DETERMINAN ANTARA YANG MEMPENGARUHI KEMA

DETERMINAN ANTARA
YANG MEMPENGARUHI KEMATIAN MATERNAL
DI PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

Widaryatmo, M.Si
Kasi Statistik Kependudukan BPS Prov Papua Barat
[email protected]

1

Abstrak. Angka kematian maternal dan angka kematian bayi merupakan ukuran bagi kemajuan kesehatan
suatu negara, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesehatan ibu dan anak. Kematian maternal
merupakan masalah kompleks yang tidak hanya memberikan pengaruh pada para wanita saja, akan tetapi juga
mempengaruhi keluarga bahkan masyarakat sekitar. Kematian maternal akan meningkatkan risiko terjadinya
kematian bayi. Kematian wanita pada usia reproduktif juga akan mengakibatkan kerugian ekonomi yang
signifikan dan dapat menyebabkan kemunduran perkembangan masyarakat, karena wanita merupakan pilar
utama dalam keluarga yang berperan penting dalam mendidik anak – anak, memberikan perawatan kesehatan
dalam keluarga dan membantu perekonomian keluarga.
Berbeda dengan AKI tingkat nasional, hingga saat ini data AKI menurut provinsi belum pernah
tersedia. Namun demikian, SP2010 menyediakan data yang mampu memberikan informasi indikator kematian
seperti kematian maternal. Meskipun ukuran-ukuran kematian yang didapatkan dari Hasil SP2010 memiliki nilai

yang terlalu rendah untuk Indonesia.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi mengenai kematian maternal
di Provinsi Papua Barat; menjadi bahan masukan untuk pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan
terkait dengan kematian maternal; mengetahui determinan yang mempengaruhi kematian maternal di
provinsi Papua Barat.
Dengan menggunakan metode General Growth Balance yang digagas oleh Prof. Kenneth Hill, yang
kemudian disebut metode Ken Hill diharapkan angka kematian maternal yang dihasilkan akan lebih
sesuai/cocok dengan kejadian yang sesungguhnya. Keuntungan lainnya adalah angka kelengkapan
(completeness) cakupan kematian dari hasil sensus atau survei juga akan diperoleh.
Setelah kematian dan kelahiran disesuaikan (dengan faktor pengali Adj. Maternal Mortality =3,385
dan Adj. Fertility = 1,22), maka diperoleh MMRatio yang diduga merupakan ratio sesungguhnya pada tahun
2010 adalah sebesar 620. Artinya terdapat 620 kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup di provinsi
Papua Barat pada tahun 2010.
Tingginya MMR di Papua Barat dapat terjadi karena : 1) sebagian besar ibu-ibu di Papua Barat
melahirkan di rumah, dan besar kemungkinan mereka beresiko mengalami kematian jika terjadi komplikasi
obstetrik karena sebagian besar dari mereka akan mengalami setidaknya satu dari tiga keterlambatan (The
Three Delay Models); 2) proporsi ibu hamil yang melakukan pemeriksaan antenatal lengkap hanya sekitar 21
persen, dan yang melakukan pemeriksaan antenatal > 3 kali hanya 34,7 persen. Artinya masih banyak ibu hamil
di Papua Barat yang tidak melakukan pemeriksaan antenatal sesuai pola minimal 1 – 1 – 2; 3) hanya 50,7
persen (2007) dan 54,3 persen (2010) dari seluruh persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (bidan atau

dokter).
Kata kunci: kematian maternal, metode Ken Hill, The Three Delay Models

1.

Pendahuluan

1.1

Latar Belakang
Mortalitas merupakan salah satu komponen penting dalam dinamika penduduk. Mortalitas

dapat dilihat dari berbagai sudut pandang seperti demografi, kesehatan, sosial, ekonomi dan budaya.
Untuk melihat seberapa tinggi tingkat kematian suatu daerah, maka diperlukan ukuran-ukuran atau
indikator kematian. Salah satu indikator kematian yang dihasilkan dari kegiatan SP2010 yaitu
kematian maternal.
Angka kematian maternal dan angka kematian bayi merupakan ukuran bagi kemajuan
kesehatan suatu negara, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesehatan ibu dan anak. Angka
kematian maternal merupakan indikator yang mencerminkan status kesehatan ibu, terutama risiko
kematian bagi ibu pada waktu hamil dan melahirkan (Saefudin, 1997). Angka Kematian Ibu, Angka

Kematian Anak termasuk Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup waktu lahir telah
2

ditetapkan sebagai indikator – indikator derajat kesehatan dalam Indonesia Sehat 2010 (Depkes,
2004). Kematian maternal merupakan masalah kompleks yang tidak hanya memberikan pengaruh
pada para wanita saja, akan tetapi juga mempengaruhi keluarga bahkan masyarakat sekitar (UNFPA,
2003). Kematian maternal akan meningkatkan risiko terjadinya kematian bayi. Kematian wanita pada
usia reproduktif juga akan mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan dan dapat menyebabkan
kemunduran perkembangan masyarakat, karena wanita merupakan pilar utama dalam keluarga yang
berperan penting dalam mendidik anak – anak, memberikan perawatan kesehatan dalam keluarga
dan membantu perekonomian keluarga (WHO, 2000).
Selama ini, data kematian maternal diperoleh dari SUPAS dan SDKI. Data kematian maternal
SUPAS dan SDKI dapat diperoleh dari pertanyaan mengenai kejadian kematian setahun yang lalu dan
dari riwayat saudara kandung perempuan (metode sisterhood). Namun karena kasus kematian
maternal yang ditemukan dari hasil survei relatif kecil atau jarang maka harus hati-hati dan perlu
dilakukan evaluasi.
Selain bersumber dari sensus maupun survei, data kematian maternal dapat juga diperoleh
dari data registrasi. Registrasi adalah pencatatan peristiwa vital seperti: kematian, kelahiran dan
perpindahan penduduk yang dilakukan secara berkesinambungan oleh petugas, berdasarkan laporan
dari RT atau keluarga yang mengalami peristiwa tersebut. Pencatatan kematian biasanya

