GURU WEN DALAM MENYEBARKAN ISLAM DI LOMB (1)

MAKALAH
GURU WEN DALAM MENYEMPURNAKAN ISLAM
DI NARMADA LOMBOK BARAT NTB

Tugas Ini Diajukan Guna Memenuhi Tugas Akhir Matakuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Mundzirin Yusuf, M. A

State Islamic University
Sunan Kalijaga Yogyakarta

Oleh :
Muhammad Dedad Bisaraguna (1420510069)

FAKULTAS PASCASARJANA
PRODI AGAMA DAN FILSAFAT
KONSENTRASI ILMU BAHASA ARAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015

GURU WEN DALAM MENYEMPURNAKAN ISLAM DI NARMADA LOMBOK BARAT NTB


A. PENDAHULUAN
Guru Wen merupakan sebuah laqob (nama panggilan) yang paling akrab
digunakan oleh seluruh masyarakat ketika menyebut nama TGH. M. Djuaini Mukhtar
khususnya Narmada Lombok Barat NTB. Djuaini Mukhtar di utus ke Narmada oelh
pendiri Nahdlatul Wathan yakni al-magfuru lahu maulana syeikh TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Majid pada tahun 1950.1
Berbicara tentang sosok TGH M. Djuaini Mukhtar, terutama jihadnya melalui
organisasi Nahdlatul Wathan (NW) di Lombok Barat umumnya dan di Narmada
khususnya, tidak akan bisa lepas dari pembicaraan tentang situasi sosial kultural
keagamaan di daerah tersebut, dan peranan NW di dalamnya karena TGH M. Djuaini
Mukhtar diutus oleh pendiri NW ke Narmada untuk mengajarkan agama Islam bagi
orang Narmada. Ini berarti ada sesuatu yang perlu ditangani sehingga para tokoh
Narmada waktu itu datang menghadap TGKH M. Zainuddin Abdul Majid di Pancor.
Sesuatu itu adalah keadaan masyarakat Narmada yang merupakan pintu gerbang Lombok
Barat dari arah timur sehingga masyarakat menjadikan al-Ustadz M. Djuaini Mukhtar
dan al-Ustadz Maad Adnan sebagai utusan hingga akhirnya mereka berdua dikenal
dengan sebutan Tuan Guru.2
Sebagaimana dikatakan oleh para ahli bahwasanya kehidupan masyarakat, dan
pertumbuhan masyarakat mempengaruhi pemikiran terhadap agam, maka apabila agama

Islam telah diterima, dipelajari, diamalkan dan dihayati secara sempurna maka
pengaruhnya terhadap masyarakat yang menerima, mempelajari, mengamalkannya, juga
akan lebih relatif sempurna bercorak Islami, setidak-tidaknya berwarna Islami.3
NW sebagai karya Selaparang, karya orang Sasak sendiri diharapkan oleh
pendirinya agar tersebar luas di seluruh alam dengan kata-kata Wansyur liwa nahdlatil
wathan fi al-alamin (dan sebarkanlah bendera NW di seluruh alam) yang secara tekstual
tercantum dalam hizib (kumpulan do’a) Nahdlatul Wathan, kalimat do’a itu memberi
wawasan dan cita-cita global bagi warga NW, maka ssangat logis jika pendiri NW juga
1

Indri Darmawan dkk (Ed.), Risalah Perjuangan Guru Wen (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013),
hlm. 5-6.
2
Ibid., hlm. 9-10.
3
Ibid., hlm. 10

ingin dan mendukung ide tokoh-tokoh Narmada yang ingin melihat da’wah islamiyyah
semarak di kawasan ini.4
Dalam konteks inilah kita harus melihat kehadiran NW dan TGH M. Djuaini

