

belajar

mengajar

berlangsung diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Pada Model TSTS ini tampak siswa terlihat sangat antusias dan tampil
percaya diri ketika akan menjadi “tamu” dikelompok lain.
b. Siswa sudah berani tampil mempresentasikan hasil diskusinya.
c. siswa telah cukup untuk saling berbagi apa yang telah mereka kerjakan
untuk menyelesaikan tugas dari guru
d. Guru telah mempertahankan kebiasaan dengan terus member motivasi
kepada siswa terutama di awal pembelajaran.
Setelah pembelajaran pada siklus II selesai seluruhnya, dilajutkan
dengan ulangan (tes) untuk melihat kemajuan hasil belajar siswa setelah
dilakukan tindakan perbaikan. Hasil yang diperoleh dari ulangan (tes) dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:

39

Tabel 4.4 Nilai Tes Formatif Pada Siklus II
No.
Urut
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Nilai

Keterangan

88
90
70
80
75
80
80
70
80
95
75
80
78
85
80
80
55

Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas

No.
Urut
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Nilai

Keterangan

80
75
75
80
80
75
80
80
70
80
70
80
78
78
80
78
75

Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tidak Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas
Tuntas

Jumlah Nilai =

2655

Jumlah Nilai Maksimal Ideal =

3400

Rata-Rata Nilai Tercapai =

78,09

Keterangan:
Jumlah siswa yang belum tuntas ═
Jumlah siswa yang tuntas ═
KKM Klasikal=

5
29
Tuntas

Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Pada Siklus II
No.

Uraian

Hasil Siklus II

1.
2.

Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar

78,09
29

3.

Persentase ketuntasan belajar

85,29

Berdasarkan tabel diatas diperoleh rata-rata tes formatif sebesar 78.09 dan
dari 34 siswa yang telah tuntas sebanyak 29 siswa dan 5 siswa belum mencapai

40

ketuntasan belajar. Namun secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai
sebesar 85.29% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus II ini mengalami
peningkatan lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus
II ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam mempelajari
materi pelajaran yang telah diterapkan selama ini.
Tabel 4.6 Ketuntasan Hasil Belajar Siklus II
No
1
2

Ketuntasan
Tuntas
tidak tuntas

Jumlah
29
5
34

Persen
85.29%
14.71%

Tabel di atas menunjukkan sebanyak 29 orang atau sebesar 85.29% siswa
kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat yang tuntas sedangkan sisanya sebanyak 5
orang atau sebesar 14.71% belum tuntas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar grafik di bawah ini:

Gambar 4.2

41

C. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukan berhasil, dimana keberhasilan ini menyatakan
bahwa permasalahan yang ada dalam pembelajaran Matematika bagi siswa kelas
X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat sudah teratasi, yaitu dengan Model TSTS yang
dapat meningkatkan ketuntasan siswa.
Penggunaan metode kooperatif TSTS dalam pembelajaran Matematika
pada siswa kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat telah memberikan peningkatan
yang positif pada perolehan nilai proses hasil belajar siswa pada setiap siklus.
Untuk lebih jelasnya peneliti gambarkan pada tabel berikut.
Tabel 4.7 Perkembangan Hasil Belajar Matematika Siswa
Proses Pembelajaran
Siklus I
Siklus II

Nilai Rata-Rata
74.65
78.09

Ketuntasan
Jumlah
Persen
23
67.65%
29
85.29%

Berdasarkan tabel di atas terlihat perkembangan hasil belajar siswa,
dimana pada siklus I nilai rata – rata sebesar 74.65 dengan jumlah ketuntasan
siswa sebanyak 23 orang atau sebesar 67.65% dan kembali mengalami
peningkatan pada siklus II dengan nilai rata – rata menjadi 78.09 dimana siswa
tuntas sebanyak 29 siswa dengan persentase 85.29%.

42

Gambar 3
Perkembangan Hasil Belajar Matematika

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

43

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa melalui pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) pada
kelas X.1 SMA Negeri 2 Babat Supat telah meningkatkan hasil belajar siswa
ditandai dengan meningkatnya perkembangan hasil belajar siswa, dimana
pada siklus I nilai rata – rata sebesar 74.65 dengan jumlah ketuntasan siswa
sebanyak 23 orang atau sebesar 67.65% dan kembali mengalami peningkatan
pada siklus II dengan nilai rata – rata menjadi 78.09 dimana siswa tuntas
sebanyak 29 siswa dengan persentase 85.29%.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian diatas maka penulis menyarankan
agar :
1. Guru Matematika pada umumnya dapat menjadikan Kooperatif Two Stay
Two Stray (TSTS) sebagai alternatif bagi guru dalam usaha meningkatkan
hasil belajar Matematika.
2. Guru diharapkan dapat memberikan penghargaan terhadap hasil kerja siswa
baik secara individual maupun kelompok, sehingga dapat meningkatkan
motivasi dalam pembelajaran.
3. Penelitian tindakan kelas yang penulis lakukan supaya dapat juga
dikembangkan pada materi pelajaran lain, dan kelas pada sekolah yang
berbeda.

44

45