dilaksanakan di kelurahan dimana mereka tinggal, berdasarkan laporan dari keluarga yang anggota
keluarganya ada yang meninggal. Di Indonesia registrasi secara nasional belum ada, sementara
pencatatan di daerah-daerah belum berjalan dengan baik. Kesadaran masyarakat Indonesia untuk
melaporkan kejadian vital yang dialami masih kurang. Sementara di negara-negara maju sistem
registrasi sudah berjalan dengan baik. Registrasi yang sudah berjalan baik merupakan sumber data
yang paling baik untuk studi mortalitas.
Indonesia sebagai negara berkembang, masih memiliki angka kematian maternal yang cukup
tinggi. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992 angka kematian ibu
(AKI) per 100.000 kelahiran hidup di Indonesia mencapai 425 dan menurun menjadi 373 pada SKRT
tahun 1995. Sedangkan pada SKRT yang dilakukan pada tahun 2001, angka kematian maternal
kembali mengalami peningkatan yaitu sebesar 396, dari SDKI 2002 / 2003 angka kematian maternal
menjadi sebesar 307 dan menurut SDKI 2007 sebesar 228. Hal ini menunjukkan bahwa angka
kematian maternal di Indonesia cenderung stagnan. Angka kematian maternal di Indonesia bila
dibandingkan dengan angka kematian maternal di seluruh dunia tampak hampir sama dan akan
tampak jauh berbeda bila dibandingkan dengan negara – negara maju atau bahkan dengan negara –
negara di Asia Tenggara (Djada, Mulyono, Afifah, 2003).
Berbeda dengan AKI tingkat nasional, hingga saat ini data AKI menurut provinsi belum
pernah tersedia. Namun demikian, SP2010 menyediakan data yang mampu memberikan informasi

3


indikator kematian seperti kematian maternal. Meskipun ukuran-ukuran kematian yang didapatkan
dari Hasil SP2010 memiliki nilai yang terlalu rendah untuk Indonesia.
Ada dua metode yang digunakan untuk melakukan perhitungan angka kematian maternal,
yaitu metode langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect). Beberapa ahli mengembangkan
metode penghitungan kematian, khusunya kematian maternal dengan cara tidak langsung (indirect
method). Salah satu cara yang sudah seringkali digunakan adalah metode General Growth Balance
yang digagas oleh Prof. Kenneth Hill, yang kemudian disebut metode Ken Hill. Dengan menggunakan
metode ini diharapkan angka kematian maternal yang dihasilkan akan lebih sesuai/cocok dengan
kejadian yang sesungguhnya. Keuntungan lainnya adalah angka kelengkapan (completeness) cakupan
kematian dari hasil sensus atau survei juga akan diperoleh.

1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1. Memberikan informasi mengenai kematian maternal di Provinsi Papua Barat;
2. Menjadi bahan masukan untuk pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan terkait
dengan kematian maternal;
3. Mengetahui determinan yang mempengaruhi kematian maternal di provinsi Papua Barat.

2.


Metodologi

2.1 Definisi

WHO (1999, 2003) mengungkapkan bahwa kematian maternal menurut batasan dari The Tenth
Revision of The International Classification of Diseases (ICD – 10) adalah kematian wanita yang terjadi
pada saat kehamilan atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama
dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan, atau yang
diperberat oleh kehamilan tersebut, atau penanganannya, akan tetapi bukan kematian yang
disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan. Kematian – kematian yang terjadi akibat kecelakaan
atau kebetulan tidak dimasukkan ke dalam kematian maternal. Meskipun demikian, dalam
praktiknya, perbedaan antara kematian yang terjadi karena kebetulan dan kematian karena sebab
tidak langsung sulit dilakukan. Untuk memudahkan identifikasi kematian maternal pada keadaan –
keadaan dimana sebab – sebab yang dihubungkan dengan kematian tersebut tidak adekuat, maka
ICD – 10 memperkenalkan kategori baru yang disebut pregnancy related death (kematian yang
dihubungkan dengan kehamilan) yaitu kematian wanita selama hamil atau dalam 42 hari setelah
berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari penyebab kematian.
4


Terdapat dua indikator untuk mengukur kematian maternal, yaitu Angka Kematian
Maternal/Maternal Mortality Rate dan Rasio Kematian Maternal/Maternal Mortality Ratio. Pada
umumnya indikator yang digunakan untuk mengukur kematian maternal adalah rasio kematian
maternal.

2.2 Sumber Data

Penghitungan kematian maternal dalam penulisan ini menggunakan data hasil Sensus Penduduk
2010 yaitu dari pertanyaan-pertanyaan di Blok 3 tentang kematian yang terjadi sejak 1 Januari 2009
sampai 15 Mei 2010.