Mukhtar di Narmada sebagai pejuang yang memakmurkan Negeri (Desa, Dusun, Dasandasan, dan kota) dengan tujuan seperti diungkapkan dalam Hizib yang artinya
“Angkatlah negeri-negeri kami (desa, dusun/kota) dengan perantaraan NW ke langit
pertumbuhan/perkembangan, kebahagiaan, hidayah, disertai keadaan aman, inayah dan
riayah. Kondisi sosial budaya, kehidupan keagamaan yang dihadapi oleh NW dikawasan
Lombok khususnya, maupun Indonesia umumnya adalah bermacam-macam, Lombok
sendiri memilki keislaman yang di dunia luar sering disebut Islam Wetu Telu, sebutan
bagi orang sasak yang belum sempurna menerima dan mempelajari Islam. 5 Melihat
ajaran Islam yang belum mencapai kesempurnaan maka datanglah seorang kiyai yang di
kenal dengan nama TGH. M. Djuaini Mukhtar (Guru Wen) yang di utus oleh pendiri NW
untuk meluruskan dan mengajarkan ajaran Islam secara sempurna di Narmada Lombok
Barat NTB.
B. KEHIDUPAN DAN PENDIDIKAN GURU WEN
1. Biografi
Almagfur lahu TGH. Muhammad Djuaini Muchtar adalah putra ke 4 dari 7
bersaudara dari keluarga besar H. Muchtar bin H. Muhammad Qasim (Jero Mihram)
dan Hj. Husniyah binti H. Abdul Muhid. Beliau dilahirkan di kampung Pancor Jero,
Lombok Timur pada tanggal 18 Agustus 1929 M, bertepatan dengan 11 Shafar 1348
H.
Awal mula kakek Beliau Bapak Duraji atau Jero Mihram alias H. Muhammad
Qosim yaitu seorang bangsawan terpandang serta berkuasa di Pulau Lombok dan

sangat disegani pada masa pemerintahan kerajaan Raja Anak Agung Karang Asem
dan juga menjadi Kepala Desa Pancor. Beliaulah yang pertama kali membangun
Masjid Jami’ At-Taqwa Pancor pada tahun 1885, kemudian direnovasi sesudah satu
abad oleh Almagfuru lahu Maulana Syeikh TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid
tahun 1985.

4
5

Ibid.
Ibid., hlm. 11-12.

Jero Mihram juga dikenal sebagai seorang pengarang, dengan karyanya
“Tembang Monyeh” yang berisi syariat, tarikat dan hakikat. Tetapi diselipkan tentang
percintaan dan kesaktian seekor monyet yang nakal untuk menarik sampah dan
menghibur Raja “Anak Agung” yang sedang mengadakan pesta besar. Jero Mihram
merupakan gelar yang diberikan oleh masyarakat pancor Lombok Timur kepada H.
Muhammad Qasim haji dikarenakan menjadi kepala desa Pancor pada waktu itu dan
setiap tahun pergi berhaji.
Jero Mihram mempunyai lima orang istri yaitu pertama Le’ Dirawi (Inaq

Mihram) yang dikaruniai lima orang anak yakni (1) Inaq Serip, (2) H. Ahmad, (3) H.
Kamaluddin, (4) H. Zainuddin dan (5) H. Serimah. Kedua Le Mursidi (Inaq M. Haris)
yang dikaruniai sepuluh orang anak antara lain (1) H. M. Jahir, (2) H. Mahmud, (3)
Hj. Sa’diah, (4) H. Sirajuddin, (5) H. Muhidin, (6) Mukhtar, (7) H. Arif, (8) H.
Najmuddin, (9) Mainun dan (10) Le Masitah. Ketiga Le Selamah (Inaq Selahuddin)
yang dikaruniai empat orang anak yaitu (1) H. Abdul Muin, (2) Inaq Musti, (3)
Abdurrahim dan (4) Abdurrahman. Keempat Le Kenyamen (Inaq Aminah) yang
dikaruniai lima orang anak yakni (1) H. Aminah, (2) Inaq Saheruddin, (3) Abdul
Hamid, (4) Le Napsah dan (5) Abdul Aziz. Kelima Le Silah (Inaq M. Tahir) yang
dikaruniai empat orang anak yaitu (1) H. Muktar, (2) Le Rahmah, (3) Le Najmah dan
(4) Abdul Majiz. Dari 21 putra dan 7 putri manjadi orang shaleh dan shalehah serta
keturunan ini terkenal cerdas-cerdas dan kakek buyut Jero Mihram yang bernama
Ama Demung adalah pendiri desa pancor.6
Sedangkan silsilah dari neneknya Le Silah (Inaq Muhammad Tahir) alias Papuk7
Manis Binti Ali. Berasal dari Tanak Beak Narmada.8 Beliau disebut Papuk Manis
karena terkenal cantik jelita. Ali ayah dari Papuk Manis ini jika ditelusuri silsilahnya
merupakan keturunan Sultan Alahudin, maka TGH M. Djuaini Mukhtar masih
memiliki hubungan darah dengan Sultan Alahudin dari kerajaan Islam Goa Makassar.
H. Muhammad Qasim dikaruniai 28 orang anak diantaranya adalah H. Mukhtar,
Beliau adalah hasil perkawinannya dengan Le Silah atau Inaq Muhammad Tahir alias

Papuk Manis. Meskipun ayahnya terkenal sebagai penguasa dan kaya raya tetapi

6
7
8

Ibid., hlm. 7.
Dalam bahasa Lombok berarti Nenek.
Tanak Beak adalah sebuah Desa yang terdapat di Kecamatan Narmada Lombok Barat, NTB.