2.3 Teknik Estimasi

Dalam penulisan ini, penghitungan kematian maternal menggunakan metode General Growth
Balance yang digagas oleh Prof. Kenneth Hill, yang kemudian disebut metode Ken Hill. Dengan
menggunakan metode ini diharapkan angka kematian maternal yang dihasilkan akan lebih
sesuai/cocok dengan kejadian yang sesungguhnya. Keuntungan lainnya adalah angka kelengkapan
(completeness) cakupan kematian dari hasil sensus atau survei juga akan diperoleh.
Prinsip dasar metode General Growth Balance adalah membandingkan data kematian dengan
proxi kelahiran. Metode tersebut digunakan untuk menilai cakupan pelaporan kematian (dari catatan

sipil atau pertanyaan sensus) dibandingkan distribusi penduduk menurut umur terkait dengan
kejadian kematian.
2.3.1

Data Input

Data input yang diperlukan mencakup:
1)

Jumlah penduduk menurut kelompok umur 5 tahunan (0-75+) dan jenis kelamin hasil SP2000
dan SP2010

2)

Jumlah kematian menurut jenis kelamin dan kelompok umur 5 tahunan (0–75+) hasil SP2010.
Data mengenai jumlah kematian dapat diperoleh dari pertanyaan 303 kuesioner SP2010-C1.
Kematian yang ditanyakan dalam SP2010 adalah kematian sejak 1 Januari 2009, maka harus di
adjust menjadi kematian dalam setahun.

3)


Kelahiran dalam 12 bulan menurut kelompok umur ibu 5 tahunan (15-49 tahun) hasil SP2000
dan SP2010.

5

Data mengenai jumlah kelahiran dapat diperoleh dari pertanyaan 221 kuesioner SP2010-C1.
Kelahiran yang ditanyakan dalam SP2010 adalah kelahiran sejak 1 Januari 2009, maka harus di
adjust menjadi kelahiran dalam setahun atau 12 bulan.
4)

Kematian yang terkait dengan kehamilan menurut kelompok umur 5 tahunan (15-49 tahun)
hasil SP2010.
Data mengenai jumlah kematian yang terkait dengan kehamilan dapat diperoleh dari
pertanyaan 307 atau 308 kuesioner SP2010-C1. Kematian yang ditanyakan dalam SP2010 adalah
kematian sejak 1 Januari 2009, maka harus di adjust menjadi kematian dalam setahun.

5)

Jumlah anak lahir hidup menurut kelompok umur ibu 5 tahunan (15-49 tahun) hasil SP2000 dan

SP2010.
Data mengenai jumlah anak lahir hidup dapat diperoleh dari pertanyaan 711 kuesioner SP2000M dan pertanyaan 220 kuesioner SP2010-C1.

2.3.2

Penduduk

Penduduk yang digunakan pada metode ini adalah penduduk antar sensus. Penduduk antar sensus
dihitung dengan rumus:

Penduduk antarsensus  Penduduk hasil SP2000 x Penduduk hasil SP2010
2.3.3

Kematian (Mortalitas)

Kematian yang dicakup disini adalah kematian menurut jenis kelamin. Untuk setiap jenis kelamin lakilaki dan perempuan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1)

Menghitung proporsi kematian menurut kelompok umur hasil SP2010 yaitu jumlah penduduk
yang meninggal menurut kelompok umur dibagi dengan jumlah penduduk menurut kelompok

umur.

2)

Menghitung estimasi rata-rata kematian tahunan yaitu mengalikan proporsi kematian hasil
SP2010 dengan jumlah penduduk antar sensus. Penghitungan ini dilakukan pada jenis kelamin
laki-laki maupun perempuan.

Kelengkapan Cakupan Kematian (Completeness)
Untuk menghitung completeness cakupan kematian digunakan tiga metode, yaitu
1)

Metode General Growth Balance.
a) Terlebih dahulu dihitung penduduk umur x+ untuk penduduk hasil SP2000 dan SP2010,
kemudian jumlah kematian umur x+.
b) Selanjutnya, menghitung average birthdays age x, dengan rumus:
6

AB5  0,2 x

Penduduk SP2000 umur 0  4 tahun x Penduduk SP2010 umur 5  9 tahun

AB10  0,2 x

Penduduk SP2000 umur 5  9 tahun x Penduduk SP2010 umur 10  14 tahun

AB70  0,2 x

Penduduk SP2000 umur 65  69 tahun x Penduduk SP2010 umur 70  74 tahun

c) Menghitung person years-lived umur x+ yaitu akar kuadrat perkalian penduduk kumulatif
hasil SP2000 dengan penduduk kumulatif hasil SP2010.
d) Menghitung rata-rata pertumbuhan penduduk umur x+ yang kemudian disimbolkan rx+
yaitu:

 Penduduk x  hasil Sp 2010   selisih waktu antarsensus 
 / 

rx   ln 

 Penduduk x  hasil SP 2000  
365,25


 
e) Menghitung proporsi kematian, atau dalam worksheet disebut right hand side dengan
rumus:

Pr oporsi kematian

x



deaths x 
person years  lived x 

f) Menghitung estimasi kelahiran umur x+ yang dalam worksheet disebut left hand side dengan
rumus sebagai berikut:

proporsi kelahiran x  

average birthdays age x
person years  lived umur x   pop growth rate x 

g) Menghitung Observed ASMR, yaitu hasil perkalian antara rata-rata kematian tahunan dengan
penduduk antarsensus.
h) Menghitung adjusted ASMR dengan metode GGB (General Growth Balance) dengan rumus :

adjusted ASMR  Obseved ASMR x

st. deviasi proporsi kelahiran
st. deviasi proporsi kematian

i) Menghitung observed 5qx yang di adjust dengan GGB. Rumus :

adjusted 5qx 

10 x adj ASMR
2  5 x adj ASMR

j) Dari penghitungan diatas kemudian ditentukan nilai parsial kelahiran.

2) Metode Synthetic Extinct Generation
Langkah-langkah dalam metode SEG adalah sebagai berikut:
a) Menghitung average intercensal birthdays age x yang rumusnya sama dengan average
birthdays age x pada GGB
b) Menghitung Age Specific Growth Rate (ASGR) dengan rumus yang sama pada GGB
7

c) Menghitung cumulated growth rate.

cumulatived growth rate  5x ASGRx   2,5xASGRx 
d) Menghitung kematian berdasarkan Life table, dengan rumus:



Kematian 5dx  average annual deaths x EXP cum growth rate



e) Menghitung completeness cakupan kematian hasil sensus, yang merupakan hasil bagi N*(a)
terhadap average intercensal birthdays age x. Kelengkapan pencatatan kematian diestimasi
sebagai rasio estimasi kematian dasar untuk mengobservasi hasil sensus.
f)

Menghitung observed ASMR untuk setiap kelompok umur dengan rumus :

observed ASMR 

rata  rata kematian tahunan
penduduk antarsensus

g) Menghitung adjusted ASMR dengan metode GGB (General Growth Balance) dengan rumus :

adj ASMR 

observed ASMR
rata  rata completene ss penduduk umur 15  sampai 55 

h) Menghitung observed 5qx yang di adjust dengan GGB. Rumus :

adjusted 5qx 

3)

10 x adj ASMR
2  5 x adj ASMR

Adjusted Synthetic Extinct Generation.

Berikutnya menghitung estimasi kematian dengan SEG adjusted. Proses penghitungan sama dengan
SEG, namun hal yang membedakannya adalah pada jumlah penduduk hasil Sensus Penduduk 2000.
Pada SEG adjusted jumlah penduduk SP2000 disesuaikan (adjust) dengan estimated relative
completeness SP2000 ke SP2010.

Penduduk SP2000 (adj ) 

Penduduk SP2000
estimated relative completene ss SP2000 ke SP2010

 stdev prop kelahiran

x rata  rata prop kematian 
ERC  rata  rata prop kelahiran  
 stdev prop kematian



ERC : estimated relative completeness
Selain dengan Metode General Growth Balance dan Metode Synthetic Extinct Generation, kematian
juga dibandingkan dengan Coale-Demeny West Model Life Tables.

2.3.4 Kelahiran (Fertilitas)
Metode yang digunakan untuk mengevaluasi angka fertilitas adalah Rasio P/F. Rasio P/F dihitung
pada hasil SP2000 dan SP2010. Tahap-tahap untuk menghitung Rasio P/F adalah sebagai berikut:
8

1)

P merupakan paritas yaitu proporsi anak lahir hidup terhadap jumlah wanita. Penghitungan
paritas dilakukan pada setiap kelompok umur wanita, dengan rumus sebagai berikut:

P1519 

ALH pada wanita umur 15  19

P4549 

jumlah wanita umur 15  19

ALH pada wanita umur 45  49
jumlah wanita umur 45  49

2)

Menghitung perubahan paritas dari SP2000 sampai dengan SP2010.

3)

Menghitung Synthetic Cohort Parity (SCP) :

SCP1519  Perubahan paritas umur 1519
SCP2024  Perubahan paritas umur 2024

SCP2529  SCP1519  perubahan paritas 2529

SCP4549  SCP3539  perubahan paritas 4549
4)

Menghitung Age Specific Fertility Rates (ASFR), dengan rumus:
ASFRi=∑Bi/∑Pfi
Keterangan:
Bi = jumlah kelahiran di dalam kelompok umur selama 1 tahun.
Pfi = jumlah perempuan kelompok umur pada suatu tahun tertentu.

5)

Menghitung kumulatif ASFR (cumulated fertility to age x)

6)

Menghitung parity equivalent (F), dengan rumus:

F1519  CF1519  3,392 x ASFR1519  0,392 x ASFR 2024
F2024  CF2024  3,392 x ASFR 2024  0,392 x ASFR 2529

F4549  CF4549  3,392 x ASFR 4549  0,392 x ASFR5055
Keterangan:

7)

F

: parity equivalent

CF

: cumulated fertility to age x

ASFR

: Age Specific Fertility Rates

Menghitung Rasio P/F dengan rumus:

P synthetic cohort parity

F
parity equivalent
9

2.3.5 Kematian Maternal (MMR)
MMR dihitung dengan rumus sebagai berikut:

MMR 

PRD
x 100000
ALH

Keterangan:
MMR = kematian maternal (maternal mortality ratio)
PRD = Pregnancy related deaths
ALH = anak lahir hidup
Untuk menentukan Rasio Kematian Maternal (MMR) dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1)

Menentukan Cakupan Kematian Final

Terlebih dahulu dihitung completeness cakupan kematian menurut jenis kelamin, yaitu laki-laki dan
perempuan. Completeness cakupan kematian yang terakhir (final) merupakan rata-rata completeness
dari hasil penghitungan dengan general growth balance, synthetic extinct generation, dan adjusted
synthetic extinct generation.

2)

Age Specific Mortality Rate (ASMR)

ASMR adalah kematian berdasarkan kelompok umur. Dalam worksheet ASMR, yang dihitung adalah :
a.

Jumlah kematian antarsensus dengan rumus sebagai berikut:
Kematian antar sensus  rata  rata kematian tahunan x

b.

Hari Sensus SP2010  Hari Sensus SP2000
365,25

Menghitung rata-rata kematian yang tercatat (recorded rate), merupakan proporsi kematian
antarsensus terhadap penduduk antarsensus.

c.

Rata-rata yang disesuaikan (adjusted rate) merupakan proporsi rata-rata kematian yang tercatat
(recorded rate) terhadap final coverage.

d.

Menghitung probabilita meninggal (probability of dying), yaitu

Pr obability of dying  5 x

adjusted rate
1  2,5 x adjusted rate

e.