keluarga H. Mukchtar amat sangat sederhana, lebih-lebih ketika Beliau menikah
dengan Le Nuraimin (Hj. Husniyah).
H. Mukhtar berprofesi sebagai tukang jahit pakaian dan sangat amanah terhadap
para pelanggannya, sampai-sampai kain sisa sebesar jaripun Beliau kembalikan. Pada
saat H. Djuaini Mukhtar berusia 10 tahun, ayahandanya meninggal dunia, maka
resmilah H. M. Djuaini Mukhtar dan 6 orang saudara Beliau menjadi yatim. Untuk
menghidupi ke 6 Putra-Putrinya, Hj. Husniyah berjualan makanan dan nasi bungkus
sedangkan TGH. Djuaini yang menjadi pedagang dan menjajakannya kepada orangorang yang lewat, karena saat itu rumah Beliau berada di pinggir jalan. Kehidupan
keluarga Beliau penuh dengan ketaqwaan, kesederhanaan dan kesabaran. Hj.
Husniyah adalah seorang ibu yang salehah dan penuh kasih sayang terhadap putraputrinya. Di samping membantu ibu Beliau berjualan, TGH. M Djuaini Mukhtar juga

membantu ibunya merawat dua orang adiknya.
TGH. M. Djuaini Mukhtar menikah selama dua kali, istri pertama adalah Hj.
Zahratul Munawarah dan yang kedua Hj. Nurimin Masrurah, S. Pd. I. Beliau menikah
dengan Hj. Zahratul Munawarah pada tanggal 7 Oktober 1949 di Pancor Lombok
Timur, yang pada saat itu Beliau masih berusia 20 tahun dan istri Beliau berusia 16
tahun. Beliau dikaruniai 14 orang anak, yaitu : Sya’dudin (alm), Muhibbah (alm),
Fahriyah (alm), M. Jurjani (alm), Khairi Mukhtar (alm), Hudan (alm), Hj. Lutfiatun,
S. Pd.I, H. Hasanain Djuaini, Lc. M. Hum, Hj. Muhsinatin, S. Ag, H. Khairi
Habibullah, S. Ag, Hj. Ihsaniati Rahmawati, S. Pd.I, H. Kholilurrahman, M. Ag,
Jalalul Majdi (alm), Hj. Fatimatuzzahrah, S. Pd.I. Sedangkan istri yang kedua yaitu
Hj. Nurimin Masrurah adalah putri dari H. Muhammad Nurfahmi Kelana Sintung
Lombok Tengah. Beliau menikah dengan Hj. Nurimin Masrurah pada tanggal 24
Maret 2000 dan dikaruniai seorang putra bernama Hafizurrohman Djuaini.9
2. Pendidikan
TGH. Djuaini Mukhtar mempunyai ibu yang solehah dan sangat sabar. Ibunda
Beliaulah yang meletakkan dasar pendidikan agama pada Beliau. Ketika berumur 7
tahun H. M. Djuaini dimasukkan ke Sekolah Rakyat (SR) oleh Beliau H. Mukhtar.
Beliau Sekolah di SR selama 3 tahun dan tamat pada tahun 1939. Setelah tamat di SR
9
Indri Darmawan dkk (Ed.), Risalah Perjuangan Guru Wen (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013),

hlm. 40-41.

H. Djuaini dimasukkan ke Madrasah NWDI Pancor oleh ayah Beliau dan ayah Beliau
meninggal dunia ketika H. Djuaini berumur 10 tahun.10
TGH. M. Djuaini Mukhtar sampai dua kali keluar masuk Madrasah NWDI
disebabkan karena keadaan ekonomi ibu Beliau sesudah ayahnya meninggal dunia.
Tetapi untuk kali yang ketiga Beliau masuk di Madrasah NWDI sampai tamat pada
tahun 1948. Setelah tamat Beliau langsung di minta mengajar oleh TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid.11
Sambil mengajar di Madrasah NWDI Pancor, TGH. M. Djuaini juga belajar di
Madrasah Tsanawiyyah Nahdlatul Wathan Pancor dan tamat pada tahun 1950. Setalah
Beliau tamat, Beliau langsung di kirim ke Narmada untuk membuka Madrasah oleh
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Tidak hanya mengajar di Madrasah, TGH. M.
Djuaini juga masih terus melanjutkan pendidikan Beliau di Madrasah Menengah Atas,
meskipun masuknya tidak rutin setiap hari dan berhasil lulus pada tahun 1964.
Setelah di angkat resmi menjadi Pegawai Neger, TGH. M. Djuaini ditugaskan
mengajar di 4 Sekolah Dasar di Kec. Narmada, yaitu: SDN Tibupiling, SDN
Batukumbung, SDN 1 Narmada dan SDN 2 Narmada dengan jam mengajar sebanyak
52 jam. Sambil mengajar pada keempat SD tersebut, Beliau juga ikut ujian ekstraining
(ujian persamaan) Pendidikan Guru Agama 6 tahun, dan lulus pada tahun 1970.12

C. PENYEBARAN ISLAM GURU WEN DI MASYARAKAT NARMADA LOMBOK
BARAT, NTB
Pada tahun 1950, atas perintah lalu Alwi (Distrik Narmada) berangkatlah H.
Abdul Azim13, H. Abdullah dan Lungasih14 ke Pancor Lombok Timur meminta Guru
Agama yang akan memberikan penerangan bagi masyarakat di wilayah Lombok Barat
yang masih kental menganut ajaran Islam Waktu Telu (Wetu Telu). Atas permintaan
ketiga orang tersebu, maka dikirimlah oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid Pancor
dua orang abituren NW Pancor yaitu Muhammad Djuaini Mukhtar15 dan Maad Adnan16
10
11
12
13
14
15
16

Ibid., hlm. 43.
Ibid., hlm. 45.
Ibid., hlm. 46.
Kepala Desa Tanak Beak Kec. Narmada Lombok Barat saat itu.

Kepala Desa Selat.
Guru Wen atau TGH. M. Djuaini Mukhtar.
Guru Maad atau TGH. Afifudin Adnan.

untuk membuka Madrasah di Narmada. Dan perintah ini adalah kali yang pertama bagi
abituren NW untuk membangun Madrasah, yang sebelumya Madrasah NW hanya ada di
Pancor Lombok Timur pada tahun 1950.17
Dalam pandangan Koentjaraningrat, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia
yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kolektif
dimana manusia itu bergaul dan berinteraksi. Interaksi antar individu dengan keinginan
dan tujuan yang sama tersebut pada akhirnya melahirkan kebudayaan. Masyarakat adalah
suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain, sementara kebudayaan
adalah suatu sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan bagi
masyarakat tersebut. Melalui kebudayaan, manusia menciptakan tatanan kehidupan yang
ideal di muka bumi.18
Masyarakat Islam Narmada Lombok Barat ketika itu masih belum tersentuh
dakwah islam yang sempurna, sehingga varian keagamaan yang disebut Waktu Telu
masih hidup subur, terutama di Lembuk 19, serta dusun sekitarnya seperti Temas dan
Kantar di sebelah Timur, Telage Ngembeng di sebelah Barat, Nyurlembang di Utara,
serta dusun-dusun seperti Salut, Karang Bayan, Lingsar Lendang, yang kesemuanya itu

merupakan pusat-pusat komunitas varian Islam Waktu Telu, mereka merasa dalam pusat
emosi keagamaannya sebagai orang Islam, dalam bahasa lokal biasa disebut Batur
Selam.20
Varian Islam Wetu Telu adalah varian Islam yang kental dengan warna lokalnya,
sehingga oleh sebagian pengamat dianggap sebagai sinkretisme antara animisme Hindu,
Budha dan Islam, maka emosi keagamaan mereka terisi oleh unsur-unsur dari animisme
Hindu, Budha dan Islam. Masyarakat penganut Islam Wetu Telu merasa takut jika
perbuatannya membuat marah roh-roh yang diyakini ada di mana-mana, marahnya rohroh tersebut mengandung malapetaka, bencana alam dan lain sebagainya. TGH. M.
Djuaini Mukhtar tidak pernah sama sekali menyentuh simpul-simpul emosi keagamaan
masyarakat varian Islam Waktu Telu tersebut, dalam arti Beliau tidak pernah membuat
mereka tersinggung dengan mencela, menyalahkan kepercayaan, praktik keagamaan
17
18

Ibid., hlm. 47.
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: PT Gramedia, 1994), hlm.