Adjusted rate merupakan ASMR

3)

Fertilitas Final

Fertilitas final dihitung dari rata-rata fertilitas antarsensus. Rata-rata fertilitas antarsensus adalah
rata-rata dari kelahiran selama setahun yang lalu hasil SP2000 dan SP2010.
Berikutnya adalah menghitung angka kelahiran yang disesuaikan (adjusted birth) dengan rumus
sebagai berikut:
10

AB1519  IAB1519 x P
AB2024  IAB2024 x P
AB4549  IAB4549 x P
Keterangan :
AB : Adjusted births
IAB : Intercensal Annual Births

P

4)

P / F Ratios 2529  P / F Ratios 3034
2
Menentukan Rasio Kematian Maternal (MMR)

Penghitungan MMR menggunakan empat tahap:
 Penghitungan MMR tanpa adjustment
 Penghitungan MMR dengan adjustment faktor pengali kematian, yaitu :
Untuk kategori umur 60+, faktor pengali =

1
final cov erage age 30  to 60 

Untuk kategori umur 70+, faktor pengali =

1
final cov erage age 30  to 60 

Untuk kategori umur 75+ , faktor pengali = slope age 30+ to 60+ pada mortality adjusment umur 70
(GGB Female)

Slope 

St.deviasi proporsi kelahiran (left hand side)
St.deviasi proporsi kematian (right hand side)

 Penghitungan MMR dengan adjustment faktor pengali kelahiran, yaitu rata-rata P/F rasio
umur 20-34.
 Penghitungan MMR dengan adjustment faktor pengali kematian dan faktor pengali kelahiran

2.4 Keterbatasan

Data kematian maternal (kematian ibu) hasil sensus penduduk mencakup seluruh kematian yang
terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau keguguran atau aborsi sampai 42 hari setelah
melahirkan/keguguran/aborsi, tidak melihat apakah kematian itu disebabkan oleh penyakit yang
berkaitan dengan kehamilan atau persalinan.

11

3. Pembahasan
3.1

Asumsi

Metode ini mengasumsikan bahwa kesalahan pelaporan kematian dan populasi didistribusikan
secara proporsional menurut umur. Dengan kata lain, mengasumsikan bahwa kematian yang tercatat
mewakili (representatif)

seluruh kematian menurut umur. Selain asumsi tersebut, masih ada

beberapa asumsi yang harus dipenuhi, yaitu kelahiran dalam keadaan konstan, dan mengikuti tingkat
pertumbuhan penduduk stabil.

3.2

Kualitas Data

Untuk melihat kualitas data kematian dapat dilihat dari completeness cakupan kematian yang
dihitung dari rata-rata completeness dari hasil penghitungan dengan general growth balance,
synthetic extinct generation, dan adjusted synthetic extinct generation. Masing-masing hitungan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Completeness GGB, SEG, dan SEG-Adj

Age

Range
GGB

Slope
Intersection
K1:k2
Coverage

5+ to 65+

Final
Coverage
Slope
Intersection
K1:k2
Coverage

Final
Coverage

5,003
-0,037
0,695
0,200

Males
SEG

0,649

SEG-Adj

0,203

0,351
30+ to 60+

3,815
-0,022
0,807
0,262

GGB
4,965
-0,032
0,727
0,201

Females
SEG

SEG-Adj

0,580

0,159

0,527

0,161

0,313

0,586

0,338

0,166

3,385
-0,019
0,832
0,295

0,328

Tabel di atas menunjukkan bahwa, kematian di provinsi Papua Barat yang di cakup oleh SP2010
hanya mencapai kisaran 33 persen untuk kematian laki-laki atau kematian perempuan pada range
umur 30+ ke 60+. Sedangkan cakupan kematian pada range umur 5+ ke 65+ sedikit lebih tinggi yaitu
berkisar 35 persen untuk kematian laki-laki dan 31 persen untuk kematian perempuan. Dalam
makalah ini, completeness yang diukur adalah pada range umur 30 ke 60+. Cakupan inilah yang

12

kemudian dipakai sebagai pengali seluruh kejadian kematian yang berlaku atau disebut Adjusted
Mortality (Adj. Mortality).
Sama halnya dengan kematian, angka fertilitas hasil SP2010 pun harus dievaluasi terlebih dahulu.
Seperti diuraikan sebelumnya bahwa evaluasi fertilitas menggunakan ratio P/F.
Tabel 2. Final Fertility and Adjusted Births

Final Fertility
Age group

Female
Population
Initial
Final

15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49

20429
21875
22628
18055
15213
10441
7169

33768
36198
37980
32069
25426
21450
16168

ASFR

0,0286
0,1125
0,1380
0,1142
0,0827
0,0375
0,0197

Intercenal
Annual
Births
967
4071
5243
3662
2103
804
319

Total

P/F
Ratios
(2 Survey)
1,69
1,37
1,21
1,20
1,17
1,15
1,12

Adjusted
Births
1161
4889
6296
4397
2525
965
383

17169

20617

Tabel di atas menggambarkan fertilitas yang telah disesuaikan (Adjusted Fertility) dengan ratio P/F
dari 17.169 kelahiran hidup menjadi 20.617 kelahiran hidup. Kelahiran ini yang dianggap terjadi pada
tahun 2010 yang akan dijadikan pembagi pada formula penghitungan kematian maternal.

3.3

Hasil Estimasi
Tabel 3. MMRatio and Adjusted MMRatio

Obser
ved
Deaths

Without
Adjustment
Adjustment
Factor

Obser
ved
Maternal
Deaths

1

Obser
ved
Births

MMRatio

1

Obser
ved
Deaths

Obser
ved
Maternal
Deaths

3,385

Obser
ved
Births

MMRatio

1,22

15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49

276
376
518
370
260
296
263

4
9
17
9
3
3
1

1161
4889
6296
4397
2525
965
383

344
184
270
205
119
311
261

936
1273
1754
1254
879
1003
890

14
30
58
30
10
10
3

1415
5959
7674
5360
3078
1177
467

957
511
750
568
330
863
725

Total

2360

46

20617

223

7989

156

25131

620

13

Beberapa catatan perlu diperhatikan dan dipahami dalam penghitungan MMR pada tulisan ini.
1) Adjusted Maternal Mortality menggunakan completeness 30 to 60+ (slope GGB Female =
3,385)
2) Adjusted Fertility menggunakan rata-rata P/F Ratio umur 20 to 34 (1,22)
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa kematian maternal sebelum di sesuaikan bernilai 223
kematian per 100.000 kelahiran hidup (46 kematian maternal di bagi 20.617 kelahiran hidup).
Setelah kematian dan kelahiran disesuaikan (dengan faktor pengali Adj. Maternal Mortality =3,385
dan Adj. Fertility = 1,22), maka diperoleh MMRatio yang diduga merupakan ratio sesungguhnya pada
tahun 2010 adalah sebesar 620. Artinya terdapat 620 kematian maternal per 100.000 kelahiran
hidup di provinsi Papua Barat pada tahun 2010.

3.4

Faktor-Faktor yang Berpengaruh

McCarthy dan Maine (1992) dalam WHO (1998) mengemukakan adanya 3 faktor yang berpengaruh
terhadap proses terjadinya kematian maternal. Proses yang paling dekat terhadap kejadian kematian
maternal (determinan dekat) yaitu kehamilan itu sendiri dan komplikasi dalam kehamilan, persalinan
dan masa nifas (komplikasi obstetri). Determinan dekat secara langsung dipengaruhi oleh
determinan antara yaitu status kesehatan ibu, status reproduksi, akses ke pelayanan kesehatan,
perilaku perawatan kesehatan / penggunaan pelayanan kesehatan dan faktor – faktor lain yang tidak
diketahui atau tidak terduga. Di lain pihak, terdapat juga determinan jauh yang akan mempengaruhi
kejadian kematian maternal melalui pengaruhnya terhadap determinan antara, yang meliputi faktor
sosio – kultural dan faktor ekonomi, seperti status wanita dalam keluarga dan masyarakat, status
keluarga dalam masyarakat dan status masyarakat.
Tulisan ini akan mencoba mengaitkan kematian maternal yang terjadi di provinsi Papua Barat
dengan beberapa determinan antara yang bisa ditangkap dari sejumlah indikator kesehatan ibu yang
diperoleh dari laporan riskesdas dan SDKI. Diduga keadaan makro ini ada hubungannya dengan
kematian maternal yang terjadi di provinsi Papua Barat pada tahun 2010.

Status kesehatan ibu
Status kesehatan ibu yang berpengaruh terhadap kejadian kematian maternal meliputi status gizi,
anemia, penyakit yang diderita ibu, dan riwayat komplikasi pada kehamilan dan persalinan
sebelumnya (Depkes RI, 1994). Status gizi ibu hamil dapat dilihat dari hasil pengukuran terhadap
lingkar lengan atas (LILA). Pengukuran LILA bertujuan untuk mendeteksi apakah ibu hamil termasuk
kategori kurang energi kronis (KEK) atau tidak. Ibu dengan status gizi buruk memiliki risiko untuk
14

terjadinya perdarahan dan infeksi pada masa nifas (Depkes RI 2000). Keadaan kurang gizi sebelum
dan selama kehamilan memberikan kontribusi terhadap rendahnya kesehatan maternal, masalah
dalam persalinan dan masalah pada bayi yang dilahirkan. Stunting yang dialami selama masa kanak –
kanak, yang merupakan hasil dari keadaan kurang gizi berat akan memaparkan seorang wanita
terhadap risiko partus macet yang berkaitan dengan adanya disproporsi sefalopelvik (WHO, 1999).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, di Papua Barat prevalensi wanita usia 15-45 tahun yang
menderita KEK (LILA ibu < 23,5 cm) adalah 19,6 persen. Angka ini melebihi angka nasional yang
mencapai 13,6 persen dan menempatkan Papua Barat pada posisi 3 tertinggi setelah NTT (24,6 %)
dan Papua (23,1 %).

Akses ke pelayanan kesehatan
Hal ini meliputi antara lain keterjangkauan lokasi tempat pelayanan kesehatan, dimana tempat
pelayanan yang lokasinya tidak strategis / sulit dicapai oleh para ibu menyebabkan berkurangnya
akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan, jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia dan
keterjangkauan terhadap informasi (WHO, 1998). Akses terhadap tempat pelayanan kesehatan
dapat dilihat dari beberapa faktor, seperti lokasi dimana ibu dapat memperoleh pelayanan
kontrasepsi, pemeriksaan antenatal, pelayanan kesehatan primer atau pelayanan kesehatan rujukan
yang tersedia di masyarakat.
UNFPA (2003) mengungkapkan bahwa pada umumnya kematian maternal di negara – negara
berkembang, berkaitan dengan setidaknya satu dari tiga keterlambatan (The Three Delay Models).
Pertama, keterlambatan dalam mengambil keputusan untuk mencari perawatan kesehatan apabila
terjadi komplikasi obstetrik; Kedua, keterlambatan dalam mencapai fasilitas kesehatan dan pada
umumnya terjadi akibat kesulitan transportasi. Beberapa desa memiliki pilihan transportasi yang
sangat terbatas dan fasilitas jalan yang buruk. Kendala geografis di lapangan mengakibatkan banyak
rumah sakit rujukan tidak dapat dicapai dalam waktu dua jam, yaitu merupakan waktu maksimal
yang diperlukan untuk menyelamatkan ibu dengan perdarahan dari jalan lahir; Keterlambatan ketiga
yaitu keterlambatan dalam memperoleh perawatan di fasilitas kesehatan. Seringkali para ibu harus
menunggu selama beberapa jam di pusat kesehatan rujukan.