138.
19

Lembuak merupakan jantung pusat Kota Narmada.
Batur Selam artinya Teman sesama Islam, mereka berani mati kalau dianggap bukan Islam, merasa
yakin mantap dan sungguh-sungguh bahwa identitas mereka adalah Islam bagi Suku asli di Lombok.
20

yang mereka jalankan. Oleh karena itu dakwah TGH. M. Djuaini Mukhtar melalui
pengajarannya seakan berjalan berdampingan dengan tradisi varian Islam tersebut.
Sejalan dengan bertambahnya kecerdasan masyarakat, maka semakin terbuka ruang
untuk membandingkan mana Islam yang sebenarnya dan mana yang belum sempurna.
Sehingga varian Islam Waktu Lime21 lambat laun dapat diterima dengan penuh kesadaran
di tengah masyarakat yang dulunya mengikuti ajaran varian Islam Wetu Telu seperti
Lembuak, Temas dan lain-lain.
Unsur-unsut sistem kehidupan beragama di Narmada Apabila ditinjau dari sosiokultural maka masyarakat Islam di Narmada Lombok Barat kita pandang sebagai suatu
kesatuan sosial budaya. Untuk itu agar lebih mudah memahaminya dengan menggunakan
pandangan Koentjaranigrat tentang unsur-unsur pokok dari tiap agama yang pasti ada
secara universal meskipun berbeda doktrin dan ekspresinya, namun senantiasa unsur
pokok ini ada tanpa terkecuali.
Sistem religi dalam kerangka budaya suatu masyarakat memiliki paling tidak tiga
unsur utama, yaitu sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan dan ummat penganut
agama tersebut. Menurut Emile Durkheim, agama adalah faktor esensial bagi identitas
dan integrasi masyarakat, agama adalah sistem interpretasi diri kolektif, sehingga agama
menjadi sistem simbol yang menyebabkan masyarakat sadar akan dirinya, cara berfikir
tentang eksistensi kolektif.22 Dari sini terbentuklah konsep ummat, ukhuwah diniah
(persaudaraan agama) dan lain-lain. Maka selama masyarakat masih ada atau
berlangsung, selama itu pula agama tetap ada. Dan selama agama berfungsi, selama itu
masyarakat akan tegak.
Untuk mengetahui setting sosio-kultural pra kedatangan NW dan TGH. M.
Djuaini Mukhtar ke wilayah Narmada maka dapat dilihat dari teori sistem religi yang
dikemukakan oleh Koentjaraningrat yaitu :

1. Sistem Kepercayaan

21

Waktu Lime dalam bahasa Sasak atau Lombok berarti Lima waktu.
Seperti dikutip dalam Indri Darmawan dkk (Ed.), Risalah Perjuangan Guru Wen (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2013), hlm. 15.
22

Varian Islam Waktu Telu percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad,
mereka juga bersyahadat, terutama ketika akad nikah. Dalam tradisi mereka ada
tiga unsur ajaran Islam yang harus diucapkan, menjelang akad nikah dituntun oleh
Kiyai yaitu beristigfar, syahadat dan solawat Nabi. Khusus untuk solawat apabila
tidak bisa membacanya, bisa diwakili oleh Kiyai dengan membayar sejumlah uang,
dari sinilah muncul honor Kiyai yang disebut Sholawat. Dari segi kepercayaan ini
varian Islam Waktu Telu sering disebut sebagai Budhe Kerekok yakni seseorang
yang Hindu tidak, Budha tidak, Islam tidak, Kristen tidak dan lain sebagainya.
Mereka percaya kepada Pedewak23 yang monumental terletak di Kecamatan
Narmada yaitu di Temas, Nyiurlembang, Batu Kantar24, Pura Lingsar, wujudnya
adalah Batu Hitam yang diberi pakaian serba putih. Varian ini juga percaya kepada
roh-roh yang mendiami tempat angker.
TGH. M. Djuaini Mukhtar dalam menghadapi fenomena sistem kepercayaan
itu tidak serta merta menyalahkan dan mencelanya. Percaya kepada makhluk halus
dan roh-roh masih ada di Narmada ketika kedatangan TGH. M. Djuaini Mukhtar.
Beliau hanya mengubah pola pikir (Mindset) masyarakat yang didakwahinya
dengan mengatakan “Tidak berakal, tidak bernafsu, itulah batu, mata air dan lain
sebagainya; tidak berakal Cuma bernafsu itulah hewan; berakal tidak bernafsu
itulah malaikat. Ada yang berakal dan bernafsu yaitu manusia. Adalah tidak
masuk akal sehat jika makhluk yang berakal dan bernafsu memuja atau
menyembah makhluk yang tidak berakal dan tidak bernafsu.25 Dan akhirnya
masyarakat lambat laun mulai menyadari kekeliruan yang mereka anut selama ini.