Pelaksanaan sistem pelayanan

kebidanan yang baik didasarkan pada regionalisasi pelayanan perinatal, dimana ibu hamil harus
mempunyai kesempatan pelayanan operatif dalam waktu tidak lebih dari satu jam dan bayi harus
dapat segera dilahirkan.
Persalinan yang dilakukan di rumah akan menghambat akses untuk mendapatkan pelayanan
rujukan secara cepat apabila sewaktu – waktu dibutuhkan (WHO, 1998). Terdapat hubungan yang
signifikan antara tempat persalinan dengan kematian maternal, dimana semakin tinggi proporsi ibu
melahirkan di fasilitas non fasilitas kesehatan semakin tinggi risiko kematian maternal dan bayi
(Depkes, 2002).

Meskipun terjadi peningkatan persentase perempuan melahirkan di fasilitas
15

kesehatan, Riskesdas menunjukkan bahwa belum separuh ibu-ibu di Papua Barat melahirkan di
fasilitas kesehatan. Riskesdas 2007 mencatat bahwa di Papua Barat persentase ibu melahirkan anak
di rumah sakit/puskesmas/polindes/RB/RBIA/Klinik baru mencapai 28 persen meningkat menjadi
31,5 persen pada tahun 2010. Sebaliknya mereka yang melahirkan di rumah mencapai 72 persen
pada tahun 2007 menurun menjadi 68,5 persen pada tahun 2010. Dengan demikian, bisa dikatakan
bahwa sebagian besar ibu-ibu di Papua Barat melahirkan di rumah yang besar kemungkinan beresiko
mengalami kematian jika terjadi komplikasi obstetrik karena sebagian besar dari mereka akan
mengalami setidaknya satu dari tiga keterlambatan (The Three Delay Models).

Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan
Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan antara lain meliputi perilaku penggunaan alat
kontrasepsi, dimana ibu yang mengikuti program keluarga berencana (KB) akan lebih jarang
melahirkan dibandingkan dengan ibu yang tidak ber KB; perilaku pemeriksaan antenatal, dimana ibu
yang melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur akan terdeteksi masalah kesehatan dan
komplikasinya; penolong persalinan, dimana ibu yang ditolong oleh dukun berisiko lebih besar untuk
mengalami kematian dibandingkan dengan ibu yang melahirkan dibantu oleh tenaga kesehatan
(WHO, 1998).
Menurut Arsmstrong (1998) program KB memungkinkan wanita untuk merencanakan
kehamilan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari kehamilan pada usia tertentu atau jumlah
persalinan yang membawa bahaya tambahan, dan dengan cara menurunkan tingkat kesuburan
secara umum, yaitu dengan mengurangi jumlah kehamilan. Di samping itu, program KB dapat
mengurangi jumlah kehamilan yang tidak diinginkan sehingga mengurangi praktik pengguguran yang
ilegal, berikut kematian yang ditimbulkannya. Fibriana (2007) mengungkapkan bahwa ibu yang tidak
pernah KB memiliki risiko untuk mengalami kematian maternal 33,1 kali lebih besar bila
dibandingkan dengan ibu yang mengikuti program KB.
Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa di Papua Barat, perempuan kawin usia 15-49 tahun
yang sedang menggunakan KB baru mencapai 32,1 persen dan terdapat 41,5 persen yang tidak
pernah menggunakan sama sekali. Bisa diambil kesimpulan bahwa kemungkinan besar akan terjadi
praktik pengguguran yang ilegal di antara perempuan yang tidak sedang menggunakan KB (67,9
persen) yang beresiko pada kejadian kematian maternal.
Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa
keadaan ibu dan janinnya secara berkala, yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan
yang ditemukan. Pemeriksaan antenatal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan terdidik
dalam bidang kebidanan, yaitu bidan, dokter dan perawat yang sudah terlatih. Tujuannya adalah
untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilan, persalinan dan nifas dengan baik dan
16

selamat. Pemeriksaan antenatal dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan satu
kali pada trimester pertama (usia kehamilan sebelum 14 minggu), satu kali selama trimester kedua
(antara 14 sampai dengan 28 minggu), dan dua kali selama trimester ketiga (antara minggu 28 s/d 36
minggu dan setelah 36 minggu). Pemeriksaan antenatal dilakukan dengan standar ‘5 T’ yang meliputi
1) timbang berat badan, 2) ukur tekanan darah, 3) ukur tinggi fundus uteri, 4) pemberian imunisasi
tetanus toksoid, dan 5) pemberian tablet tambah darah 90 tablet selama hamil (Depkes Ri, 1994)
Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa di Papua Barat proporsi ibu hamil yang melakukan
pemeriksaan antenatal lengkap hanya sekitar 21 persen. Dilihat dari frekuensinya, mereka yang
melakukan pemeriksaan antenatal > 3 kali sebesar 34,7 persen. Masih banyak ibu hamil di Papua
Barat yang tidak melakukan pemeriksaan antenatal sesuai pola minimal 1 – 1 – 2.
WHO (1999) menemukan bahwa sebagian besar komplikasi obstetri terjadi pada saat
persalinan berlangsung. Untuk itu diperlukan tenaga profesional yang dapat secara cepat mengenali
adanya komplikasi yang dapat mengancam jiwa ibu dan sekaligus melakukan penanganan tepat
waktu untuk menyelamatkan jiwa ibu. Angka kematian maternal akan dapat diturunkan secara
adekuat apabila 15% kelahiran ditangani oleh dokter dan 85% ditangani oleh bidan. Rasio ini paling
efektif bila bidan dapat menangani persalinan normal, dan dapat secara efektif merujuk 15%
persalinan yang mengalami komplikasi kepada dokter. Meskipun bukti telah menunjukkan bahwa
penanganan persalinan oleh dokter, bidan dan perawat merupakan faktor penting dalam
menurunkan angka kematian maternal, Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa di Papua Barat hanya
50,7 persen dari seluruh persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (bidan atau dokter). Dan
meningkat menjadi 54,3 persen pada tahun 2010.
Terdapat banyak faktor yang mendasari keadaan tersebut, antara lain adalah kurangnya
tenaga yang terlatih dan kurang terdistribusinya tenaga – tenaga tersebut di daerah – daerah
(UNFPA, 2003). Sebanyak 42 persen ibu – ibu di Papua menyatakan lebih memilih bersalin tidak
dengan tenaga kesehatan dengan alasan ibu merasa bahwa persalinan tidak perlu ke tenaga
kesehatan, kecuali bila merasa ada gangguan / kelainan dengan kesehatannya (Depkes RI, 2004).

17

4. KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Setelah kematian dan kelahiran disesuaikan (dengan faktor pengali Adj. Maternal Mortality
=3,385 dan Adj. Fertility = 1,22), maka diperoleh MMRatio yang diduga merupakan ratio
sesungguhnya pada tahun 2010 adalah sebesar 620. Artinya terdapat 620 kematian maternal per
100.000 kelahiran hidup di provinsi Papua Barat pada tahun 2010.
Tingginya MMR di Papua Barat dapat terjadi karena : 1) sebagian besar ibu-ibu di Papua
Barat melahirkan di rumah, dan besar kemungkinan mereka beresiko mengalami kematian jika
terjadi komplikasi obstetrik karena sebagian besar dari mereka akan mengalami setidaknya satu dari
tiga keterlambatan (The Three Delay Models); 2) proporsi ibu hamil yang melakukan pemeriksaan
antenatal lengkap hanya sekitar 21 persen, dan yang melakukan pemeriksaan antenatal > 3 kali
hanya 34,7 persen. Artinya masih banyak ibu hamil di Papua Barat yang tidak melakukan
pemeriksaan antenatal sesuai pola minimal 1 – 1 – 2; 3) hanya 50,7 persen (2007) dan 54,3 persen
(2010) dari seluruh persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (bidan atau dokter).

4.2 Saran
Untuk menurunkan angka kematian maternal di provinsi Papua Barat, intervensi program dan
kebijakan terkait dengan determinan antara, perlu di lakukan oleh pemerintah daerah provinsi Papua
Barat beberapa hal sebagai berikut:
1.

Penempatan bidan-bidan terlatih mengatasi komplikasi obstetrik di wilayah perkampungan yang
sulit akses ke pusat pelayanan kesehatan.

2.

Mengaktifkan kegiatan polindes dan posyandu untuk mempermudah akses pemeriksaan
kesehatan ibu dan anak.

3.

Sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pemeriksaan antenatal untuk kesehatan
dan keselamatan ibu hamil dan bayi yang akan dilahirkannya.

4.

Menyadarkan masyarakat untuk memilih bersalin yang sehat yaitu menggunakan tenaga
kesehatan baik ketika merasa ada atau tidak ada gangguan / kelainan dengan kesehatannya.

18

5.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. Pedoman teknis terpadu audit maternal – perinatal di tingkat dati II. Ditjen Binkesmas,
Jakarta, 1994.
Depkes RI. Buku pedoman pengenalan tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas.
Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa, Jakarta, 2000
Djaja S, Mulyono L, Afifah T, Penyebab kematian maternal di Indonesia, survei kesehatan rumah
tangga 2001. Majalah Kedokteran Atmajaya, 2003, 2 (3): page 191-202.
E, Royston and S, Amstrong. Pencegahan kematian ibu hamil. Alih bahasa : Maulany R.F. Binarupa
aksara, Jakarta, 1998.
Fibriana, I Arulita. Tesis: Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian maternal (studi kasus di
kabupaten cilacap).UNDIP, Semarang, 2007.
Johansson, C. and Stewart, D. The millennium development goals: commitments and prospects.
Human Development Report Office Working Papers and Notes: Working Paper no 1. New
York, UNDP, 2002.
Hill, K., Stanton, C., Gupta, N. Measuring Maternal Mortality From a Census: Guidelines for Potential
Users. MEASURE Evaluation Manual Series, No. 4. Carolina Population Center, University of
North Carolina at Chapel Hill. July 2001.
Ronsmans, C. and Graham, WJ. Maternal mortality: who, when, where and why. The Lancet,
Maternal Survival, 2006: 13-24.
Saifudin AB. Issues in training for essential maternal healthcare in Indonesia.Medical Journal of
Indonesia, 1997, 6 (3): page 140 – 148.
Stanton, C, et al. Every death counts: measurement of maternal mortality via a census. Bulletin of the
World Health Organization, 2001, 79 (7): page 657-664.
Tim Sukernas. Laporan SKRT 2001. Studi kesehatan ibu dan anak. Badan Litbangkes, Depkes RI,
Jakarta, 2002.
UNFPA. Maternal mortality update 2002, a focus on emergency obstetric care. New York, UNFPA,
2003.
WHO, Depkes RI, FKM UI. Modul safe motherhood. Kerjasama WHO-Depkes RI-FKM UI,1998.
WHO. Reduction of maternal mortality. A joint WHO/ UNFPA/ UNICEF/World bank statement,
Geneva, 1999.
WHO. Making pregnancy safer, a health sector strategy for reducing maternal and perinatal
morbidity and mortality. New Delhi, WHO-SEARO, 2000.
WHO. Maternal mortality in 2000. Department of Reproductive Health and Research WHO, 2003.

19