2. Sistem Upacara Keagamaan
Adapun sistem upacara keagamaan yang dianut oleh masyarakat varian
Islam Wetu Telu dapat dibagi menjadi lima golongan, yaitu26 :
1. Di daerah Pujuk (Lombok Tengah) terdapat komunitas Wetu Telu yang
melaksanakan shalat selengkapnya yaitu : Maghrib, Isya, Subuh, Zuhur, Asar,
23

Pedewak adalah Batu yang dianggap tempat bersemayamnya roh-roh halus untuk menerima sajian,
do’a, penunasan manusia.
24
Batu Kantar disebut juga dengan istilah Pedewak atau Batu Lileh.
25
Seperti dikutip dalam Indri Darmawan dkk (Ed.), Risalah Perjuangan Guru Wen (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2013), hlm. 22.
26
Ibid., hlm. 24-25.

tetapi hanya Kiyai yang melaksanakannya. Karena melaksanakan shalat lima
waktu kelompok ini disebut Wetu Telu Putih.
2. Di Lombok Barat (Bayan, Tanjung, Narmada, Gerung) terdapat kelompok
Wetu Telu yang hanya melaksanakan shalat Zuhur pada hari Jum’at, hari raya
Idul Fitri, dan shalat Tarawih di Bulan Ramadhan.
3. Di Lombok Timur (Sembalun, Sampit) Islam Wetu Telu disini hanya
melaksanakan shalat Asar pada hari Kamis, shalat Subuh pada pagi hari Idul
Fitri, dan shalat pada hari Jum’at.
4. Di Lombok Tengah (Rambitan), melaksanakan shalat Idul Fitri, Zuhur pada
hari Jum’at, Magrib dan selama bulan Ramadhan. Dikerjakan juga Shalat Idul
Fitri, Idul Adha, shalat Tarawih, dan shalat Mayyit.
5. Di Lombok Timur (Pengadangan) varian Islam Wetu Telu yang berkewajiban
shalat lima waktu bagi penjaga masjid (Ta’mir Masjid) selama Ia bertugas
sebagai Ta’mir, tetapi jika sudah tidak bertugas lagi, maka Ia hanya shalat
Jum’at, Tarawih, Idul Fitri, Adha dan shalat Mayyit.
TGH. M. Djuaini Mukhtar dalam melihat sistem upacara keagamaan yang
hidup di tengah masyarakat dengan cara memberi makna baru yang islami, karena
sistem upacara keagamaan sebelum kedatangan Guru Wen, sistem keagamaan
yang sesuai tradisi Islam secara baik dan benar belum tampak merata, masih
banyak sekali umat Islam yang tidak menjalankan kewajiban syariat Islam.
Sehingga Guru Wen menyempurnakan Islamisasi di kalangan penganut Islam
Wetu Telu.
3. Sistem Alat Upacara Keagamaan
Umat Islam Wetu Telu juga membangun Masjid yang di dukung oleh
komunitas penganut Islam Wetu Telu tersebut. Akan tetapi Masjid itu tidak
difungsikan secara maksimal, yang shalat hanya pemuka agama atau Kiyai saja. 27
Tokoh masyarakat yang juga berpengaruh di samping Kiyai adalah tokoh yang
dianggap memiliki kekuatan spiritual seperti para Dukun yang jasanya sering di
minta untuk menyembuhkan penyakit, mengusir makhluk halus, menahan hujan
dan lain sebagainya. Ini sangat erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap
makhluk ghaib.
27

Ibid., hlm. 35.

Maka disini dakwah TGH. M. Djuaini Mukhtar mendapat batu sandungan
yang cukup kokoh karena kepercayaan terhadap kemampuan para Dukun telah
tertanam dalam diri penganut Islam Wetu Telu yang telah menjadi kesadaran
kolektif.
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari paparan yang telah disampaikan penulis diatas dapat disimpulkan bahwa
terdapat hal-hal yang aktual dihadapi oleh TGH. M. Djuaini Mukhtar ketika
menyebarkan syariat Islam yang sempurna di Narmada Lombok Barat, NTB yaitu :
(1) dari segi Theologis kepercayaan dan keimanan yang belum sempurna sesuai
dengan akidah Islamiyyah sebagaimana dipraktekkan oleh masyarakat penganut
varian Islam Wetu Telu (waktu tiga), (2) Syariat yang masih minim pengalamannya,
(3) Kosmologi orang Sasak28 yang masih takut kepada makhluk halus yang dipercaya
sebagai penghuni Bumi bersama-sama dengan manusia, (4) Kultur budaya yang
sistemnya masih bercampur dan melekat, meskipun Islam sebagai identitas Ke-Sasakan sangat kuat.
2. Saran
Buku risalah perjuangan Guru Wen merupakan buku edisi perdana yang hadir
dikalangan masyarakat yang berisi mengenai perjuangan Guru Wen dalam
mengislamisasikan Varian Islam Waktu Telu di Pulau Lombok, Khususnya di
Narmada Lombok Barat. Penulis berharap pembahasan mengenai perjuangan yang
ditempuh oleh TGH. M. Djuaini Mukhtar yang telah di paparkan dalam buku edisi
perdana dapat merangsang para penggiat untuk menulis lebih banyak lagi mengenai
sejarah Nahdlatul Wathan (NW) khususnya dalam melihat perjuangan Guru Wen
karena sejauh yang penulis ketahui sangat sedikit sekali literatur yang membahas
pertumbuhan dan perkembangan NW itu sendiri, sehingga bagi para penggiat yang
ingin mendalami pengetahuannya mengenai NW khususnya Islam Wetu Telu dapat
dengan mudah mendapatkan sumber-sumber bacaan.

28

Sasak adalah sebutan untuk orang Lombok

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, Indri dkk; (Ed.), Risalah Perjuangan Guru Wen (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2013).
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: PT Gramedia,
1994).

Muhammad Dedad Bisaraguna (1420510069)

A. Jelaskan pengertian sejarah peradapan Islam, sumber-sumbernya, dan
periodesasinya, dengan menyebutkan ciri-ciri masing-masing periode?
 Sejarah kebudayaan dan peradaban Islam
adalah berita atau cerita peristiwa masa lalu yang mempunyai asal-usul
tertentu. Pohon yang rindang tersebut dapat kita ambil sebagai bahan contoh
bagaimana posisi sejarah kebudayaan Islam.
 Sumber Sejarah Islam
1. Al-Qur’anul-Karim
Sumber ini tidak akan lapuk dan punah serta tidak akan hancur. Akan
tetapi sebaliknya, akan kekal abadi, sesuai dengan firman Allah dalam Surat alHijr(15), ayat 9: yang artinya: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al
Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
2. Al-Hadits
Yaitu segala laku perbuatan, perkataan serta taqrir (ketetapan) Nabi
Muhammad s.a.w
3. Ar-Riwayat
Yaitu segala laku perbuatan, perkataan yang dikeluarkan oleh para
sahabat.
4. Syair/lirik yang bersifat keIslaman dan Peninggalan-peninggalan Kuna
Di antaranya ialah masjid, makam, manuskrip, monumen, mata uang,
relief, hikayat, babad, tambo dan lain sebagainya.
 Periodesasi Sejarah Peradapan Islam
1. Periode Klasik (650-1250 M)
Periode klasik antara tahun 650-1250 M. Ini diawali dengan persoalan
dalam negeri Arab sendiri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku
bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi terhadap pemerintahan Madinah. Hal
tersebut disebabkan Karena orang Arab menganggap bahwa perjanjian yang telah
dibuat dengan Nabi Muhammad telah batal, setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Setelah persoalan dalam negeri selesai, maka Abu Bakar mengirim kekuatan
keluar Arabia. Pada masa kepemimpinan Umat Bin Khattab wilayah kekuasaan
Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syiria dan Mesir. Periode klasik
yang berlangsung sejak 650-1250 M. Ini dapat di bagi lagi menjadi dua: pertama,
Masa kemajuan Islam I, Masa kemajuan Islam I dimulai sejak tahun 650-1000 M.
Masa kemajuan Islam I itu tercatat sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW
dari tahun 570–632 M. Khulafaurrasyidin dari tahun 632-661 M, Bani Umayyah

dari tahun 661-750 M., Bani Abbas dari tahun 750-1250 M. Dan Kedua, Masa
disintegrasi yaitu tahun 1000-1250.
2. Periode Pertengahan (1250-1800 M)
Periode pertengahan ini berkisar antara tahun 1250-1800 M. pada masa
periode ini merupakan masa kemunduran, dengan diawali jatuhnya kota Baghdad
ke tangan bangsa Spanyol, setelah Khilafah Abasyiah runtuh akibat serangan
tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis.
Pada tahun 1500-1800 M keadaan politik ummat Islam secara keseluruhan
mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan
besar,yaitu Kerajaan Utsmani di Turki, Kerajaan Syafawi di Persia, dan Kerajaan
Mughal di India. Pada tahun 1700-1800 M, terjadilah kemunduran dari tiga
kerajaan tersebut. Selanjutnya periode pertengahan yang berlangsung dari tahun
1250-1800 M, dapatdibagi ke dalam dua masa, yaitu: Pertama, Masa
kemunduran I, Masa kemunduran I berlangsung tahun 1250-1500 M. Di zaman
ini desentralisasi dan disintegrasi serta perbedaan antara Sunni dengan Syi’ah
begitupun juga antara Arab dan Persia sangat mencolok. Dunia Islam terbagi
menjadi dua, pertama, Arab. Bagian Arab terdiri dari Arabia, Irak, Suria,
Palestina, Afrika Utara, dan Mesir sebagai pusatnya. Kedua, Persia, Kebudayaan
Persia mengambil bentuk internasional dan dengan demikian mendesak lapangan
kebudayaan Arab.
Pendapat bahwa pintu ijtihad sudah tertutup makin meluas di kalangan
umat Islam. Demikian juga tarekat dengan pengaruh negatifnya. Perhatian
terhadap ilmu pengetahuan kurang sekali. Umat Islam di Spanyol dipaksa masuk
Kristen atau keluar dari daerah itu. Dan Kedua, Masa tiga kerajaan besar Masa
Tiga Kerajaan Besar berlangsung tahun 1500-1800 M yang dimulai dengan
zaman kemajuan tahun 1500-1700 M dan zaman kemunduran II tahun 1700-1800
M. Tiga kerajaan yang dimaksud adalah Kerajaan Ustmani di Turki, kerajaan
Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Pada masa kemajuan tiga kerajaan
besar tersebut, masing-masing kerajaan mempunyai kejayaan, terutama dalam
bentuk literatur-literatur dan arsitek. Di zaman kemunduran, kerajaan Ustmani
terpukul oleh kekuatan Eropa, kerajaan Safawi dihancurkan oleh seranganserangan suku bangsa Afghan, sedangkan daerah kekuasaan kerajaan Mughal
diperkecil oleh pukulan-pukulan raja-raja India. Umat Islam dalam keadaan
menurun drastis. Akhirnya, Napoleon di tahun 1798 M dapat menduduki Mesir,
yang pada saat itu sebagai salah satu peradaban Islam yang terpenting.
3. Periode Modern (1800-sekarang)
Periode Modern dalam sejarah Islam bermula dari tahun 1800 M dan
berlangsung sampai sekarang. Diawal periode ini kondisi Dunia Islam secara
politis berada di bawah penetrasi kolonialisme. Baru pada pertengahan abad ke20 M Dunia Islam bangkit memerdekakan negerinya dari penjajahan Barat.
Periode ini memang merupakan kebangkitan kembali Islam, setelah mengalami

kemunduran di periode pertengahan. Pada periode ini dimulai bermunculan
pemikiran pembaharuan dalam Islam. Gerakan pembaharuan itu muncul karena
dua hal yaitu: (1) Timbulnya kesadaran di kalangan ulama bahwa banyak ajaranajaran asing yang masuk dan diterima sebagai ajaran Islam. (2) Barat
mendominasi Dunia di bidang politik dan peradaban, karena itu mereka berusaha
bangkit dengan mencontoh Barat dalam masalah-masalah politik dan peradaban
untuk menciptakan balance of power.
Periode modern tahun 1800 M dan seterusnya merupakan zaman
kebangkitan umat Islam. Jatuhnya Mesir ke tangan Barat menginsyafkan Dunia
Islam akan kelemahan dan menyadarkan umat Islam bahwa di Barat telah tumbuh
peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi Islam. Raja-raja
dan pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan
kekuatan umat Islam kembali. Diperiode Modern inilah timbulnya ide-ide
pembaharuan dalam Islam.

B. Uraikan urgensi studi sejarah peradapan Islam kaitannya dengan program studi
konsentrasi ilmu bahasa Arab?
a. Mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam,
sejak zaman lahirnya sampai masa sekarang.
b. Mengambil manfaat dari proses peradaban Islam guna memecahkan
problematika peradaban Islam masa kini.
c. Memiliki sikap positif terhadap perubahan-perubahan dan pembaharuanpembaharuan dalam peradaban Islam.
d. Menyelidiki dan mengetahui sejauh mana kemajuan yang telah dicapai dan
kemunduran Islam dalam peradaban di masa lampau.
e. Untuk mengetahui perkembangan peradaban Islam di berbagai Negara, baik
Negara Islam maupun Non-Muslim.
f. Untuk menggali dan meninjau kembali faktor-faktor yang menyebabkan
kemajuan Islam dan kemunduran dalam peradaban Islam kemudian sebagai
cermin dan contoh dalam kehidupan sekarang dan yang akan datang.
g. Untuk mengetahui kebudayaan yang bernafaskan Islam atau kebudayaan yang
Islami dan non-Islami.
h. Mengetahui segala sumbangan Islam di muka Bumi.
i. Untuk memperluas pengetahuan pada masa peradaban terdahulu dan dapat
memperbaharui semua peradaban Islam.
j. Sebagai pelajaran bagi umat manusia agar lebih memperhatikan masa
mendatang.
k. Agar dapat membuat masyarakat yang hidup pada masa sekarang mengerti
kehidupan masa terdahulu dan memperbaikinya dan mengembangkannya di
masa sekarang.